PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP : Suatu Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 26 Bandung.

(1)

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP

(Suatu Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 26 Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh Asri Nurhafsari

0800478

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

MENGGUNAKAN PENDEKATAN

MODEL

ELICITING ACTIVITIES (MEAS)

UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP

Oleh Asri Nurhafsari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Asri Nurhafsari 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN

MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dra. Hj. Ade Rohayati, M.Pd. NIP. 196005011985032002

Pembimbing II

Tia Purniati, S.Pd., M.Pd. NIP. 197703062006042001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D. NIP. 196101121987031003


(4)

*ABSTRAK

Asri Nurhafsari. (2013). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa. Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui apakah siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) peningkatan kemampuan komunikasi matematiknya lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional; 2) Untuk mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs). Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen, sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 26 Bandung tahun ajaran 2012/2013. Instrumen penelitian yang digunakan berupa instrumen tes dan non-tes. Instrumen tes berupa soal uraian berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematik dan instrumen non-tes berupa angket, lembar observasi dan jurnal harian siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan

Model Eliciting Activities (MEAs) peningkatan kemampuan komunikasi matematiknya lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional; 2) Hampir seluruh siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan

Model Eliciting Activities (MEAs).

Kata kunci : kemampuan komunikasi matematik, pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs).


(5)

ABSTRACT

Asri Nurhafsari. (2013). The Mathematics Learning Using Model Eliciting Activities (MEAs) Approach in Improving Mathematical Communication Skill of Junior High School Students.

This study is motivated by the lack of student’s mathematical

communication skill. The purpose of this study were: 1) to investigate whether student undertaking mathematics learning with Model Eliciting Activities (MEAs) approach make better improvement in mathematical communication skill compared to those undertaking mathematics learning with conventional approach; 2) to investigate students’ attitude towards mathematics learning using Model Eliciting Activities (MEAs) approach. This study used quasi-experimental methods, while the population in the study were all students of class VII SMP Negeri 26 Bandung academic year 2012/2013. The test and non-test instruments were deployed in this study. The kind of test instruments used by the study was essay based on indicator of mathematical communication skill and non-test instruments were in the forms of questionnaire, observation sheet and students’ daily jounal. The result of this study show that: 1) students undertaking mathematics learning with Model Eliciting Activities (MEAs) approach make better improvement in mathematical communication skill compared to those undertaking mathematics learning with conventional approach; 2) almost all the students have positive attitude towards mathematics learning using Model Eliciting Activities (MEAs) approach.

Keyword : Mathematical communication skill, Model Eliciting Activities (MEAs) approach.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... E. Definisi Operasional ... 7 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Kemampuan Komunikasi Matematik ... 9

B. Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) ... 14

C. Keterkaitan antara Kemampuan Komunikasi Matematik dengan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) ... 20

D. Hipotesis ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 22


(7)

B. Populasi dan Sampel ... 23

C. Variabel Penelitian ... 24

D. Instrumen Penelitian ... 24

E. Alat atau Bahan Ajar ... 34

F. Prosedur Penelitian ... 34

G. Teknik Pengumpulan Data ... 36

H. Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil Penelitian ... 45

B. Pembahasan ... 61

BAB V PENUTUP ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 71


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematik ... 26

Tabel 3.2 Kriteria Validitas Butir Soal ... 28

Tabel 3.3 Hasil Validitas Butir Soal ... 28

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas ... 29

Tabel 3.5 Kriteria Indeks Kesukaran ... 30

Tabel 3.6 Hasil Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 30

Tabel 3.7 Kriteria Daya Pembeda ... 31

Tabel 3.8 Hasil Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 32

Tabel 3.9 Kriteria Indeks Gain ... 41

Tabel 3.10 Kategori Skor Angket skala Likert ... 42

Tabel 3.11 Interpretasi Jawaban Angket Siswa ... 42

Tabel 4.1 Deskriptif Data Skor Pretes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen .... 45

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Pretes ... 47

Tabel 4.3 Hasil Uji Mann-Whitney Data Pretes ... 48

Tabel 4.4 Deskriptif Data Skor Postes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen .. 49

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data Postes ... 50

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Data Postes ... 51

Tabel 4.7 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Data Postes ... 52

Tabel 4.8 Skor Angket Siswa dan Kategori Sikap Siswa Berdasarkan Angket . 54 Tabel 4.9 Persentase Sikap Siswa untuk Setiap Pernyataan ... 55

Tabel 4.10 Hasil Observasi Aktivitas Guru ... 58


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 71

A.2 Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 89

A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 101

Lampiran B B.1 Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 116

B.2 Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 120

B.3 Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 122

B.4 Kisi-kisi Angket Sikap Siswa ... 127

B.5 Angket Sikap Siswa ... 128

B.6 Lembar Observasi ... 129

B.7 Jurnal Harian Siswa ... 131

Lampiran C C.1 Skor Hasil Uji Coba Instrumen ... 132

C.2 Data Perhitungan Hasil Uji Coba Instrumen ... 133

C.3 Kelompok Atas dan Kelompok Bawah ... 135

C.4 Validitas Tiap Butir Soal ... 136

C.5 Reliabilitas Tes ... 136

C.6 Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 136


(10)

