Respon Pertumbuhan Embrio Kedelai (Glycine Max (L) Merril) Dengan Pemberian Indole Butyric Acid (Iba) Dan Benzyl Amino Purine (Bap) Secara In Vitro

RESPON PERTUMBUHAN EMBRIO KEDELAI (Glycine max (L) Merril) DENGAN PEMBERIAN INDOLE BUTYRIC ACID (IBA) DAN BENZYL AMINO PURINE (BAP) SECARA IN VITRO
SKRIPSI OLEH : EVI JULIANITA HARAHAP 090301022 PEMULIAAN TANAMAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

RESPON PERTUMBUHAN EMBRIO KEDELAI (Glycine max (L) Merril) DENGAN PEMBERIAN INDOLE BUTYRIC ACID (IBA) DAN BENZYL AMINO PURINE (BAP) SECARA IN VITRO
SKRIPSI OLEH : EVI JULIANITA HARAHAP 090301022 PEMULIAAN TANAMAN Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

Judul Penelitian
Nama NIM Jurusan Program Studi

: Respon Pertumbuhan Embrio Kedelai (Glycine max (L) Merril) Dengan Pemberian Indole Butyric Acid (IBA) dan Benzyl Amino Purine (BAP) Secara In Vitro
: Evi Julianita Harahap : 090301022 : Pemuliaan Tanaman : Agroekoteknologi

Disetujui oleh : komisi pembimbing

(Ir. Emmy Harso Kardhinata, MSc.) Ketua Komisi Pembimbing NIP. 19591118 199603 1 001


