ANALISIS FUNGSI PRODUKSI INDUSTRI KREATIF PADA SUBSEKTOR KERAJINAN BATIK CIREBON : Survey Pada Produksi Batik Di Kabupaten Cirebon.

(1)

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI INDUSTRI KREATIF PADA SUBSEKTOR KERAJINAN BATIK CIREBON

(Survey Pada Produksi Batik Di Kabupaten Cirebon)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Ekonomi

Oleh :

NENDEN ROSMAWATI 0804241

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI

INDUSTRI KREATIF PADA

SUBSEKTOR KERAJINAN BATIK

CIREBON

(Survey Pada Produksi Batik Di

Kabupaten Cirebon)

Oleh

Nenden Rosmawati

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

© Nenden Rosmawati 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI INDUSTRI KREATIF PADA SUBSEKTOR KERAJINAN BATIK CIREBON

(Survey Pada Produksi Batik di Kabupaten Cirebon)

Skripsi ini disetujui oleh: Bandung, Februari 2013

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Kusnendi, MS. Siti Parhah, S.Pd., M.SE NIP.19600122 198403 1 003 NIP.19800907 200912 2 003

Mengetahui,

Ketua Program Pendidikan Ekonomi

Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis UPI Bandung

Dr. Ikaputera Waspada, MM NIP. 19610420 198703 1 002


(4)

(5)

ABSTRAK

“Analisis Fungsi Produksi Industri Kreatif Pada Subsektor Kerajinan Batik Cirebon ( Survey Pada Produksi Batik Di Kabupaten Cirebon)” di bawah bimbingan Dr. Kusnendi, MS dan Siti Parhah, S.Pd., M.S.E

oleh

Nenden Rosmawati 0804241

Produk yang dihasilkan dalam suatu proses produksi sangat tergantung pada sejumlah faktor produksi yang digunakan. Dalam suatu kegiatan produksi, setiap produsen menginginkan perolehan laba yang maksimum, untuk memperoleh laba yang maksimum produsen dituntut untuk dapat mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksi dalam proses produksi yang dilakukannya (efisien). Produksi yang efisien merupakan solusi yang harus dilalui oleh para produsen untuk mendapatkan keuntungan yang paling maksimal dari proses produksi yang dihasilkannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi batik dan menganalisis tingkat efisiensi dari penggunaan faktor-faktor produksi pada industri batik di Kabupaten Cirebon. Penelitian ini juga mengidentifikasi intensitas penggunaan faktor produksi dan returns to scale

pada industri batik di Kabupaten Cirebon. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survey explanatory dengan model fungsi Cobb-Douglas.

H a s i l e s t i m a s i m e n u n j u k k a n b a h w a f a k t o r p r o d u k s i m o d a l d a n t e n a g a k e r j a b e r p e n g a r u h t e r h a d a p h a s i l p r o d u k s i b a t i k d a n penggunaan faktor produksi modal dan tenaga kerja belum mencapai efisiensi optimum. Maka untuk mencapai efisiensi optimum pengusaha perlu melakukan strategi pengurangan atau penambahan dalam penggunaan faktor-faktor produksi sehingga bisa berproduksi tepat pada titik efisiensi optimum. Intensitas faktor produksi pada industri batik cenderung bersifat padat tenaga kerja (labor intensive) sedangkan tingkat skala produksi kerajinan batik berada pada kondisi skala usaha yang meningkat (Increasing Returns to Scale).


(6)

ABSTRACT

"Creative Industry Production Function Analysis of the Sub Crafts Batik Cirebon (Survey On The Production Batik Cirebon District)"

Nenden Rosmawati 0804241

Products produced in a production process is highly dependent on a number of factors used. In a production activity, every manufacturer wants maximum profit, to obtain the maximum profit producers are required to optimize the use of production factors in the production process does (efficient). Efficient production is a solution that must be passed by the manufacturers to get the maximum benefit from the production process generates. This study aims to identify factors that affect the production of batik and analyze the efficiency of the use of factors of production in the industry batik Cirebon regency. The study also identified the intensity of use of factors of production and returns to scale in the industry batik Cirebon regency. The research method used was survey research methods explanatory model of Cobb-Douglasfunction.

The estimates indicate that production factors capital and labor affect the production of batik and the use of production factors capital and labor inefficiencies. So to achieve optimum efficiency employers need to make strategic reduction or increase in the use of factors of production that can produce precisely at the point of optimum efficiency. The intensity of the input at the batik industry tends to be labor intensive (labor intensive) while the scale of production of batik in condition that increases the scale (Increasing Returns to Scale). Keywords: Capital, Labor, Production Batik Handicrafts


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

UCAPAN TERIMA KASIH iii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian…………... 1

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah……..………... 6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian…….…...………... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka………... 9

2.1.1 Konsep Industri Kreatif.………...…... 9

2.1.2 Teori Produksi.………... 10

2.1.2.1 Fungsi Produksi... 10

2.1.2.2 Fungsi Produksi Cobb Douglas...…….…... 15

2.1.2.3 Elastisitas Produksi…………... 24

2.1.2.4 Efisiensi Produksi... 26

2.1.2.5 Efisiensi Teknis... 27

2.1.2.6 Efisiensi Harga... 28

2.1.2.7 Efisiensi Ekonomis... 29

2.1.3 Skala Produksi.………... 30

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi... 31

2.1.4.1 Pengaruh Modal Terhadap Hasil Produksi…...…... 32

2.1.4.2 Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Hasil Produksi…... 33

2.1.5 Kajian Empiris Hasil Penelitian Terdahulu... 34

2.2 Kerangka Pemikiran………..…... 34

2.3 Hipotesis………... 38

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian………... 39

3.2 Metode Penelitian………...….... 39

3.3 Populasi Dan Sampel………... 39

3.4 Operasionalisasai Variabel………..…...….... 41

3.5 Sumber dan Jenis Data………... 43

3.6 Teknik Pengumpulan Data…….……….…...….... 44

3.7 Teknik Analisis Data... ……….…... 45

3.7.1 Menghitung Koefisien Regresi... 46

3.8 Pengujian Hipotesis…………... 49


(8)

3.9.1 Uji Multikolinearitas... 55 3.9.2 Uji Heteroskedastisitas... 56 3.9.3 Uji Autokorelasi... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan………... 4.1.1 Gambaran Umum Responden………...…. 4.1.2 Deskripsi Variabel Penelitian... 4.1.3 Analisis Data dan Pengujian Hipotesis... 4.1.3.1 Estimasi Parameter Fungsi Cobb Douglas………... 4.1.4.2 Elastisitas Produksi dan Marginal Products... 4.1.4.3 Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi…………... 4.1.4.4 Intensitas Penggunaan Faktor-Faktor Produksi………….. 4.1.4 Pengujian Asumsi Klasik………... 4.1.5.1 Uji Multikolinearitas………...…...…. 4.1.5.2 Uji Heteroskedastisitas………...….. 4.1.5.3 Uji Autokorelasi………... 4.2 Pembahasan………...……….………... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan………... 5.2 Saran………... DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

59 59 63 69 72 73 74 76 88 88 89 90 92

103 104


(9)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Perubahan global dalam transformasi ekonomi, baik secara regional maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu dari era pertanian menjadi era industrialisasi. Sejak pergantian era pertanian menjadi era industrialisasi sektor industri mengalami peningkatan dan secara berangsur-angsur mengalahkan kontribusi sektor pertanian dunia terhadap perekonomian.

