PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENYIKSAAN LUMBA-LUMBA DALAM PERAGAAN ATRAKSI SATWA OLEH KORPORASI DI INDONESIA.

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENYIKSAAN LUMBA-LUMBA
DALAM PERAGAAN ATRAKSI SATWA OLEH KORPORASI DI
INDONESIA
Tantri Mawarsih
(110110120160)
ABSTRAK
Keberadaan kekayaan sumber daya hayati yang melimpah di
Indonesia berdampak pada dilakukannya pemanfaatan terhadap sumber
daya hayati tersebut. Salah satunya adalah memanfaatkan satwa-satwa
yang ada di Indonesia. Namun, pemanfaatan tersebut banyak yang berakhir
dengan penyiksaan satwa, diantaranya adalah memperkerjakan satwa
melebihi kemampuannya tanpa melihat kesejahteraan hewan tersebut
seperti sirkus satwa yang diadakan korporasi besar di Indonesia. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui perspektif hukum pidana mengenai
peragaan atraksi satwa berdasarkan instrumen hukum internasional dan
nasional, faktor-faktor yang menyebabkan belum dilakukannya penegakan
hukum penyiksaan lumba-lumba dalam peragaan atraksi satwa dan upaya
penegakan hukum pidana terhadap korporasi yang melakukan penyiksaan
lumba-lumba dalam peragaan atraksi satwa di Indonesia.
Metode pendekatan hukum yang digunakan dalam penyusunan
tulisan ini adalah yuridis normatif dengan meneliti bahan pustaka sebagai

bahan penelitian utama. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah
deskriptif analisis dengan menggambarkan secara sistematis peraturan
perundang-undangan di bidang hukum pidana umum, konservasi dan
perlindungan kesejahteraan hewan.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa dalam
perspektif hukum pidana, peragaan atraksi satwa lumba-lumba merupakan
perbuatan yang memenuhi unsur-unsur pidana yang terdapat dalam pasal
pasal 302 dan 540 KUHP, Pasal 40 UU Konservasi Sumber daya Alam
Hayati Dan Ekosistemnya, serta pasal 91 B UU tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Faktor-faktor yang mempengaruhi belum pernah
dilakukan penegakan hukum terhadap penyiksaan lumba-lumba dalam
peragaan atraksi hewan diantaranya: (1) kurangnya penerapan hukum
internasional terhadap hukum nasional dan formulasi aturan yang kurang
baik; (2) konflik kewenangan dan kurangnya pemahaman penegak hukum;
(3) tempat rehabilitasi lumba-lumba yang belum memadai dan (4)
banyaknya masyarakat yang belum memahami mengenai kesejahteraan
hewan. Terdapat dua penegakan hukum pidana: (1) Pada jalur penal, dapat
diterapkan pidana penjara, kurungan dan denda bagi petinggi korporasi dan
setiap orang yang membantu dilakukannya peragaan atraksi hewan,
sedangkan untuk korporasi dapat dijatuhkan pidana denda, pencabutan

izin, dan perampasan lumba-lumba; (2) pada jalur penegakan non penal
diantaranya adalah dilakukannya kerja sama internasional, evaluasi aturan
terkait peragaan satwa dan meningkatkan koordinasi antar lembaga;
pendidikan dan kesadaran masyarakat; dan mempromosikan ekowisata.

v

LAW ENFORCEMENT AGAINST DOLPHINS TORTURING IN ANIMAL
DISPLAY ATTRACTION BY CORPORATIONS IN INDONESIA
Tantri Mawarsih
(110110120160)
ABSTRACT
The existence of biological resources wealth in Indonesia are
abundant, that might impact to its beneficial uses. One of its beneficial uses
is utilizing animals there. However, some of the animal utilization ended up
with animals torturing, including employ animals that exceeds its ability
without looking at the animal welfare in animal circus held by large
corporations in Indonesia. The purpose of this study was to determine the
perspective of criminal law regarding animal display attractions based on
International and national law instruments, the factors that causing the

absence of law enforcement that occurred to the dolphins in the animal
display attractions and the criminal law enforcement of animal torturing that
happens to dolphins in the animal display attractions carried out by the
corporation in Indonesia.
Legal approach method used in this paper is to examine the
normative juridical library materials as primary research material. The
research specifications on this study is descriptive analysis, by
systematically describe the legislation in the field of general criminal law,
conservation and protection of animal welfare.
The result of this study shows that, based on the perspective of
criminal law, animal display attractions on the dolphins is an act that meets
the elements of crime in article 302 and 540 Criminal Code, Article 40 of the
Law of Biological Resources Conservation and Ecosystem, and Article 91
B Law of Animal Husbandry and Veterinary Services. The Influence factors
that causing the absence of law enforcement against dolphins torturing in
an animal display attractions such as: (1) insufficiently of applying
international law to the national law and unfavourable regulations
formulation; (2) authority conflict and the lack of comprehension of the Law
of Animal Husbandry and Veterinary Services; (3) rehabilitation center for
dolphins were not accommodate enough the dolphins in large numbers; and

(4) many people in Indonesia does not understand about animal welfare.
There are two way of criminal law enforcement against dolphins torturing in
the animal display attractions, namely the penal and non-penal lines. In the
penal line, it can be applied imprisonment, confinement and fines for
corporate executives and everyone who helps conduct the animal display
attractions, while the corporation can be imposed criminal fines, revocation
of licenses, and the deprivation of dolphins. Non penal enforcement
consisted of making an international agreement, evaluating the rules
relating to animal display attractions and increasing coordination between
the Institutions, education and awareness for the citizens; and promoting
ecotourism.

vi