Contoh Penelitian Tindakan Kelas "PTK" Guru SD Lengkap BAB II

(1)

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Model Group Investigation

2.1.1.1. Pengertian Model Group Investigation

Strategi belajar kooperatif group investigation dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif group investigation adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan atau memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka menurut Bruns, et al., dalam Rusman (2011:220). Menurut Slavin (1995a), strategi kooperatif sebenarnya dilandasi oleh filosofi belajar Jhon Dewey. Teknik kooperatif ini telah secara meluas digunakan dalam penelitian dan memperlihatkan kesuksesannya terutama untuk program-program pembelajaran dengan tugas-tugas spesifik.

Menurut Suprijono (2009:93) strategi belajar model group investigation ialah pembelajaran dengan pembagian kelompok. Selanjutnya guru beserta didik memilih topik-topik tertentu dengan permasalahan-permasalahan yang dapat dikembangkan dari topik-topik itu. Setelah topik beserta permasalahannya disepakati, peserta didik beserta guru menentukan cara penelitian yang dikembangkan untuk memecahkan masalah.

Setiap kelompok bekerja berdasarkan cara investigasi yang mereka rumuskan. Aktivitas tersebut merupakan kegiatan sistematik keilmuan mulai dari mengumpulkan data, analisis data, sintesis, hingga menarik kesimpulan.

Langkah berikutnya adalah presentasi hasil oleh masing-masing kelompok. Pada tahap ini diharapkan terjadi inter subjektif dan objektivikasi pengetahuan


(2)

yang dibangun oleh suatu kelompok. Berbagai perspektif diharapkan dapat dikembangkan oleh seluruh kelas atas hasil yang dipresentasikan oleh suatu kelompok. Seyogyanya di akhir pembelajaran dilakukan evaluasi. Evaluasi dapat memasukkan assesmen individual atau kelompok.

Menurut Salvin dalam Rusman (2011:221) strategi belajar group investigation sangatlah ideal diterapkan dalam pembelajaran biologi (IPA). Dengan materi ipa yang cukup luas dengan desain tugas-tugas atau sub-sub topik yang mengarah pada kegiatan cara ilmiah, diharapkan siswa dalam kelompoknya dapat saling memberi kontribusi berdasarkan pengalaman sehari-harinya. Selanjutnya, dalam tahapan pelaksanaan investigasi para siswa mencari informasi dari berbagai sumber, baik di dalam maupun di luar kelas/sekolah. Para siswa kemudian melakukan evaluasi dan sintesis terhadap informasi yang telah didapat dalam upaya untuk membuat laporan ilmiah sebagai hasil kelompok.

Menurut Narudin (2009) strategi belajar group investigation merupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.

Riadi (2012) menerangkan bahwa group investigation adalah kelompok kecil untuk menuntun dan mendorong siswa dalam keterlibatan belajar. Model ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills). Hasil akhir dari kelompok adalah sumbangan ide dari tiap anggota serta pembelajaran kelompok yang notabene lebih mengasah kemampuan intelektual siswa dibandingkan belajar secara individual.

Strategi belajar model group investigation dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreatifitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok. Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial menurut Mafune dalam Rusman (2011:222). Model


(3)

pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab siswa akan lebih bannyak belajar melalui proses pembentukan (contructing) dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagai pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.

Asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan model pembelajaran group investigation, yaitu (1) untuk meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dapat ditempuh melalui pengembangan proses kreatif menuju suatu kesadaran dan pengembangan alat bantu yang secara eksplisit mendukung kreativitas. (2) komponen emosional lebih penting daripada intelektual, yang tak rasional lebih penting daripada yang rasional dan (3) untuk meningkatkan peluang keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah harus lebih dahulu memahami komponen emosional dan rasional.

Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran group investigation ialah model pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Pertama siswa dibentuk kelompok secara heterogen, memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat tugas dan tujuan umum berdasarkan topik yang dipilih. Siswa dalam kelompok mengerjakan tugas berdasar topik yang dipilih, mereka saling kerjasama dalam mencari jawaban, mengemukakan pendapat, mencari materi yang diperlukan baik dari buku maupun internet dan yang lainnya. Kemudian kelompok menyimpulkan pendapat dan dari sumber yang diperoleh untuk menjadi satu jawaban. Kelompok harus bertanggung jawab atas pendapat atau jawaban yang mereka simpulkan. Selanjutnya kelompok atau perwakilan dari kelompok membacakan hasil yang diperoleh dari kerja kelompok. Siswa dari kelompok lain atau kelompok lain boleh menyakal atau memberikan saran atas jawaban kelompok yang melakukan presentasi. Kemudian siswa bersama guru menyimpilkan hasil dari kerja masing-masing kelompok.


(4)

2.1.1.2. Langkah-langkah Model Group Investigation

Langkah-langkah penerapan model group investigation menurut Kiranawati dalam Narudin (2009) adalah.

1. Seleksi topik

Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.

2. Merencanakan kerjasama

Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih.

3. Implementasi

Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan. pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.

4. Analisis dan sintesis

Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

5. Penyajian hasil akhir

Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas


(5)

saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.

6. Evaluasi

Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

2.1.1.3. Kelebihan Model Group Investigation

Menurut Setiawan dalam Nurdin (2012) mendeskripsikan beberapa kelebihan dari pembelajaran group investigation, yaitu.

1) Secara Pribadi

a) dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas b) memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif c) rasa percaya diri dapat lebih meningkat d) dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah.

2) Secara Sosial

a) meningkatkan belajar bekerja sama. b) belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru. c) belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis. d) belajar menghargai pendapat orang lain. e) meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan.

3) Secara Akademis

a) siswa terlatih untuk mempertanggungjawabkan jawaban yang diberikan. b) bekerja secara sistematis. c) merencanakan dan mengorganisasikan pekerjaannya. d) mengecek kebenaran jawaban yang mereka buat. e) Selalu berfikir tentang cara atau strategi yang digunakan sehingga didapat suatu simpulan yang berlaku umum.

2.1.1.4. Kelemahan Model Group Investigation

Menurut Santoso (2011) model pembelajaran group investigation


(6)

dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran group investigation juga membutuhkan waktu yang lama.

2.2. Belajar

2.2.1. Pengertian Belajar

Belajar menurut Gagne dalam Dimiyati dan Mujiono (2009:10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulus yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.

Belajar menurut Skiner (dalam Dimiyati dan Mujiono, 2009:9) bahwa belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya akan menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar maka resposnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:

(i) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar, (ii) respons pebelajar, dan (iii) konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, prilaku respons sipebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, prilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman.

Belajar menurut piaget dalam Dimiyati dan Mujiono (2009:13) pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.

Perkembangan intelektual melalui tahap-tahap berikut. (i) sensori motor (0;0-2;0 tahun), (ii) pra-oprasional (2;0-7;0 tahun), (iii) oprasional kongkrit (7;0-11;0 tahun), dan oprasi formal ((7;0-11;0-ke atas).

Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan dan menggerak-gerakkannya. Pada tahap pra-oprasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Iya telah


(7)

mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar dan menggolong-golongkan. Pada tahap operasional kongkret anak dapat mengembangkan fikiran logis. Iya dapat mengikuti penalaran logis, walau kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial and error”. Pada tahap oprasi formal anak dapat berfikir abstrak seperti pada orang dewasa.

Menurut Moh. Surya dalam Hariyanto (2010) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.

Belajar menurut Rogers dalam Dimiyati, Mujiono (2009:16) menyayangkan praktek pendidikan di sekolah tahun 1960-an. Menurut pendapatnya, praktek pendidikan menitik beratkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hannya menghafalkan pelajaran.

Rogers mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan. Prinsip pendidikan dan pembelajaran tersebut sebagai berikut: (1) Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. Siswa tidah harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. (2) Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakana bagi dirinya. (3) Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. (4) Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama dengan melakukan pengubahan diri terus-menerus. (5) Belajar yang optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses pembelajaran. (6) Belajar mengalami (experiental learning) dapat terjadi, bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang untuk belajar kreatif, self evaluation dan kritik diri. Hal ini berarti bahwa evaluasi dari instruktur bersifat sekunder. (7) Belajar mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh.


