Kejadian Komplikasi Vaskuler Pasien Pasca Intervensi Koroner Perkutan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung | Khoiriyati | Jurnal Mutiara Medika 2485 6762 1 SM
Kejadian Komplikasi Vaskuler Pasien Pasca Intervensi Koroner Perkutan
di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Incidence of Vascular Complications of Post Percutaneous Coronary Intervention
Patients in General Hospital of Dr. Hasan Sadikin Bandung
1
Azizah Khoiriyati1*, Helwiyah Ropi2, Cecep E Kosasih2
Bagian Keperawatan Kritis, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2 Bagian Keperawatan Kritis, Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
*Email: azizah.khoiriyati@umy.ac.id
ABSTRAK
Pasien pasca intervensi koroner perkutan (IKP) mempunyai risiko komplikasi vaskuler.
Perawat di unit keperawatan kritis mempunyai peran penting dalam deteksi dini komplikasi vaskuler
dengan melakukan pemantauan secara ketat pada pasien menggunakan lembar monitor. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kejadian komplikasi vaskuler pasien pasca intervensi koroner
perkutan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jumlah sampel 46 pasien pasca-IKP yang dirawat
di ruang Cardiac Intensive Care Unit (CICU) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Pemantauan
dilakukan selama 6 jam periode tirah baring pasca-IKP pada semua pasien. Hasil pemantauan
menunjukkan adanya komplikasi vaskuler yang meliputi komplikasi pada tempat pungsi dan vaskuler
perifer. Komplikasi pada tempat pungsi meliputi sedikit perdarahan 45.7%, memar kecil 28.3% dan
hematoma < 1 cm 17.4%. Komplikasi vaskuler perifer meliputi akral dingin 21.73%, pucat pada
ekstremitas 6.5%, kesemutan 8.7%, nadi distal lemah 10.9% dan CRT >2 detik 8.7%. Komplikasi
yang terjadi pada pasien pascaintervensi koroner perkutan selama periode 6 jam yaitu komplikasi
pada tempat pungsi (sedikit perdarahan, memar kecil dan hematom < 1 cm, sedangkan komplikasi
vaskuler perifer yang muncul yaitu akral dingin,pucat pada ekstremitas, kesemutan, nadi distal lemah
dan CRT > 2 detik. Pemantauan pasien pada tempat pungsi dan komplikasi vaskuler perifer sebagai
langkah deteksi dini komplikasi vaskuler pasien pasca intervensi koroner perkutan perlu dilakukan.
Kata kunci: pemantuan, intervensi koroner perkutan, komplikasi vaskuler
ABSTRACT
Post percutaneous coronary intervention (PCI) patients are at risk for vascular complications.
Nurses in critical care nursing unit have a vital role such as closely monitor post PCI patients for early
detection of vascular complications. The purpose of the study was to know the incidence of vascular
complications of post PCI patients. This was a descriptive study with sample size of 46 post PCI who
were treated in the Cardiac Intensive Care Unit (CICU) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Each
patient was monitored over a period of bed rest (6 hours) after PCI procedure. The incidence of
vascular complications including complication at the puncture site and peripheral vascular
complications. Complication at the puncture site including little bleeding 45,7%, small bruise 28,3%
and hematoma < 1 cm 17,4%. Peripheral vascular complication including cold in lower extremities
21,7%, pale in extremities 6,5%, tingling 8,7%, weak distal heart rate 10,9%, Capilarry Reffil Time > 2
second 8,7%. Complications that occur in patients with post percutaneous coronary intervention over
a period of 6 hours are complications at the puncture site including little bleeding, small bruise, and
hematoma. Peripheral vascular complication including cold in lower extremities, pale in
extremities,tingling, weak distal heart rate, capilarry reffil time > 2 detik. The monitoring of puncture
site and peripheral vascular complications as an early detection effort to minimize the incidence of
vascular complications of post PCI patients.
Key words: monitoring, vascular complications, Post Percutaneous Coronary Intervention post PCI
196
PENDAHULUAN
mempertahankan
Intervensi koroner perkutan telah mampu
menurunkan
angka
tempat
pungsi dan pengkajian komplikasi vaskuler pada
pasien. Selain itu, perawat mempunyai peran
kardiovaskular.
penting dalam melakukan pemantauan secara
Meskipun prosedur ini memberikan manfaat bagi
ketat pada pasien pasca intervensi koroner
pasien tetapi prosedur ini juga berkontribusi
perkutan. Nadi perlu dilakukan pemantauan
untuk terjadinya komplikasi vaskuler seperti
setiap interval 15 menit untuk 1 jam pertama,
hematoma,
retroperitoneal,
tiap 30 menit untuk 2 jam berikutnya dan tiap 60
pseudoaneurisma, fistula arteriovena, sumbatan
menit untuk 2 jam berikutnya.6,7 Perawat perlu
arterial,
infeksi.
melakukan pemantauan pada tempat pungsi
Komplikasi yang terjadi pada pasien pasca
untuk melakukan penilaian dan deteksi dini
intervensi koroner perkutan dapat meningkatkan
adanya komplikasi vaskuler. Selain itu, perlu
intensitas nyeri pasien, lama rawat, biaya dan
dilakukan pemantauan pada sirkulasi vaskular
dari
penyakit
perdarahan
neuropati
femoral
dan
pada
angka
mortalitas
morbiditas
hemostasis
dan
kematian.1,2
meningkatkan angka kesakitan dan
perifer dan tanda-tanda vital.8,5
Pasien yang menjalani prosedur intervensi
koroner
perkutan
mengalami
(IKP)
komplikasi
mempunyai
pendahuluan
di
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan
menggunakan buku register pasien di ruang
muncul diantaranya akibat pemberian terapi anti-
angiografi menunjukkan bahwa jumlah pasien
platelet sebelum dan sesudah prosedur, serta
yang dilakukan intervensi koroner perkutan pada
pemberian heparin selama prosedur. Komplikasi
tahun 2010 sebanyak 312 pasien yang terdiri
vaskuler
atas
pembentukan
dapat
Risiko
studi
ini
yang
vaskuler.
risiko
Berdasarkan
muncul
hematom,
seperti
intervensi
koroner
perkutan
primer
pseudoaneurisma,
sebanyak 79 pasien dan intervensi koroner
perdarahan pada tempat punksi dan perdarahan
perkutan baik berupa tindakan Percutaneous
retroperitoneal.2,3
Transluminal
Studi di Amerika melaporkan bahwa insiden
komplikasi vaskular antara 1% sampai
14%.2
maupun
Coronary
Angiografi
pemasangan
Stent
(PTCA)
sebanyak
233
pasien. Selain itu, berdasarkan grafik jumlah
Selain itu, lebih dari 5% pasien yang menjalani
pasien
intervensi
angiografi dari tahun 2002–2006 menunjukkan
transfusi
perdarahan
koroner
dan
perkutan
13%
minor,4
membutuhkan
melaporkan
kejadian
adanya
hematom
yang
dilakukan
prosedur
di
ruang
peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan
komplikasi
terbanyak
yang
muncul
pasca
retroperitoneal 0,74% dengan gambaran gejala
intervensi koroner berdasarkan grafik tahun
meliputi nyeri abdomen (42%), nyeri pada lipat
2002–2004 adalah hematom dengan jumlah 28
paha (46%), nyeri punggung (23%), diaphoresis
kasus, diseksi 7 kasus, miokard infark 7 kasus
(58%), bradikardi (31%) dan hipotensi (92%).5
dan kematian 8 kasus.
