Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan Pada Individu Dewasa Awal Lajang di Komunitas 'X' Bandung.

(1)

v ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mendalam mengenai kejelasan orientasi masa depan bidang pernikahan pada individu dewasa lajang di Komunitas ‘X’ Bandung berdasarkan tahap-tahap pembentuknya dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, dengan ukuran sample 30 orang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan metoda survei.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori orientasi masa depan dari J. E. Nurmi. Alat ukur yang digunakan adalah modifikasi dari kuesioner orientasi masa depan bidang pernikahan dari J. E. Nurmi, terdiri dari 17 item. Berdasarkan uji validitas dengan teknik korelasi Rank Spearman dan seleksi berdasarkan kriteria Friedenberg, diperoleh hasil validitas 0,373 – 0,863. Hasil Uji reliabilitas dengan Alpha Cronbach 0,73, artinya reliabilitas tinggi.

Berdasarkan pengolahan data diperoleh hasil penelitian bahwa 36,7% orientasi masa depan bidang pernikahan tidak jelas, 33,3% orientasi masa depan bidang pernikahan jelas, 20% orientasi masa depan bidang pernikahan yang kurang jelas, dan 10% orientasi masa depan bidang pernikahan yang cukup jelas. Dari kesimpulan yang diperoleh, faktor internal yaitu self-esteem, dan faktor eksternal meliputi status sosial ekonomi, dukungan keluarga dan teman komunitas serta diskusi dengan keluarga, turut memengaruhi kejelasan orientasi masa depan bidang pernikahan.

Kepada peneliti yang tertarik melakukan penelitian lanjutan, peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian mengenai hubungan antara self-esteem dengan orientasi masa depan bidang pernikahan. Bagi pendiri, ketua, dan pengurus komunitas bersangkutan disarankan agar memberikan seminar mengenai self-esteem, problem solving, dan decision making untuk meningkatkan kejelasan orientasi masa depan bidang pernikahan.


(2)

vi ABSTRACT

The research was done in order to obtain a deep understanding about the clarity of the marriage future orientation on individuals single young adults in the community 'X' Bandung based on constituent phases and the factors that affect it. The selection of the sample in this research using purposive sampling techniques, the number of sample are 30 respondents. The design used in this research is descriptive method with survey.

Theory used in this research is the future orientation theory by J. E. Nurmi. Measuring instrument used was a modification of the the marriage future orientation questionnaire by J. E. Nurmi, consisting of 17 items. Based on test validity with Spearman Rank correlation technique and selection criteria Friedenberg, the results of the validity obtained from 0.373 to 0.863. Test results of reliability with Cronbach alpha 0.73, which means high reliability.

The results of processing data obtained that 36.7% of single young adult in the Community 'X' Bandung have an unclear marriage future-orientation, 33.3% have a clear marriage future-orientation, 20% have a lessclear marriage future-orientation, and 10% have a rather clear marriage fututre-orientation.

From the conclusions obtained, the internal factors of self-esteem, and external factors include socioeconomic status, family and community friends support as well as discussions with family, contributed to the clarity of marriage future-orientation.

The suggestion to researchers who are interested in doing further research are to do research on the relationship between self-esteem with the marriage future orientation. For the founder, chairman, and community board recommended to provide seminar about self-esteem, problem solving, and decision making to improve the clarity of the marriage future orientation.


(3)

vii DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN...ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... iv

ABSTRAK... v

ABSTRACT...vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL...xiv

DAFTAR BAGAN... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 9

1.3 Maksud dan Tujuan... 9

1.3.1 Maksud ... 9

1.3.2 Tujuan... 9

1.4 Kegunaan Penelitian... 10

1.4.1 Kegunaan Teoretis... 10


(4)

viii

1.5 Kerangka Pemikiran... 11

1.6 Asumsi... 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 25

2.1 Orientasi Masa Depan... 25

2.1.1 Definisi Orientasi Masa Depan... 25

2.1.2 Proses-proses Dalam Orientasi Masa Depan... 25

2.1.3 Orientasi Masa Depan Sebagai Suatu Sistem... 32

2.1.4 Faktor-faktor Yang Memengaruhi Orientasi Masa Depan... 33

2.2 Perkembangan Masa Dewasa... 36

2.2.1 Perkembangan Fisik... 37

2.2.2 Perkembangan Kognitif... 38

2.2.3 Perkembangan Sosio-emosional... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 42

3.1 Rancangan Penelitian... 42

3.2 Bagan Prosedur Penelitian... 42

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 43

3.3.1 Variabel Penelitian... 43

3.3.2 Definisi Operasional ... 43

3.4 Alat Ukur... 44

3.4.1 Kuesioner Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan... 44


(5)

ix

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang... 51

3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 52

3.4.4.1 Validitas Alat Ukur... 52

3.4.4.2 Reliabilitas Alat Ukur... 53

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel... 54

3.5.1 Populasi Sasaran... 54

3.5.2 Karakteristik Populasi... 54

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel... 54

3.6 Teknik Analisis Data... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 56

4.1 Gambaran Umum Responden... 56

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 56

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 56

4.2 Gambaran Hasil Penelitian... 57

4.2.1 Tabulasi Silang Tahap Motivasi Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan...58

4.2.2 Tabulasi Silang Tahap Perencanaan Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan... 59

4.2.3 Tabulasi Silang Tahap Evaluasi Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan... 60


(6)

x

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 73

5.1 Kesimpulan... 73

5.2 Saran... 75

5.2.1 Saran Teoritis... 75

5.2.2 Saran Praktis... 75

DAFTAR PUSTAKA... xvii

DAFTAR RUJUKAN... xviii


(7)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan…...44

Tabel 3.2 Kategori Penilaian...49

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...54

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia...54

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir...55

Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Status...55

Tabel 4.5 Gambaran Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan...56

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Antara Tahap Motivasi dan Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan...56

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Antara Tahap Perencanaan dan Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan...57

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Antara Tahap Evaluasi dan Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan...58

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Antara Tahap Motivasi dan Tahap Perencanaan ...58

Tabel 4.10 Tabulasi Silang Antara Tahap Perencanaan dan Tahap Evaluasi...59


(8)

xii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran ...21 Bagan 3.1 Bagan Prosedur Penelitian ...41


(9)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Profil Komunitas

Lampiran II Kuesioner Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan Lampiran III Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran IV Data Mentah Hasil Penelitian

Lampiran V Tabulasi Silang Antara Data Utama dan Data Penunjang Lampiran VI Kisi- Kisi dan Kuesioner Data Penunjang

Lampiran VII Data Penunjang Lampiran VIII Lembar Persetujuan


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidupnya manusia akan selalu berinteraksi dengan lingkungan dan individu-individu lain. Manusia dapat menjalin relasi dengan individu lain melalui persaudaraan atau ikatan keluarga, hubungan profesional dalam pekerjaan, persahabatan, maupun melalui hubungan pernikahan.

Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya usia. Persahabatan dipandang sebagai hal yang penting pada setiap usia kehidupan. Memasuki masa dewasa, individu memantapkan hubungan yang diharapkan dapat berlanjut pada kehidupan selanjutnya – hubungan yang berdasarkan pada persahabatan, cinta, dan seksualitas. Erickson (dalam Papalia, 2007) memandang hubungan yang intim sebagai tugas penting pada masa dewasa awal. Keintiman dapat berupa kontak seksual maupun tidak. Bagian penting dari keintiman yaitu self-disclosure, individu menyatakan informasi penting mengenai dirinya seorang kepada yang lain. Keintiman juga dibentuk melalui rasa saling memiliki. Individu akan lebih sehat, secara fisik dan mental, dan hidup lebih lama apabila dipuaskan melalui keintiman.(Papalia, 2007).