Lampiran D

D.1 Skor Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen ... 138

D.2 Skor Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol ... 139

D.3 Hasil Uji Statistik Data Pretes dengan SPSS Versi 18.0 ... 140

D.4 Hasil Uji Statistik Data Postes dengan SPSS Versi 18.0 ... 142

D.5 Data Hasil Angket Siswa ... 145

Lampiran E E.1 Contoh Hasil Jawaban Pretes Siswa ... 147

E.2 Contoh Hasil Jawaban Postes Siswa ... 156

E.3 Contoh Hasil Jawaban LKS ... 173

E.4 Contoh Hasil Angket ... 185

E.5 Contoh Hasil Lembar Observasi ... 188

E.6 Contoh Hasil Jurnal Harian Siswa ... 194

Lampiran F F.1 Surat Izin Uji Instrumen ... 196

F.2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Uji Instrumen ... 197

F.3 Surat Izin Penelitian ... 198

F.4 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 199

F.5 Surat Tugas Skripsi ... 200

F.6 Kartu Bimbingan ... 201

Lampiran G G.1 Dokumentasi Kegiatan Penelitian ... 203


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika sebagai ilmu yang tidak terpisahkan dari dunia pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Hal ini dikarenakan matematika adalah ilmu yang berhubungan dengan penalaran dan pola pikir manusia. Mengingat pentingnya matematika inilah yang menjadikan matematika sebagai mata pelajaran yang wajib dipelajari di semua jenjang pendidikan. Mata pelajaran matematika yang diajarkan di sekolah berfungsi sebagai alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau yang biasa disebut dengan KTSP (BSNP: 2006), tujuan diberikannya mata pelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah;

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh;


(12)

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika.

Sejalan dengan kurikulum KTSP tersebut, Sumarmo (Permana, 2010: 1) mengatakan bahwa

Pembelajaran matematika hendaknya mengutamakan pada pengembangan daya matematik (mathematical power) siswa yang meliputi: kemampuan menggali, menyusun konjektur dan menalar secara logik, menyelesaikan masalah yang tidak rutin, menyelesaikan masalah (problem solving),

berkomunikasi secara matematik dan mengaitkan ide matematika dengan kegiatan intelektual lainnya (koneksi matematik).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa kemampuan komunikasi matematik adalah hal yang penting dalam pembelajaran matematika. Hal ini dikarenakan kemampuan komunikasi matematik adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa dan merupakan salah satu tujuan pembelajaran yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika. Sebagaimana dikemukakan oleh Turmudi (2008: 55) bahwa “Komunikasi adalah bagian yang esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Hal ini merupakan cara untuk sharing gagasan dan mengklasifikasikan pemahaman”.

Pentingnya komunikasi dalam matematika ini sejalan dengan fungsi mata pelajaran matematika, seperti yang dikemukakan oleh Suherman, dkk. (2001: 55) bahwa

Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau atau soal-soal uraian matematika lainnya.


(13)

Dari pendapat Suherman, dkk. tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi matematika yang dipaparkan adalah dari aspek komunikasi. Kemampuan komunikasi matematik inilah yang akan menjadi alat untuk memahami atau menyampaikan informasi dengan bahasa matematika melalui persamaan, tabel, grafik ataupun model matematika.

Kemampuan komunikasi matematik bukan hanya sebagai suatu kompetensi siswa yang harus diajarkan dan dipelajari, tetapi hendaknya diupayakan agar siswa mampu memecahkan suatu permasalahan matematik. Aspek komunikasi juga dapat melatih siswa untuk mengomunikasikan gagasannya, baik secara tertulis maupun secara lisan. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendriana (2009) bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa SMP masih berada pada level kurang. Begitupun dengan hasil penelitian Fitriah (2011: 49) yang menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa tergolong rendah dengan nilai rata-rata 17,4790 dan skor tertingginya 29,41 dari skor maksimal 100.

Selain itu dari hasil pengamatan yang penulis lakukan terhadap kondisi kelas pada saat PPL (Program Pengalaman Lapangan) di salah satu SMP Negeri di kota Bandung, penulis menemukan suatu masalah yaitu rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa. Hal tersebut terlihat dari kemampuan komunikasi siswa secara tertulis dimana siswa kesulitan menginterpretasikan soal uraian ke dalam model matematika dan banyak yang kebingungan dalam menafsirkan soal. Sementara secara lisan, siswa kurang berani untuk mengkomunikasikan


(14)

gagasan-gagasan matematika melalui bahasa matematis yang tepat. Selain itu banyak siswa yang belum berani untuk mengemukakan pendapat maupun bertanya ketika pembelajaran matematika berlangsung karena mereka merasa bahwa pembelajaran matematika itu menakutkan dan membosankan.

Selama ini pembelajaran yang dilakukan guru di kelas cenderung monoton yaitu banyak guru yang menggunakan pembelajaran dengan metode ceramah ataupun ekspositori. Dimana dalam metode ini pusat pembelajaran ada pada guru, guru menyampaikan materi pelajaran, siswa mendengar dan mencatat kemudian apabila ada yang belum paham siswa bertanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Slettenhaar (Permana, 2010: 5) yang menyatakan bahwa

Pada model pembelajaran sekarang ini, umumnya aktivitas siswa hanya mendengar dan menonton penjelasan guru, kemudian guru menyelesaikan sendiri dengan satu cara penyelesaian dan memberi soal latihan untuk diselesaikan sendiri oleh siswanya.

Kegiatan pembelajaran seperti ini kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pemahaman matematikanya sendiri. Hal ini dapat menyebabkan siswa untuk banyak mengahafal tanpa memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran seperti ini aktivitas siswa di dalam kelas kurang ditonjolkan sehingga mengakibatkan kemampuan komunikasi matematik siswa kurang berkembang.

Melihat kondisi pembelajaran matematika yang seperti ini, maka perlu adanya inisiatif dari guru dalam memilih pendekatan yang tepat dalam melaksanakan pembelajaran matematika di kelas. Hal ini bertujuan agar pembelajaran matematika dapat lebih berkualitas dan terasa menyenangkan


(15)

sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan diperkirakan mampu untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa.

Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa adalah dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs). Pendekatan MEAs adalah pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan dan mengkomunikasikan konsep-konsep yang terkandung dalam suatu sajian masalah melalui proses pemodelan matematika.