Indonesia mulai mengalihkan target pembangunan pada pengembangan sektor industri dengan target menjadi negara industri maju di Asia setelah sukses membangun perekonomian nasional dengan motor penggerak utama pada sektor pertanian dalam Pembangunan Lima Tahun (PELITA) I dan II, hal ini terlihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian yang semakin menurun. Pada tahun 1984, kontribusi sektor pertanian sebesar 23,5% terhadap perekonomian dan menurun menjadi 14,8% pada tahun 2011 sementara itu, sektor industri memberikan kontribusi yang semakin meningkat terhadap perekonomian Indonesia yaitu sebesar 24,0% pada tahun 2011. Pertumbuhan sektor industri yang semakin tinggi dalam beberapa tahun terakhir memberikan penguatan bahwa telah terjadi transformasi ekonomi di Indonesia dari agraris menjadi industri.

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi serta globalisasi ekonomi mendorong perkembangan manusia yang dituntut untuk berkembang


(10)

secara kreatif. Industri kreatif di Indonesia mulai mendapatkan tempat dalam perekonomian ketika tuntutan pasar yang semakin kreatif. Berbeda dengan karakteristik industri pada umumnya, industri kreatif merupakan industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu, jadi industri kreatif ini merupakan kelompok industri yang terdiri dari berbagai jenis industri yang masing-masing memiliki keterkaitan dalam proses pengeksploitasian ide atau kekayaan intelektual (intellectual property) menjadi nilai ekonomi tinggi yang dapat menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan. Kementerian Republik Indonesia mengelompokkan industri kreatif kedalam 14 subsektor yaitu periklanan, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, fesyen, video, film dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukkan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio serta riset dan pengembangan (Wiko Saputra, 2010:44).

Industri kreatif di Indonesia khususnya Jawa Barat memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, karena industri ini mampu memberikan iklim bisnis positif dan membentuk identitas kota dan daerah. Industri kreatif berbasis pada kreativitas dan inovasi pengolahan sumber daya alam melahirkan nilai tambah produk berdampak ganda yaitu selain berdampak pada perekonomian, industri kreatif juga memberikan dampak sosial secara positif diantaranya pembangunan bermodalkan kreatifitas meningkatkan kualitas hidup, peningkatan toleransi sosial, dan konsentrasi pekerja-pekerja kreatif yang tinggi menandakan dinamika dan ekonomi yang sehat, menjadi magnet investasi dan peluang kerja yang lebih baik.


(11)

Provinsi Jawa Barat memiliki banyak daerah yang mengembangkan industri kreatif salah satunya Kabupaten Cirebon. Kabupaten ini pengembangannya diarahkan kepada industri kreatif subsektor kerajinan dalam skala usaha kecil dan menengah. Industri kerajinan di Kabupaten Cirebon kini semakin menggeliat baik dari aspek produksi maupun wilayah pemasaran dan kini terdapat 33 komoditas kerajinan yang sedang dikerjakan oleh pengrajin di Kabupaten Cirebon antara lain kerajinan sandal barepan, aneka kreasi batu alam, rotan, dan batik (bisnis-jabar.com).

Kabupaten Cirebon merupakan salah satu penghasil batik di Jawa Barat. Produksi batik di Kabupaten Cirebon tersebar di beberapa kecamatan, berikut disajikan data persebaran wilayah industri batik di Kabupaten Cirebon.

Tabel 1.1

Daftar Sentra Industri Batik Kabupaten Cirebon Tahun 2011

Sumber : Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Cirebon (Data diolah)

No Nama

Sentra

Alamat Jumlah

Usaha (Unit) Tenaga Kerja (Orang) Nilai Investasi (Rp.000) Nilai Produksi (Rp.000) Nilai BB/BP (Rp.000)

Desa/Kel Kec

1 Batik Tulis dan Cap

Trusmi Wetan Plered 40 200 4.000,00 1.280.000,00 960.000,00

2 Batik Tulis dan Cap

Trusmi Kulon Plered 90 450 14.500,00 1.261.000,00 946.000,00

3 Batik Tulis dan Cap

Panembahan Plered 24 120 12.000,00 942.500,00 706.875,00

4 Batik Tulis dan Cap

Gamel Plered 20 40 5.000,00 450.000,00 337.500,00

5 Batik Tulis dan Cap

Wotgali Plered 24 39 1.200,00 900.000,00 575.000,00

6 Batik Tulis dan Cap

Kalibaru Tengah Tani 70 350 70.000,00 1.187.875,00 890.906,00

7 Batik Tulis dan Cap

Kalitengah Tengah Tani 25 75 25.000,00 600.000,00 475.000,00

8 Batik Tulis dan Cap

Ciwaringin Ciwaringin 20 185 20.000,00 78.375,00 58.781,00


(12)

Berdasarkan data Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Cirebon tercatat bahwa terdapat 313 jumlah unit usaha yang tersebar di delapan daerah di Kabupaten Cirebon yang berada di tiga kecamatan yaitu Plered, Tengah Tani dan Ciwaringin. Dari data diatas dapat diketahui Desa Trusmi yang mencakup Trusmi Wetan dan Kulon paling banyak memproduksi batik baik dalam jumlah unit usaha maupun jumlah tenaga kerja. Desa Trusmi merupakan pusat pemasaran batik termasuk dari sejumlah desa yang berada di sekitar Desa Trusmi, bahkan saat ini batik Cirebon identik dengan batik Trusmi, padahal selain Desa Trusmi sejumlah desa lain di sekitarnya juga merupakan sentra batik seperti Desa Panembahan, Gamel, Wotgali, Kalibaru, Kalitengah dan Desa Ciwaringin.

