KAJIAN TERHADAP KETERAMPILAN TOKOH-TOKOH DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK MASYARAKAT DESA PEGAGAN LOR DITINJAU DARI PERSPEKTIF PKN.

(1)

KAJIAN TERHADAP KETERAMPILAN TOKOH-TOKOH DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK MASYARAKAT DESA PEGAGAN LOR

DITINJAU DARI PERSPEKTIF PKN

(Studi Kasus Pada Desa Pegagan Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh Agung Maulana

1001764

JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PEGAGAN LOR

DITINJAU DARI PERSPEKTIF PKN

Oleh

Agung Maulana

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Imu Pegetahuan Sosial

© Agung Maulana 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Maret 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(3)

Hari/tanggal : Selasa/ 8 April 2014

Tempat : Gedung FPIPS

Panitia ujian

1. Ketua : Prof. Dr. Karim Suryadi, M.Si.

NIP. 19700814 199402 1 001

2. Sekretaris : Prof. Dr. H. Sapriya, M.Ed.

NIP. 19630820 198803 1 001

3. Penguji :

3.1 Prof. Dr. Suwarma Al Muchtar, S.H, M.Pd.

NIP. 19530211 197803 1 002 3.2 Prof. Dr. H. Endang Sumatri, M.Ed.

NIP. 19410715 196703 1 001 3.3 Dr. Hj. Komala Nurmalina, M.Pd


(4)

KAJIAN TERHADAP KETERAMPILAN TOKOH-TOKOH DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK MASYARAKAT DESA PEGAGAN LOR

DITINJAU DARI PERSPEKTIF PKN

(Studi Kasus Pada Desa Pegagan Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Aim Abdulkarim, M.Pd. NIP. 19590714 198601 1 001

Pembimbing II

Dr. Prayoga Bestari, S.Pd, M.Si. NIP. 19750414 200501 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Prof. Dr. H. Sapriya, M.Ed NIP. 19630820 198803 1 001


(5)

v

Agung Maulana, 2014

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR BAGAN... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian……….... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah……….. 9

C. Tujuan Penelitian……….... 9

D. Manfaat Penelitian……….. 10

E. Struktur Organisasi Skripsi……….. 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Sosia dalam Kehidupan Bermasyarakat... 12

1. Pengertian Keterampilan Sosial... 12

2. Keramahan dan Kecintaan... 12

3. Kepercayaan diri... 13

4. Keterampilan Berinterkasi... 14

5. Stabilitas Emosi... 14

B. Pemimpin dan Kepemimpinan ... 15

1. Pengertian Kepemimpinan ... 15

2. Teori-Teori Kepemimpinan ... 16


(6)

vi

C. Masyarakat…... 22

1. Pengertian Masyarakat…... 22

2. Struktur Antar Hubungan Masyarakat…... 23

D. Konflik dan Resolusi Konflik…... 24

1. Pengertian Konflik…... 24

2. Konflik Sosial…... 25

3. Tipe-Tipe Situasi Konflik…... 26

4. Resolusi Konflik... 27

5. Hasil-Hasil Konflik…... 30

E. Kompetensi Kewarganegaraan…... 30

1. Pengertian Kompetensi Kewarganegaraan…... 30

2. Komponen Utama Civic Education...... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 34

1. Pendekatan Penelitian... 34

2. Metode Penelitian... 35

B. Teknik Pengumpulan Data... 35

1. Observasi ... 36

2. Wawancara ... 36

3. Studi Dokumentasi ... 37

4. Studi Literatur... 37

5. Catatan Lapangan... 38

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 38

1. Lokasi Penelitian... 38


(7)

vii

Agung Maulana, 2014

E. Tahap Penelitian... 42

1. Persiapan Penelitian... 42

2. Perizinan Penelitian ... 42

3. Pelaksanaan Penelitian ... 43

4.Pengolahan dan Analisis data ... 43

5.Penyusunan Laporan ... 43

F. Validitas Data ... 43

1.Credibility (Validitas Internal) ... 44

2.Transferability (Validitas Eksternal) ... 47

3.Dependability (Reabilitas) ... 47

4.Confirmability (Obyektivitas) ... 48

G. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data ... 48

1.Penyeleksian dan Pengelompokkan Data ... 50

2.Penyajian Data ... 50

3.Penarikan Kesimpulan/Verifikasi Data ... 50

H. Jadwal Penelitian ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. ... 52

1. Sejarah Perkembangan Desa Pegagan Lor ... 52

2. Struktur Organisasi Desa Pegagan Lor... 53

3. Potensi Sumber Daya Manusia... 55

B. Deskripsi Hasil Penelitian... 58

1. Hasil Observasi... 58

2. Hasil Wawancara... 64

a. Deskripsi hasil wawancara mengenai faktor penyebab terjadinya konflik sosial pada masyarakat di Desa Pegagan Lor... 65


(8)

viii

c. Deskripsi hasil wawancara mengenai kendala yang dihadapi tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik pada masyarakat Desa Pegagan Lor... 75 d. Deskripsi hasil wawancara mengenai upaya tokoh-tokoh dalam mengatasi

kendala dalam menyelesaikan konflik pada masyarakat Desa Pegagan Lor... 79 3. Hasil Studi Dokumentasi... 84 C. Pembahasan Hasil Penelitian... 87

1. Faktor penyebab terjadinya konflik sosial pada masyarakat di Desa

Pegagan Lor... 87 2. Keterampilan tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik sosial pada

masyarakat di Desa Pegagan Lor ditinjau dari perspektif PKn... 92 3. Kendala yang dihadapi tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik

pada masyarakat Desa Pegagan Lor... 97 4. Upaya tokoh-tokoh mengatasi kendala dalam menyelesaikan konflik

pada masyarakat Desa Pegagan Lor... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... ... 106 B. Saran…... 108

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(9)

Agung Maulana, 2014

Kajian Terhadap Keterampilan Tokoh-Tokoh Dalam Menyelesaikan Konflik Masyarakat Desa

MENYELESAIKAN KONFLIK MASYARAKAT DESA PEGAGAN LOR DITINJAU DARI PERSPEKTIF PKN

Agung Maulana Aim Abdulkarim

Prayoga Bestari

Pendidikan Kewarganegaraan

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia E-mail : [email protected]

Abstrak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik sosial di Desa Pegagan Lor diantaranya: 1) perjudian, 2) mengkonsumsi minuman keras, 3) rendahnya kesejahteraan dan tingkat pendidikan masyarakat, 4) karakter masyarakat yang keras, arogan dan cepat emosi, dan 5) penyelenggaraan hiburan dangdut atau tarlingan yang tidak tertib. Keterampilan-keterampilan tokoh masyarakat dalam menyelesaikan konflik sosial di Desa Pegagan Lor diantaranya dengan cara: 1) pendekatan persuasif, yaitu pendekatan yang mengutamakan perundingan dan musyawarah, 2) mediasi. 3) arbitasi, dan 4) Pendekatan koersif atau secara paksa, hal ini dilakukan jika pihak yang bertikai susah untuk didamaikan. Kendala-kendala yang dihadapi tokoh masyarakat dalam menyelesaikan konflik di desa Pegagan lor, diantaranya: 1) tidak adanya keterbukaan dari masing-masing pihak terhadap penyebab terjadinya konflik, 2) pihak yang bertikai mengakui akan kebenarannya masing-masing dan menganggap kelompok lain yang salah, 3) ketidakpuasan diantara kedua pihak yang bertikai dalam menerima suatu kesepakatan, sehingga perundingan yang dilakukan sangat alot dan menghabiskan waktu yang panjang, 4) susahnya dalam mengambil keputusan, karena ada saja pihak yang merasa kurang puas atas keputusan yang dilakukan tokoh masyarakat, serta 5) adanya oknum-oknum tertentu yang tidak menginginkan perdamaian itu terjadi. Upaya-upaya yang dilakukan oleh tokoh masyarakat dalam mengatasi kendala-kendala penyelesaian konflik di Desa Pegagan Lor terbilang cukup bervariasi, diantaranya dengan cara: 1) pendekatan persuasif, dengan cara mengadakan penyuluhan kepada warga masyarakat tentang pentingnya suasana tertib dan aman di lingkungan masyarakat, 2) pendekatan preventif, dengan cara mengadakan pertandingan olahraga seperti sepak bola, tenis meja, bulu tangkis, dan bola voli untuk mempererat silaturahmi, serta lebih mengintesifkan hubungan kordinasi dengan pihak kepolisian 3) pendekatan represif, dengan cara tokoh masyarakat beserta aparat desa akan melibatkan orang tua mereka yang terlibat dalam konflik untuk membantu upaya penyelesaian konflik tersebut dengan cara kekeluargaan, dan menyerahkan semua urusan konflik kepada pihak kepolisian apabila kedua belah pihak sulit untuk didamaikan.