Kebutuhan individu pada masa dewasa untuk mencapai keintiman dapat terpenuhi melalui hubungan persahabatan dengan teman sebaya ataupun hubungan cinta dengan pasangannya (Papalia, 2007). Keintiman dalam hubungan


(11)

2

cinta dengan lawan jenis dapat diwujudkan melalui pernikahan. Dalam pernikahan, selain terpenuhinya keintiman, pria dan wanita sebagai pasangan suami-istri akan saling memenuhi kebutuhan hidup bersama seperti kebutuhan secara materi atau finansial, seksual, serta pemenuhan kebutuhan-kebutuhan psikologis seperti rasa aman, rasa cinta dan rasa saling memiliki. Melalui pernikahan individu pun dapat membentuk keluarga, melanjutkan keturunan, serta mewariskan pengasuhan dan bimbingan kepada keturunannya. Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 Bab I pasal 1 tentang dasar perkawinan dituliskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Masyarakat Indonesia berpandangan bahwa menikah merupakan suatu keharusan, sehingga apabila seorang individu sudah memasuki usia dewasa dan dianggap telah siap menikah, maka mereka akan mendapat tuntutan untuk menikah dan membentuk keluarga. Tuntutan ini dapat muncul dari lingkungan maupun juga dari individu itu sendiri. Namun seiring dengan kemajuan jaman, fenomena individu dewasa lajang sudah dipandang sebagai hal yang lumrah karena semakin banyaknya individu dewasa lajang (http:// lifestyle. kompasiana. com/catatan /2011/10/07/tidak-mudah-hidup-melajang-terutama-bagi-wanita/).

Pada umumnya, kondisi individu dewasa yang belum menikah menimbulkan berbagai penilaian negatif dari masyarakat. Pada umumnya masyarakat akan menilai individu dewasa lajang sebagai individu dewasa yang belum matang. Baik pria maupun wanita dewasa dapat mengalami tekanan sosial karena belum menikah. Hal


(12)

3

ini dapat menimbulkan kecemasan, perasaan rendah diri atau malu, dianggap belum dapat bertanggung jawab dan berbagai stigma negatif lainnya. Selain itu wanita lajang sering mencemaskan usia reproduktifnya sejalan dengan usia yang semakin bertambah tua. Sedangkan pria mencemaskan perbedaan usia yang jauh dengan anaknya kelak, cemas apabila tiba saatnya pensiun namun tetap harus membiayai sekolah anak dan kebutuhan keluarga lainnya (http://www.anneahira.com/kasus-psikologi.htm).

Tekanan tidak hanya datang dari masyarakat tapi juga dari keluarga. Keluarga yang terus mendesak untuk segera menikah, orang tua yang ingin segera menimang cucu, atau desakan dari saudara-saudara. Secara psikologis mereka mengalami tekanan dari adanya tuntutan orang tua apalagi jika mereka belum memiliki calon pasangan (http: //nasional. kompas.com /read/2008/ 08/07/ 14412675/ anak.telat.jodoh.orangtua.kelimpungan).

Saat ini jumlah kaum lajang semakin meningkat. Fenomena ini tidak hanya berlangsung di tingkat global. Di Indonesia, jumlah kaum lajang juga meningkat, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Makasar (Majalah MIX Edisi Agustus 2011). Individu dewasa lajang yang tinggal di kota-kota besar umumnya telah bekerja. Bagi para pria seringkali merasa kesulitan mencari pasangan yang diharapkan karena kebanyakan pria menginginkan pasangan yang kedudukannya di bawahnya ataupun sederajat dalam hal karier. Sedangkan di kota-kota besar kebanyakan wanita sudah berkarier dan terus berusaha mengembangkan kariernya. Hal ini menjadi masalah


(13)

4

juga bagi kaum wanita, karena keadaan ini juga membuat dirinya sulit mendapatkan pasangan.

Menurut kepala BKKBN, Sugiri, usia pernikahan yang ideal bagi perempuan adalah 20-35 tahun, sedangkan untuk laki-laki berbeda 5 tahun yaitu 25-40 tahun (http://www.detiknews.com/read/2011/05/18/064537/1641322/10/menikah-ideal usia 20-35-untuk-wanita-25-40-untuk-pria). Dengan semakin bertambahnya usia, pada umumnya wanita usia 35 tahun ke atas semakin kecil kemungkinannya untuk menemukan pasangan. Begitu juga dengan pria berusia 40 tahun ke atas.

Di Kota Bandung terdapat Komunitas ‘X’, tempat para lajang kota Bandung berkumpul menjalin persahabatan dan perjodohan. Komunitas ini khusus bagi mereka yang lajang dan ingin mendapatkan pendamping hidup, serta membangun persahabatan dengan sesama anggota dari penjuru Indonesia bahkan luar negeri. Anggota komunitas ini adalah pria dan wanita lajang dengan usia pria minimal 27 tahun, dan wanita dengan usia minimal 25 tahun. Komunitas ‘X’ Bandung terdiri atas sekitar 93 anggota, dengan sekitar 70 anggotanya terlibat aktif baik melalui kegiatan pertemuan maupun komunikasi melalui media komunikasi elektronik.

Komunitas ini memiliki berbagai program, setiap anggotanya diharapkan terlibat secara aktif menghadiri setiap kegiatan yang dibuat seperti “kopi darat” /

gathering anggota, camp / outbond, seminar, tour, dan aktif berkomunikasi

dengan bantuan media komunikasi elektronik dengan sesama anggota. Dalam komunitas ini sering diadakan kopi darat, pertemuan dengan para anggota secara


(14)

5

langsung sehingga setiap anggota dapat berkenalan satu sama lain dan menjalin persahabatan dan diharapkan dapat menemukan pasangan yang tepat.

Melalui Komunitas ‘X’ ini, para dewasa lajang yang memiliki keinginan untuk menikah berharap dapat menemukan calon pasangan untuk pernikahannya di masa depan. Pada umumnya, untuk mencapai suatu pernikahan diperlukan persiapan yang baik dan telah dipikirkan matang-matang agar individu memperoleh gambaran yang jelas mengenai pernikahannya di masa depan. Gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya di masa depan dalam ilmu Psikologi dikenal dengan istilah orientasi masa depan (Nurmi, 1989). Individu akan membentuk gambaran dirinya di masa depan yang salah satunya adalah gambaran tentang pernikahan. Gambaran yang jelas mengenai pernikahan di masa depan akan menolong individu untuk mengantisipasi kehidupan pernikahannya di masa depan. Sebaliknya, apabila gambaran mengenai masa depan pernikahan tidak jelas, maka individu tidak efektif dalam mengantisipasi kehidupan pernikahannya di masa depan.

