KETIDAKEFEKTIFAN PERAN IWC (INTERNATIONAL WHALING COMMISION) DALAM UPAYA PENYELAMATAN LUMBA-LUMBA DI TAIJI, JEPANG

(1)

KETIDAKEFEKTIFAN PERAN IWC (INTERNATIONAL WHALING

COMMISION) DALAM UPAYA PENYELAMATAN LUMBA-LUMBA

DI TAIJI, JEPANG

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Strata I pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

BAGAS REZA MURTI

20120510014

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

KETIDAKEFEKTIFAN PERAN IWC (INTERNATIONAL WHALING

COMMISION) DALAM UPAYA PENYELAMATAN LUMBA-LUMBA DI

TAIJI, JEPANG

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

BAGAS REZA MURTI

20120510014

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ILMIAH

Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Skripsi ini adalah asli hasil karya sendiri dan karya ilmiah ini belum pernah diajukan sebagai pemenuhan untuk gelar Sarjana Strata Satu (S1) maupun Magister (S2) dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Maupun Perguruan Tinggi lain.

Semua Informasi yang dimuat dalam karya ilmiah ini berasal dari penulis lain baik dipublikasi atau tidak, telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis secara benar dan semua isi dari Karya Ilmiah/Skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh dan apabila di kemudian hari terdapat ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya selaku penulis bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 21 Desember 2016 Penulis


(4)

Halaman Motto

͆

SETIA PADA CITA-CITA, PERCAYA PADA PROSES

͇

(Motto Marching Band Gita Surosowan Banten)

When you walk through a storm, hol”

your head up high

And don't be afraid of the dark

At the end of the storm, there's a golden sky

An” the sweet, silver song of a lark

(You’ll Never Walk Alone lyri“

-

Liverpool Supporter’s song)

Expect The Best

Be Prepared For The Worst

F*ck with Others Think

Do Your Own Things

(Me)

I can’t stay here while all the other people are fighting for me. I need to serve. I

have the energy to be a medic.”

Desmond Doss decides to join army but he refused to lift up a gun so he join medic

team on the movie Hacksaw Ridge (2016)


(5)

Halaman Persembahan

Karya Tulis ini Penulis persembahkan kepada “Keluarga Tercinta”

Terima Kasih tak terhingga bagi kedua orang tua ku

Bapak Priyo Setyono Pudji dan Ibu Puji Hastuti, S.Pd

Terima kasih telah membesarkanku, mendidikku, dan mengajariku semua hal, Semoga kalian sehat selalu dan selalu dalam lindungan Allah SWT.

Untuk Kakakku tercinta Ardina Pradhitamurti, S,Pd dan suami Bramansyah

Arifandana, S,Pd

Dan Keponakanku Rumaisha Shinra Valiandra (almh) dan Aiyana Maryam

Khafiyya

Adikku tersayang Citra Dhistia Murti


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Depan ... i

Halaman Judul ... ii

Halaman Pengesahan Dosen Pembimbing ... iii

Halaman Pernyataan Keaslian Ilmiah ... iv

Kata Pengantar ... v

Halaman Motto ... vii

Halaman Persembahan ... viii

Halaman Ucapan Terima Kasih ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Tabel ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Kerangka Pemikiran... 7

D. Hipotesis ... 19

E. Tujuan Penelitian ... 19

F. Jangkauan Penelitian ... 20

G. Metodologi Penelitian ... 20


(7)

BAB II INTERNATIONAL WHALING COMMISION (IWC) ... 22

A. Sejarah Terbentuknya Industri Paus ... 22

B. Awal Terbentuknya International Whaling Commision (IWC) ... 24

C. Keorganisasian IWC ... 28

1. Komisi Keuangan dan Organisasi ... 29

2. Komite Ilmiah ... 31

3. Komisi Konservasi ... 37

4. Sub-komisi untuk Perburuan Masyarakat Lokal ... 38

5. Kelompok Kerja dalam Metode Pembunuhan Paus dan Isu Kesejahteraan ... 40

6. Negara Anggota IWC ... 41

D. Peran IWC di Dunia ... 44

BAB III KEGIATAN PENANGKAPAN LUMBA-LUMBA DI TAIJI,JEPANG ... 47

A. Sejarah Penangkapan Paus Sebagai Tradisi Jepang ... 47

B. Kegiatan Penangkapan Lumba-lumba di Taiji ... 57

1. Metode Penangkapan ... 58

2. Isu Kesehatan dan Kandungan Merkuri ... 61

3. Protes Aktivis ... 63

BAB IV KETIDAKEFEKTIFAN IWC DALAM MENANGANI KASUS PEMBUNUHAN LUMBA-LUMBA DI TAIJI JEPANG ... 69

A. Problem Malignancy ... 70

1. Incongruity ... 70


(8)

3. Cumulative Cleavages ... 81

B. Problem Solving Capacity ... 84

1. Institusional Setting ... 85

2. Distribution of Power ... 86

3. Skills and Energy ... 89

C. Level of Collaboration ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 94


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Keluarga Cetacean ... 6

Gambar 2.1 Bagan Organisasi IWC... 28

Gambar 2.2 Bagan Komisi Keuangan dan Administrasi ... 29

Gambar 2.3 Bagan Komite Ilmiah ... 31

Gambar 2.4 Bagan Komisi Konservasi ... 37

Gambar 2.5 Bagan Sub-komisi Perburuan Masyarakat Lokal... 38

Gambar 2.6 Bagan Kelompok Kerja dalam Metode Pembunuhan Paus dan Isu Kesejahteraan ... 40

Gambar 3.1 Pembunuhan lumba-lumba di sebuah teluk di Taiji... 59


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Daftar Negara Anggota IWC ... 42 Tabel 3.1 Daftar spesies lumba-lumba yang dibunuh di Taiji ... 60 Tabel 4.1 Pendapatan dan Pengeluaran ICR (Institute of Cetacean Research),


(11)

(12)

ABSTRACT

IWC (International Whaling Commision) menjadi badan resmi yang ditunjuk PBB dalam masalah perpausan (whaling) sesuai dengan konvensi ICRW (International Convention for Regulation of Whaling) yang ditandantangani pada tahun 1931. Namun perannya dipertanyakan ketika menghadapi pembunuhan ribuan lumba-lumba di Taiji, Jepang. Lumba-lumba termasuk jenis small cetacean dimana termasuk dalam jenis cetacean (paus) dalam IWC. IWC tidak mampu menghentikan kasus ini sehingga mengindikasikan ketidakefektifan peran IWC. Penelitian ini akan menjelaskan factor yang mempengaruhi ketidakefektifan IWC dalam menghentikan ribuan lumba-lumba di Taiji, Jepang dalam segi keefektifan rezim yang ada di IWC. Dengan menggunakan studi pustaka dan analisis data, kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian eksplanatif ini mendukung hipotesis bahwa Ketidakefektifan rezim dalam IWC dipengaruhi oleh Problem Malignancy yang ada di internal IWC dan Problem Solving Capacity yang dimiliki oleh IWC.

Kata Kunci : Ketidakefektifan Rezim, Whaling, International Whaling Commision (IWC), Problem Malignancy, Lumba-lumba, Taiji, Problem Solving Capacity


(13)

ABSTRACK

IWC (International Whaling Commision)become a buraue pointed by United Nations to concern at Whaling affairs based on International Convention for Regulation of Whaling (ICRW) that signed in 1931. However, his roled was inquired when IWC face the slaughter of dolphins in Taiji, Japan.

Dolphi s are i cluded i to s all cetacea fa ily. IWC ca ’t stop the case so that i dicates the inectivity of IWC. This study will explain the factors that influence inectivity of IWC on stopping the slaughter of Dolphins in Taiji, Japan in a rzim efectivity side. By using a literature study and data analysis, The conclusion obtained in this study support the hypothesis that The i ectivity of IWC’s rezim is influenced by Problem Malignancy and Problem Capacity in IWC.

Keywords : Rezim Inectivity, Whaling, International Whaling Commision (IWC), Problem Malignancy, Dolphins, Taiji, Problem Solving Capacity.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan drastis beberapa unsur lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, organisasi-organisasi bisnis publik dan privat, serta negara-negara, belakangan ini menjadi perhatian besar umat manusia dan negara-negara-negara, serta menimbulkan reaksi keras kelompok tertentu, terutama kalangan ekolog. Salah satu masalah lingkungan yang patut mendapat sorotan dewasa ini adalah laju penurunan populasi dan kepunahan beberapa spesies.

Kepunahan berarti hilangnya keberadaan dari sebuah spesies atau sekelompok takson1. Waktu kepunahan sebuah spesies ditandai dengan matinya individu terakhir spesies tersebut. Suatu spesies dinamakan punah bila anggota terkahir dari spesies ini mati. Kepunahan terjadi bila tidak ada lagi makhluk hidup dari spesies tersebut yang dapat berkembang biak dan membentuk generasi. Suatu spesies juga disebut fungsional punah bila beberapa anggotanya masih hidup tetapi tidak mampu berkembang biak, misalnya karena sudah tua, atau hanya ada satu jenis kelamin.

Dalam laporan studi yang dimuat di Science Advances Journal, terungkap bahwa sebanyak 400 spesies vertebrata punah sejak tahun 1900. Jumlah itu menandakan angka kepunahan yang meningkat hingga 100 kali lebih cepat dibanding angka kepunahan sebelumnya. Kepunahan itu terjadi akibat kerusakan lingkungan


(15)

yang tak lain disebabkan oleh ulah manusia. Fakta-fakta yang mencengangkan pun bermunculan. Kehidupan di bumi semakin mendekati status pemunahan besar-besaran. Peneliti memprediksi bahwa dalam kurun waktu 500 tahun terakhir, sebanyak 844 spesies (seperti kucing tasmania dan passenger pigeons—merpati penumpang) telah punah tak bersisa, dan sebanyak 16.000 spesies lainnya terancam punah2. Sebanyak dua pertiga dari total jumlah penyu (tujuh spesies penyu) di seluruh dunia terancam punah seluruhnya pada 2025, sebanyak 50% dari total populasi kera di Afrika telah mati, dan setengah dari jumlah marsupilami di dunia sedang dalam status bahaya punah. Sebanyak 40% dari total flora dan fauna di Asia juga akan punah dalam waktu cepat.

Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan spesies dari kepunahan Antara lain dengan konservasi. Seperti spesies harimau sumatra di Indonesia yang sejak tahun 1970an, CITES (Convention on International Trade In Endangered Species) memasukkan hewan ini kedalam daftar Appendix I yaitu kategori hewan yang sangat dilarang untuk diperdagangkan baik pada tingkat nasional maupun internasional. Dalam rangka mendukung program konservasi satwa harimau sumatera, kemudian dibentuk strategi konservasi Harimau Sumatera. Strategi ini memiliki dua komponen yang berbeda yaitu : komponen in situ dan komponen ex situ. Komponen in situ mengutamakan tanggung jawab atas perlindungan populasi harimau Sumatera liar (di alam lepas) dan kelangsungan hidupnya serta ditambah pula dengan pengembangan strategi dalam memelihara populasinya. Komponen ex


(16)

situ mengutamakan tanggung jawab dalam pengembangan populasi dari harimau Sumatera yang ada di dalam kebun binatang (penangkaran) serta mengatur populasi, penyakit dan kemurnian genetik dalam mengembalikan keutuhan dari populasi liar. Selain itu untuk mendukung upaya konservasi upaya yang dilakukan yaitu membentuk regulasi dan badan untuk mengawasi dan mengatur jumlah spesies tersebut. Adapun badan yang berhak tersebut adalah IUCN (International Union/or Conservation/Nature and Natural Resources) misalnya sebagai contoh dalam kasus harimau Sumatra mengeluarkan perundang-undangan yang melarang pemusnahan harimau di setiap negara yang memiliki habitat asli spesies harimau. Jadi upaya konservasi yang dilakukan juga harus diimbangi dengan pengawasan oleh suatu badan dan regulasi.

