Langkah-Langkah Hukum yang Dapat Dilakukan oleh Bank Terkait Musnahnya Barang Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Juncto Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK
LANGKAH-LANGKAH HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH BANK TERKAIT MUSNAHNYA BARANG JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN
Melita Trisnawati (1187003)
Kegiatan perekonomian di Indonesia merupakan salah satu komponen penting dalam perkembangan negara. Dalam dunia usaha, peranan lembaga keuangan sangatlah penting untuk meningkatkan perekonomian. Lembaga keuangan dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Bank dalam usahanya menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit memerlukan adanya jaminan. Pembebanan jaminan tersebut salah satunya dengan fidusia, dimana benda yang dijaminkan ada dibawah penguasaan debitur sehingga risiko yang muncul semakin besar. Barang jaminan fidusia dapat sewaktu-waktu musnah, sehingga berpotensi untuk merugikan kreditur. Oleh karenanya diperlukan asuransi sebagai pihak ketiga dalam upaya meminimalisir risiko apabila terjadi kerugian yang mengakibatkan musnahnya barang jaminan fidusia. Namun tidak semua hal yang menimbulkan kerugian akan mendapat penggantian dari asuransi, sehingga diperlukan perlindungan terhadap pihak kreditur atau bank.
Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis adalah metode yuridis normatif. Metode yuridis normatif adalah metode yang dilakukan dengan mengkaji data sekunder, terdiri atas bahan hukum primer berupa Undang-Undang 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku dan jurnal hukum, beserta bahan hukum tersier berupa kamus dan website. Bahan hukum tersebut dikaitkan dengan permasalahan yang terjadi untuk mengetahui pengaturan secara nyata terhadap batasan tanggung jawab dan kedudukan para pihak, serta peran asuransi ketika barang yang dijaminkan musnah dalam praktik penjaminan melalui pranata fidusia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa pengaturan jaminan fidusia dalam dunia perbankan masih belum jelas implementasi dan batasan-batasannya, khususnya ketika barang jaminan fidusia musnah dan asuransi tidak dapat melakukan penggantian, sehingga dalam hal ini telah terjadi kerugian yang diderita pihak bank.
Perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian ekor atau turutan yang keberadaannya mengikuti perjanjian kredit. Risiko dalam fidusia begitu besar sehingga diperlukan pihak asuransi untuk meminimalisir kerugian. Namun pengaturan mengenai jaminan fidusia dan asuransi di Indonesia belum mengatur secara jelas. Hal yang krusial dalam musnahnya barang jaminan fidusia adalah ketika asuransi tidak melakukan penggantian, sehingga bank sebagai kreditur mengalami kerugian. Dengan adanya permasalahan tersebut maka diperlukan pengaturan yang jelas mengenai batasan tanggung jawab para pihak dan kondisi-kondisi yang mungkin terjadi dalam praktik fidusia, guna menciptakan sebuah hukum yang melindungi para pihak khususnya dalam peristiwa musnahnya barang jaminan fidusia.
(2)
Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT
LEGAL REMEDY THAT CAN BE AIMED BY A BANK RELATED IN THE DESTRUCTION EVENT OF FIDUCIARY COLLATERAL APPROACHES TO
ACT NUMBER 42 OF 1999 CONCERNING FIDUCIARY COLLATERAL JUNCTO ACT NUMBER 40 OF 2014 CONCERNING INSURANCE
Melita Trisnawati (1187003)
Economic activities in Indonesia is one of important component in the development of the state. In the business, the role of financial institutions are important to improve economic conditions. Financial institutions divided into 2 (two) group that is institutions bank financial and financial institution non bank. A bank in business channel funds to people in the form of credit need a guaranteed. Imposition the insurance one of them is by fiduciary, where who pledged is under mastery debtors so that appears the bigger risk. Collateral fiduciary can wiped out any time, so it is potential to to prejudice a creditor. For that reason required insurance as the third party to minimize risk if there is loss resulting in case fiduciary collateral wiped out. But not all about inflicted losses will be get the replacement of insurance, so that required protection against parties a creditor or bank.
Research methodology used in analyze is juridical normative method. Juridical normative method is the method by examining the secondary material that is about primary law material in form Act Number 42 of 1999 concerning Fiduciary and Act Number 40 of 2014 concerning Insurance. Secondary law material of books and journals law, and tertiary law material of a dictionary and website. Their law material associated with the problem to know arrangement significantly about the limits of responsibility and raised the parties, and about the role of insurance when the goods are pledged we insurance practices through fiduciary. The results of research conducted by the writer that in the practice of fiduciary in banking sector regulations were not clear and did not have a limits, especially when the goods fiduciary security destroyed and insurance can not give replacement, so in this happened loss suffered by the bank.
A fiduciary collateral agreement is a tail agreement whose existence follow a credit agreement. Risk in fiduciary is so great that required insurance sides to reduce disadvantages. But arrangement on fiduciary security and insurance in Indonesia were not managed clearly. The crucial in fiduciary collateral destroyed is when insurance not give an replacement, so that bank as a creditor have a loss. With the these problems then required arrangement clear limit the responsibility of the parties and conditions that might happen in practice fiduciary, to create a law protect the parties, especially in the fiduciary collateral destroyed.
(3)
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Judul ... i
Lembar Pernyataan Keaslian ………... ii
Lembar Pengesahan Pembimbing ………... Lembar Persetujuan Revisi ... iii iv Lembar Persetujuan Panitia Sidang Ujian ………... v
Abstrak ………... vi
Kata Pengantar ………... viii
Daftar Isi ………... xi BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...………... B. Identifikasi Masalah ………..…... C. Tujuan Penelitian ……….…….... D. Kegunaan Penelitian ………... E. Kerangka Pemikiran………... F. Metode Penelitian ………... G. Sistematika Penulisan ………...
1 10 11 12 12 21 25 BAB II KELEMBAGAAN FIDUSIA SEBAGAI JAMINAN BENDA
BERGERAK DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA
A. Penerapan Fidusia Dalam Praktik Perbankan ... 1. Sejarah Penerapan Kelembagaan Fidusia Sebagai Jaminan
Kebendaan ………...
26
(4)
Universitas Kristen Maranatha 2. Jaminan Fidusia Sebagai Jaminan Kebendaan ...………
3. Politik Hukum Penerapan Fidusia di Indonesia ...………... B. Korelasi Antara Perjanjian Kredit dan Jaminan Fidusia ...…. 1. Kedudukan Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Pokok ...…….. 2. Kedudukan Perjanjian Jaminan Fidusia Terhadap Perjanjian Kredit ………...….. 3. Objek Dalam Jaminan Fidusia ...……….. C. Kedudukan Hukum Akta Fidusia, Subjek dan Akibat Hukum Dalam Fidusia …………...… 1. Akta Jaminan Fidusia ...………… 2. Sifat Hukum Jaminan Fidusia ...……… 3. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Fidusia .……… BAB III ASURANSI SEBAGAI BENTUK PROTEKSI DALAM JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA
A. Konsep dan Perkembangan Asuransi di Indonesia ... 1. Sejarah Perkembangan Asuransi di Indonesia ...……….. 2. Bentuk dan Jenis Perlindungan Asuransi di Indonesia ...……… 3. Hak dan Kewajiban Penyedia Layanan Asuransi …...…... B. Aspek Asuransi dalam Penerapan Sistem Perbankan di Indonesia ...