Peran perawat di unit keperawatan kritis
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
sangat penting. Tujuan utama perawatan pasca
mengetahui kejadian komplikasi vaskuler pasien
intervensi
pasca intervensi koroner perkutan di ruang
koroner
perkutan
adalah
197
Intensive Cardiac Care Unit (CICU) RSUP Dr
Hasan Sadikin Bandung.
BAHAN DAN CARA
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
rancangan
penelitian
potong
ini
lintang.
adalah
Populasi
semua
pasien
dalam
pasca
intervensi koroner perkutan yang dirawat di ruang
CICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung selama
bulan
Mei
dan
Juni
2011.
Besar
sampel
sebanyak 46 pasien pasca intervensi koroner
perkutan yang dipilih dengan cara consecutive
sampling dengan kriteria inklusi pasien post IKP
yang dirawat di ruang CICU RSUP dr Hasan
Sadikin. Kriteria ekslusi adalah pasien post IKP
yang mengalami komplikasi sebelum atau selama
prosedur
intervensi
koroner
perkutan.
Pengambilan data primer dengan melakukan
observasi/pemantauan. Pemantauan dilakukan
oleh observer yang sudah dilatih pada setiap
pasien menggunakan lembar monitor khusus
yang diadaptasi dari Worrall, et al. (2009),9
selama waktu 6 jam tirah baring pasca prosedur
intervensi
koroner
perkutan
yang
dan
hematom)
serta
ruang CICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Di bawah ini adalah tabel karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin dan usia pada pasien
pascaintervensi koroner perkutan.
Berdasarkan Tabel 1. sebagian besar jenis
kelamin pasien pascaintervensi koroner perkutan
adalah laki-laki (71,7%). Pasien pascaintervensi
koroner perkutan berada pada rentang usia 60 69 tahun (45,7%), sedangkan yang berusia > 80
tahun (4,3%).
Berdasarkan Tabel 2. mayoritas jenis
tindakan selama prosedur intervensi koroner
meliputi
pemantauan pada tempat pungsi (perdarahan,
memar
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin dan Usia pada Pasien
Pascaintervensi Koroner Perkutan di
Ruang CICU RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung bulan Mei - Juni 2011
Karakteristik responden
Frekuensi
(%)
Jenis kelamin
Laki-laki
33
71,7
Perempuan
13
28,3
46
100
Usia (tahun)
< 60
20
43,5
60-69
21
45,7
70 – 79
3
6,5
>80
2
4,3
46
100
Sumber: data sekunder
pemantauan
vaskuler perifer (suhu kulit, warna kulit, sensasi,
pergerakan, nadi distal dan capillary refill time
(CRT). Data sekunder diambil dari rekam medis
yang meliputi usia, jenis kelamin, jenis tindakan,
ukuran kateter dan tempat akses. Analisis data
menggunakan analisis diskriptif dengan bantuan
komputer.
HASIL
Penelitian dilakukan terhadap 46 pasien
pascaintervensi koroner perkutan yang dirawat di
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Jenis Tindakan, Ukuran Kateter dan
Tempat Akses pada Pasien Pasca
Intervensi Koroner Perkutan di
Ruang CICU RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung Bulan Mei- Juni
2011
Variabel
Frekuensi
(%)
Jenis tindakan
Pemasangan stent
34
73,9
PCI Primer
12
26,1
46
100
Ukuran kateter
6 French
8
17,4
7 French
38
82,6
46
100
Tempat akses
Femoral
39
84,8
Radial
7
15,2
46
100
Sumber : data sekunder
198
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Hasil Pemantauan
Deteksi Dini pada Tempat Punksi pada
pasien
Pascaintervensi
Koroner
Perkutan di Ruang CICU RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung pada Bulan
Mei-Juni 2011
Parameter Pemantauan
Frekuensi
%
pada tempat punksi
Perdarahan
Tidak ada
23
50
Sedikit
21
45,7
Konstan
2
4,3
46
100
Memar
Tidak memar
30
65,2
Kecil
13
28,3
Sedang
3
6,5
46
100
Hematom
Tidak ada
34
73,9
Kecil < 1 cm
8
17,4
Sedang 1-5 cm
4
8,7
Besar > 5 cm
46
100
Sumber: data primer
perkutan adalah pemasangan Stent (73,9%)
dengan ukuran kateter, menggunakan ukuran 7
French (82,6%). Mayoritas prosedur intervensi
koroner perkutan menggunakan tempat akses
femoral (84,8%).
Berdasarkan Tabel 3. hasil pemantauan
pada
tempat
punksi
menunjukkan
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Pemantauan
Deteksi Dini Vaskuler Perifer dan Nyeri
Dada pada Pasien Pascaintervensi
Koroner Perkutan di Ruang CICU
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Bulan Mei-Juni 2011
Parameter pemantauan
vaskuler perifer dan nyeri
Frekuensi
(%)
dada
Suhu pada ekstremitas
Hangat
36
78,3
Dingin
10
21,7
Dingin sekali
46
100
Warna kulit ekstremitas
Tidak pucat
43
93,5
Pucat
3
6,5
Putih
Mottled
46
100
Sensasi pada ekstremitas
Tidak kesemutan
42
91.3
Kesemutan
4
8,7
Tidak ada sensasi
46
100
Nadi distal
Kuat
41
89,1
Lemah
5
10,9
Tidak teraba
46
100
CRT (Capilary refill time)
< 2 detik
42
91,3
>2 detik
4
8,7
46
100
Nyeri dada
1
2,2
Tidak nyeri dada
45
97,8
46
100
bahwa
responden yang tidak mengalami perdarahan
responden responden dengan akral hangat yaitu
50%, sedangkan responden yang mengalami
78,3%. Warna kulit pucat dialami oleh 6,5%
perdarahan konstan sebanyak 4,3%. Mayoritas
responden dan mayoritas nyeri dada dialami
respoden tidak mengalami memar pada tempat
oleh 2,2% responden.
punksi 65% dan memar pada tempat punksi
dengan
ukuran
sedang
sebanyak
6,5%,
DISKUSI
sedangkan kejadian hematom ukuran sedang 1-
Berdasarkan data sekunder pasien dengan
5 cm pada tempat punksi dialami oleh responden
prosedur intervensi koroner perkutan pada bulan
sebanyak 8,7 %.