Industri kreatif sub sektor kerajinan batik di Kabupaten Cirebon memiliki kedudukan penting terhadap kemajuan ekonomi Kabupaten Cirebon. Sebagian besar masyarakat yang berada di wilayah sentra batik di Kabupaten Cirebon yaitu di Kecamatan Plered, Tengah Tani dan Kecamatan Ciwaringin memiliki penghasilan yang di peroleh dari usaha membatik karena sebagian dari mereka menggantungkan hidupnya dari industri kerajinan batik , sehingga produksi batik sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup masyarakat di daerah tersebut. Jika produksi batik mengalami penurunan maka pendapatan pengrajin pun akan menurun, sehingga kesejahteraan pengrajin menurun. Berikut disajikan data mengenai jumlah produksi batik dari beberapa pengrajin batik.


(13)

Tabel 2.1

Hasil Produksi Batik di Kabupaten Cirebon Januari 2012-Maret 2012

No Nama

Perusahaan

Produksi/ Bulan ( Satuan/Potong) Keterangan

Januari Februari Maret

1 Batik Badrun 625 633 630 Menurun

2 Batik Nita 160 140 140 Menurun

3 Batik Siah 300 300 200 Menurun

4 Batik Tursinah 1600 1600 1500 Menurun

5 Batik Sri 800 760 840 Meningkat

6 Batik Pardu Indah 1800 1400 1600 Meningkat

7 Batik Jaya Hendi 315 315 300 Menurun

8 Batik Ibnu Hajar 300 300 315 Meningkat

9 Batik Putri 750 750 700 Menurun

10 Batik Fresa 615 600 615 Meningkat

Sumber : Data Pra Penelitian (10 responden)

Penurunan jumlah hasil produksi yang terjadi pada batik di Kabupaten Cirebon berdasarkan hasil wawancara dengan para pengrajin batik di Kabupaten Cirebon akibat dari kenaikkan bahan baku tersebut meningkatkan modal yang diperlukan untuk proses produksi yang menyebabkan para pengrajin mengurangi jumlah produksinya. Selain hal tersebut, turunnya hasil produksi akibat dari kekurangan tenaga kerja dan keterampilan tenaga kerja yang kurang.

Salah satu industri batik yang mengalami kesulitan regenerasi pembatik berada di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Ketua Asosiasi Batik Cirebon, Rukadi Suminta (industri.kontan.co.id) mengatakan bahwa :

”Tenaga pembatik di Cirebon semakin menurun bukan karena turunnya permintaan produk batik tetapi tidak adanya regenerasi pengrajin Akibat kekurangan tenaga kerja, sekitar 60% dari 360 industri kecil dan menengah (IKM) batik di Kabupaten Cirebon telah gulung tikar dalam 5 tahun terakhir, selain itu ada industri batik baru di luar Cirebon hingga tenaga kerja banyak terserap ke luar kota”.

Industri Batik Jawa Barat semakin tertekan, hampir seluruh bahan baku batik mengalami kenaikkan harga kain katun, sutera, pewarna, dan lilin. Hingga


(14)

akhir tahun 2011 harga bahan baku batik katun dan sutera naik sekitar 20%-30% dari harga normal. Bahan baku seperti katun ukuran 2 meter yang harga normalnya Rp. 40.000 naik menjadi Rp. 50.000-Rp.60.000. Kenaikan bahan baku ini, turut mempengaruhi harga jual kain batik termasuk jumlah hasil produksinya dan tentu saja keadaan ini sangat mempengaruhi perajin kelas menengah ke bawah. Kendala lain yang dihadapi pengrajin batik Cirebon adalah lambannnya distribusi bahan baku pewarna.

Untuk unit usaha industri batik memiliki persaingan antar pengrajin batik lainnya dan kenaikan harga bahan baku seperti harga kain katun, sutera, pewarna, dan lilin, menjadikan kegiatan produksi batik di Kabupaten Cirebon mengalami kendala yang cukup berarti terutama bagi para pengrajin batik golongan kelas menengah kebawah.

Berdasarkan uraian diatas Penulis memandang penting untuk mengadakan penelitian tentang “Analisis Fungsi Produksi Industri Kreatif Pada Subsektor Kerajinan Batik Cirebon (Survey Pada Produksi batik di Kabupaten Cirebon)”.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan dan latar belakang yang dijelaskan diatas, maka dapat dapat diidentifikasi rumusan masalahnya sebagai berikut :

a. Apakah penggunaan faktor produksi modal dan tenaga kerja pada produksi batik di Kabupaten Cirebon telah efisien?

b. Bagaimanakah intensitas faktor produksi pada produksi batik di Kabupaten Cirebon?


(15)

c. Bagaimana skala hasil produksi pada produksi batik di Kabupaten Cirebon?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui apakah penggunaan faktor produksi modal dan tenaga kerja pada produksi batik di Kabupaten Cirebon telah efisien.

b. Untuk mengetahui intensitas faktor produksi pada produksi batik di Kabupaten Cirebon.

c. Untuk mengetahui skala hasil pada produksi batik di Kabupaten Cirebon. 1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah :

 Manfaat Teoritis

1. Memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu ekonomi, khususnya ekonomi mikro.

2. Memperkaya khasanah tulisan terutama yang berhubungan dengan hasil produksi industri kreatif subsektor kerajinan batik.

 Manfaat Praktis

1. Sebagai bahan analisis dalam menyusun strategi pengembangan industri kreatif subsektor kerajinan batik di Kabupaten Cirebon yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait seperti Dinas Perkoperasian, Perindustrian dan Perdagangan (DISKOPERINDAG).


(16)

2. Untuk memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi pada industri kreatif subsektor kerajinan batik serta dapat memberikan masukan bagi pengrajin batik di Kabupaten Cirebon yang penulis teliti.


(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Penelitian ini mengungkapkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada industri batik di Kabupaten Cirebon. Variabel terikat pada penelitian ini yaitu hasil produksi dan variabel bebas pada penelitian ini yaitu modal dan tenaga kerja. Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah industri batik di Kabupaten Cirebon.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey explanatory karena penulis berusaha menjelaskan hubungan-hubungan kausal antara variabel-variabel dalam pengujian hipotesis. Menurut Ker Linger yang dikutip oleh Sugiyono (2005:43) mengemukakan bahwa:

“Penelitian survey pada umumnya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam. Walaupun metode survey ini tidak memerlukan kelompok kontrol seperti halnya pada eksperimen, namun generalisasi yang dihasilkan bisa akurat bila digunakan sampel yang representatif.”

