INDIVIDUALISASI PENDIDIKAN REFLEKSI KRITIS EKSISTENSIALISME SØREN AABYE KIERKEGAARD TENTANG EKSISTENSI MANUSIA DALAM SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA.

(1)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

INDIVIDUALISASI PENDIDIKAN

Refleksi Kritis Eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard

tentang Eksistensi Manusia dalam Sistem Pendidikan di Indonesia

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat

Memperoleh Gelar Doktor Filsafat Pendidikan

Program Studi Pendidikan Umum

Promovendus

:

Firdaus Achmad

NIM: 1007182

KONSENTRASI FILSAFAT PENDIDIKAN

PROGRAM DOKTOR PENDIDIKAN UMUM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

HALAMAN PERNYATAAN

Saya

menyatakan,

bahwa

disertasi

yang

berjudul

INDIVIDUALISASI PENDIDIKAN: Refleksi Kritis Eksistensialisme Søren

Aabye Kierkegaard tentang Eksistensi Manusia dalam Sistem Pendidikan

di Indonesia, sepenuhnya adalah karya saya sendiri. Tidak ada bagian di

dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain, dan saya tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak

sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko / sanksi yang

dijatuhkan kepada saya, apabila di kemudian hari ditemukan adanya

pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada

klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 01 Mei 2013

Yang membuat pernyataan,

FIRDAUS ACHMAD

NIM: 1007182


(3)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

LEMBAR PENGESAHAN

Disertasi ini Disahkan dan Disetujui oleh Tim Promotor

untuk Diajukan dalam Ujian Tahap I (Ujian Tertutup)

Promotor

,

Prof. H. A. Chaedar Alwasilah, MA. Ph.D.

Kopromotor

,

Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir, MA.

Diketahui Oleh:

Ketua Program Studi Pendidikan Umum

SPS UPI

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si.

NIP: 19620316 198803 1 003


(4)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA UJIAN DISERTASI

UNTUK MENGIKUTI UJIAN TAHAP II

Promotor Merangkap Ketua

,

Prof. Dr. H. A. Chaedar Alwasilah, MA.

Kopromotor Merangkap Sekretaris

,

Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir, MA.

Anggota

,

Prof. Dr. H. Waini Rasyidin, M.Ed.

Anggota

,

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si.

Anggota

,

Dr. Mukhtasar Syamsudin

Diketahui Oleh:

Ketua Program Studi Pendidikan Umum

SPS UPI

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si.

NIP: 19620316 198803 1 003


(5)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DISERTASI

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA UJIAN DISERTASI

Promotor Merangkap Ketua

,

Prof. Dr. H. A. Chaedar Alwasilah, MA.

Kopromotor Merangkap Sekretaris

,

Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir, MA.

Anggota

,

Prof. Dr. H. Waini Rasyidin, M.Ed.

Anggota

,

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si.

Anggota

,

Dr. Mukhtasar Syamsudin

Diketahui Oleh:

Ketua Program Studi Pendidikan Umum

SPS UPI

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si.

NIP: 19620316 198803 1 003


(6)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Firdaus Achmad, (1007182), 2013, Individualisasi Pendidikan: Refleksi Kritis Eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia dalam Sistem Pendidikan di Indonesia, Prof. H. A. Chaedar Alwasilah, MA. Ph.D. (Promotor), Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir, MA. (Ko-promotor).

Kehidupan sosial yang masih dipadati oleh prilaku negatif, terutama di kalangan pelajar, seperti: penggunaan obat-obatan terlarang, pergaulan seks bebas, dan tawuran, merupakan gambaran dari sebagian wajah bangsa Indonesia. Pendidikan yang sejatinya diharapkan mampu membekali dan membentuk anak bangsa dengan kepribadian berkarakter terpuji, seakan kurang berdaya dalam memainkan perannya. Realitas fenomenal ini telah mengusik daya tarik penulis untuk berpikir kritis dan radikal guna selanjutnya membangun sebuah pemikiran paradigmatis tentang pendidikan, yang sejatinya berperan memanusiakan manusia.

Dengan menjadikan eksistensialisme Kierkegaard sebagai cermin bagi upaya refleksi dalam bangunan paradigma, penelitian berbentuk studi pustaka ini penulis fokuskan pada pemaknaan terhadap manusia dalam sistem pendidikan di Indonesia. Fokus penelitian ini berisikan: 1. Pemaknaan tentang manusia dalam Eksistensialisme Kierkegaard; 2. Pemaknaan tentang manusia dalam sistem pendidikan di Indonesia; 3. Paradigma pendidikan berbasis pengembangan nilai-nilai individual.

Proses analisis terhadap fokus penelitian tersebut penulis lakukan dengan menggunakan metode hermeneutika kritis yang bersumber dari pola pikir metodisnya Jürgen Habermas. Untuk kepentingan proses penafsiran terhadap realitas teks pada objek formal yang berisikan pemikiran Kierkegaard, dan realitas teks pada objek material yang berisikan pemaknaan tentang manusia dalam sistem pendidikan di Indonesia, penulis menggunakan readerly sebagai sistem pendekatan.

Setelah melakukan proses pembacaan, penafsiran dan refleksi kritis, dalam penelitian ini, penulis menyimpulkan, bahwa: 1. Dalam eksistensialisme Kierkegaard, manusia dimaknai sebagai : a. Gerombolan individu yang masing-masing sedang bereksistensi menjadi dirinya sendiri dalam ruang sosial; b. Esensi

(hakikat) dari manusia adalah individu yang konkret dan unik. 2. Dalam sistem pendidikan di Indonesia, manusia dimaknai sebagai: a. Gerombolan atau kelompok yang berinteraksi dalam peran kependidikan berbeda; b. Pembinaan serta pengembangan potensi individu masih dirancang dalam kepentingan yang terpilah, sehingga potensial memberangus keutuhan nilai-nilai keunikan dan konkrisitas individu; 3. Pendidikan berbasis pengembangan individual adalah sebuah sistem pendewasaan yang menyediakan ruang luas bagi individu untuk mengekspresikan eksistensi kediriannya.

Berdasarkan simpulan penelitian, penulis menyampaikan rekomendasi dalam bentuk tawaran pemikiran. Tawaran dimaksud penulis istilahkan dengan individualisasi pendidikan, yaitu sebuah paradigma kependidikan yang berlandaskan kesadaran akan kesejatian nilai-nilai unik dan konkret pada individu.


(7)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

Firdaus Achmad, (1007182), 2013, Individualization of Education: A Critical Reflection of Søren Aabye Kierkegaard‘s Existentialism on Human Existence in the Education System in Indonesia, Prof. H. A. Chaedar Alwasilah, MA. Ph.D (Promoter), Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir, MA. (Co-promoter).

Social life that is still filled mostly with negative behavior, especially among students, such as: the use of illegal drugs, extra-marital sex and brawl constitutes part of the picture of the face of Indonesia. Education, which is expected to equip the children of this nation with commendable personality, is still powerless in playing its role. This phenomenal reality has encouraged the writer to think critically and radically in order to further build a paradigm of thought on education, which essentially aims to humanize man.

Using Kierkegaard's existentialism as a mirror for reflection effort in a paradigmatic construction, the writer in this library research focused on the definition of human beings in the education system in Indonesia. The focus of this research includes: 1. The definition of man in Kierkegaard's existentialism; 2. The definition of human beings in the education system in Indonesia; 3. The paradigm of education based on the development of individual values.

The analytical process of the focus of research used the method of critical hermeneutics which comes from the methodical mindset of Jürgen Habermas. The interpretation process of the reality of the text on the formal object that contains Kierkegaard thought, and the reality of the text on the material object that contains the definition of human beings in the education system in Indonesia, the writer used the readerly approach system.

Upon completion of the reading, interpretation and critical reflection in this study, the writer concluded that: 1. in Kierkegaard's existentialism, human beings are defined as: a) a horde of individuals each being in existence to be himself in a social space; b) the essence of human beings is a unique and concrete individual. 2. in the education system in Indonesia, human beings are defined as: a) hordes or groups that interact in different education role; b) the development of individual potential is still designed in the segregated interests, thus potentially suppressing the integrity of values of the individual’s uniqueness and concreteness; 3. the development of individual-based education is a nurture system which provides a wide space for the individual to express the self-existence.

Based on conclusion of the study, the writer made recommendations in the form of an offer of thought. The offer is what the writer termed as the Individualization of Education, which is an education paradigm based on an awareness of the unique and concrete values in the individual.


(8)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

halaman HALAMAN JUDUL ……… HALAMAN PERSETUJUAN .……….... HALAMAN PERNYATAAN ……… HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. EPIGRAF ……….. KATA PENGANTAR ………. UCAPAN TERIMA KASIH ………... ABSTRAK ………. DAFTAR ISI ……… DAFTAR BAGAN ………... DAFTAR LAMPIRAN ………

i ii iii iv v vi vii viii x xii xiii BAB I

BAB II

BAB III

PENDAHULUAN ……… A. Latar Belakang Masalah ………... B. Identifikasi Masalah ……….

C. Fokus Penelitian ………

D. Tujuan Penelitian ……….. E. Manfaat dan Signifikansi Penelitian ……….. F. Sistematika Penulisan ……….. MANUSIA INDIVIDUAL DALAM EKSISTENSIALISME

KIERKEGAARD …... A. Manusia adalah Individu yang Bereksistensi ………..