(8)

Dari berbagai pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan yang dialami pebelajar berupa memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai yang menuju respons yang lebih baik jika pebelajar tidak belajar maka respons akan menurun (kurang baik) semua dapat digunakan dalam pembelajaran karena belajar harus diterapkan dalam siswa untuk memperoleh perubahan siswa dalam hal perilaku siswa. Perkembangan intelektual melalui tahap-tahap berikut. (i) sensori motor (0;0-2;0 tahun) Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik, (ii) pra-oprasional (2;0-7;0 tahun) Pada tahap pra-pra-oprasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas, (iii) oprasional kongkrit (7;0-11;0 tahun) Pada tahap operasional kongkret anak dapat mengembangkan pikiran logis, dan oprasi formal (11;0-ke atas) Pada tahap oprasi formal anak dapat berpikir abstrak seperti pada orang dewasa.

2.2.2. Hasil Belajar

Menurut Dimyati, Mudjiono (2009:17), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotor. Menurut Muhibbin dalam Karso (1998) menyatakan bahwa hasil belajar juga dapat dilihat dari 3 aspek , yaitu secara kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Aspek kuantitatif menekankan pada pengisian dan pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta-fakta yang berarti. Aspek institusional atau kelembagaan menekankan pada ukuran seberapa baik perolehan belajar siswa yang dinyatakan dalam angka– angka. Sedangkan aspek kualitatif menekankan pada seberapa baik pemahaman


(9)

dan penafsiran siswa terhadap lingkungan disekitarnya. Sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari–hari.

Menurut Oemar Hamalik dalam Munawar (2009) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor Slametto dalam Viklund (2012).

Menurut Bloom, dkk dalam Dimyati, Mudjiono (2009:26) mengemukakan bahwa, ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.

Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar, sikap, tingkah laku yang menunjukan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti program belajar pada waktu tertentu sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan. Dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotor.

2.2.2.1. Ranah Kognitif

Ranah kognitif Bloom, dkk dalam Dimyati, Mudjiyono (2009:26) mengemukakan adanya enam kelas/tingkatan yaitu:


(10)

1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode. 2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang

hal yang dipelajari.

3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

2.2.3. Pengertian IPA

Menurut Winaputra dalam Samatowa (2009: 3) IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasian eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu system, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lainya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisiten.

Menurut Suyoso (1998:23) IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. Sains merupakan “pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal”.

Menurut KTSP, (2006)” IPA atau SAINS merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersususn secara sistematis, dan dalam pengetahuannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA merupakan suatu


(11)

kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis hasil kegiatan manusia tentang alam sekitar yang terwujud melalui suatu rangkaian kerja ilmiah, nilai dan sikap ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

Menurut Nash dalam Samatowa (2009) menyatakan bahwa IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkanya antara suatu fenomena dan fenomena lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya.

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) pengertianya dapat diseut sebagai ilmu tentng alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini Samatowa (2009: 3).

Dari pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan satu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitar yang terwujud melalui suatu rangkaian kerja ilmiah. Melalui metode yang teratur, sistematis, berobjek, bermetode, berlaku secara universal dan sikap ilmiah siswa rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

2.2.4. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Menurut Utari (2012) peningkatan hasil belajar ilmu pengetahuan alam pokok bahasan energi melalui pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation pada siswa kelas IV SD N Madyo Gondo 03 kecamatan Ngablak kabupaten Magelang semester II tahun pelajaran 2011/2012 menyatakan bahwa peningkatan hasil belajar IPA dapat dilihat dari perolehan nilai siklus I dan II. 1. Siklus I dengan penerapan pembelajaran group investigaton siswa yang mencapai Kriteria


(12)