3.3 Populasi dan Sampel

Didalam penelitian ini terdapat populasi dan sampel yang digunakan peneliti yaitu sebagai berikut :

3.3.1 Populasi

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh perajin batik di Kabupaten Cirebon sebanyak 313. Penentuan daerah penelitian tersebut dilakukan


(18)

dengan sengaja sebagai pertimbangan bahwa Cirebon merupakan daerah sentra batik yang sudah cukup lama dan populer di Jawa Barat.

3.3.2 Sampel

Dalam penelitian ini mengambil objek mengenai pengrajin industri batik Kabupaten Cirebon, yang tersebar di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Plered, Tengah Tani dan Kecamatan Ciwaringin sebanyak 313 orang pengrajin batik. Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Probability Sampling

dengan Simple Random Sample yaitu cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut, untuk diteliti dan untuk menarik sampel digunakan dari Taro Yamane (Riduan ,2010:65),yaitu sebagai berikut:

Dimana:

n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi

d2 = Presisi yang ditetapkan 5%

Dari perhitungan tersebut, maka jumlah sampel sebanyak yang diambil dan dibulatkan menjadi sebanyak 176 orang pengrajin


(19)

3.4 Operasionalisasi Variabel

Dalam rangka pengumpulan data diperlukan adanya penjabaran konsep atau operasional variabel. Adapun batasan pengertian masing-masing variabel dan skala pengukuran yaitu pada tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

No Konsep Variabel Definisi Operasional Sumber

1 Fungsi produksi adalah hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang

diciptakannya (Sadono sukirno, 2003:190)

Tingkat produksi Indikator dari tingkat produksi terdiri dari:

 Jumlah produksi batik perbulan selama satu tahun produksi

 Jumlah rata-rata batik selama satu tahun produksi

Data yang diperoleh dari responden mengenai:

- Jumlah hasil produksi Batik yang dihasilkan dalam perbulan selama satu tahun produksi di tahun 2012 (Potong(1 potong = 2,5M ) dengan skala rasio

- Jumlah rata-rata batik selama 1 tahun produksi di tahun 2012 dengan skala rasio

Data diperoleh dari pengrajin batik di Kabupaten Cirebon yang berada di delapan desa yaitu: 1. Trusmi Wetan 2. Trusmi Kulon 3. Panembahan 4. Gamel 5. Wotgali 6. Kalibaru 7. Kalitengah 8. Ciwaringin

2 Modal merupakan salah satu faktor penting diantara berbagai faktor produksi yang diperlukan bahkan modal merupakan faktor produksi penting untuk pengadaan faktor produksi seperti tanah, bahan baku, dan mesin.( Neti Budiwati & Lizza Suzanti, 2007:29)

Tingkat modal Indikator dari tingkat Modal terdiri dari:

 Rata-rata Peralatan produksi batik selama satu tahun produksi

 Rata-rata Bahan baku yang digunakan untuk proses produksi batik selama satu tahun produksi

Data yang diperoleh dari responden mengenai:

1. Jumlah peralatan produksi batik yang digunakan perbulan selama satu tahun produksi yang terdiri dari:

 Jumlah gawangan yang digunakan dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (satuan unit) dengan skala rasio

 Harga gawangan dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (Rp) dengan skala rasio

 Jumlah wajan yang digunakan dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (satuan unit) dengan skala rasio

 Harga wajan dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (Rp) dengan skala

Data diperoleh dari pengrajin batik di Kabupaten Cirebon yang berada di delapan desa yaitu: 1. Trusmi Wetan 2. Trusmi Kulon 3. Panembahan 4. Gamel 5. Wotgali 6. Kalibaru 7. Kalitengah 8. Ciwaringin


(20)

 Jumlah kompor yang digunakan dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (satuan unit) dengan skala rasio

 Harga kompor dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (Rp) dengan skala rasio

 Jumlah canting yang digunakan dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (satuan unit) dengan skala rasio

 Harga canting dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (Rp) dengan skala rasio

 Jumlah meja yang digunakan dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (satuan unit) dengan skala rasio

 Harga meja dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (Rp) dengan skala rasio

 Jumlah alat pencetak batik yang digunakan dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (satuan unit) dengan skala rasio

 Harga alat pencetak batik dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (Rp) dengan skala rasio

 Jumlah rata-rata peralatan produksi yang digunakan selama 1 tahun produksi di tahun 2012 dengan skala rasio

2. Jumlah bahan baku yang digunakan perbulan selama selama satu tahun produksi yang terdiri dari:

 Jumlah Kain yang digunakan dalam perbulan selama satu tahun produksi di tahun 2012 (meter) dengan skala rasio

 Harga Kain per meter dalam satu tahun produksi


(21)

dengan skala rasio

 Jumlah Pewarna yang digunakan dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (Kg) dengan skala rasio

 Harga Pewarna per Kilo gram dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (Rp) dengan skala rasio

 Jumlah Lilin yang digunakan dalam satu tahun produksi di tahun 2012 (Kg) dengan skala rasio

 Harga Lilin per Kilo gram dalam satu tahun

produksi di tahun 2012 (Rp) dengan skala rasio

 Jumlah rata-rata bahan baku yang digunakan selama 1 tahun produksi di tahun 2012 dengan skala rasio

3 Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting untuk diperhatikan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan.(Masyhuri , 2007:126).

Tingkat tenaga kerja Indikator dari tenaga terdiri dari:

 Junlah tenaga kerja perbulan selama satu tahun produksi

 Jumlah hari efektif kerja perbulan dalam satu tahun produksi

 Jumlah rata-rata harian orang kerja selama satu tahun produksi

Data yang diperoleh dari responden mengenai:

 Jumlah seluruh tenaga kerja perbulan selama satu tahun produksi di tahun 2012 (orang) dengan skala rasio

 Jumlah hari efektif kerja perbulan selama satu tahun produksi di tahun 2012 (hari) dengan skala rasio

 Jumlah rata-rata harian orang kerja selama satu tahun produksi di tahun 2012 dalam satuan Harian Orang Kerja (HOK) dengan skala rasio

Data diperoleh dari pengrajin batik di Kabupaten Cirebon yang berada di delapan desa yaitu: 1. Trusmi Wetan 2. Trusmi Kulon 3. Panembahan 4. Gamel 5. Wotgali 6. Kalibaru 7. Kalitengah 8. Ciwaringin

3.5 Sumber dan Jenis Data

Menurut Suharsimi (2006:129) mengatakan bahwa sumber data adalah subyek darimana data diambil atau diperoleh. Adapun sumber data yang diperoleh dari penelitian ini adalah :


(22)

1. Disperindag Kabupaten Cirebon 2. Dinas KUKM Kabupaten Cirebon 3. Koperasi Batik Budi Tresna Cirebon 4. Survey

Sedangkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data primer yang diperoleh dari pengrajin batik Kabupaten Cirebon 2. Data sekunder dari Disperindag Kabupaten Cirebon, Dinas KUKM

Kabupaten Cirebon dan Koperasi Batik Budi Tresna Cirebon 3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara dan alat yang dipakai dalam memperoleh informasi / keterangan mengenai objek penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

1. Studi observasi, yaitu dengan cara meneliti secara langsung produksi batik di kabupaten Cirebon.

2. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh informasi secara langsung dengan cara tanya jawab lisan kepada para pengrajin batik sebagai responden yang dipergunakan sebagai pelengkap data.