Salah satu spesies yang mengalami bahaya kepunahan di dunia adalah Ikan Paus. Ikan Paus telah menjadi komoditi perekonomian yang sangat menguntungkan sejak zaman dahulu3. Perburuan Paus sebagai industri dimulai di abad 11 ketika orang-orang Basques memulai perburuan dan menjual produk yang berasal dari Paus Atlantik Utara. Kemudian perburuan mereka diikuti oleh Bangsa Belanda dan Inggris, dan kemudian oleh bangsa Amerika dan semakin lama bangsa-bangsa di dunia mengikutinya.

Paus Punggung dan Paus Sperma kemudian menjadi target selanjutnya dari perburuan, dengan minyaknya yang sangat berguna untuk penerangan dan listrik kala itu.Di akhir abad 19 Industri perburuan paus telah berkembang ke kapal yang lebh


(17)

modern, dilengkapi berbagai persenjataan yang lebih canggih untuk menagkap paus. Teknologi baru, ditambah dengan menipisnya paus di seluruh dunia, menyebabkan penyebaran perburuan beralih ke Antartika, di mana ikan paus berkonsentrasi untuk makan membuat skala besar penangkapan ikan paus yang sangat menguntungkan. Perang Dunia Pertama menyediakan pasar yang besar untuk bahan peledak yang menggunakan gliserin dari minyak paus balin. Hal ini menjadi fokus utama pemburu paus Inggris dan Norwegia di Antartika. Sementara penangkapan ikan paus Jepang telah berkembang secara terpisah sebagai industri pesisir, terutama untuk paus bungkuk dan paus abu-abu.

Paus sebagai organisme di dalam laut memegang peranan penting dalam ekosistem laut. Oleh karena itu kita seharusnya sadar akan bahaya kepunahan paus. Menurut studi terbaru yang dimuat di jurnal Frontiers in Ecology and the environment, paus justru memegang peran besar dalam ekosistem laut yang sehat.4 Peningkatan jumlah paus berbadan besar – paus biru, paus sperma, dan paus abu - abu mengarah pada ekosistem samudra yang lebih sehat dan ikan yang lebih banyak. Menurut ilmuwan, ketika paus makan dilaut dalam lantas kembali ke permukaan untuk bernafas, mereka mencampur lapisan lapisan air di laut. Substansi di dalam urine dan kotoran paus, terutama zat besi dan nitrogen, juga merupakan penyubur efektif bagi plankton. Selain itu, ketika paus melahirkan di kedalaman, mereka menyumbangkan nutrisi penting bagi perairan yang sering kali miskin sumber daya. Bahkan, plasenta paus merupakan sumber makanan yang kaya bagi organism lain.


(18)

Banyak paus bermigrasi jarak jauh untuk kawin, dan selama itu mereka membawa nutrisi – nutrisi tersebut bersama mereka.

Untuk melindungi paus dari ancaman kepunahan akibat perburuan, tahun 1946 dibentuklah International Convention of The Regulations of Whaling (ICRW) yang kemudian menjadi dasar dibentuknya International Whaling Comission (IWC) .IWC adalah Komisi Penangkapan Ikan Paus Internasional. (IWC) adalah badan global yang dibentuk untuk tujuan konservasi ikan paus dan pengelolaan penangkapan ikan paus. IWC saat ini memiliki 89 negara anggota dari negara-negara di seluruh dunia5.

IWC adalah organisasi internasional yang dibentuk dari International Convention of The Regulations of Whaling (ICRW). Berbagai negara yang menjadi anggota IWC membuat keputusan mereka melalui berbagai pertemuan dan komite, menggunakan sekretariat IWC untuk membantu diskusi dan proses pengambilan keputusan6. IWC memiliki empat komite utama yaitu Komite Scientific, Technical, Keuangan dan Administrasi dan komite terbaru, Komite Konservasi yang diciptakan pada tahun 2004. Sampai saat ini, IWC telah melaksanakan pertemuan setiap tahun, tetapi sejak 2012 IWC mengadakan pertemuan setiap dua tahun. Pertemuan terakhir dari IWC (ke-65) digelar di Slovenia, 2014.

Faktanya,walaupun sudah ada pihak resmi yang mengatur tentang perburuan paus yaitu IWC, namun masih saja terdapat perburuan paus, salah satunya di Taiji Jepang. Di Perairan Taiji setiap tahunnya pada bulan September hingga Maret,

5https://iwc.int/home


(19)

Ribuan Lumba-lumba diburu dan dibunuh untuk diambil dan dijual dagingnya7. Setidaknya sekitar 20.000 lumba-lumba dan paus dibunuh setiap tahunnya di Jepang. Hal ini bertepatan dengan migrasi tahunan yang dilakukan lumba-lumba ketika melewati pantai Taiji pada bulan September hingga Maret. Lumba-lumba hidung botol kerap diincar nelayan karena selain bisa dimakan dagingnya, bisa juga dijual ke pertunjukkan aquarium. Seekor lumba-lumba yang sehat bisa dihargai USS 200.000 atau Rp 2,4 milliar per ekornya oleh akuarium di seluruh dunia8. Nelayan di Taiji sendiri beranggapan bahwa perburuan lumba-lumba telah menjadi bagian dari ritual tradisi sejak mereka kecil. Di area itu mereka telah menangkap lumba-lumba dan ikan paus sejak ribuan tahun yang lalu.

Gambar 1.1 Keluarga Cetacean

7 http://www.borneoscape.com/2014/02/pembantai-lumba-lumba-taiji-jepang.html

8


(20)

Dalam situs resmi IWC, Lumba-lumba telah dimasukkan ke dalam “tanggung jawab” IWC. Sebagian besar pemerintah negara anggota percaya bahwa IWC memiliki kompetensi hukum untuk mengatur regulasi untuk semua jenis Cetacean, termasuk small cetacean termasuk lumba-lumba dan pesut. Memang International Convention for Regulation of Whaling tidak mengatur Small Cetacean. Dalam konvensi ini hanya mencantumkan apa yang disebut “Great Whale”. IWC hanya memfasilitasi dan memberi bantuan untuk sejumlah besar program konservasi untuk small cetacean, namun tidak mengatur perburuan small cetacean.

Namun di samping hal itu, IWC sendiri telah membentuk sub-committee on small cetaceans di bawah Scientific Committee dan telah berperan aktif dalam perlindungan lumba-lumba dan small cetacean lain di luar wilayah Jepang, menurut Journal yang dikeluarkan IWC tahun 2014 seperti melindungi vanquita di wilayah Teluk California di Meksiko, melindungi lumba-lumba Maui di New Zealand, perlindungan pesut pelabuhan di laut Baltik melalui pengimplementasian Agreement in the Cetaceans of the Baltic and North Seas (ASCOBANS). Bahkan, Surat kabar online New Zealand “Herald” mengatakan IWC memiliki “extreme concern” pada perlindungan lumba-lumba New Zealand. Namun di balik upaya-upaya IWC di luar Jepang, maka menjadi sebuah misteri jika IWC tidak melihat pembunuhan lumba-lumba di Taiji sebagai isu utama. Oleh karena itu, Peran IWC penulis nilai tidak efektif.


(21)

Berdasarkan Latar Belakang Masalah yang penulis paparkan diatas, masalah yang dapat ditarikadalah “Mengapa IWC tidak efektif dalam upaya penyelamatan Lumba-lumba di Taiji, Jepang?”

C. Kerangka Pemikiran

Untuk menjawab serta mengananlisa pokok permasalahan di atas, dengan latar belakang yang telah dijelaskan maka penulis akan menggunakan konsep yang dapat mendukung penulisan karya tulis ini.

1. Konsep Organisasi Internasional

Menurut Jack C Plano yang dimaksud dengan organisasi internasional merupakan suatu ikatan formal melampaui batas wilayh nasional yang menetapkan untuk membentuk mesin kelembagaan agar memudahkan kerjasama diantara mereka dalam bidang keamanan, ekonomi, sosial, serta bidang lainnya.9 Dari pengertian tersebut diketahui bahwa organisasi internasional sangat berperan dalam membangun negara. Bahkan memiliki peran yang penting yaitu sebagai alat untuk mencapai kepentingan nasional suatu negara. Organisasi Internasional mempunyai kekuatan dalam mendukung kepentingan berbagai negara untuk menyalurkan kepentingan mereka yang melewati batas-batas wilayah nasional. Organisasi internasional berfungsi sebagai media komunikasi internasional yang diharapkan dapat memberikan pedoman untuk bertindak pada suatu situasi tertentu di lingkungan

9Plano, Jack C, Robert E.Riggs dan Helena S. Robin. Kamus Analisa Politik, PT. Rajawali:Jakarta,


(22)

internasional. Bisa dikatakan bahwa peran organisasi internasional merupakan rekasi dari situasi internasional yang muncul.

Berdasarkan pada klasifikasi yang dibuat oleh Couloumbus dan Wolfe bahwa organisasi antar pemerintah (IGO) dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori yang berdasarkan pada keanggotaan dan maksud atau tujuannya. Pertama, organisasi internasional antar pemerintah dengan maksud dan tujuan umum. Misalnya, Liga Bangsa-Bangsa dan PBB. Kedua organisasi internasional ini ruang lingkupnya global dan menjalankan berbagai macam fungsi, seperti dalam bidang kerjaama ekonomi, keamanan, perlindungan atas hak asasi manusia, pengembangan kebudayaan dan sebagainya. Kedua, organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global dan tujuan yang spesifik atau khusus. Organisasi jenis ini dikenal pula dengan organisasi fungsional karena menjalankan fungsi yang bersifat khusu. Contohnya badan-badan khusus dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, seperti Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ketiga, organisasi antar pemerintah dengan keanggotaan yang regional atau kawasan dan dengan maksud serta tujuan umum. Organisasi internasional semacam ini merupakan organisasi internasional yang bercorak kawasan, biasanya bergerak dalam bidang yang luas meliputi keamanan, politik, sosial, ekonomi, dan lain-lain. Contohnya, Masyarakat Ekonomi Eropa. Keempat, organisasi antar pemerintah dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan khusu atau terbatas. Organisasi Internasional semacam ini bergerak dalam satu bidang khusu misalnya ada yang bergerak dalam bidang militer dan pertahanan, ekonomi, sosial dan lain-lain. Contohnya, Asosiasi Perdagangan Bebas Amerika Latin (Latin America Free Trade Association), Council for Mutual


(23)

Economic Assistance (COMECON), North Atlantic Treaty Organizarion (NATO), Pakta Warsawa dan lain-lain.10

Menurut Harold K. Jacobson, fungsi organisasi internasional dapat dikategorikan dalam lima hal pokok yaitu yang pertama fungsi informasi yaitu termasuk didalamnya adalah pengumpulan data dan informasi. Guna menjalankan fungsi ini, organisasi internasional dapat mempergunakan staffnya atau menyediakan suatu forum dimana konstituennya dapat melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. Kedua Fungsi Normatif yaitu meliputi pendefinisian dan pendeklarasian suatu normastandar. Fungsi ini tidak memasukkan instrument yang memiliki efek mengikat secara hukum, tapi sebatas pernyataan-pernyataan yang mempengaruhi lingkungan domestic dan internasional. Ketiga fungsi pembuatan peraturan yaitu fungsi yang hampir sama dengan fungsi normative tetapi lebih menekankan pada efek yang lebih mengikat secara hukum. Agar produk yang dihasilkan mengikat secara hukum, maka negara anggota harus melakukan ratifikasi atas suatu aturan yang hanya berlaku bagi yang meratifikasi saja. Keempat fungsi pengawasan atas pelaksanaan peraturan dimana dalam hal ini organisasi internasional menetapkan ukuran-ukran pelanggaran dan menetapkan langkah-langkah penanganan terhadap pelanggaran suatu peraturan. Kelima fungsi operasional yang melputi penggunaan sember daya organisasi. Misalkan penggunaan bantuan teknis dan keuangan serta kekuatan militer.