Menurut Nurmi (1989), orientasi masa depan dapat terbentuk melalui tiga tahap, yaitu motivasi, perencanaan, dan evaluasi. Dewasa lajang di Komunitas ‘X’ akan membentuk orientasi masa depan dalam bidang pernikahan. Tahap yang pertama adalah tahap motivasi, yaitu dorongan yang mengarahkan dewasa lajang untuk bertingkah laku tertentu yang mengarah pada suatu tujuan, dalam hal ini tujuan untuk menikah. Tahap berikutnya adalah perencanaan, dewasa lajang menyusun langkah-langkah atau strategi yang mengarah pada pencapaian tujuan pernikahan yang sudah ditetapkannya. Tahap yang terakhir adalah tahap evaluasi, dewasa lajang menilai kembali sejauh mana tujuan untuk pernikahan yang sudah


(15)

6

ditetapkan dan rencana yang sudah disusun dapat terwujud di masa depan. Orientasi masa depan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yaitu konteks budaya, termasuk di dalamnya jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status sosial ekonomi, serta faktor lingkungan sosial seperti teman sebaya dan keluarga. Faktor internal yang memengaruhi yaitu rasa diri berharga (self-esteem).

Peneliti melakukan wawancara dengan 8 responden yang merupakan anggota Komunitas ‘X’ Bandung. Responden berusia antara 26 sampai 38 tahun yang terdiri dari 5 perempuan dan 3 laki-laki. Hingga saat ini, responden masih berstatus lajang karena pernah memiliki pengalaman buruk dalam menjalin hubungan sehingga merasa sulit percaya kepada lawan jenis, mengalami patah hati dan belum menemukan yang tepat, atau merasa diri kurang menarik. Pada umumnya responden memutuskan masuk komunitas ‘X’ ini untuk mencari peluang menemukan pasangan hidup dengan menambah relasi dan berinteraksi dengan anggota komunitas.

Berdasarkan hasil survei awal tersebut, seluruh responden sudah bekerja. Dari 8 responden terdapa 5 responden (62,5%) yang telah tinggal secara mandiri, terpisah dari orang tua. Tiga responden lainnya (37,5%) masih tinggal dengan orang tua. Semua responden (100%) berkeinginan untuk menikah di masa depan. Tujuan pernikahan mereka bermacam-macam. Sebanyak 5 responden (67,5%) memiliki tujuan menikah untuk mendapatkan anak atau keturunan, memiliki pendamping hidup, dan untuk saling berbagi dengan pasangan. Sisanya, yaitu 3 responden (37,5%) memiliki tujuan menikah untuk memiliki keluarga sendiri. Dengan didorong keinginan tersebut maka responden bertekad untuk menikah di


(16)

7

masa depan. Dalam orientasi masa depan, hal ini merupakan tahap motivasi, ketika individu memiliki minat, motif, dan nilai untuk menikah di masa depan. Dari 8 responden, terdapat 5 responden (67,5%) yang memiliki motivasi kuat. Responden dengan motivasi kuat menilai pernikahan sebagai hal yang penting dan harus dicapai karena untuk melanjutkan keturunan dan ada keinginan untuk memiliki keluarga sendiri. Tiga responden lainnya (37,5%) memiliki motivasi yang lemah. Responden dengan motivasi lemah memiliki keinginan untuk menikah dan terdorong untuk mewujudkannya tetapi mereka lebih bersikap pasrah, apabila dapat menemukan pasangan yang tepat maka akan segera menikah, tetapi jika belum menemukan pun tidak merasa tergesa-gesa untuk menikah.

Dalam mencapai tujuannya untuk menikah, 6 responden (75%) telah menentukan langkah-langkah yang mengarah pada pernikahan di masa depan yaitu mencari calon pasangan dengan memperluas pergaulan, mempersiapkan biaya / finansial dan mempersiapkan mental. Sedangkan 2 responden lainnya (25%) belum menentukan langkah yang harus diambil yang dapat mengarah pada pernikahan. Inilah yang disebut dengan tahap perencanaan, yaitu ketika individu menyusun langkah-langkah / strategi yang dapat mengarah pada tercapainya tujuan. Dari 8 responden, terdapat 6 responden (75%) yang membuat perencanaan terarah, dan 2 responden (25%) yang perencanaannya tidak terarah.

Setelah itu, responden akan menilai rencana dan tujuan pernikahannya apakah dapat diwujudkan atau tidak. Ini disebut dengan tahap evaluasi, ketika individu menilai perbandingan antara tujuan apakah dapat diwujudkan dengan


(17)

8

rencana yang sudah dibuat. Sebanyak 4 responden (50%) yakin dengan rencana dan tujuan pernikahannya dapat terwujud, 3 responden (37,5%) belum yakin bahwa tujuan dan rencana pernikahannya dapat terwujud, dan 1 responden (12,5%) merasa khawatir dengan pernikahannya di masa depan. Dari 8 responden tersebut, terdapat 5 responden (62,5%) yang melakukan evaluasi dengan akurat, dengan menilai bahwa rencananya dapat mencapai tujuan. Sedangkan 3 responden sisanya (27,5%) melakukan evaluasi tidak akurat, dengan penilaian yang kurang realistis mengenai tercapainya harapan meskipun rencana yang disusun belum cukup spesifik.

Dari data survei awal tersebut diperoleh gambaran bahwa 5 responden (62,5%) memiliki orientasi masa depan yang jelas mengenai pernikahannya di masa depan, sedangkan 3 responden lainnya (27,5%) memiliki orientasi masa depan yang tidak jelas. Seluruh responden (100%) yang memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan tidak jelas ini memiliki rasa kurang percaya diri terhadap bentuk tubuhnya, dan tidak yakin akan mendapatkan calon pasangan yang sesuai harapan. Hal ini berarti responden tersebut memiliki self-esteem yang rendah. Dengan demikian dapat terlihat adanya keterkaitan antara self-esteem dengan orientasi masa depan bidang pernikahan (Nurmi, 1989). Self-esteem yang rendah berhubungan dengan orientasi masa depan pernikahan yang tidak jelas. Dari 5 responden yang memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan jelas, seluruhnya (100%) mendapatkan dukungan dari pihak keluarga dan juga teman-temannya. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara faktor lingkungan sosial


(18)

9

dengan orientasi masa depan bidang pernikahan, yaitu Faktor lingkungan yang mendukung berkaitan dengan orientasi masa depan bidang pernikahan yang jelas.

Dengan dipaparkannya fakta tersebut peneliti melihat adanya perbedaan di antara para dewasa lajang di Komunitas ‘X’ mengenai gambaran masa depan pernikahannya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai orientasi masa depan bidang pernikahan pada dewasa lajang di Komunitas ‘X’ Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana orientasi masa depan bidang pernikahan pada individu dewasa lajang di Komunitas ‘X’ Bandung.

1.3 Maksud Dan Tujuan

1.3.1 Maksud:

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai orientasi masa depan bidang pernikahan pada individu dewasa lajang di Komunitas ‘X’ Bandung.

1.3.2 Tujuan:

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lebih mendalam mengenai kejelasan orientasi masa depan bidang pernikahan pada individu dewasa lajang di Komunitas ‘X’ Bandung berdasarkan tahap-tahap pembentuknya dan faktor-faktor yang memengaruhinya.


(19)

10

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

- Memberikan informasi pada ilmu psikologi, khususnya pada bidang psikologi perkembangan mengenai orientasi masa depan bidang pernikahan pada individu dewasa lajang di Komunitas ‘X’ Bandung. - Memberi masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian

lanjutan mengenai orientasi masa depan khususnya di bidang pernikahan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

- Memberi informasi kepada pendiri, ketua, dan pengurus Komunitas ‘X’ mengenai orientasi masa depan bidang pernikahan para anggotanya. Informasi ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memfasilitasi dan membina para anggotanya, misalnya dengan mengadakan seminar berhubungan dengan topik pernikahan dan keluarga bagi para anggotanya. - Memberikan informasi kepada anggota Komunitas ‘X’ Bandung

mengenai orientasi masa depan dalam bidang pernikahan, sehingga diharapkan dapat membantu mereka dalam mengembangkan tahap orientasi masa depan yang masih kurang.


