PERTUMBUHAN KUNYIT PUTIH (Curcuma zedoaria Roscoe) PADA MEDIA MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI 6-Benzyl Amino Purine (BAP) dan SUKROSA SECARA IN VITRO.

PERTUMBUHAN KUNYIT PUTIH (Curcuma zedoaria Roscoe) PADA MEDIA
MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI
6-Benzyl Amino Purine (BAP) dan SUKROSA SECARA IN VITRO

SKRIPSI SARJANA BIOLOGI

OLEH:
DOLA RATNA YULIZAR
0910422050

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2014

ABSTRAK

Penelitian tentang pertumbuhan Curcuma zedoaria pada media Murashige-Skoog
dengan penambahan berbagai konsentrasi 6-Benzyl Aminopurine (BAP) dan sukrosa
secara In Vitro telah dilakukan dari bulan Juni 2013 –Februari 2014 di Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan dan Kultur Jaringan, Jurusan Biologi, Fakultas Mtematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan pertumbuhan C. zedaoria pada medium dengan beberapa
konsentrasi BAP dan sukrosa. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan
acak lengkap (RAL) dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan yaitu penambahan sukrosa
(3% dan 5%) dan BAP (0, 1.5, 3 dan 4.5 mg/L) pada medium MS. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan sukrosa dan BAP tidak berbeda nyata terhadap
jumlah dan tinggi tunas.
Kata kunci : In vitro, Curcuma zedoaria, Sukrosa dan BAP

ABSTRACT

The study about growth of Curcuma zedoaria Roscoe on Murashige-Skoog media
with addition of several concentrations of 6-Benzyl Aminopurine (BAP) and sucrose
with In Vitro was conducted from June 2013 - February 2014 in the Laboratory of
Plant Physiology and Tissue Culture, Department of Biology, mathematic and
Natural Science Faculty, Andalas University. The aim of the study was to determine
the ability of shoot formation of white turmeric (Curcuma zedaoria Roscoe) on the
effect of BAP and sucrose concentration. The method used a Completely
Randomized Design (CRD) with 8 treatments and 3 replications were the addition of
sucrose (3% and 5%) and BAP (0, 1.5, 3 and 4.5 mg/L) in MS medium. The result

showed that addition of sucrose and BAP were not significantly different to the
number and height of shoots.
Key words: In vitro, Curcuma zedoaria, Sucrose and BAP

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kunyit putih (Curcuma zedoaria Roscoe) termasuk kedalam family Zingiberaceae,
merupakan salah satu tanaman obat yang digunakan sebagai obat anti kanker.
Tanaman ini biasanya diperbanyak secara vegetatif menggunakan rimpang atau
anakan. Perbanyakan vegetatif tersebut umumnya mempunyai kapasitas yang rendah,
sehingga sulit memanuhi permintaan yang banyak dalam waktu yang singkat
(Syukur, 2004). Alternatif perbanyakan tanaman adalah dengan teknik kultur in vitro
atau kultur jaringan (Santoso dan Nursandi, 2003).
Perbanyakan tanaman C. zedoaria secara konvensional membutuhkan waktu
yang lama, minimal 9 bulan sejak penanaman dengan produksi total sekitar 16 –17
kali lipat berat basah awal, serta membutuhkan lahan yang luas dan biaya perawatan
yang besar (Syukur, 2004). Hal ini diduga menjadi penyebab kelangkaan dan
mahalnya harga beli dari rimpang tanaman tersebut, terbukti tanaman ini juga
dicantumkan dalam tanaman obat komersial (Syukur dan Hernani, 2001). Mengingat

begitu banyaknya potensi tanaman obat ini untuk diusahakan secara komersial,
diperlukan cara pengadaan bibit berkualitas tinggi dalam jumlah besar dan waktu
yang singkat untuk memenuhi kebutuhan pasar. Kultur jaringan merupakan salah
satu alternatif pengadaan bibit yang berkualitas dalam waktu singkat dengan jumlah
yang besar (Yusnita, 2003).
Menurut Gunawan (1995), perbanyakan tanaman secara kultur jaringan lebih
banyak

keuntungannya

dibandingkan

metode

konvensional

karena

dapat


menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah besar dan seragam dalam waktu yang
singkat. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan kultur jaringan adalah zat
pengatur tumbuh dan sukrosa, disamping itu sumber eksplan yang digunakan dan
juga kontaminasi. Sukrosa berfungsi sebagai karbohidrat yang menjadi sumber

energi bagi eksplan. Sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang
terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa,
sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup
memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber
energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media. Kadar sukrosa yang
digunakan pada kultur in vitro adalah 2 –5% (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik bukan hara,
dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat mengubah proses
fisiologi tanaman (Abidin, 1985). Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) Zat
pengatur tumbuh yang digunakan, dalam hal ini adalah sitokinin yang digunakan
lebih besar dari pada auksin. Sitokinin yang digunakan dalam perbanyakan tunas
adalah kinetin, zeatine, BAP/BA dan Thidiazuron. Sitokinin yang sering digunakan
di antaranya adalah BAP/BA dibandingkan kinetin, zeatine dan Thidiazuron. Hal
tersebut dikarenakan BAP lebih stabil, tidak mahal, mudah tersedia, bisa disterilisasi,
dan efektif BAP adalah salah satu jenis sitokinin yang sering digunakan untuk