Melihat klasifikasi organisasi internasional di atas, IWC merupakan organissi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global dan bertujuan khusus atau

10Theodore A. Couloumbis, James H. Wolfe. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional Keadilan dan


(24)

spesifik. Badan ini dibentuk untuk menjalankan fungsi khusus yaitu untuk mengatur perlindungan Paus di seluruh dunia. Selain itu, fungsi organisasi ini dalam bidang pelestaraian spesies terancam seperti misalnya membuat regulasi tentang perburuan paus, membuat larangan perburuan paus untuk suatu tujuan tertentu, dan terjun langsung dalam upaya pelestarian paus.

2. Konsep Efektifitas Rezim

Rezim menurut Stephen D Krasner (1983) adalah seperangkat norma, aturan, prinsip, dan prosedur pengambilan keputusan yang dibuat oleh actor Hubungan Internasional terhadap suatu isu tertentu. Organisasi Internasional juga termasuk jenis rezim karena mewadahi negara-negara dalam menghadapi suatu isu.

Selain pengertian rezim, Kita juga membeicarakan kefektifan rezim itu sendiri. Banyak masalah atau tantangan yang dihadapi pemerintahan akhir-akhir ini dihadapi dan diselesaikan dengan solusi joint bersama. Bagaimanapun, bahkan ketika solusi yang efektif dapat dikembangkan dan diimplementasikan lewat joint, kerjasama sukarela sulit diwujudkan. Efektivitas Rezim sebagai variabel dependen memiliki 3 komponen yaitu output, outcome, dan impact yang ada dalam rezim. Output adalah aturan, program, dan pengorganisasian yang ditetapkan oleh anggota untuk mengoperasionalkan ketentuan dalam rezim, sehingga hal-hal yang semula


(25)

hanya berbentuk kesepakatan bisa diwujudkan11. Keluaran yang muncul dari proses pembentukan, biasanya tertulis tetapi bisa juga tidak tertulis seperti misalnya konvensi, rules of law, treaty, deklarasi, bisa juga norma, prinsip-prinsip dan lain-lain. Penandatangan rezim dan terjadinya langkah – langkah domestik negara terkait rezim terjadi pada masa objek ini. Outcome adalah perubahan perilaku subyek yang dikenai ketentuan dalam rezim, baik itu berupa penghentian tindakan yang dilakukan sebelum rezim berdiri, maupun tindakan yang sebelum rezim berdiri tidak dilakukan12 . Langkah – langkah domestik negara yang terlaksana mulai dirasakan efeknya pada masa objek ini. Terakhir adalah Impact, yang berkaitan dengan tingkat keberhasilan dalam mengatasi masalah yang menjadi dasar pemikiran pembentukan rezim tersebut13. Di masa objek ini terlihat perubahan kebiasaan sebuah negara mengikuti atau tidak mengikuti rezim internasional yang mana dia ikuti.

Beberapa usaha dalam membangun dan mengimplementasikan solusi bersama pada masalah internasional ada yang sukses dan ada yang gagal, kenapa? Menurut Arild Underdal dalam jurnalnya berjudul “One Question, Two Answers” dalam buku Environmental Regime Efffectiveness Confronting Theory with Evidence, pertanyaan

11Underdal, Arild. One Question, Two Anwers in Environmental Regime Effectiveness: Confronting

Theory with Evidence. Hal 6 12 Ibid


(26)

ini memiliki dua kemungkinan jawaban. Pertama terdapat pada karakter dari masalah itu sendiri: beberapa masalah secara intelektual kurang rumit atau secara politik lebih benign daripada yang lain dan karena itu lebih mudah untuk diselesaikan. Sementara yang lain lebih malign atau lebih rumit sehingga susah dipahami. Kemungkinan jawaban kedua focus pada problem solving capacity: beberapa usaha lebih sukses dibandingkan dengan yang lainnya karena perangkat institusional yang lebih powerful atau skill dan energy yang lebih besar digunakan untuk menyelesaikan masalah.14

1. Problem Malignancy

Masalah menjadi susah ketika masalah itu sendiri memang membuat negara - negara tidak mau bekerjasama secara politis, karena memang susah. Hal ini disebut Problem Malignancy. Malignancy ini memiliki 3 karakter antara lain Incongruity, Asymmetry dan Cumulative Cleavages. Incongruity, yaitu ketidaksepahaman akibat tidak semua negara anggota dari sebuah rezim menganggap sebuah isu sebagai permasalahan. Asymmetry, yaitu adanya kepentingan nasional yang berbeda – beda antara negara anggota dari sebuah rezim. Dan Cumulative Cleavages, yaitu perbedaan yang terakumulasi sehingga menimbulkan perpecahan.


(27)

2. Problem Solving Capacity

Efektivitas rezim adalah fungsi dari dua variable independen yang utama, yaitu, character of the problem dan apa yang disebut problem solving capacity. Struktur problem dan problem solving capacity tidak dapat dilihat sebagai factor independen yang saling menguntungkan. Kapasitas adalah kemampuan melakukan sesuatu. Dibawah level generalisasi khusus, apa yang disebut problem solving capacity hanya dapat ditentukan dengan merujuk pada kategori problem atau tugas tertentu. Karena itu skill problem solving dan perangkat institusi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang benign sangat berbeda dari yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang berkarakter malign.

Underdal berargumen bahwa permasalahan dapat diatasi dengan efektif apabila ditangani oleh lembaga atau sistem dengan power yang kuat serta didukung adanya ketrampilan atau skill dan energi yang memadai. Apabila satu solusi dihasilkan melalui keputusan kolektif, maka problem solving capacity bisa dipahami sebagai fungsi saling terkait yang terdiri dari tiga unsur, yaitu:

- Seting kelembagaan (institutional setting) yang ada dalam rezim tersebut. - Distribusi kekuasaan (distribution of power) diantara aktor yang terlibat. Jika


(28)

dapat bertindak sebagai leader namun tidak cukup kuat untuk mengabaikan peraturan, dan juga ada pihak minoritas yang cukup kuat untuk mengontrol pihak dominan.

- Skill (keahlian) dan energy (kekuatan) yang tersedia bagi rezim yang digunakan untuk mencari.15

Dalam melihat tingkat kolaborasi sebuah rezim internasional, Underdal mengemukakan enam skala ukuran level kolaborasi, yang dapat dilihat dalam skala dibawah ini:

Level of Collaboration (skala 0-5)

0. Gagasan bersama tanpa suatu koordinasi tindakan bersama

1. Koordinasi tindakan secara diam – diam

2. Koordinasi tindakan dengan dasar aturan atau standar yang dirumuskan secara eksplisit, namun implementasi berada sepenuhnnya di tangan pemerintah sebuah negara. Tidak ada penilaian terpusat akan efektivitas dari sebuah tindakan.


(29)

3. Koordinasi tindakan dengan dasar aturan atau standar yang dirumuskan secara eksplisit, namun implementasi berada sepenuhnnya di tangan pemerintah sebuah negara. Terdapat penilaian terpusat akan efektivitas dari sebuah tindakan.

4. Koordinasi yang terencana, dikombinasikan dengan implementasi pada level nasional. Didalamnya terdapat penilaian terpusat akan efektivitas sebuah tindakan.

5. Koordinasi dengan perencanaan dan implementasi yang menyeluruh terintegrasi, dengan penilaian terpusat akan efektitivitas.

Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa pada intinya tingkatan kolaborasi terdiri dari beberapa langkah, sebagai berikut: gagasan bersama, koordinasi tindakan, rumusan aturan secara eksplisit, penilaian secara terpusat, implementasi pada tingkat nasional, koordinasi terencana dan integrasi antara perencanaan dan implementasi.

Dalam kasus penyelamatan lumba-lumba di Jepang, IWC menemui kasus yang malign atau rumit. Isu lingkungan menjadi fokus IWC yaitu konservasi dan perlindungan paus. Dalam problem malignancy terdapat tiga hal yang mempengaruhinya yaitu Incongruity, Asymmetry, dan Commulative Cleavages.

Incongruity adalah ketidaksepahaman akibat tidak semua negara anggota dari sebuah rezim menganggap sebuah isu sebagai permasalahan. Negara-negara anggota


(30)

IWC faktanya tidak melihat isu perlindungan dan konservasi paus sebagai isu yang menyatukan mereka. Terdapat dua kubu besar didalamnya, yaitu kubu Pro-Whaling dan Anti-Whaling. Kubu pro-whaling berisi negara yang dulunya atau bahkan hingga sekarang memperoleh keuntungan dari industry whaling. Sedangkan kubu anti-whaling berisi negara-negara yang masuk setelah moratorium yang mendesak IWC melakukan moratorium karena stok paus telah menipis. Jepang, negara yang terlibat dalam kasus lumba-lumba Taiji termasuk di dalam kubu Pro-whaling.

Yang kedua adalah Asymmetry, yaitu adanya kepentingan nasional yang berbeda – beda antara negara anggota dari sebuah rezim. Dari keanggotaan IWC yang terpecah menjadi dua kubu sudah tercermin kepentingan nasional yang berbeda-beda dari setiap negara anggota. Terutama Jepang, sikapnya dalam kubu pro-whaling memperlihatkan dia memperoleh keuntungan yang banyak dalam industry whaling. Tidak seperti negara pro whaling lainnya, misalnya Islandia dan Norwegia yang keluar tahun 1991. Hal itu dikarenakan Islandia merasa IWC telah meninggalkan segala pemanfaatan yang bisa dilakukan kepada paus dan lebih mendengarkan desakan moratorium. Jepang tidak melakukan hal tersebut. Dia justru masuk ke dalam Komite Ilmiah IWC, posisi yang menguntungkan untuk mengarahkan pemahaman penelitian menuju kepentingan nasionalnya.