Ketuntasan Minimal (KKM ≥60) sebanyak 26 siswa (72,22%) dan yang belum mencapai KKM sebanyak 10 siswa (27,78%). Nilai rata-ratanya adalah 73,05 sedangkan nilai tertinggi adalah 95 dan nilai terendahnya adalah 30. 2. Siklus II dengan penerapan pembelajaran group investigaton siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM ≥60) sebanyak 34 siswa (94,44%) dan yang belum mencapai KKM sebanyak 2 siswa (5,56%). Nilai rata-ratanya adalah 80,28 sedangkan nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendahnya adalah 40. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ratih Endarini Sudarmono (2011) dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar siswa Kelas V melalui Penerapan Metode Group Investigation pada Pembelajaran IPA di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga Semester I Tahun Ajaran 2009/2010”. Dari hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPA di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2012) perbedaan pengaruh metode terbimbing dengan model Group Investigation pada hasil belajar IPA kelas V di SD N Cebongan 02 menyatakan bahwa nilai rerata siswa yang diberi Pembelajaran dengan menggunakan Metode Penemuan terbimbing dan Metode Group Investigation memiliki nilai rerata dengan selisih yang sedikit. Dibuktikan dengan adanya nilai rata-rata kelas eksperimen yang berjumlah 95,23 dan untuk kelas kontrol adalah 92,22. Hasil belajar kelas kontrol dengan menggunakan metode group investigation tidak mengalami peningkatan atau dapat dikatakan sama. Dilihat dari nilai rerata pretest 92,22 dan rerata posttest 92,22. Hal tersebut juga berlaku pada kelas eksperimen dengan menggunakan metode penemuan terbimbing, hasil belajar pada kelas tersebut tidak mengalami peningkatan atau dapat dikatakan sama. Dilihat dari nilai rerata pretest 95,23 dan rerata posttest 95,23. Melihat keadaan seperti itu maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode group investigation dan metode penemuan terbimbing sama-sama baik untuk diterapkan. Kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran metode penemuan terbimbing memiliki nilai rerata yang baik. Hal tersebut dikarenakan, metode penemuan terbimbing menekankan pembelajaran aktif pada siswa dan


(13)

peran guru sebagai teman belajar atau fasilitator. Penerapan metode penemuan terbimbing memunculkan ketertarikan pada siswa dengan penemuan yang mereka peroleh atas percobaan yang mereka lakukan.

Sugiyanto (2012) dalam penelitiannya yang berjudul peningkatan hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran Goup Investigation pada siswa kelas V SD N Rejosari kecamatan Grobogan kabupaten Grobogan semester II tahun pelajaran 2011/2012 menyatakan, setelah model pembelajaran Group Investigation dilakukan selama 2 siklus, diperoleh hasil yaitu siswa yang tuntas pada siklus 1 bertambah 12 siswa dengan total siswa yang tuntas 27 siswa dengan ketuntasan klasikal 71%, sedangkan siswa yang tidak tuntas berjumlah 11 siswa atau 39%. Meningkat lagi pada siklus 2 yaitu siswa yang tuntas bertambah 8 siswa menjadi 35 siswa dengan ketuntasan klasikal 92%. Secara otomatis jumlah siswa yang belum tuntas nilainya semakin berkurang jumlahnya. Jumlah siswa yang belum tuntas setelah dilaksanakan tindakan hanya 3 siswa. Ketiga siswa itu dikategorikan kurang dalam kemampuan akademiknya pada pelajaran Matematika maupun pelajaran lainnya. Ketuntasan belajar siswa kelas V SD Negeri 3 Rejosari pada siklus 2 sudah sesuai dengan indikator kinerja yang ditetapkan dalam penilitian ini yaitu ketuntasan belajar klasikal siswa adalah 80%. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa.

2.3. Kerangka Berfikir

Pada penelitian di kelas 4 SD Negeri 03 Karanganyar Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan, guru dalam mengajarkan materi memahami gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda menggunakan model konvensional, sehingga siswa kurang tertarik dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya pada materi tentang Energi. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes pada kondisi awal ada 15 siswa yang tuntas dan 13 lainnya belum tuntas. Penelitian yang akan dilakukan dengan cara kolaborasi antara guru kelas 4. Guru dan peneliti secara bersama menggali dan mengkaji permasalahan nyata yang dihadapi guru dan siswa di sekolah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran group investigation pada pelajaran IPA pokok


(14)

bahasan memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan. Model pembelajaran group investigation dipilih karena memiliki beberapa kelebihan untuk siswa dapam proses pembelajaran, siswa bisa lebih aktif, kreatif dan berinisiatif ketika proses pembelajaran dan siswanya dituntut untuk lebih aktif dari pada gurunya. Siswa bisa belajar berkomunikasi, meneluarkan pendapat, dan bisa menumbuhkan rasa percaya diri. Perbaikan model pembelajaran ini melibatkan keaktifan siswa secara menyeluruh dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa secara aktif dan menyeluruh diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar IPA.

