Hubungan budaya siri’ dengan hadis “malu” : Studi kasus siri’ dalam masyarakat Bugis, Desa Sabbang Paru, Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang, Sulawesi-Selatan

“HUBUNGAN BUDAYA SIRI’ DENGAN HADIS “MALU”
(Studi Kasus Siri’ Dalam Masyarakat Bugis, Desa Sabbang Paru,
Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang, Sulawesi-Selatan ).
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh
Abdullah
NIM: 1111034000009

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H./2017 M.

*MALU'
"HUBUNGAN BUDAYA SIRI'DENGAN HADIS
(Studi Kasus ,Siri'Dalam Masyarakat Bugis, Desa Sabbang Paru,

Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang Sularvesi-Selatan ).

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
untuk Mernenuhi Persyaratan Mernperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh

Abdullah

NIM: 1111034000009

Pembimbing,

NrP. 19701115 199703

|

PROGRAM STUDI TAF'SIR.IIADIS

FAKI}LTAS USHULUDDIN
T]NTVERSITAS ISLAM NE GERI
SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA
1438HJ2017 M.

./

PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul 'rruBUNGAlt BUDAYA ,srR.,r'DENGAi\ HADrs MALU
(STUDI KASUS SIRI'DALAM MASYARAKAT BUGIS, DESA SABBAI\G
PARU, KECAMATAI{ LEMBANIG, KABTIPATEN PII\RANG, SULAWESI
SELATAN)' telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas ushuluddin, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 April2017. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memeperoleh gelar Sarjana Agama (s.Ag.) pada program studil
Ilmu al-Qur'an dan Tafsir.

Jakarta, 17


April}Dl7

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota,

Sekretaris Merangkap Anggot4

Dr. Bustamin. SE. M.Si
NrP. 19630701 199803 I 003

199903 2 001

Anggota,
Penguji

ll2

NIP:19701115


tL--_

II

t99603 2 001

LEMBAR PERNYATAAN
Dengan

ini

saya menyatakan bahwa:
l

1.

Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.


2.

ini telah saya
di UIN Syarif

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

manrpakan hasil jiplakan dari karya orang

lain maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Jakarta,3 April

lll

ABSTRAK
ABDULLAH (1111034000009)
“Hubungan Budaya Siri’ dengan Hadis Malu (Studi Kasus Siri’ dalam Masyarakat
Bugis Desa Sabbang Paru, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi
Selatan)”
Siri’ merupakan adat yang membudaya pada masyarakat Bugis yang dalam
kesehariannya, dimaknai sebagai bentuk penghayatan yang sangat mendalam. Siri’ pada
hakikatnya membawa manusia pada nilai-nilai yang baik. Pada saat yang sama, siri’
mempunyai korelasi yang kuat dengan ajaran malu dalam Islam. Dalam banyak Hadits,
sangat ditekankan bahwa seorang Muslim harus memiliki rasa malu, dengan rasa malu
itu, akan membawa manusia pada nilai-nilai yang baik. Penelitian ini menggunakan
teknik pengumpulan data berupa penelitian pustakan berupa buku-buku, jurnal, skripsi
dan artikel yang berkiatan dengan pokok bahasan, serta menggunakan teknik
pengumpulan data berupa wawancara langsung dengan masyarakat yang berada di
wilayah Desa Sabbang Parru. Data-data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk
deskriptif.

Hasil yang ditemukan dari penelitian ini adalah: Pertama, Ajaran malu dalam
Islam sangat berkaitan dengan budaya siri’ yang hidup pada masyarakat Bugis. Hal ini
mengindikasikan bahwa agama Islam beserta ajaran malu telah banyak mempengaruhi
masyarakat Bugis. Kedua, keterkaitan antara budaya siri’ dengan ajaran malu dalam
Islam karena banyaknya kesamaan nilai yang dijunjung, dimana nilai tersebut pada
hakikatnya bersifat pada kebaikan. Budaya siri’ mengajarkan nilai lempu,
ammaccangeng, dan awaraningeng sejatinya sama dengan ajaran Islam yang sangat
menekankan pada kejujuran, kecendikiaan dan keberanian. Ketiga, kuatnya hubungan
antara budaya siri’ dan ajaran malu dalam Islam merupakan suatu hal yang tidak lepas
dari proses sejarah dimana Raja Goa, Manrio Gau memberikan akses mudah kepada para
pedagang Muslim sehingga pada ujungnya Islam menjadi agama Resmi kerajaan Goa.

iv

KATA PENGANTAR

‫بسم اه الر حمن الرحيم‬
Segala Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Serta nikmat yang tidak ada hentihentinya, terutama nikmat iman dan Islam. Shalawat serta salam kita panjatkan
kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para

pengikutnya yang senantiasa berkorban menyebarkan dakwah Islam kepada
seluruh umat sampai hari kiamat.
Alhamdulillah, atas rahmat dan inayah Allah SWT. Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
strata 1 (S.1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Membahas dan menyusun skripsi ini bukan hal yang mudah, dibutuhkan
semangat, kesungguh-sungguhan dan kerja keras serta keikhlasan dalam
menjalani setiap rintangannya.
Di samping itu, penulis juga banyak mendapatkan motivasi, petunjuk dan
bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung
sehingga penyelesaian skripsi ini dapat berjalan dengan baik dan lancar sesuai
dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

v

2. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum M.A selaku Ketua Program Studi Tafsir
Hadis dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd selaku Sekretaris Program

Studi Tafsir Hadis.
3. Bapak Hasanuddin Sinaga, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang
senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan
bimbingan serta koreksi yang sangat berarti dalam kelancaran penulisan
skripsi ini.
4. Bapak Drs. Harun Rasyid, M.Ag dan Bapak Rifqi Muhammad Fatkhi,
M.A sebagai penguji skripsi, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik atas
pertimbangan dan masukannya yang lebih terarah.
5. Ayahanda Dr. Bustamin, SE. M.Si selaku orang tua kami di tanah rantau
yang telah membimbing dan memberi motivasi bagi penulis dan keluarga
besar IKAMI Sul-Sel Cab. Ciputat.
6. Para dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga ilmu
yang diberikan bermanfaat serta menjadi berkah bagi penulis, serta para
pimpinan dan staf perpustakaan baik perpustakaan utama maupun
perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini.
7. Penulis haturkan ucapan terima kasih teristimewa kepada ayahanda H.
Saharuddin (Puang) dan ibunda Hj. Nurjannah (Amma) tercinta, yang
telah bersusah payah mengasuh dan mendidik penulis dengan kasih sayang