(10)

Agung Maulana, 2014

The study results show that: The factors that cause social conflicts in the Pegagan Lor village those are 1) gambling, 2) consume liquor, 3) low welfare and education of the society, 4) the character of the people is loud, arrogant and quick emotion, and 5) the implementation of dangdut entertainment or tarlingan is not orderly. Skills of community leaders in resolving social conflicts in the Pegagan Lor village which can include: 1) persuasive approach, the approach that promotes negotiation and deliberation, 2) mediation. 3) arbitation, and 4) forced or coercive approach, this is done if the warring parties is hard to reconcile. Constraints faced by community leaders in resolving conflicts in the Pegagan Lor village, including: 1) lack of openness of each party to the cause of the conflict, 2) the parties to the dispute agree to be true, and assuming each of the other groups, 3) dissatisfaction with both parties to the dispute between the receipt of a deal, until negotiations are done very tough and spend a long, 4) uneasy in taking decisions, because there is always the're not happy over the decision made public figures, and 5) availability of certain personages who do not want peace to happen. The efforts made by public figures in overcoming barriers to conflict resolution in the Village pegagan Lor varied enough distinction, among others by: 1) persuasive approach, by way of counseling to citizens about the importance of orderly and peaceful atmosphere within the community, 2 ) preventive approach, by way of athletic competitions such as football, table tennis, badminton and volleyball to strengthen related, and more intensive coordinated relationship with the police 3) repressive approach, by means of public figures with village officials will involve parents those involved in the conflict to assist efforts to solve the conflict in the family way, and handed over all the business of conflict to the police when the two parties is hard to be reconciled. Keywords: Social Conflict, Conflict Resolution


(11)

1 Agung Maulana, 2014

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Hakikat manusia pada dasarnya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan kedudukan sebagai makhluk individu dan sosial (monodualis). Sebagai makhluk individu, manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang merupakan satu kesatuan. Manusia dibekali dengan potensi atau kemampuan yang berupa akal, pikiran, perasaan, dan keyakinan sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Manusia dikaruniai hak asasi, yaitu hak dasar atau pokok yang melekat pada setiap pribadi manusia. Dengan hak asasi ini setiap manusia bebas

merdeka menentukan hal-hal yang berkaitan dengan pribadinya. Selain kodratnya sebagai makhluk individu, manusia adalah makhluk sosial,

yang berarti manusia tidak dapat hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhannya. Berbeda dengan zaman purba, ketika kebutuhan manusia belum kompleks seperti sekarang, manusia sering memenuhi kebutuhannya sendiri. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia membutuhkan orang lain, tata masyarakat, lembaga-lembaga sosial, dan negara. Aristoteles menyatakan bahwa “manusia adalah zoon politicon, artinya manusia harus berinterkasi dengan manusia lain.”

Manusia dalam menjalani kehidupannya tidak akan lepas dari masyarakat. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan dan terikat oleh aturan tertentu. Seperti yang diungkapkan oleh Linton dalam Hartono dan Azis (1990: 89), bahwa “masyarakat adalah setiap kelompok manusia, yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas

tertentu.” Dapat dikatakan bahwa manusia adalah anggota dari masyarakat. Seiring perkembangan zaman, masyarakat akan selalu berubah. Masyarakat dapat dibedakan menjadi masyarakat yang ada di pedasaan dan di perkotaan. Masyarakat yang ada di perkotaan lebih cenderung cepat menerima informasi dan mudah menerima


(12)

perubahan yang baru, dibandingkan masyarakat pedesaan. Masyaraat pedesaan masih menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan seperti gotong royong dan kebersamaan. Sedangkan masyarakat perkotaan anggotanya cenderung bersifat individualis. Tetapi sekarang masayarakat pedesaan pun tidak sedikit pola tingkah lakunya seperti masyarakat perkotaan yang terbuka terhadap pengaruh dari luar dan bersifat individualis karena penyebab dari perubahan sosial di masyarakat. Menurut Gillin (dalam Soerjono Soekanto, 1990: 18) menyatakan bahwa:

Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi sebagai suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima karena adanya perubahan kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

Dari uraian diatas perubahan sosial yang jelas terjadi di pedesaan disebabkan oleh perubahan kondisi geografi, komposisi penduduk dan kebudayaan. Hal ini ditandai dan ditemukan pada hampir disetiap pedesaan dengan banyaknya tanah pertanian yang beralih fungsi menjadi perumahan yang ditempati oleh selain penduduk desa tersebut, kemudian menjamurnya minimarket sehingga pasar tradisional mengalami pendapatan yang menurun, dan mudahnya mengakses internet sehingga masyarakat pedesaan dapat dengan bebas mengetahui hal-hal terbaru yang mengakibatkan masyarakat pedesaan khususnya anak-anak muda mengetahui hal-hal yang positif maupun negatif.

Masyarakat pedesaan tinggal dalam sebuah wilayah yang dinamakan desa atau kelurahan dengan batas-batas tertentu. Desa dipimpin oleh seorang kepala desa, sedangkan kelurahan dipimpin oleh seorang lurah. Menurut pasal 202 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, menyatakan bahwa:

Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Sekretaris desa sebagaimana diatur dalam Pasal 202 ayat (2) diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala desa sebagai dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihan dengan Perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.


(13)

Agung Maulana, 2014

Dari uraian di atas kepala desa dipilih langsung oleh masyarakat desa yang bersangkutan dan dibantu oleh sekretaris desa sebagai pegawai negeri sipil serta perangkat desa lainnya, seperti seksi keamanan dan lain-lain. Kepala desa memiliki masa jabatan enam tahun dan dapat dipilih kembali hanya satu kali masa jabatan.

Masyarakat pedesaan mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, karena sebagian wilayah pedesaan digunakan sebagai lahan pertanian, seperti sawah, perkebunan, dan lain-lain. Masyarakat pedesaan juga tidak sedikit yang bermata pencaharian sebagai nelayan karena letak geografis mereka yang berdekatan dengan pantai. Ada perbedaan antara masyarakat pedesaan yang ada di pegunungan dengan dataran rendah atau pantai. Masyarakat pedesaan yang ada di pegunungan lebih bersifat ramah tamah karena dipengaruhi keadaan cuaca yang sejuk. Sedangkan masyarakat pedesaan yang dekat dengan pantai biasanya berwatak keras baik dari tindakan maupun ucapan karena keadaan cuaca yang panas. Sehingga tidak jarang masyarakat pedesaan yang berdekatan dengan pantai atau dataran rendah lebih sering mengalami bentrokan atau konflik dibandingkan masyarakat pedesaan yang berada di pegunungan.

Konflik dapat terjadi karena tidak adanya kesesuaian atau keselarasan sesuatu hal dalam masyarakat, dapat juga ditandai dengan perdebatan dan perbedaan yang sangat mencolok, dimana keinginan keduanya tidak dapat dicapai dengan baik atau disatukan. Hal ini terjadi karena pluralisme atau keanekaragaman merupakan realitas hidup dalam masyarakat modern. Konflik juga dapat terjadi karena akibat dari keanekaragaman individu manusia dengan sifat-sifat yang berbeda, dan tujuan hidup yang berbeda pula, apalagi pada masyarakat pedesaan yang berdekatan pantai yang berwatak keras.

Menurut Clinton F. Fink (dalam Kartini Kartono, 1982: 246) menyatakan bahwa:

Konflik adalah interaksi yang antagonistis, mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas, mulai dari bentuk-bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung; sampai pada bentuk perlawanan terbuka, kekerasan tidak terkontrol, benturan laten, pemogokan huru-hara, gerilya, perang, dan lain-lain.


(14)

Menangani dan menyelesaikan sebuah konflik sosial yang terjadi di tengah masyarakat tidaklah mudah, karena berbagai pertimbangan yang harus ditempuh dan dilaksanakan. Menyelesaikan konflik sosial bukan hanya tugas dari kepala desa semata, melainkan juga dari seluruh kalangan masyarakat. Konflik sosial yang terjadi pada masyarakat adalah tanggung jawab bersama untuk segera diselesaikan agar tidak berkepenjangan dan mengganggu keharmonisan diantara masyarakat. Dalam menyelesaiakan konflik sosial jika ditinjau dari perspektif Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), bisa dikaji melalui civic skill atau kemampuan kewarganegaraan tetapi dapat didukung oleh civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) dan civic disposition.(watak kewarganegaraan).

Pada dasarnya setiap warga negara memiliki pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) yang berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara. Menurut Dasim Budimansyah (2008: 55), Civic Knowledge ini harus diwujudkan dalam bentuk lima pertanyaan, yaitu

(1) Apa kehidupan kewarganegaraan, politik, dan pemerintahan?; (2) Apa dasar-dasar sistem politik Indonesia?; (3) Bagaimana pemerintahan yang dibentuk oleh konstitusi mengejawantahkan tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip demokrasi Indonesia?; (4) Bagaimana hubungan antara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia?; dan (5) Apa peran warga

negara dalam demokrasi Indonesia?”

Lima pertanyaan penting di atas secara terus menerus harus diajukan sebagai sumber belajar PKn. Namun, pengetahuan kewarganegaraan saja tidaklah cukup untuk menjawab masalah kewarganegaraan. Dalam Civic Education, masyarakat demokratis memiliki komponen yang esensial lainnya yaitu kecakapan warga negara

(civic skill). Menurut Branson (dalam Dasim Budimansyah, 2008: 59), menyatakan bahwa:

Kecakapan warga negara dapat dikategorikan sebagai interacting, monitoring, and influencing. Interaksi (interacting) berkaitan dengan kecakapan-kecakapan warga negara dalam berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain. Berinteraksi (interacting) adalah menjadi tanggap terhadap warga negara yang lain. Interaksi berarti bertanya, menjawab, dan berunding dengan santun, demikian juga membangun koalisi-koalisi dan mengelola konflik dengan cara damai dan jujur. Memonitor (monitoring) sistem politik dan pemerintahan, mengisyaratkan pada kemampuan yang dibutuhkan warga


(15)

Agung Maulana, 2014

negara untuk terlibat dalam proses politik dan pemerintahan. Monitoring juga berarti fungsi pengawasan atau watchdog warga negara.