1. Tujuan Penggunaan Layanan Lembaga Asuransi Dalam Perbankan ... 2. Penerapan Asuransi Dalam Praktik Layanan Fidusia Oleh Bank... 3. Penerapan Klausula Bank (Banker’s Clause) Dalam Asuransi ...
30 35 38 39 43 44 48 49 53 57 61 61 66 70 73 74 77 79
(5)
Universitas Kristen Maranatha C. Penerapan Asuransi Sebagai Bentuk Proteksi ...……….
1. Kajian Yuridis Hubungan Bank dan Asuransi Dalam Penyediaan Kredit Fidusia ………...……… 2. Proses Klaim Dalam Asuransi ………...……….
3. Proses Penggantian Dalam Asuransi ...
BAB IV PERIKATAN, RISIKO, PERTANGGUNGJAWABAN ASURANSI DAN LANGKAH-LANGKAH HUKUM BANK TERHADAP MUSNAHNYA BARANG JAMINAN FIDUSIA
A. Perikatan dan Risiko Atas Jaminan Kebendaan Bergerak yang Dilakukan dengan Pengikatan Melalui Pranata Jaminan Fidusia ...…. 1. Bentuk Perikatan Jaminan Fidusia Berdasarkan Ketentuan yang
Berlaku ... 2. Penggolongan Risiko dalam Penyelenggaran Jaminan Fidusia ... 3. Perlindungan Hukum terhadap Risiko dalam Perikatan Jaminan Fidusia yang Diselenggarakan Oleh Bank ... B. Peran dan Batasan Pertanggungjawaban Lembaga Asuransi ketika
Barang Jaminan Fidusia Musnah ………...……….. 1. Kedudukan Hukum Lembaga Asuransi dalam Perjanjian Jaminan
Fidusia Oleh Perbankan ... 2. Kewajiban dan Hak Asuransi dalam Penyelenggaraan Jaminan
Fidusia Oleh Perbankan ... 3. Batasan dan Bentuk Pertanggungjawaban Asuransi Atas
83 84 87 88 93 93 99 102 108 109 113
(6)
Universitas Kristen Maranatha Musnahnya Barang Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Fidusia
Yang diselenggarakan Oleh Perbankan ... C. Langkah-Langkah Hukum yang Dapat Dilakukan Oleh Bank Sebagai
Kreditur Dalam Peristiwa Musnahnya Barang Jaminan Fidusia ... 1. Kewajiban Pemberi Fidusia dan Lembaga Asuransi kepada Bank
dalam Peristiwa Musnahnya Jaminan Fidusia ... 2. Kedudukan dan Hak Bank dalam Peristiwa Musnahnya Barang
Jaminan Fidusia ... 3. Perlindungan Hukum Terhadap Bank dalam Proses Penyelenggaran Jaminan Fidusia Oleh Perbankan ...
121
125
126
129
132 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………...………. B. Saran ………...………
135 139 Daftar Pustaka
(7)
Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perekonomian Indonesia dilaksanakan dengan asas demokrasi ekonomi. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (4) yang menyebutkan bahwa:
“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
Kegiatan perekonomian di Indonesia merupakan salah satu komponen penting dalam perkembangan negara. Apabila sebuah negara memiliki sistem perekonomian yang baik maka tentu pertumbuhan dalam dunia usaha akan meningkat. Untuk mencapai perkembangan perekonomian yang baik tentunya perlu didukung dengan sistem hukum yang baik. Kegiatan perekonomian yang semakin kompleks dan terus bergerak dinamis mengakibatkan hukum terkadang tertinggal dan hal ini menimbulkan permasalahan baru. Untuk itu diperlukan hukum yang
(8)
mengatur permasalahan tersebut, termasuk juga pengaturan dalam dunia usaha.
Dalam dunia usaha, peranan lembaga keuangan sangatlah penting. Di Indonesia lembaga keuangan ini dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank atau non bank. Lembaga keuangan bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sedangkan lembaga keuangan bukan bank contohnya lembaga pembiayaan, asuransi, pegadaian, dana pensiun dan sebagainya.
Salah satu contoh lembaga keuangan non bank yaitu lembaga pembiayaan. Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal, meliputi:1
1. “Perusahaan Pembiayaan, adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit;
2. Perusahaan Modal Ventura, adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha, dan
3. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, adalah badan usaha yang didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur.”
1
(9)
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Terminologi dari perbankan dalam bahasa Inggris disebut sebagai banking. Dalam Black’s Law Dictionary dirumuskan sebagai:
“The bussines of banking, as defined by law and customs, consist in the issue of notes payable on demand intended to circulated as money, when the banks are banks issue, in receiving deposit payable on demand, in discounting commercial paper, making loans of money on collateral security, buying and selling bills of exchangge, negotiating loans, and dealing in negotiable securities issued by the government, state and national, and municipal and other
corporation.”
Dalam terjemahan bebas penulis, artinya perbankan adalah segala macam bentuk kegiatan yang berkaitan tentang bank, yang didalamnya mencakup mengenai pembiayaan, penerimaan dana dalam bentuk deposit, pengurusan surat berharga, pembelian dan penjualan saham, negosiasi pinjaman, serta kesepakatan dalam negosiasi yang menyangkut isu keamanan oleh pemerintah, provinsi maupun nasional, para nasabah serta perusahaan lainnya.
Hermansyah mengemukakan bahwa perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara, dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya
(10)
secara keseluruhan2. Artinya, kegiatan dalam perbankan memiliki cakupan yang luas, yaitu mencakup lembaga, kegiatan usaha, cara dan proses.
Salah satu kegiatan yang dilakukan bank adalah menyalurkan dana kepada masyarakat. Bank dalam menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit diperlukan adanya jaminan atau agunan. Tujuan dari adanya jaminan atau agunan adalah untuk menutup risiko, agar debitur bertanggungjawab melunasi hutangnya dan apabila debitur tidak membayar hutangnya, maka kreditur tidak akan mengalami kerugian karena memiliki jaminan. Artinya, ketika debitur meminjam uang/berhutang, ia harus menjaminkan sesuatu sebagai agunan/jaminan atas hutang yang ia pinjam.
Jaminan terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu jaminan umum dan jaminan khusus, jaminan khusus dibagi menjadi jaminan perorangan dan kebendaan. Jaminan kebendaan terdiri dari benda tetap dan benda bergerak, untuk benda tetap tanah dibebankan hak tanggungan, sedangkan benda bergerak dibebankan gadai dan fidusia.
Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi, fides yang berarti kepercayaan. Penggunaan terminologi fidusia juga diakomodir dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia. Dalam terminologi Belanda istilah ini sering disebut secara lengkap yaitu Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O.) yaitu penyerahan
2 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri, 2005,
(11)
hak milik secara kepercayaan sedangkan dalam istilah bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership.
Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Pasal 1 angka 1, pengertian Fidusia adalah: “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.” Berdasarkan pengertian dari terminologi serta pengaturan tentang fidusia, dapat disimpulkan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Pada umumnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Namun guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka dalam Undang-Undang tentang Fidusia, obyek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas yaitu benda bergerak yang berwujud maupun tak berwujud, dan benda tak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
Fidusia berkembang secara pesat pada awalnya dikarenakan sistem dari fidusia yang bertolak belakang dengan gadai. Sri Soedewi Maschun
(12)
Sofwan mengemukakan bahwa fidusia menjadi sangat pesat karena adanya keterbatasan dalam sistem gadai3.
Namun risiko yang muncul dalam kredit fidusia menjadi lebih besar dikarenakan benda yang dijaminkan berada dibawah penguasaan debitur yang berhutang. Hal ini menjadi sebuah risiko bagi kreditur yang memberikan kredit karena kreditur hanya menguasai surat-surat benda yang dijaminkan. Barang jaminan fidusia dapat sewaktu-waktu musnah, sehingga berpotensi untuk merugikan kreditur. Kamus Besar Bahasa Indonesia, mendefinisikan musnah sebagai lenyap; binasa; hilang. Apabila melihat dalam kerangka fidusia peristiwa musnah dapat diartikan bahwa barang fidusia tersebut tidak berada didalam pengawasan debitur atau tidak memberikan nilai kemanfaatan bagi debitur. Dimana dalam fidusia peristiwa musnah dapat terjadi dalam beberapa kategori umum seperti hilangnya barang fidusia akibat terjadinya pencurian atau perampasan secara paksa, serta binasa dan tidak membawa nilai kemanfaatan bagi debitur seperti dalam pristiwa kebakaran, atau akibat peristiwa alam.
Contoh kasus yang terjadi mengenai musnahnya barang fidusia adalah kasus Asuransi Raksa Pratikara pada November 2012. Dimana asuransi ini menolak mencairkan claim asuransi nasabah BCA Finance selaku pemberi fidusia dimana barang fidusia hilang dan dinyatakan merupakan kasus pencurian kendaraan. Tetapi pada Jumat 23 November
3 Sri Soedewi, Maschun Sofwan Dikutip dari Andi Prajitno, Hukum Fidusia, Malang: Bayu Media
(13)
2012, Rony Sugiyanto selaku Kepala Bagian Klaim Asuransi Raksa Pratikara menolak mencairkan klaim dengan alasan kasus tersebut merupakan penggelapan bukan pencurian walaupun pihak kepolisian menyatakan bahwa hilangnya kendaraan tersebut merupakan murni kasus pencurian tanpa motif penggelapan.4
Kasus lainnya yaitu sengketa PT Pelayaran Manalagi dengan PT Asuransi Harta Aman Pratama, Tbk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Masalah ini timbul dikarenakan perusahaan asuransi menolak klaim kebakaran kapal tanggal 6 Mei 2006 yang diajukan oleh PT Pelayaran Manalagi. Asuransi Harta Aman menolak asuransi dengan alasan penempatan barang berbahaya tidak sesuai dengan rekomendasi dan jumlah kargo yang diangkut melebihi izin Syahbandar. Waktu pembuatan kapal juga dipermasalahkan, berdasarkan data perusahaan asuransi, KM Bayu Prima dibuat pada 1973, sedangkan dalam polis dinyatakan dibuat pada 1979. Perusahaan tersebut terikat perjanjian asuransi Marine Hull and Machinary Policy yang berlaku setahun terhitung sejak 31 Oktober 2005.
Sesuai perjanjian, obyek pertanggungan adalah kapal kargo KM Bayu Prima dengan nilai pertanggungan AS$1,2 juta. Atas pertanggungan itu, PT Pelayaran Manalagi telah membayar premi sebesar AS$16.778. Pertanggungan itu meliputi antara lain kebakaran, ledakan, kecelakaan
4
(14)
dalam pemuatan atau pembongkaran muatan atau bahan bakar dan kelalaian dari nahkoda, perwira, kru kapal atau pandu.5
Pihak bank selaku kreditur tentunya tidak mengharapkan adanya suatu kerugian yang muncul akibat musnahnya barang jaminan fidusia. Maka dari itu, untuk meminimalisir risiko kerugian, pihak bank mewajibkan para debiturnya untuk mengasuransikan barang yang menjadi jaminan dalam fidusia. Dalam perjanjian asuransi terdapat suatu klausula yang disebut sebagai banker’s clause. Berdasarkan penjelasan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 Tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, banker’s clause merupakan klausula yang memberikan hak kepada Bank untuk menerima uang pertanggungan dalam hal terjadi pembayaran klaim. Dari pengertian tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa pengadaan fidusia tentu tidak lepas dari pihak ketiga selaku pihak penjamin yaitu lembaga asuransi, sebagai pemberi perlindungan kepada bank dalam hal musnahnya barang fidusia.
Dalam praktik di Indonesia pengadaan fidusia saat ini pada umumnya melibatkan perusahaan asuransi sebagai pihak penjamin atas barang fidusia. Fungsi utama dari asuransi dalam fidusia adalah memberikan perlindungan apabila adanya kerusakan maupun hilangnya barang fidusia sehingga bank selaku pihak kreditur dan debitur akan saling merasa aman. Pihak debitur merasa bahwa asuransi akan melindungi keberadaan benda tersebut, sedangkan pihak kreditur tidak akan takut akan
5
(15)
kehilangan benda fidusia yang akan mempengaruhi debitur akan pelunasan hutang-hutangnya.
Perikatan antara bank dan debitur dalam perjanjian fidusia berlaku penerapan kontrak baku dari bank. Penerapan kontrak baku tersebut dilandasi dengan pengaturan dalam pasal 1320 KUHPerdata dimana salah satu klausulanya adalah adanya kesepakatan antara para pihak, serta pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang terikat didalamnya. Dari pengaturan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kontrak baku dari bank mengikat apabila disepakati oleh calon debitur, sehingga keberadaan lembaga asuransi sebagai pihak ketiga tidak dapat ditawar lagi. Artinya hubungan asuransi dan bank merupakan hubungan yang bersifat timbal balik dan saling melengkapi. Klausula penunjukan pihak asuransi dalam perjanjian baku fidusia antara bank dan debitur membuktikan adanya perjanjian kerja sama antara bank dan asuransi dalam hal kredit fidusia.
Dengan adanya asuransi, risiko bank menjadi lebih kecil, benda yang dijaminkan menjadi lebih aman pelunasannya. Contohnya ketika benda jaminan fidusia tersebut musnah, pihak asuransi akan mencairkan preminya sehingga barang jaminan fidusia akan tetap ada dan hubungan kreditur dan debitur dapat tetap berjalan. Namun ada kalanya asuransi tidak mengcover apabila terjadi hilang/musnahnya barang jaminan fidusia karena terkadang hilangnya benda disebabkan kesalahan debitur. Misalnya dalam hal barang yang dijaminkan diduga akibat dari penggelapan yang
(16)
dilakukan debitur, sehingga muncul masalah hukum mengenai peran dan pertanggungjawaban lembaga asuransi serta perlindungan hukum terhadap bank ketika barang jaminan fidusia musnah.