(20)

11

- Memberikan informasi kepada keluarga dari anggota Komunitas ‘X’ Bandung mengenai orientasi masa depan bidang pernikahan, sehingga diharapkan dapat turut memberikan dukungan dan informasi mengenai pernikahan di masa depan yang bermanfaat bagi dewasa lajang.

1.5 Kerangka Pemikiran

Setiap individu pada saat memasuki usia dewasa awal berada pada tahap perkembangan dengan salah satu ciri-cirinya yaitu mengalami peningkatan dalam kesehatan fisik dan kognitifnya, serta membuat keputusan-keputusan penting yang mempengaruhi kesehatan, karir, dan hubungan personal mereka (Papalia, 2007). Setelah membuat keputusan tentang karier, individu dewasa pada umumnya akan membangun hubungan interpersonal yang mendalam dengan lawan jenis dan mempersiapkan diri untuk memasuki menikah dan membangun keluarga.

Komunitas ‘X’ merupakan komunitas khusus bagi mereka yang lajang dan ingin mendapatkan pasangan hidup. Dalam komunitas ini para dewasa lajang membangun persahabatan dengan sesama anggota dari penjuru Indonesia bahkan luar negeri. Komunitas ‘X’ bertujuan memfasilitasi kesempatan untuk menghadirkan keluarga yang harmonis sesuai dengan kehendak Pencipta yang menyatakan bahwa tidak baik jika manusia hidup seorang diri. Melalui komunitas ini para lajang diberikan kesempatan untuk dapat berinteraksi dengan sesama anggota yang sama-sama ingin mendapatkan pasangan hidup. Dalam komunitas ini para anggota diharuskan terlibat secara aktif melalui kehadiran dan


(21)

12

keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan dan berinteraksi dengan sesama anggota.

Komunitas ‘X’ beranggotakan pria lajang minimal usia 27 tahun dan wanita lajang minimal usia 25 tahun. Dewasa lajang di Komunitas ‘X’ yang berada pada masa dewasa awal, pada umumnya mereka telah bekerja. Selain itu, ada anggota yang sudah tinggal secara mandiri dan ada pula anggota yang masih tinggal dengan orang tuanya. Dalam usia yang sudah cukup matang untuk menikah, mereka telah membuat keputusan untuk karier namun mereka belum menikah, bahkan belum memiliki calon pendamping untuk kehidupan berkeluarga di masa depan.

Dalam upaya memenuhi tugas-tugas perkembangannya dewasa lajang di Komunitas ‘X’ melakukan antisipasi dengan cara memikirkan dan membuat gambaran tentang masa depannya. Gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya dalam konteks masa depan disebut dengan orientasi masa depan (Nurmi,1989). Dewasa lajang di Komunitas ‘X’ akan membentuk orientasi masa depan dalam bidang pernikahan sesuai dengan tugas perkembangan yang ingin dipenuhi yaitu menikah dan membentuk keluarga. Melalui orientasi masa depan, dewasa lajang mengantisipasi dan merancang masa depan pernikahan sesuai yang diharapkannya.

Menurut Nurmi (1989), orientasi masa depan dapat terbentuk melalui tiga tahap, yaitu motivasi, perencanaan, dan evaluasi. Tahap yang pertama adalah tahap motivasi, yaitu dorongan yang mengarahkan dewasa lajang di Komunitas ‘X’ untuk bertingkah laku tertentu yang mengarah pada suatu tujuan yang ingin mereka capai


(22)

13

yaitu untuk menikah. Proses motivasi merujuk pada dorongan-dorongan, kebutuhan (motif), minat-minat/ ketertarikan dalam diri dewasa lajang di Komunitas ‘X’ serta nilai-nilai umum dalam memenuhi tugas perkembangannya yaitu mengenai keputusan untuk menikah dan membentuk keluarga di masa depan.

Dorongan-dorongan, kebutuhan atau motif yang terdapat dalam diri dewasa lajang di Komunitas ‘X’ dapat berupa kebutuhan-kebutuhan untuk membangun relasi intim dengan lawan jenis, meneruskan keturunan, atau ingin memiliki keluarga sendiri. Minat atau ketertarikan yang terdapat dalam diri dewasa lajang di Komunitas ‘X’ dapat berupa adanya ketertarikan dengan lawan jenis, kesenangan dalam mengasuh anak, atau minat untuk memimpin keluarga. Dalam diri dewasa lajang di Komunitas ‘X’ terdapat juga nilai-nilai umum, yaitu bagaimana mereka memandang pentingnya pernikahan atau membentuk keluarga. Dalam keluarga yang menilai bahwa anak sulung laki-laki harus menikah akan memandang pernikahan sebagai hal yang penting untuk melanjutkan keturunan dan meneruskan warisan keluarga.

Selanjutnya dewasa lajang di Komunitas ‘X’ akan mengeksplorasi pengetahuan sehubungan dengan motif, minat dan nilai yang dimilikinya. Motif, minat, dan nilai inilah yang mendasari dewasa lajang dalam menentukan tujuan untuk menikah di masa depan. Dewasa lajang di Komunitas ‘X’ menentukan tujuannya sehubungan dengan pernikahan di masa depan. Mereka diharapkan telah menetapkan kriteria calon pasangan seperti apa yang diharapkan untuk pernikahannya di masa depan. Apabila seorang dewasa lajang wanita yang sudah bekerja ingin menikah, ia akan mencari pasangan seorang pria yang pekerjaannya lebih baik dan memiliki penghasilan lebih besar darinya.


(23)

14

Dengan memiliki motif dan minat terhadap pernikahan, serta menilai pernikahan sebagai hal yang penting bagi masa depan, akan mendorong dewasa lajang untuk menetapkan tujuan dan mencapainya. Hal ini menunjukkan motivasi yang kuat. Sebaliknya, apabila dewasa lajang memiliki motif dan nilai terhadap pernikahan tetapi tidak menjadikan pernikahan sebagai prioritas utama untuk dicapai di masa depannya, maka akan menjadikan motivasi lemah.

Tahap kedua yaitu perencanaan, individu menyusun langkah-langkah atau strategi untuk dapat mencapai tujuan (Nurmi, 1989). Dengan menyadari pentingnya pengetahuan-pengetahuan tersebut akan mendorong dewasa lajang di Komunitas ‘X’ untuk berusaha mendalami pemahaman dan keterampilan-keterampilan sebelum menikah atau membentuk keluarga. Melalui pengetahuan yang telah dimiliki tentang pernikahan di masa depannya, dewasa lajang mengetahui bahwa sebelum menikah mereka harus melakukan persiapan.

Dengan pengetahuan inilah dewasa lajang mulai menyusun langkah-langkah atau strategi yang mengarah pada pencapaian tujuannya. Dewasa lajang di Komunitas ‘X’ dapat mempersiapkan diri secara finansial dengan menabung untuk biaya menikah dan berkeluarga, mendapatkan calon pendamping dengan memperluas pergaulan dan aktif menghadiri kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Komunitas ‘X’, dan mempersiapkan mental dengan banyak menghadiri seminar atau membaca buku-buku tentang keluarga. Penyusunan langkah-langkah pencapaian tujuan ini mirip dengan proses pemecahan masalah.