yang tidak terhingga serta doa beliau yang selalu menyertai penulis,

vi

kemudian untuk Kakak aku tersayang Jirana, S.Pd.I (Nana) beserta
Suaminya kakak Supriadi, S.T (Uppi) dan adik aku tersayang Eva
Musdalifah (Eva) dan suaminya Taufik Iskandar yang selalu memotivasi
dan mendoakan penulis. Tidak lupa bagi Aiman yang selalu membuat
penulis merasa terhibur disaat penulis mulai merasa sepi dan rindu akan
tanah kelahiran.
8. Penulis juga berterima kasih kepada keluarga besar H. Bulla dan Jamal
yang senantiasa memberi semangat dan doa untuk menyelesaikan studi di
tanah rantau.
9. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada kepala desa
Sabbang Paru, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Masyarakat Sipil dan
Pemuda atas bantuannya. Sehingga hasil yang didapat penulis sesuai
dengan yang penulis inginkan.
10. Sahabat-sahabat tercinta, Firman Faisal, Firdaus Gaffar, M. Sapril
Tonjorang, Arif Hidayat, Ceceng Kholilullah, Akky dan Aan Suherman
yang selalu memberikan semangat dan dorongan dalam suka dan duka

selama mengenyam pendidikan di UIN Syarif Hidaytullah Jakarta.
11. Keluarga besar Pondok Pesantren DDI-AD Mangkoso beserta alumni
DDI-AD Jakarta, yang telah banyak memberikan dukungan sehingga
penulis dapat melanjutkan studi yang ada di ibu Kota Jakarta.
12. Teman- teman seperjuangan Tafsir Hadis angkatan 2011, Arif, Asep, Eka,
Rajab, Ramdan, Mulya Turmudzi, Fahri beserta teman-teman kelas TH A
yang telah menjalani waktu bersama selama di bangku perkuliahan.

vii

13. Kawan-kawan organisasi HMI, PMII, GMI, IMM, dan seluruh organisasi
ekstra dan primordial yang telah bersama untuk belajar menuju bangsa
yang maju.
14. Teman- teman seperjuangan Insan Cendekia Indonesia, Ada bang Amar
Midan, bang Ocim, M. Farid Chair (bang Jarwo), bang Rijal, Teteh Laila
yang merupakan senior yang selalu memberikan arahan setiap waktunya.
Terimaksih kepada adik-adik I.C.I, ada Nur muhaimin (Boy), Abdul
Khalid (Adul), Ihsan (Togar), Rio, Beben, Kijo, Iin, Ajeng, Ojan, Fadli,
Faras, Nadia, Aini, Umi, Ima, Sauqi, Amar, Ismullah, yang setiap saat
menyemangati dan memberi dukungan penuh kepada penulis.
15. Keluarga Besar IKAMI Sul-Sel, Cab. Ciputat, ada Kanda Awaluddin
Jenne dkk yang merupakan senior primordial, yang selalu mengingatkan
betapa pentingnya kembali membangun daerah masing-masing. Terima
kasih kepada adik-adik IKAMI Sul-Sel, ada Moh. Apdal selaku Ketua
Umum beserta jajarannya dan organisasi primordial yang ada di bawah
naungan IKAMI Sul-Sel yang telah bersama-sama berjuang di tanah
Rantau.
16. Terima kasih kepada keluarga besar SANDEK Sul-Bar Se-Jabodetabek
ada kanda Mabrur Inwan, Kanda Arwin, Kanda Aco Ardiyansah, Ryan
Rizaldy, Kanda Fadel dan Kanda Khalik yang telah memberi dukungan
serta bantuannya selama skripsi ini kami buat, dan terima kasih kepada
Ketua Umum Hasrullah dan jajarannya, serta teman-teman SANDEK yang
ada di wilayah Bogor, Depok dan Bekasi.

viii

17. Keluarga Besar HMI KOMFUF yang sudah mengajarkan penulis apa arti
sebuah organisasi dan perjuangan mahasiswa Islam di era modern ini.
Terima kasih kepada ketua Umum Aan Suherman beserta pengurusnya
dan seluruh kader HMI yang ada muka bumi ini.
Demikianlah ucapan terima kasih yang penulis haturkan atas semua
bantuan baik itu moril maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Mudah- mudahan Allah SWT membalas semua kebaikan
yang telah diberikan. Amin.

Jakarta, 4 April 2017

Penulis

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini adalah
ALA-LC ROMANIZATION tables yaitu sebagai berikut:
A. Konsonan
Initial
‫ا‬

Romanization
A

Initial
‫ض‬

Romanization
D{

B

‫ط‬

Ţ

T

‫ظ‬

Z{

‫ث‬

Th

‫ع‬



‫ج‬

J

‫ح‬

H{

‫ف‬

F

‫خ‬

Kh

‫ق‬

Q

‫د‬

D

‫ذ‬

Dh

‫ر‬

R

‫ز‬

Z

‫ن‬

N

‫س‬

S

‫ة‬،‫ه‬

H

‫ش‬
‫ص‬

Sh
S{

‫و‬
‫ي‬

W
Y

Gh

K
‫ل‬

L
M

B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda
َ
َ
َ

Nama
Fatḥah
Kasrah
D{ammah

Huruf Latin
A
I
U

Nama
A
I
U

2. Vokal Rangkap
Tanda

Nama

Gabungan
Huruf
Ai
Au

Nama

‫ ي‬... َ
‫ و‬... َ
Contoh:
‫حسين‬: H{usain

Fatḥah dan ya
Fatḥah dan wau

‫حول‬: H{aul

x

A dan I
A da U

C. Vokal Panjang
Tanda
Nama
‫ــا‬
‫ــي‬
‫ــو‬

Fatḥah dan alif
Kasrah dan ya
Ḑamah dan wau

Gabungan
Huruf
a>
Ū

Nama
a dan garis di atas
I dan garis di atas
u dan garis di atas

D. Ta’ Marbūţah
Transliterasi ta’ marbūtah (‫ )ة‬di akhir kata, bila dimatikan ditulis h.
Contoh:
‫ مرأة‬: Mar’ah
‫مدرس‬: Madrasah
(ketentuan ini tidak digunakan terhadap kata-kata Arab yang sudah diserap
ke dalam bahasa Indonesia seperti shalat, zakat dan sebagainya, kecuali
dikehendaki lafadz aslinya)
E. Shiddah
Shiddah/Tashd d di transliterasi ini dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf
yang sama dengan huruf bershaddah itu.
Contoh:
‫ربّن‬: Rabbana>
‫شوّ ال‬: Shawwa>l
F. Kata Sandang Alif + La>m
 Apabila diikuti dengan huruf qamariyah, ditulis al.
Contoh: ‫ ال‬: al-Qalam


Apabila dikuti dengan huruf syamsyiah, ditulis al.
Contoh: ‫ الشمس‬: al-Shams

G. Kata-kata Pengecualian
Untuk kata al-Qur’a>n, al-Sunnah, H{adi>th, berserta nama surat al-Qur’a>n,
nama orang, nama tempat, sekte, dan bulan dalam bahasa Arab,tidak dialihbahasakansesuai dengan KBBI, namun tetap ditulis dalam bahasa Arab
dengan menggunakan pedoman transliterasi, serta tidak dimiringkan.
Contoh:
‫ ش ب ن‬: Sha‘ba>n
‫م تزل‬: Mu‘tazilah

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................

i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SIDANG ............................

ii

LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................

iii

ABSTRAK .....................................................................................................

iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................

x

DAFTAR ISI ...................................................................................................

xii

BAB I

PENDAHULUAN ........................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ..........................................................