1. Pengalaman Hidup Reflektif ……… 2. Individu sebagai Autentisitas Kedirian Manusia ………. 3. Konkresitas sebagai Makhluk Individual ……….. 4. Subjektivitas adalah Kemestian Individual ………... B. Potensi Kedirian Individual sebagai Hasil Penafsiran atas

Eksistensialisme Kierkegaard …... 1. Potensi Fisikal Kedirian Individu ……… 2. Potensi Rasional Kedirian Individu ………... 3. Potensi Emosional Kedirian Individu ……… 4. Potensi Spiritual Kedirian Individu ………... 5. Potensi Metafisikal Kedirian Individu ………... METODOLOGI ……… A. Metode dan Pendekatan Penelitian ………... B. Model dan Jenis Metode Penelitian ………...

C. Sumber Data ………..

D. Proses dan Tahapan Penelitian ………... E. Definisi Konseptual ………..

1 1 7 11 12 13 14 19 19 28 38 44 51 57 60 67 80 87 95 100 100 102 105 109 113


(9)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB IV

BAB V

INDIVIDUALISASI DALAM PENDIDIKAN ……….

A. Eksistensi Individu dalam Sistem Pendidikan Nasional ……

1. Undang-undang sebagai Sumber Kebijakan ……….

2. Hasrat Capaian dan Fenomena Perubahan Kurikulum …

B. Individu dan Realitas Pendidikan Nasional ……….. 1. Absurditas Hasrat Capaian dalam Perubahan Kebijakan 2. Etika Pendidikan dan Pencitraan Individu dalam

Problem Moral Sosial ………. C. Individualisasi Pendidikan sebagai Tawaran Pemikiran

Paradigmatik ………. 1. Manusia sebagai Individu yang Berkesadaran …………. 2. Pendidikan sebagai Realisasi Kedirian Individu ………...

3. Pendidikan Eksistensial ……….

4. Pendidikan Karakter Berparadigma Kesadaran

Eksistensial ……….. PENUTUP ……….

A. Simpulan ………

B. Rekomendasi ……….

115 115 117 126 157 161 171

178 179 188 194 199 221 221 229 DAFTAR PUSTAKA ………...


(10)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah ranah kehidupan yang potensial memberikan peluang bagi pengembangan eksistensi aku individual. Di dalam proses pendidikan, eksistensi ‘aku’ individual mendapatkan kesempatan untuk disentuh oleh bimbingan dan arahan dari individu lain, yang berdasar pengalaman formal, memiliki tingkat intelektual lebih tinggi. Kehadiran individu lain yang diistilahkan dengan ‘guru’ atau ‘dosen’, sebagai tenaga pendidik, dalam proses belajar mengajar, tidak sekedar hanya bertugas untuk membimbing dan mengarahkan individu sebagai peserta didik (siswa atau mahasiswa) dalam menggali dan mengembangkan potensi kediriannya, akan tetapi juga untuk memberikan peluang bagi mereka dalam mengukuhkan eksistensi diri.

Pengukuhan tersebut berwujud kemampuan menemukan jati diri melalui penataan self awareness (kesadaran akan kedirian) nya melalui peningkatan kualitas intelektual dalam menjalani proses pendewasaan diri. Peran tenaga pendidik terasa sangat penting di saat peserta didik menjalani pelintasan proses pendewasaan diri, tidak hanya sebagai pengisi wadah intelektual, namun juga sebagai pendamping bagi perkembangannya. Dengan bermodalkan ilmu pengetahuan yang dimiliki, sejatinya tenaga pendidik harus siap dan bersedia untuk disibukkan oleh perannya dalam mengikuti proses perkembangan intelektual peserta didik (Kneller, 1971: 17).


(11)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Idealnya, pendidikan merupakan wilayah dan sekaligus fasilitas bagi peserta didik untuk menata landasan berpikir, yang kemudian dijadikannya sebagai dasar bagi upaya meruntunkan babak-babak kehidupan dalam realitas sosial. Landasan berpikir yang tertata berdasar pada bangunan teoretis memberikan peluang bagi peserta didik untuk mampu membaca sekaligus menafsirkan setiap fenomena yang muncul dalam gerak kehidupan yang dihadapi serta dialaminya. Hasil pembacaan dan penafsiran selanjutnya akan menjadi dasar bagi mereka untuk bereaksi dan mengekspresikan kreativitas eksistensial kediriannya (Alwasilah, 2008: 18).

Pendidikan hanya akan berhasil membekali peserta didik landasan berpikir yang berkesesuaian dengan kebutuhan dari gerak kehidupan konkret, manakala di dalam proses pelaksanaannya peserta didik dihargai sebagai individu konkret yang memiliki potensi kedirian eksistensialistis dan bukan sebagai sebuah komunitas manusia. Pemahaman dan pemaknaan yang bersifat general terhadap peserta didik, hanya akan menjadi pintu bagi tertutupnya kesempatan mengungkap kemampuan dirinya. Dengan demikian, pendidikan sebagai sebuah kondisi sosial (terlembaga) dari pemikiran manusia, yang pada awalnya diharapkan mampu membebaskan eksistensi kediriannya, justru hadir sebagai pembungkam eksistensi manusia itu sendiri (Sastrapratedja dalam Widiastono, 2004: 14).

Pembungkaman eksistensi individu dalam proses pendidikan sering terjadi ketika tenaga pendidik memberlakukan sistem penilaian dengan perhitungan nilai rerata kelas. Sistem penilaian seperti ini sangat potensial


(12)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

mereduksi, dalam arti mengurangi, bahkan mengabsurdkan (mengaburkan) potensi peserta didik sebagai individu. Demikian pula dengan pola pendidikan yang menetapkan standar hasil nilai tes awal sebagai dasar bagi pengelompokan kelas belajar, dimana peserta didik yang bernilai hasil tes rendah dipisahkan secara sengaja dengan peserta didik yang berhasil mendapatkan nilai tinggi. Hal ini menjadi pintu penutup bagi peserta didik yang bernilai tes rendah untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan potensi kecerdasan dari dimensi rasionalnya. Kalaupun seorang peserta didik dalam kelompok bernilai tes rendah berhasil memperoleh nilai tertinggi, maka ia hanya akan menjadi peserta didik terpintar dari kelompok bernilai rendah.

Pada bagian lain, pembungkaman eksistensi juga terjadi ketika pelaku didik lebih mendominasikan pola berpikir teoretis dengan mengenyampingkan kesempatan aplikasi dari bangunan teori yang disampaikan. Pola pendidikan dan pembelajaran dimaksud cenderung menghadirkan peserta didik hanya sebagai pengamat atau komentator, sekaligus menjadi seorang anak yang menghayalkan idealitas masa depannya. Kondisi seperti ini biasa dijumpai pada lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia, terutama ketika masih diberlakukannya kurikulum 2002 dan 2004.

Perbaikan kurikulum yang ditetapkan pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional – sebelumnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang kini kembali digunakan – dengan menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) hingga awal 2007, belum mampu melahirkan hasil yang


(13)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

peserta didik. Penyebab utama dari kondisi tersebut adalah, masih dominannya tuntutan penguasaan materi teoretis dalam sistem evaluasi yang diberlakukan.

Termasuk dalam kategori pembungkaman eksistensi yang biasa dilakukan oleh tenaga pendidik, khususnya di tingkat pendidikan dasar, yakni pola dan cara mereka memotivasi peserta didiknya untuk mengembangkan daya imajinasi. Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu peran dan fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan daya rasa, karsa dan cipta yang dimiliki oleh manusia, dalam hal ini peserta didik (Krathwohl, 1964: 5-6).

Upaya pengembangan ketiga ranah tersebut selayaknya dilakukan dengan menggunakan arahan tanpa harus menghadirkan batasan formal yang potensial mengekang kebebasan imajinasi. Namun dalam praktik pendidikan, seorang tenaga pendidik, khususnya yang mengampu mata pelajaran bernuansa pengembangan imajinasi, seperti kesenian, seringkali menghadirkan batasan formal, dalam bentuk nilai-nilai kuantitatif, ketika membaca dan memahami daya imajinasi peserta didik nya.

Fenomena pembungkaman eksistensi pada lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia masih dapat terdekteksi, walaupun pada 2007 pemerintah telah menetapkan kurikulum baru, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dominasi tuntutan penguasaan materi teoretis dengan pola sentralisasi pengadaan soal evaluasi akhir, menjadi penyebab utamanya. Kebijakan pemerintah menetapkan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) dengan kelulusan yang distandarisasikan, adalah sebuah tindakan pemaksaan.


(14)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Kebijakan tersebut sepertinya hanya mempersiapkan pusara bagi kematian eksistensi individu yang senyatanya tidak mendapatkan ruang gerak untuk mengekspresikan eksistensi kediriannya. Wajar saja jika cita-cita untuk melahirkan dan memiliki peserta didik yang cerdas secara teoretis dan terampil dalam aplikasi akan tetap bergantung di langit kehidupan bangsa Indonesia, karena praktik pembungkaman eksistensi tidak pernah diatasi, namun semakin dipertegas dengan kebijakan yang justru membunuhnya.

Fenomena realistis tersebut harus segera diperbaiki guna memuluskan proses perwujudan cita-cita pendidikan yang menghasrati lahirnya sosok manusia terdidik yang cerdas secara teoretis dan terampil secara praktis. Idealnya, upaya perbaikan dimaksud harus diawali dengan menata ulang bangunan pemaknaan dan pemahaman tentang peserta didik sebagai manusia yang berkebebasan individual. Pemaknaan ini menjadi sebuah kemestian pemahaman bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, khususnya tenaga pendidik.

Sebagai pihak yang secara formal terlibat langsung dalam pelaksanaan pendidikan, tenaga pendidik berkeharusan mengenali sekaligus membangunkan kesadaran peserta didiknya akan makna kebebasan yang menjadi keazalian individual mereka. Selanjutnya, pemaknaan dan pemahaman ini menjadi motivator bagi tenaga pendidik untuk selalu menghargai kebebasan individual peserta didiknya, seperti mereka menghargai diri sendiri (Kneller, 1971: 72-73).