(Ir. Syafrudin Ilyas) Anggota Komisi pembimbing NIP:19581105 198603 1 002

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Evi Julianita Harahap : Growth response of soybean embryos (Glycine max (L) Merril) by Indole Butyric Acid (IBA) and Benzyl Amino Purine (BAP) delivery in vitro, supervised by Emmy Harso Kardhinata and Syafrudin Ilyas.
The research aimed to know Growth response of soybean embryos (Glycine max (L) Merril) by Indole Butyric Acid (IBA) and Benzyl Amino Purine (BAP) delivery in vitro. The research was carried out in the Tissue Culture Laboratory, Agriculture’s Faculty of Nort Sumatera University from March to June 2013. This research used Completely Randomized Design with two factors. First factor was IBA concentration consist of four levels:0 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm. The second factor was BAP concentration consist of four levels are 0 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm.
The results showed that IBA concentration give significantly effect on percent of explant shoots, shoots number, leaves number, and roots length, but it have no significantly effect on the percent of growth exsplant, percent of growth callus, root numbers, and plantlets height. BAP concentration give significantly effect on percent of explant shoots, shoots number, leaves number, roots length, and roots number, but it have no significantly effect on the percent of growth exsplant, percent of growth callus, and plantlets height. Interaction of IBA and BAP give significantly effect on roots length and roots number, but it have no significantly effect on the percent of growth exsplant, percent of growth callus, percent of explant shoots, shoots number, leaves number, and plantlets height. Visualizaton explants forming somatic embryogenesis formed indirectly (callus, callus forming shoots, callus forming roots, and callus forming shooths-roots). Keywords: Soybean Embryos , IBA, BAP
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Evi Julianita Harahap : Respon Pertumbuhan Embrio Kedelai (Glycine max (L) Merril) dengan Pemberian Indole Butyric Acid (IBA) dan Benzil Amino Purine (BAP) Secara In Vitro, dibimbing oleh Emmy Harso Kardhinata dan Syafrudin Ilyas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan perkembangan embrio kedelai dengan pemberian IBA dan BAP secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dari Maret sampai Juni 2013. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah konsentrasi IBA yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm. Faktor kedua adalah konsentrasi BAP yaitu 0 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi IBA berpengaruh nyata terhadap persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas, jumlah daun dan panjang akar, tetapi belum berpengaruh nyata terhadap persentase pertumbuhan eksplan, persentase pertumbuhan kalus, jumlah akar, dan tinggi plantlet. Pada konsentrasi BAP berpengaruh nyata terhadap persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas, jumlah daun, panjang akar, dan jumlah akar, tetapi belum berpengaruh nyata terhadap persentase pertumbuhan eksplan, persentase pertumbuhan kalus, dan tinggi plantlet. Interaksi konsentrasi IBA dan BAP berpengaruh nyata terhadap panjang akar dan jumlah akar, tetapi belum berpengaruh nyata terhadap persentase pertumbuhan eksplan, persentase pertumbuhan kalus, persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas, jumlah daun, dan tinggi plantlet. Visualisasi Eksplan membentuk embriogenesis somatik terbentuk secara tidak langsung (kalus, kalus membentuk tunas, kalus membentuk akar, dan kalus membentuk tunas-akar). Kata kunci : Embrio Kedelai, IBA, BAP
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Evi Julianita Harahap dilahirkan di Pelita pada tanggal 16 Agustus 1991, putri dari pasangan Ragusta Harahap dan Nurhayati Simbolon merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SD N 013845 Lestari lulus pada tahun 2003, SMP N 1 Bandar Pasir Mandoge lulus tahun 2006 dan tahun 2009 penulis lulus dari SMA N 1 Buntu Pane dan pada tahun yang sama lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru melalui jalur PMP (Pemanduan Minat dan Prestasi) pada program studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selama mengikuti Perkuliahan penulis mengikuti organisai BKM (Badan Kenaziran Mushallah) Al Mukhlisin pada tahun 2010-2012, penulis juga berkesempatan membantu dosen dalam menjalankan praktikum Dasar Pemuliaan Tanaman pada tahun 2013, dan Bioteknologi Pertanian pada tahun 2013, serta melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV (Persero) Unit Kebun Sawit Langkat Desa Banjaran Raya Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara pada Juli-Agustus 2012.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Respon Pertumbuhan Embrio Kedelai (Glycine max (L) Merril) Dengan Pemberian Indole Butyric Acid (IBA) dan Benzyl Amino Purine (BAP) Secara In Vitro”, yang merupakan salah syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Program Studi Agroekoteknologi Minat Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ragusta Harahap dan Ibunda Nurhayati Simbolon, adik saya Togu Parlindungan Harahap atas kasih sayang, semua dukungan dan doanya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Emmy Harso Kardhinata, MSc. selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Syafrudin Ilyas selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Laboran Asni, SP dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Oktober 2013
Penulis
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
ABSTRACT......................................................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR......................................................................................... iv
DAFTAR ISI........................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………..viii
DAFTARLAMPIRAN…………………………………………………………ix

PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3 Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 3 Kegunaan Penelitian ...................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 5 Botani Tanaman ............................................................................................. 5 Kultur Jaringan .............................................................................................. 6 Eksplan........................................................................................................... 8 Media Kultur.................................................................................................. 9 Lingkungan in vitro........................................................................................ 10 Zat Pengatur Tumbuh .................................................................................... 11
BAHAN DAN METODE PENELITIAN.......................................................... 18 Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................ 18 Bahan dan Alat Penelitian.............................................................................. 18 Metode Penelitian .......................................................................................... 18
PELAKSANAAN PENELITIAN ...................................................................... 21 Sterilisasi Alat................................................................................................ 21 Pembuatan Media .......................................................................................... 21 Persiapan Ruang Kultur ................................................................................. 22 Sterilisasi Eksplan .......................................................................................... 23 Penanaman ..................................................................................................... 23 Pemeliharaan Tanaman .................................................................................. 23 Peubah Amatan .............................................................................................. 24 Persentase Pertumbuhan Eksplan (%).................................................... 24
Universitas Sumatera Utara