Uraian di atas menggambarkan bahwa kecakapan warga negara (civic skill) mencakup kecakapan intelektual dan kecakapan berinteraksi. Hal ini perlu dikembangkan untuk menghadapi masalah-masalah kewarganegaraan selain mempraktekan hak-haknya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya sebagai anggota masyarakat yang baik. Salah satu komponen civic skill yang dijelaskan di atas yaitu interaksi (interacting) dimana interaksi berarti bertanya, menjawab, dan berunding dengan santun, demikian juga membangun koalisi-koalisi dan mengelola konflik dengan cara damai dan jujur, selain itu dalam civic skill terdapat kemampuan untuk mengambil keputusan. Namun dalam menyelesaikan sebuah konflik sosial tidak hanya dibutuhkan kemampuan yang baik, tetapi juga harus mempunyai watak kewarganegaraan (civic disposition) yang mengisyaratkan pada karakter publik dan privat. Menurut Dasim Budimansyah (2008: 61), karakter publik dan privat dapat dideskripsikan seperti:

menjadi anggota masyarakat yang independen, memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan dibidang ekonomi dan politik, menghormati harkat dan martabat kemanusiaan, berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana, dan mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat.

Menyelesaikan konflik sosial pada masyarakat, perlu adanya seseorang atau beberapa orang yang nasehatnya bisa didengar dan dituruti oleh sebagian besar masyarakat di wilayah tertentu. Orang tersebut dapat menyelesaikan atau mengelola konflik dengan baik apabila ia memiliki kemampuan warga negara (civic skill) yang baik, selain itu harus mempunyai watak kewarganegaraan (civic disposition) yang baik pula. Dalam hal ini tokoh-tokoh desa yang dipercaya mempunyai kemampuan dan watak kewarganegaraan yang baik.

Tokoh-tokoh dalam hal ini adalah tokoh masyarakat diyakini dapat memfasilitasi masyarakat untuk menyelesaikan konflik, selain pejabat desa secara formal baik kepala desa maupun perangkat desa lainnya. Begitu pentingnya peran tokoh-tokoh dalam sebuah daerah karena tokoh-tokoh maupun pemuka agama tersebut dianggap mempunyai jiwa kepemimpinan yang dianggap berpengaruh


(16)

dalam menyelesaikan konflik pada masyarakat. Seperti yang dikemukakan Kimball Young (dalam Kartini Kartono, 1982: 58),yang menyatakan bahwa:

Kepemimpinan adalah bentuk dominasi didasari kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu berdasarkan akseptensi atau penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi suatu khusus untuk mencapai tujuan tertentu.

Kepemimpinan dan kewibawaan tokoh-tokoh ini adalah faktor utama bagaimana tokoh-tokoh ini disegani oleh masyarakatnya. Begitupula dengan cara tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik pada masyarakat, umumnya berbeda pada setiap daerah, tergantung pada kemampuan dan persoalan yang dihadapi. Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang demokratis dan kharismatik, dimana pemimpin ini mau menerima saran dari anggota atau masyarakatnya. Seperti yang diungkapkan Sondang Siagian (2010: 31), bahwa

tipe pemimpin yang demokratik sangat peduli pada kepentingan dan kebutuhan para bawahan, dan menghargai peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu.

Dalam hal ini penulis meneliti konflik yang ada di Desa Pegagan Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon. Karena pada desa ini, penulis menemukan banyak konflik-konflik sosial yang terjadi pada masyarakat yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh tani atau petani. Meskipun sebagian besar daerah ini digunakan sebagai pertanian, namun desa ini berdekatan dengan pantai yang mengakibatkan cuaca panas sehingga masyarakat memiliki watak yang keras, baik dari ucapan maupun tingkah laku.

Selain memilki watak yang keras, faktor lainnya yaitu masih rendahnya pendidikan dan banyaknya masyarakat yang miskin sehingga mudah untuk tersulutnya emosi dan terjadinya konflik. Bahkan tidak jarang, konflik tersebut berujung pada kekerasan sehingga mengakibatkan kerugian. Selain itu konflik juga ada yang berujung pada kasus pidana, dan otomatis berkaitan dengan pihak yang berwajib atau kepolisian. Dalam hal ini peran dari tokoh-tokoh masyarakat, baik dari tokoh agama, tokoh pemuda, maupun aparat desa sangat vital untuk menyelesaikan


(17)

Agung Maulana, 2014

konflik yang sering terjadi pada Desa Pegagan Lor ini. Adapun gambaran umum dari profil kependudukan dan kemiskinan Desa Pegagan Lor, Kecamatan Kapetakan ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel. 1.1

Profil Kependudukan dan Kemiskinan Kecamatan Kapetakan

Sumber: Data Kependudukan Kecamatan Kapetakan pada tahun 2012.

Melihat dari faktor permasalahan dan konflik yang terjadi pada Desa Pegagan Lor ini, penulis ingin meneliti bagaimana cara tokoh-tokoh, baik dari tokoh agama, tokoh pemuda, maupun aparat desa yang ada di Desa ini bisa menangani dan memfasilitasi masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Karena setiap masalah atau konflik ini harus segera diselesaikan secara baik-baik, dan jangan ditunda-tunda agar tidak berkepanjangan dan dapat mengganggu ketertiban umum.

DESA LUAS

(M) JUMLAH PENDUDUK JUMLAH KK PERSENTASE KELUARGA MISKIN Bungko Kertasura Pegagan Kidul Pegagan Lor Dukuh Karangkendal Grogol Kapetakan Bungko lor 1.322 409 667 505 317 351 323 697 1.000 4.645 7.472 7.241 8.405 3.966 7.587 6.015 6.527 4.304 1.290 2.143 1.956 2.613 1.073 2.114 1.627 1.799 911 39% 14% 38% 51% 47% 30% 31% 89% 35% Kecamatan Kapetakan


(18)

Dalam hal ini bukan hanya kepala desa atau perangkat desa seperti seksi ketertiban dan keamanan desa sajalah setiap konflik dapat diselesaikan. Peran tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama juga ikut andil dalam upaya menjaga keharmonisan masyarakat. Adapun gambaran umum konflik di Desa Pegagan Lor ini dapat dilihat pada tabel 1.2. berikut.

Tabel 1.2

Gambaran umum konflik di Desa Pegagan Lor, Kecamatan Kapetakan, Cirebon.

No. Jenis Konflik Penyebab Tahun Keterangan

1. Antar desa Terjadinya tawuran antar desa ini karena kedua pemuda tersebut saling mengejek sama lain, yaitu antara Desa Pegagan Lor dengan Desa Pegagan Kidul.

2010 10 orang luka-luka.

2. Antar kampung Tawuran antar warga tejadi karena adanya hiburan malam di Desa Pegagan Lor. Warga yang bertikai antara warga RW. 03 Dusun dengan RW 02 Dusun II.

2011 5 orang luka-luka

3. Antar warga Konflik terjadi karena ketidakpuasan salah satu kandidat pemilihan kepala desa yang kalah. Akhirnya terjadi benturan antara pendukung calon kepala desa yang menang dengan pendukung calon kepala desa yang kalah.

2012 10 orang luka-luka

4. Antar pemuda Konflik ini terjadi hampir setiap ada pertunjukan organ tunggal, atau talingan. Karena pengaruh alkohol, akhirnya pemuda tersebut tidak sadar dan terjadilah perkelahian antar pemuda ketika sedang bergoyang.


(19)

Agung Maulana, 2014

Sumber: Data dari Aparat Desa Pegagan Lor pada tahun 2013.

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, maka penulis mengangkat judul

KAJIAN TERHADAP KETERAMPILAN TOKOH-TOKOH DALAM

MENYELESAIKAN KONFLIK MASYARAKAT DESA PEGAGAN LOR DITINJAU DARI PERSPEKTIF PKN.” (Studi Kasus Pada Desa Pegagan Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon).

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana keterampilan tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik pada masyarakat dengan perspektif PKn.. Adapun rumusan masalah dari permasalahan di atas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah faktor penyebab terjadinya konflik sosial pada masyarakat di Desa Pegagan Lor?

2. Bagaimanakah keterampilan tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik sosial pada masyarakat di Desa Pegagan Lor ditinjau dari perspektif PKn?

3. Apa saja kendala yang dihadapi tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik pada masyarakat Desa Pegagan Lor?

4. Bagaimana tokoh-tokoh mengatasi kendala dalam menyelesaikan konflik pada masyarakat Desa Pegagan Lor ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kemampuan tokoh-tokoh dalam menyelesaiakn konflik pada masyarakat ditinjau dari perspektif PKn.

2. Tujuan Khusus

Berdasarkan tujuan penelitian secara umum di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan khusus sebagai berikut:


(20)

a) Untuk mengetahui faktor terjadinya konflik sosial pada masyarakat di Desa Pegagan Lor.

b) Untuk mengetahui keterampilan tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik sosial pada masyarakat yang terjadi di Desa Pegagan Lor ditinjau dari perspektif PKn.

c) Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik sosial pada masyarakat Desa Pegagan Lor.

d) Untuk mengetahui bagaimana tokoh-tokoh mengatasi kendala dalam menyelesaikan konflik sosial pada masyarakat Desa Pegagan Lor.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian pada dasarnya dapat diperoleh setelah melalui kegiatan penelitian penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut :

a. Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang peranan tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik pada masyarakat, yang dapat dikaji dalam mata kuliah Ilmu Politik, dan Pendidikan Kewarganegaraan.

b. Praktis

Dengan mengetahui peran tokoh-tokoh dalam memfasilitasi masyarakat untuk menyelesaikan konflik, diharapkan penelitian ini :

1) Diketahuinya faktor terjadinya konflik sosial pada masyarakat di Desa Pegagan Lor.

2) Diketahuinya keterampilan tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik sosial pada masyarakat yang terjadi di Desa Pegagan Lor ditinjau dari perspektif PKn.

3) Diketahuinya kendala apa saja yang dihadapi tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik sosial pada masyarakat Desa Pegagan Lor.