Penghargaan atas kebebasan sebagai makhluk individual akan memberikan peluang tersedianya ruang kebebasan eksistensial bagi peserta


(15)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

didik dalam menjalani pelaksanaan proses pendidikan secara aktif dan dinamis. Kebebasan eksistensial merupakan perwujudan dari proses ‘menjadi’ nya peserta didik sebagai makhluk individual. Di dalam kata ‘menjadi’ itu sendiri terkandung makna ‘perpindahan’ dari situasi ‘kemungkinan’ kepada sebuah situasi ‘kenyataan’ (Harun, 1980 : 124).

Pemaknaan manusia, sebagai makhluk individual yang senantiasa bereksistensi dalam proses menjadi, telah diperikan secara unik dan menarik oleh seorang filsuf berkebangsaan Denmark, Søren Aabye Kierkegaard (1813– 1855) (Tafsir, 2009: 58). Bermula dari hasil refleksi terhadap lintasan kehidupan yang telah dilalui serta dialaminya, Kierkegaard membangun pemikiran kefilsafatan tentang makna manusia dan makna keberadaan dalam semesta kehidupan. Gagasan pemikirannya tentang makna keberadaan manusia mengkristal menjadi aliran filsafat yang dikenal dengan ‘eksistensialisme.’

Sebagai bapak filsafat eksistensial, Kierkegaard memahamkan, bahwa

esensi (hakikat) dari manusia itu adalah individu yang bereksistensi. Menurutnya, individu merupakan makhluk yang konkret dan autentik. Sementara manusia hanyalah sebuah abstraksi dan universalisasi dari individu yang bereksistensi. Pemaknaan ini ia ungkapkan sebagai bentuk kritik terhadap pemikiran idealisme pada Hegel (1770 – 1831).

Kierkegaard memberikan penekanan pada makna ‘konkret’ dan ‘autentik’ dalam memaknai eksistensi bagi individu. Menurutnya, konkresitas dan autentisitas adalah sebuah keazalian individual. Untuk menjaga keazalian diri itu, individu berkemestian bergerak dalam proses menjadi subjektif. Dengan


(16)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

kata lain, ‘menjadi subjektif’ merupakan sebuah kemestian individual. Individu sebagai manusia subjektif merupakan titik poros dari kehidupan, karena hanya individu yang senyatanya konkret serta autentik dalam kehidupan (Kierkegaard, 1946: 134).

Realitas fenomenal berikut realitas kontekstual dalam paparan tersebut di atas telah mengusik daya tarik penulis untuk berpikir secara kritis dan radikal guna selanjutnya membangun sebuah pemikiran paradigmatis tentang pendidikan, yang sejatinya berperan memanusiakan manusia. Kajian kritis dimaksud penulis lakukan dalam wilayah pemahaman dan pemaknaan filsafat pendidikan dengan menjadikan eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard sebagai cermin bagi upaya refleksi.

B. Identifikasi Masalah

Pendidikan merupakan salah satu lembaga budaya yang terlahir dari aktivitas kehasratan manusia untuk menyibak misteri semesta jagad raya. Ketersibakan misteri semesta jagad raya akan memperluas ruang bagi manusia untuk mengeskpresikan eksistensi dirinya sebagai makhluk yang memiliki keunggulan rasional dibanding makhluk lain. Keunggulan rasional ini yang menjadi modal utama bagi manusia dalam menata bangunan peradaban kehidupannya.

Sebagai lembaga budaya yang terlahir dari rahim aktivitas kehasratan makhluk rasional, pendidikan memiliki peran penting dalam menjaga dan menuntun langkah manusia ke arena pendewasaan diri yang berada dalam


(17)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

wilayah sosial. Proses pendewasaan diri dalam bingkai pendidikan pada dasarnya merupakan formalisasi dari upaya adaptasi manusia dengan realitas kesemestaan jagad raya, yang berisikan aktivitas mencari, menemukan, membaca, menafsirkan dan kemudian menindaklanjuti.

Kedewasaan diri yang menjadi target pendidikan ditujukan pada manusia dalam posisi sebagai individu. Hal ini berdasarkan pertimbangan logis, bahwa kedewasaan individu akan menjadi energi utama dalam membangun kedewasaan sosial. Oleh karenanya, idealitas sebuah rancangan pendidikan akan berorientasi pada kepentingan pemberian ruang bagi individu untuk mengekspresikan eksistensi kediriannya melalui aktivitas formal kependidikan.

Pendidikan yang berorientasi pada kehasratan untuk memperluas ruang eksistensi individu akan menjadi bangunan budaya yang kokoh manakala memiliki pondasi yang kuat dan mengakar. Pondasi dimaksud bersendikan pilar-pilar: kajian ontologis, kajian epistemologis dan kajian aksiologis. Ketiga pilar ini memiliki peran urgen yang berbeda. Kajian ontologis berperan memperkokoh argumen-argumen logis-historis bagi rancangan program pendidikan; kajian epistemologis dibutuhkan untuk memastikan ketepatan rajutan metodis atas setiap tindakan kependidikan; dan kajian aksiologis menjadi urgen dalam mengawal upaya perumusan serta aplikasi nilai-nilai kependidikan. Bangunan pendidikan yang tidak berpijak di atas pondasi ontologis yang jelas dan kuat akan mudah terombang ambing dalam suasana inkonsistensi program. Kondisi ini pada akhirnya menjadi pemicu untuk menjadikan gemerlap kesuksesan aktivitas pendidikan di negara lain sebagai kiblat dunia


(18)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

pendidikan. Di sisi lain, letupan-letupan problematika kehidupan selalu terasa menarik untuk dijadikan sebagai tema yang memberikan inspirasi dalam merancang muatan dan orientasi pendidikan. Perubahan kurikulum berdasar pada keinginan temporal yang bersumber dari pembacaan singkat atas animo kehidupan masyarakat, merupakan realitas dunia pendidikan nasional yang senyatanya mengabaikan pondasi ontologis. Salah satu bukti nyata dari pengabaian pondasi ontologis adalah, dimasukkannya bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal di beberapa daerah.

Un-seriousness (kekurangseriusan) para perancang sistem pendidikan dalam mengkaji dan menempatkan landasan epistemologis hanya akan menciptakan celah instabilities (ketidakstabilan) metodis pada setiap rancangan program pendidikan. Kondisi seperti ini berpeluang melahirkan inaccuracies

(ketidakajegan) metodis, dimana kepentingan penyajian materi belum sepenuhnya dapat difasilitasi oleh metode pembelajaran yang digunakan. Selanjutnya, konsekuensi logis – realistis yang sangat mungkin terjadi adalah,

neglectedness (keterabaian) ilmu pengetahuan dan keterampilan materi pendidikan. Dominasi sajian teoretis dalam proses pembelajaran yang kurang diimbangi dengan aplikasi praktis atau praktik keterampilan, menjadi bukti lemahnya landasan epistemologis pada bangunan pendidikan nasional. Demikian pula dengan penggunaan evaluasi dalam proses pembelajaran, yang idealnya ditujukan untuk membaca kualitas pembelajaran, justru lebih sering digunakan sebagai sarana menjustifikasi eksistensi peserta didik. Lebih ironis


(19)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

lagi, hasil evaluasi justru dijadikan alasan untuk mengklasifikasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok tertentu.

Pada bagian lain, insensitivities (kekurangpekaan) para perancang sistem pendidikan dalam membaca dan memahami berbagai fenomena kehasratan manusia untuk mengekpresikan eksistensi kediriannya, akan berkonsekuensi logis pada rapuhnya penataan landasan aksiologis dari bangunan pendidikan. Jika hal ini terjadi, maka hampir dapat dipastikan betapa kaburnya lintasan arah orientasi dari tujuan pendidikan yang dikehendaki. Ketidakpastian target capaian pendidikan terlihat dalam rumusan tujuan pendidikan yang terdapat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Wajar saja, jika dalam proses pelaksanaannya pendidikan di Indonesia sering mengalami perombakan, dan secara temporal mengikuti hembusan angin kehasratan sesaat dari kehidupan masyarakat.

Pengabaian terhadap ketiga pilar pondasi tersebut di atas akan berakibat pada kerapuhan bangunan pendidikan, yang senyatanya merupakan kebutuhan substansial manusia. Bangunan pendidikan yang rapuh tentunya tidak akan mampu menampung dan memfasilitasi perkembangan dialogis dari muatan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran yang dihasrati oleh manusia. Disadari atau tidak, nilai-nilai positif dimaksud akan terpinggirkan (marginalized) oleh kondisi pendidikan yang rapuh. Marginalization (keterpinggiran) ini dengan sendirinya akan membentangkan absurditas (kekaburan) makna dan peran manusia sebagai subjek sekaligus objek pendidikan.


(20)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Absurditas (kekaburan) pemaknaan tentang manusia dalam dunia pendidikan nasional bermula dari rumusan tujuan pendidikan yang tertera dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003. Dari aspek kebahasaan, susunan kalimat dalam rumusan tujuan pendidikan nasional, tidak sesuai dengan aturan logika, khususnya yang terkait dengan kaedah klasifikasi. Sementara di sisi lain, muatan dalam rumusan tersebut tidak menggambarkan adanya pertimbangan nilai-nilai ontologis, epistemologis dan aksiologis.