Persentase Pertumbuhan Kalus (%) ....................................................... 24 Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%)........................................... 24 Jumlah Tunas (Buah) ............................................................................. 24 Jumlah Daun (Helai) .............................................................................. 24 Panjang akar (cm) .................................................................................. 25 Jumlah Akar (Buah) ............................................................................... 25 Tinggi Plantlet (cm) ............................................................................... 25 Visualisasi Eksplan Membentuk Embriogenesis Somatik
Secara Langsung dan Tdak Langsung ........................................... 25 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 26
Persentase Pertumbuhan Eksplan (%) ........................................................... 26 Persentase Pertumbuhan Kalus (%) ............................................................... 27 Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%)................................................... 28 Jumlah Tunas (Buah) ..................................................................................... 29 Jumlah Daun (Helai) ...................................................................................... 31 Panjang Akar (cm .......................................................................................... 32 Jumlah Akar (Buah) ....................................................................................... 34 Tinggi Plantlet (cm) ....................................................................................... 36 Visualisasi Eksplan Membentuk Embriogenesis Somatik
Secara Langsung dan Tdak Langsung ........................................... 38 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 39
Kesimpulan .................................................................................................... 39 Saran .............................................................................................................. 39 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL No. Hal. 1. Pengaruh konsentrasi IBA dan BAP terhadap persentase eksplan
membentuk tunas (%) hasil transformasi √X+0.5......................................28 2. Pengaruh konsentrasi IBA dan BAP terhadap jumlah tunas (buah) hasil
transformasi √X+0.5...................................................................................29 3. Pengaruh konsentrasi IBA dan BAP terhadap jumlah daun (helai) hasil
transformasi √X+0.5...................................................................................31 4. Pengaruh konsentrasi IBA dan BAP terhadap panjang akar (cm)..............32 5. Pengaruh konsentrasi IBA dan BAP terhadap jumlah akar (buah) hasil
transformasi √X+0.5.................................................................................. 34 6. Penagruh Konsentrasi BAP dan IBA terhadap tinggi plantlet (cm) hasil
transformasi √X+0.5.................................................................................. 36
Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR
No. Hal. 1. Foto Perlakuan A0B0................................................................................. 62 2. Foto Perlakuan A0B1................................................................................. 62 3. Foto Perlakuan A0B2................................................................................. 62 4. Foto Perlakuan A0B3…………………………………………………….. 62 5. Foto Perlakuan A1B0................................................................................. 62 6. Foto Perlakuan A1B1................................................................................. 62 7. Foto Perlakuan A1B2................................................................................. 62 8. Foto Perlakuan A1B3................................................................................. 62 9. Foto Perlakuan A2B0…………………………………………………… 62 10. Foto Perlakuan A2B1................................................................................. 62 11. Foto Perlakuan A2B2................................................................................. 62 12. Foto Perlakuan A2B3………………………………………………….. 62 13. Foto Perlakuan A3B0................................................................................. 62 14. Foto Perlakuan A3B1................................................................................. 62 15. Foto Perlakuan A3B2................................................................................. 62 16. Foto Perlakuan A3B3…………………………………………………… 62
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal. 1. Data Pengamatan Persentase Pertumbuhan Eksplan (%)......................... 43 2. Data Pengamatan Persentase Pertumbuhan Kalus (%)………………….. 44 3. Data Pengamatan Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%)…………....45 4. Data Transformasi Persentase Eksplan Membentuk Tunas √X+0.5 ...........45 5. Daftar Sidik Ragam Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%)................46 6. Data Pengamatan Jumlah Tunas (Buah)…………………………………...47 7. Data Transformasi Jumlah Tunas √X+0.5…………………………………47 8. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas (Buah)...................................................48 9. Data Pengamatan Jumlah Daun (Helai)……………………………………49 10. Data Transformasi Jumlah Daun √X+0.5.....................................................49 11. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun (Helai)....................................................50 12. Data Pengamatan Panjang Akar (cm)……………………………………...51 13. Daftar Sidik Ragam Panjang Akar (cm).......................................................51 14. Data Pengamatan Jumlah Akar (Buah)………………………………….....53 15. Data Transformasi Jumlah Akar √X+0.5…………………………………..53 16. Daftar Sidik Ragam Jumlah Akar (Buah)………………………………….54 17. Data Pengamatan Tinggi Plantlet (cm)…………………………………….55 18. Data Transformasi Tinggi Plantlet √X+0.5……………………………......55 19. Daftar Sidik Ragam Tinggi Plantlet (cm).....................................................56 20. Pengamatan Visualisasi Eksplan Membentuk Embriogenesis Somatik
Secara Langsung (Tanpa Melalui Kalus) dan Tidak Langsung (Kalus*, Kalus Membentuk Tunas**, Kalus Membentuk Akar***, dan Kalus Membentuk Tunas-Akar****)……………………………………...57
Universitas Sumatera Utara