Pembahasan mengenai permasalahan fidusia sudah sering dibahas, diantaranya mengenai tanggung jawab debitur terhadap musnahnya benda jaminan fidusia dalam perjanjian kredit bank (berupa tesis yang ditulis oleh Ni Made Trisna Dewi, Univeristas Udayana Denpasar), tanggung jawab debitur terhadap benda jaminan fidusia yang musnah dalam perjanjian kredit bank (berupa artikel yang ditulis oleh Dwi Julia Ramaswari, Univeristas Udayana Denpasar), dan lain-lain. Tetapi sepanjang penulis ketahui, pembahasan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap bank dan tanggung jawab pihak ketiga yaitu asuransi dalam fidusia belum banyak dibahas.
Berdasarkan kasus diatas maka diperlukan analisis untuk mengetahui batasan tanggung jawab serta bagaimana kedudukan masing para pihak dalam peristiwa hukum hilang atau musnahnya barang fidusia menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu maka penulis akan membahas permasalahan tersebut dengan judul “LANGKAH-LANGKAH HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH BANK TERKAIT MUSNAHNYA BARANG JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA JUNCTO
(17)
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perikatan dan risiko atas jaminan kebendaan bergerak yang dilakukan dengan pengikatan melalui pranata jaminan fidusia?
2. Bagaimana peran dan batasan pertanggungjawaban lembaga asuransi sebagai pihak ketiga dalam perlindungan atas jaminan kebendaan bergerak ketika barang tersebut musnah?
3. Bagaimanakah langkah-langkah hukum yang dapat dilakukan oleh bank sebagai kreditur atas musnahnya barang yang dijaminkan menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dari pembuatan usulan penelitian ini adalah:
1. Menggambarkan dan menganalisis perikatan dan risiko atas jaminan kebendaan bergerak yang dilakukan dengan pengikatan melalui pranata jaminan fidusia.
(18)
2. Menggambarkan dan menganalisis peran dan batasan pertanggungjawaban lembaga asuransi sebagai pihak ketiga dalam perlindungan atas jaminan kebendaan bergerak ketika barang tersebut musnah.
3. Menggambarkan dan menganalisis langkah-langkah hukum yang dapat dilakukan oleh bank sebagai kreditur atas musnahnya barang yang dijaminkan menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan atau manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Kegunaan secara teoritis
Memberikan wacana bagi peran pranata fidusia terhadap benda bergerak khususnya jaminan yang dapat musnah.
2) Kegunaan secara praktis
Memberikan pemahaman bagi para praktisi hukum bagaimana bank dapat diberikan ketika jaminan fidusia musnah.
E. Kerangka Pemikiran
Istilah negara hukum secara terminologis terjemahan dari kata Rechtsstaat atau Rule of law. Para ahli hukum di daratan Eropa Barat lazim menggunakan istilah Rechtsstaat, sementara tradisi Anglo–Saxon
(19)
menggunakan istilah Rule of Law. Di Indonesia, istilah Rechtsstaat dan Rule of law biasa diterjemahkan dengan istilah “Negara Hukum”.6
Dasar yuridis bagi negara Indonesia sebagai negara hukum tertera pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (amandemen ketiga), “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Konsep negara hukum mengarah pada tujuan terciptanya kehidupan demokratis, dan terlindungi hak azasi manusia, serta kesejahteraan yang berkeadilan.
Sedangkan menurut para ahli, ada beberapa pendapat mengenai hukum yaitu: R. Soebekti mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah bahwa hukum itu mengabdi kepada tujuan negara yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan para rakyatnya. Hukum melayani tujuan negara tersebut dengan menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”; Aristoteles beranggapan bahwa hukum mempunyai tugas yang suci yaitu memberi kepada setiap orang yang ia berhak menerimanya. Anggapan ini berdasarkan etika dan berpendapat bahwa hukum bertugas hanya membuat adanya keadilan saja;
Roscoe Pound mengemukakan bahwa hukum bertujuan untuk merekayasa masyarakat artinya hukum sebagai alat perubahan sosial (as a tool of social engeneering), Intinya adalah hukum disini sebagai sarana atau alat
6 Triharso, Ajar. Buku Modul Kuliah Kewarganegaraan, Surabaya: Universitas Airlangga, 2013,
(20)
untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik, baik secara pribadi maupun dalam hidup masyarakat.7
Johannes Ibrahim dan Lindawati P. Sewu mengemukakan bahwa hukum menjadi sarana kontrol sosial serta memberikan patokan dalam kehidupan masyarakat. Hukum diciptakan untuk menjamin keadilan dan kepastian,serta diharapkan dapat menjamin ketentraman warga masyarakat dalam mewujudkan tujuan-tujuan hidupnya.8
Menurut Gustav Radbruch terdapat 3 (tiga) unsur yang menjadi tujuan hukum yaitu:
1. “Kepastian hukum (Rechssicherheit); 2. Kemanfaatan (Zweckmassigkeit); 3. Keadilan (Gerechtigkeit)9.”
Kepastian hukum memiliki kaitan yang sangat erat dengan kemampuan dari suatu sistem hukum dalam sebuah negara untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat bahwa sistem hukum tersebut mampu menjadi koridor yang jelas dalam bernegara. Dengan tercapainya nilai kepastian yang dibutuhkan oleh masyarakat secara otomatis hukum
7 http://borneo79.blogspot.com/2013/11/tujuan-hukum-menurut-teori-dan-pendapat_4.html diakses
pada tanggal 5 Oktober 2014.
8 Johannes Ibrahim dan Lindawati P. Sewu, Hukum Bisnis Dalam Prespektif Manusia Modern,
Bandung: Refika Aditama, 2004, hlm.26
9 Hamid S Attamimi dan Maria Farida Indati S, “Ilmu Perundang-Undangan”, jenis fungsi dan
(21)
menjadi sarana bagi masyarakat untuk menetapkan nilai dan kaidah bersama. Unsur penunjang lainnya adalah kemanfaatan dari sistem hukum itu sendiri. Artinya hukum harus bisa memberikan dampak positif dalam rangka pembentukan kaidah dan norma sosial di masyarakat.
Nilai kemanfaatan dalam hukum menjadi indikator bagaimana sebuah sistem hukum membawa dampak dalam sistem kemasyarakatan. Nilai dan unsur terakhir adalah keadilan, keadilan merupakan suatu nilai harapan dari masyarakat kepada hukum. Hukum diharapkan mampu menjadi pihak perantara dan penyeimbang dalam masyarakat, keadilan diharapkan mampu menjadi alat guna menyetarakan strata sosial yang tidak seimbang dan hukum diharapkan mampu menjadi alat pemenuhan rasa keadilan tersebut. Ketiga unsur dari hukum itulah yang menjadikan hukum memiliki kemampuan guna melakukan rekayasa kepada masyarakatnya. Hal paling mudah yang dapat terlihat dengan adanya sistem hukum yang baik maka akan tercipta masyarakat yang stabil.