Dalam pendekatan MEAs, kegiatan pembelajaran diawali dengan penyajian situasi masalah yang memunculkan aktivitas untuk menghasilkan model matematis yang digunakan dalam menyelesaikan masalah matematika. Jadi kemampuan komunikasi matematik inilah yang menjadi jalan untuk dapat menyelesaikan permasalahan matematika. Selain itu dalam pembelajaran MEAs siswa diharuskan berdiskusi dengan teman sekelompoknya kemudian mempresentasikan hasil diskusi tersebut kepada kelompok lain. Melalui cara seperti inilah siswa dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya baik melalui representasi membentuk model, berdiskusi maupun presentasi hasil diskusi.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian tentang peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa dengan menggunakan pendekatan MEAs. Oleh karena itu, penulis melakukan sebuah penelitian dengan judul “Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP”.


(16)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan

Model Eliciting Activities (MEAs) peningkatan kemampuan komunikasi matematiknya lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional?

2. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs)?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui apakah siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) peningkatan kemampuan komunikasi matematiknya lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional.

2. Untuk mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs).


(17)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang nyata bagi kemajuan pembelajaran matematika di masa yang akan datang. Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi siswa, diharapkan dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa.

2. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai alternatif dalam proses pembelajaran matematika di sekolah sebagai upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa.

3. Bagi sekolah dan institusi pendidikan lainnya, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengaplikasikan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) dalam pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

4. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah wawasan dan khazanah ilmu pengetahuan tentang pembelajaran matematika dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) sekaligus dapat menggunakan dan mengembangkannya dalam pembelajaran matematika.

E. Definisi Operasional

Agar penelitian lebih terarah dan tidak terjadi kesalahpahaman terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, berikut ini diuraikan beberapa definisi yang digunakan, antara lain:


(18)

1. Model Eliciting Activities (MEAs)

Model Eliciting Activities (MEAs) adalah pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan dan mengkomunikasikan konsep-konsep yang terkandung dalam suatu sajian permasalahan yang didasarkan pada situasi kehidupan nyata, bekerja dalam kelompok kecil, dan mampu mendorong siswa untuk menciptakan model matematis.

2. Kemampuan Komunikasi Matematik

Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan siswa dalam hal mengomunikasikan ide-ide matematis kepada orang lain dalam bentuk tulisan. Indikator-indikator kemampuan komunikasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah: (a) Written text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, dan menyusun suatu argumen. (b) Drawing, yaitu merepresentasikan gambar kedalam ide-ide matematik, atau dari ide-ide matematika ke dalam gambar dan diagram. (c) Mathematical expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dalam bahasa atau simbol matematika misalnya membuat model matematis atau persamaan aljabar.

3. Pendekatan Konvensional

Pendekatan konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan guru aktif menyampaikan materi pelajaran kemudian siswa mendengarkan, mencatat, mengerjakan latihan dan mengajukan pertanyaan jika ada yang belum dimengerti.


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa dengan menerapkan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) dalam pembelajaran matematika. Hal ini berarti perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah pembelajaran menggunakan pendekatan MEAs, sedangkan aspek yang diukur adalah kemampuan komunikasi matematik siswa.

Metode dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Russeffendi (2005: 52) mengemukakan bahwa “Pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya”. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa apabila pembentukan kelas baru hanya akan menyebabkan kekacauan jadwal pelajaran yang telah ditentukan oleh sekolah.

Desain penelitiannya adalah desain kelompok kontrol non-ekivalen (the nonequivalent control group design). Penelitian ini melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen memperoleh perlakuan berupa pembelajaran dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs), sedangkan pada kelompok kontrol memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Pada dua kelompok tersebut akan dibandingkan kemampuan komunikasi matematik siswanya.


(20)

Adapun desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut (Ruseffendi, 2005: 53).

O X O

O O

Keterangan:

O = Pretes(tes awal) dan postes (tes akhir) X = Perlakuan berupa pendekatan MEAs

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di SMP Negeri 26 Bandung tahun ajaran 2012/2013 yang terdiri dari delapan kelas yaitu kelas VII-A, VII-B, VII-C, VII-D, VII-E, VII-F, VII-G, dan VII-H. Pengambilan sampel dalam penelitian ini melalui teknik pusposif sampling yang bersifat subyektif dimana pemilihan sampel didasarkan pada pertimbangan peneliti dan guru yang bersangkutan. Dari populasi tersebut diambil dua kelas sebagai sampel penelitian yaitu kelas VII-B dan VII-D. Untuk kelas VII-B dijadikan sebagai kelas eksperimen yang akan diberikan pembelajaran matematika dengan pendekatan MEAs, sedangkan kelas VII-D dijadikan sebagai kelas kontrol yang akan diberikan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional. Jumlah siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama yaitu 38 siswa di kelas VII-B dan 38 siswa di kelas VII-D. Namun pada kedua kelas tersebut terdapat beberapa siswa yang tidak mengikuti pretes dan postes sehingga hanya 31 siswa dari setiap kelas yang diikutkan dalam pengolahan data penelitian.


(21)

C. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua buah variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan MEAs, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi matematik siswa.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen data kuantitatif dan kualitatif. Instrumen data kuantatif berupa tes yang meliputi pretes (tes yang dilakukan sebelum perlakuan diberikan) dan postes (tes yang dilakukan setelah perlakuan diberikan). Sedangkan instrumen data kualitatif berupa data non-tes yang meliputi angket, lembar observasi, dan jurnal harian siswa.

Berikut ini akan dijelaskan tentang instrumen penelitian secara lebih rinci.

1. Instrumen Data Kuantitatif

Instrumen tes yang digunakan adalah pretes dan postes. Tes ini diberikan kepada siswa dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematik. Oleh karena itu tes disusun berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematik.