Ketidakutuhan makna manusia, sebagai bentuk absurditas (kekaburan) pemaknaan, ikut diperparah oleh paradigma positivisme yang telah sejak lama bersemayam dalam ruang pendidikan nasional. Dengan paradigma positivistik, kompetensi manusia – peserta didik – ditentukan berdasar rentangan angka-angka yang lebih dominan ditujukan untuk menilai aspek rasionalnya. Sementara, aspek lainnya, seperti: aspek emosional, spiritual, dan fisikal, hampir tidak tersentuh. Interpretasi ini lah yang kemudian membidani pemaknaan manusia hanya sebagai komunitas atau kerumunan, dan bukan sebagai individu unik.

C. Fokus Penelitian

Pemaknaan yang berkonsekuensi pada perlakuan terhadap manusia, yang memiliki kebebasan berekspresi sebagai makhluk individu unik dalam dunia pendidikan, menjadi fokus kajian dalam penelitian ini. Fokus ini penulis kaji dengan menggunakan paradigma eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard


(21)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

(1813–1855) yang memahamkan, bahwa manusia adalah individu yang bereksistensi.

Penggunaan paradigma eksistensialisme Kierkagaard, sebagai objek formal penelitian, untuk kepentingan penelitian ini lebih penulis arahkan pada upaya mengkritisi secara radikal pemahaman dan perlakuan dunia pendidikan yang hingga saat ini masih memposisikan manusia sebagai realitas kerumunan atau komunitas. Oleh karenanya, guna memberikan kejelasan arah kajian atas fokus masalah penelitian, penulis menetapkan pertanyaan-pertanyaan penelitian, sebagai objek material penelitian yang hendak dibaca, ditafsir dan kemudian direfleksikan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pemaknaan tentang manusia sebagai makhluk individual dalam Eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard.

2. Bagaimanakah pemaknaan tentang manusia dalam Sistem Pendidikan di Indonesia.

3. Bagaimanakah paradigma pendidikan yang berbasis pengembangan nilai-nilai individual.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini penulis lakukan dengan tujuan untuk melahirkan sekaligus membangun paradigma baru dalam ruang kajian filsafat pendidikan yang memaknai manusia sebagai individu dalam pelaksanaan pendidikan. Paradigma ini penulis harapkan dapat melandasi sebuah bangunan pendidikan eksistensialistis, yakni pendidikan yang memahamkan dan


(22)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

menghadirkan manusia sebagai individu unik. Upaya untuk memenuhi capaian tujuan tersebut penulis awali dengan melakukan refleksi kritis terhadap peran serta makna manusia dalam sistem pendidikan nasional.

Sementara, secara khusus penelitian ini penulis tujukan untuk mengungkap sekaligus mendeskripsikan tentang:

1. Refleksi kritis pemikiran eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard tentang manusia sebagai makhluk individual.

2. Kajian kritis tentang pemaknaan manusia dalam sistem pendidikan di Indonesia.

3. Pemikiran kritis berbentuk paradigma tentang pendidikan yang berbasis pada pengembangan nilai-nilai individual.

E. Manfaat dan Signifikansi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat keilmuan praktis dalam memahami, memaknai sekaligus memperlakukan manusia, dalam pelaksanaan pendidikan, sebagai makhluk individu yang memiliki kebebasan bereksistensi. Pemikiran kependidikan yang menghargai manusia, dalam kapasitasnya sebagai individu, sangat berpotensi untuk menciptakan ruang bagi bereksistensinya masing-masing individu sebagai peserta didik, karena individu yang unik merupakan sebuah keniscayaan atau hakikat dari makhluk bernama manusia.


(23)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Dengan memaknai dan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang unik dan memiliki kebebasan eksistensial, pendidikan sudah meniscayakan sekaligus menghargai perbedaan yang tidak seharusnya disamakan pada setiap peserta didik. Perbedaan eksistensial dimaksud akan memberikan kesempatan pada peserta didik, sebagai individu, untuk mencapai kesuksesan aktualitasnya tanpa harus tereduksi oleh aktualitas peserta didik lain yang senyatanya berbeda.

Penelitian yang penulis lakukan merupakan bentuk kajian kritis dalam wilayah filsafat pendidikan. Hal ini tampak pada paradigma pemikiran yang penulis gunakan sebagai objek formal penelitian yang bersumber dari pemikiran filsafat, yakni eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard. Pada satu sisi, kajian kritis kefilsafatan dibutuhkan untuk kepentingan evaluasi terhadap pelaksanaan sistem pendidikan nasional. Sementara di sisi lain, kajian seperti ini akan menjadi inspirasi bagi terlahirnya paradigma alternatif tentang sistem pendidikan yang potensial memperluas ruang gerak manusia sebagai individu dalam proses mengaktualisasikan keunikan dirinya.

Upaya mengkritisi berbagai paradigma pendidikan dengan tujuan untuk memperkokoh landasan ontologis, epistemologis dan aksiologisnya, sekaligus melahirkan paradigma alternatif, merupakan aktivitas rutin dari para pemerhati pendidikan, khususnya yang secara sadar telah menempatkan diri ke dalam ruang kajian kefilsafatan. Penelitian ini merupakan bukti betapa penulis berusaha berpikir dan bersikap konsisten dengan konsentrasi studi yang dipilih, yaitu konsentrasi Filsafat Pendidikan pada program studi Pendidikan Umum.


(24)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini penulis paparkan dalam tebaran 5(lima) bab, dimana masing-masing bab berisikan kajian yang mengacu pada fokus penelitian. Keterpautan antara bab yang satu dengan bab lainnya, secara sistemik dan sistematik, menjadi gambaran dari kehasratan penulis dalam menata bangunan pemikiran tentang paradigma pendidikan yang memaknai serta menghadirkan manusia sebagai individu unik. Paradigma pendidikan ini secara radikal penulis paparkan pada Bab IV.

Bab I penelitian ini berisikan argumentasi empiris – rasional yang melatari pemikiran penulis dalam mengangkat tema penelitian. Latar pemikiran tersebut kemudian menjadi dasar bagi penulis dalam merumuskan fokus penelitian. Objek material penelitian, berupa tema-tema utama kajian yang sudah dirumuskan, penulis analisis dengan berpandukan pada bangunan kerangka teori dan hasil kajian pustaka tentang pemikiran eksistensialisme Kierkegaard, sebagai objek formal penelitian. Kejelasan arah penelitian penulis ungkapkan dalam rumusan tujuan, manfaat dan signifikansi penelitian yang menjadi bagian akhir dari paparan Bab I.

Secara sistematis, Bab I yang merupakan bagian Pendahuluan dari keseluruhan penelitian, berisikan: Latar Pemikiran; Identifikasi Masalah; Fokus dan Persoalan Penelitian; Tujuan Penelitian; Manfaat dan Signifikansi Penelitian; dan Sistematika Penulisan. Keseluruhan isi dalam Bab I ini menjadi acuan dan arah bagi penulis dalam melakukan kajian pada bab-bab berikutnya.


(25)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Bab II penelitian ini terdiri dari 2(dua) bagian, A dan B. Bagian A mendeskripsikan pemikiran eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard tentang eksistensi manusia. Hasil pembacaan dan penafsiran dari bagian ini kemudian penulis tafsirkan secara kritis. Hasil tafsiran dimaksud penulis paparkan pada bagian B. Bab II bagian A dan B selanjutnya menjadi objek formal penelitian yang penulis gunakan untuk membaca serta menafsirkan realitas Sistem Pendidikan Nasional yang termuat dalam Bab IV bagian A.

Secara rinci, Bab II yang penulis beri judul Individu dalam Eksistensialisme Kierkegaard, terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisikan paparan pemikiran Kierkegaard tentang eksistensi manusia dengan judul Manusia adalah Individu yang Bereksistensi. Bagian ini terdiri dari empat tema pemikiran, yaitu: Pengalaman Hidup Reflektif; Individu sebagai Autentisitas Kedirian Manusia; Individualisasi sebagai Makhluk konkret; dan Subjektivitas adalah Kemestian individual.

Bagian kedua berisikan hasil pembacaan dan penafsiran penulis terhadap pemikiran Kierkagaard tentang eksistensi manusia. Berjudul Potensi Kedirian Individual sebagai Hasil Penafsiran atas Eksistensialisme Kierkegaard, bagian kedua ini terdiri dari lima tema pemikiran, yaitu: Potensi Fisikal; Potensi Rasional; Potensi Emosional; Potensi Spiritual; dan Potensi Metafisikal.

Bab III berisikan paparan tentang metodologi penelitian yang penulis gunakan dalam merancang, membaca, menafsirkan serta merefleksikan realitas historis – rasional pada Bab II. Berdasarkan pada kebutuhan tema penelitian yang berada dalam ruang kajian filsafat, dan juga bentuk penelitian kepustakaan


(26)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

(library research), isi paparan Bab III ini penulis sesuaikan dengan kaidah atau ketentuan dalam metode hermeneutika yang penulis gunakan.

Secara rinci, paparan dalam Bab III penelitian ini menguraikan tentang: Metode dan Pendekatan Penelitian; Model dan Jenis Metode Penelitian; Sumber Data; Proses dan Tahapan Penelitian. Pada bagian akhir BAB III, penulis juga memaparkan bangunan definisi konseptual tentang tema penelitian dengan tujuan untuk memperjelas maksud dari tema tersebut.

Bab IV berisikan paparan tentang hasil kajian reflektif penulis, dengan berdasar pada objek formal yang termuat dalam Bab II bagian A beserta hasil tafsirannya yang penulis deskripsikan pada Bab II bagian B. Hasil kajian reflektif tersebut penulis paparkan ke dalam tiga bagian. Bagian A berisikan paparan tentang idealitas Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan objek material penelitian dan selanjutnya penulis tafsirkan secara reflektif. Bagian B memuat paparan hasil refleksi terhadap pemaknaan tentang manusia dalam realitas Sistem Pendidikan Nasional. Bagian C berisikan refleksi abduktif yang penulis sajikan sebagai tawaran pemikiran paradigmatik setelah melakukan kajian reflektif kritis terhadap objek material penelitian.