2.4. Hipotesis Penelitian

Penggunaan model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaram IPA pokok bahasan memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan dengan menerapkan model Group Investigation kelas IV semester II SD N 03 Karanganyar Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2012/2013.


(1)

dan penafsiran siswa terhadap lingkungan disekitarnya. Sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari–hari.

Menurut Oemar Hamalik dalam Munawar (2009) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor Slametto dalam Viklund (2012).

Menurut Bloom, dkk dalam Dimyati, Mudjiono (2009:26) mengemukakan bahwa, ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.

Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar, sikap, tingkah laku yang menunjukan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti program belajar pada waktu tertentu sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan. Dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotor.

2.2.2.1. Ranah Kognitif

Ranah kognitif Bloom, dkk dalam Dimyati, Mudjiyono (2009:26) mengemukakan adanya enam kelas/tingkatan yaitu:


(2)

1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode. 2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang

hal yang dipelajari.

3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

2.2.3. Pengertian IPA

Menurut Winaputra dalam Samatowa (2009: 3) IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasian eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu system, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lainya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisiten.

Menurut Suyoso (1998:23) IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. Sains merupakan “pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal”.

Menurut KTSP, (2006)” IPA atau SAINS merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersususn secara sistematis, dan dalam pengetahuannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA merupakan suatu


(3)

kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis hasil kegiatan manusia tentang alam sekitar yang terwujud melalui suatu rangkaian kerja ilmiah, nilai dan sikap ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

Menurut Nash dalam Samatowa (2009) menyatakan bahwa IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkanya antara suatu fenomena dan fenomena lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya.

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) pengertianya dapat diseut sebagai ilmu tentng alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini Samatowa (2009: 3).

Dari pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan satu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitar yang terwujud melalui suatu rangkaian kerja ilmiah. Melalui metode yang teratur, sistematis, berobjek, bermetode, berlaku secara universal dan sikap ilmiah siswa rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

2.2.4. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Menurut Utari (2012) peningkatan hasil belajar ilmu pengetahuan alam pokok bahasan energi melalui pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation pada siswa kelas IV SD N Madyo Gondo 03 kecamatan Ngablak kabupaten Magelang semester II tahun pelajaran 2011/2012 menyatakan bahwa peningkatan hasil belajar IPA dapat dilihat dari perolehan nilai siklus I dan II. 1. Siklus I dengan penerapan pembelajaran group investigaton siswa yang mencapai Kriteria


(4)

Ketuntasan Minimal (KKM ≥60) sebanyak 26 siswa (72,22%) dan yang belum mencapai KKM sebanyak 10 siswa (27,78%). Nilai rata-ratanya adalah 73,05 sedangkan nilai tertinggi adalah 95 dan nilai terendahnya adalah 30. 2. Siklus II dengan penerapan pembelajaran group investigaton siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM ≥60) sebanyak 34 siswa (94,44%) dan yang belum mencapai KKM sebanyak 2 siswa (5,56%). Nilai rata-ratanya adalah 80,28 sedangkan nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendahnya adalah 40. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ratih Endarini Sudarmono (2011) dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar siswa Kelas V melalui Penerapan Metode Group Investigation pada Pembelajaran IPA di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga Semester I Tahun Ajaran 2009/2010”. Dari hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPA di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2012) perbedaan pengaruh metode terbimbing dengan model Group Investigation pada hasil belajar IPA kelas V di SD N Cebongan 02 menyatakan bahwa nilai rerata siswa yang diberi Pembelajaran dengan menggunakan Metode Penemuan terbimbing dan Metode Group Investigation memiliki nilai rerata dengan selisih yang sedikit. Dibuktikan dengan adanya nilai rata-rata kelas eksperimen yang berjumlah 95,23 dan untuk kelas kontrol adalah 92,22. Hasil belajar kelas kontrol dengan menggunakan metode group investigation tidak mengalami peningkatan atau dapat dikatakan sama. Dilihat dari nilai rerata pretest 92,22 dan rerata posttest 92,22. Hal tersebut juga berlaku pada kelas eksperimen dengan menggunakan metode penemuan terbimbing, hasil belajar pada kelas tersebut tidak mengalami peningkatan atau dapat dikatakan sama. Dilihat dari nilai rerata pretest 95,23 dan rerata posttest 95,23. Melihat keadaan seperti itu maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode group investigation dan metode penemuan terbimbing sama-sama baik untuk diterapkan. Kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran metode penemuan terbimbing memiliki nilai rerata yang baik. Hal tersebut dikarenakan, metode penemuan terbimbing menekankan pembelajaran aktif pada siswa dan