Tipe soal pretes dan postes adalah tes subjektif (uraian) yang terdiri dari 6 butir soal. Hal ini bertujuan agar penulis dapat melihat proses pengerjaan soal oleh siswa sehingga dapat diketahui apakah siswa sudah memiliki komponen-komponen kemampuan komunikasi matematik atau belum. Soal-soal yang


(22)

terdapat pada pretes sama dengan soal-soal yang terdapat pada postes. Pretes diberikan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematik siswa sebelum perlakuan, sedangkan postes diberikan dengan tujuan melihat kemampuan komunikasi matematik siswa setelah perlakuan.

Sebelum tes kemampuan komunikasi matematik diberikan pada siswa, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen kepada siswa di luar sampel yang telah mempelajari materi persamaan linear satu variabel. Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui kualitas instrumen yang meliputi validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda dari instrumen tes. Uji coba instrumen tes kemampuan komunikasi matematik telah dilakukan kepada siswa kelas VIII-F SMP Negeri 26 Bandung.

Hasil tes kemampuan komunikasi matematik diberi skor sesuai kriteria penskoran. Penskoran memerlukan rubrik yang sesuai dengan kebutuhan evaluasi. Pedoman pemberian skor kemampuan komunikasi matematik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penskoran holistic scoring rubrics dari Cai, Lane dan Jakabsin (Hidayat, 2009: 44-45) yaitu sebagai berikut.


(23)

Tabel 3.1

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematik Skor Kategori Kualitatif Kategori Kuantitatif Representasi

0 Jawaban salah dan tidak cukup detail

Jawaban diberikan menunjukkan tidak memahami konsep, sehingga tidak cukup detail informasi yang diberikan

Written text, Drawing, dan Mathematical expression 1 Jawaban samar-samar

dan prosedural

Menunjukkan pemahaman yang terbatas mengenai isi tulisan, diagram, gambar atau tabel maupun model matematika dan perhitungan

Written text, Drawing, dan Mathematical expression 2 Jawaban sebagian

lengkap dan benar

Penjelasan secara matematika masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan benar

Written text

Melukiskan diagram, gambar, atau tabel namun kurang lengkap dan benar

Drawing

Menggunakan persamaan aljabar atau model matematika dan melakukan perhitungan, namun hanya sebagian benar dan lengkap

Mathematical expression

3 Jawaban hampir lengkap dan benar, serta lancar dalam memberikan bermacam-macam jawaban benar yang berbeda

Penjelasan secara matematika masuk akal dan benar, namun ada sedikit kesalahan

Written text

Melukiskan diagram, gambar, atau tabel secara lengkap dan benar, namun ada sedikit kesalahan

Drawing

Menggunakan persamaan aljabar atau model matematika dan melakukan perhitungan, namun ada sedikit kesalahan

Mathematical expression

4 Jawaban lengkap dan benar, serta lancar dalam memeberikan bermacam-macam jawaban benar yang berbeda

Penjelasan secara matematika masuk akan dan benar

Written text Melukiskan diagram, gambar,

atau tabel secara lengkap dan benar

Drawing

Menggunakan persamaan aljabar atau model matematika dan melakukan perhitungan secara lengkap dan benar

Mathematical expression


(24)

Setelah data skor hasil uji coba instrumen diperoleh, data tersebut dianalisis untuk diketahui validitas butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda butir soal, dan indeks kesukaran butir soal.

a. Validitas Butir Soal

Suatu data dikatakan valid apabila sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Oleh karena itu suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003: 102). Dalam penelitian ini, untuk mencari koefisien validitas instrumen adalah dengan menggunakan rumus korelasi produk-moment memakai angka kasar (raw score) (Suherman, 2003: 119-120), yaitu:

 

  ) ) ( )( ) ( ( ) )( ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy Keterangan:

= Validitas empiric soal

N = Banyak subyek

X = Skor tiap butir soal masing-masing siswa Y = Skor total masing-masing siswa

Koefisien validitas ( ) menurut Suherman (2003: 113) diinterpretasikan dengan kriteria sebagai berikut.


(25)

Tabel 3.2

Kriteria Validitas Butir Soal

Koefisien validitas ( ) Kriteria

Validitas sangat tinggi

Validitas tinggi

Validitas sedang

Validitas rendah

Validitas sangat rendah Tidak valid

Berdasarkan perhitungan dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007 dalam menentukan daya validitas untuk setiap butir soal, maka diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 3.3

Hasil Validitas Butir Soal Nomor

Soal Nilai rxy Interpretasi

1 0,64 Validitas sedang

2 0,51 Validitas sedang

3 0,62 Validitas sedang

4 0,58 Validitas sedang

5 0,56 Validitas sedang

6 0,55 Validitas sedang

b. Reliabilitas

Suherman (2003: 131) mengemukakan bahwa “Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel apabila hasil evaluasi tersebut memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg)”. Adapun bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe subjektif atau uraian, karena itu menurut Suherman (2003: 154) untuk mencari koefisien reliabilitas (r11) menggunakan rumus sebagai berikut.


(26)

Keterangan:

= Koefisien reliabilitas

n = Banyaknya butir soal (item) ∑ = Jumlah varians skor setiap soal

= Varians skor total

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P Guilford (Suherman, 2003: 139) sebagai berikut ini.

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas Koefisien Reliabilitas Kriteria

r11 0,20 Reliabilitas sangat rendah

0,40 r

0,20 11 Reliabilitas rendah

0,70 r

0,40 11 Reliabilitas sedang

0,90 r

0,70 11 Reliabilitas tinggi 1,00

r

0,90 11 Reliabilitas sangat tinggi

Berdasarkan hasil pengolahan dari Microsoft Office Excel 2007, reliabilitas data hasil tes siswa adalah 0,57. Menurut kriteria dari koefisien reliabilitas termasuk derajat reliabilitas sedang.

c. Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan derajat kesukaran suatu butir soal dimana bilangan real pada interval 0,00 sampai 1,00 (Suherman, 2003: 169). Untuk mengetahui indeks kesukaran tiap butir soal digunakan rumus dari Depdiknas (Dainah, 2012: 33), yaitu sebagai berikut.