Paparan Bab IV yang berjudul Individualisasi Dalam Pendidikan terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berjudul Eksistensi Individu dalam Sistem Pendidikan Nasional, berisikan paparan tentang; Undang-undang sebagai Sumber Kebijakan; Hasrat Capaian dan Fenomena Perubahan Kurikulum. Bagian kedua berjudul Individu dan Realitas Pendidikan Nasional, berisikan bahasan tentang: Absurditas Hasrat Capaian dalam Perubahan Kebijakan; Etika


(27)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Pendidikan dan Pencitraan Individu dalam Problem Moral Sosial. Bagian ketiga berjudul

Individualisasi Pendidikan sebagai Tawaran Pemikiran

Paradigmatik, berisikan paparan konseptual tentang:

Manusia sebagai Individu yang Berkesadaran; Pendidikan sebagai Realisasi Kedirian Individu; Pendidikan Eksistensial; dan Pendidikan Karakter Berparadigma Kesadaran Eksistensial

Bab V merupakan bagian penutup yang berisikan simpulan dari kesemua proses penelitian. Bab V penulis akhiri dengan memberikan sumbang saran atau rekomendasi dalam bentuk refleksi kritis dengan berdasar pada hasil kajian dari proses penelitian yang telah penulis lakukan.

Sistemisasi keseluruhan bagian dalam penelitian ini penulis deskripsikan dalam bentuk struktur penulisan, sebagaimana tampak pada bagan 1.1 sebagai berikut:

Bagan 1.1

STRUKTUR PENULISAN

BAB IV

Refleksi Pemikiran atas Hasil Pembacaan

BAB I

Dasar dan arah bagi keseluruhan bagian tulisan

 Makna dan peran Pendidikan dalam memanusiakan manusia.

 Interpretasi umum atas realitas kependidikan.

 Keterpautan problematika moral dan aktivitas kependidikan.

 Sepintas Pemikiran Kierkegaard sebagai dasar postulat kritis.

EKSISTENSIALISME KIERKEGAARD:  Autentisitas Manusia.  Makhluk Konkret.  Kemestian Subjektivitas.

POTENSI KEDIRIAN INDIVIDU:

Fisikal – Rasional – Emosional – Spiritual – Metafisikal.

BAB II

Objek Formal

BAB III


(28)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu


(29)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODOLOGI

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan aktivitas refleksi kritis yang berada dalam wilayah keilmuan filsafat. Oleh karenanya, metode yang digunakan untuk melakukan proses kerja penelitian haruslah metode yang akrab dan dapat mewadahi kehasratan pemikiran filosofis penulis dalam mengkaji tema penelitian. Proses kerja dalam penelitian ini berisikan aktivitas pembacaan, aktivitas pemaknaan, serta aktivitas penafsiran, yang kesemuanya penulis arahkan untuk menyibak tabir fenomena realistis dari dunia pendidikan dan juga fenomena teks dari pemikiran eksistensialisme Kierkegaard.

Untuk kepentingan aktivitas kerja penelitian tersebut, penulis menggunakan metode Hermeneutika.1) Secara metodis, setiap penggunaan

hermeneutika sebagai metode kajian, senantiasa diarahkan pada upaya untuk mengungkap makna yang terkandung dalam berbagai discursive action (tindakan berwacana). Dalam penelitian ini penulis tujukan untuk mengungkap makna manusia dalam kandungan Sistem Pendidikan Nasional.

1) Hermeneutika (Inggris: Hermeneutics) merupakan metode yang sangat akrab di dunia

filsafat. Secara etimologis, istilah hermeneutika berasal dari bahasa Latin: hermeneuine atau dalam bahasa Yunaninya hermeneia dengan arti, ‘menafsirkan’ atau ‘penafsiran.’ Makna ini diasosiasikan kepada nama dewa dalam mitologi Yunani, yakni dewa HERMES (Hermeios), dewa yang bertugas menyampaikan dan menerjemahkan pesan dari penguasa semesta jagad raya ke dalam bahasa manusia. Peran dewa penafsir seperti ini juga dikenal dalam mitologi Mesir, yakni pada dewa Theth. Karena perannya sebagai penyampai sekaligus penafsir pesan, maka ia biasa

juga disebut dengan ‘dewa kata’. Pemaknaan lain tentang hermeneutika dapat dibaca dalam Adian, D.G., Percik Pemikiran Kontemporer, Sebuah Pengantar Komprehensif, 2006, Bandung: Jalasutra, hal. 199.


(30)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Ada tiga argumentasi logis yang mendasari penulis menggunakan metode hermeneutika untuk kepentingan penelitian ini, yaitu: Pertama, penelitian yang penulis lakukan berbentuk library research, dimana dalam proses kerjanya memestikan penulis berkomunikasi dengan sejumlah wajah teks, yakni teks tentang riwayat hidup dan pemikiran eksistensi dari Søren Aabye Kierkegaard, serta teks tentang Sistem Pendidikan Nasional yang termuat dalam undang-undang. Kebutuhan akan kemestian dimaksud dapat terpenuhi dengan penggunaan metode hermeneutika.

Kedua, tema kajian dalam penelitian ini merupakan serpihan dari bangunan ilmu-ilmu pengetahuan sosial kritis. Secara metodis, kajian terhadap tema-tema berwacana ilmu-ilmu pengetahuan sosial kritis membutuhkan sebuah metode yang di dalamnya terkandung interest (kehasratan) berjenis emansipasi

(Habermas, 1971: 77).2) Jenis interest (kehasratan) ini merupakan salah satu

muatan yang terkandung di dalam metode hermeneutika.

Ketiga, isu utama yang penulis hasrati dari tema penelitian ini berkaitan dengan tindakan anggota kelompok sosial, yakni tentang pemaknaan dan sikap terhadap manusia dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pada umunya tindakan tersebut berlandas pada interpretasi yang bersumber dari norma tertentu,

2) Interest (kehasratan) emansipasi dimaksudkan oleh Habermas sebagai intensionalitas

dalam mengurai kebekuan hubungan antara berbagai interpretasi ilmu-ilmu pengetahuan sosial kritis, sebagai akibat dari penerapan ideologi tertentu. Ia membagi interest (kehasratan) menjadi tiga jenis, sesuai dengan bangunan ilmu pengetahuan manusia, yaitu: instrumental intreset untuk ilmu-ilmu pengetahuan analitis-empiris; practice interest untuk ilmu-ilmu kesejarahan; dan emancipation interest untuk ilmu-ilmu pengetahuan sosial kritis.


(31)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

sehingga segala bentuk tindakan dapat ditafsirkan sebagai pemenuhan atau aplikasi dari norma yang diberlakukan (Habermas, 1987: 23).3)

Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan proses kerja kontekstualisasi terhadap teks-teks dimaksud di atas, penulis memilih readerly sebagai approach system (pendekatan) penelitian.4) Penggunaan readerly juga ditujukan untuk

memperluas ruang kebebasan bagi penulis dalam melakukan aktivitas penafsiran. Hal ini sesuai dengan karakter readerly sebagai sebuah approach system (pendekatan) yang berisikan penjelasan, bahwa: pertama, kuasa penafsiran ada pada penafsir; kedua, eksistensi penafsir dalam ruang kebebasan menghentikan gerak langkah penutur; dan ketiga, penafsiran bermakna proses kontekstualisasi yang membidani lahirnya makna kontekstual (McCarthy, 1978: 23).

B. Model dan Jenis Metode Penelitian

Deskripsi tentang ketiga argumentasi logis dari penggunaan metode penelitian di atas sekaligus menjelaskan tentang argumen pemilihan model dan jenis hermeneutika yang penulis gunakan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan model hermeneutika kritis yang bersumber dari pemikiran kritis

3)

Habermas membagi tindakan manusia ke dalam empat bentuk, yaitu: tindakan Teologis, yang menitikberatkan pentingnya sebuah keputusan, sehingga keseluruhan proses pemikiran dirancang untuk melahirkan dan menjaga sebuah keputusan; tindakan Normatif, yang sarat dengan pemahaman, bahwa tindakan adalah pemenuhan atau penunaian norma; tindakan Dramaturgik, yang mengedepankan peran penampilan diri sebagai unsur terpenting dalam menawarkan sebuah tindakan; tindakan Komunikatif, yang menjadikan interpretasi sebagai inti dari sebuah tindakan.

4)

Bentuk approach system (pendekatan) lain yang terdapat dalam tradisi hermeneutika adalah Writerly (kuasa tafsiran ada pada penulis/penutur). Karakteristik dari approach system (pendekatan) ini: pertama, kuasa penafsiran ada pada penulis/penutur; kedua, eksistensi penulis/ penutur mendominasi ruang kebebasan penafsiran; ketiga, penafsiran bermakna sebagai aktivitas tekstual yang terikat pada simbol-simbol sejarah.


(32)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Jürgen Habermas (1929).5) Hermeneutika kritis Habermas menegaskan, bahwa

dalam proses penafsiran dibutuhkan pemahaman tentang makna yang mampu mengartikulasikan relasi simbol-simbol sebagai hubungan antarfakta. Proses penafsiran merupakan aktivitas rekonstruksi makna berdasarkan hubungan-hubungan formal (Habermas, 1974: 82).

Keterpautan antara pengalaman penulis sebagai tenaga pendidik dan juga latar keilmuan di bidang kajian filsafat, dengan tema penelitian, menjadi alasan utama digunakannya model hermeneutika kritis. Hal ini sesuai dengan salah satu kaidah dalam hermeneutika kritis yang mempersyaratkan adanya keterlibatan pengalaman serta pengetahuan penafsir dalam aktivitas penafsiran (McCarthy, 1987: 46).