Bank dalam kegiatan operasinya tidak lepas dari ketentuan hukum yang berlaku, dimana bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang fungsi utamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.10 Menurut G.M. Veryn Stuart, “Bank is a company who satisfied other people by giving a credit with the money they accept as a gamble to the
(22)
other, eventhough they should supply the new money”11 (Bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain, dengan memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan jalan mengeluarkan uang baru kertas atau logam). Maka dari itu dalam menjalankan kegiatannya, diperlukan suatu kepercayaan dari masyarakat dan juga dari bank itu sendiri.
Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, menjalankan satu prinsip yang sangat penting yaitu prinsip kehati-hatian. Menurut Johannes Ibrahim, prinsip kehati-hatian bertujuan untuk mencapai suatu sistem perbankan yang sehat dan efisien.12 Black’s Law Dictionary memberikan uraian tentang “prudence” sebagai:
“Carefullness, precaution, attentiveness, and good judgement, as applied to action or conduct. That degree of care required by the exigencies or circumstances under which it is to be exercised. This term, in the language of the law, is commonly associated with care
and diligence and contrasted with negligence.”13
Penulis menterjemahkan bebas sebagai prinsip yang mengandung kehati-hatian, kewaspadaan, penuh perhatian dan penilaian yang matang dalam penerapan maupun dalam mengambil tindakan. Tingkat kewaspadaan tersebut diambil pada saat dibutuhkan. Pengaturan ini dalam
11
Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, hlm.2.
12
Johannes Ibrahim, Jurnal Dialogia Iuridica Volume 1, Bandung: Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha, November 2009, hlm.74
13 Henry Campbell Black’s, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, St. Paul Minn: West
(23)
ranah hukum biasanya memiliki relasi dengan nilai kepedulian, keuletan, yang dipadukan dengan keterampilan.
Penerapan prinsip kehati-hatian salah satunya diterapkan dalam memberikan kredit kepada masyarakat dengan memberlakukan adanya jaminan (collateral). Jaminan ini diperlukan untuk menyakinkan bank bahwa debitur mampu melunasi kredit, dimana jaminan ini berfungsi sebagai penjamin pelunasan hutang jika ternyata dikemudian hari debitur tidak dapat melunasi utangnya. Menurut Hartono Hadisoeprapto, “jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.”14
Menurut Salim HS, “hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaedah-kaedah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.”15
Teori Hukum Jaminan (Lines Theory) menyatakan bahwa jika pemilik fidusia pailit, maka benda jaminan fidusia tidak termasuk atau benda diluar budel pailit, dan kurator kepailitan tidak berhak menuntut benda fidusia. Dengan teori hukum jaminan ini kreditor pemegang hak jaminan fidusia memiliki kedudukan yang diutamakan.
14
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Yogyakarta: Liberty, 1984, hlm.56
15
(24)
Jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yang sangat penting dalam menunjang pembangunan ekonomi. Karena keberadaan lembaga ini dapat memberikan manfaat bagi kreditur dan debitur. Bagi debitur dengan adanya benda jaminan itu dapat memperoleh fasilitas kredit dari bank dan tidak kuatir dalam mengembangkan usahanya, sedangkan manfaat bagi kreditur adalah terwujudnya keamanan terhadap transaksi dan memberikan kepastian hukum.16
Penerapan fidusia melalui perbankan pada era modern tentu tidak terlepas dari peranan pihak ketiga. Pihak ketiga memiliki peranan sebagai bagian yang bertugas untuk memberikan proteksi atas barang jaminan fidusia yang lazim dikenal dengan pertanggungan. Penerapan proteksi merupakan bagian dari bentuk manajemen risiko yang dilakukan oleh bank untuk menghindari kerugian yang timbul akibat hilangnya barang fidusia. Dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) disebutkan bahwa, “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penangung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita karena suatu peristiwa yang tak tertentu.”
(25)
Sementara Wirdjono Prodjodikoro, mendeskripsikan asuransi sebagai suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas.17
Penerapan asuransi berdasarkan pengertian pasal 246 KUHD dapat disimpulkan ada 3 (tiga) unsur dalam asuransi, yaitu:
1. Pihak tertanggung, yakni yang mempunyai kewajiban membayar uang premi kepada pihak penanggung baik sekaligus atau berangsur-angsur;
2. Pihak penanggung, mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung, sekaligus atau berangsur-angsur apabila unsur ketiga berhasil;
3. Suatu kejadian yang semula belum jelas akan terjadi.
Pengertian asuransi dalam Pasal 246 KUHD adalah:
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan yang akan dideritanya, karena suatu kejadian yang tak tertentu.”
Emmy Pengaribuan menjelaskan bahwa perjanjian pertanggungan adalah sebenarnya suatu perjanjian timbal balik oleh karena kedua pihak saling mengikatkan diri pada sesuatu dan dengan demikian pula sebaliknya dipecahkan bila terjadi wanprestasi.18 Emmy Pengaribuan selanjutnya
17 Wirdjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Jakarta: Intermasa, 1996, hlm.24
18
Emmy Pangaribuan Simajuntak, Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan
Kerugian, Kebakaran dan Jiwa), Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas
(26)
menjabarkan lebih lanjut bahwa perjanjian asuransi atau pertanggungan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. “Perjanjian asuransi atau pertanggungan pada asasnya adalah suatu perjanjian pergantian kerugian (shcadeverzekering). Penaggung mengikatkan diri untuk menggantikan kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan yang diganti itu adalah seimbang dengan yang sungguh-sungguh diderita (prinsip indemnitas).
2. Perjanjian asuransi adalah perjanjian bersyarat. Kewajiban mengganti rugi dari penanggung hanya dilaksanakan kalau peristiwa yang tidak tentu atas mana dipertanggungkan itu terjadi.
3. Perjanjian asuransi adalah perjanjian timbal balik. Kewajiban penanggung membayar ganti rugi dihadapkan dengan kewajiban tertanggung membayar premi.
4. Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakannya pertanggungan.”
Pada era modern pelaku usaha dalam bisnis menganggap sektor asuransi merupakan sebuah peluang bisnis yang menjanjikan. Hal ini disebabkan prinsip dari asuransi yang bersifat sebagai proteksi risiko untuk menghindari risiko rusak atau hilangnya barang tanggungan.