(27)

Keterangan :

IK = Indeks Kesukaran ̅ = Rata-rata skor tiap soal SMI = Skor maksimum ideal

Kriteria indeks kesukaran tiap butir soal (Suherman, 2003: 170) sebagai berikut.

Tabel 3.5

Kriteria Indeks Kesukaran

Indeks Kesukaran Kriteria

Soal terlalu sukar

Soal sukar

Soal sedang

Soal mudah

Soal terlalu mudah

Berdasarkan perhitungan dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007 dalam menentukan indeks kesukaran untuk setiap butir soal, maka diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 3.6

Hasil Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal Nomor

Soal Indeks Kesukaran Kriteria

1 0,52 Soal sedang

2 0,37 Soal sedang

3 0,30 Soal sukar

4 0,78 Soal mudah

5 0,08 Soal sukar

6 0,51 Soal sedang

d. Daya Pembeda

Daya pembeda sebuah soal menyatakan sejauh mana kemampuan butir soal mampu membedakan siswa yang menjawab benar dan siswa yang


(28)

menjawab salah. Galton (Suherman, 2003: 159) mengemukakan bahwa „Daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara testi (siswa) yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang bodoh‟.

Untuk menentukan daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus dari Depdiknas (Dainah, 2012: 32), yaitu sebagai berikut.

SMI X X

DPAB

Keterangan :

DP = Daya Pembeda

A

X = Rata-rata skor siswa kelompok atas

B

X = Rata-rata skor siswa kelompok bawah SMI = Skor maksimum ideal

Kriteria untuk daya pembeda (Suherman, 2003:161) diinterpretasikan sebagai berikut.

Tabel 3.7

Kriteria Daya Pembeda

Daya Pembeda Kriteria

Sangat jelek

Jelek

Cukup

Baik

Sangat baik

Berdasarkan perhitungan dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007 dalam menentukan daya pembeda untuk setiap butir soal, maka diperoleh hasil sebagai berikut.


(29)

Tabel 3.8

Hasil Daya Pembeda Tiap Butir Soal Nomor

Soal Daya Pembeda (DP) Interpretasi

1 0,39 Cukup

2 0,48 Baik

3 0,41 Baik

4 0,23 Cukup

5 0,23 Cukup

6 0,32 Cukup

Berdasarkan hasil uji validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda terhadap data hasil uji coba instrumen yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen yang disusun layak untuk digunakan dalam penelitian.

2. InstrumenData Kualitatif a. Angket

Angket merupakan evaluasi non-tes yang mengukur aspek afektif. Menurut Suherman (2003: 56), “Angket adalah suatu daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh orang yang akan dievaluasi (responden)”. Tujuan pembuatan angket sikap siswa adalah untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika, khususnya yang menggunakan pendekatan MEAs. Skala yang digunakan untuk angket ini adalah skala Likert. Siswa diminta untuk menjawab pernyataan dengan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).


(30)

b. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan data pendukung yang dinilai pada saat penelitian berlangsung. Lembar observasi harus diisi oleh seorang observer (pengamat) yang bertujuan untuk mengamati aktivitas siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran dengan pendekatan MEAs. Hal tersebut dibuat untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana dan tujuan penelitian.

Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua bagian yaitu lembar observasi untuk mengamati aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran dan lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi aktivitas siswa berfungsi untuk menilai partisipasi siswa dalam proses pembelajaran dengan pendekatan MEAs.

c. Jurnal Harian Siswa

Jurnal harian siswa ini adalah karangan siswa yang dibuat setiap akhir pembelajaran. Siswa bebas memberikan tanggapan, kritikan, atau komentar tentang pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan MEAs. Jurnal harian siswa digunakan sebagai sumber informasi tentang pendapat, saran dan komentar siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan guna memperbaiki pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.


(31)

E. Alat atau Bahan Ajar

Alat atau bahan ajar yang disusun dalam penelitian ini yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kegiatan siswa (LKS).

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disusun setiap pertemuan pembelajaran. RPP ini memuat standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran dan kegiatan pembelajaran. RPP disusun untuk 3 pertemuan, RPP untuk kelas eksperimen menggunakan pembelajaran dengan pendekatan MEAs sedangkan RPP untuk kelas kontrol menggunakan pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar kegiatan siswa (LKS) ini memuat kegiatan dan permasalahan-permasalahan yang harus dikerjakan oleh siswa. LKS diberikan pada kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan MEAs.

F. Prosedur Penelitian

Tahapan-tahapan yang akan dilaksanakan dalam melaksanakan penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan, dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut. a. Mengidentifikasi permasalahan yang akan diteliti.


(32)

c. Menyusun proposal penelitian. d. Melaksanakan seminar proposal.

e. Merevisi proposal penelitian berdasarkan hasil seminar. f. Membuat instrumen penelitian.

g. Mengurus perizinan ke sekolah yang akan dijadikan tempat uji coba instrumen dan tempat penelitian yaitu SMP Negeri 26 Bandung.

h. Menguji instrumen penelitian.

i. Menganalisis hasil uji coba instrumen.

j. Membuat RPP, LKS dan instrumen penelitian.

k. Mengkonsultasikan RPP, LKS dan instrumen penelitian ke dosen pembimbing.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut.

a. Menentukan dua kelas yang akan dijadikan sampel dalam penelitian yaitu kelas VII-B sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-D sebagai kelas kontrol.

b. Melaksanakan tes awal (pretes) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematik awal siswa sebelum mendapat perlakuan pembelajaran.

c. Melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan MEAs pada kelas eksperimen dan pembelajaran dengan pendekatan konvensional pada kelas kontrol.