1

B. Identifikasi Masalah ..................................................................

15

C. Batasan dan Perumusan Masalah ......................................................

16

D. Tujuan dan Kegunaan .............................................................

16

E. Kajian Pustaka .........................................................................

17

F. Metode Penelitian ...................................................................

24

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................

24

2. Subjek Penelitian ...............................................................

25

3. Teknik Pengumpulan Data ................................................

26

4. Instrumen Pengumpulan Data ..........................................

27

5. Tekhnik Analisa ...............................................................

28

6. Teknik Penulisan ...............................................................

28

xii

G. Sistematika Penulisan..............................................................
BAB II

BAB III

28

MALU DALAM HADIS
A. Pengertian Malu Dalam Islam ........................................................

30

B. Macam-Macam Malu ......................................................................

32

C. Dalil-Dalil Malu dalam Hadis ..........................................................

39

1. Riwayat Ibn Majah .. .................................................................

39

2. Riwayat Turmuzi ......................................................................

40

3. Riwayat Imam Malik ................................................................

41

D. Pemahaman Hadis Tentang Malu ..................................................

42

KONSEP SIRI’ DALAM MASYARAKAT BUGIS
A. Pengertian Siri’ ..............................................................................

45

1. Pengertian Siri’ Menurut Peneliti Tokoh Masyarakat
Bugis..........................................................................................

46

2. Pengertian Siri’ Menurut Peneliti Indonesia Dari Daerah
Lain ..........................................................................................

47

3. Pengertian Siri’ Menurut Peneliti Barat ..................................

47

B. Macam-Macam Siri’ .......................................................................

51

1. Menurut Peneliti Badan Pembinaan Hukum Nasional
(BPHN) ......................................................................................

51

2. Menurut Mashadi Said ..............................................................

51

3. Menurut Penelitian Zainal Abidin .............................................

52

C. Nilai-Nilai Dasar Budaya Siri’ .......................................................

53

1. Lempu’ (Jujur) ..........................................................................

54

2. Amaccangeng (Kecendekiaan) .................................................

55

3. Awaraningeng (Keberanian) .....................................................

58

xiii

D. Siri’ Sebagai Bagian Dari Budaya Bugis ......................................

BAB IV

BAB V

61

PROFIL DESA SABBANG PARU DAN ANALISA
A. Profil Desa Sabbang Paru ...............................................................

65

1. Letak Geografis ........................................................................

65

2. Keadaan Demografis ................................................................

66

3. Keadaan Pendidikan Dan Kebudayaan .....................................

67

4. Keadaan Sosial Ekonomi ..........................................................

69

5. Keadaan Agama Dan Kepercayaan ..........................................

70

B. Analisa dan Hasil Penelitian .........................................................

72

PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................

83

B.

Saran ..............................................................................................

84

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

86

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Tabel Nama-Nama Responden
-

Aparat Desa Sabbang Paru

-

Tokoh Adat

-

Tokoh Masyarakat

-

Masyarakat Sipil

-

Pemuda/ Mahasiswa

Wawancara
-

Berita Acara Wawancara

-

Berita Wawancara

Surat Rekomendasi

xiv

-

Surat Rekomendasi Penelitian Fakultas Ushuluddin Universita
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

-

Surat Rekomendasi Peneltian Desa Sabbang Paru.

Dokumentasi

xv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Hadis dikalangan umat muslim, merupakan sumber hukum dan pedoman
hidup setelah al-Quran.1 Hadis juga dikenal sebagai sunnah, yang disandarkan
langsung kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan,
taqrir, dan segala hal yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW.2
Kemudian sunnah merupakan perincian dan penjelasan dari kitab al-Quran yang
bertugas menyampaikan ajaran-ajaran kepada umatnya, sehingga umat muslim
wajib mengamalkan dan mempelajarinya, baik secara individual maupun global.
Hal demikian harus diperhatikan sebagai umat muslim untuk selalu berpegang
teguh kepada dua kitab yang diwariskan banginda Nabi Muhammad SAW yaitu
al-Quran dan sunnah. Adapun hadis mempunyai makna sendiri baik secara bahasa
maupun pengertian.
Secara bahasa, hadis berasal dari kata h{adi>th, bentuk jamaknya ahadith.
Dari kata tersebut, hadis memiliki banyak arti, diantaranya al-jadi>d (yang baru),

al-qari>b (yang dekat), dan al-khabar (berita). Kata al-h{adi>th dalam al-Quran
disebut sebanyak 23 kali, yang berarti kisah, ajaran, kata, wahyu, berita, dan

1

Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushtthalahul Hadis, (Penerbit: Bandung: PT Alma Arif,
1970), h. 15.
2
Irham Khumaidi, Ilmu Hadis Untuk Pemula, (Jakarta: CV Artha Rivera, 2008), h. 3.

1

2

sebagainya. Jadi, hadis memiliki kemungkinan arti yang luas.

3

Sementara jika

kita melihat defenisi hadis secara istilah, maka hadis dapat berarti segala sesuatu
yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW. Baik berupa perkataan,
perbutaan dan ketetapan.4
Para muhadditsin berbeda pendapat dalam mengartikan hadis secara
keseluruhan, perbedaan tersebut di sebabkan oleh sejauh mana bacaan dan
pemahaman mereka masing-masing terhadap penegertian hadis. Perbedaan
pengertian yang dimaksud adalah, pengertian hadis secara terbatas dan
pengertian hadis secara luas. Pengertian secara luas adalah yang mencukup empat
unsur, bahwa yang dikatakan dalam hadis hanyalah perkataan, perbuataan,
pernyataan dan sifat-sifat nabi saja.5 Sedangkan pengertian hadis secara luas
adalah apa yang dikatakan sebagai hadis, tidak hanya disandarkan kepada
Rasulullah SAW saja, tetapi segala bentuk perkataan, perbuataan, dan taqrir
yang disandarkan kepada sahabat thabi’in juga disebut hadis. Oleh karena itu
hadis bagi umat muslim merupakan suatu yang sangat penting dalam
menjalankan kehidupan sebagai umat muslim di dunia, oleh sebab itu
pemahaman umat muslim terhadap hadis dianggap mampu membawa umat
muslim kepada kebaikan dunia dan akhirat. Selain dari itu, lebih jauh
memandang bahwa hadis tidak hanya penting bagi umat Islam, tetapi suatu
anjuran agama yang harus kita patuh kepada sunnah Nabi Muhammad SAW.