21. Deskripsi Kedelai Varietas Burangrang…………………………………...58 22. Komposisi Medium Murashige dan Skoog (MS)........................................59 23. Kegiatan Penelitian......................................................................................60 24. Bagan Penelitian..........................................................................................61 25. Foto Hasil Penelitian................................................................................... 62
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Evi Julianita Harahap : Growth response of soybean embryos (Glycine max (L) Merril) by Indole Butyric Acid (IBA) and Benzyl Amino Purine (BAP) delivery in vitro, supervised by Emmy Harso Kardhinata and Syafrudin Ilyas.
The research aimed to know Growth response of soybean embryos (Glycine max (L) Merril) by Indole Butyric Acid (IBA) and Benzyl Amino Purine (BAP) delivery in vitro. The research was carried out in the Tissue Culture Laboratory, Agriculture’s Faculty of Nort Sumatera University from March to June 2013. This research used Completely Randomized Design with two factors. First factor was IBA concentration consist of four levels:0 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm. The second factor was BAP concentration consist of four levels are 0 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm.
The results showed that IBA concentration give significantly effect on percent of explant shoots, shoots number, leaves number, and roots length, but it have no significantly effect on the percent of growth exsplant, percent of growth callus, root numbers, and plantlets height. BAP concentration give significantly effect on percent of explant shoots, shoots number, leaves number, roots length, and roots number, but it have no significantly effect on the percent of growth exsplant, percent of growth callus, and plantlets height. Interaction of IBA and BAP give significantly effect on roots length and roots number, but it have no significantly effect on the percent of growth exsplant, percent of growth callus, percent of explant shoots, shoots number, leaves number, and plantlets height. Visualizaton explants forming somatic embryogenesis formed indirectly (callus, callus forming shoots, callus forming roots, and callus forming shooths-roots). Keywords: Soybean Embryos , IBA, BAP
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Evi Julianita Harahap : Respon Pertumbuhan Embrio Kedelai (Glycine max (L) Merril) dengan Pemberian Indole Butyric Acid (IBA) dan Benzil Amino Purine (BAP) Secara In Vitro, dibimbing oleh Emmy Harso Kardhinata dan Syafrudin Ilyas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan perkembangan embrio kedelai dengan pemberian IBA dan BAP secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dari Maret sampai Juni 2013. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah konsentrasi IBA yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm. Faktor kedua adalah konsentrasi BAP yaitu 0 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi IBA berpengaruh nyata terhadap persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas, jumlah daun dan panjang akar, tetapi belum berpengaruh nyata terhadap persentase pertumbuhan eksplan, persentase pertumbuhan kalus, jumlah akar, dan tinggi plantlet. Pada konsentrasi BAP berpengaruh nyata terhadap persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas, jumlah daun, panjang akar, dan jumlah akar, tetapi belum berpengaruh nyata terhadap persentase pertumbuhan eksplan, persentase pertumbuhan kalus, dan tinggi plantlet. Interaksi konsentrasi IBA dan BAP berpengaruh nyata terhadap panjang akar dan jumlah akar, tetapi belum berpengaruh nyata terhadap persentase pertumbuhan eksplan, persentase pertumbuhan kalus, persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas, jumlah daun, dan tinggi plantlet. Visualisasi Eksplan membentuk embriogenesis somatik terbentuk secara tidak langsung (kalus, kalus membentuk tunas, kalus membentuk akar, dan kalus membentuk tunas-akar). Kata kunci : Embrio Kedelai, IBA, BAP
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Kedelai merupakan tanaman yang sangat penting. Kedelai memiliki
kandungan minyak yang tinggi, dan bijinya kaya protein. Kedelai juga mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, iron, potassium, dan magnesium daripada tanaman serealia. Kegunaannya antara lain untuk pembuatan tempe, tahu, susu, tepung, minyak, kosmetik, sabun, produk makanan, farmasi, pupuk, industri cat, pernis, plastik, dan lain-lain (Pandey, 2007).
Kebutuhan kedelai meningkat setiap tahunnya sehingga menimbulkan tantangan yang berat bagi pembangunan pertanian kedelai. Tantangan ini semakin berat karena di satu sisi laju permintaan terus meningkat, akan tetapi disisi lain muncul beberapa permasalahan diantaranya keterbatasan lahan yang sempit (Savitri, 2010). Hal ini disebabkan produktivitas kedelai yang masih rendah sehingga harus dilakukan perbaikan baik secara kuantitas maupun kualitas (Ilyas, 2005). Produksi kedelai tahun 2012 diperkirakan sebesar 783,158 ribu ton, menurun sebanyak 68,128 ribu ton (8,7 %) dibandingkan tahun 2011. Penurunan produksi kedelai tahun 2012 tersebut diperkirakan terjadi karena turunnya luas panen sebesar 51.759 ribu hektar (9,07 %) dibandingkan tahun 2011, sedangkan produktivitas mengalami kenaikan sebesar 0,05 kuintal/ha (0,36 %) (BPS, 2012). Dalam upaya meningkatkan produksi kedelai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, berbagai usaha dilakukan pemerintah diantaranya melalui perbanyakan tanaman baik secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan tanaman kedelai
Universitas Sumatera Utara