(33)

e. Melaksanakan tes akhir (postes) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. f. Memberikan angket pada siswa kelas eksperimen untuk mengetahui sikap

siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan MEAs.

3. Tahap Analisis Data

Setelah penelitian selesai dilaksanakan, hasil data kuantitatif dan kualitatif dikumpulkan untuk kemudian diolah dan dianalisis.

4. Tahap Penyusunan Laporan

Setelah penelitian dan analisis data selesai, dilakukan penyusunan laporan. Hasil data yang telah diolah dan dianalisis kemudian melakukan bimbingan serta merevisi hasil laporan setelah melakukan bimbingan.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data-data penelitian dilakukan setiap kegiatan siswa yang berkaitan dengan penelitian dimana data yang digunakan berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari instrumen tes yaitu tes awal (pretes) dan tes akhir (postes) yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa. Data kualitatif diperoleh dari instrumen non-tes yaitu angket, lembar observasi dan jurnal harian siswa yang diberikan pada kelas eksperimen.

H. Analisis Data

Secara garis besar dalam penelitian ini ada dua jenis data yang diperoleh selama penelitian, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data yang diperoleh


(34)

tersebut kemudian diolah dan dianalisis sehingga dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Analisis Data Kuantitatif

Data kuantitatif diperoleh dari hasil data pretes, postes/indeks gain yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengolahan data kuantitatif dengan menggunakan uji statistik terhadap hasil data pretes, postes/indeks gain

dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji statistik ini menggunakan bantuan

software SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 18.0 for windows. Langkah-langkah untuk menganalisis data kuantitatif adalah sebagai berikut. a. Analisis Data Pretes

Analisis data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelas, apakah kedua kelas tersebuut mempunyai kemampuan yang setara atau tidak. Skor pretes kemampuan komunikasi matematik yang diperoleh, dilakukan pengujian sebagai berikut: 1) Deskriptif Statistik Data Pretes

Deskriptif statistik dilakukan untuk memperoleh gambaran umum mengenai data pretes yang diperoleh. Adapun data deskriptif yang dihitung adalah nilai maksimum, nilai minimum, rata-rata, varians, standar deviasi, dan jumlah siswa. 2) Uji Normalitas Data Pretes

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Normalitas data diperlukan untuk menentukan pengujian beda dua rerata yang akan diselidiki. Pengujian


(35)

normalitas data menggunakan bantuan software SPSS versi 18.0 yaitu uji statistika Saphiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5%. Apabila kedua data berdistribusi normal, maka akan dilanjutkan dengan uji homogenitas varians untuk mengetahui jenis statistika yang sesuai dengan uji kesamaan dua rata-rata. Jika salah satu atau kedua data yang dianalisis berdistribusi tidak normal, dilakukan uji statistik non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney.

Dalam penelitian ini ada salah satu data yang tidak berdistribusi normal yaitu data pretes dari kelas eksperimen. Oleh sebab itu langkah pengujiannya tidak dilanjutkan pada uji homogenitas akan tetapi langsung dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney.

3) Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Pretes

Uji kesamaan dua rata-rata bertujuan untuk melihat apakah skor pretes kedua kelas sama atau tidak. Pengujian kesamaan dua rata-rata ini menggunakan uji non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney. Karena hasil pretes kelas ekperimen dan kelas kontrol menunjukkan kemampuan yang sama maka data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa adalah data postes.

b. Analisis Data Postes

Pengolahan data postes kelas eksperimen dan kelas kontrol bertujuan untuk mengetahui kemampuan akhir kedua kelas. Skor postes kemampuan komunikasi matematik yang diperoleh, dilakukan pengujian sebagai berikut.


(36)

1) Deskriptif Statistik Data Postes

Deskriptif statistik dilakukan untuk memperoleh gambaran umum mengenai data postes yang diperoleh. Adapun data deskriptif yang dihitung adalah nilai maksimum, nilai minimum, rata-rata, varians, standar deviasi, dan jumlah siswa.

2) Uji Normalitas Data Postes

Pengujian normalitas data menggunakan bantuan software SPSS versi 18.0 yaitu uji statistika Saphiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5%. Apabila kedua data berdistribusi normal, maka akan dilanjutkan dengan uji homogenitas varians untuk mengetahui jenis statistika yang sesuai dengan uji perbedaan dua rata-rata. Jika salah satu atau kedua data yang dianalisis berdistribusi tidak normal, dilakukan uji statistik non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney. Dalam penelitian ini data dari kelas eksperimen dan kelas kontrol keduanya berdistribusi normal, sehingga langkah pengujian selanjutnya adalah uji homogenitas.

3) Uji Homogenitas Varians Data Postes

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varians data yang diuji memiliki varians yang homogen atau tidak. Pengujian homogenitas varians dilakukan menggunakan uji statistika Levene’s test dengan taraf signifikansi 5%. Dalam penelitian ini data postes dari kedua kelas mempunyai varians yang homogen sehingga langkah pengujian selanjutnya adalah uji perbedaan dua rata-rata.