Pengertian risiko dalam kaitan dengan asuransi, dapat dirumuskan sebagai berikut: “Risiko adalah suatu keadaan yang tidak pasti. Ketidakpastian yang dominan adalah ketidakpastian akan selalu dihadapi semua manusia dalam seluruh aktivitas kehidupannya, baik kehidupan pribadi (personal) maupun kegiatan usaha (business)”.19 Kata risiko, berarti kewajiban untuk memikul kerugian jikalau ada suatu kejadian di
19
http://www.darakonsultanasuransi.com/index.php/risk-management-and-risiko/48-manajemen diakses tanggal 5 Desember 2014
(27)
luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian.20
Perjanjian mengakibatkan adanya hubungan hukum antara bank dan nasabah sebagai debitur. Menurut Subekti, “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”21
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan mendasarkan pada sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Arti penelitian yuridis normatif yakni penelitian untuk mengetahui bagaimana hukum positifnya mengenai suatu hal, peristiwa atau masalah tertentu.22 Berkaitan dengan metode tersebut, dilakukan pengkajian secara logis terhadap prinsip dan ketentuan hukum yang berkaitan dengan perlindungan terhadap bank serta peranan lembaga asuransi dalam jaminan fidusia. Penyusunan tugas akhir ini menggunakan sifat, pendekatan, jenis data, teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Sifat Penelitian
20 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2003, hlm.144.
21
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2008, hlm.1.
22
(28)
Sifat penelitian yang digunakan dalam tugas akhir ini dilakukan secara deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan peristiwa yang sedang diteliti dan kemudian menganalisisnya berdasarkan fakta-fakta berupa data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.23 Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta yang terjadi dilapangan. Dalam penelitian ini, penulis akan mencoba menggambarkan situasi dan kondisi perlindungan hukum terhadap bank menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia dan peranan lembaga asuransi dalam musnahnya barang jaminan fidusia kemudian dianalisis menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
2. Pendekatan Penelitian
Penyusunan tugas akhir ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan (statue approach).24 Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin, pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum mengenai jaminan fidusia dan lembaga perasuransian. Dan pendekatan
23 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Grafindo, 2006, hlm. 10.
24 Johny Ibrahim, Pendekatan Ekonomi terhadap Hukum, Surabaya: Putra Media Nusantara dan
(29)
perundang-undangan digunakan berkenaan dengan peraturan hukum yang mengatur mengenai ketentuan-ketentuan hukum mengenai jaminan fidusia dan lembaga perasuransian.
3. Jenis Data
Sumber data dari penelitian ini dikumpulkan dengan cara menggunakan data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau dari sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan. Sumber sekunder meliputi pembahasan tentang materi original.25
4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data a. Teknik Pengumpulan Data
Data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari teori-teori, pendapat-pendapat yang berkenaan dengan permasalahan mengenai kondisi musnahnya barang jaminan fidusia. Berkenaan dengan metode yuridis normatif yang digunakan dalam tugas akhir ini maka penulis melakukan penelitian dengan memakai studi kepustakaan yang merupakan data sekunder yang berasal dari literatur, dengan bahan-bahan hukum sebagai berikut:
(30)
1) Data sekunder bahan hukum primer, yaitu bahan yang sifatnya mengikat masalah-masalah yang akan diteliti, berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Data sekunder bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yang terutama adalah buku teks, yang berisi mengenai prinsip dasar ilmu hukum mengenai fidusia dan usaha perasuransian, serta pandangan-pandangan para ahli mengenai hukum fidusia di Indonesia. Penulis akan menggunakan bahan hukum sekunder berupa buku-buku ilmiah, baik hasil karya kalangan umum, kalangan lainnya yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan.
2) Data sekunder bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya kamus bahasa, kamus hukum, majalah, serta media massa. b. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yaitu pengolahan, analisis dan konstruksi data yang diperoleh dari studi literatur atau dokumen. Teknik analisis terhadap data yang ada menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan melakukan penemuan konsep-konsep yang terkandung di
(31)
dalam bahan-bahan hukum dengan cara memberikan interpretasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut, mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang berkaitan, menemukan hubungan diantara peraturan, serta menjelaskan dan menguraikan hubungan di antara peraturan perundang-undangan, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif sehingga memberikan hasil yang diharapkan dan kesimpulan atas permasalahan.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, secara garis besar metode penelitian dalam karya ilmiah ini menggunakan kombinasi di antara pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Teknik pengumpulan data adalah dengan studi kepustakaan.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini sistematika penyajian yang disusun oleh peneliti diuraikan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang latar belakang, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI FIDUSIA DAN JAMINAN FIDUSIA
(32)
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan teori-teori dalam hukum fidusia dan jaminan fidusia.
BAB III : JAMINAN BARANG YANG MENJADI TANGGUNGAN DALAM ASURANSI
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan teori-teori mengenai asuransi dan kaitannya dengan perjanjian asuransi dalam fidusia.
BAB IV : PEMBAHASAN MENGENAI AKIBAT HUKUM KETIKA MUSNAHNYA BARANG DALAM JAMINAN FIDUSIA
Dalam bab ini penulis akan menganalisis mengenai perikatan jaminan fidusia, kedudukan dan akibat hukum bagi bank, serta tanggung jawab perusahaan asuransi dalam hal musnahnya barang jaminan fidusia.
BAB V : PENUTUP
(33)
Universitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil pembahasan terhadap identifikasi masalah antara lain:
1. Bentuk perikatan dan risiko atas jaminan kebendaan bergerak yang dilakukan dengan pengikatan melalui pranata jaminan fidusia.
a. Perjanjian fidusia bank merupakan sebuah perjanjian ekor atau tambahan. Hal ini menjadikan perjanjian fidusia mengikuti keberadaan perjanjian kreditnya, perjanjian fidusia berakhir ketika perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian kredit berakhir. b. Benda yang dapat dijaminkan secara fidusia diantaranya: benda
yang berwujud, benda yang tidak berwujud, hasil dari benda yang menjadi objek jaminan baik benda bergerak berwujud atau benda bergerak tidak berwujud atau hasil dari benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, benda-benda termasuk piutang yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun piutang yang diperoleh kemudian hari.
(34)
c. Risiko jaminan fidusia terbagi dalam risiko kerugian atau berkurangnya nilai jaminan fidusia (misalnya kerusakan, kebakaran) serta adanya risiko kehilangan yang disebabkan terjadinya suatu peristiwa, ataupun kemungkinan terjadi kerugian karena kesalahan disebabkan ingkar janji atau perbuatan melawan hukum. Untuk mesin, risiko yang mungkin timbul adalah risiko kebakaran dan kerusakan, untuk kendaraan bermotor berupa mobil atau motor dapat terjadi risiko kehilangan, sedangkan untuk piutang dapat terjadi kepailitan. Terhadap risiko yang mungkin timbul, kreditur biasanya menunjuk pihak ketiga yaitu asuransi untuk meminimalisir kerugian. Tetapi untuk piutang atau barang dagang, kemungkinan asuransi dalam mengcover kerugian kecil sehingga apabila risiko kehilangan muncul maka dapat dikenakan sanksi perdata atau pidana sebagai pilihan terakhir. 2. Peran dan batasan pertanggungjawaban lembaga asuransi sebagai
pihak ketiga dalam perlindungan atas jaminan kebendaan bergerak ketika barang tersebut musnah.
a. Dalam perjanjian fidusia, asuransi memiliki peranan sebagai pihak ketiga yang memberikan perlindungan atas adanya risiko atas barang jaminan fidusia. Ketika terjadi kerugian atau kehilangan sebagai sebuah risiko terhadap benda yang dijaminkan, asuransi berperan untuk meminimalisir kerugian
(35)
dengan pemberian cover atau penggantian. Penggantian yang diberikan oleh asuransi tentunya disesuaikan dengan premi yang dibayar oleh debitur atau tertanggung. Unsur yang dapat dipertanggungkan oleh asuransi yaitu kematian dan kerugian. Penerapan asuransi atas suatu kerugian yaitu asuransi dalam jaminan kebendaan yang dibebani fidusia.
b. Batasan asuransi dalam praktiknya tidak diatur secara jelas dalam undang-undang, namun lembaga asuransi dalam perjanjian asuransi pada umumnya membatasi hal-hal apa saja yang dapat dicover dan ketentuan-ketentuan lain mengenai jangka waktu. Misalnya dalam hal terjadi kerusakan, kebakaran atau kehilangan atas mesin sebagai benda yang dijaminkan maka asuransi melakukan penggantian, namun apabila piutang ataupun stok barang dijadikan sebagai jaminan fidusia maka asuransi tidak melakukan penggantian.