(31)

Dan yang ketiga Cumulative Cleavages, yaitu perbedaan yang terakumulasi sehingga menimbulkan perpecahan. Perbedaan yang mendasar dalam IWC yaitu terbagi menjadi dua kubu telah menimbulkan perpecahan internal. Hal ini yang menyebabkan IWC hanya dikuasai beberapa anggota, terutama negara Pro-Whaling. Negara Anti-Whaling belum punya cukup power untuk mengimbangi negara pro-whaling.

Selain itu, Problem Solving Capacity yang dimiliki IWC lemah. Problem Solving Capacity dipengaruhi oleh tiga unsur yaitu Institusional Setting, Distribution of Power dan Skills And Energy. Ketiganya saling mempengaruhi. Apabila satu solusi dihasilkan melalui keputusan kolektif, maka problem capacity bisa dipahami sebagai fungsi saling terkait.

Institusional Setting yaitu kemampuan institusional yang kuat dalam mengontrol anggotanya. Keanggotaan IWC bersifat terbuka bagi setiap negara yang ingin terlibat tanpa syarat tertentu. Selain itu IWC pada awalnya dibentuk dengan dasar perjanjian yaitu ICRW (International Convention for the Regulation of Whaling). Maka sebagai IGO, legitimasi IWC hanya bergantung pada ratifikasi


(32)

negara-negara terhadap perjanjian internasional yang telah disepakati.16 Dalam IWC juga sering terjadi kesimpangsiuran mengenai hak dan kewajiban negara anggotanya. Salah satu contohnya adalah dalam pembukaan ICRW yang menyatakan “Having decided to conclude a convention to provide for the proper conservation of whale stocks and thus make possible the orderly development of the whaling industry17”. Hal ini menimbulkan interpretasi berbeda bagi anggota yakni fikus pada konservasi atau pada pengembangan industry paus. Lalu ada Distribution of Power. Dalam IWC Distribution of Power IWC tidak merata. Seperti dijelaskan sebelumnya, IWC terbagi menjadi dua kubu. Dan salah satu memegang power lebih besar daripada kubu yang lain. Kubu pro-whaling menjadi pengaruh dalam IWC paling besar dalam menjalankan roda organisasi.

D. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran di atas, dapat dirumuskan hipotes, ketidakefektifan peran IWC dalam penyelamatan lumba-lumba di Jepang dikarenakan:

16 Augina, M. E. (2015). Implementasi Mandat International Whaling dalam kasus perlakuan

lumba-lumba di Jurnal HI Vol.4 Maret Taiji, Jepang. page 1657


(33)

1. Problem Malignacy dalam IWC, kerumitan masalah yang ada di dalam IWC.

Incongruity, Asymmetry, dan Commulative Cleavages yang mempengaruhi Problem Malignancy IWC.

2. Problem Solving Capacity IWC yang lemah. Suatu rezim yang kuat terdiri dari 3 unsur yang mempengaruhinya yaitu, (institutional setting), (distribution of power), Skill (keahlian) dan energy (kekuatan) . Terdapat kelemahan dalam IWC mengenai ketiga unsur terssebut.

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan IWC dalam penyelamatan lumba-lumba diTaiji, Jepang.

2. Memberikan gambaran akan kondisi yang nyata tentang keterkaitan antara teori dan realita dalam hubungan internasional yang telah dipelajari selama masa perkuliahan.

3. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat penulis untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) dari Jurusan HubunganInternasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

F. Jangkauan Penelitian

Dalam penulisan ini penulis membatasi periodesasi untuk membatasi persoalan agar tidak menyimpang terlalu jauh dan memudahkan untuk memahami serta


(34)

menganalisa permasalahan yang ada, maka periodisasinya adalah pada tahun 2009 ketika kasus ini mencuat dan mulai diperbincangkan dunia hingga sekarang. Namun data dan informasi yang berada diluar rentang waktu tersebut masih bisa digunakan selama masih dianggap layak untuk digunakan.

G. Metodologi Penelitian

Penulis menggunakan pengumpulan data dengan library research atau pengumpulan data kepustakaan yang berasal dari jurnal, buku, artikel, dan media lainnya seperti internet yang masih terkait dengan isu yang dibahas. Hal ini membantu penulis untuk menjelaskan secara teoritis permasalahan yang muncul dalam penelitian. Selanjutnya penulis menggunakan teknik analisis data dengan metode kualitatif, dimana analisis yang dilakukan hanya sebatas deskripsi.

H. Sistematika Penulisan

BAB I akan membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka pemikiran, tujuan penulisan, jangkauan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II akan membahas IWC bagaimana sejarah berdirinya IWC, visi misi, keanggotaan IWC, struktur organisasi dimiliki oleh IWC, serta peran IWC di dunia. BAB III akan membahas fenomena pembantaian lumba-lumba di Taiji, bagaimana latar belakangnya, dan bagaimana pemerintah Jepang bersikap


(35)

BAB IV akan membahas mengapa IWC tidak efektif dalam penyelamatan lumba-lumba


(36)

BAB II

INTERNATIONAL WHALING COMMISION (IWC)

A. Sejarah Terbentuknya Industri Paus

Sejarah Industri Ikan paus dimulai setidaknya 6000 tahun sebelum masehi ketika Diduga orang-orang China melakukan perburuan raksasa dari laut. Pada tahun 1971 Sebuah tembok Batu pasir ditemukan di sebelah tenggara Korea dan beberapa diantaranya tergambar Paus yang diburu oleh sekelompok pria dalam perahu. Meskipun tidak diketahui tanggal lukisan batu tersebut, mereka percaya itu adalah gambar pertama dari kegiatan perburuan paus. Lebih lama lagi antara 2000 hingga 1000 tahun sebelum masehi, Orang Inuit Alaska mulai memburu Paus Kepala Busur. Sekitar 100 tahun sebelum masehi orang asli Chukotka Peninsula di Russia ikut juga, memburu paus kepala busur dan paus abu-abu1.

Orang pertama yang memburu paus dalam jumlah besar yang sudah terorganisasi dan cara yang terorganisasi adalah orang Basque. Rekaman 1000 tahun setelah masehi dan sebelumnya mempercayai kepercayaan ini. Beberapa ilmuwan percaya sejarah perburuan paus kembali di jaman batu. Orang-orang Basque menargetkan Paus Northern right dari abad 11 dan berkembang terus hingga abad 12. Pada waktu yang sama orang-orang Jepang memulai pebruaun paus secara tradisional. Sementara orang-orang-orang-orang Basque menyerah dalm perburuan paus pada abad 17 yang disebabkan oleh kelangkaan kekuatan angkatan laut dan perlindungan dari kapal lain, dan lebih penting lagi adalah mendapat saingan dari Orang-orang Belanda dan Inggris, Orang-orang Jepang mulai memburu paus dengan harpoon dengan skala yang lebih besar pada abad 17 dalam kelompok-kelompok

1Japan and the IWC:Investigating Japan’s Whaling Objectives. Katholieke Universiteit Leuven. 2008-2009. Judith


(37)

yang terorganisir di pantai Taiji dan Prefektur Chiba. Pada tahun yang sama, perburuan paus di pantai terjadi juga di Amerika, Peburuan dilakukan oleh Inggris di Greenland dan Perburuan ekspedisi paus dari Belanda ke Spisbergen juga telah dirancang. Kemudian Jerman ikut dalam perburuan, mencapai puncaknya pada tahun 1675 dengan 83 kapal berburu yang telah diatur.

Dalam periode ini, Paus Bungkuk dan paus Sperma menjadi spesises yang popular untuk minyak (disebut juga train oil) yang sebagian besar digunakan untk penerangan (lampu). Tryworks diperkenalkan dalam kapal berburu pada tahun 1750. Hal ini memudahkan para pemburu tidak perlu lagi kembali ke pantai unutk mengubah lemak paus menjadi minyak. Pada tahun 1772 pabrik lilin yang memproduksi minyak spermaceti dibuat di kota New Bedford dan di pulau Nantucket, Massachusetts. Penciptaan tombak yang dapat meledak pada tahun 1848 menandakan mulainya era industry perburuan paus. Dua dekade kemudian perburuan paus modern telah berkembang di Norwegia dan penangkap paus uap telah diset. Tahun 1879 Amerika Serikat mengikutinya dengan penangkap paus uap pertamanya. Setahun kemudian Rusia memulai perburuan paus modernnya di stasiun pantai. Ini memungkinkan pemburu menangkap spesies yang lebih cepat seperti Paus Sirip dan Paus Biru. Saat ini Jepang telah bergabung dengan perburuan besar, sejak restorasi meiji telah mengijinkan meninggalkan pulau tahun 1868.

Penemuan baja dan plastic pada tahun 1900an menggantikan “baleen” dalam berbagai produk. Tahun 1859 Minyak ditemukan di Pennsylvania oleh Colonel Edwin Drake dan terkadang kemudian persebaran dan ketersediaan kerosene menjadi faktor turunnya industry perburuan paus pada pertengahan abad 19. Bagaimanapun, pada tahun


(38)

1907 Minyak Paus terhidrogenasi untuk pertama kali, memungkinkan minyak paus digunakan untuk pembuatan margarin, dan tahun 1914 orang Islandia memburu Paus Minke untuk diambil dagingnya untuk pertama kali. Tahun 1914 perang dunia I pecah. Perang ini menyediakan pasar untuk bahan peledak menggunakan gliserin dari “baleen” minyak paus yang disediakan oleh Industri Paus Inggris dan Norwegia di Antartika. Pentingnya paus sebagai sumber jauh dari penyelesaian. Setelah perang, Peningkatan lainnya dalam kapal pemburu paus tahun 1925 menangkap paus sedikit lebih mudah.

Sigurd Risting dari Norwegia menggabungkan dan mempublish rekaman penangkapan untuk Norwegian Whaling Association dari tahun 1903. Beberapa tahun setelah 1910, Risting membuat “The International Whaling Statistics” dan kemudian dia bertanggung jawab untuk pembuatan Blue Whale Unit.

B. Awal terbentuknya International Whaling Commision (IWC)

Lambat laun, dunia mulai menaruh perhatian terhadap menurunnya stok paus dunia., khususnya Paus Biru, maka Para peneliti mulai melobi Peraturan Internasional dari awal tahun 1930an. Kesempatan ini khususnya berdasarkan alasan ekonomi. Tangakapan sebanyak 40.000 baleen paus pada tahun 1930-31 menjadikan minyak baleen surplus dan kejatuhan harga minyak per barel. Jelas, untuk kepentingan industry. Kuota penangkapan dan pasar harus distabilkan.2

Pada tahun 1929 The Norwegian Whaling Act dibuat. Ini merupakan kesempatan pertama untuk mengontrol perburuan paus di laut terbuka. Hal ini membuat lerphitungan penangkapan, imposed pajak satu barel dan sistem inspeksi, dan meletkakan batas bawah dalam penangkapan Blue Whale pada 18.2 meter dan Puas Sirip pada 15.2 meter .Konvensi Jenewa untuk mengatur mengatur Perburuan paus terbuka untuk


(39)

ditandatangani yang merupakan usaha dari PBB. Pada tahun 1931, 22 negara menandatanaganinya. Konvensi ini mengatur penangkapan paus right dinyatakan dilarang. Sayangnya bagaimanapun, Perjanjian ini tidak mengikat dan beberapa negara penting dalam industry whaling menolak untuk menandatanganinya. Jepang, misalnya menolak karena mempunyai kepentingan dalam Whaling di Antartika. Pada tahun 1937., The International Agreement for the Regulation of Whaling ditandatangani di London, dan Protocol Amending the Agreement ditandatangani di tahun berikutnya. Dalam periode yang sama banyak negara bekerjasama dalam mengumpulkan statistic dan mengadakan eksperimen dalam whaling dan bertukar ide dalam topic dalam konferensi. Meskipun kesempatan untuk mengatur gagal mencapai keobjektifannya, yang mereka lakukan merupakan hal penting dalam menerbitkan sebuah sistem peraturan internasional dalam whaling.