(37)

4) Uji Perbedaan Dua Rata-rata Data Postes

Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata secara signifikan atau tidak dari kedua kelas. Jika data memenuhi asumsi normalitas dan homogenitas, maka pengujian hipotesisnya menggunakan uji t yaitu Independent Sample T-Test. Sedangkan jika data memenuhi asumsi normalitas tetapi tidak homogen, maka pengujiannya hipotesisnya menggunakan pengujian t‟ yaitu Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua variansi tidak homogen. Data postes dalam penelitian ini berdistribusi normal dan homogen. Oleh karena itu uji perbedaan dua rata-rata nya menggunakan uji t yaitu Independent Sample T-Test.

c. Analisis Data Kualitas Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa

Jika hasil pretes kelas kontrol dan kelas eksperimen menunjukkan kemampuan komunikasi matematik yang sama, maka data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik adalah data postes. Namun, jika hasil pretes kelas kontrol dan kelas eksperimen menunjukkan kemampuan komunikasi matematik yang berbeda, maka data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik adalah data

indeks gain. Indeks gain ini dihitung dengan menggunakan rumus dari Hake (Kurniawan, 2011: 43), yaitu sebagai berikut.

pretes skor -SMI

pretes skor -postes skor

gain Indeks

Adapun kriteria indeks gain menurut Hake (Kurniawan, 2011: 43) adalah sebagai berikut.


(38)

Tabel 3.9 Kriteria Indeks Gain

g Keterangan

Tinggi Sedang Rendah

Dalam penelitian ini karena data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan kemampuan komunikasi yang sama maka data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik adalah data postes. Sedangkan data skor indeks gain digunakan untuk menganalisis kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa. Cara pengolahan data skor

indeks gain adalah mendeskripsikan data indeks gain dengan cara menghitung rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2. Analisis Data Kualitatif

Data kualitatif diperoleh dari angket, lembar observasi dan jurnal harian siswa yang diberikan pada kelas eksperimen. Pengolahan untuk masing-masing data kualitatif tersebut adalah sebagai berikut.

a. Angket

Angket diberikan kepada siswa kelas eksperimen untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran MEAs. Angket pada penelitian ini terdiri dari dua buah kelompok pernyataan yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif. Jenis angket yang diberikan berupa angket tertutup, maka untuk mengolah data yang diperoleh dari angket menggunakan skala Likert.

Setiap pernyataan dalam angket skala Likert memiliki skor yang berbeda, kategori angket skala Likert (Suherman, 2003: 191) adalah sebagai berikut.


(39)

Tabel 3.10

Kategori Skor Angket skala Likert

Skor siswa dihitung dengan cara menjumlahkan bobot skor setiap pernyataan dari alternatif jawaban yang dipilih. Kemudian data dipersentasekan dengan menggunakan rumus perhitungan persentase (Rahayu, 2011:37) sebagai berikut.

Keterangan:

= persentase jawaban = frekuensi jawaban = banyaknya responden

Persentase yang diperoleh ditafsirkan berdasarkan kriteria (Rahayu, 2011: 38) sebagai berikut.

Tabel 3.11

Interpretasi Jawaban Angket Siswa Persentase Jawaban Interpretasi

0% Tak seorang pun

1%-25% Sebagian kecil

25%-49% Hampir setengahnya

50% Setengahnya

51%-74% Sebagian besar

75%-99% Hampir seluruhnya

100% Seluruhnya

Setelah angket diolah dengan menggunakan cara seperti di atas maka sikap siswa terhadap sebuah pernyataan dapat digolongkan ke dalam sikap positif atau

Jenis Pernyataan

Skor

SS S TS TS

Positif 5 4 2 1


(40)

sikap negatif. Penggolongan ini dilakukan dengan membandingkan skor subjek dengan skor alternatif jawaban netral dari pernyataan. Apabila rata-rata skor siswa terhadap pernyataan lebih dari tiga, maka dapat dikatakan bahwa sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan MEAs adalah positif. Apabila rata-rata skor siswa terhadap pernyataan kurang dari tiga, maka dapat dikatakan bahwa sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan MEAs adalah negatif (Suherman, 2003: 191).

b. Lembar Observasi

Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati secara langsung aktivitas dari pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa. Data hasil observasi ditulis dalam bentuk tabel kemudian dianalisis secara deskriptif. c. Jurnal Harian Siswa

Penilaian jurnal harian siswa dilakukan untuk menganalisis pendapat siswa setelah selesai pembelajaran. Data yang terkumpul ditulis dan dipisahkan mana yang termasuk jurnal yang bersifat positif dan mana yang bersifat negatif, sehingga dapat disimpulan secara umum sebagai bahan evaluasi untuk proses pembelajaran berikutnya.


(41)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pembelajaran matematika dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa SMP di SMP Negeri 26 Bandung diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) peningkatan kemampuan komunikasi matematiknya lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional.

2. Hampir seluruh siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka perlu dikemukakan beberapa saran berikut ini.

1. Karena pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa SMP, maka pendekatan MEAs ini dapat menjadi salah satu


(42)

alternatif pendekatan yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran matematika.

2. Untuk penelitian selanjutnya mengenai penggunaan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) dapat diterapkan pada materi, indikator, dan kompetensi matematik yang berbeda dengan subjek penelitian yang lebih luas.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

BSNP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Chamberlin, Scott A & Moon, Sidney M. (2005). Model Eliciting Activities as a Tool to Develop and Identify Creatively Gifted Mathematicians.

[online].Tersedia: http://andrianifadly.wordpress.com/2012/01/13/model-eliciting-activities/. [1 September 2012]

Dainah, E. (2012). Implementasi Model Pembelajaran Advance Organizer dengan Bantuan Macromedia Flash untu Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMA. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Fachrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar [online]. Tersedia: jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf. [11 September 2012]

Fitriah, P. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar 7 E untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Methaporical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.

Herdian. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematika. [Online]. Tersedia: http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/. [10 September 2012]

Hidayat, E. (2009). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realitik. Tesis Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.

Istianah. (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik dengan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) pada Siswa SMA. Tesis Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.


(44)

Kurniawan, I. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Dengan Metode Course Review Horay. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Nurjanah, I. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay-Two Stray untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Permana, Y. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model-Eliciting Activities. Disertasi Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.