3

Irham Khumaidi, ilmu Hadis Untuk Pemula, h. 1.
Irham Khumaidi, Ilmu Hadis Untuk Pemula, h. 1.
5
Fatchur Rahman, Ikhtishar Musthalahul Hadis, h. 20.
4

3

Sekian banyak pengertian di atas tentang hadis dan sunnah, penulis
mencoba memahami perbuatan dan perilaku Rasulullah SAW, diantara perbuatan
nabi yang paling ditekankan adalah akhlak. Akhlak merupakan ajaran Islam yang
menempati posisi istimewa, di dalam al-Quran saja kita temukan kurang dari
1500 ayat yang berbicara tentang akhlak, belum lagi hadits- hadits nabi, baik dari
perbuatan maupun perkataannya, yang memberikan pedoman akhlak yang mulia.
Akhlak merupakan keharusaan bagi kita semua karena di dalam akhlak
mengajarkan perbedaa nilai-nilai baik dan buruk, tercela dan terpuji berlaku
dimana saja dalam aspek kehidupan. Begitu pentingnya peranan akhlak dalam
kehidupan

manusia,

maka

Allah

Swt.,

mengutus

Rasul-Nya

untuk

menyempurnakan akhlak yang mulia, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

ِ ُ ‫َأَ خب رنَا اَب‬
َ‫ََُ َم ُد‬:َ
ُ ‫اب َحدَثَنَا أَبُو بَ ْك ٍر‬
َُ ِ ‫َصبَ َها ِنَى أنْبَأَنَا أبُ ْو َسعِْي َِد بْ َُن اأ َْعَر‬
ََ ‫وس‬
ْ ‫ف اأ‬
ُ ََ ْ
ُ ُ‫وَُ َم َد بْ َُن ي‬
ٍ ‫بن‬
ِ
ِ َ‫ى َح َدثَنن‬
َ‫َبن‬
ُ ‫َبنََُ َم ٍد َأخبَ َرِن‬
ُ ‫اَعْب ُد َالْ َع ِزي ِز‬
َ َ‫َح َدثَنن‬
َ ُْ
ُ ‫اَسعْي ُد َبْ ِن ََمْن‬
َ ‫صوٍر‬
َ ‫َعبِْيد َالْ َم ْرَوذ ى‬
َ
ُ ‫ََُ َم ُد‬
ِ ‫الَرسو ُل‬
ِ ‫عجا َنَع ِنَال َقع َق ِاعَب ِن‬
ِ
ِ ‫َع ْن‬
َ‫صلىَاه‬-َ‫َاه‬
َ َ‫َعْنهَُق‬
َ ُ‫َهَريْ َرةَ ََرض َيَاه‬
َ ‫َحكي ٍم‬
َ
َ
ُ ‫َأب‬
َ
ْ ُ َ َ َ‫الَق‬
ِ
َِ ‫َخ َا‬
َ‫ق‬
ْ ‫تَأََُِ َم ََم َكا ِرَمَاأ‬
ُ ‫ََإََاَبُ َْعث‬-‫عليهَوسلم‬
‚Telah memberitahukan kepada kami Abu Muhammad bin Yusuf alashbahani, telah memberitakan kepada kami abu sa’id bin al- A’rabi, telah
menceritakan kepada kami abu Bakr (Muh{ammad bin ‘Ubaid alMarwadhi>), telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Man’shur, telah
menceritakan kepada kami‘Abd al-‘Azi>z bin Muh{ammad, telah
memberitahukan kepadaku Muh{ammad bin ‘Ajla>n dari al-Qa’qa>’ bin
H{akim, dari Abi> S{alih{, dari Abi> Hurairah ra. Berkata, Rasulullah saw.
bersabda: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang
mulia‛6.

6

Sunan al-Baiha>qi hadis no. 21301 dalam CD Maktabah Shamilah

4

Dalam al-Quran disebutkan juga tentang Nabi Muhammad adalah teladan
yang baik bagi seluruh umat manusia. Kita dapat melihat di dalam surat alAhzab (33) ayat 21 dan al-qalam (68) ayat 4.

َ ‫ة َلِ َكا َي ۡرجوا َ ّ َو ۡلي ۡو‬ٞ ‫لَق ۡ َكا َل ۡ َفيَرسو َ ّ َأ ۡسوة َحس‬
ٓ ۡ
َ َ١٢َ‫ۡخرَو كرَ َّكثيرا‬
‚Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah‛.

َ٤َ ‫َوإ كَلع ىَخ قَعظي‬
‚Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung‛.
Diantara sekian banyak akhlak terpuji yang dimiliki Rasulullah dan sering
diperhatikan adalah sifat malu karena itu dalam diri orang muslim senantiasa
menjaga harga diri dan pemalu. Malu adalah akhlak bagi seorang muslim. Dan
rasa malu itu merupakan bagian dari keimanan. Sedangkan keimanan merupakan
akidah seorang muslim dan tonggak kehidupannya.7 Malu juga merupakan salah
satu kekuatan yang mendorong manusia untuk melakukan perbutan yang baik
dan meninggalkan perbuatan yang buruk. Sehingga umat Islam selalu menjaga
dan melestarikan akhlak dan budaya yang dibawakan oleh Rasul-rasul Allah
melalui kitab yang diturunkannya.
Malu mempunyai hubungan erat dengan akhlak-akhlak yang mulia
lainnya, seperti menjaga kemuliaan diri (al-iffah), mengutamakan orang lain (al-

7

Musthafa Murad, Minha>jul mu’min: pedoman hidup bagi umat muslim, (Solo: Pustaka
Arafah, 2011), h. 250.

5

i>tha>r), sabar, lemah lembut, pemaaf, dan menggauli keluarga dengan baik.8 Sifat
malu yang dimiliki manusia sangat berperan penting dalam keimanan dan
karakter seseorang dalam kehidupan sehari-hari, dan manusia bisa melakukan apa
saja ketika rasa malu sudah tidak muncul pada dirinya, baik dalam hal yang
positif

maupun yang bersifat negatif. Sehingga Rasulullah menganjurkan

umatnya untuk menanamkan sikap ini pada diri mereka. Sebagaimana dikatakan
dalam sabdanya