Mei–Juni 2011 di ruang CICU RSUP Dr. Hasan
Berdasarkan Tabel 4. hasil pemantauan
Sadikin
Bandung
(Tabel
1.),
menunjukkan
vaskuler perifer pada pasien pascaintervensi
bahwa mayoritas jenis kelamin adalah laki-laki.
koroner perkutan menunjukkan bahwa suhu
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko
teraba dingin pada ekstremitas dialami oleh
yang tidak dapat dimodifikasi. Hal ini sejalan
21,7% responden, sedangkan sebagian besar
dengan studi komparatif yang membandingkan
199
kejadian komplikasi vaskuler/perdarahan pada
yang digunakan selama prosedur intervensi
laki-laki dan wanita yang menjalani intervensi
koroner perkutan atau kateterisasi jantung.
koroner perkutan menunjukkan bahwa secara
Penggunaan
keseluruhan
perdarahan/komplikasi
meminimalkan komplikasi dibandingkan dengan
vaskuler secara signifikan lebih tinggi pada
penggunaan kateter dengan ukuran 6 French.13
wanita dibandingkan dengan laki-laki (4,5 ± 1,3%
Ukuran
risiko
versus 1,6 ± 0,5% dengan p <
0,004).10
kateter
kateter
ukuran
yang
4
besar
French
(8
French)
merupakan salah satu prediktor independen dari
Tabel 1. juga menunjukkan bahwa usia
peningkatan risiko perdarahan atau komplikasi
terbanyak adalah rentang 60-69 tahun. Rentang
vaskuler pada wanita.12 Penggunaan ukuran
usia ini termasuk dalam kategori lanjut usia. Usia
kateter yang lebih kecil untuk PTCA dapat
tua menjadi salah satu prediktor independen dari
menurunkan komplikasi pada area insersi.13
peningkatan
risiko
perdarahan/komplikasi
Mayoritas tempat akses intervensi koroner
vaskuler pada
wanita.10
Kelompok usia > 80
perkutan melalui akses femoral (Tabel 2).
tahun mempunyai risiko komplikasi perdarahan
Beberapa studi mengemukakan bahwa akses
vaskuler lebih besar. Peluang terjadi komplikasi
radial
perdarahan vaskuler pasca kateterisasi jantung
dibandingkan akses femoral. Arteri radial lebih
1,7% pada pasien yang berusia > 80
tahun.11
mempunyai
mudah untuk
beberapa
keuntungan
dilakukan penekanan setelah
Meskipun dalam penelitian ini usia >80 tahun
pengangkatan kateter, perdarahan dapat lebih
hanya sebesar 4,3% tetapi perlu dilakukan
terkontrol, dan komplikasi perdarahan secara
upaya pemantauan untuk meminimalkan adanya
bermakna
komplikasi perdarahan vaskuler.
persyarafan besar atau vena yang letaknya
Pemasangan stent merupakan salah satu
teknik
dalam
perkutan
prosedur
(Tabel
intrakoroner
lain
2.).
intervensi
Stent
dengan
Selain
arteri
itu,
tidak
radialis
ada
sehingga
koroner
meminimalkan risiko injuri terhadap struktur
intervensi
arteri atau vena. Keuntungan lainnya adalah
penggunaan
tirah baring pasca prosedur tidak diperlukan,
dan
meningkatkan
dekat
menurun.
antiplatelet dan antikoagulan yang bertujuan
sehingga
untuk meminimalkan risiko restenosis. Kerja
ambulasi, lebih nyaman dan masa perawatan
antiplatelet ini diperlukan untuk mempertahankan
lebih pendek. Akan tetapi, untuk melakukan
patensi
pemberian
prosedur intervensi koroner perkutan dengan
antikoagulan yang berlebihan juga meningkatkan
akses radial dibutuhkan ketrampilan teknis yang
risiko
baik.14
Stent
tetapi
kejadian
disisi
lain
komplikasi
vaskuler
dan
perdarahan.12
pasien
dapat
segera
melakukan
Berdasarkan Tabel 3. 4.3% responden
Sebagian
besar
intervensi
mengalami perdarahan konstan. Perdarahan
koroner perkutan menggunakan ukuran kateter
konstan yaitu terjadi perdarahan pada tempat
7 French (82,6%). Berdasarkan Tabel 2. risiko
pungsi
komplikasi
membutuhkan
perdarahan
prosedur
vaskuler
dapat
meningkat berkaitan dengan ukuran kateter
yang
menetap
transfusi
sehingga
darah
serta
pasien
terjadi
penurunan hemoglobin ≥ 3 gr/dl.8,7 dimaksud
200
adanya
ekstremitas, capillary refill time, kekuatan nadi,
perdarahan pada tempat punksi tetapi tidak
sensasi, pergerakan ekstremitas dan nyeri untuk
memerlukan transfusi darah atau tidak terjadi
deteksi dini adanya thrombus. Apabila terjadi
penurunan nilai hemoglobin. Faktor-faktor yang
koagulasi darah di arteri tempat pungsi dapat
memicu terjadinya perdarahan pada pasien
mengakibatkan
pasca-IKP adalah adanya peningkatan tekanan
pucat, dingin, denyut nadi distal ke tempat
darah
saat
insersi menurun atau hilang, sensasi menurun
pengangkatan kateter mempunyai peningkatan
dan CRT lambat karena kurangnya suplai
risiko komplikasi pada tempat akses vaskuler.15
darah.16
Adanya
spesifik
pada
dengan
perdarahan
selama
sedikit
prosedur
Mayoritas
yaitu
dan
responden
pada
tidak
mengalami
hematom pada tempat pungsi setelah pelepasan
kateter
(73.9%)
dan
pasien
tampak
pemantauan
pasca
IKP
yang
sangat
diperlukan untuk melakukan pemantauan ini.
Apabila ditemukan adanya hematom perlu
mengalami hematom 1-5 cm. Angka ini masih
segera dilakukan penanganan yang efektif.
relatif kecil apabila dibandingkan dengan studi
Hematom adalah akumulasi darah di jaringan
tentang
lunak (perdarahan ke lipat paha/paha) yang
dan
waktu
8.7%
lembar
tersebut
yang
prediktor
hanya
ekstremitas
pembentukan
hematom femoral setelah kompresi manual pada
ditandai
akses
59%
pembengkakan di tempat pungsi arteri selama
mengalami kejadian hematom femoral diameter
waktu insersi kateter sampai 12-16 jam setelah
≤ 5 cm, hematom femoral dengan diameter 5 - ≤
pengangkatan kateter. Tanda dan gejala yang
10 cm (36%) dan hematom dengan diameter >
muncul antara lain adanya nyeri pada area lipat
10
femoral
cm
menunjukkan
(5%).14 Walaupun
bahwa
adanya
memar
atau
kejadian
paha, masa yang meluas di sekitar tempat
komplikasi vaskuler di RSUP Dr. Hasan Sadikin
punksi kateter, permukaan di bawah kulit teraba
Bandung
untuk
keras. Penanganan yang harus dilakukan adalah
tersebut
memberikan hidrasi yang adekuat, melakukan
masih
meminimalkan
relatif
angka
angka
dengan
lebih
kecil,
kejadian
diperlukan pemantuan yang ketat oleh perawat.