Rahayu, S. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Pembelajaran Realistik. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Russeffendi, E. T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung: JICA-UPI.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI. Suherman, E. (2008). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Hands-out

Perkuliahan FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Sunata. (2009). Penerapan Pembelajaran Kreatif Model Treffinger untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Siswa. Tesis Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

Widyastuti. (2010). Pengaruh Pembelajaran Model-Eliciting Activities terhadap Kemampuan Representasi Matematis dan Self-Efficacy Siswa. Tesis Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.


(1)

Asri Nurhafsari, 2013

Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Pendekatan Model Eliciting Activities (Meas) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.10

Kategori Skor Angket skala Likert

Skor siswa dihitung dengan cara menjumlahkan bobot skor setiap pernyataan dari alternatif jawaban yang dipilih. Kemudian data dipersentasekan dengan menggunakan rumus perhitungan persentase (Rahayu, 2011:37) sebagai berikut.

Keterangan:

= persentase jawaban = frekuensi jawaban = banyaknya responden

Persentase yang diperoleh ditafsirkan berdasarkan kriteria (Rahayu, 2011: 38) sebagai berikut.

Tabel 3.11

Interpretasi Jawaban Angket Siswa

Persentase Jawaban Interpretasi

0% Tak seorang pun

1%-25% Sebagian kecil

25%-49% Hampir setengahnya

50% Setengahnya

51%-74% Sebagian besar

75%-99% Hampir seluruhnya

100% Seluruhnya

Setelah angket diolah dengan menggunakan cara seperti di atas maka sikap siswa terhadap sebuah pernyataan dapat digolongkan ke dalam sikap positif atau

Jenis Pernyataan

Skor

SS S TS TS

Positif 5 4 2 1


(2)

sikap negatif. Penggolongan ini dilakukan dengan membandingkan skor subjek dengan skor alternatif jawaban netral dari pernyataan. Apabila rata-rata skor siswa terhadap pernyataan lebih dari tiga, maka dapat dikatakan bahwa sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan MEAs adalah positif. Apabila rata-rata skor siswa terhadap pernyataan kurang dari tiga, maka dapat dikatakan bahwa sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan MEAs adalah negatif (Suherman, 2003: 191).

b. Lembar Observasi

Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati secara langsung aktivitas dari pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa. Data hasil observasi ditulis dalam bentuk tabel kemudian dianalisis secara deskriptif.

c. Jurnal Harian Siswa

Penilaian jurnal harian siswa dilakukan untuk menganalisis pendapat siswa setelah selesai pembelajaran. Data yang terkumpul ditulis dan dipisahkan mana yang termasuk jurnal yang bersifat positif dan mana yang bersifat negatif, sehingga dapat disimpulan secara umum sebagai bahan evaluasi untuk proses pembelajaran berikutnya.


(3)

Asri Nurhafsari, 2013

Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Pendekatan Model Eliciting Activities (Meas) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pembelajaran matematika dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa SMP di SMP Negeri 26 Bandung diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) peningkatan kemampuan komunikasi matematiknya lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional.

2. Hampir seluruh siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka perlu dikemukakan beberapa saran berikut ini.

1. Karena pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa SMP, maka pendekatan MEAs ini dapat menjadi salah satu


(4)

alternatif pendekatan yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran matematika.

2. Untuk penelitian selanjutnya mengenai penggunaan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) dapat diterapkan pada materi, indikator, dan kompetensi matematik yang berbeda dengan subjek penelitian yang lebih luas.


(5)

Asri Nurhafsari, 2013

Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Pendekatan Model Eliciting Activities (Meas) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

BSNP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Chamberlin, Scott A & Moon, Sidney M. (2005). Model Eliciting Activities as a Tool to Develop and Identify Creatively Gifted Mathematicians. [online].Tersedia: http://andrianifadly.wordpress.com/2012/01/13/model-eliciting-activities/. [1 September 2012]

Dainah, E. (2012). Implementasi Model Pembelajaran Advance Organizer dengan Bantuan Macromedia Flash untu Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMA. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Fachrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar [online]. Tersedia: jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf. [11 September 2012]

Fitriah, P. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar 7 E untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Methaporical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.

Herdian. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematika. [Online]. Tersedia: http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/. [10 September 2012]

Hidayat, E. (2009). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realitik. Tesis Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.

Istianah. (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik dengan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) pada Siswa SMA. Tesis Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.


(6)

Kurniawan, I. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Dengan Metode Course Review Horay. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Nurjanah, I. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay-Two Stray untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Permana, Y. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model-Eliciting Activities. Disertasi Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.

Rahayu, S. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Pembelajaran Realistik. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Russeffendi, E. T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI. Suherman, E. (2008). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Hands-out

Perkuliahan FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Sunata. (2009). Penerapan Pembelajaran Kreatif Model Treffinger untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Siswa. Tesis Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

Widyastuti. (2010). Pengaruh Pembelajaran Model-Eliciting Activities terhadap Kemampuan Representasi Matematis dan Self-Efficacy Siswa. Tesis Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen Di SMP Bhinneka Tunggal Ika)

15 64 203

Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (Meas) Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa (Studi Eksperimen Di Smp Negeri 178 Jakarta)

2 25 225

Pengaruh Pendekatan Model Eliciting Activities (MEA;) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa

10 55 273

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ABSTRAKSI MATEMATIS SISWA SMP.

3 12 15

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES (MEAs) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA: Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa SMP Negeri 9 Cimahi Kelas VII.

0 1 49

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP : Suatu Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 26 Bandung.

0 2 39

PENERAPAN PENDEKATAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES (MEAs) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP.

1 1 50

PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAs) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP.

3 9 38

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES (MEAs) : Penelitian terhadap siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Pamarican Ciamis.

1 3 57

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik dengan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) pada Siswa SMA.

0 1 55