Sementara itu, untuk kepentingan pengembangan wacana kritis dalam penelitian, penulis menggunakan jenis philosophical hermeneutics (hermeneutika filosofis). Jenis hermeneutika ini menitikberatkan pada proses dan hasil pemahaman yang dilakukan oleh penggunanya (Palmer, 1969: 35).6) Penggunaan philosophical hermeneutics sekaligus menjelaskan nuansa kajian yang penulis lakukan dalam penelitian ini, yakni filsafat.

5) Dalam tradisi filsafat terdapat 8 model hermenutika, dimana masing-masing model

diidentikkan dengan pola pikir yang dikembangkan oleh filsuf tertentu. Kedelapan model dimaksud adalah: 1. Hermeneutika Romantis pada Schleiermacher; 2. Hermeneutika Metodis pada Wilhelm Dilthey; 3. Hermeneutika Dialektis pada Martin Heidegger; 4. Hermeneutika Fenomenologis pada Edmund Husserl; 5. Hermeneutika Dialogis pada H.G. Gadamer; 6. Hermeneutika Kritis pada Jürgen Habermas; 7. Hermeneutika Naratif pada Paul Ricoeur; dan 8. Hermeneutika Rekonstruktif pada Jacques Derrida.

6) Palmer mengklasifikasikan hermeneutika ke dalam enam jenis, yaitu: Exegesis, jenis

kajian terhadap kitab suci; Philology, jenis kajian terhadap teks sastra klasik; Technical Hermeneutics, jenis kajian terhadap pengembangan dan penggunaan aturan kebahasaan; Philosophical Hermeneutics, jenis kajian terhadap hasil dan proses pemahaman; Dream Analysis, jenis kajian terhadap makna di balik sistem simbol; dan Social Hermeneutics, jenis kajian terhadap individu beserta tindakan sosialnya.


(33)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Kajian yang bernuansa filsafat berlandaskan pada karakteristik pola pikir filosofis, yaitu: kritis, radikal, koherensif, dan spekulatif. Pola pikir kritis bertujuan untuk melahirkan pemahaman yang clearly (jelas) dan distinctly

(terpisah dari kepalsuan). Dalam penelitian ini, pola pikir kritis penulis terapkan dengan senantiasa mengajukan berbagai pertanyaan tentang eksistensi manusia dalam ruang penafsiran eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard, yang menjadi objek formal penelitian, dan juga tentang makna eksistensi manusia dalam ruang sistem pendidikan di Indonesia, yang merupakan objek material penelitian. Setiap jawaban yang muncul penulis jadikan sebagai dasar untuk pengajuan pertanyaan berikutnya. Proses tersebut penulis lakukan secara terus menerus hingga tidak ditemukan lagi pertanyaan yang layak untuk dipertanyakan.

Selanjutnya, penerapan pola pikir radikal bertujuan untuk membongkar dan mengurai struktur dari sebuah bangunan pemahaman guna menyentuh sudut esensial (hakikat) dari pemahaman tersebut. Pola pikir ini penulis terapkan melalui proses pembacaan dan penafsiran terhadap latar pemikiran eksistensialisme Kierkegaard. Di samping itu, penulis juga melakukan kajian mendalam terhadap muasal dari pemaknaan tentang manusia dalam sistem pendidikan di Indonesia, dengan melakukan penelusuran terhadap historisitas Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang berlaku.

Sementara, penerapan pola pikir koherensif bertujuan untuk merajut keterhubungan makna-makna yang berhamparan dalam semesta penafsiran. Pola pikir ini penulis terapkan melalui kajian korelatif terhadap pemikiran eksistensialisme Kierkegaard yang tersebar di dalam beberapa karya tulis nya.


(34)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Kajian serupa juga penulis lakukan terhadap pemaknaan tentang manusia dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dengan kurikulum pendidikan yang diberlakukan.

Penerapan pola pikir terakhir adalah pola pikir spekulatif yang bertujuan untuk merangkum hasil kajian, dari aplikasi ketiga pola pikir sebelumnya, baik tentang eksistensi manusia dalam eksistensialisme Kierkegaard, maupun tentang eksistensi manusia dalam sistem pendidikan di Indonesia. Rangkuman hasil kajian tersebut selanjutnya penulis rumuskan menjadi simpulan bagi keseluruhan kajian yang telah penulis lakukan. Simpulan dimaksud bersifat spekulatif, dalam artian sementara dan terbuka bagi kritik pembanding, dalam ruang dialogis.

C. Sumber Data

Sumber data untuk penelitian ini penulis kelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu sumber data untuk kepentingan objek formal dan sumber data untuk kepentingan objek material. Penulis tidak membedakan sumber data ke dalam kelompok primer atau utama dan skunder atau pendukung, karena dalam penggunaan metode hermeneutika kritis dengan pola pikir koherensif, semua sumber data menjadi penting untuk dibaca dan ditafsirkan.

Untuk kepentingan objek formal penelitian, kesembilan karya dari Søren Aabye Kierkegaard menjadi sumber data yang penulis kaji dan tafsirkan. Kesembilan karya dimaksud adalah:


(35)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

1. Attack Upon Christendom, dialihbahasakan oleh Walter Lowrie, dan diterbitkan pada tahun 1946 oleh Princeton University Press, New Jersey; 2. Philosophycal Fragments, dialihbahasakan oleh David F. Swenson, dan

diterbitkan pada tahun 1946 oleh Princeton University Press, New Jersey; 3. Point of View, dialihbahasakan oleh Walter Lowrie, dan diterbitkan pada

tahun 1950 oleh Oxford University Press, London;

4. Fear and Trembling and Sickness Unto Death, dialihbahasakan oleh Walter Lowrie, dan diterbitkan pada tahun 1954 oleh Doubleday Press, New York;

5. The Journals of Søren Kierkegaard, dialihbahasakan serta diedit oleh Alexander Dru, dan diterbitkan pada tahun 1958 oleh Collins Press, London;

6. Either/Or, Vol. 1, dialihbahasakan oleh David F. Swenson bersama Lillian Marvin Swenson, dan diterbitkan pada tahun 1959 oleh Princeton University Press, New Jersey;

7. The Present Age, dialihbahasakan oleh Alexander Dru, dan diterbitkan pada tahun 1962 oleh Collins Press, London;

8. Either/Or, Vol. 2, dialihbahasakan oleh Walter Lowrie, dan diterbitkan pada tahun 1972 oleh Princeton University Press, New Jersey;

9. Concluding Unscientific, Postcript, dialihbahasakan oleh David F. Swenson, dan diterbitkan pada tahun 1974 oleh Princeton University Press, New Jersey.


(36)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Selain kesembilan karya Kierkegaard tersebut, penulis juga menjadikan beberapa literatur lain, yang berisikan komentar terhadap pemikiran Kierkegaard, sebagai sumber data. Literatur-literatur dimaksud antara lain adalah:

1. A Kierkegaard Anthology, karya Robert Bretall, diterbitkan pada 1951 oleh Princeton University Press di New Jersey;

2. Existentialism: Soren Kierkegaard, Jean-Paul Sartre, Albert Camus, karya Vincent Martin dan diterbitkan pada 1962 oleh Thomist Press di Washington D.C.;

3. The Phenomenology of Mood in Kierkegaard, karya Vincent A. McCharthy dan diterbitkan pada 1978 oleh The Hague Press di Boston;

4. Perjumpaan dalam Dimensi Ketuhanan, Kierkegaard & Buber, karya Margaretha Paulus dan diterbitkan pada 2006 oleh Wedatama Widya Sastra di Jakarta.

Selanjutnya, untuk kepentingan objek material penelitian, penulis melakukan pembacaan dan penafsiran terhadap Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Proses pembacaan penulis awali dengan melacak jejak keterhubungan undang-undang ini dengan UU RI nomor 2 tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan UU RI nomor 4 tahun 1950 tentang Pokok-pokok Pengajaran dan Pendidikan. Asumsi logis yang mendasari penulis dalam menentukan sumber data ini adalah, keberadaan dan peran Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 sebagai landasan sekaligus payung bagi segala bentuk kebijakan kependidikan di Indonesia.


(37)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Selain bersumber dari Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003, proses pengayaan makna untuk kepentingan objek material juga penulis ambil dan kaji dari beberapa sumber peraturan terkait, seperti: Undang-Undang RI nomor 14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen; dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan.

Keterhubungan metodis antara objek formal penelitian dengan objek material penelitian penulis gambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:

Bagan 10.3

ALUR PIKIR BANGUNAN PARADIGMA

IDENTIFIKASI EMPIRIS SISDIKNAS

 Absurditas landasan: ontologis – aksiologis – epistemologis.

 Dis-orientasi.

 Dis-integrasi capaian.

 Individu dipahamkan sebagai komunitas

PARADIGMA

EKSISTENSIALISME

KIERKEGAARD:

 Individu yang bereksistensi

 Individu unik.

 Individu konkret.

 Kemestian subjektif

 Makhluk Dimensional

 Makhluk Potensial IDENTIFIKASI RASIONAL

SISDIKNAS

 Dominasi positivisme

 Internalisasi prestise politis pemerintah.

 Arah kebijakan beralur

top down.