4) Diketahuinya bagaimana tokoh-tokoh mengatasi kendala dalam menyelesaikan konflik sosial pada masyarakat Desa Pegagan Lor.


(21)

Agung Maulana, 2014

Struktur organisasi skripsi berisi rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab skripsi mulai dari bab satu hingga bab terakhir. Skripsi ini terdiri atas lima bab, yang secara garis besar bisa dilihat dibawah ini.

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang Penelitian

B. Identifikasidan Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Struktur Organisasi Skripsi BAB II Kajian Pustaka

A. Tinjauan Umum tentang Keterampilan Sosial B. Tinjauan Umum tentang Kepemimpinan C. Tinjauan Umum tentang Masyarakat D. Tinjauan Umum tentang Konflik Sosial

E. Tinjauan Umum tentang Kompetensi Kewarganegaraan BAB III Metodologi Penelitian

A. Pendekatan dan Metode Penelitian B. Teknik Pengumpulan Data

C. Lokasi dan Subjek Penelitian D. Definisi Operasional

E. Tahap Penelitian F. Validitas Data

G. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Hasil Penelitian

B. Pembahasan Hasil Penelitian BAB V Kesimpulan dan Saran


(22)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Penelitian kualitatif berusaha melihat kebenaran-kebenaran atau membenarkan kebenaran, namun di dalam melihat kebenaran tersebut, tidak selalu dapat dan cukup didapat dengan melihat sesuatu yang nyata, akan tetapi kadang kala perlu juga melihat sesuatu yang bersifat tersembunyi, dan harus melacaknya lebih jauh ke balik sesuatu yang nyata tersebut.

Sugiyono (2009: 9), mengemukakan pengertian metode penelitian kualitatif, sebagai berikut :

metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,teknik pengumpulan data dilakukan dengancara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggambarkan hasil penelitian atau fenomena-fenomena yang diteliti. Kemudian digambarkan ke dalam bentuk uraian-uraian yang menunjukkan bagaimana peranan dan keterampilan tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik masyarakat Desa Pegagan Lor ditinjau dari perspektif PKn. Sejalan dengan hal tersebut, Bogdan dan Taylor (dalam Suwandi dan Basrowi 2008: 22) mengungkapakan harapan dari pendekatan kualitatif, sebagai berikut:

Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan, tulisan dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat dan atau suatu organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.


(23)

Agung Maulana, 2014

Oleh karena itu, selama proses penelitian ini, peneliti akan lebih banyak melakukan komunikasi dengan subjek penelitian di Desa Pegagan Lor. Selanjutnya, dalam penelitian ini akan lebih mengungkapkan secara deskriptif hasil dari temuan-temuan di lapangan.

2. Metode Penelitian

Secara harfiah, kata metodologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata “metha” yang berarti melalui, “hodos” yang berarti jalan atau cara. Dan kata “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Masyhuri dan Zainuddin (2008: 151), menjelaskan mengenai pengertian metode, yaitu:

Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi adalah suatu pengkajian dalam memperoleh peraturan-peraturan suatu metode. Jadi, metodologi penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian.

Metodologi penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam mencari sesuatu hal dengan menggunakan logika berpikir, sehingga diperoleh suatu hasil yang diinginkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Karena peneliti ingin menemukan informasi yang bersifat khusus, yang tidak ada di daerah lain atau bersifat umum. Seperti yang diungkapkan Endang Danial (2009 : 63), yaitu

metode studi kasus merupakan metode yang intensif dan teliti tentang pengungkapan latar belakang, status, dan interaksi lingkungan terhadap individu, kelompok, instiusi dan komunitas masyarakat tertentu. Metode ini akan melahirkan prototipe atau karakteristik tertentu yang khas dari kajiannya.

Dengan menggunakan metode studi kasus ini diharapkan peneliti dapat memperoleh infomasi yang mendalam tentang peranan tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik masyarakat Desa Pegagan Lor yang ditinjau dari perspektif PKn.


(24)

B. Teknik Pengumpulan Data

Adapun data-data yang diperlukan oleh peneliti, secara teknik dapat diperoleh melalui beberapa kegiatan teknik pengumpulan data yang akan digunakan sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi atau pengamatan ialah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Seperti apa yang dikatakan Nasution (2003: 106), bahwa “observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti yang terjadi dalam kenyataan.” Dengan observasi dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan sosial, yang sukar diperoleh dengan metode lain. Sedangkan menurut Zaenal Arifin (2009:153), menyatakan bahwa:

observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.

Alasan secara metodologis bagi penggunaan observasi atau pengamatan ialah pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebaginya. Selain itu, pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari observer maupun dari pihak subjek penelitian. Dalam penelitian ini, yang menjadi objek pengamatan peneliti adalah konflik yang terjadi di masyarakat.

2. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk memperoleh informasi dan data yang faktual mengenai peran tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik masyarakat Desa Pegagan Lor. Wawancara dilakukan melalui proses tanya-jawab lisan secara langsung kepada berbagai pihak, seperti tokoh-tokoh masyarakat, kepala desa, pihak-pihak yang terkait , dan masyarakat.


(25)

Agung Maulana, 2014

Berkaitan dengan hal tersebut, Endang Danial (2009: 71) menjelaskan bahwa:

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan dialog, tanya jawab antara peneliti dan responden secara sungguh-sungguh. Wawancara dapat dilakukan di mana saja selama dialog masih bisa dilakukan, misalnya sambil berjalan, duduk santai disuatu tempat, di lapangan, di kantor, di kebun, di bengkel, atau di mana saja.

Dari apa yang diungkapkan di atas, jelaslah bahwa dengan mengunakan wawancara, peneliti dapat memperoleh gambaran dari responden yang lebih objektif dan mendalam tentang masalah yang diselidikinya. Maka dari itu perlu adanya pendekatan-pendekatan yang baik dalam melakukan wawancara kepada responden, agar dapat menggali dan menemukan informasi yang dibutuhkan peneliti.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan dengan cara pengumpulan, menganalisis dokumen-dokumen, catatan-catatan yang penting dan berhubungan serta dapat memberikan data-data untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian. Berkaitan dengan hal tersebut, Endang Danial (2009: 79) mengungkapkan bahwa

studi dokumentasi yaitu mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian, seperti peta, data statistik, jumlah dan nama pegawai, data siswa, data penduduk; grafik, gambar, surat-surat, foto, akte, dan sebagainya.

Teknik ini sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan dan bahkan untuk meramalkan. Teknik ini dilakukan dengan cara melihat, menganalisa data-data yang berupa dokumentasi yang berkaitan dan menunjang penelitian.

4. Studi Literatur

Pada tahapan ini, peneliti melakukan apa yang disebut dengan kajian pustaka, yaitu mempelajari buku-buku referensi dan hasil penelitian sejenis sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Tujuannya ialah untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Teori


(26)

merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berpikir ilmiah.

Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi tambahan yang erat dan dapat menunjang masalah yang dikaji atau diteliti. Literatur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan literatur yang berkaitan erat dengan peranan tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik masyarakat Desa Pegagan Lor.

5. Catatan lapangan (Field Note)

Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Lexy J. Moleong, 2005: 209) “catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam

penelitian kualitatif.” Dalam hal ini, peneliti membuat coretan atau catatan singkat berupa kata-kata kunci, pokok-pokok isi pembicaraan atau pengamatan, gambar, dan lain-lain tentang segala sesuatu atau peristiwa yang dilihat, didengar, dialami selama penelitian berlangsung. Kemudian diubah kedalam catatan lengkap setelah peneliti tiba di rumah. Catatan ini bermanfaat sebagai data kongkret yang dapat menunjang hipotesis kerja, penentuan derajat kepercayaan dalam rangka keabsahan data yang diperoleh.

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian menunjukkan pada pengertian tempat atau lokasi penelitian, yang dicirikan oleh adanya unsur-unsur seperti, pelaku, tempat dan kegiatan yang dapat diobservasi. Adapun lokasi penelitian ini adalah Desa Pegagan Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon. Sementara itu, yang menjadi pertimbangan dasar dipilihnya tempat ini adalah banyaknya konflik yang terjadi di masyarakat, sehingga perlunya peranan tokoh-tokoh dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dimasyarakat.

2. Subjek Penelitian

Penelitian ini ditujukan kepada tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama, kepala desa, dan masyarakat yang ada di Desa Pegagan Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon. Subjek penelitian sebagaimana yang


(27)

Agung Maulana, 2014

dikemukakan oleh Sugiyono (2009: 215) bahwa:

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “Social Situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity)

yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dapat dinyatakan

sebagai objek penelitian yang ingin difahami secara lebih mendalam “apa yang ada terjadi” di dalamnya.

Dari apa yang telah diungkapkan di atas, subjek penelitian kualitatif adalah pihak-pihak yang menjadi sasaran penelitian atau sumber yang dapat memberikan informasi dipilih secara purposive bertalian dengan tujuan tertentu.

Berdasarkan uraian tersebut, maka subjek yang diteliti akan ditentukan langsung oleh peneliti berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Tetapi ada juga subjek yang ditentukan secara khusus dengan maksud untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk dijadikan sample penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan sample purposive, sehingga besarnya jumlah sampel ditentukan oleh pertimbangan informasi.

Dalam pengumpulan data, responden di dasarkan pada ketentuan atau kejenuhan data dan informasi yang diberikan. Jika beberapa responden yang dimintai keterangan diperoleh informasi yang sama, maka itu sudah dianggap cukup untuk proses pengumpulan data yang diperlukan sehingga tidak perlu meminta keterangan dari responden berikutnya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian ini adalah tokoh-tokoh masyarakat seperti tokoh agama, kepala desa, dan masyarakat.