ِ
ٍ ِ
ِ
َ‫َع ْم ٍرو‬
ََ ‫َع ْقبَةََبْ ِن‬
ُ ‫َع ْنَ ِربْع ِيَبْ ِنَحَراش َع ْن‬،
َ ‫صوٍر‬
َ ‫اَج ِر ٌير‬
َ َ‫َحدَثَن‬
ُ ‫َمْن‬
َ ‫َع ْن‬،
َ َ‫َحدَثَن‬،
َ ‫اَع ْم ُروَبْ ُن ََراف ٍع‬
ِ ِ
ٍ ‫أَِِ َمسع‬
ِ ُ ‫َقَ َال َرس‬:‫َقَ َال‬،‫ود‬
َ ِ َ ُ‫صلَىَاللَه‬
ََ‫َاس َِم ْن‬
َ َ -َ ‫ول َاللَه‬
ُْ َ
َُ
ُ ‫َ"إ َن َ َاَأ َْد َرَك َالن‬:-َ ‫َعلَْيه ََو َسل َم‬
ِ ‫َفَاصنَعَم‬،‫َإِ َذاَ َََتَستَحي‬:َ‫ُو‬
"‫ت‬
ََ ‫اَشْئ‬
ْ ِ‫َك َاِمَالنىبُ َوة‬
َ ‫َاأ‬
ْ ْ ْ
َْ ْ
‚Telah memnceritakan kepada kami ‘Amr bin Ra>fi’, telah menceritakan
kepada kami Ja>ri>i, dari Mans{u>r, dari Rib’iyyi bin H{ira Mas’u>d berkata, bahwa Rasulullah saew pernah bersabda:
Sesungguhnya diantara
diberitahukan

ucapan Nabi saw yang paling pertama

adalah jika kamu tidak malu, lakukanlah apa saja

sesukamu.‛. (H.R Ibn Ma>jah).9
Pembahasan mengenai malu sudah banyak kita temukan di kalangan
ulama terdahulu dan nasehat-nasehat cendekiawan muslim baik secara lisan
maupun tulisan. Dalam kitab S{ah{ih> al-Bukha>ri> dan Muslim, memaparkan hadishadis yang menyinggung masalah sifat malu. Diantaranya kedudukan sifat malu
dengan iman, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu> Hurairah Ra yang
menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
8

Abdul Mun’im Al-Hasyimi, Akhlak Rasul Menurut Bukhari & Muslim, (Jakarta: Gema
Insani, 2013), h. 282.
9
Ibn Ma>jah, Sunan Ibn Ma>jah (Beirut: Da>r al-Risam Muslim, S{ah{i>h{ Muslim (Beirut: Da>r Ih{ya> Tura>th, tt), vol, 1, hal, 63 . Lihat pula
Ima>m Bukha>ri>, S{ah{i>h{ Bukha>ri> (Beirut; Da>r T{ub al-Najah, vol 1, h. 11.
11
Must{afa> Murad, Minha>jul mukmin: pedoman hidup bagi umat muslim, h. 174.
10

7

memilih

makna kedua.12 Dengan pertimbangan bahwa orang yang tidak

memiliki malu ia akan mengerjakan apa yang dia kehendaki, karena yang
menghalangi dari perbuataan-perbuataan buruk adalah rasa malu.13 Dalam
pemaknaan di atas, dapat kita jelaskan bahwa orang tidak memiliki perasaan
malu, akan menjerumuskan dirinya ke dalam perbuataan keji dan mungkar. Di
sisi lain makna malu juga membolehkan manusia tidak memiliki perasaan malu
untuk melakukan sesuatu dengan pertimbangan bahwa mereka merasa aman dari
Allah SWT dan dari manusia sendiri.14
Kemudian sifat malu dibagi dua macam. Pertama: malu fitri, yaitu watak
bawaan yang didapatkan tanpa usaha dan sudah diciptakan oleh Allah watak ini
sesuai fitrahnya. Kedua: Malu yang didapatkan dengan usaha, yaitu malu yang
didapat dengan makrifat ke pada tuhan dan mengenal ciptaan-Nya. Dari macammacam malu diatas menjelaskan bahwa malu sudah ada dalam diri manusia
sehingga bagaimana cara kita memunculkan rasa malu tersebut.15
Indonesia yang kita kenal salah satu negara yang mempunyai penduduk
urutan ke-4 terbesar di dunia yang jumlahnya 254,9 juta jiwa menurut Badan
Pusat Statistik (BPS) melaporkan berdasarkan data Susenas 2014 dan 2015,16
yang mana di dalamnya terdapat pulau-pulau dan beraneka ragam budaya, adat

12

Must{afa> Murad, Minhajul mukmin: pedoman hidup bagi umat muslim, h. 175.
Must{afa> Dieb Al-Bugha, Syaikh Muhyidin Mistu, Al-Wa>fi>: S\harah> H{adi>th Arba’i>n
Ima>m Al-Nawa>wi>.h. 174.
14
Must{afa> Dieb Al-Bugha, Shaikh Muh>yidi>n Mistu, al-Wa>fi: Sharah> H{adi>th Arba’i>n Ima>m
Al-Nawa>wi>, h. 175.
15
Musthafa Dieb Al-Bugha, Syaikh Muhyidin Mistu, Al-Wafi: Syarah Hadits Arba’in
Imam An-Nawawi, h. 175-176
16
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2015/11/20/83632/jumlahpendududari-perempuan.html, 15-06-2016.
13

8

dan istiadat. Selain itu negara Indonesia dikenal luas di mata dunia dengan
budaya yang menjunjung tinggi keramahan dan sopan santun dan memiliki Nilai
budaya dan karakteristik masyarakat Indonesia yang masih sangat tinggi nilai
persaudaraan, saling menghormati, dan menghargai orang lain. Adapun daerah
yang masih kental dengan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang kita,
seperti yang terjadi di pulau Sumatera letaknya di daerah Padang yang masih
menjujung tinggi adat istiadat17, kita bergeser ke pulau Jawa. Di pulau Jawa
letaknya di Solo dan Yogyakarta, tidak diragukan lagi dengan dengan bukti
budaya dan etika yang diterapkan oleh masyarakatnya baik dalam hal
berkomunikasi maupun penerapan perilaku.18 Begitu halnya yang terjadi di pulau
Sulawesi yang mana masyarakatnya masih menjujung tinggi warisan nenek
moyangnya dalam hal adat istiadat yang diwariskan kepada cucunya.19
Dari ketiga pulau yang dipaparkan penulis, maka penulis hanya
mengambil satu daerah yang di dalam adatnya, masih kental dengan budaya
malu. Hal ini sangat berkaitan dengan adat yang diterapkan warga Sulawesi
17

Salah satu budaya yang masih dipertahankan masyarakat Minang hingga kini adalah
Pacu Jawi. Selengkapnya, Rizki Hidayat, Konstruksi Makna Dalam Upacara Adat Tradisi Pacu
Jawi Sebagai Kearifan Lokal Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumater Barat, Jurnal Ilmu
Komunikasi Fisip UR, h. 2
18
Dalam budaya masyarakat Jawa, terdapat beberapa hal mengenai tata krama yang selalu
dijunjung, baik dalam berkomunikasi yang menyampaikan sesuatu secara tidak langsung, atau
menempatkan diri pada posisi yang semestinya. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Ryan L
Rachim dan H Fuad Nashori, Nilai Budaya Jawa dan Prilaku Nakal Remaja Jawa, Jurnal Ilmiah
Berkala Psikologi, Vol. 9, No. 1, Mei 2007, h. 31
19
Dalam skripsi Nina Rizky Mulyani Darwis, membandingkan antara logika bawaan
akuntansi yang digagas dari Barat yang hanya mengejar profit tanpa peduli lingkungan. Nina
kemudian berpendapat, bahwa akuntansi sebenarnya tergantung dari budaya pembentuknya. Di
Sulawesi Selatan nilai budaya yang masih kental dipertahankan adalah Siri’ dan Pesse’ dimana
sangat mempengaruhi wilayah akuntansi. Lihat Nina Rizky Mulyani Darwis, Prespektif Nilai