Perawat harus melakukan pemantauan
pada nadi setiap interval 15 menit untuk 1 jam
penekanan pada tempat pungsi, memonitor
adanya perluasan hematom, mempertahankan
tirah baring dan memonitor serial trombosit.7,8
pertama, tiap 30 menit untuk 2 jam berikutnya
Upaya untuk mencegah adanya komplikasi
berikutnya.6,7
vaskuler pada pasien pascaintervensi koroner
Selain itu, perawat perlu melakukan pemantauan
perkutan yaitu dengan melakukan penanganan
pada tempat pungsi akses vaskuler setiap 30
yang
menit selama 4 jam dan pemantauan tiap jam
hemostasis pada tempat pungsi dan pengkajian
setelah pasien melakukan ambulasi. Pengkajian
vaskuler
perifer.17
ulang dapat dilakukan setelah ambulasi pertama.
mengenai
faktor
Setelah itu, pemantauan minimal 4 jam sebelum
pasien baik faktor risiko yang dapat dimodifikasi
pindah
dan
dan tiap 60 menit untuk 2 jam
dari
neurovaskuler
ruang
ICCU.
meliputi
warna
Pengkajian
kulit
optimal
yang
tidak
dengan
mempertahankan
Pemahaman
risiko
dapat
komplikasi
perawat
vaskuler
dimodifikasi
dapat
pada
201
membatu perawat untuk melakukan pemantauan
d+rest+duration+after+percutaneous+coron
dan penanganan pasien secara optimal.2
ary...-a0228121571
4.
Kinnaird TD, Stabile E, Mintz GS, Lee CW,
Canos DA, Gevorkian N, et.al. Incidence,
SIMPULAN
meliputi
Predictors and Prognostic Implications of
komplikasi pada tempat pungsi dan komplikasi
Bleeding and Blood Transfusion Following
vaskuler perifer. Komplikasi pada tempat pungsi
Percutaneous Interventions. Am J Cardiol.
meliputi sedikit perdarahan, memar kecil, dan
2003; 92 (8): 930 – 5.
Kejadian
komplikasi
vaskuler
hematoma < 1 cm. Komplikasi vaskuler perifer
5.
Jong, M., Rempher, K., Mann, D. & Gordon,
yang muncul meliputi akral dingin, pucat pada
C. Patient Management: Cardiovascular
ekstremitas, kesemutan, nadi distal lemah, dan
System. Chapter 18. Hal. 292 – 377. 2004.
6.
CRT> 2 detik.
Urden, L.D., Stacy, K.M., & Lough, M.E.
Critical
Pemantauan secara ketat oleh perawat
Care
Nursing
Diagnosis
and
sangat diperlukan untuk meminimalkan adanya
Management. Sixth edition. Canada: Mosby.
komplikasi vaskuler pada pasien pasca IKP.
2006. Hal. 515 – 523.
Selain itu, diperlukan adanya lembar pemantuan
7.
Hamel, W.J. Femoral Artery Closure after
yang spesifik untuk melakukan pemantauan
Cardiac Catheterization. Crit Care Nurse,
pasien pasca IKP.
2009; 29 (1): 39-46.
8.
Odom, B.S. Management of Patients after
Percutaneous Coronary Interventions. Crit
DAFTAR PUSTAKA
Care Nurse, 2008; 28 (5): 26-41.
1. Manoukian SV. The Relationship between
2. Merriweather N & Sulzbach-Hoke L.M.
Worrall, Slater, Rakhit & Coghlan. (2009).
Chest pain: primary PCI integrated care
pathway. Royal Free Hospital diunduh 12
Januari
2011
dari
http://www.royalfree.nhs.uk/documents/Equ
ality/PPCI%20STEMI%20ICP%20final%20c
opy20092109d.pdf
Managing Risk of Complications at Femoral
10. Ahmed B, Piper W, Malenka D, VerLee P,
Bleeding and Adverse Outcomes in ACS
and
PCI:
Pharmacologic
and
Nonpharmacologic Modification of Risk. J
Invasive Cardiol, 2010; 22 (3): 132-141
3.
9.
Vascular Access Sites in Percutaneous
Robb
Coronary Intervention. Cirit care nurse,
Improved Vascular Complications among
2012; 32. (5): 16-29.
Women
Cheng, K.Y & Chair, S.Y. Prolonged Bed
Coronary
Intervention:
Rest Duration after Percutaneous Coronary
Northen
New
Intervention.
Coronary
Healthcare
publishing
Ltd.
2010. [diunduh 13 Januari 2010] tersedia
dari
http://www.thefreelibrary.com/prolonged+be
J,
Ryan
T,
et
al.
Undergoing
Percutaneous
a
England
Intervention
Significantly
Report
from
Percutaneous
Registry.
Circ
cardiovasc interv, 2009; 2 (5): 423 – 429.
11. Nikolsky E, Mehran R, Dangas G, Fahy M,
Yingbo Na, Pocock S, et al. Development
and Validation of a Prognostic Risk Score
202
For Major Bleeding in Patients Undergoing
Trials. J Am Coll Cardiol; 2004; 44 (2): 349-
Percutaneous Coronary Intervention Via the
56
Femoral Approach. Eur Heart J, 2007; 28
(16): 1936-1945
Vascular Complications after Percutaneous
12. Lins S, Guffey D, VanRiper S & Rogers.
Decreasing Vascular Complications after
Percutaneous
15. Dumont, C.J. Blood Pressure and Risks of
Coronary
Interventions
Coronary Intervention. Dimens Crit care
nurs, 2007; 26(3): 121-127.
16. Eliot C. 2014. Care of the Patient Post
Partnering to Improve Outcomes. Critical
Cardiac
Care Nurse, 2006; 26 (6): 38 – 46
Children's
Catheterization.
Hospital
The
Royal
Melbourne
13. Durst R., Lotan C., Nassar H., Gotsman
http://www.rch.org.au/rchcpg/hospital_clinic
M., Mor E.,Varshitzki B., et al. Comparison
al_guideline_index/Care_of_the_patient_po
of 4 and 6 French Catheters for Coronary
st_cardiac_catheterisation/
Angiography: Real World Modeling. Isr Med
Assoc J, 2007; 9 (4): 290 – 293
17. Al Sadi A.K.A., Omeish A.F.Y., & Al Zaru
I.M. Timing and Predictors of Femoral
14. Agostoni P, Biodi-Zoccai GG, de Benedictis
Haematoma Development After
Manual
ML, Rigattieri S, Turri M, Anselmi M, et al.
Compression of Femoral Access Sites. J
Radial
Pak Med Assoc,2010; 60 (8): 620-625.