Tabel 3.1

Daftar dan jumlah responden

No. Responden Jumlah

1. Tokoh agama 2

2. Tokoh pemuda 2

3. Kepala desa 1

4. Aparat Desa 1


(28)

6. Petani 2

Jumlah 10 orang

Sumber: Diolah oleh peneliti tahun 2013

D. Definisi Operasional

1. Kepemimpinan

Menurut T. Hani Handoko (1986:294) “Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.”

Jadi kepemimpinan merupakan keterampilan atau cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain atau bawahannya untuk bekerja atau mengikuti keinginan pemimpin agar dapat mencapai sasaran sebagai tujuan organisasi.

Definisi tersebut sejalan dengan Soewarno Handoyo Ningrat (1980: 64), bahwa “Kepemimpinan itu merupakan suatu proses dimana pimpinan digambarkan akan memberi perintah atau pengarahan, bimbingan atau mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang

telah ditetapkan.”

Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan didalam situasi tertentu.

2. Masyarakat

Definisi masyarakat dari beberapa para ahli yang diungkap oleh Hartono dan Azis (1990: 89):

Linton, Masyarakat adalah setiap kelompok manusia, yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

M.J Heskovits, Masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan yang mengikuti satu cara hidup tertentu.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan dan terikat oleh aturan tertentu.


(29)

Agung Maulana, 2014

3. Konflik

Konflik berarti adanya pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi. Menurut Clinton F. Fink dalam Kartini Kartono (1982: 246) menyatakan bahwa :

Konflik adalah interaksi yang antagonistis, mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas, mulai dari bentuk-bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung; sampai pada bentuk perlawanan terbuka, kekerasan perjuangan tidak terkontrol, benturan laten, pemogokan huru-hara, maker, gerilya, perang, dan lain-lain.

Dari pendapat di atas dapat dilihat bahwa konflik adalah interaksi yang tidak baik, hal ini disebabkan karena persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.

Selain itu adanya komunikasi yang tidak efektif, ketidakterbukaan satu sama lain, ketidaksalingpercayaan, ketidaksesuaian paham, sehingga timbul mulaidari bentuk-bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung, sampai pada bentuk perlawanan terbuka, kekerasan perjuangan tidak terkontrol,

benturan laten, pemogokan huru-hara, maker, gerilya, perang, dan lain-lain.

4. Kecakapan Warga Negara (Civic Skill)

Menurut Branson (dalam Dasim Budimansyah, 2008: 59), menyatakan bahwa:

Kecakapan warga negara dapat dikategorikan sebagai interacting, monitoring, and influencing. Interaksi (interacting) berkaitan dengan kecakapan-kecakapan warga negara dalam berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain. Berinteraksi (interacting) adalah menjadi tanggap terhadap warga negara yang lain. Interaksi berarti bertanya, menjawab, dan berunding dengan santun, demikian juga membangun koalisi-koalisi dan mengelola konflik dengan cara damai dan jujur. Memonitor (monitoring) sistem politik dan pemerintahan, mengisyaratkan pada kemampuan yang dibutuhkan warga negara untuk terlibat dalam proses politik dan pemerintahan. Monitoring juga berarti fungsi pengawasan atau watchdog warga negara.

Uraian di atas menggambarkan bahwa kecakapan warga negara (civic skill) mencakup kecakapan intelektual dan kecakapan berinteraksi. Hal ini perlu


(30)

dikembangkan untuk menghadapi masalah-masalah kewarganegaraan selain mempraktekan hak-haknya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya sebagai anggota masyarakat yang baik. Salah satu komponen civic skill yang dijelaskan di atas yaitu interaksi (interacting) dimana interaksi berarti bertanya, menjawab, dan berunding dengan santun, demikian juga membangun koalisi-koalisi dan mengelola konflik dengan cara damai dan jujur, selain itu dalam civic skill

terdapat kemampuan untuk mengambil keputusan.

E. Tahap Penelitian

Dalam melakukan penelitian, untuk memudahkan dan membuat penelitian secara sistematis maka harus melalui beberapa tahapan penelitian. Tahapan penelitian tersebut ialah sebagai berikut :

1. Persiapan Penelitian

Dalam tahapan ini, peneliti mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. Seperti menentukan fokus permasalahan serta objek penelitian yang akan diteliti. Selanjutnya, peneliti mengajukan judul dan proposal skripsi sesuai dengan apa yang akan diteliti. Setelah proposal atau rancangan penelitian disetujui oleh pembimbing skripsi, maka peneliti melakukan prapenelitian sebagai upaya menggali gambaran awal dari subjek dan lokasi penelitian.

2. Perizinan Penelitian

Perizinan ini dilakukan agar peneliti dapat dengan mudah melakukan penelitian yang sesuai dengan objek serta subjek penelitian. Adapun perizinan tersebut ditempuh dan dikeluarkan oleh :

a. Mengajukan surat permohonan izin untuk mengadakan penelitian kepada Ketua Jurusan PKn FPIPS UPI untuk mendapatkan surat rekomendasinya untuk disampaikan kepada Dekan FPIPS UPI.

b. Mengajukan surat permohonan izin untuk mengadakan penelitian kepada Pembantu Dekan 1 atas nama Dekan FPIPS UPI untuk mendapatkan surat rekomendasinya untuk disampaikan kepada Rektor UPI.


(31)

Agung Maulana, 2014

c. Dengan membawa surat rekomendasi dari UPI, penulis meminta izin penelitian kepada Kepala Desa Pegagan Lor untuk dapat melakukan penelitian di daerahnya.

d. Setelah mendapatkan izin kepala desa, kemudian penulis melakukan penelitian langsung dengan subjek penelitian yaitu tokoh masyarakat dan masyarakat Desa Pegagan Lor.

3. Pelaksanaan Penelitian

Tahap ini merupakan inti dari penelitian yang dilakukan, peneliti mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah disusun untuk memecahkan fokus masalah.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh peneliti adalah sebagai berikut : a. Menghubungi Kepala Desa Pegagan Lor, untuk meminta informasi dan

meminta izin untuk melaksanakan penelitian.

b. Mengadakan wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat. c. Mengadakan wawancara dengan kepala desa.

d. Mengadakan wawancara dengan perangkat desa bagian keamanan. e. Mengadakan wawancara dengan masyarakat setempat.

f. Membuat catatan yang diperlukan dan dianggap penting yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

4. Pengolahan dan Analisis Data

Dalam tahap ini, data yang diperoleh melalui penelitian, diolah sesuai susunan kebutuhan peneliti dari informasi yang telah dikumpulkan. Setelah itu, dilakukan analisis data untuk mencari kebenaran dalam menjawab fokus masalah. 5. Penyusunan Laporan

Dalam tahapan ini peneliti menggabungkan seluruh bagian atau bab penelitian yang telah ditulis peneliti, untuk dipertanggungjawabkan peneliti dalam sebuah sidang ujian skripsi.


(32)

Proses pengembangan instrumen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pengujian validitas data. Pada intinya validitas berguna agar suatu deskripsi atau kesimpulan itu benar adanya mengingat penelitian kualitatif sering sekali diragukan terutama dalam hal keabsahan datanya (validitas data), oleh sebab itu dibutuhkan cara untuk dapat memenuhi kriteria kredibilitas data. Sugiyono (2009: 368) menjelaskan bahwa “uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal), depanbility (realibilitas), dan confirmability (obyektivitas).

1. Credibility (Validitas Internal)

Menurut Sugiyono (2009 :368) bahwa:

Uji kredibilitas dan/atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjang pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi data, analisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, dan member check.

Beberapa cara yang dilakukan untuk mengusahakan agar kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya, dalam penelitian ini cara yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Memperpanjang masa observasi

Untuk memeriksa absah tidaknya suatu data penelitian, perpanjangan masa observasi peneliti di lapangan, akan mengurangi kebiasan suatu data karena dengan waktu yang lebih lama di lapangan, peneliti akan mengetahui keadaan secara mendalam serta dapat menguji ketidakbenaran data, baik yang disebabkan oleh diri peneliti itu sendiri ataupun oleh subjek penelitian. Usaha peneliti dalam memperpanjang waktu penelitian untuk memperoleh data dan informasi yang sahih (valid) dari sumber data adalah dengan meningkatkan intensitas pertemuan dan menggunakan waktu yang seefisien mungkin.

b. Meningkatkan ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali


(33)

Agung Maulana, 2014

apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak, serta peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati. c. Triangulasi

Triangulasi merupakan suatu teknik pemeriksaan data dengan membandingkan data yang diperoleh dari satu sumber ke sumber lainnya pada saat yang berbeda, atau membandingkan data yang diperoleh dari satu sumber ke sumber lainnya dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk mengecek atau membandingkan data penelitian yang dikumpulkan. Sugiyono (2009: 273) mengemukakan bahwa “Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik

pengumpulan data, dan waktu.”