Dalam tahap ini, dewasa lajang juga akan melaksanakan rencana dan strategi yang telah disusun. Pelaksanaan rencana dan strategi tersebut dikendalikan dengan


(24)

15

cara membandingkan langkah-langkah yang telah disusun dengan realita, apakah langkah-langkah tersebut dapat diaplikasikan dalam kenyataan atau tidak. Jadi dewasa lajang di Komunitas ‘X’ akan memeriksa langkah-langkah yang telah disusunnya apakah dapat dilaksanakan atau tidak. Apabila langkah-langkah tersebut sudah dapat dilaksanakan maka dapat dikatakan bahwa perencanaannya terarah. Sebaliknya, apabila langkah-langkah yang disusun belum dapat dilaksanakan maka perencanaannya tidak terarah.

Setelah rencana tersusun, dilanjutkan dengan tahap yang terakhir yaitu evaluasi. Pada tahap ini, dewasa lajang di Komunitas ‘X’ menilai kembali sejauh mana tujuan dan rencana pernikahan yang sudah disusun sebelumnya dapat terwujud di masa depan. Mereka akan membandingkan apakah tujuannya untuk menikah sudah dapat diwujudkan melalui perencanaan yang sudah disusun.

Pada tahap ini causal attribution dan affect/ emotions berperan penting.

Causal attribution menjelaskan mengenai penyebab timbulnya suatu harapan,

apakah berasal dari dalam diri atau dari lingkungan di luar diri. Dewasa lajang di Komunitas ‘X’ akan menilai kesempatan yang dimilikinya untuk mengendalikan masa depan pernikahannya. Mereka akan mempertimbangkan kemampuan, kesempatan dan hambatan yang ada dalam pelaksanaan rencana.

Apabila dewasa lajang menyadari adanya hambatan dari dalam diri dimana ia sulit bersosialisasi sehingga tidak banyak teman lawan jenis dan merasa yakin bahwa dirinya mampu mengatasi hambatan ini dengan lebih aktif menghadiri kegiatan komunitas dan berkomunikasi dengan anggota-anggota yang lainnya. Hal tersebut akan memunculkan affect/ emosi-emosi spesifik seperti perasaan optimistis,


(25)

16

penuh harapan, atau pesimistis dan kuatir. Dengan menilai dirinya dapat mengendalikan hambatan yang ada, dewasa lajang di Komunitas ‘X’ akan merasa optimistis bahwa suatu saat tujuannya untuk menikah akan terwujud di masa depan. Namun apabila mereka menilai dirinya tidak dapat mengatasi hambatan tersebut maka mereka akan merasa kuatir dengan tujuannya untuk menikah.

Dewasa lajang di Komunitas ‘X’ dapat dikatakan evaluasinya akurat apabila mereka dapat menilai rencana yang disusun sudah efisien untuk dapat mencapai tujuan, atau apabila menilai rencana yang telah disusun belum efisien untuk mewujudkan tujuan sehingga mereka perlu melakukan perubahan rencana atau bahkan mengubah tujuan. Namun apabila dewasa lajang menilai rencana yang disusunnya belum efisien untuk mencapai tujuan tetapi tidak melakukan perubahan rencana, maka evaluasi dari dewasa lajang tidak akurat.

Tahap motivasi, perencanaan, dan evaluasi tidak berdiri sendiri tapi merupakan satu kesatuan, setiap tahapnya saling berkaitan satu dengan yang lain dan membentuk siklus. Ketika dewasa lajang di Komunitas ‘X’ melakukan evaluasi, mereka akan melihat kembali tujuannya untuk menikah, apakah dapat diwujudkan melalui rencana yang disusun atau tidak. Tujuan dan standar pribadi menjadi dasar untuk mengevaluasi hasil. Tercapainya tujuan pada tahap sebelumnya, akan membentuk keyakinan attributional yang internal. Pengalaman bahwa mereka pernah berhasil dalam mewujudkan tujuannya akan membuat mereka merasa yakin dengan kemampuannya untuk mencapai tujuan pernikahannya di masa depan dan yakin bahwa dirinya memiliki kendali untuk mencapai keberhasilan (attributional yang internal).


(26)

17

Keefektifan rencana yang sudah disusun akan memengaruhi pencapaian tujuan dan evaluasi diri. Dalam perencanaan, dewasa lajang di Komunitas ‘X’ telah menyusun rencana. Rencana yang terarah pada tujuan pernikahan selanjutnya akan dinilai bahwa rencana tersebut dapat dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan, sehingga dewasa lajang melakukan evaluasi secara akurat.

Bagaimana penilaian dewasa lajang di Komunitas ‘X’ terhadap penyebab kesuksesan dan kegagalan selanjutnya akan berpengaruh pada penetapan tujuan di kemudian hari. Dewasa lajang yang menilai dirinya mampu atau merasa yakin akan berhasil mewujudkan tujuannya untuk menikah, maka akan menetapkan tujuan-tujuan yang tinggi di kemudian hari. Sebaliknya apabila dewasa lajang menilai dirinya tidak mampu mewujudkan tujuannya untuk menikah, maka ia akan menetapkan tujuan yang lebih rendah di kemudian hari.

Orientasi masa depan bidang pernikahan pada dewasa lajang di Komunitas ‘X’ dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang memengaruhinya adalah self-esteem. Dewasa lajang yang memiliki self-esteem tinggi akan lebih yakin dengan tercapainya pernikahan di masa depan dibandingkan dengan mereka yang self-esteem-nya rendah. Mereka akan merasa yakin bahwa dirinya mampu mengatasi permasalahan dalam pernikahannya di masa depan, dan merasa dirinya layak mencapai pernikahan yang diharapkan. Dengan pemahaman demikian, dewasa lajang dapat melakukan evaluasi secara akurat, sehingga berpengaruh terhadap orientasi masa depan bidang pernikahannya.

Faktor eksternal yang memengaruhi orientasi masa depan bidang pernikahan pada dewasa lajang di Komunitas ‘X’ adalah konteks budaya dan lingkungan sosial.


(27)

18

Pertama, konteks budaya dapat dijelaskan melalui aturan-aturan sosial, simbol-simbol, peran, pola aktivitas, dan sistem keyakinan ciri khas budaya. Di Indonesia, adat ke-Timuran masih sangat kental, di mana masyarakat sangat mementingkan gotong royong, kekeluargaan dibandingkan dengan budaya Barat yang lebih individualistis. Hal ini tentunya berpengaruh pada aturan-aturan dalam masyarakat bahkan aturan- aturan atau norma-norma dalam hal pernikahan. Dewasa lajang di Komunitas ‘X’ yang sudah memasuki usia dewasa akan diperhadapkan dengan tugas perkembangan normatif yaitu untuk menikah dan membentuk keluarga. Agar tugas perkembangan tersebut dapat terpenuhi, dewasa lajang di Komunitas ‘X’ terdorong untuk menikah sehingga muncullah motivasi untuk mewujudkan pernikahan di masa depan. Selanjutnya mereka akan menyusun langkah-langkah untuk mewujudkan pernikahan yang diharapkan kemudian menilai kembali tujuan dan rencana pernikahan yang telah ditentukannya.