Versus
Percutaneous
Interventional
Femoral
Coronary
Approach
Diagnostic
Procedures;
for
and
Systematic
Overview and Meta-Analysis of Randomized
203
di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Incidence of Vascular Complications of Post Percutaneous Coronary Intervention
Patients in General Hospital of Dr. Hasan Sadikin Bandung
1
Azizah Khoiriyati1*, Helwiyah Ropi2, Cecep E Kosasih2
Bagian Keperawatan Kritis, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2 Bagian Keperawatan Kritis, Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
*Email: azizah.khoiriyati@umy.ac.id
ABSTRAK
Pasien pasca intervensi koroner perkutan (IKP) mempunyai risiko komplikasi vaskuler.
Perawat di unit keperawatan kritis mempunyai peran penting dalam deteksi dini komplikasi vaskuler
dengan melakukan pemantauan secara ketat pada pasien menggunakan lembar monitor. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kejadian komplikasi vaskuler pasien pasca intervensi koroner
perkutan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jumlah sampel 46 pasien pasca-IKP yang dirawat
di ruang Cardiac Intensive Care Unit (CICU) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Pemantauan
dilakukan selama 6 jam periode tirah baring pasca-IKP pada semua pasien. Hasil pemantauan
menunjukkan adanya komplikasi vaskuler yang meliputi komplikasi pada tempat pungsi dan vaskuler
perifer. Komplikasi pada tempat pungsi meliputi sedikit perdarahan 45.7%, memar kecil 28.3% dan
hematoma < 1 cm 17.4%. Komplikasi vaskuler perifer meliputi akral dingin 21.73%, pucat pada
ekstremitas 6.5%, kesemutan 8.7%, nadi distal lemah 10.9% dan CRT >2 detik 8.7%. Komplikasi
yang terjadi pada pasien pascaintervensi koroner perkutan selama periode 6 jam yaitu komplikasi
pada tempat pungsi (sedikit perdarahan, memar kecil dan hematom < 1 cm, sedangkan komplikasi
vaskuler perifer yang muncul yaitu akral dingin,pucat pada ekstremitas, kesemutan, nadi distal lemah
dan CRT > 2 detik. Pemantauan pasien pada tempat pungsi dan komplikasi vaskuler perifer sebagai
langkah deteksi dini komplikasi vaskuler pasien pasca intervensi koroner perkutan perlu dilakukan.
Kata kunci: pemantuan, intervensi koroner perkutan, komplikasi vaskuler
ABSTRACT
Post percutaneous coronary intervention (PCI) patients are at risk for vascular complications.
Nurses in critical care nursing unit have a vital role such as closely monitor post PCI patients for early
detection of vascular complications. The purpose of the study was to know the incidence of vascular
complications of post PCI patients. This was a descriptive study with sample size of 46 post PCI who
were treated in the Cardiac Intensive Care Unit (CICU) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Each
patient was monitored over a period of bed rest (6 hours) after PCI procedure. The incidence of
vascular complications including complication at the puncture site and peripheral vascular
complications. Complication at the puncture site including little bleeding 45,7%, small bruise 28,3%
and hematoma < 1 cm 17,4%. Peripheral vascular complication including cold in lower extremities
21,7%, pale in extremities 6,5%, tingling 8,7%, weak distal heart rate 10,9%, Capilarry Reffil Time > 2
second 8,7%. Complications that occur in patients with post percutaneous coronary intervention over
a period of 6 hours are complications at the puncture site including little bleeding, small bruise, and
hematoma. Peripheral vascular complication including cold in lower extremities, pale in
extremities,tingling, weak distal heart rate, capilarry reffil time > 2 detik. The monitoring of puncture
site and peripheral vascular complications as an early detection effort to minimize the incidence of
vascular complications of post PCI patients.
Key words: monitoring, vascular complications, Post Percutaneous Coronary Intervention post PCI
196
PENDAHULUAN
mempertahankan
Intervensi koroner perkutan telah mampu
menurunkan
angka
tempat
pungsi dan pengkajian komplikasi vaskuler pada
pasien. Selain itu, perawat mempunyai peran
kardiovaskular.
penting dalam melakukan pemantauan secara
Meskipun prosedur ini memberikan manfaat bagi
ketat pada pasien pasca intervensi koroner
pasien tetapi prosedur ini juga berkontribusi
perkutan. Nadi perlu dilakukan pemantauan
untuk terjadinya komplikasi vaskuler seperti
setiap interval 15 menit untuk 1 jam pertama,
hematoma,
retroperitoneal,
tiap 30 menit untuk 2 jam berikutnya dan tiap 60
pseudoaneurisma, fistula arteriovena, sumbatan
menit untuk 2 jam berikutnya.6,7 Perawat perlu
arterial,
infeksi.
melakukan pemantauan pada tempat pungsi
Komplikasi yang terjadi pada pasien pasca
untuk melakukan penilaian dan deteksi dini
intervensi koroner perkutan dapat meningkatkan
adanya komplikasi vaskuler. Selain itu, perlu
intensitas nyeri pasien, lama rawat, biaya dan
dilakukan pemantauan pada sirkulasi vaskular
dari
penyakit
perdarahan
neuropati
femoral
dan
pada
angka
mortalitas
morbiditas
hemostasis
dan
kematian.1,2
meningkatkan angka kesakitan dan
perifer dan tanda-tanda vital.8,5
Pasien yang menjalani prosedur intervensi
koroner
perkutan
mengalami
(IKP)
komplikasi
mempunyai
pendahuluan
di
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan
menggunakan buku register pasien di ruang
muncul diantaranya akibat pemberian terapi anti-
angiografi menunjukkan bahwa jumlah pasien
platelet sebelum dan sesudah prosedur, serta
yang dilakukan intervensi koroner perkutan pada
pemberian heparin selama prosedur. Komplikasi
tahun 2010 sebanyak 312 pasien yang terdiri
vaskuler
atas
pembentukan
dapat
Risiko
studi
ini
yang
vaskuler.
risiko
Berdasarkan
muncul
hematom,
seperti
intervensi
koroner
perkutan
primer
pseudoaneurisma,
sebanyak 79 pasien dan intervensi koroner
perdarahan pada tempat punksi dan perdarahan
perkutan baik berupa tindakan Percutaneous
retroperitoneal.2,3
Transluminal
Studi di Amerika melaporkan bahwa insiden
komplikasi vaskular antara 1% sampai
14%.2
maupun
Coronary
Angiografi
pemasangan
Stent
(PTCA)
sebanyak
233
pasien. Selain itu, berdasarkan grafik jumlah
Selain itu, lebih dari 5% pasien yang menjalani
pasien
intervensi
angiografi dari tahun 2002–2006 menunjukkan
transfusi
perdarahan
koroner
dan
perkutan
13%
minor,4
membutuhkan
melaporkan
kejadian
adanya
hematom
yang
dilakukan
prosedur
di
ruang
peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan
komplikasi
terbanyak
yang
muncul
pasca
retroperitoneal 0,74% dengan gambaran gejala
intervensi koroner berdasarkan grafik tahun
meliputi nyeri abdomen (42%), nyeri pada lipat
2002–2004 adalah hematom dengan jumlah 28
paha (46%), nyeri punggung (23%), diaphoresis
kasus, diseksi 7 kasus, miokard infark 7 kasus
(58%), bradikardi (31%) dan hipotensi (92%).5
dan kematian 8 kasus.