secara vegetatif dapat dikembangkan melalui teknik kultur jaringan, diantaranya dengan menggunakan perbanyakan melalui kultur embrio (Sofia, 2007).
Kultur embrio merupakan salah satu teknologi somaklonal yang diaplikasi paling awal dalam pemuliaan tanaman dan telah digunakan dalam sejumlah keadaan untuk memperoleh hibrida intergenetik atau interspesifik. Dengan kultur embrio, suatu embrio dipisahkan dari biji yang sedang berkembang beberapa hari setelah pembuahan dan dibiakkan dalam medium cair atau padat dalam lingkungan yang terkendali ketat untuk menghasilkan bibit tanaman yang dapat dipindahkan ke tanah dan menghasilkan tanaman dewasa (Nasir, 2002).
Tujuan utama penggunaan zat pengatur tumbuh pada kedelai adalah mengusahakan terbentuknya tanaman yang produktif. Ini berarti bahwa zat pengatur tumbuh tersebut harus mampu mengeliminasi hambatan yang ada pada tanaman itu sendiri, di antaranya adalah mengurangi keguguran bunga dan polong, mengurangi aborsi ovul dan biji pada polong yang sudah matang, meningkatkan buku-buku subur, dan memperpendek tanaman (Manurung, 1995).
Secara umum auksin berperan sebagai pemanjangan sel, pembelahan sel, dan pembentukan akar adventif. Asam indolbutirat (IBA) lebih lazim digunakan untuk memacu perakaran dibandingkan dengan NAA atau auksin lainnya. IBA bersifat aktif, sekalipun cepat dimetabolismekan menjadi IBA-aspartat dan sekurangnya menjadi satu konjugat peptida lainnya. Diduga, terbentuknya konjugat tersebut dapat menyimpan IBA, yang kemudian secara bertahap dilepaskan; hal itu menjadikan konsentrasi IBA bertahan pada tingkat yang tepat, khususnya pada tahap pembentukan akar (Salisbury dan Ross, 1995).
Universitas Sumatera Utara

BAP (6-Benzylaminopurine) merupakan sitokinin sintetik yang umum digunakan dalam kegiatan kultur jaringan yang berfungsi sebagai pembentukan tunas, menstimulir terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, mendorong proliferasi meristem ujung, mendorong klorofil pada kalus, mendorong proses morfogenesis, pembentukan kloriflas, pemecahan dormansi, pembukaan stomata, pembungaan, dan penundaan senescence (penuaan) (Santoso dan Nursandi, 2004).
Hasil penelitian Sofia (2008) tentang pengaruh berbagai benzyl amino purine dan cycocel terhadap pertumbuhan embrio kedelai secara in vitro menunjukkan bahwa perlakuan zat pengatur tumbuh BAP pada konsentrasi 2 ppm berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman (0.383 cm), jumlah tunas (1.570 buah), jumlah akar 1.225 buah), berat akar (0.106 gr), dan berat total tanaman (0.171 gr). Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai respon pertumbuhan embrio kedelai dengan pemberian IBA dan BAP secara in vitro. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan perkembangan embrio kedelai dengan pemberian IBA dan BAP secara in vitro. Hipotesis Penelitian 1. Terdapat pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan embrio kedelai

akibat pemberian konsentrasi IBA dan BAP. 2. Terdapat pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan embrio kedelai
akibat pemberian konsentrasi antara interaksi kedua faktor tersebut.
Universitas Sumatera Utara