3. Angket, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui penggunaan daftar pertanyaan yang telah disusun dan disebar kepada pengrajin batik sebagai responden agar diperoleh data yang dibutuhkan.


(23)

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Analisis Regresi Linear Berganda (multiple regression) melalui fungsi Cobb-Douglas. Alat bantu analisis yang digunakan yaitu dengan menggunakan program komputer Econometric Views (EViews) Versi 7.1. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penyeleksian data

Penyeleksian dilakukan berdasarkan data yang telah terkumpul sebelumnya dengan cara mengecek semua data yang ada. Pengecekan ini dilakukan untuk mengetahui kelengkapan, kesempurnaan dan kejelasan data.

2. Analisis data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Analisis dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

3. Pengujian hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui kebenaran hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

4. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan benang merah atau hasil dari penelitian yang dilakukan.


(24)

Berikut adalah proses alur analisis data dalam penelitian dan dapat dilihat pada Gambar 3.1.

3.7.1 Menghitung Koefisien Regresi

Untuk melihat hubungan antara beberapa faktor produksi yang dihasilkan maka digunakan fungsi produksi. Adapun untuk menganalisis produksi pada industri batik di Kabupaten Cirebon yaitu dengan menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas dengan pertimbangan ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi hasil produksi batik di kabupaten Cirebon. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui fungsi produksi

Cobb-ANGKET PENELITIAN

DATA VARIABEL PENELITIAN

UJI HIPOTESIS

DESKRIPSI VARIABEL PENELITIAN

UJI ASUMSI KLASIK

MENGHITUNG PRODUK MARJINAL , MRTS DAN EFISIENSI FAKTOR

PRODUKSI LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 3

LAMPIRAN 4

PEMBAHASAN DAN HASIL LAMPIRAN 5

LAMPIRAN 7

Gambar 3.1 Alur Analisis


(25)

Douglass. Secara matematis, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut:

Y = a X 1b1X 2b2... Xibi.... Xnbn eu

(Soekartawi,1994 : 160)

Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka:

Y = f (X1,X2,...,Xi,...,Xn)

(Soekartawi,1994:160)

Dimana:

Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a,b = Besaran yang akan diduga u = Kesalahan (disterbance term) e = Logaritma natural, e=2,718

Jika memasukan variabel dalam penelitian maka diperoleh model persamaan sebagai berikut:

Y = f(X1, X2)

Maka model Cobb-Douglas dalam penelitian ini adalah: Y = a X1b1, X2b2,e

Untuk memudahkan persamaan di atas, maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara menglogaritmakan persamaan tersebut. Pendugaan parameter dapat dilakukan dengan menggunakan analisis dan metode kuadrat terkecil (OLS: Ordinary Least Square) yang diperoleh melalui frekuensi logaritma fungsi asal sebagai berikut:


(26)

Dimana:

Y = Hasil produksi

λ = Elastisitas produksi masing-masing faktor X1 = Modal

X2 = Tenaga kerja D = 0, Batik tulis = 1, Batik cap e = error term

Persamaan diatas dapat dengan mudah diselesaikan dengan cara regresi berganda walaupun dilogaritmakan karena b1 dan b2 pada fungsi Cob-Douglas sekaligus menunjukan elastisitas X terhadap Y, sehingga ada tiga kemungkinan fase yang akan terjadi:

b < 1 decreasing returns to scale

b > 1 increasing returns to scale

b = 1 constant returns to scale

3.8 Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis penelitian ditempuh prosedur kerja sebagai berikut:

A. Hipotesis Penelitian Pertama

1. Menghitung koefisien regresi dengan rumus:  Langkah 1 Mencari Determinan

N ∑X1 ∑X2 ∑D

X’X =

∑X1 ∑X12 ∑X1.X2 ∑X1D

∑X2 ∑X1.X2 ∑X2

2 ∑ X

2D

∑D ∑X1.D ∑X2D ∑D 2


(27)

∑Y X’Y = ∑X1.Y

∑X2.Y

∑DY

(Supranto, 2005) Keterangan :

N : Jumlah observasi

∑X1 : Jumlah Variabel X1

∑X2 : Jumlah Variabel X2

∑D : Jumlah Variabel Dummy  Langkah 2 Mencari Inverse (A-1)

Cari Kofaktor (K) Tutup Baris Kolom +11 -12 +13 -14

K = -21 +22 -23 +24 +31 -32 +33 -34

Langkah 3 Mencari Koefesien Arah Regresi (Β)

 

A 1

X'Y

3 2 1 0                   Keterangan :

β0 : Konstanta

β1 : Koefisien regresi variabel X1

β2 : Koefisien regresi variabel X2

β3 : Koefisien regresi variabel X3 (A-1) : Inverse

2. Menghitung nilai t untuk masing-masing koefisien regresi dengan rumus: Mencari Standar Error

Untuk dapat dicari dengan rumus:

Y X Y X Y X Y Y

ei2

2 0.

1.

1. 2.

2. 3.

3.


(28)

Se = ∑ei n-k

(Rohmana, 2010:71)  Mencari t Hitung

Uji signifikansinya dapat dihitung melalui rumus: t = ̂

̂

( Gujarati,1998:74) Secara sederhana t hitung dapat dihitung dengan rumus:

t =

(Rohmana, 2010:74) Maka untuk menguji signifikansi uji t dalam penelitian ini rumusnya adalah:

t0 = ß0 Sb0

t1 = ß1 Sb1

t2 = ß2 Sb2

t3 = ß3 Sb3

3. Menghitung koefisien R dengan rumus: Mencari Koefisien Determinasi (R2)

      2 2 2 2 2 1 1 0

2 ( )

Y n Y Y n Y D D Y X Y X Y

R    

Mencari Adjusted R2

R2=1-[(1-R2)x n-1/n-k-1]


(29)

Dimana: k = Jumlah variabel bebas + konstanta n = Jumlah sampel

4. Menguji koefisien R dengan statistik uji F dengan rumus:

K n R

K R Fhitung

 

 

/ ) 1 (

) 1 /(

2 2

(Sudjana, 1996:385) Hipotesis statistik yang akan dirumuskan adalah sebagai berikut:

R=0 : Y tidak dipengaruhi oleh variabel X1 dan X2

R 0 : Y sekurang-kurangnya dipengaruhi X1 dan X2

Kriteria untuk menerima atau menolak hipotesis adalah menerima H0 jika F hitung < F tabel dan menolak H0 jika F hitung>F tabel. Dalam penelitian ini taraf kesalahan yang digunakan adalah 5% atau pada derajat kebenaran 95%. 5. Menguji koefisien regresi secara statistik dengan keputusan uji t

 H0: β1 = 0, artinya Y tidak dipengaruhi oleh variabel X1 dan X2  Ha : β1 0, artinya Y dipengaruhi oleh variabel X1 dan X2

Kriteria untuk menerima atau menolak hipotesis adalah:

Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima (variabel bebas

(X)berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Y).

