PENERAPAN ASPEK TEKNIS RUMPUN SAPI PESISIR DI KECAMATAN IV JURAI KABUPATEN PESISIR SELATAN.

PENERAPAN ASPEK TEKNIS RUMPUN SAPI
PESISIR DI KECAMATAN IV JURAI
KABUPATEN PESISIR SELATAN

SKRIPSI

Oleh:

LYDIA DELVEGA
09 1061 2274
Diajaukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada
Fakultas Peternakan Universitas Andalas

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

PENERAPAN ASPEK TEKNIS RUMPUN SAPI
PESISIR DIKECAMATAN IV JURAI
KABUPATEN PESISIR SELATAN

Lydia Delvega, dibawah bimbingan
Dr. Ir Khasrad, M.Si dan Ir. Yusmaidi Yoesoef, MP
Program Studi Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Andalas Padang, 2014

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan dari
tanggal 27 Desember 2013 sampai 26 Januari 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui penerapan aspek teknis peternakan yang dilakukan oleh peternak di
kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan. Sampel diambil sebanyak 180 kepala
keluarga peternak dari 242 kepala keluarga peternak yang ada, dengan jumlah ternak
yang dipelihara 291 ekor sapi. Sampel diambil secara Stratified Multistage Sampling.
Peubah yang diamati adalah pengetahuan aspek teknis beternak sapi yang tercakup
dalam faktor penentu aspek teknis peternakan yang terdiri dari lima bidang yaitu (1)
Bibit/reproduksi, (2) Pakan, (3) Perkandangan, (4) Tatalaksana Pemeliharaan, (5)
Kesehatan/penyakit. Data yang didapat dan diolah dengan menghitung persentase
skor, Kemudian dibandingkan dengan kategori yang ditetapkan oleh Ditjen
Peternakan (1992) yang dinyatakan dalam bentuk persentase (%). Hasil penelitian
penerapan aspek teknis Bibit didapatkan persentase skor (54,5%), pakan didapatkan
persentase skor (36,1%), hasil penelitian perkandangan didapatkan persentase skor

(47,2%), dari hasil penelitian tatalaksana pemeliharaan didapatkan persentase skor
(31,1%), dan dari hasil penelitian kesehatan didapatkan skor (15%). Dari keseluruhan
penerapan aspek teknis mendapatkan hasil belum baik, skor yang diperoleh adalah
(38,0%) dari total Standar Ditjen Peternakan (1992) dengan kategori kurang.
Kata Kunci : Aspek teknis, Sapi Pesisir.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun
peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang
memadai. Kondisi tersebut menyebabkan sumbangan sapi potong terhadap
produksi daging nasional rendah (Mersyah 2005; Santi 2008) sehingga terjadi
kesenjangan yang makin lebar antara permintaan dan penawaran (Setiyono et al.
2007).
Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani asal ternak yang
cukup digemari oleh masyarakat Indonesia. Sebagian besar usaha peternakan sapi
potong di Provinsi Sumatera Barat masih dalam bentuk usaha sampingan. Namun,
yang menjadi permasalahan adalah cara pemeliharaan yang dilakukan oleh para

peternak.
Beberapa dari peternak belum memiliki orientasi bahwa beternak sapi
potong bisa menjadi sumber pendapatan yang utama bagi peternak, sehingga
pemeliharaan sapi potong saat ini masih terkesan asal-asalan. Hal itu
kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pemahaman peternak tentang
bagaimana cara berternak sapi potong.
Dalam upaya meningkatkan tatalaksana pemeliharaan ternak yang
pemeliharaannya tradisional kearah yang lebih baik dan menguntungkan,
pemerintah telah mencanangkan suatu program yang disebut Panca Usaha Ternak
(PUT) yang meliputi: (1) Bibit yang baik dan unggul, (2) Pemberian pakan, (3)
1

Tatalaksana Pemeliharaan, (4) Pencegahan penyakit, serta (5) Pemasaran,
pemerintah melalui Ditjen Peternakan telah menerbitkan suatu pedoman mengenai
penerapan aspek teknis peternakan dengan memberikan nilai-nilai untuk setiap
aspek dari Panca Usaha Ternak potong yang merupakan kunci keberhasilan dari
usaha peternakan itu sendiri.
Kabupaten Pesisir Selatan, merupakan salah satu sentra peternakan sapi
disamping daerah-daerah lain di Sumatera Barat. Kabupaten ini terdiri dari 12
Kecamatan yang populsi sapinya pada tahun 2010 tercatat 93.581 ekor, dari 12

Kecamatan tersebut paling banyak populasi sapinya adalah kecamatan Ranah
Pesisir yaitu tercatat sebanyak 18.168 ekor. (Dinas Peternakan Kabupaten Pesisir
Selatan, 2012) Jenis sapi potong yang dipelihara di Pesisir Selatan adalah sapi
Pesisir, sapi Bali dan sapi Simmental.
Potensi sapi Pesisir sebagai sapi potong belum dimanfaatkan secara
optimal melalui perbaikan manajemen pemeliharaan. Sistem pemeliharaan sapi
Pesisir masih bersifat ekstensif tradisional. Ternak dilepas sepanjang hari tanpa
ada perhatian khusus dari pemiliknya. Hanya sebagian kecil peternak yang
menggembalakan sapi Pesisir dan membuatkan kandang. Sapi memperoleh
hijauan pada areal persawahan yang tidak ditanami padi atau yang sudah dipanen,
daerah perkebunan, lahan berair, semak belukar, pekarangan atau tepi jalan.
Pada waktu musim tanam, sebagian sapi diikat oleh pemiliknya disuatu
tempat untuk merumput agar tidak mengganggu tanaman. Selain itu, petani
membuat pagar pada areal pertanaman agar tidak diganggu oleh ternak yang
dibiarkan berkeliaran.