Kegunaan Penelitian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan terutama dalam kultur embrio kedelai.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Klasifikasi kedelai adalah sebagai berikut: kingdom plantae, sub divisi spermatophyta, kelas dicotyledoneae, ordo fabales, famili fabaceae, genus glycine, dan spesies Glycine max (L.) Merrill (Steenis, 2005).
Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih pada kondisi yang optimal. Sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar
Universitas Sumatera Utara

Kegunaan Penelitian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan terutama dalam kultur embrio kedelai.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Klasifikasi kedelai adalah sebagai berikut: kingdom plantae, sub divisi spermatophyta, kelas dicotyledoneae, ordo fabales, famili fabaceae, genus glycine, dan spesies Glycine max (L.) Merrill (Steenis, 2005).
Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih pada kondisi yang optimal. Sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar
Universitas Sumatera Utara

20-30 cm. Akar serabut ini mula-mula tumbuh di dekat ujung akar tunggang, sekitar 3-4 hari setelah berkecambah dan akan semakin bertambah banyak dengan pembentukan akar-akar muda yang lain (Irwan, 2006).
Kedelai berumur 1 tahun dengan tinggi 0,2-0,6 m. Batang berbentuk persegi dengan rambut coklat yang menjauhi batang atau mengarah ke bawah. Pertumbuhan batang terdiri dari dua tipe yaitu determinate dan indeterminate yang didasarkan keberadaan bunga pada pucuk batang (Steenis, 2005). Bentuk daun kedelai yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa pertumbuhan.Daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi. Panjang bulu 1 mm dan lebar 0,0025 mm. Kepadatan bulu bervariasi, tergantung varietas, tetapi biasanya antara 3-20 buah/mm2 (Irwan, 2006).

Bunga kedelai berada dalam berkas atau tandan. Berkas duduk bertangkai panjangnya 3 cm. Bagian yang mendukung bunga 0,5-2 cm, anak tangkai bunga sangat pendek. Tinggi kelopak 5-7 mm, berambut panjang, bertaju 5; taju sempit dan runcing. Mahkota berwarna putih atau lila, dan panjang bendera 6-7 mm. Benang sari bendera lepas atau mudah lepas, yang lainnya melekat, dan bakal buah berambut tipis dan rapat (Steenis, 2005).
Polong biasanya berwarna hijau. Polongnya yang berkembang dalam kelompok, biasanya mengandung 2-3 biji yang berbentuk bundar atau pipih, dan sangat kaya akan protein dan minyak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Universitas Sumatera Utara

Ukuran biji kedelai dari 5 sampai 55 gram per 100 biji. Jumlah biji per polong dari 1 sampai 5, meskipun secara umum terdapat 2 sampai 3 biji per polong pada varietas komersil. Warna mantel biji bervariasi, seperti kuning, hijau, hitam, atau kombinasi dari warna-warna tersebut (Poehlman, 1989). Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan teknik menumbuh-kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol (Yusnita, 2003).
Tujuan kultur embrio adalah mempersingkat siklus pemuliaan tanaman, mengatasi aborsi embrio, mengatasi inkompatibililitas, dan sebagai sumber pembentukan kalus (Zulkarnain, 2009).
Kultur jaringan memiliki 2 prinsip dasar yang jelas, yaitu (1) bahan tanam yang bersifat totipotensi dan (2) budidaya yang terkendali. Konsep dasar ini adalah mutlak dalam pelaksanaan kultur jaringan karena hanya dengan sifat totipotensi ini, sel, jaringan, organ yang digunakan akan mampu tumbuh dan berkembang sesuai arahan dan tujuan budidaya in vitro yang dilakukan. Sifat bahan yang totipotensi saja tidak cukup untuk kesuksesan kegiatan kultur jaringan. Keadaan media tempat tumbuh, lingkungan yang mempengaruhinya (kelembaban, temperatur, cahaya) serta keharusan sterilitas adalah hal mutlak yang harus terkendali (Santoso dan Nursandi, 2004).
Universitas Sumatera Utara