Dalam artikel “Recent Negotiations toward the International Regulation of Whaling” tahun 1941. Penulis Larry Leonard menulis :

Aktivitas ini oleh negara-negara yan mengeksploitasi hasil laut adalah sungguh belum pernah terjadi sebelumnya, tidak pernah sebanyak ini negara-negara bergabung bersama dalam satu cover kebijakan yang jangkauannnya sangat luas. Peraturan whaling ini menandai awal era baru kerjasama dalam konservasi sumber dunia yang

berharga.”3

Dia memang benar, tetapi awal era baru yang pertama telah diganggu oleh Perang Dunia kedua. Selama perang beberapa praktek whaling dilanjutkan di Antartika dan Afrika Selatan, tetapi jumlah tangkapan jatuh jauh lebih sedikit daripada sebelum perang. Banyak kapal dan penangkap yang berpaling menjadi kapal patroli dan kargo unutk


(40)

mendukung militer atau dirusak karena razia oleh musuh. Singkatnya, bagaimanapun tidak cukup untuk menyiapkan stok paus yang habis. Penagkap-penangkap paus dari negara yang bersekutu masih tertarik dengan minyak paus, da di tahun 1944 sebuah perjanjian dari Komite Whaling Internasional Council for the Exploration of the Sea mengantisipasi penerusan whaling. Seluruh kuota habis hingga 2/3 dari tangkapan sebelu perang. Bahkan, setelah perang kekurangan pangan menjadi isu yang mengemuka. Karena daging paus adalah sumber protein dan lemak, dan tersedia dalam jumlah banyak, secara cepat setelah perdamaian tercipta pada tahun 1945, Ide menmberi makan korban perang dengan daging paus muncul, terutama di Jepang dan Uni Soviet. Perusahaan Whaling pergi ke Antartika sekali lagi. Ini berarti awal dari salah satu periode berburu paling besar dan juga awal dari Olimpiade Whaling.

Dalam istilah yang lebih baik, sekarang perang telah usai, Masalah whaling dan cara-cara berburu berkelanjutan terbuka kembali untuk didiskusikan sekali lagi. Pada tahun 1946 ICRW disetujui di Washington DC. Konvensi ini menyimpulkan 11 artikel untuk memenuhi tujuan dan maksudnya. Pembukaannya berisi :

“Recognizing that the whale stocks are susceptible of natural increases if whaling is

properly regulated, and that increases in the size of whale stocks will permit increases in the number of whales which may be captured without endangeringthese natural resources; Having decided to conclude a convention to provide for the proper conservation of whale stocks and thus make possible the orderly development of the

whaling industry.”

Konvensi ini mempunyai 2 tujuan utama. Yang pertama. Untuk melestarikan dan mengembackan stok, dan yang kedua, unutk menyediakan basis yang kuat untuk industry


(41)

whaling. 15 negara menandatangani Konvensi dan 17 negara pada protocol 2 Desember 1946.

Semua negara yangmenyetujui ICRW dan mematuhi peraturannya dapat bergabung ke IWC sesuai dengan Artikel X Konvensi. Satu-satunya syarat menjadi anggota yaitu status sebagai negara dibawah Hukum Internasional. Ini berarti bahwa partisipasi nyata dalam whaling tidak diperlukan, dan negara apapun yang tertarik dan bersedia membayar biaya keanggotaan dapat mngakses konvensi tersebut. Setiap negara anggota mempunyai perwakilannya sendiri yang berisi ahli dan ilmuwan. Presiden dan wakil presidennya dipilih oleh Komisioner dan biasanya memimpin selama 3 tahun. C. Keorganisasian IWC

Internasional Whaling Commision (IWC) didirikan sebagai badan pembuat keputusan, awalnya dengan 15 negara anggota. IWC bertemu setiap tahun dan mengadopsi peraturan tentang batas penangkapan, metode penangkapan ikan paus dan kawasan lindung, atas dasar tiga perempat suara mayoritas. Berikut ini bagan organisasi IWC menurut website resmi IWC www.iwc.int.


(42)

Gambar 2.1

1. Komisi Keuangan dan Administrasi

Gambar 2.2

Komite administrasi dan keuangan bertanggung jawab untuk anggaran, efisiensi, efektivitas dan tata kelola organisasi. Untuk mengcover organisasi yang besar ini, Komite adminstrasi dan keuangan mengoperasikan sejumlah sub-kelompok. Ada yang permanen dan yang berkelanjutan, misalnya Sub-komite anggaran. Sub-Komitelainnya didirikan untuk beberapa waktu, untuk menyelesaikan atau menangani suatu masalah tertentu. Contohnya saat ini adalah Kelompok Kerja untuk mendukung kinerja Pemerintah yang terbatas, dan Kelompok Intrasessional untuk penguatan keuangan IWC.


(43)

Dalam beberapa tahun terakhir Komite Administrasi dan Keuangan telah mencanangkan sejumlah perubahan struktural dan prosedural. Pertemuan IWC telah berubah dari awal pertemuan tahunan menjadipertemuan dua tahunan: Biro baru telah dibentuk untuk mengawasi kedua periode intersessional dan perluasan program kerja intersessional, dan serangkaian langkah-langkah telah diperkenalkan untuk membuat IWC organisasi lebih transparan. Prosedur baru diperkenalkan yaitu transparansi keuangan, program pengarsipan online telah diciptakan untuk memungkinkan akses gratis dan terbuka untuk arsip bersejarah dan arsip ilmiah IWC.

Kontribusi iuran dari pemerintah negara anggota IWC membentuk pendapatan inti IWC, namun sumbangan sukarela juga diperoleh dari organisasi non-pemerintah (LSM), badan industri, dan juga oleh pemerintah negara anggota, dan semua yang ingin mendukung program khusus..

Kontribusi tahunan didapat dari setiap pemerintah negara anggota.Perbedaan kontribusi bervariasi antaranggota, tergantung pada tiga faktor: ukuran delegasi pada setiap pertemuan Komisi dua tahunan , aktivitas penangkapan ikan paus yang mungkin telah dilakukan, dan kapasitas pemerintah untuk membayar.

Kontribusi sukarela dibuat untuk IWC oleh berbagai organisasi. Sumbangan biasanya mendukung program tertentu. Beberapa sumbangan ditujukan untuk program yang sedang berlangsung, dana formal dan beberapa yang ditujukan untuk membantu dalam pembiayaan workshop atau bagian dari penelitian tertentu .

Daerah kerja yang menerima sumbangan sukarela sangat beragam. Contohdana resmi termasuk Dana sukarela bagi spesies small cetacean, yang mengundang tawaran dari para ilmuwan yang bekerja pada konservasi dari beberapa mamalia yang paling terancam punah di dunia, dan Dana Penghidupan spesies asli paus yang baru dibentuk, yang akan membantu pemburu asli untuk berpartisipasi dalam program IWC. program kerja Terbaru yang menerima


(44)

sumbangan meliputi program Keterlibatan Pelatihan Response Paus, dan workshop tentang sampah laut, euthanasia paus terdampar, dan penandaan satelit untuk paus abu-abu di Utara Pacific. Akun Pendapatan dan Belanja tersedia untuk umum dan diterbitkan setiap tahun di pertemuan Tahunan dan intra sesi Laporan Komisi.

2. Komite Ilmiah

Gambar 2.3

Sebuah fitur penting dari komite ini adalah penekanan pada saran ilmiah tentang paus. Komite Ilmiah adalah yang tertua, terbesar dan paling maju dari Sub-kelompok IWC. Komite ini terdiri dari sekitar 200 ilmuwan cetacean terkemuka dari berbagai negara (baik delegasi nasional dan ahli yang diundang ), yang mayoritas menghadiri pertemuan utama Komite Ilmiah dan pertemuan tahunan. Selain itu, setiap tahun sejumlah workshop intersessional dan kelompok kerja dibentuk, untuk menangani isu-isu spesifik.


(45)

IWC Southern Ocean Research Partnership (IWC-SORP) adalah, program yang bersifat kolaboratif terpadu untuk penelitian cetacean, yang bertujuan untuk memaksimalkan hasil yang berorientasi konservasi untuk spesies Cetacea Samudra Selatan. Hal ini dilakukan melalui pemahaman tentang status pasca-eksploitasi, kesehatan, dinamika dan hubungan lingkungan yang mempengaruhi populasi mereka, dan ancaman yang mereka hadapi. Program ini mempertahankan hubungan yang terintegrasi dan responsif dengan Komite Ilmiah IWC dan prioritasnya. IWC-SORP disahkan oleh Komite Ilmiah dari IWC pada Pertemuan Tahunan pada Juni 2009.

IWC-SORP saat ini berfokus pada spesies ikan paus besar sesuai kriteria IWC: paus Antartika biru, paus bungkuk, paus sirip dan paus minke Antartika. Paus pembunuh juga dianggap sebagai komponen penting dari ekosistem Samudra Selatan. Fokus regional SORP adalah Samudra Selatan tetapi upaya penelitian yang relevan juga mencakup koridor migrasi dan tempat berkembang biak.

Ada lima proyek penelitian yang sedang dikerjakan SORP:

1. Antarctic Blue Whale Project (ABWP): menuju perkiraan kelimpahan sirkumpolar ditingkatkan;

2. Distribusi, kelimpahan yang relatif, pola migrasi dan pencarian ekologi dari tiga ekotipe paus pembunuh di Samudra Selatan;

3. Pencarian hubungan ekologi dan interaksi predator-mangsa antara paus balin dan udang: studi perbandingan besar di seluruh wilayah Antartika;


(46)

4. tren Acoustic dalam kelimpahan, distribusi, dan kehadiran musiman paus biru Antartika dan paus sirip di Samudra Selatan;

5. Distribusi dan tingkat pencampuran populasi paus bungkuk dari belahan bumi selatan sekitar Antartika

Para ilmuwan yang berpartisipasi dalam IWC-SORP sedang mengembangkan dan menerapkan metode penelitian konservasi baru berorientasi kuat termasuk teknik akustik, perangkat penandaan, fotografi dan metode pelacakan satelit, pengambilan sampel jaringan dan teknik genetik canggih, sepenting teori ekologi dan analisis.

Kemitraan ini termasuk sebelas negara :. Argentina, Australia, Brazil, Chile, Perancis, Jerman, Italia, Selandia Baru, Norwegia, Afrika Selatan dan Amerika Serikat. SORP menyambut hangat mitra baru untuk secara resmi berkomitmen untuk partisipasi dalam inisiatif ini.