Jikat hitung < t tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak (variabel bebas

(X)tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat(Y).

Dalam penelitian ini tingkat kesalahan yang digunakan adalah 0,05 (5%) pada taraf signifikasi 95%.


(30)

6. Menghitung Estimasi Fungsi Produksi Cobb Douglas

Secara matematis, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut: Y = a X 1b1X 2b2... Xibi.... Xnbn eu

(Soekartawi,1994 : 160)

Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka:

Y = f (X1,X2,...,Xi,...,Xn)

(Soekartawi,1994:160)

Dimana:

Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a,b = Besaran yang akan diduga u = Kesalahan (disterbance term) e = Logaritma natural, e=2,718

Jika memasukan variabel dalam penelitian maka diperoleh model persamaan sebagai berikut:

Y = f(X1, X2)

Maka model Cobb-Douglas dalam penelitian ini adalah: Y = a X1b1, X2b2,e

Untuk memudahkan persamaan di atas, maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara menglogaritmakan persamaan tersebut. Pendugaan parameter dapat dilakukan dengan menggunakan analisis dan metode kuadrat terkecil (OLS: Ordinary Least Square) yang diperoleh melalui frekuensi logaritma fungsi asal sebagai berikut:

ln Y = ln λ1 + λ2 lnX1 + λ3 lnX2 + λ4D + e


(31)

Dimana:

Y = Hasil produksi

λ = Elastisitas produksi masing-masing faktor X1 = Modal

X2 = Tenaga kerja D = 0, Batik tulis = 1, Batik cap e = error term B. Hipotesis Penelitian Kedua

Menghitung Efisiensi Faktor Produksi

Efisiensi ekonomi merupakan perbandingan antara nilai marjinal dengan harga faktor produksi, dari masing-masing faktor produksi yang digunakan. Secara matematis efisiensi ekonomi dapat dirumuskan sebagai berikut :

MVPx1 MVPx2 MVPx3

Px1 = Px2 = Px3

Keterangan :

MVP = Marginal Value Product

P = Harga masing-masing faktor produksi X1 = modal

X2 = tenaga kerja

Kemudian rumus dari efisiensi ekonomi adalah :

(Mubyarto,1989:76)

Dimana bi merupakan koefisien regresi atau koefisien elastisitas. Untuk mengetahui efisiensi faktor produksi dengan menggunakan rasio antara Marginal Value Product (MVP) dan nilai satu unit faktor produksi (Px), jika :

MVPx1 / Px1 > 1 artinya penggunaan input X belum mencapai efisiensi optimum. Untuk mencapai efisien input X perlu ditambah.


(32)

MVPx1 / Px1 = 1 artinya penggunaan input X sudah mencapai efisiensi optimum. Maka input X harus dipertahankan.

MVPx1 / Px1 < 1 artinya penggunaan input X sudah melebihi titik optimum (tidak efisien). Untuk mencapai efisien input X perlu dikurangi. (Soekartawi, 1994:42)

C. Hipotesis Penelitian Ketiga

Menghitung Intensitas Faktor Produksi MRTS = MRTS =

=

(Joesron,2012:94) D. Hipotesis Penelitian Keempat

Menghitung Skala Produksi

Untuk menguji skala kenaikan hasil sama dengan satu atau tidak sama dengan satu yang dicapai dalam proses produksi maka digunakan jumlah elastisitas produksi (∑bi). Dari hasil penjumlahan tersebut ada tiga kemungkinan yang terjadi (Soekartawi, 1994:154), yaitu :

1. Jika b1 + b2 > 1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi skala output yang meningkat (Increasing Returns to Scale)

2. Jika b1 + b2 = 1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi skala output yang konstan (Constant Returns to Scale)

3. Jika b1 + b2 < 1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi skala output yang menurun (Decreasing Returns to Scale).


(33)

3.9 Pengujian Asumsi Klasik 3.9.1 Uji Multikolinearitas

Untuk mendeteksi ada atau tidak adanya multikolinearitas dalam penelitian ini penulis menggunakan cara korelasi parsial antar variabel independen.

Menurut Yana Rohmana (2010:143), terdapat beberapa cara untuk medeteksi keberadaan multikolinearitas dalam model regresi OLS (Ordinary Least Square), yaitu:

a) Jika nilai R2 tinggi (biasanya berkisar 0,8 – 1,0) tetapi hanya sedikit variabel independen yang signifikan.

b) Menghitung koefisien korelasi parsial antar variabel independen, yaitu jika koefisien antarvariabel independen itu koefisiennya tinggi antara (0,8-1,0). c) Dengan melakukan Regresi Auxiliary. Regresi ini dapat digunakan untuk

mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel independen secara bersama-sama.

d) Tolerance (TOL) dan Variance Inflation Factor (VIF), >10 yaitu apabila nilai VIF maka ini menunjukkan adanya multikolinearitas.

Menurut Agus Widarjono (2005:139-141) apabila terjadi multikolinearitas , disarankan untuk mengatasinya dengan cara :

1. Menghilangkan variabel independent

2. Menghilangkan variabel yang memiliki multikolinier yang memiliki hubungan linier kuat.


(34)

4. Penambahan data 3.9.2 Uji Heterokedastisistas

Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas, dilakukan pengujian dengan menggunakanMetode White.Metode white tidak memerlukan asumsi tentang adanya normalitas pada residual. Untuk menjelaskan metode white ini maka model penelitiannya adalah:

(Rohmana, 2010:180)

Kaidah keputusannya adalah :

o Jika nilai chi-square hitung (n.R2) lebih besar dari nilai χ2 kritis dengan derajat kepercayaan tertentu (α) maka terkena heteroskedastisitas

o Jika nilai chi-square hitung (n.R2) lebih kecil dari nilai χ2 kritis dengan derajat kepercayaan tertentu (α) maka tidak terkena heteroskedastisitas (Rohmana, 2010:181).