Konteks budaya juga dapat bervariasi sesuai dengan faktor lain seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status sosial ekonomi. Pertama, perempuan memiliki harapan yang lebih besar mengenai masa depan pernikahan dan keluarganya dibandingkan dengan laki-laki. Kedua, tingkat pendidikan menentukan kejelasan orientasi masa depan dalam bidang pernikahan. Dalam membentuk orientasi masa depan diperlukan pemikiran individu yang berada pada tahap formal operasional untuk memikirkan hal di masa depan seperti menetapkan kapan usia menikah di masa depan, menyusun strategi perencanaan dan membandingkan apakah target usia menikahnya dapat terealisasikan dengan


(28)

19

perencanaan yang telah disusun. Tahap pemikiran tersebut dapat berkembang melalui pendidikan yang diperoleh.

Ketiga, dewasa lajang di Komunitas ‘X’ Bandung yang berada pada status sosial ekonomi menengah ke bawah akan mempunyai tingkat kejelasan orientasi masa depan yang berbeda dengan mereka yang berada pada status sosial ekonomi menengah ke atas. Dewasa lajang dengan status sosial ekonomi menengah ke atas lebih berani dan yakin dalam memikirkan, membuat perencanaan, dan mengambil keputusan tentang masa depan pernikahannya dibandingkan dengan dewasa lajang yang berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah.

Faktor eksternal kedua yang memengaruhi orientasi masa depan bidang pernikahan adalah lingkungan sosial, seperti keluarga dan teman sebaya. Dewasa lajang di Komunitas ‘X’ pun ada yang masih tinggal dengan orangtua atau keluarganya. Keluarga sangat berpengaruh bagi kehidupan setiap dewasa lajang baik yang sudah hidup mandiri maupun yang masih tinggal dengan individutua.

Melalui keluarga, dewasa lajang di Komunitas ‘X’ mendapatkan model dari orangtua dalam hal menyelesaikan berbagai tugas perkembangan yang berbeda-beda. Keluarga menyediakan informasi bagi mereka tentang bagaimana pernikahan yang berhasil. Hal ini menjadi pengetahuan bagi mereka untuk membentuk tujuan pernikahannya di masa depan. Keluarga juga menentukan standar normatif yang diberikan oleh orangtua, sehingga hal ini memengaruhi perkembangan minat, nilai dan tujuan dewasa lajang di Komunitas ‘X’. Bagaimana dewasa lajang memandang seberapa penting pernikahan, hal ini dipengaruhi oleh keluarga, khususnya orang tua.


(29)

20

Dewasa lajang di Komunitas ‘X’ yang didesak oleh orang tuanya untuk segera menikah akan segera mencari pasangan dan menikah sehingga hal ini berpengaruh dalam merencanakan pernikahan di masa depannya. Interaksi dalam keluarga juga turut menentukan dasar untuk belajar kemampuan perencanaan dan strategi pemecahan masalah. Dewasa lajang di Komunitas ‘X’ yang sering melakukan diskusi dengan keluarga, akan terbiasa memikirkan pemecahan masalah secara bersama- sama sehingga memiliki kemampuan lebih dalam hal membuat langkah-langkah yang terarah untuk mewujudkan pernikahan yang diharapkan.

Motivasi yang kuat, perencanaan yang terarah, atau evaluasi yang akurat dapat membentuk orientasi masa depan bidang pernikahan yang jelas. Dewasa lajang di Komunitas ‘X’ yang ingin segera menemukan pasangan hidup dan segera menikah memiliki motivasi yang kuat terhadap pernikahannya di masa depan sehingga mendorongnya dalam mengumpulkan informasi untuk menambah pengetahuan mengenai pernikahan dan menyusun langkah-langkah yang dapat mewujudkan tujuannya tersebut. Melalui evaluasi, ia akan menilai tujuan dan rencananya secara realistis yang kemudian dapat memengaruhi penetapan tujuan selanjutnya.

Sedangkan, orientasi masa depan bidang pernikahan yang tidak jelas akan ditunjukkan dengan motivasi lemah, perencanaan tidak terarah, atau evaluasi tidak akurat. Dewasa lajang Komunitas ‘X’ yang memiliki motif yang lemah untuk mewujudkan pernikahannya akan berpengaruh dalam pemenuhan tahap selanjutnya, yaitu perencanaan. Dalam menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan menjadi kurang sistematis dan terarah. Hal ini akan berpengaruh juga pada tahap


(30)

21

evaluasi, sehingga tidak dapat melakukan penilaian yang akurat terhadap tujuan dan rencananya. Selain itu dewasa lajang dengan motivasi lemah, perencanaan terarah, evaluasi tidak akurat, atau yang memiliki motivasi lemah, perencanaan tidak terarah, evaluasi akurat, dapat juga dikatakan bahwa orientasi masa depan bidang pernikahannya tidak jelas. Hal ini terjadi karena setiap tahap merupakan suatu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, sehingga apabila dewasa lajang belum mencapai tahap tertentu atau tidak baik dalam tahap tertentu, maka akan berpengaruh pada tahap berikutnya, sehingga dapat menjadikan orientasi masa depan bidang pernikahannya tidak jelas.

Orientasi masa depan bidang pernikahan yang cukup jelas berkaitan dengan adanya motivasi kuat, perencanaan terarah, dan evaluasi tidak akurat. Dewasa lajang di Komunitas ‘X’ yang telah memiliki motif untuk menikah dan menetapkan tujuannya di kemudian hari untuk membentuk keluarga maka akan terdorong untuk menyusun strategi dalam mencapai tujuan tersebut. Apabila setelah itu mereka menilai rencana dan tujuannya secara tidak objektif maka akan membuat evaluasinya menjadi tidak akurat. Meskipun evaluasinya tidak akurat, namun orientasi masa depan bidang pernikahannya masih dapat dikatakan cukup jelas karena telah memiliki motivasi kuat dan perencanaan terarah pada tahap sebelumnya.

Pada dewasa lajang yang orientasi masa depan bidang pernikahannya kurang jelas, mereka masih memiliki kekurangan dalam tahap tertentu. Apabila dewasa lajang telah memiliki motivasi yang kuat untuk membentuk pernikahan di masa depannya, namun dalam perencanaan tidak terarah sehingga juga tidak dapat


(31)

22

melakukan evaluasi yang akurat, maka dapat dikatakan orientasi masa depan bidang pernikahannya kurang jelas. Selain itu, apabila dewasa lajang memiliki motivasi kuat dan evaluasi akurat sedangkan perencanaan tidak terarah, hal ini menunjukkan orientasi masa depan yang kurang jelas, karena pada dasarnya tidak mungkin seseorang dapat melakukan evaluasi secara akurat apabila pada tahap perencanaannya belum terarah. Kerangka pemikiran ini dapat digambarkan melalui bagan berikut ini.

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Individu

Dewasa lajang di Komunitas ‘X’ Bandung

Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan Faktor Internal: Self esteem Faktor eksternal: Konteks budaya dan Lingkungan sosial

Tahap:

Jelas

Tidak Jelas Cukup Jelas Kurang Jelas


(32)

23

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

1.6 Asumsi

- Individu dewasa lajang di Komunitas ‘X’ Bandung memiliki orientasi masa depan dalam bidang pernikahan yang dapat bervariasi yaitu jelas, cukup jelas, kurang jelas, dan tidak jelas.