REALITAS KEHIDUPAN BANGSA

 Trend Korupsi

 Budaya tauran

 Konsumen Narkoba – Miras

 Tindak kriminal

EKSPEKTASI INDIVIDUALISASI PENDIDIKAN

 Eksternalisasi core virtues

dari kedirian individu

 Potensialitas ke aktualitas

 Menjadi diri berkesadaran

 Memiliki Good character

 Individu utuh

REKONSTRUKSI SISTEM:

 Penguatan landasan

 Kejelasan orientasi kebijakan hasrat

 Siswa sebagai individu

 Alur kebijakan buttom up

REKONSTRUKSIMORAL SOSIAL:

 Pendidikan Karakter berparadigma kesadaran eksistensial

 Maksimalisasi core virtues kedirian individu dalam lingkungan santun


(38)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

D. Proses dan Tahapan Penelitian

Proses kerja dalam penelitian yang menggunakan metode hermeneutika ini penulis mulai dengan melakukan aktivitas tafsir terhadap dua jenis objek. Aktivitas tafsir pertama penulis lakukan terhadap objek berupa realitas teks yang berisikan pemikiran Søren Aabye Kierkegaard (1813–1855) tentang eksistensi manusia. Aktivitas tafsir kedua penulis arahkan kepada objek berupa realitas riil tentang sistem pendidikan di Indonesia.

Secara metodis, hasil dari penafsiran terhadap kedua objek penelitian tesebut penulis posisikan dalam ruang kajian yang berbeda, namun bersinergis sebagai sebuah keutuhan tematis. Fenomena realistis dari dunia pendidikan penulis tempatkan sebagai objek material penelitian, sementara, fenomena teks dari pemikiran eksistensialisme Kierkegaard, penulis posisikan sebagai objek formal penelitian. Selanjutnya, pemikiran eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard tentang manusia, sebagai objek formal penelitian, menjadi paradigma bagi penulis dalam melakukan analisis refleksi kritis terhadap realitas fenomenal sistem pendidikan di Indonesia.

Aktivitas analisis penelitian penulis lakukan dalam tiga tahapan kegiatan, yaitu:

1. Deskripsi: Tahapan pembentangan informasi atau data yang bersumber dari hasil pembacaan terhadap realitas teks dan realitas riil. Informasi atau data dimaksud berisikan: Sejarah kehidupan dan pemikiran Søren Aabye Kierkegaard tentang eksistensi manusia; dan Realitas fenomenal tentang sistem pendidikan di Indonesia.


(39)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

2. Interpretasi: Tahapan penataan bangunan pemahaman dari hasil pembacaan terhadap realitas teks pemikiran eksistensialisme Kierkegaard tentang eksistensi manusia dan realitas riil tentang sistem pendidikan di Indonesia. Bangunan pemahaman dimaksud ikut disempurnakan oleh serpihan pemahaman yang sebelumnya tersedia dalam ruang latar keilmuan penulis. Tahapan ini penulis jalani dengan bersandar pada sebuah kesadaran akan kemungkinan adanya approximation (perbedaan tafsir) antara pemahaman penulis dengan pemahaman pihak lain. Approximation (perbedaan tafsir) bukan lah sebuah celah yang berpotensi meruntuhkan bangunan pemahaman yang penulis tata, tetapi justru merupakan nilai tambah, dalam bentuk mutual understanding (pemahaman bersama) yang dapat memperindah bangunan pemahaman itu sendiri.

3. Refleksi: Tahapan penafsiran kritis terhadap bangunan pemahaman yang bersumber dari hasil proses pembacaan dan juga dari serpihan pemahaman bawaan penulis. Refleksi merupakan aktivitas inti dari keseluruhan proses penelitian ini. Aktivitas refleksi dapat diibaratkan seperti seseorang yang sedang berdiri di depan sebuah cermin. Berbekal ide-ide tertentu, ia mengamati secara serius apa pun yang dipantulkan oleh cermin untuk kemudian ia gunakan sebagai landasan dalam memaknai realitas di luar cermin yang berada dalam ruang pikirannya. Dalam penelitian ini, penulis adalah seseorang dengan bekal ide-ide kefilsafatan dan kependidikan, berdiri di hadapan sebuah cermin untuk mengamati dan memaknai segala bentuk pantulannya. Sementara, cermin yang penulis maksudkan adalah


(40)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

pemikiran eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard tentang eksistensi manusia. Berbekal hasil pemaknaan atas segala bentuk pantulan pemikiran Kierkegaard tentang eksistensi manusia itu lah kemudian penulis melakukan penafsiran dan pemaknaan atas realitas sistem pendidikan di Indonesia. Refleksi kritis penulis lakukan terhadap realitas fenomenal sistem pendidikan di Indonesia dengan berlandas pada paradigma eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard, tentang eksistensi manusia. Tahapan refleksi ini akan penulis akhiri dengan aktivitas penyimpulan yang terdiri dari tiga bentuk simpulan, yaitu:

a. Deduksi: simpulan tentang sesuatu dalam keharusan. Simpulan ini merupakan hasil refleksi kritis penulis terhadap pemahaman yang terbangun dari aktivitas interpretasi atau penafsiran tentang makna-makna ideal dalam ruang keilmuan penulis.

b. Induksi: simpulan tentang sesuatu dalam kenyataan. Simpulan ini terlahir dari hasil refleksi kritis penulis terhadap pemahaman yang terbangun atas pengamatan dan interpretasi atau penafsiran tentang makna-makna fenomenal dalam ruang pengalaman penulis.

c. Abduksi: simpulan tentang sesuatu dalam kemungkinan. Simpulan ini penulis rumuskan berdasar pada hasil refleksi kritis terhadap realitas sistem pendidikan di Indonesia dengan menggunakan paradigma eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard. Isi dari simpulan yang penulis rumuskan merupakan ungkapan makna-makna ideal dari ruang kehasratan penulis.


(41)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Keseluruhan proses dan tahapan penelitian penulis gambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Bagan 11.3

ALUR KERJA PROSES METODIS

PROSES PEMAHAMAN PROSES PENAFSIRAN PEMAHAMAN: -Filsafat -Pendidikan

P

R

O

SE

S

A

K

T

IVI

T

AS

P

E

N

U

L

IS

/

P

E

N

A

F

SIR

EKSISTENSIALISMEKierkegaard (Pengalaman hidup Reflektif)

Individu yang bereksistensi

Individu: Makhluk autentik

Individu: Makhluk konkret

Subjektif adalah kemestian

Potensi Kedirian individu (tafsiran – sebagai PARADIGMA).

Eksistensi Individu dalam Pendidikan Nasional

UU dan Oreintasi proses

Fenomena Perubahan Kurikulum dan Hasrat Capaian kompetensi

Etika Pendidikan dan Citra kedirian individu PROSES PEMBACAAN

OBJEK

FORMAL

OBJEK

MATERIAL

PROSES

PENYIMPULAN

A

B

D

U

K

S

I

D

E

D

U

K

S

I

IN

D

U

K

S

I


(42)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

E. Definisi Konseptual

Individualisasi Pendidikan merupakan terminologi yang penulis gunakan untuk menggambarkan sebuah bangunan paradigma kependidikan. Dalam logika bahasa, terminologi ini merupakan bentuk term majemuk yang terdiri dari dua kata, individualisasi dan pendidikan. ‘Individualisasi’ merupakan kata kerja bentukan dari kata benda ‘individu’. Sementara pendidikan adalah kata benda bentukan dari kata kerja ‘didik’.

Individualisasi dalam tema penelitian ini penulis maksudkan sebagai sebuah aktivitas kritis dalam upaya mengembalikan perhargaan terhadap nilai-nilai keunikan dan konkresitas individu. Aktivitas ini penulis tujukan untuk menjadi landasan aksiologis dari program pendidikan, yang selama ini cenderung menegasi nilai-nilai individual manusia dengan mengedepankan pemahaman serta pemaknaan generalistis.

Selanjutnya, term pendidikan yang mengandung pengertian proses perubahan sikap serta tata laku manusia ke arah pendewasaan diri melalui aktivitas pembelajaran, dalam tema penelitian ini penulis maksudkan dan tujukan pada aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan formal. Aktivitas komunikasi pendidikan yang menjadi area sentuhan dalam penelitian ini penulis batasi pada upaya memahamkan keberadaan peserta didik sebagai individu unik dan konkret dengan naturalitas potensi kedirian individualnya.

Individualisasi Pendidikan yang menjadi tema utama penelitian ini penulis maknai sebagai sebuah paradigma kependidikan. Paradigma dimaksud


(43)

Firdaus Achmad, 2013

Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

menitikberatkan pada upaya memahami, memaknai dan menghargai peserta didik sebagai individu yang unik dan konkret, bukan sekedar sebagai manusia yang berkumpul dalam sebuah kelompok belajar. Paradigma ini terbangun dari sebuah keinginan untuk memperjelas serta memperkokoh landasan ontologis, aksiologis dan epistemologis dunia pendidikan.

Sebagai sebuah bangunan paradigma, individualisasi pendidikan berisikan pemikiran tentang idealisasi perluasan wilayah bereksistensi bagi individu yang memainkan peran sebagai peserta didik. Sarana bagi idealisasi ini adalah kebebasan eksistensial, dimana setiap individu diberikan kesempatan untuk mengekspresikan potensi kediriannya sebagai makhluk unik dan konkret. Untuk menjaga idealitas ini, guru sebagai individu yang memainkan peran pelaku didik, harus mampu menumbuhkembangkan aura kesadaran akan tanggung jawab dari setiap pilihan tindakan pada masing-masing diri peserta didik nya.

Pada akhirnya, kesadaran tersebut harus selalu direfleksikan melalui aktivitas evalusi diri setiap individu dalam peran sebagai peserta didik. Materi evaluasi dimaksud berisikan tentang kesadaran akan batasan capaian dari aktivitas pembelajaran yang telah diikuti. Bentuk evaluasi seperti ini setidaknya berpotensi menegasi kecenderungan untuk melakukan tindakan tidak terpuji, yang biasa dilakukan peserta didik dalam dunia pendidikan, sekaligus mengafirmasi realitas akan keterbatasan kemampuan diri.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, F. (2007), ‘Aku Individual’ Sebuah Perwujudan Eksistensi dari Dimensi Kedirian Individu (Refleksi Kritis Eksistensialisme Kierkagaard), Disertasi, Depok: Universitas Indonesia.