Peran perawat di unit keperawatan kritis
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
sangat penting. Tujuan utama perawatan pasca
mengetahui kejadian komplikasi vaskuler pasien
intervensi
pasca intervensi koroner perkutan di ruang
koroner
perkutan
adalah
197
Intensive Cardiac Care Unit (CICU) RSUP Dr
Hasan Sadikin Bandung.
BAHAN DAN CARA
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
rancangan
penelitian
potong
ini
lintang.
adalah
Populasi
semua
pasien
dalam
pasca
intervensi koroner perkutan yang dirawat di ruang
CICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung selama
bulan
Mei
dan
Juni
2011.
Besar
sampel
sebanyak 46 pasien pasca intervensi koroner
perkutan yang dipilih dengan cara consecutive
sampling dengan kriteria inklusi pasien post IKP
yang dirawat di ruang CICU RSUP dr Hasan
Sadikin. Kriteria ekslusi adalah pasien post IKP
yang mengalami komplikasi sebelum atau selama
prosedur
intervensi
koroner
perkutan.
Pengambilan data primer dengan melakukan
observasi/pemantauan. Pemantauan dilakukan
oleh observer yang sudah dilatih pada setiap
pasien menggunakan lembar monitor khusus
yang diadaptasi dari Worrall, et al. (2009),9
selama waktu 6 jam tirah baring pasca prosedur
intervensi
koroner
perkutan
yang
dan
hematom)
serta
ruang CICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Di bawah ini adalah tabel karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin dan usia pada pasien
pascaintervensi koroner perkutan.
Berdasarkan Tabel 1. sebagian besar jenis
kelamin pasien pascaintervensi koroner perkutan
adalah laki-laki (71,7%). Pasien pascaintervensi
koroner perkutan berada pada rentang usia 60 69 tahun (45,7%), sedangkan yang berusia > 80
tahun (4,3%).
Berdasarkan Tabel 2. mayoritas jenis
tindakan selama prosedur intervensi koroner
meliputi
pemantauan pada tempat pungsi (perdarahan,
memar
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin dan Usia pada Pasien
Pascaintervensi Koroner Perkutan di
Ruang CICU RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung bulan Mei - Juni 2011
Karakteristik responden
Frekuensi
(%)
Jenis kelamin
Laki-laki
33
71,7
Perempuan
13
28,3
46
100
Usia (tahun)
< 60
20
43,5
60-69
21
45,7
70 – 79
3
6,5
>80
2
4,3
46
100
Sumber: data sekunder
pemantauan
vaskuler perifer (suhu kulit, warna kulit, sensasi,
pergerakan, nadi distal dan capillary refill time
(CRT). Data sekunder diambil dari rekam medis
yang meliputi usia, jenis kelamin, jenis tindakan,
ukuran kateter dan tempat akses. Analisis data
menggunakan analisis diskriptif dengan bantuan
komputer.
HASIL
Penelitian dilakukan terhadap 46 pasien
pascaintervensi koroner perkutan yang dirawat di
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Jenis Tindakan, Ukuran Kateter dan
Tempat Akses pada Pasien Pasca
Intervensi Koroner Perkutan di
Ruang CICU RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung Bulan Mei- Juni
2011
Variabel
Frekuensi
(%)
Jenis tindakan
Pemasangan stent
34
73,9
PCI Primer
12
26,1
46
100
Ukuran kateter
6 French
8
17,4
7 French
38
82,6
46
100
Tempat akses
Femoral
39
84,8
Radial
7
15,2
46
100
Sumber : data sekunder
198
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Hasil Pemantauan
Deteksi Dini pada Tempat Punksi pada
pasien
Pascaintervensi
Koroner
Perkutan di Ruang CICU RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung pada Bulan
Mei-Juni 2011
Parameter Pemantauan
Frekuensi
%
pada tempat punksi
Perdarahan
Tidak ada
23
50
Sedikit
21
45,7
Konstan
2
4,3
46
100
Memar
Tidak memar
30
65,2
Kecil
13
28,3
Sedang
3
6,5
46
100
Hematom
Tidak ada
34
73,9
Kecil < 1 cm
8
17,4
Sedang 1-5 cm
4
8,7
Besar > 5 cm
46
100
Sumber: data primer
perkutan adalah pemasangan Stent (73,9%)
dengan ukuran kateter, menggunakan ukuran 7
French (82,6%). Mayoritas prosedur intervensi
koroner perkutan menggunakan tempat akses
femoral (84,8%).
Berdasarkan Tabel 3. hasil pemantauan
pada
tempat
punksi
menunjukkan
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Pemantauan
Deteksi Dini Vaskuler Perifer dan Nyeri
Dada pada Pasien Pascaintervensi
Koroner Perkutan di Ruang CICU
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Bulan Mei-Juni 2011
Parameter pemantauan
vaskuler perifer dan nyeri
Frekuensi
(%)
dada
Suhu pada ekstremitas
Hangat
36
78,3
Dingin
10
21,7
Dingin sekali
46
100
Warna kulit ekstremitas
Tidak pucat
43
93,5
Pucat
3
6,5
Putih
Mottled
46
100
Sensasi pada ekstremitas
Tidak kesemutan
42
91.3
Kesemutan
4
8,7
Tidak ada sensasi
46
100
Nadi distal
Kuat
41
89,1
Lemah
5
10,9
Tidak teraba
46
100
CRT (Capilary refill time)
< 2 detik
42
91,3
>2 detik
4
8,7
46
100
Nyeri dada
1
2,2
Tidak nyeri dada
45
97,8
46
100
bahwa
responden yang tidak mengalami perdarahan
responden responden dengan akral hangat yaitu
50%, sedangkan responden yang mengalami
78,3%. Warna kulit pucat dialami oleh 6,5%
perdarahan konstan sebanyak 4,3%. Mayoritas
responden dan mayoritas nyeri dada dialami
respoden tidak mengalami memar pada tempat
oleh 2,2% responden.
punksi 65% dan memar pada tempat punksi
dengan
ukuran
sedang
sebanyak
6,5%,
DISKUSI
sedangkan kejadian hematom ukuran sedang 1-
Berdasarkan data sekunder pasien dengan
5 cm pada tempat punksi dialami oleh responden
prosedur intervensi koroner perkutan pada bulan
sebanyak 8,7 %.