3. Langkah-Langkah Hukum yang Dapat Dilakukan Oleh Bank Sebagai Kreditur Dalam Peristiwa Musnahnya Barang Jaminan Fidusia
a. Dalam musnahnya barang jaminan fidusia maka dari sudut pandang asuransi, bank akan menerima pertanggungan kerugian sesuai dengan kesepakatan yang telah tertuang dalam premi asuransi dalam perjanjian. Apabila terjadi kebakaran yang menyebabkan benda jaminan fidusia musnah, misalnya kendaraan bermotor maka disesuaikan apakah asuransi yang
(36)
diberlakukan berupa Total Lost Only atau All Risk. Hal ini tidak menghapuskan kewajiban penerima fidusia. Apabila nilai pertanggungan tidak mencukupi nilai fidusia maka secara otomatis kewajiban penerima fidusia masih terus berlanjut. Namun dalam hal musnahnya barang jaminan fidusia, pihak pemberi fidusia terbukti melakukan perbuatan melawan hukum (misalnya penggelapan), maka pihak asuransi tidak melakukan penggantian maka dapat ditempuh dengan upaya hukum lain. b. Musnahnya barang fidusia tidak serta merta menghapuskan hak
untuk melakukan klaim asuransi, musnah atau hilangnya barang fidusia harus diketahui terlebih dahulu mengenai kronologis peristiwanya. Apabila hilangnya benda merupakan kelalaian atau bahkan adanya kesengajaan dari tertanggung, maka penanggung tentu saja tidak akan melakukan penggantian.
c. Bank sebagai kreditur memiliki proteksi yang telah diamanatkan oleh undang-undang bahwa sudah menjadi kewajiban bagi pihak asuransi untuk melakukan penggantian apabila ada kerugian yang timbul atas barang jaminan fidusia. Namun pada dasarnya tidak semua hal dapat ditanggung oleh asuransi, ketentuan mengenai hal-hal apa saja yang ditanggung oleh asuransi tergantung pada jenis asuransi yang diikuti dan penyebab terjadinya kerugian yang muncul atas benda objek
(37)
asuransi. Bank dalam meminimalisir kerugian yang timbul dapat melakukan eksekusi terhadap benda yang dijaminkan fidusia, namun apabila barang yang dijaminkan musnah maka bank dapat mengajukan gugatan perdata ataupun tuntutan pidana.
B. Saran
1. Bagi Pemerintah
Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia belum memfasilitasi seluruh benda yang dapat dijaminkan dalam praktik fidusia. Diperlukan aturan secara tertulis berkaitan dengan kategori benda yang dapat dijaminkan secara fidusia beserta pemberlakuan asuransi dalam fidusia dan bentuk penyelesaian pertanggungan dalam asuransi.
2. Bagi Masyarakat dan Pelaku Jaminan Fidusia
Penyelenggaraan jaminan fidusia diperlukan batasan yang jelas mengenai benda yang dapat dijaminkan secara fidusia dan batasan pertanggungannya dalam hal terjadi kerugian, kehilangan ataupun perbuatan melawan hukum. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya sengketa dikemudian hari. Ketika masyarakat membebani benda sebagai jaminan dalam fidusia, perlu kejelasan mengenai hal-hal apa saja yang dapat dicover oleh asuransi, sehingga masyarakat umum dapat mengetahui dan mengerti mengenai jaminan fidusia dan pelaksanaannya di Indonesia. Terlebih apabila muncul masalah
(38)
mengenai benda yang dijaminkan, masyarakat yang telah memahami dapat berani bertanggungjawab.
3. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberlakuan jaminan fidusia dan pengaturannya masih membutuhkan pengaturan lebih lanjut agar menjadi lebih jelas. Perlu adanya pengkajian lebih dalam mengenai jaminan fidusia sebagai masukan guna kemajuan ilmu hukum khususnya perubahan undang-undang jaminan fidusia, sehingga dapat menambah pengetahuan dan mendorong adanya perkembangan ilmu hukum terkait jaminan fidusia dan asuransi dalam fidusia di Indonesia.
(39)
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Andi Prajitno, Hukum Fidusia, Malang: Bayu Media Publishing, 2009.
Abdul Khadir, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2011. Abdul Rahman Saleh, dkk, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia: Pedoman
Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 2007.
Bagja Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, Bandung: Setia Purna Inves, 2007.
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Emmy Pangaribuan Simajuntak, Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran dan Jiwa), Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1990.
Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Hamid S Attamimi dan Maria Farida Indati S, “Ilmu Perundang-Undangan”, jenis fungsi dan materi muatan, Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Yogyakarta: Liberty, 1984.
Henry Campbell Black’s, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, St. Paul Minn: West Publishing Co., 1990.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri, 2005.
Hikmahanto Juwana, Bunga Rampai Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Johannes Ibrahim, Cross Default and Cross Collateral, Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Bandung: Refika Aditama, 2004.
(40)
Johannes Ibrahim dan Lindawati P. Sewu, Hukum Bisnis Dalam Prespektif Manusia Modern, Bandung: Refika Aditama, 2004.
Johny Ibrahim, Pendekatan Ekonomi terhadap Hukum, Surabaya: Putra Media Nusantara dan ITS Press, 2009.
Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007.
---, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Jakarta : Fikahati Aneska, 2012. Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Mariam Barus, Bab-bab Tentang Credietverband, Gadai & Fidusia, Bandung:
Alumni, 1981.
Mochtar Kusumatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional: Suatu Uraian tentang Landasan Pikiran, Pola dan Mekanisme Pembaharuan Hukum di Indonesia, Bandung: Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum Universistas Padjajaran, 1976.
Pranoto Iskandar, Memahami Hukum di Indoensia, Cianjur : IMR PRESS, 2011. Rocky Marbun, dkk, Kamus Hukum Lengkap, Jakarta: VisiMedia, 2012.
Salim H.S, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Grafindo, 2006. --- , Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.
Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta : Sinar Grafika, 1995.
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2003. ---, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2008.