SOWER (Southern Ocean Whale and Ecosystem Research)

Kapal SOWER digunakan setiap tahun selama lebih dari 30 tahun dan memberikan informasi luas pada berbagai Cetacea. Terhitung sejak tahun 1978-1979 sebagai bagian dari Internasional Decade Cetacean Research (IDCR), program ini diselenggarakan setiap tahun di bawah naungan IWC. Selama 32 tahun program kapal ini melibatkan antara 1 sampai 4 kapal setiap tahun, dengan total 4.112 kapal-hari (atau 11¼ kapal-tahun) dan mengelilingi sekitar 216.000 mil di daerah selatan dari 60 derajat bumi. Dalam prosesnya, Benua Antartika telah dikelilingi 3 kali dan 43.000 penampakan spesies Cetacea dibuat, termasuk khususnya 25.333 paus minke dan 400 ikan paus biru. Perkiraan jumlah spesiesnya berlimpah diperoleh tidak hanya untuk ikan paus Antartika minke, tujuan utama dari program ini, tetapi juga untuk hampir


(47)

setiap cetacean lainnya yang terletak di garis lintang atas, termasuk beberapa spesies yang lebih kecil yang belum pernah ditemui sebelumnya.

Survei sirkumpolar pertama berlangsung ketika penangkapan ikan paus komersial masih berlangsung. 2748 paus minke ditandai dengan tanda Penemuan dan 95 yang pulih, termasuk satu dalam 24 tahun kemudian: Hal ini berlanjut terus menjadi satu-satunya sumber data pada pergerakan musim panas paus minke Antartika. Dari seri sirkumpolar kedua dan seterusnya, 1.500 biopsi dikumpulkan, lebih dari 3.000 paus difoto untuk diidentifikasi secara individu dan ribuan jam rekaman akustik dibuat. Program ini juga mendorong pengembangan pendekatan yang berbeda untuk pemodelan penampakan data. Tanpa pemberian kapal oleh Pemerintah Jepang (dan awalnya oleh Uni Soviet) dan dukungan keuangan serta dukungan lainnya dari IWC, keberhasilan program ini tidak akan mungkin terjadi. Hal ini benar-benar menjadi internasional secara alami, dengan lebih dari 200 ilmuwan dari 15 negara anggota yang berpartisipasi. Kapal di lintang yang lebih rendah juga telah dilakukan di Australia, Brazil, Chili, Madagaskar, Peru dan Afrika Selatan. Semua data yang dikumpulkan di kapal pesiar tersebut diserahkan ke Sekretariat IWC dan tersedia melalui basis DESS untuk para ilmuwan yang tertarik dari setiap anggota IWC.

Meskipun program kini telah berakhir, Komite Ilmiah IWC pasti akan terus menambang kekayaan informasi itu yang terakumulasi pada Cetacea selatan selama bertahun-tahun yang akan datang.

POWER (Pasific Ocean Whale Ecosystem Research)

Kapal pesiar penelitian IWC-POWER adalah komponen penting dari pekerjaan IWC ini, dan penerus program Samudra Selatan (SOWER) yang beroperasi di Antartika selama lebih dari


(48)

tiga puluh tahun dan telah disurvei di daerah sirkumpolar lengkap selatan dari 60 ° S tiga kali. Program IWC-POWER merupakan upaya internasional yang dikoordinasi oleh IWC dan dirancang oleh Komite Ilmiah IWC, dengan sebuah kapal disumbangkan oleh Jepang. Seperti namanya, kapal pesiar fokus pada Samudera (Utara) Pasifik, dan khususnya sedikit daerah yang dipelajari, beberapa di antaranya belum disurvei selama 40 tahun.

IWC-POWER adalah program jangka panjang yang diperkirakan akan berlangsung selama lebih dari 10 tahun. Mendeteksi dalam jumlah hewan berumur panjang seperti paus memakan waktu lama. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan informasi yang akan memungkinkan para ilmuwan untuk menentukan status populasi paus besar yang ditemukan di Samudera Pasifik Utara. Informasi ini akan memberikan latar belakang ilmiah untuk menilai kebutuhan konservasi dan tindakanpengelolaan dan, jika tindakan ini diperlukan, memonitor keefektifannya.

Program ini sekarang memasuki tahun keenam. Masalah kolaborasi merupakan dasar keberhasilannya. Selain kontribusi besar dari Jepang, biaya para ilmuwan dan peralatan khusus didanai oleh IWC. ilmuwan Sejauh ini peneliti dari Jepang, Republik Korea, Amerika Serikat, Meksiko dan Inggris telah berpartisipasi dalam penelitian lapangan. Selain itu, para ilmuwan dari Australia dan Eropa adalah anggota dari kelompok pengarah IWC-POWER.

Durasi setiap kapal adalah sekitar 60 hari. Ini adalah waktu operasional maksimum kapal sebelum pengisian bahan bakar dan supply kembali diperlukan. Pada saat kapal melakukan perjalanan ke dan dari daerah studi, sekitar 35-45 hari untuk penelitian. Para ilmuwan diatas kapal bekerja dari satu jam setelah matahari terbit sampai satu jam sebelum matahari terbenam,


(49)

membuat sebagian besar peluang dan siang hari. Sekitar 70 dan 90 mil laut ditutupi setiap hari bahwa kapal tersebut di daerah penelitian.

Salah satu komponen utama dari penelitian yang dilakukan pada pelayaran adalah pengumpulan data penampakan untuk memungkinkan penentuan jenis paus atau lumba-lumba apa yang hadir, di mana mereka ditemukan dan estimasi berapa banyak dari masing-masing spesies yang ada. Para ilmuwan juga mengumpulkan sampel biopsi dari beberapa hewan. Hal ini dapat dianalisis dalam beberapa cara yang berbeda untuk melihat hubungan antara hewan, jenis kelamin mereka, tingkat polutan, informasi tentang pola makan mereka, identifikasi individual( 'sidik jari') dan bahkan informasi tentang status reproduksi mereka. Bagi banyak spesies, foto dapat digunakan untuk mengidentifikasi individu. Ketika dikumpulkan selama beberapa musim, ini dapat memberikan informasi tentang gerakan, reproduksi dan bahkan berapa banyak spesies mereka. Foto-foto ini juga dapat digunakan untuk memeriksa kesehatan hewan dan bukti interaksi dengan kapal atau nelayan.

Kapal POWER juga bekerja untuk mengatasi tujuan yang lebih luas, misalnya mengumpulkan data sampah laut yang memberikan kontribusi terhadap pemodelan pergerakan prediksi sampah laut dari Tsunami 2011.


(50)

Gambar 2.4

Komite Konservasi didirikan untuk mempertimbangkan sejumlah isu-isu konservasi cetacean yang muncul, dan perannya terus berkembang. Komite Konservasi bekerja sama dengan Komite Ilmiah untuk memahami dan mengatasi berbagai ancaman terhadap paus dan habitat mereka. Program kerjanya meliputi:

• strategi untuk menyediakan sebuah forum internasional untuk saran dan dukungan kepada industri whalewatching berkembang pesat, termasuk pengembangan secara online dan Handbook Whalewatch.

• program pemogokan kapal yang telah mengembangkan database yang dapat diakses publik, sekarang digunakan untuk mengumpulkan data dan membangun pemahaman tentang di mana dan mengapa tabrakan terjadi antara paus dan kapal. Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan langkah-langkah praktis dan mitigasi yang diperlukan.

• pengembangan konsep Rencana Pengelolaan Konservasi, cetak biru kolaboratif dan fleksibel untuk koordinasi yang efektif dari program konservasi antara para pemangku kepentingan lokal, nasional, regional dan internasional. Rencana Tiga Manajemen Konservasi telah mendesak untuk beberapa populasi ikan paus yang paling berisiko dan lebih Hal ini sedang dipertimbangkan.

• program bersama dengan Komite Ilmiah untuk mempertimbangkan dampak dari sampah laut pada Cetacea. Dua workshop telah diselenggarakan, saat ini sedang meninjau penelitian yang ada di mana serangkaian tindakan yang direkomendasikan dikembangkan dan didukung oleh Komisi.


(51)

Gambar 2.5

Perburuan Masyarakat Lokal (Aboriginal Subsistence Whaling) selalu diakui berbeda dengan penangkapan ikan paus komersial. Hal ini ditangani secara terpisah, oleh Sub-komite ASW yang berkaitan dengan regulasi dan manajemen dari jenis ikan paus.

Salah satu aspek penting dari pekerjaan Sub-komite ASW adalah untuk menerima rekomendasi dari Komite Ilmiah dalam apakah permintaan untuk berburu oleh pemerintah anggota adalah berkelanjutan. Untuk memberikan rekomendasi ini, Komite Ilmiah menggunakan pemodelan komputer canggih bersama dengan data yang dikumpulkan pada kelimpahan dan struktur populasi untuk mengembangkan cara-cara pencegahan untuk menilai tingkat berkelanjutan untuk setiap perburuan.

Sub-komite ASW juga bekerja dengan pemburu itu sendiri dan dengan perwakilan pemerintah mereka. Sebagai bagian dari proses manajemen, pemerintah yang relevan memberikan dokumentasi yang berupa identifikasi budaya dan subsisten untuk berburu.


(52)

Interpretasi dari 'kebutuhan ini’ dalam Komisi terkadang kontroversial, sebagian karena setiap perburuan terbilang unik dan faktor-faktor yang relevan.

Kuota tangkapan lokal (dikenal sebagai batas strike) ditetapkan dalam blok setiap enam tahun. Kuota saat ini akan ditinjau pada Rapat Komisi IWC pada 2018. Dalam mengenali pentingnya dan kompleksitas masalah ini, ASW Sub-komite telah membentuk tambahan kelompok Kerja (Kelompok Kerja Perburuan Masyarakat Lokal). Perannya adalah untuk mempersiapkan ulasan 2018 dengan memberikan rekomendasi pada Rapat Komisi 2016 tentang cara untuk meningkatkan pertimbangan kuota ASW. Kelompok ini akan mengembangkan cara-cara lebih baik untuk menyajikan informasi tentang kebutuhan, dan proses yang jelas untuk meninjau laporan kebutuhan untuk membantu meningkatkan pemahaman, mengklarifikasi pengambilan keputusan dan mengurangi kontroversi.


(53)

Gambar 2.6

Kelompok ini dibentuk untuk memastikan agar perburuan semanusiawi mungkin untuk paus, dan seaman mungkin untuk pemburu. Dalam beberapa tahun terakhir kewenangan ini telah diperluas, dan kelompok ini sekarang bekerja pada isu kesejahteraan dalam range yang komprehensif, misalnya menanggapi paus yang terjerat dalam alat tangkap atau sampah laut, dan paus terdampar yang parah.

Kolaborasi antara komunitas berburu membantu untuk berbagi informasi, meningkatkan kecepatan dan ketepatan teknik berburu. Hal ini membuat proses lebih cepat untuk ikan paus, dan lebih dapat diandalkan untuk pemburu subsisten, untuk siapa yang gagal berburu di musim panas dapat menyebabkan kekurangan makanan yang serius di musim dingin.

Pemerintah negara anggota diminta untuk memberikan Kelompok Kerja WK-WI dengan data tentang metode membunuh dan waktu mati paus yang diburu atau yang sekarat. program ini juga berlangsung untuk memberikan pemburu tradisional dengan pelatihan, peralatan dan pendidikan. Pengetahuan anatomi yang akurat, pemeliharaan senjata dan pelatihan keahlian


(54)

menembak semuanya membantu peningkatan presisi dan karena itu meminimalkan penderitaan paus.