Budaya Masyarakat Bugis Dalam Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada PT.
Taspi Trading Coy Makassar Po.Piposs, Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Hasanuddin Makassar, 2012, h. 5

9

khusus masyarakat Bugis, yang mana masyarakat Bugis mempunyai adat yang
namanya adat Siri’(malu). Siri’ dalam bahasa orang Bugis-Makassar adalah yang
berarti malu atau rasa malu, sekalipun kata Siri’ tidak hanya disebutkan dengan
makna harfiah.20 Jika kita berbicara tentang Siri’ (Bugis) maka kita tidak dapat
terlepas dari persoalan kebudayaan. Hal ini disebabkan karena Siri adalah
kelakuan atau hasil dari kelakuan masyarakat yang kemudian diwariskan kepada
generasi-generasinya sebagai pusaka yang mesti dijunjung dan dilestarikan
sebagaimana peran masyarakat dalam menjalani hidup dan kehidupannya sebagai
warga yang mengaku berdarah Bugis.
Sejatinya pada masyarakat Bugis, Siri’ ini sudah ditanamkan orang tua
sejak dini dan menjadikan sebagai sumber hukum atau akhlak tertinggi di
Sulawesi, dengan nilai yang ditanamkan orang terdahulu kita. Namun demikian,
makna siri’ mengandung arti positif dan negatif. Sebagaimana saya kutip dari
media online: Siri’ yang sifatnya positif, dianjurkan untuk dilaksanakan.
Misalnya

ketika dalam

suatu kampung, kehidupan ekonominya tidak

berkembang, hidup dalam nuansa kemiskinan maka sifat malunya menyebabkan
giat berusaha mencari pekerjaan dimana saja, pergi merantau. Tak heran kalau
orang Bugis itu dapat dijumpai di daerah-daerah di Nusantara, bahkan sampai ke
luar negeri.

Siri’ yang kami maksud di sini adalah suatu perasaan baik yang muncul
pada masyarakat Bugis, yang mana budaya siri’ selalu mengajarkan
20

Laica Marzuki, SIRI’: Bagian kesadaran Hukum Rakyat Bugis-Makassar, (Ujung
Pandang: Hasannuddin University Press, 1995), h. 35.

10

masyarakatnya agar memagari dirinya dengan siri’ sebagaiamana yang di katakan
dalam Lontara’ Bugis: ‚Taro-taroi alemu siri’, narekko de’ siri’ mu inrekko siri’.
Artinya: perlengkaplah dirimu dengan malu, kalau tidak ada malumu, pinjamlah
malu.‛21 Bahwa budaya malu yang ada di Sulawesi Selatan sangat penting bagi
masyarakatnya, sehingga budaya siri’ selain mengajarkan menjaga harkat dan
martabat manusia dan penciptanya, budaya siri’ juga selalu membawa kebaikan,
seperti yang dikatakan dalam lontara: ‚naiyya siri’e sanggadinna mappapole

deceng‛. Artinya malu selalu membawa kepada perbuatan yang baik. Budaya
siri’ merupakan salah satu kontrol bagi masyarakatnya baik di dalam
lingkungannya maupun di luar daerah, seperti yang telah dikatakan dalam

Lontara: Siri; emmi na to riaseng tau dan akkaritutui siri’mu rilaomu. Artinya:
malulah kita disebut manusia dan berhati-hatilah dengan malumu di negeri
orang.22
Hubungan antara siri’ yang membudaya pada masyarakat Bugis dan
ajaran malu dalam Islam dapat ditelusuri dari kontribusi masuknya Islam ke
Sulawesi pada paruh kedua abad-16, sekitar tahun 1575, yang mana raja Goa,
Manrio Gau’ memberi perilaku istimewa kepada pedagang muslim Melayu yang
membawa ajaran Islam di Sulawesi.23 Berkembangnya Islam di Sulawesi
memberikan banyak perubahan yang dilakukan oleh ulama berkaitan dengan
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Bugis seperti menyembah

21

Mashadi Said, Jati Diri Manusia Bugis, (Jakarta: Pro de leader, 2016), h. 104.
Nadji Palemmui Shima, Arsitektur Rumah Tradisional Bugis, (Makassar: BP
UNM,2006), h. 14
23
Christian Pelras, Manusia bugis, (Jakarta: Nalar bekerjasama dengan Forum JakartaParis,EFEO, 2006), h. 158.
22

11

pohon dan hal-hal yang berbaur kemusyrikan. Di saat Islam menjadi agama resmi
pada kerajaan-kerajaan Bugis, ada beberapa perubahan telah terjadi secara
berangsur-angsur dan perubahan ini sangat jelas pada waktu ditetapkan syara’ (
hukum Islam) menduduki posisi paling penting di masyarakat. Hukum Islam
yang diterapkan banyak menghapus adat kebiasaan yang dilakukan oleh
masyarakat Bugis seperti dalam kesahari hariannya seorang pria harus membawa
badik atau keris sebagai pembelaan diri.24 Masih banyak adat kebiasaan yang
sampai saat ini menjadi sebagai jati diri manusia Bugis yaitu salah satunya
mempertahankan Siri’ (malu), dalam mengangkat martabat masyarakatnya.
Siri’ yang penulis maksud adalah suatu tingkahlaku atau perasaan
masyarakat terhadap diri sendiri dan orang lain. Serta mengajarkan masyarakat
bugis agar mempertahankan budaya malu di dalam diri masing-masing manusia.
Ini sangat perkaitan dengan ajaran agama Islam apabila dilihat dari konteks hadis
yang berbicara tentang malu, yang selalu mengajarkan umat Islam agar selalu
menjaga perbuatan yang baik dan menjauhi apa yang dilarang oleh agama Islam
sendiri, maka dari itu budaya malu sangat berkaitan dengan hadis malu yang
mengatakan perbuataan malu selalu membawa kepada kebaikan.
Di sisi lain konteks budaya malu ini sejalan dengan ajaran Islam bahwa
manusia harus mempunyai malu jika berbuat suatu kesalahan. Kedua, budaya
malu dalam konteks negatif. Ketika terjadi suatu permasalahan sampai bentrok
fisik, biasanya tanpa mengetahui duduk persoalan yang sesungguhnya akan
24

Rahman Rahim, Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis, (Ujung Pandang: Hasanuddin
University Press, 1992), h. 189.