Adapun triangulasi dalam penelitian ini mencaku triangulasi sumber dan triangulasi teknik pengumpulan data. Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan terhadap informasi yang diberikan oleh tokoh-tokoh masyarakat, kepala desa, dan masyarakat Desa Pegagan Lor. Triangulasi tersebut dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

1) Triangulasi sumber

Triangulasi sumber dilakukan untuk menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Triangulasi sumber dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1

Triangulasi sumber data

Tokoh-tokoh

masyarakat Kepala desa

Masyarakat

Sumber: Diadopsi oleh peneliti (Sugiyono, 2009: 273) 2) Triangulasi teknik


(34)

Tringulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Adapun triangulasi teknik dalam penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 3.2

Triangulasi teknik pengumpulan data

Wawancara Observasi

Studi Dokumentasi

Sumber: Diadopsi oleh peneliti (Sugiyono, 2009: 273) 3) Triangulasi waktu

Triangulasi waktu dilakukan untuk mengecek data dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Triangulasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini

Gambar 3.3

Triangulasi waktu

Siang Sore

Pagi

Sumber: Diadopsi oleh peneliti (Sugiyono, 2009: 274) d. Menggunakan referensi yang cukup

Referensi yang dimaksud di sini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang ditemukan oleh peneliti. Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan kepercayaan akan kebenaran data, peneliti menggunakan bahan dokumentasi berupa catatan hasil wawancara dengan subjek penelitian, foto-foto dan sebagainya yang diambil dengan cara tidak mengganggu atau menarik perhatian informan, sehingga informasi yang diperlukan akan diperoleh dengan tingkat kesahihan yang tinggi.


(35)

Agung Maulana, 2014

e. Mengadakan member check

Menurut Sugiyono (2009: 276) “member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data.” Seperti halnya pemeriksaan data yang lain, member check juga dimaksudkan untuk memeriksa keabsahan data. Member check dilakukan setiap akhir kegiatan wawancara, dalam hal ini transkripsi dan tafsiran data hasil penelitian yang telah disusun oleh peneliti kemudian diperlihatkan kembali kepada para responden untuk mendapatkan konfirmasi bahwa transkripsi itu sesuai dengan pandangan mereka. Responden melakukan koreksi, mengubah atau bahkan menambahkan informasi.

Proses member check tersebut dapat menghindari salah tafsir terhadap jawaban responden sewaktu diwawancara, menghindari salah tafsir terhadap perilaku responden sewaktu diobservasi dan dapat mengkonfirmasai perspektif responden terhadap suatu proses yang sedang berlangsung.

2. Transferability (Validitas Eksternal)

Sugiyono (2009: 368) menjelaskan bahwa:

Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatif. Validitas eksternal menunjukkkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil. Nilai transfer berkenaan dengan kenyataan, hingga mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain.

Oleh karena itu, supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif yang penulis lakukan sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian ini, maka penulis dalam membuat laporan memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian penulis berharap pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian ini, sehingga dapat menentukan dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain.

3. Dependability (Reabilitas)


(36)

Dalam penelitian kuantitatif, dependability disebut juga reliabilitas. Suatu penelitian yang reliable adalah apabila orang lain dapat mengulangi/merefleksi proses penelitian tersebut. Dalam penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan mengaudit terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan data. Penelitian seperti ini perlu diuji dependability.

Berkaitan uji dependability, penulis bekerjasama dengan pembimbing untuk mengaudit terhadap keseluruhan proses penelitian dengan maksud supaya penulis dapat menunjukkan jejak aktivitas di lapangan dan mempertanggung jawabkan seluruh rangkaian penelitian di lapangan mulai dari menentukkan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukkan sumber data, melakukan analisis data, melakukan keabsahan data, sampai membuat kesimpulan.

4. Confirmability (Obyektivitas)

Sugiyono (2009: 368) menjelaskan bahwa:

Pengujian confirmability dalam penelitian kuantitatif disebut juga dengan uji obyektivitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji confirmability mirip dengan uji dependability, sehingga pengujian dapat dilakukan secara bersamaan. Confirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability.

Berkenaan dengan hal tersebut, peneliti menguji hasil penelitian dengan mengaitkannya dengan proses penelitian dan mengevaluasi apakah hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan atau bukan.

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah keseluruhan proses penelitian telah diselesaikan, maka selanjutnya peneliti mulai melakukan pengelolaan data dan analisis data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, studi litelatur. Sedangkan analisis data diperlukan untuk mendapatkan informasi yang berarti agar dapat mengungkapkan permasalahan yang diteliti.


(37)

Agung Maulana, 2014

Analisis data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Pengelolaan dan analisis data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian, karena memberikan makna terhadap data yang dikumpulkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini, pengelolaan dan analisis data akan dilakukan melalui proses menyusun, mengkategorikan, mencari kaitan isi dari berbagai data yang diperoleh dengan maksud untuk mendapatkan maknanya dan disesuaikan dengan kajian penelitian.

Tahap akhir dari analisis data ini adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti apa yang diungkapkan oleh Miles dan Huberman (1992: 16-18), bahwa “terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi”. Berikut adalah bagan mengenai komponen-komponen analisis data menurut Miles dan Huberman (1992: 20).

Bagan 3.1

Komponen-komponen Analisis Data

Sumber: Diadopsi dari Huberman 1992

Dengan mengacu pendapat di atas, maka proses analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Pengumpulan data

Reduksi data

Kesimpulan: Penarikan/verifikasi

penyajian data


(38)

1. Penyeleksian dan Pengelompokan Data

Data yang sudah terkumpul lalu diseleksi kemudian dirangkum dan disesuaikan dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan. Kemudian data dikelompokkan berdasarkan kategori tertentu untuk dicari tema dan polanya berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat.

Untuk memperjelas data yang dibutuhkan, peneliti menggunakan wawancara, observasi dan studi dokumentasi yang ditujukan kepada tokoh-tokoh masyarakat, kepala desa, dan masyarakat yang bersangkutan. Dengan kata lain, reduksi data bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul dari hasil catatan lapangan dengan cara merangkum, mengklasifikasikan sesuai masalah dan aspek-aspek permasalahan yang dapat diteliti.

2. Penyajian Data

Penyajian data atau display data adalah sekumpulan informasi yang akan memberikan gambaran penelitian secara menyeluruh. Dengan kata lain, menyajikan data secara terperinci dan menyeluruh dengan mencari pola hubungannya.

Penyajian data merupakan hasil dari wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat, kepala desa, dan masyarakat yang bersangkutan, hasil dari observasi lapangan, dan dokumentasi. Dari keseluruhan data yang telah didapat tersebut, dipahami satu persatu, kemudian disatukan dan diinterpretasi sesuai dengan rumusan masalah.

3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi Data

Kesimpulan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan mencari arti, makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data yang telah dianalisis dengan mencari hal-hal penting. Kesimpulan ini disusun dalam bentuk pernyataan singkat tentang bagaimana menemukan resolusi konflik dengan mengacu kepada tujuan penelitian. Dengan demikian, secara umum proses pengolahan data dimulai dengan pencatatan data lapangan (data mentah), kemudian ditulis kembali dalam bentuk unifikasi dan kategorisasi data, setelah data dirangkum, direduksi, dan disesuaikan dengan fokus masalah penelitian. Selanjutnya data dianalisis dan


(39)

Agung Maulana, 2014

diperiksa keabsahannya melalui beberapa teknik, sebagaimana diuraikan oleh Moleong (2005: 192), yaitu:

a) Data yang diperoleh disesuaikan dengan data pendukung lainnya untuk mengungkap permasalahan secara tepat.

b) Data yang terkumpul setelah dideskripsikan kemudian didiskusikan, dikritik ataupun dibandingkan dengan pendapat orang lain.

c) Data yang diperoleh kemudian difokuskan pada subtantif fokus penelitian.

Demikian prosedur pengolahan dan analisis data yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian ini. Melalui tahap-tahap tersebut, peneliti memperoleh data secara lengkap dan yang memenuhi keabsahan data sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku.

H. Jadwal Penelitian

Tabel 3.2

Jadwal Penulisan Skripsi

2013 2014

No. Kegiatan Okto Nov Des Jan Feb Mar Apr

1. Prapenelitian/Survei Awal X

2. Pengajuan Judul X

3. Validasi Judul X

4. Persetujuan Proposal, BAB I dan rancangan instrument penelitian

X

5. Uji Coba Instrumen dan Persetujuan BAB II, BAB III

X

6. Penelitian X

7. Pengolahan Data Penelitian dan Draft BAB IV dan V

X X

8. Sidang Skripsi X


(40)

106 Agung Maulana, 2014

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian dan analisis data, maka penulis dalam tahapan ini akan memaparkan beberapa kesimpulan yang didasarkan kepada rumusan masalah yang telah ditentukan. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik sosial di Desa Pegagan Lor diantaranya: 1) perjudian, 2) mengkonsumsi minuman keras, 3) rendahnya kesejahteraan dan tingkat pendidikan masyarakat, 4) iklim yang panas karena berada di jalur Pantai Utara atau pantura sehingga membentuk karakter masyarakat yang keras, arogan dan cepat emosi, dan 5) penyelenggaraan hiburan dangdut atau tarlingan yang tidak tertib. Konflik yang terjadi dalam masyarakat Desa Pegagan Lor diantaranya pertengkaran, perkelahian perorangan, perkelahian kelompok, dan tawuran warga antar desa.

2. Keterampilan-keterampilan tokoh masyarakat dalam menyelesaikan konflik sosial di Desa Pegagan Lor diantaranya dengan cara: 1) pendekatan persuasif, yaitu pendekatan yang mengutamakan perundingan dan musyawarah, 2) mediasi dilakukan ketika kedua pihak sepakat mencari nasehat dari pihak ketiga yang dipandang memiliki pengetahuan dan keahlian yang mendalam tentang subjek yang dipertentangkan. 3) arbitasi, dimana kedua belah pihak sepakat untuk mendapat keputusan akhir yang bersifat legal dari arbiter sebagai jalan keluar konflik. 4) Pendekatan koersif atau secara paksa, hal ini dilakukan jika pihak yang bertikai susah untuk didamaikan, dan 5) Tokoh masyarakat juga pernah menyelesaikan konflik di Desa Pegagan Lor dengan cara unik, dimana kedua belah pihak diberi air minum dari makam Sunan Gunung Jati, dan siapa yang berani minum air tersebut berarti pihak tersebut merasa tidak bersalah, karena menurut tokoh masyarakat, jika air tersebut diminum kepada orang yang salah


(41)

Agung Maulana, 2014

akan mengalami sakit perut yang parah. Hal ini dilakukan apabila kedua belah pihak yang bertikai tidak mengakui kesalahannya masing-masing.