3.9.3 Uji Autokorelasi

Adapun cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi pada model regresi, pada penelitian ini pengujian asumsi autokorelasi dapat diuji melalui Uji Breusch-Pagan-Godfrey. Breusch-Godfrey mengembangkan uji autokorelasi yang lebih umum dan dikenal dengan uji Lagrange Multiplier (LM) Untuk menjelaskan metode Breusch-Pagan-Godfrey ini maka model penelitiannya adalah:


(35)

Diasumsikan bahwa varian dari residual mempunyai fungsi sebagai berikut:

σi2= α0+α1Z1i

(Rohmana,2001:177).

σi2 adalah fungsi linier dari variabel Z. Jika α

1 = 0, maka σi2 = α0 berarti nilainya konstan. Maka untuk menguji apakah σi2

adalah homoskedastisitas maka

hipotesis nul yang diajukan adalah bahwa α1 = 0.

Beberapa alternatif menghilangkan masalah autokorelasi adalah sebagai berikut:

a. Bila struktur Autokorelasi (p) diketahui

Bila struktur autokorelasi (p) diketahui, masalah autokorelasi dapat diatasi dengan melakukan transformasi terhadap persamaan. Metode ini sering disebut

generalized difference equation. Metode ini dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut:

(Yt- pYt-1) = β0(1- p) + β1Xt - p β1Xt-1 + (ut– put– 1) = β0(1- p) + β1(Xt - pXt-1) + εt

(Gujarati,1998:219) b. Bila struktur Autokorelasi (p) tidak diketahui.

 Bila ƿ tinggi : Metode Differensiasi Tingkat pertama. Nilai p terletak antara -1 dan 1. Apabila p = 0 berarti tidak ada korelasi residual tingkat pertama, karena modelnya AR(1). Jika nilai p = ±1, maka model kita mengandung autokorelasi. Jika nilai p = +1, atau dengan kata lain nilai d justru rendah, masalah autokorelasi biasanya dapat dihilangkan dengan


(36)

metode diferensiasi tingkat pertama atau dapat kita tulis dengan persamaan sebagai berikut:

ΔYt= β1ΔXt + εt

(Gujarati,1998:220)

Dimana Δ adalah diferensi yaitu operator perbedaan pertama dan merupakan simbol atau operator (seperti operator nilai yang diharapkan E) untuk perbedaan dua nilai berurutan.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan sebelumnya, maka pada bagian akhir ini penulis dapat membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada produksi batik di Kabupaten Cirebon tidak efisien.

2. Intensitas faktor produksi pada produksi batik di Kabupaten Cirebon cenderung bersifat padat tenaga kerja.

3. Tingkat skala produksi batik di Kabupaten Cirebon dalam kondisi skala usaha yang meningkat (Increasing returns to scale).


(38)

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat penulis rekomendasikan adalah sebagai berikut: 1. Jumlah modal dan tenaga kerja mempengaruhi peningkatan hasil produksi

batik di Kabupaten Cirebon dengan signifikannya pengaruh modal dan tenaga kerja terhadap hasil produksi batik, maka dengan hal ini dibutuhkan penggunaan input modal dan tenaga kerja yang lebih besar atau selalu meningkat (karena hubungan kedua koefisien modal dan tenaga kerja bernilai positif) apabila ingin meningkatkan hasil produksi yang lebih tinggi.

2. Untuk dapat mencapai efisiensi optimum pengrajin batik, perlu melakukan strategi dengan mengatur ulang faktor produksi yang digunakannya, melalui penambahan atau pengurangan faktor-faktor produksi batik sehingga mencapai aturan penggunaan faktor-faktor produksi yang paling optimum, saran yang dapat penulis rekomendasikan terkait dengan penggunaan faktor-faktor produksi batik yang meliputi modal dan tenaga kerja yaitu:

a) Penggunaan modal yang meliputi penggunaan modal tetap pada produksi batik tulis yang terdiri dari Gawangan, Wajan, Kompor dan Canting sementara modal tetap pada batik cap terdiri dari alat pencetak batik dan meja. Selain modal tetap terdapat pula modal lancar yang terdiri dari bahan baku proses pembuatan batik tulis dan cap yang terdiri dari kain, pewarna dan lilin. Penggunaan modal perlu dikurangi, terutama penggunaan modal tetap pada batik cap yaitu alat pencetak batik yang terdiri dari berbagai jenis dari mulai alat pencetak batik yang biasa hingga alat pencetak batik


(39)

yang terbuat dari tembaga, namun tidak secara keseluruhan alat pencetak batik tersebut dapat digunakan seluruhnya untuk kegiatan produksi sehingga banyak modal tetap yang tidak dipakai, agar proses produksi dapat mencapai tingkat efisiensi optimum dengan dikuranginya faktor produksi tersebut, maka diharapkan proses produksi batik akan mencapai tingkat efisiensi optimum dalam penggunaan faktor-faktor produksi tersebut.

b) Penggunaan tenaga kerja perlu ditambahkan, terutama penggunaan tenaga kerja pada produksi batik tulis yang prosesnya lebih sulit dan lama dibandingkan batik cap tentu membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak agar hasil produksinya juga lebih meningkat, proses produksi agar dapat mencapai tingkat efisiensi optimum dengan ditambahkannya faktor produksi tersebut maka diharapkan proses produksi batik akan mencapai tingkat efisiensi optimum dalam penggunaan faktor produksi tersebut. 3. Intensitas faktor produksi pada industri batik di Kabupaten Cirebon

cenderung bersifat padat tenaga kerja (labour intensive). Industri batik memerlukan penambahan modal, apabila ingin menggantikan peran tenaga kerja.

4. Untuk mencapai skala produksi (Returns to Scale) yang meningkat diperlukan peningkatan kualitas dan kemampuan pengrajin untuk dapat mengatur input faktor produksi secara tepat. Dari hasil penelitian jumlah modal dan tenaga kerja pada industri batik di Kabupaten Cirebon perlu


(40)

ditambah agar dapat meningkatkan hasil produksi dan mencapai efisiensi optimum.

5. Dalam penelitian ini industri batik diklasifikasikan menjadi tiga kategori perusahaan, yaitu perusahaan besar, sedang dan perusahaan kecil. Pengklasifikasian tersebut dikarenakan hasil penelitian dari satu industri batik di Kabupaten Cirebon memiliki variasi yang cukup tinggi, sehingga hasil tersebut tidak dapat mewakili keadaan keseluruhan perusahaan pengrajin batik. Oleh karena itu untuk penelitian industri batik selanjutnya diharapkan peneliti tidak hanya membahas hasil dari satu industri saja namun perlu dibandingkan dengan hasil industri batik yang telah diklasifikasikan.