Menurut Yusnita (2003) tahapan kultur jaringan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Pemilihan dan penyiapan tanaman induk sumber eksplan
Kegiatan pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan kultur jaringan adalah memilih tanaman induk yang hendak diperbanyak. Bahan eksplan harus berasal dari tanaman yang jelas jenis, spesies, dan varietasnya, serta harus sehat dan bebas dari hama penyakit. b) Inisiasi kultur
Tujuan tahap ini adalah mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik dalam pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. c) Multiplikasi atau perbanyakan propagul
Pada prinsipnya, tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. d) Pemanjangan tunas, induksi, dan perkembangan akar
Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi dipindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap yaitu setelah dipanjangkan, baru diakarkan. e) Aklimatisasi plantlet ke lingkungan luar Aklimatisasi adalah pengondisian plantlet atau tunas mikro di lingkungan baru yang septik dengan media tanah sehingga plantlet dapat bertahan dan terus tumbuh menjadi bibit yang siap ditanam di lapang.
Universitas Sumatera Utara

Eksplan Organ atau sepotong jaringan tanaman yang akan dikulturkan disebut
eksplan. Seleksi dan pemilihan sumber eksplan merupakan aspek penting keberhasilan mikropropagasi. Tiga aspek penting yang perlu diperhatikan antara lain (1) sumber karakteristik genetik dan epigenetik, (2) bebas patogen, dan (3) kondisi fisiologi tanaman yang mampu berinisiasi sendiri dengan baik yang akan dikulturkan (Hartmann dkk, 2002).
Ukuran eksplan juga berpengaruh terhadap keberhasilan dalam kultur jaringan. Eksplan yang berukuran besar beresiko kontaminasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang berukuran kecil, tetapi kemampuan hidupnya lebih besar dan tumbuhnya lebih cepat. Sebaliknya, eksplan berukuran kecil (meristem atau tunas pucuk) kemungkinan terkontaminasinya jauh lebih kecil, tetapi tumbuh lebih lambat (Yusnita, 2003).

Bagian jaringan hidup (eksplan) yang kecil dari banyak spesies tanaman kini secara aseptik dapat dipisahkan dari tanaman induknya, dan secara artificial dipertahankan dan ditingkatkan jumlahnya melalui pengendalian media perbenihan yang sesuai. Proses tersebut dapat berlangsung cepat dan menghasilkan jenis-jenis tanaman yang seragam dengan mutu yang tinggi (Smith, 1995).
Embrio terdiri dari axis embrio dan kotiledon. Aksis berhubungan dengan akar embrio (radikula), hipokotil berada diantara radikula dan kotiledon, dan pucuk apeks pada daun pertama (plumula). Bentuk embrio dan ukuran pada struktur dalam biji beragam (Bewley and Black, 1986).
Universitas Sumatera Utara