IWC semakin terlibat dalam masalah kesejahteraan non-berburu. Dalam menanggulangi isu kesejahteraan yang meluas ini, sebuah kelompok intersessional dibentuk pada tahun 2012. Mandatnya adalah untuk meninjau Kerangka Acuan untuk Kelompok Kerja, dan mempertimbangkan bagaimana IWC mungkin meresmikan dan struktur pekerjaan kesejahteraan ad hoc sudah sedang dilakukan, dan mengambil pendekatan yang lebih strategis untuk masalah kesejahteraan. Kelompok ini dilaporkan kembali ke pertemuan Komisi pada tahun 2014, mengusulkan Syarat baru Acuan dan Rencana Aksi Kesejahteraan, yang keduanya didukung oleh Komisi. Rencana aksi adalah dokumen yang hidup dan berkembang yang bertujuan untuk mengatur, mengartikulasikan dan menanamkan berbagai masalah kesejahteraan dalam IWC.

6. Negara Anggota IWC

Saat ini IWC memiliki 89 negara anggota, termasuk negara-negara pro-whaling ikan paus, mantan negara yang punya industry whaling, dan negara-negara yang tidak pernah memiliki industri whaling tapi bergabung baik untuk memiliki suara dalam konservasi paus atau untuk mendukung kepentingan penangkapan ikan paus. Berikut ini daftar Negara Anggota IWC dan statusnya :

Participant Action Date of Date of Notification/Deposit Effect Argentina Ratification 18/05/1960


(55)

Australia Ratification 01/12/1947 10/11/1948

Brazil Adherence 04/01/1974 04/01/1974

Brazil Ratification 09/05/1950 09/05/1950

Brazil Withdrawal 28/12/1965 30/06/1966

Canada Ratification 25/02/1949 25/02/1949

Denmark Ratification 23/05/1950 23/05/1950

France Ratification 03/12/1948 03/12/1948

Iceland Adherence 10/03/1947 10/11/1948

Japan Adherence 21/04/1951 21/04/1951

Mexico Adherence 30/06/1949 30/06/1949

Netherlands Adherence 04/05/1962

Netherlands Ratification 10/11/1948 10/11/1948

Netherlands Adherence 14/06/1977 14/06/1977

Netherlands Withdrawal 31/12/1958 30/06/1959

Netherlands Withdrawal 24/12/1969 30/06/1970

New Zealand Ratification 02/08/1949 02/08/1949

New Zealand Adherence 15/06/1976 15/06/1976

New Zealand Withdrawal 03/10/1968 30/06/1969

Norway Adherence 23/09/1960

Norway Ratification 03/03/1948 10/11/1948

Norway Withdrawal 29/12/1958 30/06/1959


(56)

Republic of Korea Adherence 29/12/1978 29/12/1978

Seychelles Adherence 19/03/1979 19/03/1979

Spain Adherence 06/07/1979 06/07/1979

Sweden Adherence 15/06/1979 15/06/1979

Sweden Adherence 28/01/1949 28/01/1949

Sweden Withdrawal 18/12/1963 30/06/1964

Union of South Africa Ratification 05/05/1948 10/11/1948 Union of Soviet Socialist Ratification 11/09/1948 10/11/1948 Republics

United Kingdom of Great Declaration 12/08/1960 Britain and Northern

Ireland

United Kingdom of Great Ratification 17/06/1947 10/11/1948 Britain and Northern

Ireland

United States of America Declaration 06/10/1960 United States of America Declaration 14/09/1960

United States of America Ratification 18/07/1947 10/11/1948 Tabel 2.1 Daftar Negara Anggota IWC

D. Peran IWC di dunia

Beberapa upaya yang telah dilakukan IWC selama ini dalam menyelamatkan populasi paus yang kian menurut antara lain:


(57)

whales , kecuali ketika dagingnya hanya akan dikonsumsi dan digunakan secara ekslusif oleh masyarakat lokal ( The Aborigines); Memberikan kebijakan seperti dilarang membunuh atau mengambil calves atau suckling whales atau paus betina yang sedang bersama-sama calves atau suckling whales ; Melarang menggunakan kapal pemburu paus yang berttujuan mengambil atau memperlakukan paus Balin di daerah Laut Atlantik, Laut Pasifik dan Indian Ocean4

2. IWC menerapkan pembatasan kuota penangkapan paus untuk melindungi populasi Paus. Seperti hanya membolehkan menangkap paus hanya pada saat Pelagic Season ( 22 Desember – 7 April ) yakni waktu dimana setiap negara dibolehkan untuk memburu paus. Upaya ini dilakukan untuk tetap mempertahapkan populasi paus dan memberikan waktu khusus untuk paus dalam bereproduksi 5

3. Pada pertemuan 1979 IWC menyepakati larangan semua penangkapan menggunakan kapal pabrik (dengan pengecualian untuk paus minke). IWC juga menyatakan seluruh Samudera India sebagai tempat perlindungan ikan paus. Sejak saat itu, sukses penelitian paus non-mematikan terjadi di daerah ituPada pertemuan 1979 IWC, moratorium semua penangkapan menggunakan kapal pabrik (dengan pengecualian untuk paus minke) disepakati. IWC juga menyatakan seluruh Samudera India sebagai tempat perlindungan ikan paus.6

4. Moratorium tahun 1982 Pada tahun 1982 IWC telah menyetujui pelarangan kegiatan perburuan paus yang bersifat komersil. IWC mengkategorikan perburuan paus menjadi dua yakni Comercial Whaling dan Aboriginal Subsistence Whaling. Comercial Whaling ialah

4 Annual Report of International Whaling Comission 1949

5 Annual Report of International Whaling Comission 1951


(58)

perburuan paus yang didasarkan untuk kepenting komersil atau diperjualbelikan sebagai komoditi ekspor dan impor suatu negara. IWC melarang negara yang telah meratifikasi dan sebagai negara peserta ICRW dalam melaksanakan kegiatan ekspor impor paus. Kemudian Aboriginal Subsistence Whaling (ASW) ialah kegiatan perburuan paus yang dilakukan oleh masyarakat tertentu ( Indigineous People) suatu wilayah dikarenakan kegiatan tradisi budaya yang turun menurun dan paus merupakan kebutuhan pangan nasional suatu wilayah tersebut. Dalam hal ini IWC hanya memberikan pembatasan wilayah penangkapan paus yakni Greenland, Chukotka, Alaska, Bequia dan Grenadies. Hal ini dilakukan guna melindungi populasi paus agar tidak kian menurun.

5. Pada tahun 1994, setelah kampanye intensif oleh WWF dan LSM lain, 50 juta km persegi. Southern Ocean Whale Sanctuary mulai berlaku. Dalam jangka panjang ini harus menjamin pemulihan populasi paus di dunia yang telah menderita paling dari eksploitasi 6. Pada tahun 2004, Komisi Konservasi IWC dibentuk. Hal ini merupakan bentuk nyata IWC

yang focus dalam bidang konservasi cetacean

7. Pertemuan IWC yang dilaksanakan pada tahun 2014 di Slovenia. Berdasarkan hasil Annual Report pertemuan tersebut menunjukkan moratorium penangkapan paus untuk kepentingan komersil yang dilaksanakan sejak tahun 1985 sudah menujukkan angka penurunan menurun perburuan paus di tahun 2010 sebesar 75%7.


(59)

BAB III

KEGIATAN PENANGKAPAN LUMBA-LUMBA DI TAIJI,

JEPANG

A. Sejarah Penangkapan Paus sebagai Tradisi Jepang

Sejak ribuan tahun yang lalu paus banyak diburu dan digunakan oleh manusia karena memiliki banyak kegunaan, hal ini bisa dibuktikan dengan ditemukannya tulang paus dalam petrografi maupun situs-situs arkeologi. Namun, tulang paus yang ditemukan di lokasi paling awal situs arkeologi biasanya hanya berjumlah sedikit, tanpa ada bukti tambahan lain yang mendukung seberapa aktif kegiatan penangkapan paus tersebut dilakukan. Jepang merupakan salah satu negara maju yang telah lama terlibat dalam kegiatan penangkapan paus. Kegiatan penangkapan paus di Jepang memiliki sejarah yang panjang, mulai dari teknik penangkapan yang digunakan hingga komunitas yang terlibat dalam kegiatan ini; sehingga bisa dikatakan bahwa kegiatan penangkapan paus merupakan salah satu tradisi Jepang. Meskipun kapan tepatnya kegiatan penangkapan paus ini dimulai masih menjadi perdebatan, namun kegiatan ini diyakini telah dimulai oleh beberapa komunitas sejak periode Jomon (10.000-300 SM); hal ini dibuktikan dengan ditemukannya gambar ikan paus, tombak tangan, serta tulang paus di pemakaman kuno Jepang.

Fukumoto membagi sejarah kegiatan penangkapan paus Jepang ke dalam lima periode. Lima periode tersebut dikategorikan berdasarkan metode dan jenis senjata yang digunakan. Periode pertama, berlangsung selama abad keenam belas. Pada periode ini paus yang diambil biasanya adalah paus yang sudah mati atau terluka


(60)

yang tertangkap karena mereka hanyut di laut yang dekat dengan tempat tinggal masyarakat. Hanya sesekali paus diburu dengan menggunakan jaring dan busur, serta pada periode ini paus juga belum menjadi komoditas pasar. Kegiatan penangkapan paus pada periode ini sebagai kegiatan penangkapan paus pasif.

Periode kedua merupakan periode dimana kegiatan penangkapan paus berlangsung aktif. Pada periode ini para pemburu paus menggunakan beberapa perahu dan tombak, penggunaan tombak ini dikenal sebagai tukitori-ho (metode tombak). Periode ini dipercaya dimulai pada abad keenam belas, namun baru menjelang akhir abad keenam belas kegiatan penangkapan paus berkembang menjadi usaha berskala besar. Paus yang sudah ditangkap dan mati dibawa ke pusat pengolahan khusus yang didirikan di tepi pantai. Kyushu Utara, pesisir Pantai Yamaguchi yang menghadap ke Laut Jepang, Wakayama, dan Shikoku, merupakan beberapa wilayah yang menerapkan teknik ini.1

Kegiatan penangkapan paus di Jepang memasuki periode ketiga menjelang akhir abad ketujuh belas. Dalam periode ketiga ini dibentuk kelompok besar pemburu paus untuk mengarahkan paus jenis Balaena Glacialis dan Megaptera Novaeangliae—kedua jenis paus ini mempunyai pergerakan yang lambat—ke arah jaring yang disusun di sekitar fasilitas pengolahan khusus yang didirikan di tepi pantai. Metode ini bisa dilakukan berkat penemuan metode jaring (amitoriho) oleh Wada Kakuemon di Taiji. Metode ini dengan cepat menyebar di sebagian besar barat daya Jepang dan mendominasi kegiatan penangkapan paus hingga akhir abad

1


(61)

kesembilan belas.2

Periode keempat kegiatan penangkapan paus di Jepang dimulai dengan kedatangan kapal penangkap paus milik Amerika Serikat dan negara barat lainnya untuk mengeksploitasi wilayah lepas pantai Jepang yang kaya akan paus pada abad ke-19. Kedatangan kapal-kapal asing ini diyakini menyebabkan penurunan secara drastis hasil tangkapan paus masyarakat Jepang. Untuk mengatasi hal ini, beberapa penangkap paus dari Jepang berusaha membuka lahan penangkapan baru dengan metode jaring, sementara yang lain mencoba menerapkan metode penangkapan paus Amerika, yaitu dengan menggunakan tombak bom dan handheld guns. Namun, kedua cara ini tidak membawa banyak keberhasilan, dan menyebabkan penurunan dalam industri penangkapan paus Jepang.