Mei–Juni 2011 di ruang CICU RSUP Dr. Hasan
Berdasarkan Tabel 4. hasil pemantauan
Sadikin
Bandung
(Tabel
1.),
menunjukkan
vaskuler perifer pada pasien pascaintervensi
bahwa mayoritas jenis kelamin adalah laki-laki.
koroner perkutan menunjukkan bahwa suhu
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko
teraba dingin pada ekstremitas dialami oleh
yang tidak dapat dimodifikasi. Hal ini sejalan
21,7% responden, sedangkan sebagian besar
dengan studi komparatif yang membandingkan
199
kejadian komplikasi vaskuler/perdarahan pada
yang digunakan selama prosedur intervensi
laki-laki dan wanita yang menjalani intervensi
koroner perkutan atau kateterisasi jantung.
koroner perkutan menunjukkan bahwa secara
Penggunaan
keseluruhan
perdarahan/komplikasi
meminimalkan komplikasi dibandingkan dengan
vaskuler secara signifikan lebih tinggi pada
penggunaan kateter dengan ukuran 6 French.13
wanita dibandingkan dengan laki-laki (4,5 ± 1,3%
Ukuran
risiko
versus 1,6 ± 0,5% dengan p <
0,004).10
kateter
kateter
ukuran
yang
4
besar
French
(8
French)
merupakan salah satu prediktor independen dari
Tabel 1. juga menunjukkan bahwa usia
peningkatan risiko perdarahan atau komplikasi
terbanyak adalah rentang 60-69 tahun. Rentang
vaskuler pada wanita.12 Penggunaan ukuran
usia ini termasuk dalam kategori lanjut usia. Usia
kateter yang lebih kecil untuk PTCA dapat
tua menjadi salah satu prediktor independen dari
menurunkan komplikasi pada area insersi.13
peningkatan
risiko
perdarahan/komplikasi
Mayoritas tempat akses intervensi koroner
vaskuler pada
wanita.10
Kelompok usia > 80
perkutan melalui akses femoral (Tabel 2).
tahun mempunyai risiko komplikasi perdarahan
Beberapa studi mengemukakan bahwa akses
vaskuler lebih besar. Peluang terjadi komplikasi
radial
perdarahan vaskuler pasca kateterisasi jantung
dibandingkan akses femoral. Arteri radial lebih
1,7% pada pasien yang berusia > 80
tahun.11
mempunyai
mudah untuk
beberapa
keuntungan
dilakukan penekanan setelah
Meskipun dalam penelitian ini usia >80 tahun
pengangkatan kateter, perdarahan dapat lebih
hanya sebesar 4,3% tetapi perlu dilakukan
terkontrol, dan komplikasi perdarahan secara
upaya pemantauan untuk meminimalkan adanya
bermakna
komplikasi perdarahan vaskuler.
persyarafan besar atau vena yang letaknya
Pemasangan stent merupakan salah satu
teknik
dalam
perkutan
prosedur
(Tabel
intrakoroner
lain
2.).
intervensi
Stent
dengan
Selain
arteri
itu,
tidak
radialis
ada
sehingga
koroner
meminimalkan risiko injuri terhadap struktur
intervensi
arteri atau vena. Keuntungan lainnya adalah
penggunaan
tirah baring pasca prosedur tidak diperlukan,
dan
meningkatkan
dekat
menurun.
antiplatelet dan antikoagulan yang bertujuan
sehingga
untuk meminimalkan risiko restenosis. Kerja
ambulasi, lebih nyaman dan masa perawatan
antiplatelet ini diperlukan untuk mempertahankan
lebih pendek. Akan tetapi, untuk melakukan
patensi
pemberian
prosedur intervensi koroner perkutan dengan
antikoagulan yang berlebihan juga meningkatkan
akses radial dibutuhkan ketrampilan teknis yang
risiko
baik.14
Stent
tetapi
kejadian
disisi
lain
komplikasi
vaskuler
dan
perdarahan.12
pasien
dapat
segera
melakukan
Berdasarkan Tabel 3. 4.3% responden
Sebagian
besar
intervensi
mengalami perdarahan konstan. Perdarahan
koroner perkutan menggunakan ukuran kateter
konstan yaitu terjadi perdarahan pada tempat
7 French (82,6%). Berdasarkan Tabel 2. risiko
pungsi
komplikasi
membutuhkan
perdarahan
prosedur
vaskuler
dapat
meningkat berkaitan dengan ukuran kateter
yang
menetap
transfusi
sehingga
darah
serta
pasien
terjadi
penurunan hemoglobin ≥ 3 gr/dl.8,7 dimaksud
200
adanya
ekstremitas, capillary refill time, kekuatan nadi,
perdarahan pada tempat punksi tetapi tidak
sensasi, pergerakan ekstremitas dan nyeri untuk
memerlukan transfusi darah atau tidak terjadi
deteksi dini adanya thrombus. Apabila terjadi
penurunan nilai hemoglobin. Faktor-faktor yang
koagulasi darah di arteri tempat pungsi dapat
memicu terjadinya perdarahan pada pasien
mengakibatkan
pasca-IKP adalah adanya peningkatan tekanan
pucat, dingin, denyut nadi distal ke tempat
darah
saat
insersi menurun atau hilang, sensasi menurun
pengangkatan kateter mempunyai peningkatan
dan CRT lambat karena kurangnya suplai
risiko komplikasi pada tempat akses vaskuler.15
darah.16
Adanya
spesifik
pada
dengan
perdarahan
selama
sedikit
prosedur
Mayoritas
yaitu
dan
responden
pada
tidak
mengalami
hematom pada tempat pungsi setelah pelepasan
kateter
(73.9%)
dan
pasien
tampak
pemantauan
pasca
IKP
yang
sangat
diperlukan untuk melakukan pemantauan ini.
Apabila ditemukan adanya hematom perlu
mengalami hematom 1-5 cm. Angka ini masih
segera dilakukan penanganan yang efektif.
relatif kecil apabila dibandingkan dengan studi
Hematom adalah akumulasi darah di jaringan
tentang
lunak (perdarahan ke lipat paha/paha) yang
dan
waktu
8.7%
lembar
tersebut
yang
prediktor
hanya
ekstremitas
pembentukan
hematom femoral setelah kompresi manual pada
ditandai
akses
59%
pembengkakan di tempat pungsi arteri selama
mengalami kejadian hematom femoral diameter
waktu insersi kateter sampai 12-16 jam setelah
≤ 5 cm, hematom femoral dengan diameter 5 - ≤
pengangkatan kateter. Tanda dan gejala yang
10 cm (36%) dan hematom dengan diameter >
muncul antara lain adanya nyeri pada area lipat
10
femoral
cm
menunjukkan
(5%).14 Walaupun
bahwa
adanya
memar
atau
kejadian
paha, masa yang meluas di sekitar tempat
komplikasi vaskuler di RSUP Dr. Hasan Sadikin
punksi kateter, permukaan di bawah kulit teraba
Bandung
untuk
keras. Penanganan yang harus dilakukan adalah
tersebut
memberikan hidrasi yang adekuat, melakukan
masih
meminimalkan
relatif
angka
angka
dengan
lebih
kecil,
kejadian
diperlukan pemantuan yang ketat oleh perawat.