pembentukan tunas aksilar (Collin dan Edward, 1998).
Rahmawati dkk (2004) menggunakan BAP dengan konsentrasi 0 –5 ppm dan
sukrosa dengan konsentrasi 20 –50 gr/L untuk perbanyakan jahe empirit (Zingiber
officinale Rosc var. amarum), memberikan pengaruh nyata pada jumlah daun 7
minggu setelah tanam dan kualitas akar dan didapatkan BAP terbaik adalah 2 ppm
sedangkan sukrosa terbaik adalah 40 gr/L. Penambahan BAP 3,0 mg/l pada kultur in
vitro C. angustifolia mengalami inisiasi dan perpanjangan tunas yang menghasilkan
tunas sebanyak 1.87±0.28 tunas per eksplan (Shukla dkk, 2006). Sedangkan pada
perbanyakan in vitro planlet jahe pada medium Murashige and Skoog (MS) yang
diperkaya BAP atau NAA sebanyak 4 ppm dan 3 ppm menghasilkan jumlah tunas
terbanyak dengan jumlah 6.50 tunas per eksplan (Marlin, 2005). Efektivitas BAP di
dalam menginduksi tunas, juga terlihat pada kultur in vitro Kaempferia galanga,

dimana media MS yang diperkaya BAP 2.5 mg/L dan IAA 0.5 mg/L menginduksi
tunas lebih tinggi yaitu 78.3±2.8 % (Swapna dkk, 2003).
Dari penelitian Miachir (2004) menggunakan BAP dan NAA pada
perbanyakan C. zedaoria menunjukkan bahwa pemberian BAP sebanyak 2 mg/l dan
NAA sebanyak 0 mg/l dengan persentase keberhasilannya sebanyak 70%.
Penambahan BAP 2,5 mg/l pada kultur in vitro C. zedaoria mengalami pertumbuhan
tinggi yaitu 4 cm selama 4 minggu dibandingkan dengan penambahan IBA

(Banisalam, 2011). Lyla (2005), juga telah melakukan penelitian tentang pengaruh
kadar sukrosa dalam medium MS terhadap pertumbuhan mata tunas C. zedaoria
secara in vitro. Hasil dari penelitian didapatkan pertumbuhan mata tunas yang
optimal dicapai pada kadar sukrosa 5%.
Perbanyakan tunas dari C. zedaoria

adalah langkah awal dalam upaya

penyediaan bibit secara in vitro. Penelitian C. zedaoria didalam kultur secara in vitro
lebih banyak menggunakan BAP yang dikombinasi dengan auksin. Namun belum
pernah diteliti sebelumnya tentang kultur in vitro C. zedaoria dengan menggunakan
BAP yang dikombinasi dengan konsentrasi sukrosa yang berbeda-beda. Sehingga
akan dilakukan penelitian tentang “Pertumbuhan C. zedaoria

Pada Media

Murashige-Skoog Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi 6-Benzyl Aminopurine
(BAP) dan Sukrosa Secara In Vitro?.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

Bagaimanakah pertumbuhan C. zedaoria pada medium dengan berbagai konsentrasi
BAP dan sukrosa?.

1.3 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah:
Mengetahui pertumbuhan C. zedaoria pada medium dengan berbagai konsentrasi
BAP dan sukrosa.
1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat memberi informasi tentang kultur in
vitro serta penggunaan hormon sitokinin (BAP) pada tanaman C. zedaoria sebagai
upaya penyediaan bibit.
1.5 Hipotesa
Penambahan BAP 3.0 mg/L dan sukrosa 5% pada media MS merupakan konsentrasi
terbaik untuk pertumbuhan C. zedaoria secara in vitro.

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Embrio Kedelai (Glycine Max (L) Merril) Dengan Pemberian Indole Butyric Acid (Iba) Dan Benzyl Amino Purine (Bap) Secara In Vitro

0 47 78

Pengaruh Berbagai Konsentrasi Benzyl Amino Purine dan Cycocel terhadap Pertumbuhan Embrio...

0 18 24

Pengaruh Berbagai Konsentrasi Benzyl Amino Purine Dan Cycocel Terhadap Pertumbuhan Embrio Kedelai...

0 17 24

Induksi Kantong dengan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Media Murashige & Skoog pada Beberapa Ukuran Eksplan Kantong Semar (Nepenthes gracilis Korth.) secara In Vitro

0 6 47

PENGARUH KONSENTRASI SUKROSA DAN BAP (Benzil Amino Purine) DALAM MEDIA MURASHIGE SKOOG (MS) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KALUS PULE PANDAK

0 2 61

PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN BAP (Benzyl Amino Purine) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L )

1 4 39

Induksi Tunas Dari Potongan Epikotil Jeruk Bali (Citrus grandis (L.)) Pada Medium Murashige-Skoog dan Murashige-Tucker (MT) Dengan Penambahan Beberapa Konsentrasi 6-Benzilaminopurin (BAP) Secara In Vitro.

0 0 7

PERTUMBUHAN KUNYIT (CURCUMA DOMESTICA VAL.) DALAM PERBANYAKAN IN VITRO PADA BEBERAPA KONSENTRASI IBA DAN BAP.

0 0 14

KAJIAN JENIS MEDIA TANAM DAN KONSENTRASI BAP (Benzyl Amino Purine) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JAMBU METE (Anacardium occidentale L.).

0 0 66

Induksi Tunas Kunyit Putih (Curcuma zedoaria Roscoe) Pada Media MS Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi BAP dan Sukrosa Secara In Vitro The Shoot Induction of White Turmeric (Curcuma zedoaria Roscoe) on MS Media With Addition of Several Concentration of

0 0 7