(5)

peran guru sebagai teman belajar atau fasilitator. Penerapan metode penemuan terbimbing memunculkan ketertarikan pada siswa dengan penemuan yang mereka peroleh atas percobaan yang mereka lakukan.

Sugiyanto (2012) dalam penelitiannya yang berjudul peningkatan hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran Goup Investigation pada siswa kelas V SD N Rejosari kecamatan Grobogan kabupaten Grobogan semester II tahun pelajaran 2011/2012 menyatakan, setelah model pembelajaran Group Investigation dilakukan selama 2 siklus, diperoleh hasil yaitu siswa yang tuntas pada siklus 1 bertambah 12 siswa dengan total siswa yang tuntas 27 siswa dengan ketuntasan klasikal 71%, sedangkan siswa yang tidak tuntas berjumlah 11 siswa atau 39%. Meningkat lagi pada siklus 2 yaitu siswa yang tuntas bertambah 8 siswa menjadi 35 siswa dengan ketuntasan klasikal 92%. Secara otomatis jumlah siswa yang belum tuntas nilainya semakin berkurang jumlahnya. Jumlah siswa yang belum tuntas setelah dilaksanakan tindakan hanya 3 siswa. Ketiga siswa itu dikategorikan kurang dalam kemampuan akademiknya pada pelajaran Matematika maupun pelajaran lainnya. Ketuntasan belajar siswa kelas V SD Negeri 3 Rejosari pada siklus 2 sudah sesuai dengan indikator kinerja yang ditetapkan dalam penilitian ini yaitu ketuntasan belajar klasikal siswa adalah 80%. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa.

2.3. Kerangka Berfikir

Pada penelitian di kelas 4 SD Negeri 03 Karanganyar Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan, guru dalam mengajarkan materi memahami gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda menggunakan model konvensional, sehingga siswa kurang tertarik dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya pada materi tentang Energi. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes pada kondisi awal ada 15 siswa yang tuntas dan 13 lainnya belum tuntas. Penelitian yang akan dilakukan dengan cara kolaborasi antara guru kelas 4. Guru dan peneliti secara bersama menggali dan mengkaji permasalahan nyata yang dihadapi guru dan siswa di sekolah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran group investigation pada pelajaran IPA pokok


(6)

bahasan memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan. Model pembelajaran group investigation dipilih karena memiliki beberapa kelebihan untuk siswa dapam proses pembelajaran, siswa bisa lebih aktif, kreatif dan berinisiatif ketika proses pembelajaran dan siswanya dituntut untuk lebih aktif dari pada gurunya. Siswa bisa belajar berkomunikasi, meneluarkan pendapat, dan bisa menumbuhkan rasa percaya diri. Perbaikan model pembelajaran ini melibatkan keaktifan siswa secara menyeluruh dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa secara aktif dan menyeluruh diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar IPA.

2.4. Hipotesis Penelitian

Penggunaan model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaram IPA pokok bahasan memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan dengan menerapkan model Group Investigation kelas IV semester II SD N 03 Karanganyar Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2012/2013.