12

merasa mempunyai rasa malu ketika yang terlibat adalah komunitasnya atau
kerabatnya, akan ikut turut campur karena merasa ikut malu ketika merasa kalah.
Contoh lain yang faktual adalah penerapan mas kawin yang tinggi pada prosesi
peminangan anak gadis. Agak malu jikalau anak tetangganya telah menikah
dengan mas kawin yang tinggi dibanding dengan anak gadisnya. Maka dipastikan
mas kawinnya harus lebih tinggi minimal sama. Pada dasarnya nilai Siri’ adalah
sesuatu yang menjadi dasar dalam bertindak bagi manusia Bugis. Telah menjadi
pranata sosial yang mesti dipertahankan. Tapi harus dicamkan bahwa yang harus
dipertahankan tentunya yang tidak melanggar aturan agama dan aturan negara.25
Satu hal perlu kita ketahui bahwa orang Bugis adalah orang yang
memiliki semangat tinggi (berdarah panas): mereka tidak akan menerima
perlakuan sewenang-wenang.26 Orangnya berani dalam menanggapi semua
masalah dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Sehingga kita bisa lihat
dalam kutipan salah satu penulis buku manusia Bugis makassar, yaitu:

‚Dalam kehidupan manusia Bugis-Makassar, Siri’ merupakan
unsur yang prinsipil dalam diri mereka, tidak ada satu nilai pun yang
paling berharga untuk dibela dan dipertahankan di muka bumi selain dari
pada Siri’, bagi manusia Bugis makassar, Siri’ adalah jiwa mereka, harga
diri mereka. Sebab itu, untuk menegakkan dan membela Siri’ yang
dianggap tercemar atau dicemarkan oleh orang lain, maka manusia Bugis
makassar bersedia mengorbankan apa saja, termasuk jiwanya yang paling
berharga demi tegaknya Siri’ dalam kehidupan mereka.‛27
Maka tidak heran lagi kita melihat masyarakat Bugis terjadi pertikaian
antara suku dan paling sering kita saksikan tawuran antara perguruan tinggi,
25

http://www.kompasiana.com/lawise/sirik-alias-budaya-malu-orang-bugismakassar_550d499d813311502cb1e263, 22-06-216.
26
Christian Pelras, Manusia bugis, h. 247.
27
Christian Pelras, Manusia bugis, h. 251.

13

baik melalui media, berita dan diselasaikan dengan sifat ego yang tinggi dalam
mempertahankan malu (Siri’) mereka. Bahkan saya sebagai penulis dalam
penelitian ini, telah menyaksikan banyak hal yang terjadi di masyarakat Bugis
khusunya di desa Sabbang Paru yang merupakan Tanah kelahiran saya. Bahkan
pernah terjadi satu kasus tawuran antara pemuda kampung saya dengan pemuda
kampung sebelah disebabkan salah satu pemuda dipermalukan di depan umum,
sehingga pemuda ini tidak menerima atas perlakuan tersebut lalu pemuda ini
memukul pemuda kampung sebelah dengan anggapan bahwa mereka telah
mempermalukan saya di depan banyak orang atau dengan bahasa Bugis

nappakasiri’ka, karena yang dipukul juga tidak menerima perlakuan demikian
maka terjadilah bentrokan antara warga disebabkan dua pemuda yang sama-sama
mempertahankan ego dan harga dirinya.28
Ada yang lebih parah dari kasus yang diatas antara suadara kandung
sendiri dia rela menikam kakaknya, diakibatkan seorang kakak telah mencaci
maki adiknya di depan keluarga. Bahkan rata-rata kasus yang kami ceritakan di
atas sering terjadi dikalangan masyarakat Bugis itu yang bersifat negatif. Adapun
beberapa kasus yang bersifat positif seperti perempuan yang sedang jalan berdua
dengan laki-laki yang belum resmi menjadi hubungan suami istri, maka dari
pihak keduanya menganggap itu merupakan suatu aib apalagi sudah sampai
melakukan perbuatan yang dilarang oleh adat dan agama, bahkan kedua orang

28

Salah satu pengalaman pribadi penulis mengenai budaya siri’ yang ada di masayarakat
Bugis Desa Sabbang paru, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Kanipang
9 Agustus 2010.

14

tua mereka rela mengusir anaknya dari rumah dan yang lebih parahnya mencoret
mereka dari anggota keluarga.29
Masyarakat Sabbang Paru masih sangat kental dengan budaya malu
terhadap orang yang pendidikannya tinggi apalagi dia seorang kiyai bahkan
mereka enggan untuk berbicara sama mereka, dengan alasan saya tidak punya
apa-apa untuk bertemu mereka kalau hanya dengan mengandalkan fisik saja.
Masyarakat di sana juga sangat menghargai anak-anak yang keluar daerah
dengan tujuan menimbah ilmu agama maupun ilmu yang bersifat umum. 30 Maka
dari itu penulis sangat termotivasi dalam menggangkat hubungan hadis malu
dengan budaya Siri’ yang ada di Sulawesi khususnya di daerah saya desa
Sabbang Paru kecamatan Lembang kabupaten Pinrang.
Melihat beberapa hadis dan penjelasannya di atas bahwa pengertian malu
dalam Islam masih bersifat umum dan sangat luas maknanya, hal ini disebabkan
karena pemahaman konsep malu dalam hadis memiliki banyak bentuk
pemaknaannya. Al-Bukhari dan Muslim secara definitif juga menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan malu adalah salah satu sifat yang disukai manusia dan
ketiadaan sifat malu merupakan kekurangan dan aib, sebagaimana malu juga
merupakan kesempurnaan iman.31 Selanjutnya penulis merasa bahwa perlu untuk
kita melihat bagaimana pemahaman konsep malu (Siri’) melalui hadis nabi, hal
29

Wawancara Pribadi dengan Darwin sebagai kepala desa Sabbang Paru, Kecamatan
Lembang, Kabupaten Pinrang. Di Ruangan Kepala Desa, pada tanggal 10 November 2016, jam
9.15- 9.55 WITA.
30
Wawancara penulis dengan H. Saharuddin salah satu tokoh Masyarakat. Di Rumah
Pribadinya, pada tanggal 15 November 2016, jam 17.20-18.15 WITA
31
Musthafa Dieb Al-Bugha, Syaikh Muhyidin Mistu, Al-Wafi: Syarah Hadits Arba’in
Imam An-Nawawi, h. 173.