Perawat harus melakukan pemantauan
pada nadi setiap interval 15 menit untuk 1 jam
penekanan pada tempat pungsi, memonitor
adanya perluasan hematom, mempertahankan
tirah baring dan memonitor serial trombosit.7,8
pertama, tiap 30 menit untuk 2 jam berikutnya
Upaya untuk mencegah adanya komplikasi
berikutnya.6,7
vaskuler pada pasien pascaintervensi koroner
Selain itu, perawat perlu melakukan pemantauan
perkutan yaitu dengan melakukan penanganan
pada tempat pungsi akses vaskuler setiap 30
yang
menit selama 4 jam dan pemantauan tiap jam
hemostasis pada tempat pungsi dan pengkajian
setelah pasien melakukan ambulasi. Pengkajian
vaskuler
perifer.17
ulang dapat dilakukan setelah ambulasi pertama.
mengenai
faktor
Setelah itu, pemantauan minimal 4 jam sebelum
pasien baik faktor risiko yang dapat dimodifikasi
pindah
dan
dan tiap 60 menit untuk 2 jam
dari
neurovaskuler
ruang
ICCU.
meliputi
warna
Pengkajian
kulit
optimal
yang
tidak
dengan
mempertahankan
Pemahaman
risiko
dapat
komplikasi
perawat
vaskuler
dimodifikasi
dapat
pada
201
membatu perawat untuk melakukan pemantauan
d+rest+duration+after+percutaneous+coron
dan penanganan pasien secara optimal.2
ary...-a0228121571
4.
Kinnaird TD, Stabile E, Mintz GS, Lee CW,
Canos DA, Gevorkian N, et.al. Incidence,
SIMPULAN
meliputi
Predictors and Prognostic Implications of
komplikasi pada tempat pungsi dan komplikasi
Bleeding and Blood Transfusion Following
vaskuler perifer. Komplikasi pada tempat pungsi
Percutaneous Interventions. Am J Cardiol.
meliputi sedikit perdarahan, memar kecil, dan
2003; 92 (8): 930 – 5.
Kejadian
komplikasi
vaskuler
hematoma < 1 cm. Komplikasi vaskuler perifer
5.
Jong, M., Rempher, K., Mann, D. & Gordon,
yang muncul meliputi akral dingin, pucat pada
C. Patient Management: Cardiovascular
ekstremitas, kesemutan, nadi distal lemah, dan
System. Chapter 18. Hal. 292 – 377. 2004.
6.
CRT> 2 detik.
Urden, L.D., Stacy, K.M., & Lough, M.E.
Critical
Pemantauan secara ketat oleh perawat
Care
Nursing
Diagnosis
and
sangat diperlukan untuk meminimalkan adanya
Management. Sixth edition. Canada: Mosby.
komplikasi vaskuler pada pasien pasca IKP.
2006. Hal. 515 – 523.
Selain itu, diperlukan adanya lembar pemantuan
7.
Hamel, W.J. Femoral Artery Closure after
yang spesifik untuk melakukan pemantauan
Cardiac Catheterization. Crit Care Nurse,
pasien pasca IKP.
2009; 29 (1): 39-46.
8.
Odom, B.S. Management of Patients after
Percutaneous Coronary Interventions. Crit
DAFTAR PUSTAKA
Care Nurse, 2008; 28 (5): 26-41.
1. Manoukian SV. The Relationship between
2. Merriweather N & Sulzbach-Hoke L.M.
Worrall, Slater, Rakhit & Coghlan. (2009).
Chest pain: primary PCI integrated care
pathway. Royal Free Hospital diunduh 12
Januari
2011
dari
http://www.royalfree.nhs.uk/documents/Equ
ality/PPCI%20STEMI%20ICP%20final%20c
opy20092109d.pdf
Managing Risk of Complications at Femoral
10. Ahmed B, Piper W, Malenka D, VerLee P,
Bleeding and Adverse Outcomes in ACS
and
PCI:
Pharmacologic
and
Nonpharmacologic Modification of Risk. J
Invasive Cardiol, 2010; 22 (3): 132-141
3.
9.
Vascular Access Sites in Percutaneous
Robb
Coronary Intervention. Cirit care nurse,
Improved Vascular Complications among
2012; 32. (5): 16-29.
Women
Cheng, K.Y & Chair, S.Y. Prolonged Bed
Coronary
Intervention:
Rest Duration after Percutaneous Coronary
Northen
New
Intervention.
Coronary
Healthcare
publishing
Ltd.
2010. [diunduh 13 Januari 2010] tersedia
dari
http://www.thefreelibrary.com/prolonged+be
J,
Ryan
T,
et
al.
Undergoing
Percutaneous
a
England
Intervention
Significantly
Report
from
Percutaneous
Registry.
Circ
cardiovasc interv, 2009; 2 (5): 423 – 429.
11. Nikolsky E, Mehran R, Dangas G, Fahy M,
Yingbo Na, Pocock S, et al. Development
and Validation of a Prognostic Risk Score
202
For Major Bleeding in Patients Undergoing
Trials. J Am Coll Cardiol; 2004; 44 (2): 349-
Percutaneous Coronary Intervention Via the
56
Femoral Approach. Eur Heart J, 2007; 28
(16): 1936-1945
Vascular Complications after Percutaneous
12. Lins S, Guffey D, VanRiper S & Rogers.
Decreasing Vascular Complications after
Percutaneous
15. Dumont, C.J. Blood Pressure and Risks of
Coronary
Interventions
Coronary Intervention. Dimens Crit care
nurs, 2007; 26(3): 121-127.
16. Eliot C. 2014. Care of the Patient Post
Partnering to Improve Outcomes. Critical
Cardiac
Care Nurse, 2006; 26 (6): 38 – 46
Children's
Catheterization.
Hospital
The
Royal
Melbourne
13. Durst R., Lotan C., Nassar H., Gotsman
http://www.rch.org.au/rchcpg/hospital_clinic
M., Mor E.,Varshitzki B., et al. Comparison
al_guideline_index/Care_of_the_patient_po
of 4 and 6 French Catheters for Coronary
st_cardiac_catheterisation/
Angiography: Real World Modeling. Isr Med
Assoc J, 2007; 9 (4): 290 – 293
17. Al Sadi A.K.A., Omeish A.F.Y., & Al Zaru
I.M. Timing and Predictors of Femoral
14. Agostoni P, Biodi-Zoccai GG, de Benedictis
Haematoma Development After
Manual
ML, Rigattieri S, Turri M, Anselmi M, et al.
Compression of Femoral Access Sites. J
Radial
Pak Med Assoc,2010; 60 (8): 620-625.
Versus
Percutaneous
Interventional
Femoral
Coronary
Approach
Diagnostic
Procedures;
for
and
Systematic
Overview and Meta-Analysis of Randomized
203