Pola yang dibawa dari genetik masing-masing tanaman telah tertentu dengan demikian potensinya untuk pertumbuhan masa berikutnya ditentukan oleh faktor lainnya (Lubis, 1985). Media Kultur
Hampir dapat dipastikan bahwa kesuksesan kegiatan kultur jaringan akan sangat ditentukan dan tergantung oleh pilihan media yang digunakan. Media kultur jaringan terdiri dari bahan-bahan esensial dan komponen pengoptimal. Bahan esensial terdiri atas garam-garam anorganik, sumber karbon dan energi, vitamin, dan zat pengatur tumbuh. Sedangkan komponen pengoptimal yang berperan untuk optimalisasi pertumbuhan diantaranya adalah N-organik, asam organik, substrat komplek, arang aktif, dan lain-lain (Santoso dan Nursandi, 2004).
Media kultur embrio mencakup garam-garam anorganik, sukrosa, vitamin, asam amino, hormon, dan substansi yang secara nutrisi tidak terjelaskan seperti santan kelapa. Embrio yang lebih muda membutuhkan media lebih kompleks dibandingkan dengan embrio yang lebih tua (Nasir, 2002).
Kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kultur in vitro yang optimal bervariasi antar spesies ataupun antar varietas. Bahkan, jaringan yang berasal dari bagian tanaman yang berbeda pun akan berbeda kebutuhan nutrisinya. Oleh karena itu, tidak ada satu pun media dasar yang berlaku universal untuk semua jenis jaringan dan organ. Meskipun demikian, medium dasar MS yang direvisi (Murashige dan Skoog, 1962) adalah yang paling luas penggunaannya dibandingkan dengan media dasar lainnya, terutama pada mikropropagasi tanaman dikotil dengan hasil yang memuaskan. Hal itu dikarenakan medium MS
Universitas Sumatera Utara

memiliki kandungan garam-garam yang lebih tinggi daripada media lain, dibanding kandungan nitratnya juga tinggi (Zulkarnain, 2009).
Formulasi yang sering digunakan sebagai media kultur adalah media MS. Media ini merupakan kombinasi antara zat-zat yang mengandung hara makro, mikro, dan sumber energi, serta vitamin. Formulasi media dasar mineral MS dapat digunakan untuk sejumlah besar spesies tanaman pada propagasi secara in vitro (Wethrel, 1982). Lingkungan In Vitro
Secara umum agar kegiatan kultur jaringan berjalan baik dan bahan tanam dapat tumbuh berkembang seperti yang diharapkan maka pada tahap inkubasi di ruang kultur pengendalian temperatur, cahaya, tingkat kelembaban, wadah kultur, dan faktor lingkungan lain yang menunjang merupakan hal yang perlu mendapat perhatian (Santoso dan Nursandi, 2004).
Secara umum, intensitas cahaya yang optimum untuk tanaman pada kultur tahap inisiasi kultur adalah 0-1000 lux, tahap multiplikasi sebesar 1000-10000 lux, tahap pengakaran sebesar 10000-30000 lux, dan tahap aklimatisasi sebesar 30000 lux. Suhu juga berpengaruh terhadap kesehatan tanaman yang dikulturkan. Suhu yang umum digunakan untuk pengulturan berbagai jenis tanaman adalah 26 + 2 0C. Namun, pada kultur tanaman yang biasanya memerlukan suhu rendah untuk pertumbuhan terbaiknya, seperti stroberi (Yusnita, 2003).
Kelembaban relatif di dalam ruang kultur sekitar 70 %, namun kebutuhan kelembaban di dalam media kultur mendekati 90%. Pengaruh CO2 di dalam kultur jaringan berkaitan erat dengan kebutuhan bagi proses fotosintesis. Secara umum, diduga bahwa CO2 merupakan syarat mutlak untuk kultur tanaman tingkat tinggi
Universitas Sumatera Utara

di bawah kondisi cahaya. Oksigen (O2) juga dibutuhkan oleh jaringan yang dikulturkan secara in vitro sebagaimana halnya pada kultur in vivo. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas bagi pembelahan dan pertumbuhan sel-sel pada jaringan yang dikulturkan secara in vitro. Seperti peranan oksigen selama fase proliferasi, laju pertumbuhan kultur sel tanaman Daucus carota lebih rendah dan penyerapan gula mengalami hambatan pada kadar oksigen 10% dibandingkan kadar oksigen 100% (Zulkarnain, 2009).
Kultivasi sel atau jaringan secara in vitro secara in vitro secara prinsip dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam wadah, mulai dari tabung reaksi, tabung Erlenmeyer, botol kultur, bahkan botol gelas sederhana. Hal yang paling penting dalam pemilihan wadah untuk kultur in vitro adalah kemudahan untuk menjaga sterilitasnya selama perbanyakan sel atau jaringan (Yuwono, 2006). Zat Pengatur Tumbuh
Auksin adalah substansi organik yang pada konsentrasi rendah (