- Orientasi masa depan bidang pernikahan pada individu dewasa lajang di Komunitas ‘X’ Bandung dibentuk melalui 3 tahap, yaitu tahap motivasi, perencanaan, dan evaluasi.

- Orientasi masa depan bidang pernikahan yang jelas ditunjukkan dengan motivasi kuat, perencanaan terarah, dan evaluasi akurat.

- Orientasi masa depan bidang pernikahan yang cukup jelas ditunjukkan dengan motivasi kuat, perencanaan terarah, dan evaluasi tidak akurat. - Orientasi masa depan bidang pernikahan yang kurang jelas ditunjukkan

dengan adanya motivasi kuat, perencanaan tidak terarah, evaluasi akurat, atau motivasi kuat, perencanaan tidak terarah, evaluasi tidak akurat, atau memiliki motivasi lemah, perencanaan terarah, evaluasi akurat.

- Orientasi masa depan bidang pernikahan yang tidak jelas ditunjukkan dengan motivasi lemah, perencanaan tidak terarah, evaluasi tidak akurat, atau motivasi lemah, perencanaan terarah, evaluasi tidak akurat, atau motivasi lemah, perencanaan tidak terarah, evaluasi akurat.


(33)

24

- Orientasi masa depan bidang pernikahan pada individu dewasa lajang di Komunitas ‘X’ Bandung dipengaruhi oleh faktor internal yaitu self-esteem. Semakin tinggi self-esteem, maka orientasi masa depan bidang pernikahan akan semakin jelas, sebaliknya semakin rendah self-esteem nya maka orientasi masa depan bidang pernikahan semakin tidak jelas.

- Orientasi masa depan bidang pernikahan pada individu dewasa lajang di Komunitas ‘X’ Bandung dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu konteks budaya dan lingkungan sosial. Semakin mendukung faktor konteks budaya dan lingkungan sosial, maka orientasi masa depan bidang pernikahan akan semakin jelas, sebaliknya semakin menghambat faktor konteks budaya dan lingkungan sosial, maka semakin tidak jelas orientasi masa depan bidang pernikahan.


(34)

73 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 responden dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Terdapat 36,7% responden dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan yang tidak jelas. Hal ini berkaitan dengan adanya motivasi lemah, perencanaan tidak terarah, evaluasi tidak akurat, atau motivasi lemah, perencanaan terarah, evaluasi tidak akurat, atau motivasi lemah, perencanaan tidak terarah, evaluasi akurat.

2. Terdapat 33,3% responden dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan yang jelas. Hal ini berkaitan dengan adanya motivasi yang kuat, perencanaan yang terarah, dan evaluasi yang akurat.

3. Terdapat 20% responden dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan yang kurang jelas. Hal ini berkaitan dengan adanya tahap tertentu yang kurang mendukung (tahap motivasi lemah, atau perencanaan tidak terarah, atau evaluasi tidak akurat).

4. Terdapat 10% responden dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan yang cukup jelas. Hal


(35)

74

ini berkaitan dengan adanya motivasi yang kuat, perencanaan yang terarah, dan evaluasi yang tidak akurat.

5. Orientasi masa depan bidang pernikahan pada dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung dipengaruhi oleh faktor internal yaitu self-esteem. Semakin tinggi self-esteem responden, maka orientasi masa depan bidang pernikahannya menjadi semakin jelas.

6. Orientasi masa depan bidang pernikahan pada dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung dipengaruhi juga oleh faktor eksternal, yaitu status sosial ekonomi. Semakin tinggi status sosial ekonomi responden, maka orientasi masa depan pernikahannya menjadi jelas. Sebaliknya, semakin rendah status sosial ekonomi responden, maka orientasi masa depan bidang pernikahannya menjadi semakin tidak jelas.

7. Faktor eksternal lain yang memengaruhi orientasi masa depan bidang pernikahan pada dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung yaitu faktor lingkungan sosial, meliputi dukungan saudara dan teman komunitas, serta diskusi dengan ibu dan saudara. Semakin banyak dan efektif dukungan terhadap responden dalam hal pernikahan di masa depan, maka orientasi masa depan bidang pernikahannya menjadi jelas. Semakin sering responden melakukan diskusi mengenai pernikahan, maka orientasi masa depan bidang pernikahannya menjadi jelas.


(36)

75

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diajukan beberapa saran yang dipertimbangkan dan diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan:

5.2.1 Saran Teoretis

1. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan penelitian serupa, dapat melakukan penelitian hubungan antara self-esteem dengan orientasi masa depan bidang pernikahan.

2. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan penelitian serupa, dapat melakukan penelitian hubungan antara dukungan sosial dengan orientasi masa depan bidang pernikahan.

3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan penelitian serupa, dapat melakukan penelitian hubungan antara status sosial ekonomi dengan orientasi masa depan bidang pernikahan.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi pendiri, ketua, serta pengurus Komunitas ‘X’ dapat mengadakan ceramah atau pelatihan yang menunjang kejelasan orientasi masa depan bidang pernikahan, antara lain dengan topik mengenai self-esteem agar anggota dapat meningkatkan self-esteemnya, selain itu mengenai problem


(37)

76

pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, serta memberikan wadah diskusi yang efektif bagi para anggotanya.

2. Bagi para anggota Komunitas ‘X’ Bandung, disarankan agar lebih banyak melakukan diskusi dengan keluarga, serta mengikuti ceramah-ceramah dengan topik antara lain mengenai self-esteem, problem solving, dan

decision making untuk meningkatkan keterampilan yang diperlukan dalam

dalam menetapkan tujuan, menyusun strategi pencapaian tujuan, dan evaluasi.

3. Bagi keluarga dari dewasa awal lajang, khususnya figur signifikan seperti Ibu atau saudara, disarankan untuk lebih sering memberikan kesempatan diskusi serta dukungan yang berarti bagi dewasa awal lajang dalam membentuk gambaran yang jelas mengenai pernikahannya di masa depan.


(38)

xvii

DAFTAR PUSTAKA

Graziano, Anthony M. 2000. Research Method: A Process of Inquiry. New York: Allyn & Bacon A Pearson Education Company.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step by Step Guide For

Beginners. London: Sage Publications.

Marcia, J. E. 1993. Ego Identity: A Handbook for Psychological Research. New York: Springer-Verlag

Nisfiannoor, Muhammad. 2009. Pendekatan Statistika Modern Untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humatika.

Nurmi, J. E. 1989. Adolescent’s Orientation To The Future. Helsinki: Finnish Society of Scinces and Letters

_________. 1991. Future Orientation Questionnaire. Helsinki: University of Helsinki.

Papalia, Diane E. 1986. Human Development. New York: McGraw-Hill .

Papalia, Diane E, Harveys L. Sterns, Ruth Duskin Feldman, Cameron J. Camp. 2007. Adult Development and Aging. New York: McGraw-Hill

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Non-Parametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


(39)

xviii

DAFTAR RUJUKAN

Aldora, Stella. 2011. Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang

Pendidikan Pada Siswa Kelas XI SMA ‘X’ Bandung. Skripsi. Bandung:

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/10/07/tidak-mudah-hidup-melajang terutama-bagi-wanita/ diakses Oktober 2011

http://nasional.kompas.com/read/2008/08/07/14412675/anak.telat.jodoh.orangtua.kel impungan/ diakses Juli 2012

http://www.anneahira.com/kasus-psikologi.htm/ diakses Juli 2012

http://www.detiknews.com/read/2011/05/18/064537/1641322/10/menikah-ideal usia 20-35-untuk-wanita-25-40-untuk-pria diakses Oktober 2011

http://www.lintas.me/go/4e6b52ef60e53704f100ea87/blogdetik.com diakses Oktober 2011

Majalah Mix edisi Agustus 2011.