3. Kendala-kendala yang dihadapi tokoh masyarakat dalam menyelesaikan konflik di desa Pegagan lor, diantaranya: 1) tidak adanya keterbukaan dari masing-masing pihak terhadap penyebab terjadinya konflik, 2) pihak yang bertikai mengakui akan kebenarannya masing-masing dan menganggap kelompok lain yang salah, 3) terdapat dendam yang belum terbalaskan akibat konflik yang pernah terjadi sebelumnya, 4) masih kurangnya komunikasi yang baik antar pihak yang bertikai, 5) kesalahpahaman diantara kedua pihak yang bertikai karena adanya perbedaan pendapat, 6) ketidakpuasan diantara kedua pihak yang bertikai dalam menerima suatu kesepakatan, sehingga perundingan yang dilakukan sangat alot dan menghabiskan waktu yang panjang, 7) susahnya dalam mengambil keputusan, karena ada saja pihak yang merasa kurang puas atas keputusan yang dilakukan tokoh masyarakat, serta 8) adanya oknum-oknum tertentu yang tidak menginginkan perdamaian itu terjadi.

4. Upaya-upaya yang dilakukan oleh tokoh masyarakat dalam mengatasi kendala-kendala penyelesaian konflik di Desa Pegagan Lor terbilang cukup bervariasi, diantaranya dengan cara: 1) pendekatan persuasif, dengan cara mengadakan penyuluhan kepada warga masyarakat tentang pentingnya suasana tertib dan aman di lingkungan masyarakat, dan memberdayakan para pemuda pada acara ritual keagamaan yang membuat mereka semakin menyadari akan keberadaan diri mereka dan merasa dihargai karena dibutuhkan. 2) pendekatan preventif, dengan cara mengadakan pertandingan olahraga seperti sepak bola, tenis meja, bulu tangkis, dan bola voli untuk mempererat silaturahmi, serta lebih mengintesifkan hubungan kordinasi dengan pihak kepolisian sebagai pihak keamanan yang mengayomi masyarakat. 3) pendekatan represif, dengan cara tokoh masyarakat beserta aparat desa akan melibatkan orang tua mereka yang terlibat dalam konflik untuk membantu upaya penyelesaian konflik tersebut dengan cara kekeluargaan, dan menyerahkan semua urusan konflik kepada pihak kepolisian apabila kedua belah pihak sulit untuk didamaikan dan konflik yang terjadi menjurus kepada kekerasan yang berat dan tindakan pidana.


(42)

Agung Maulana, 2014 B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, sebagai bahan rekomendasi dengan mempertimbangkan hasil temuan baik dilapangan maupun secara teoritis, maka beberapa hal yang dapat menjadi bahan rekomendasi atau saran adalah sebagai berikut:

1. Bagi Aparat Desa Pegagan Lor

a. Memberdayakan kembali organisasi kemasyarakatan secara optimal seperti karang taruna dan sebagainya agar potensi pengembangan masyarakat khususnya para pemuda dapat berjalan terus menerus.

b. Menjalin silaturahmi dan hubungan yang baik antar masyarakat khususnya para pemuda melalui kegiatan-kegiatan yang positif seperti olahraga, kegiatan keagamaan dan lain-lain. Hal ini dilakukan agar berkurangnya masalah-masalah sosial dan potensi terjadinya konflik.

c. Membatasi dan mengawasi penyelenggaraan hiburan tarlingan atau dangdutan untuk menjaga ketertiban dan keamananan di lingkungan masyarakat Desa Pegagan Lor.

2. Bagi tokoh masyarakat Desa Pegagan Lor

a. Mengusahakan agar tidak terjadi lagi konflik dalam kehidupan masyarakat Desa Pegagan Lor dengan cara melakukan pendekatan-pendekatan yang baik kepada masyarakat.

b. Melakukan identifikasi potensi konflik dalam kehidupan masyarakat, agar konflik tidak terjadi lagi.

3. Bagi masyarakat Desa Pegagan Lor

a. Masyarakat diharapkan dapat mengikuti kegiatan-kegiatan positif secara optimal yang sudah disediakan oleh aparat Desa Pegagan Lor, sehingga masalah-masalah sosial dapat dikurangi. Kegiatan tersebut diantaranya


(43)

Agung Maulana, 2014

seperti pelatihan keterampilan, PNPM Mandiri, dan program-program yang diadakan oleh mahasiswa KKN yang ada di Desa Pegagan Lor.

b. Meminta ijin kepada aparat desa dan polsek setempat jika mengadakan acara hiburan tarlingan atau dangdutan, agar acara tersebut dapat dipantau dan diawasi oleh aparat desa dan polsek setempat.

4. Bagi para pemuda Desa Pegagan Lor

a. Para pemuda diharapkan dapat mengikuti dan mengadakan kegiatan-kegiatan positif seperti mengaktifkan kembali karang taruna dan acara ritual keagamaan yang sekarang jarang diadakan, serta mengkikuti pelatihan-pelatihan keterampilan yang diadakan oleh aparat desa sebagai bekal untuk mencari pekerjaan dan berwiraswasta guna mengurangi pengangguran. Hal ini dilakukan dalam upaya mengurangi terjadinya potensi konflik pada masyarakat.

b. Para pemuda harus menjaga ketertertiban dan keamanan di lingkungan masyarakat Desa Pegagan Lor terutama jika ada acara hiburan tarlingan atau dangdutan.

5. Bagi para orang tua di Desa Pegagan Lor

a. Orang tua diharapkan dapat membimbing anak-anaknya untuk tidak terjerumus pada pergaulan yang salah atau tidak baik.

b. Mendukung dan mendorong anak-anaknya dalam kegiatan positif seperti olahraga, karang taruna, dewan kemakmuran masjid, ekstrakurikuler yang ada di persekolahan dan lain-lain.

c. Mengarahkan dan mendorong anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin, karena Pemerintah Kabupaten Cirebon telah memfasilitasi masyarakat untuk dapat menyekolahkan anaknya sampai SMA secara gratis, dan beasiswa bagi yang melanjutkan ke perguruan tinggi.


(44)

Agung Maulana, 2014

a. Guru Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat mengajarkan kepada anak didiknya tentang pendidikan resolusi konflik atau pentingnya bagaimana menyelesaikan konflik secara damai dan jujur seperti yang ada pada kecakapan warga negara (civic skill), serta disesuaikan dengan jenjang pendidikan dan perkembangan pola pikir peserta didik

7. Bagi Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

a. Memberikan tambahan karya ilmiah yang ada di jurusan dan bisa menjadi referensi bagi mahasiswa yang lain dalam melakukan penelitian ilmiah. b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada civitas akademika jurusan

Pendidikan Kewarganegaraan terhadap cara menyelesaikan konflik dengan cara jujur dan damai yang dapat dikaji dari mata kuliah ilmu politik dan ilmu kewarganegaraan terutama pada komponen kecakapan warga negara (civic skill).

8. Bagi peneliti berikutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang konflik sosial, mengingat tujuan penelitian ini adalah upaya menyelesaikan dan mengelola konflik secara damai dan jujur seperti yang ada pada kecakapan warga negara (civic skill) diharapkan dapat menggali lagi tentang resolusi konflik, selanjutnya bisa menemukan penelitian yang berhubungan dengan konflik sosial yang dikaitkan dengan variabel hasil penelitian yang lebih mendukung kembali.


(45)

Agung Maulana, 2014

Kajian Terhadap Keterampilan Tokoh-Tokoh Dalam Menyelesaikan Konflik Masyarakat Desa

Sumber Buku

Arifin, Zaenal. (2010). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Azis Arnicun, dan Hartono, H. (1999). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka

Cipta.

Budimansyah Dasim, dan Suryadi, K. (2008). PKN dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Danial, Endang. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Lab.

Pendidikan Kewarganegaraan UPI

Handoko, Hani, T. (1986). Manajemen. Yogyakarta: BPFE

Kartono, Kartini. (1982). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Miles, Matthew & Huberman, A. Michael. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI-Press

Moleong, Lexy J.(2005). Metode Penelitian Skripsi dan Tesis. Bandung: Angkasa. Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Nanuralistik Kualitatif. Bandung : Transito.

Ningrat, Handoyo, dan Soewarno. (1980). Pengantar Ilmu Studi Administrasi dan Manajemen. Jakarta: CV. Haji Masagung

Pangritno, Siswo, dan Suprihadi S. (1987). Pokok-Pokok Sosiologi Desa. Jakarta: Ghalia

Pickering, Peg. (2006). Kiat Menangani Konflik. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama


(46)

Agung Maulana, 2014

Rivai Veithzal, dan Mulyadi, D. (2009) Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rohiat. (2007). Kecerdasan Emosional Kepemipinan Kepala Sekolah. Bandung: PT Refika Aditama

Siagian, P. (2010). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta. Soekanto Soerjono. (1990). Sosiologi Sebagai Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Sopiah, (2008). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: CV Andi Offset

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Research and Development. Bandung: Alfabeta

Surbakti, Ramlan. (1999). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widisarana Indonesia

Susan, Novri. (2009). Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Kontemporer. Jakarta: kencana prenada media group

Syafrudin, dan Alimi Yasir. (1999). Belajar “Civic Education” dari Amerika.

Yogyakarta: LKIS

Winardi. (2007). Manajemen Konflik. Bandung: CV. Mandar Maju.