6. Pada penelitian ini hanya mengambil beberapa sampel produksi batik dari beberapa pengrajin batik yang tergabung pada industri batik di Kabupaten Cirebon, untuk penelitian selanjutnya diharapkan seluruh populasi pengrajin batik di Kabupaten Cirebon perlu diteliti agar informasi yang didapat dapat mewakili seluruh keadaan produksi batik di Kabupaten Cirebon.

7. Mengingat bahwa produksi batik tidak hanya dipengaruhi oleh faktor produksi modal dan tenaga kerja saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar faktor-faktor-faktor-faktor tersebut, maka diharapkan dalam penelitian selanjutnya untuk faktor-faktor produksi yang belum penulis teliti dapat memasukkan variabel lainnya yang mempengaruhi hasil produksi dan efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi batik lainnya agar dapat memberikan gambaran secara utuh terhadap produksi batik.


(41)

(1)

59

metode diferensiasi tingkat pertama atau dapat kita tulis dengan persamaan sebagai berikut:

ΔYt= β1ΔXt + εt

(Gujarati,1998:220)

Dimana Δ adalah diferensi yaitu operator perbedaan pertama dan merupakan simbol atau operator (seperti operator nilai yang diharapkan E) untuk perbedaan dua nilai berurutan.


(2)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan sebelumnya, maka pada bagian akhir ini penulis dapat membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada produksi batik di Kabupaten Cirebon tidak efisien.

2. Intensitas faktor produksi pada produksi batik di Kabupaten Cirebon cenderung bersifat padat tenaga kerja.

3. Tingkat skala produksi batik di Kabupaten Cirebon dalam kondisi skala usaha yang meningkat (Increasing returns to scale).


(3)

107

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat penulis rekomendasikan adalah sebagai berikut: 1. Jumlah modal dan tenaga kerja mempengaruhi peningkatan hasil produksi

batik di Kabupaten Cirebon dengan signifikannya pengaruh modal dan tenaga kerja terhadap hasil produksi batik, maka dengan hal ini dibutuhkan penggunaan input modal dan tenaga kerja yang lebih besar atau selalu meningkat (karena hubungan kedua koefisien modal dan tenaga kerja bernilai positif) apabila ingin meningkatkan hasil produksi yang lebih tinggi.

2. Untuk dapat mencapai efisiensi optimum pengrajin batik, perlu melakukan strategi dengan mengatur ulang faktor produksi yang digunakannya, melalui penambahan atau pengurangan faktor-faktor produksi batik sehingga mencapai aturan penggunaan faktor-faktor produksi yang paling optimum, saran yang dapat penulis rekomendasikan terkait dengan penggunaan faktor-faktor produksi batik yang meliputi modal dan tenaga kerja yaitu:

a) Penggunaan modal yang meliputi penggunaan modal tetap pada produksi batik tulis yang terdiri dari Gawangan, Wajan, Kompor dan Canting sementara modal tetap pada batik cap terdiri dari alat pencetak batik dan meja. Selain modal tetap terdapat pula modal lancar yang terdiri dari bahan baku proses pembuatan batik tulis dan cap yang terdiri dari kain, pewarna dan lilin. Penggunaan modal perlu dikurangi, terutama penggunaan modal tetap pada batik cap yaitu alat pencetak batik yang terdiri dari berbagai


(4)

batik tersebut dapat digunakan seluruhnya untuk kegiatan produksi sehingga banyak modal tetap yang tidak dipakai, agar proses produksi dapat mencapai tingkat efisiensi optimum dengan dikuranginya faktor produksi tersebut, maka diharapkan proses produksi batik akan mencapai tingkat efisiensi optimum dalam penggunaan faktor-faktor produksi tersebut.

b) Penggunaan tenaga kerja perlu ditambahkan, terutama penggunaan tenaga kerja pada produksi batik tulis yang prosesnya lebih sulit dan lama dibandingkan batik cap tentu membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak agar hasil produksinya juga lebih meningkat, proses produksi agar dapat mencapai tingkat efisiensi optimum dengan ditambahkannya faktor produksi tersebut maka diharapkan proses produksi batik akan mencapai tingkat efisiensi optimum dalam penggunaan faktor produksi tersebut. 3. Intensitas faktor produksi pada industri batik di Kabupaten Cirebon

cenderung bersifat padat tenaga kerja (labour intensive). Industri batik memerlukan penambahan modal, apabila ingin menggantikan peran tenaga kerja.

4. Untuk mencapai skala produksi (Returns to Scale) yang meningkat diperlukan peningkatan kualitas dan kemampuan pengrajin untuk dapat mengatur input faktor produksi secara tepat. Dari hasil penelitian jumlah modal dan tenaga kerja pada industri batik di Kabupaten Cirebon perlu


(5)

109

ditambah agar dapat meningkatkan hasil produksi dan mencapai efisiensi optimum.

5. Dalam penelitian ini industri batik diklasifikasikan menjadi tiga kategori perusahaan, yaitu perusahaan besar, sedang dan perusahaan kecil. Pengklasifikasian tersebut dikarenakan hasil penelitian dari satu industri batik di Kabupaten Cirebon memiliki variasi yang cukup tinggi, sehingga hasil tersebut tidak dapat mewakili keadaan keseluruhan perusahaan pengrajin batik. Oleh karena itu untuk penelitian industri batik selanjutnya diharapkan peneliti tidak hanya membahas hasil dari satu industri saja namun perlu dibandingkan dengan hasil industri batik yang telah diklasifikasikan.

6. Pada penelitian ini hanya mengambil beberapa sampel produksi batik dari beberapa pengrajin batik yang tergabung pada industri batik di Kabupaten Cirebon, untuk penelitian selanjutnya diharapkan seluruh populasi pengrajin batik di Kabupaten Cirebon perlu diteliti agar informasi yang didapat dapat mewakili seluruh keadaan produksi batik di Kabupaten Cirebon.

7. Mengingat bahwa produksi batik tidak hanya dipengaruhi oleh faktor produksi modal dan tenaga kerja saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar faktor-faktor-faktor-faktor tersebut, maka diharapkan dalam penelitian selanjutnya untuk faktor-faktor produksi yang belum penulis teliti dapat memasukkan variabel lainnya yang mempengaruhi hasil produksi dan efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi batik lainnya agar dapat memberikan gambaran secara utuh terhadap produksi batik.


(6)