Masuknya Jepang dalam periode baru terkait dengan kegiatan penangkapan paus ditandai dengan pengenalan metode penangkapan paus yang digunakan oleh Norwegia. Metode yang dikembangkan oleh Svend Foyn ini ditandai dengan pistol tombak bertenaga uap, yang biasanya digunakan bersama kapal yang dilapisi oleh baja. Ketika pertama kali digunakan pada tahun 1897 di Arikawa, Kepulauan Goto, metode ini berakhir dengan kegagalan. Meskipun demikian, pada tahun 1899, Oka Juro yang sudah melakukan penelitian ke Norwegia mendirikan perusahaan yang dikenal sebagai Toyo Hogei. Dengan menggunakan perahu penangkapan yang disewa atau dibeli dari Norwegia dan dikendarai oleh penembak dari Norwegia, Toyo Hogei berhasil melewati rintangan dengan mempelajari teknologi baru. Pada tahun

2Ibid.


(1)

100 environmentalis, Negara anti-whaling dengan pengaruh kuat kaum environmentalis, dan Negara yang menggunakan kekuatan unilateralnya gar mampu mempengaruhi kebijakan negara lain dalam isu whaling. Walaupun setelah moratorium, negara anggota IWC kembali terbagi menjadi dua kubu besar, hal ini menunjukkan IWC mengalami Cumulative Cleavages yang tentu saja perbedaan-perbedaan tersebut masih mungkin terjadi lagi.

Faktor kedua dari keefektifan rezim yaitu Problem Solving Capacity yang diartikan sebagai kapasitas (kemampuan melakukan sesuatu) untuk penyelesaian masalah. Problem Solving Capacity erat kaitannya dengan problem malignancy yang kita bahas sebelumnya. Problem solving capacity dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang malign. Semakin besar kapasitas suatu rezim dalam menangani masalah, maka dia semakin besar pula peluangnya untuk menyelesaikan masalah yang kerumitannya tinggi. Problem Solving Capacity dipengaruhi oelh tiga factor yaitu Institusional Setting, Distribution Power, Skills and Energy.

Institusional Setting diartikan sebagai Setting Kelembagaan yaitu kemampuan institusional dalam mengontrol anggotanya. Penulis menyimpulkan kelemahan yang terdapat dalam Institusional setting IWC. Kontrol IWC lemah terhadap anggotanya. Hal ini dikarenakan kenggotaan IWC bersifat terbuka bagi setiap negara asalkan ingin terlibat tanpa syarat tertentu. IWC juga awalnya dibentuk dengan dasar perjanjian ICRW (Interntional Convention for the Regulation of Whaling), maka legitimasi IWC hanya bergantung pada ratifikasi negara-negara terhadap perjanjian yang telah disepakati.


(2)

101 Distribution of Power dipahami sebagai Distribusi Kekuasaan, pembagian power diantara actor yang terlibat. Dalam IWC, Dua poros berlawanan di dalamnya , yaitu pro-whaling dan anti-pro-whaling dimana pro-pro-whaling lebih dominan dalam memimpin roda organisasi dan mengatur jalannya organisasi. Inilah terjadi distribution yang tidak imbang. Dalam hal ini, pihak pro-whaling memunculkan Jepang sebagai actor utama yang bertindak sebagai leader sendirian tanpa ada pihak minoritas yang mengontrol pihak dominan. Jepang dapat memainkan power dengan baik. Jepang dapat masuk ke tataran organisasi sekaligus berhasil mencapai kepentingan nasionalnya. Untuk Scientific Whaling misalnya, Jepang telah membuat program JARPA dan JARPN yang berkontribusi sebagai data bagi Komite Ilmiah IWC. Jepang juga mendapatkan hak penangkapan aboriginal untuk wilayah pesisirnya termasuk Taiji. Hak penangkapan aboriginal adalah hak khusus yang diberikan oleh Komite Konservsi IWC untuk daerah yang menangkap paus untuk alasan tradisi dan budaya, seperti contohnya masyarakat Inuit di Alaska. Selain itu, sebgai actor besar di IWC, Jepang berniat untuk mengangkat pelarangan penangkapan paus. Tercatat salah satunya Jepang tealh membentuk forum diluar IWC pada tahun 2007 untuk mencabut moratorium pelarangan penangkapan paus.

Skill and Energy merupkan dua hal untuk mencari solusi yang kooperatif. Semakin besar skill dan energy yang dipunyai, maka efektivitas rezim semakin tercapai. Terdapat dua unsur yang membentuk skill and energy yaitu Instrumental leadership dan Epistemic Community. Instrumental leadership dalam IWC memunculkan Jepang sebagai leader. Dengan masalah yang malign (rumit) Instrumental leader ini tidak cukup skill dan energy dlam mengahadapi kasus pembunuhan lumba-lumba di Taiji. Sementara


(3)

102 Epistemic Community terdiri dari kelompok kerja formal dan non-formal. Saat ini kelompok tersebut tidak mampu memberi pengaruh signifikan dalam IWC. Padahal Epistemic Community berperan dalam proses terbentuknya moratorium. Namun dalam decade terakhir, poros pro whaling lebih dominan dan semakin kuat pengaruhnya sehingga epistemic community tidak mampu menandinginya.

Dengan lemahnya rezim IWC di semua lini tadi, Penulis masukkan ke dalam level of collaboration (tingkat kolaborasi) IWC sebagai sebuah rezim. Dalam skala 0-5, penulis menyimpulkan tingkat kolaborasi rezim (IWC) ada pada skala 2 yaitu Koordinasi tindakan dengan dasar aturan atau standar yang dirumuskan secara eksplisit, namun implementasi berada sepenuhnya di tangan pemerintah sebuah negara. Tidak ada penilaian terpusat dari suatu tindakan. Dalam IWC, implementasi berada dalam satu pemerintahan satu negara yaitu Jepang sehingga tidak tercapai keefektifannya.

Penulis menyadari masih adanya kekurangan dari penelitian ini. Namun, penulis berharap tulisan ini dapat membantu untuk kegiatan belajar mengajar di jurusan Ilmu Hubungan Internasional serta diadakannnya penelitian lanjutan terkait masalah Faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan IWC dan juga studi lebih lanjut tentang bagaimana cara mengatasi ketidakefektifan tersebut. Dengan cara demikian, penulis berharap tulisan ini juga dapat menambah pengetahuan mahasiswa jurusan Ilmu Hubungan Internasional kedepannya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU & JURNAL

Airlangga, B. D. (2014). Implementasi Keanggotaan Jepang Dalam IWC terkait kebijakan Scientific Whaling. Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 3, 899-917.

Aisyah, M. P. (2009). Motivasi Jepang Mengeluarkan Scientific Whaling. Jakarta: Universitas Indonesia.

Augina, M. E. (2015). Implementasi Mandat International Whaling dalam kasus perlakuan lumba-lumba di Taiji, Jepang. Jurnal HI Vol.4 Maret, 1643-1664.

Couloumbis, J. H. (1999). Pengantar Ilmu Hubungan Internasional Keadilan dan Power Alih Bahasa Drs. Marun. Bandung: Putra A Bardin.

et.al, J. T. (1989). Japanese Whaling Cultures: Continuities and Diversities.

Harnell, B. (2010, 23 May). Experts fear Taiji Mercury Test Are Fatally Flawed. Japan

Times.

Hirata, K. (2008). Japan's Whaling Politics. The Impact of globalization on Japan's Role In The World, 187.

Heazle, M. (2006). Scientific Uncertainty and The Politics of Whaling. Seattle: University of Washington Press.

Johnson, E. (2009). Mercury Danger in Dolphin Meat. Japan Times.

Paus sebagai Organisme Laut . (2014). Majalah Media Kawasan Putri. Jakarta.

Plano, Jack C R. E. (1986). Kamus Analisa Politik. Jakarta: PT. Rajawali.

Sombre, E. R. (2007). Whaling and Whale Conservation. The Global Environment and World Politics 2nd Edition.


(5)

Underdald, A. (2002). One Question, Two Anwers . Environmental Regime Effectiveness: Confronting Theory with Evidence., 1-45.

Wouters, J. (2009). Japan and the IWC : Investigating Japan's Whaling Objectives.

Katholieke Universiteit Leuven.

PERJANJIAN

International Whaling Commision. (1946). International Convention for the Regulation of Whaling.

FILM

Psihoyos, L. (Director). (2009). The Cove [Motion Picture].

WEBSITE

Viva News. (n.d.). Tradisi Pembantaian lumba-lumba di Jepang picu kecaman.

Retrieved March 28, 2016, from

http://dunia.news.viva.co.id/news/read/475240-tradisi-pembantaian-lumba-lumba-di-jepang-picu-kecaman

About Taiji. (n.d.). Retrieved September 14, 2016, from Wikipedia: en.wikipedia.org/wiki/Taiji,_Wakayama

INTERNATIONAL WHALING COMMISION. (n.d.). IWC site. Retrieved March 26, 2016, from https://iwc.int/home

JARPA II Research Departs for the Antarctic. (n.d.). Retrieved Oktober 20, 2016, from http://www.icrwhale.org/eng/JARPAII.pdf

National Geographic. (n.d.). Retrieved March 24, 2016, from http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/02/inilah-penyebab-satwa-kita-terancam-punah


(6)

Pembantaian lumba-lumba taiji Jepang. (2015, February). Retrieved March 27, 2016, from Borneo Scape: http://www.borneoscape.com/2014/02/pembantai-lumba-lumba-taiji-jepang.html

Scientfic Permit Whaling. (n.d.). Retrieved Oktober 20, 2016, from http://www.iwcoffice.org/conservation/permits.htm

Taiji Dolphin Drive Hunt. (n.d.). Retrieved Oktober 19, 2016, from Wikipedia: https://en.wikipedia.org/wiki/Taiji_dolphin_drive_hunt

US Whales. (n.d.). Retrieved March 26, 2016, from Whales issues: http://us.whales.org/issues/international-whaling-commission-iwc

us.whales.org. (n.d.). Retrieved September 8, 2016, from http://us.whales.org/wdc-in-action/whaling

Why Whale Research. (n.d.). Retrieved Oktober 21, 2016, from icrwhale.org: http://www.icrwhale.org/04-B-jen.pdf

Wikipedia. (n.d.). Wikipedia tentang kepunahan. Retrieved March 23, 2016, from https://id.wikipedia.org/wiki/Kepunahan

WWF. (n.d.). panda.org. Retrieved March 25, 2016, from http://wwf.panda.org/what_we_do/endangered_species/cetaceans/cetaceans/i wc/history/

wwf.panda.org. (n.d.). Retrieved September 3, 2016, from WWF-IWC History: http://wwf.panda.org/what_we_do/endangered_species/cetaceans/cetaceans/i wc/history/