2

Di samping mendapatkan hijauan dari merumput, sebagian peternak
mencari rumput untuk diberikan kepada ternak pada sore hari, terutama pada

musim tanam padi. Perkawinan sapi Pesisir umumnya terjadi secara alami waktu
sapi dilepas mencari pakan di lapangan. Pejantan yang dijadikan pemacek ratarata berumur muda (< 2 tahun) karena jumlah pejantan tidak seimbang dengan
jumlah induk yang ada. Bahkan perkawinan sering terjadi antara induk dan anak
dan antar saudara dengan frekuensi silang dalam yang tinggi (Adrial, 2002).
Persilangan sapi betina lokal dengan sapi jantan Simmental dimaksudkan
untuk menggabungkan sifat-sifat yang baik pada masing-masing bangsa tersebut.
Sapi lokal mempunyai keunggulan antara lain relatif tahan terhadap panas, tahan
terhadap caplak, dan dapat mengkonsumsi rumput dengan kualitas kurang,
sedangkan sapi Simmental mempunyai keunggulan yaitu pertumbuhan bobot
badan yang relatif tinggi dibandingkan dengan sapi lokal dan bobot dewasa yang
relatif besar.
Performan dari suatu individu dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan serta interaksi kedua faktor tersebut. Kedua faktor tersebut harus
saling mendukung untuk mendapatkan performan sapi yang optimal, faktor
genetik yang baik akan mencapai hasil peforman yang optimal jika didukung oleh
faktor lingkungan yang baik pula. Sebaliknya, faktor lingkungan harus didukung
oleh faktor genetik yang baik pula sehingga salah satu faktor tidak dapat
diabaikan satu sama lainnya.
Menurut Saladin (1983), sapi Pesisir termasuk bangsa sapi berukuran
kecil. Namun, sapi Pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan

berkualitas rendah, pemeliharaan secara sederhana, dan tahan terhadap beberapa
3

penyakit dan parasit. Sapi Pesisir memiliki potensi besar dalam penyediaan
daging untuk memenuhi gizi masyarakat dan sebagai ternak kurban.
Sapi Pesisir berperan penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat
Pesisir Selatan dan memenuhi kebutuhan daging masyarakat Sumatera Barat.
Namun, keberadaan sapi Pesisir belum mendapat perhatian yang semestinya dari
peneliti, masyarakat dan pemerintah, bahkan populasinya cenderung menurun
karena tergusur oleh sapi-sapi eksotik impor yang mempunyai sifat-sifat unggul.
Sejarah dan asal usul sapi Pesisir belum diketahui secara pasti. Diduga
sapi ini berasal dari India yang dibawa bangsa Hindu ke Indonesia, atau
merupakan sapi liar Indonesia seperti banteng (Bos sondaicus dan Bos indicus),
yang dijinakkan. Sapi ini sama dengan sapi Jawa dan sapi Sumatera.
Kecamatan IV Jurai terletak pada 1000 32’ – 1000 47’ Bujur Timur dan 10
22,7’ Lintang Selatan, dengan luas daerah tercatat sebesar 328,24 km2 atau 6,5
persen dari luas Kabupaten Pesisir Selatan. Sebelah utara terbatasan dengan
Kecamatan Bayang, sebelah selatan dengan Kecamatan Batang Kapas, sebelah
timur dengan Kabupaten solok dan sebelah barat dengan Samudra Indonesia.
Kecamatan IV Jurai merupakan salah satu Kecamatan di Pesisir Selatan

dengan populasi sapi pada tahun 2011 sekitar 4.430 eko (Badan Pusat Statistik,
2012). Populsai di daerah ini termasuk sedang dibandingkan kecamatan lainnya di
Pesisir Selatan.
Sehubungan dengan berbagai hal tersebut di atas maka dilakukan
penelitian dengan judul “Penerapan Aspek Teknis Rumpun Sapi Pesisir
Dikecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan’’

4

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahannya
sebagai berikut : Bagaimana cara penerapan aspek teknis yang dilakukan peternak
sapi potong di Kecamatan IV Jurai tersebut.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat
penerapan aspek teknis yang dilakukan oleh peternak sapi potong di kecamatan
IV Jurai Sumatera Barat tersebut.
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
penerapan aspek teknis pada peternak tersebut.
D. Hipotesis Penelitian

Penerapan aspek teknis yang dilakukan oleh peternak sapi potong di
kecamatan IV Jurai Sumatra Barat diduga masih kurang.

5