Talitha, Hana. 2011. Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang

Pernikahan Pada Komunitas Pria Homoseksual di Himpunan ‘X’ Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen


(1)

73 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 responden dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Terdapat 36,7% responden dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan yang tidak jelas. Hal ini berkaitan dengan adanya motivasi lemah, perencanaan tidak terarah, evaluasi tidak akurat, atau motivasi lemah, perencanaan terarah, evaluasi tidak akurat, atau motivasi lemah, perencanaan tidak terarah, evaluasi akurat.

2. Terdapat 33,3% responden dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan yang jelas. Hal ini berkaitan dengan adanya motivasi yang kuat, perencanaan yang terarah, dan evaluasi yang akurat.

3. Terdapat 20% responden dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan yang kurang jelas. Hal ini berkaitan dengan adanya tahap tertentu yang kurang mendukung (tahap motivasi lemah, atau perencanaan tidak terarah, atau evaluasi tidak akurat).

4. Terdapat 10% responden dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan yang cukup jelas. Hal


(2)

74

ini berkaitan dengan adanya motivasi yang kuat, perencanaan yang terarah, dan evaluasi yang tidak akurat.

5. Orientasi masa depan bidang pernikahan pada dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung dipengaruhi oleh faktor internal yaitu self-esteem. Semakin tinggi self-esteem responden, maka orientasi masa depan bidang pernikahannya menjadi semakin jelas.

6. Orientasi masa depan bidang pernikahan pada dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung dipengaruhi juga oleh faktor eksternal, yaitu status sosial ekonomi. Semakin tinggi status sosial ekonomi responden, maka orientasi masa depan pernikahannya menjadi jelas. Sebaliknya, semakin rendah status sosial ekonomi responden, maka orientasi masa depan bidang pernikahannya menjadi semakin tidak jelas.

7. Faktor eksternal lain yang memengaruhi orientasi masa depan bidang pernikahan pada dewasa awal lajang di Komunitas ‘X’ Bandung yaitu faktor lingkungan sosial, meliputi dukungan saudara dan teman komunitas, serta diskusi dengan ibu dan saudara. Semakin banyak dan efektif dukungan terhadap responden dalam hal pernikahan di masa depan, maka orientasi masa depan bidang pernikahannya menjadi jelas. Semakin sering responden melakukan diskusi mengenai pernikahan, maka orientasi masa depan bidang pernikahannya menjadi jelas.


(3)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diajukan beberapa saran yang dipertimbangkan dan diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan:

5.2.1 Saran Teoretis

1. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan penelitian serupa, dapat melakukan penelitian hubungan antara self-esteem dengan orientasi masa depan bidang pernikahan.

2. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan penelitian serupa, dapat melakukan penelitian hubungan antara dukungan sosial dengan orientasi masa depan bidang pernikahan.

3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan penelitian serupa, dapat melakukan penelitian hubungan antara status sosial ekonomi dengan orientasi masa depan bidang pernikahan.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi pendiri, ketua, serta pengurus Komunitas ‘X’ dapat mengadakan ceramah atau pelatihan yang menunjang kejelasan orientasi masa depan bidang pernikahan, antara lain dengan topik mengenai self-esteem agar anggota dapat meningkatkan self-esteemnya, selain itu mengenai problem


(4)

76

pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, serta memberikan wadah diskusi yang efektif bagi para anggotanya.

2. Bagi para anggota Komunitas ‘X’ Bandung, disarankan agar lebih banyak melakukan diskusi dengan keluarga, serta mengikuti ceramah-ceramah dengan topik antara lain mengenai self-esteem, problem solving, dan

decision making untuk meningkatkan keterampilan yang diperlukan dalam

dalam menetapkan tujuan, menyusun strategi pencapaian tujuan, dan evaluasi.

3. Bagi keluarga dari dewasa awal lajang, khususnya figur signifikan seperti Ibu atau saudara, disarankan untuk lebih sering memberikan kesempatan diskusi serta dukungan yang berarti bagi dewasa awal lajang dalam membentuk gambaran yang jelas mengenai pernikahannya di masa depan.


(5)

xvii

Allyn & Bacon A Pearson Education Company.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step by Step Guide For

Beginners. London: Sage Publications.

Marcia, J. E. 1993. Ego Identity: A Handbook for Psychological Research. New York: Springer-Verlag

Nisfiannoor, Muhammad. 2009. Pendekatan Statistika Modern Untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humatika.

Nurmi, J. E. 1989. Adolescent’s Orientation To The Future. Helsinki: Finnish Society of Scinces and Letters

_________. 1991. Future Orientation Questionnaire. Helsinki: University of Helsinki.

Papalia, Diane E. 1986. Human Development. New York: McGraw-Hill .

Papalia, Diane E, Harveys L. Sterns, Ruth Duskin Feldman, Cameron J. Camp. 2007. Adult Development and Aging. New York: McGraw-Hill

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Non-Parametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


(6)

xviii

DAFTAR RUJUKAN

Aldora, Stella. 2011. Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang

Pendidikan Pada Siswa Kelas XI SMA ‘X’ Bandung. Skripsi. Bandung:

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/10/07/tidak-mudah-hidup-melajang terutama-bagi-wanita/ diakses Oktober 2011

http://nasional.kompas.com/read/2008/08/07/14412675/anak.telat.jodoh.orangtua.kel impungan/ diakses Juli 2012

http://www.anneahira.com/kasus-psikologi.htm/ diakses Juli 2012

http://www.detiknews.com/read/2011/05/18/064537/1641322/10/menikah-ideal usia 20-35-untuk-wanita-25-40-untuk-pria diakses Oktober 2011

http://www.lintas.me/go/4e6b52ef60e53704f100ea87/blogdetik.com diakses Oktober 2011

Majalah Mix edisi Agustus 2011.

Talitha, Hana. 2011. Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang

Pernikahan Pada Komunitas Pria Homoseksual di Himpunan ‘X’ Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen


Dokumen yang terkait

Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan Studi Deskriptif mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan pada Siswa SMK Kelas XI Jurusan Administrasi Perkantoran SMK "X" Bandung.

0 0 34

Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan pada Anggota Penyandang Tunadaksa di Komunitas Bandung Independent Living (BILIC).

0 0 43

Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan pada Mahasiswa Dewasa Awal yang Pacaran Berbeda Keyakinan di Universitas "X" Bandung.

0 0 30

Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan pada Siswa SMA di Panti Asuhan 'X' Bandung.

0 0 35

Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan pada Narapidana Dewasa Awal yang Belum Menikah di Lembaga Pemasyarakatan "X" Kota Bandung.

0 3 41

Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan Pada Siswa Kelas XII SMA "X" Bandung.

0 0 37

Studi Kasus Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan Pada Perempuan Homoseksual di Komunitas "X" Bandung.

0 0 40

Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan Pada Komunitas Pria Homoseksual di Himpunan "X" Bandung.

0 0 34

Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan pada Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan "X" di Bandung.

0 0 52

Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan Pada Individu Dewasa Awal yang Orang Tuanya Bercerai (Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan Pada Mahasiswa Universitas "X" Bandung yang Orang Tuanya Bercerai).

2 14 51