Zainuddin dan Masyhuri. (2008). Metodologi Penelitian (Pendekatan Praktis dan Aplikatif). Bandung: PT Refika Aditama.

Sumber Ketetapan


(1)

akan mengalami sakit perut yang parah. Hal ini dilakukan apabila kedua belah pihak yang bertikai tidak mengakui kesalahannya masing-masing.

3. Kendala-kendala yang dihadapi tokoh masyarakat dalam menyelesaikan konflik di desa Pegagan lor, diantaranya: 1) tidak adanya keterbukaan dari masing-masing pihak terhadap penyebab terjadinya konflik, 2) pihak yang bertikai mengakui akan kebenarannya masing-masing dan menganggap kelompok lain yang salah, 3) terdapat dendam yang belum terbalaskan akibat konflik yang pernah terjadi sebelumnya, 4) masih kurangnya komunikasi yang baik antar pihak yang bertikai, 5) kesalahpahaman diantara kedua pihak yang bertikai karena adanya perbedaan pendapat, 6) ketidakpuasan diantara kedua pihak yang bertikai dalam menerima suatu kesepakatan, sehingga perundingan yang dilakukan sangat alot dan menghabiskan waktu yang panjang, 7) susahnya dalam mengambil keputusan, karena ada saja pihak yang merasa kurang puas atas keputusan yang dilakukan tokoh masyarakat, serta 8) adanya oknum-oknum tertentu yang tidak menginginkan perdamaian itu terjadi.

4. Upaya-upaya yang dilakukan oleh tokoh masyarakat dalam mengatasi kendala-kendala penyelesaian konflik di Desa Pegagan Lor terbilang cukup bervariasi, diantaranya dengan cara: 1) pendekatan persuasif, dengan cara mengadakan penyuluhan kepada warga masyarakat tentang pentingnya suasana tertib dan aman di lingkungan masyarakat, dan memberdayakan para pemuda pada acara ritual keagamaan yang membuat mereka semakin menyadari akan keberadaan diri mereka dan merasa dihargai karena dibutuhkan. 2) pendekatan preventif, dengan cara mengadakan pertandingan olahraga seperti sepak bola, tenis meja, bulu tangkis, dan bola voli untuk mempererat silaturahmi, serta lebih mengintesifkan hubungan kordinasi dengan pihak kepolisian sebagai pihak keamanan yang mengayomi masyarakat. 3) pendekatan represif, dengan cara tokoh masyarakat beserta aparat desa akan melibatkan orang tua mereka yang terlibat dalam konflik untuk membantu upaya penyelesaian konflik tersebut dengan cara kekeluargaan, dan menyerahkan semua urusan konflik kepada pihak kepolisian apabila kedua belah pihak sulit untuk didamaikan dan konflik yang terjadi menjurus kepada


(2)

108

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, sebagai bahan rekomendasi dengan mempertimbangkan hasil temuan baik dilapangan maupun secara teoritis, maka beberapa hal yang dapat menjadi bahan rekomendasi atau saran adalah sebagai berikut:

1. Bagi Aparat Desa Pegagan Lor

a. Memberdayakan kembali organisasi kemasyarakatan secara optimal seperti karang taruna dan sebagainya agar potensi pengembangan masyarakat khususnya para pemuda dapat berjalan terus menerus.

b. Menjalin silaturahmi dan hubungan yang baik antar masyarakat khususnya para pemuda melalui kegiatan-kegiatan yang positif seperti olahraga, kegiatan keagamaan dan lain-lain. Hal ini dilakukan agar berkurangnya masalah-masalah sosial dan potensi terjadinya konflik.

c. Membatasi dan mengawasi penyelenggaraan hiburan tarlingan atau dangdutan untuk menjaga ketertiban dan keamananan di lingkungan masyarakat Desa Pegagan Lor.

2. Bagi tokoh masyarakat Desa Pegagan Lor

a. Mengusahakan agar tidak terjadi lagi konflik dalam kehidupan masyarakat Desa Pegagan Lor dengan cara melakukan pendekatan-pendekatan yang baik kepada masyarakat.

b. Melakukan identifikasi potensi konflik dalam kehidupan masyarakat, agar konflik tidak terjadi lagi.

3. Bagi masyarakat Desa Pegagan Lor

a. Masyarakat diharapkan dapat mengikuti kegiatan-kegiatan positif secara optimal yang sudah disediakan oleh aparat Desa Pegagan Lor, sehingga masalah-masalah sosial dapat dikurangi. Kegiatan tersebut diantaranya


(3)

seperti pelatihan keterampilan, PNPM Mandiri, dan program-program yang diadakan oleh mahasiswa KKN yang ada di Desa Pegagan Lor.

b. Meminta ijin kepada aparat desa dan polsek setempat jika mengadakan acara hiburan tarlingan atau dangdutan, agar acara tersebut dapat dipantau dan diawasi oleh aparat desa dan polsek setempat.

4. Bagi para pemuda Desa Pegagan Lor

a. Para pemuda diharapkan dapat mengikuti dan mengadakan kegiatan-kegiatan positif seperti mengaktifkan kembali karang taruna dan acara ritual keagamaan yang sekarang jarang diadakan, serta mengkikuti pelatihan-pelatihan keterampilan yang diadakan oleh aparat desa sebagai bekal untuk mencari pekerjaan dan berwiraswasta guna mengurangi pengangguran. Hal ini dilakukan dalam upaya mengurangi terjadinya potensi konflik pada masyarakat.

b. Para pemuda harus menjaga ketertertiban dan keamanan di lingkungan masyarakat Desa Pegagan Lor terutama jika ada acara hiburan tarlingan atau dangdutan.

5. Bagi para orang tua di Desa Pegagan Lor

a. Orang tua diharapkan dapat membimbing anak-anaknya untuk tidak terjerumus pada pergaulan yang salah atau tidak baik.

b. Mendukung dan mendorong anak-anaknya dalam kegiatan positif seperti olahraga, karang taruna, dewan kemakmuran masjid, ekstrakurikuler yang ada di persekolahan dan lain-lain.

c. Mengarahkan dan mendorong anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin, karena Pemerintah Kabupaten Cirebon telah memfasilitasi masyarakat untuk dapat menyekolahkan anaknya sampai SMA secara gratis, dan beasiswa bagi yang melanjutkan ke perguruan tinggi.


(4)

110

a. Guru Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat mengajarkan kepada anak didiknya tentang pendidikan resolusi konflik atau pentingnya bagaimana menyelesaikan konflik secara damai dan jujur seperti yang ada pada kecakapan warga negara (civic skill), serta disesuaikan dengan jenjang pendidikan dan perkembangan pola pikir peserta didik

7. Bagi Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

a. Memberikan tambahan karya ilmiah yang ada di jurusan dan bisa menjadi referensi bagi mahasiswa yang lain dalam melakukan penelitian ilmiah. b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada civitas akademika jurusan

Pendidikan Kewarganegaraan terhadap cara menyelesaikan konflik dengan cara jujur dan damai yang dapat dikaji dari mata kuliah ilmu politik dan ilmu kewarganegaraan terutama pada komponen kecakapan warga negara (civic skill).

8. Bagi peneliti berikutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang konflik sosial, mengingat tujuan penelitian ini adalah upaya menyelesaikan dan mengelola konflik secara damai dan jujur seperti yang ada pada kecakapan warga negara (civic skill) diharapkan dapat menggali lagi tentang resolusi konflik, selanjutnya bisa menemukan penelitian yang berhubungan dengan konflik sosial yang dikaitkan dengan variabel hasil penelitian yang lebih mendukung kembali.


(5)

Arifin, Zaenal. (2010). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Azis Arnicun, dan Hartono, H. (1999). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka

Cipta.

Budimansyah Dasim, dan Suryadi, K. (2008). PKN dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Danial, Endang. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Lab.

Pendidikan Kewarganegaraan UPI

Handoko, Hani, T. (1986). Manajemen. Yogyakarta: BPFE

Kartono, Kartini. (1982). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Miles, Matthew & Huberman, A. Michael. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI-Press

Moleong, Lexy J.(2005). Metode Penelitian Skripsi dan Tesis. Bandung: Angkasa. Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Nanuralistik Kualitatif. Bandung : Transito.

Ningrat, Handoyo, dan Soewarno. (1980). Pengantar Ilmu Studi Administrasi dan Manajemen. Jakarta: CV. Haji Masagung

Pangritno, Siswo, dan Suprihadi S. (1987). Pokok-Pokok Sosiologi Desa. Jakarta: Ghalia

Pickering, Peg. (2006). Kiat Menangani Konflik. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama


(6)

Rauf, Maswadi . (2001). Konsensus dan Konflik Politik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Rivai Veithzal, dan Mulyadi, D. (2009) Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rohiat. (2007). Kecerdasan Emosional Kepemipinan Kepala Sekolah. Bandung: PT Refika Aditama

Siagian, P. (2010). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta. Soekanto Soerjono. (1990). Sosiologi Sebagai Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Sopiah, (2008). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: CV Andi Offset

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Research and Development. Bandung: Alfabeta

Surbakti, Ramlan. (1999). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widisarana Indonesia

Susan, Novri. (2009). Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Kontemporer. Jakarta: kencana prenada media group

Syafrudin, dan Alimi Yasir. (1999). Belajar “Civic Education” dari Amerika.

Yogyakarta: LKIS

Winardi. (2007). Manajemen Konflik. Bandung: CV. Mandar Maju.

Zainuddin dan Masyhuri. (2008). Metodologi Penelitian (Pendekatan Praktis dan Aplikatif). Bandung: PT Refika Aditama.

Sumber Ketetapan