--- (2008) Manusia: Makhluk Dimensional, Pontianak: STAIN Press. --- (2008), Memahami Ada Melalui Ketiadaan, Pontianak: STAIN

Press.

Adian, D.G. (2006), Percik Pemikiran Kontemporer, Sebuah Pengantar Komprehensif, Bandung: Jalasutra.

Alwasilah, C. (2008), Filsafat Bahasa dan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya.

--- (2012), Holistic Education Creates, Perfect People, Jakarta Post (28 Januari 2012)

Bagus, L. (1996), Kamus Filsafat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Barbu, Z. (1971), Society, Culture And Personality, An Introduction To Sosial Science, Oxford: Basil Blackwell.

Bretall, R., Ed. (1951), A Kierkegaard Anthology, Princeton: Princeton University Press.

Brumbaugh, R.S., Nathaniel M. Lawrence (1963), Philosophers on Education : Six Essays on The Foundations of Western Thought, Boston: Houghton Mifflin Company.

Budimansyah, D. (2012), Perancangan Pembelajaran Berbasis Karakter. Seri Pembinaan Profesionalisme Guru, Bandung: Widya Aksara Press.

Carrel, A. (1987), Misteri Manusia, Alih Bahasa Oleh Kania Roesli, Bandung: Remadja Karya.

Chesterton, G.K. (1936), The Accident, Selected Essays of G.K. Chesterton, London: Collins.

Dagun, S.M. (1990), Filsafat Eksistensialisme, Jakarta: Rineka Cipta.

Descartes, R. (1941), Meditation II, Descartes’ Meditations and Selections from the Principles of Philosophy, Translated by John Veitch, La Salle: Open Court.


(2)

Descartes, R. (1957), A Discourse on Method, Translated by John Veitch, London: J.M. Dent & Sons Ltd.

Fearn, N. (2002), Zeno and Tortoise, How to Think Like a Philosopher, London: Atlantic Books.

Frankl, V. E. (2006), Logoterapi, Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi, Alih Bahasa oleh M Murtadlo, Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Gandhi. T.W. (2011), Filsafat Pendidikan: Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Garvey, J. (2006), The Twenty Greatest Philosophy Books, London: Continuum International Publishing Group.

Ginsberg, L. (2005), Lecture Notes: Neurology, London: Blackwell Publishing, Ltd. Greeley, A.M. (1988), Agama, Suatu Teori Sekular, Alih Bahasa oleh Abdul Djamal

Soamole, Jakarta: Erlangga.

Habermas, J. (1971), Knowledge and Human Interests, Boston: Beacon Press. ---, (1974), Theory and Practice, London: Heinemann.

---, (1987), The Theory, of Communicative Action, Volume 2: Life world and System: A Critique of Functionalist Reason, translated by Thomas McCarthy, Boston: Beacon Press.

Hannay, A. (1982), Kierkegaard: The Arguments of The Philosophers Series, London: Routledge & Kegan Paul.

Hegel, G.W.F. (1977), Phenomenology of Spirit, tranlated by A.V. Miler, Oxford: Oxford University.

Heinemann, F.H. (1953), Existentialism and The Modern Predicament, London: Adam & Charles Black.

Heraty, T. (1979), Aku dalam Budaya, Disertasi pada Jurusan Ilmu Filsafat Universitas Indonesia Jakarta.

Howard, C.C. (1991), Theories of General Education, London: MacMillan Academic and Professional, Ltd.

Hurlock, E.B. (1974), Personality Development, USA: McGraw Hill, Inc.


(3)

Kattsoff, L.O. (1986), Elements of Philosophy, New York: The Ronald Press Company.

Kaufmann, W. (1956) ed., Existentialism from Dostoevsky to Sartre, New York: World Publishing.

Kierkegaard, S.A. (1944), Attack Upon Christendom, Translated by Walter Lowrie, Princeton: Princeton University Press.

--- (1946), Philosophycal Fragments, Translated by David F. Swenson, Princeton: Princeton University Press.

--- (1950), Point of View, Translated by Walter Lowrie, London: Oxford University Press.

--- (1954), Fear and Trembling and Sickness Unto Death, Translated by Walter Lowrie, New York, Garden City: Doubleday.

--- (1958), The Journals of Søren Kierkegaard, Translated and edited by Alexander Dru, London: Collins.

--- (1959), Either/Or, Vol. 1, Translated by David F. Swenson and Lillian Marvin Swenson, Princeton: Princeton University Press.

--- (1962), The Present Age, Translated by Alexander Dru, London: Collins.

--- (1972), Either/Or, Vol. 2, Translated by Walter Lowrie, Princeton: Princeton University Press.

--- (1974), Concluding Unscientific, Postcript, Translated by David F. Swenson, Princeton: Princeton University Press.

Kneller, G.F. (1971), Introduction to The Philosophy of Education, New York: John Wiley & Sons, Inc.

Krathwohl, D.R., et.al. (1964), Taxonomy of Educational Objectives, the Classification of Educational Goals, USA: David Mc. Kay Company, Inc.

Küng, Hans and Karl Josef Kuschel (1993), A Global Ethic: The Declaration of the

Parliament of the World’s Religions, California: Bloomsbury.

Lavine, T.Z. (1984), From Socrates to Sartre: The Philosophic Quest, New York: Bantam Book, Inc.


(4)

Leakey, R. (1994), The Origin of Humankind, New York: Basic Books. Lechte, J. (1994), Fifty Key Contemporary Thinkers, London: Routledge. Lickona, T. (1991), Educating for Character, New York: Bantam Books. --- (2004), Character Matters, New York: Somon & Schuster.

Martin, V. (1962), Existentialism: Soren Kierkegaard, Jean-Paul Sartre, Albert Camus, Washington D.C.: Thomist Press.

Matthews, A. (2001), Being Happy, Kiat Hidup Tentram dan Bahagia, Alih Bahasa oleh: Ketut Arya Mahardika, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

McCarthy, T. (1978), The Critical Theory of Jürgen Habermas, Cambridge: The MIT Press.

---, (1987), Jürgen Habermas, The Philosophical Discourse of Modernity, Massachusetts: The MIT Press.

McCharthy, V. A. (1978), The Phenomenology of Mood in Kierkegaard, Boston: The Hague.

Mead, G.H. (1959), Mind Self and Society from The Standpoint of Social Behaviorist, Chicago: University of Chicago Press.

Megawangi, R. (2004), Pendidikan Karakter: Solusi Tepat untuk Membangun Bangsa, Bogor: Indonesia Heritage Foundation.

Melsen, V.AG. (1961), Science and Technology, Pittsburgh: Duquesne University Press.

Mulyasa, E. (2006), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Suatu Panduan Praktis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Niebuhr, R. (1943), The Nature and Destiny of Man, New York: Scribner & Sons. Nashir, H. (1999), Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Oaklander, N. (1992), Existentialist Philosophy, An Introduction, New Jersey: Englewood Cliffs.

O’Brien, J. (1955), The Myte of Sisyphus, New York: Alfred A. Knopf.


(5)

Patterson, C.H. (1971), Western Philosophy, Volume II: Since 1600, Usa: Cliff’s Notes, Inc.

Paulus, M. (2006), Perjumpaan dalam Dimensi Ketuhanan, Kierkegaard & Buber, Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Phenix, P.H., (1964), Realms of Meaning: A Philosophy of The Curriculum for General Education, New York: McGraw-Hill Book Company.

Reesir, O.L. (1966), Cosmic Humanism, Usa: Schenkman Publishing Co. Ryle, G. (1949), The Concept Of Mind, London: Hutchinson.

Salahudin, A. (2011), Filsafat Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia.

Santas, G. X. (1979), Socrates: Philosophy in Plato, London: Routledge & Kegan Paul.

Saptono (2011), Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter: Wawasan, Strategi, dan Langkah Praktis, Jakarta: Esensi.

Sindhunata (1982), Dilema Usaha Manusia Rasional, Kritik Masyarakat Modern Oleh Max Horkheimer Dalam Rangka Sekolah Frankfurt, Jakarta: Gramedia.

Skinner, (1965), Science and Human Behavior, New York: Free Press. Snijders, A. (2006), Manusia dan Kebenaran, Yogyakarta: Kanisius.

Sontag, F. (1970), Problems Of Metaphysics, Pennsylvania: Chandler Publishing Company.

--- (1984), The Elements of Philosophy, New York: Charles Scribner’s Sons.

Suhartono, S. (2007), Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Syarbini, A. (2012), Buku Pintar Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Karakter Anak di Sekolah, Madrasah, dan di Rumah, Jakarta: Prima Pustaka. Tafsir, A. (2009), Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, Bandung:

Remaja Rosda Karya.

--- (2010), Filsafat Pendidikan Islami, Bandung: Remaja Rosda Karya.


(6)

Tjaya, T.H. (2004), Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Titus, H., etc. (1979), Living Issues in Philosophy, California: Wadsworth Publishing Company.

Vardy, P. (2001), Kierkegaard, Yogyakarta: Kanisius.

Wibowo, A.S. (2009), Para Pembunuh Tuhan, Yogyakarta: Kanisius.

Widiastono, T. D., ed., (2004), Pendidikan Manusia Indonesia, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.

Wild, J. (1964), Plato’s Theory of Man: An Introduction to The Realistic Philosophy of Culture, New York: Octagon Books. Inc.