15

ini karena hadis merupakan penjelas dari makna Al-Qur’an yang bersifat umum.
Selain itu penulis juga merasa perlu untuk melihat pemahaman dari para ulama
muhadisin, mufassir, dan ulama mutakallim sebagai pedoman dalam memahami
kembali makna malu (Siri’) dalam hadis nabi Muhammad SAW. Sehingga dalam
memahami kembali hadis yang berbicara seputar malu (Siri’), penulis berharap
dapat menemukan makna yang relevan terhadap kasus-kasus yang terjadi daerah
Bugis saat ini.
Berdasarkan pemaparan ini, penulis tertarik untuk melihat bagaimana
hubungan antara budaya siri’ yang terdapat di masyarakat Bugis dengan hadits
malu dalam Islam. Keduanya memiliki nilai yang diacu serta kecenderungan yang
sama, terutama pada tataran akhlak yang apabila dilanggar, akan menimbulkan
rasa malu. Dengan mengambil beberapa responden untuk diwawancarai dari
wilayah Sabbang Parru penulis mencoba untuk melihat bagaimana kaitan dan
hubungan antara siri’ sebagai budaya di masyarakat Bugis dengan ajaran malu
dalam hadits. Maka sebagai langkah awal dalam penelitian ini, penulis memberi
judul yaitu: ‚Hubungan Budaya Siri’ Dengan Hadits Malu (Studi Kasus Siri’
dalam Masyarakat Bugis desa Sabbang Paru, Kecamatan Lembang, Kabupaten
Pinrang, Sulawesi Selatan)‛
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis menemukan topik masalah seputar
budaya Siri’ dan menghasilkan beberapa masalah terkait:
1. Bagaimana pengaruh hadis terhadap budaya Siri’?

16

2. Apakah terjadi pergeseran makna dalam memahami hadis malu berkaitan
dengan budaya Siri’?
3. Bagaimana

proses

terjadinya

pergeseran

pemahaman

masyarakat

sekarang ini, sehingga memaknai siri’ yang lebih condong ke arah Negatif
?
C. Batasan dan Perumusan Masalah
Berangkat dari identifikasi masalah di atas, maka diperlukan suatu
batasan masalah, guna menjaga agar penelitian ini fokus pada pembahasan dan
lebih terarah. Maka penulis memberi batasan masalah penelitian dalam beberapa
hal yang berkaitan dengan hadis malu dalam budaya Bugis (Siri’/ malu) sebagai
berikut:
1. Memaparkan hadis-hadis tentang malu yang diriwayatkan oleh Ibn
Majah, Imam Tirmizi, dan Imam Malik.
2. Mengungkap hubungan hadis malu dalam pengaruh budaya Siri’ di desa
Sabbang Paru kecamatan Lembang kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
Dengan demikian, penelitian ini memiliki rumusan masalah adalah:
‚Bagaimana hubungan budaya Siri’(malu), dikaitkan dengan hadis nabi tentang
malu studi kasus di desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang kabupaten Pinrang,
Sulawesi-Selatan ?‛
D. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hadis-hadis nabi Muhammad SAW. yang berbicara
seputar Malu

17

2. Untuk mendeskripsikan bagaimana sikap malu pada masa nabi
Muhammad saw. Sebagai upaya dalam memahami budaya Siri’pada
masyarakat Sulawesi Selatan.
3. Menganalisis budaya siri pada hadis malu dalam hadis Nabi Muhammad
saw.
4. Mengidentifikasi karakteristik sosial masyarakat Bugis, di desa Sabbang
Paru, kecamatan Lembang kabupaten Pinrang, Sulawesi-Selatan.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Secara akademik, penelitian ini kiranya mampu memberikan sumbangsih
pemikiran dalam Islam, khususnya dalam bidang hadis tentang malu yang
saat ini menjadi problema di masyarakat Sulawesi Selatan.
2. Sebagai syarat memperoleh gelar Strata-1 bidang Theologi Islam pada
program studi Tafsir-Hadis di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
E. Kajian Pustaka
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dapat penulis lakukan,
ditemukan beberapa kajian terdahulu secara spesifik serumpun dengan judul yang
penulis angkat, namun objek kajiannya ada yang hampir sama dan ada pula
kajian yang relatif jauh kaitannya dengan kajian penulis, tetapi masih dalam
lingkup yang sama.
Diantara karya-karya tersebut adalah dokumen, buku, atau jurnal dan
penelitian yang terkait langsung maupun tidak lansung dengan penelitian ini,
yaitu:

18

1. Jati diri Manusia Bugis, Mashadi Said, 2016. Buku ini membahas bagaimana
nilai-nilai kehidupan Masyarakat Bugis sehari-hari, dimana dalam kehidupan
masyarakat Bugis tidak pernah terlepas dari falsafah siri’. Bedanya dengan
skripsi ini, bahwa penelitian skripsi ini meneliti secara khusus hubungan
budaya siri’ dengan hadis ‚malu‛ (Studi kasus siri’ dalam masyarakat Bugis
desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang kabupaten Pinrang, SulawesiSelatan).
2.

Siri’ dan Pesse’, ( harga diri orang Bugis, Makassar, Mandar, Toraja ), Abu
Hamid, 2003. Buku ini mengatakan, dalam menjaga Siri’ dan harga diri yang
ada di sulawesi merupakan kewajiban serta kebanggaan masyarakat Bugis
sendiri. Bedanya dengan penelitian penulis buku ini hnaya mengkaji filosofi
kehidupan masyarakat Bugis secara umum, sedangkan dalam penelitian
skripsi ini meneliti secara khusus tentang hubungan budaya siri’ dengan
hadis ‚malu‛ (Studi kasus siri’ dalam masyarakat Bugis desa Sabbang Paru,
kecamatan Lembang kabupaten Pinrang, Sulawesi-Selatan)..

3. Manusia Bugis, Christian Pelras, 2006. Buku ini membahas pembentukan
identitas masyarakat Bugis serta memperkenalkan budaya dalam bertahan
hidup. Perbedaannya dengan penelitian skripsi ini adalah, penelitiannya di
fokuskan pada pembahasaan tentang kebudayaan masyarakat Bugis serta
tatanan hidup manusia Bugis, sedangkan dalam penelitian skripsi ini penulis
membahas secara khusus hubungan budaya siri’ dengan hadis ‚malu‛ (Studi
kasus siri’ dalam masyarakat Bugis desa Sabbang Paru, kecamatan Lembang
kabupaten Pinrang, Sulawesi-Selatan).

19

4. Siri’ filosofi suku Bugis, Makassar, Toraja, Mandar, Abu Hamid dkk, 2014.
Buku ini megatakan bahwa siri’ adalah kearifan lokal, sebuah filosofi hidup
tentang harga diri yang kini terus hidup, dijaga, dan tumbuh dalam suku
Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Buku ini hanya mengkaji dari empat
sisi suku yang ada di Sulawesi mengenai peranan dalam penerapan budaya

siri’, berbeda dengan skripsi yang kami teliti yang sifat secara khusus
hubungan budaya siri’ dengan hadis ‚malu‛ (Studi kasus

siri’ dalam

masyarakat Bugis desa