Supianto, Hukum Jaminan Fidusia: Prinsip Publisitas Pada Jaminan Fidusia, Yogyakarta: Garudhawaca, 2015.
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung: Alumni, 2006.
(41)
Triharso, Ajar. Buku Modul Kuliah Kewarganegaraan, Surabaya: Universitas Airlangga.
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Aditama, 2009. Wirdjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Jakarta: Intermasa, 1996. Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, Bandung: Grafindo,
2008.
Perundang-Undangan: Undang-Undang Dasar 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15 Tahun 2013
Jurnal:
Johannes Ibrahim, Jurnal Dialogia Iuridica Volume 1, Bandung: Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha, November 2009.
(42)
Jurnal Hukum Bisnis volume 22, Yayasan Perkembangan Hukum Bisnis, 2003.
Website:
http://borneo79.blogspot.com/2013/11/tujuan-hukum-menurut-teori-dan-pendapat_4.html diakses pada tanggal 5 Oktober 2014.
http://utama.seruu.com/read/2012/11/23/130948/kasus-mobil-hilang-asuransi-raksa-remehkan-hasil-penyidikan-polisi diakses pada 31 Oktober 2014.
http://www.darakonsultanasuransi.com/index.php/risk-management-and-risiko/48-manajemen diakses tanggal 5 Desember 2014.
http://www.ojk.go.id/lembaga-pembiayaan diakses pada tanggal 23 Oktober 2014. https://fahrizayusroh.wordpress.com/2012/01/18/sejarah-jaminan-fidusia/ diakses
pada tanggal 7 April 2015.
http://dianaanitakristianti.blogspot.com/2013/12/jaminan-fidusia.html diakses pada tanggal 7 April 2015.
http://kumpulanakta.blogspot.com/2010/10/akta-otentik-sebagai-alat-bukti-yang.html diakses pada tanggal 11 Mei 2015.
https://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dasar-dasar-hukum-perjanjian/ diakses pada tanggal 11 Mei 2015.
http://www.asuransi.dkt-news.com/2014/08/sejarah-asuransi.html diakses pada tanggal 13 Maret 2015.
(43)
Lain-Lain:
Formulir Klausula Bank (Banker’s Clause) Asuransi Zurich. Formulir Klausula Bank (Banker’s Clause) Asuransi BNI Life.
(1)
140
mengenai benda yang dijaminkan, masyarakat yang telah memahami dapat berani bertanggungjawab.
3. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberlakuan jaminan fidusia dan pengaturannya masih membutuhkan pengaturan lebih lanjut agar menjadi lebih jelas. Perlu adanya pengkajian lebih dalam mengenai jaminan fidusia sebagai masukan guna kemajuan ilmu hukum khususnya perubahan undang-undang jaminan fidusia, sehingga dapat menambah pengetahuan dan mendorong adanya perkembangan ilmu hukum terkait jaminan fidusia dan asuransi dalam fidusia di Indonesia.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Andi Prajitno, Hukum Fidusia, Malang: Bayu Media Publishing, 2009.
Abdul Khadir, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2011. Abdul Rahman Saleh, dkk, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia: Pedoman
Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 2007.
Bagja Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, Bandung: Setia Purna Inves, 2007.
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Emmy Pangaribuan Simajuntak, Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran dan Jiwa), Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1990.
Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Hamid S Attamimi dan Maria Farida Indati S, “Ilmu Perundang-Undangan”, jenis fungsi dan materi muatan, Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Yogyakarta: Liberty, 1984.
Henry Campbell Black’s, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, St. Paul Minn: West Publishing Co., 1990.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri, 2005.
Hikmahanto Juwana, Bunga Rampai Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Johannes Ibrahim, Cross Default and Cross Collateral, Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Bandung: Refika Aditama, 2004.
(3)
Johannes Ibrahim dan Lindawati P. Sewu, Hukum Bisnis Dalam Prespektif Manusia Modern, Bandung: Refika Aditama, 2004.
Johny Ibrahim, Pendekatan Ekonomi terhadap Hukum, Surabaya: Putra Media Nusantara dan ITS Press, 2009.
Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007.
---, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Jakarta : Fikahati Aneska, 2012. Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Mariam Barus, Bab-bab Tentang Credietverband, Gadai & Fidusia, Bandung:
Alumni, 1981.
Mochtar Kusumatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional: Suatu Uraian tentang Landasan Pikiran, Pola dan Mekanisme Pembaharuan Hukum di Indonesia, Bandung: Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum Universistas Padjajaran, 1976.
Pranoto Iskandar, Memahami Hukum di Indoensia, Cianjur : IMR PRESS, 2011. Rocky Marbun, dkk, Kamus Hukum Lengkap, Jakarta: VisiMedia, 2012.
Salim H.S, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Grafindo, 2006. --- , Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.
Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta : Sinar Grafika, 1995.
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2003. ---, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2008.
Supianto, Hukum Jaminan Fidusia: Prinsip Publisitas Pada Jaminan Fidusia, Yogyakarta: Garudhawaca, 2015.
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung: Alumni, 2006.
(4)
Triharso, Ajar. Buku Modul Kuliah Kewarganegaraan, Surabaya: Universitas Airlangga.
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Aditama, 2009. Wirdjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Jakarta: Intermasa, 1996. Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, Bandung: Grafindo,
2008.
Perundang-Undangan: Undang-Undang Dasar 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15 Tahun 2013
Jurnal:
Johannes Ibrahim, Jurnal Dialogia Iuridica Volume 1, Bandung: Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha, November 2009.
(5)
Jurnal Hukum Bisnis volume 22, Yayasan Perkembangan Hukum Bisnis, 2003.
Website:
http://borneo79.blogspot.com/2013/11/tujuan-hukum-menurut-teori-dan-pendapat_4.html diakses pada tanggal 5 Oktober 2014.
http://utama.seruu.com/read/2012/11/23/130948/kasus-mobil-hilang-asuransi-raksa-remehkan-hasil-penyidikan-polisi diakses pada 31 Oktober 2014.
http://www.darakonsultanasuransi.com/index.php/risk-management-and-risiko/48-manajemen diakses tanggal 5 Desember 2014.
http://www.ojk.go.id/lembaga-pembiayaan diakses pada tanggal 23 Oktober 2014. https://fahrizayusroh.wordpress.com/2012/01/18/sejarah-jaminan-fidusia/ diakses
pada tanggal 7 April 2015.
http://dianaanitakristianti.blogspot.com/2013/12/jaminan-fidusia.html diakses pada tanggal 7 April 2015.
http://kumpulanakta.blogspot.com/2010/10/akta-otentik-sebagai-alat-bukti-yang.html diakses pada tanggal 11 Mei 2015.
https://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dasar-dasar-hukum-perjanjian/ diakses pada tanggal 11 Mei 2015.
http://www.asuransi.dkt-news.com/2014/08/sejarah-asuransi.html diakses pada tanggal 13 Maret 2015.
(6)
Lain-Lain:
Formulir Klausula Bank (Banker’s Clause) Asuransi Zurich. Formulir Klausula Bank (Banker’s Clause) Asuransi BNI Life.