Index of /ProdukHukum/kehutanan

Rapat Koordinasi
Pemanfaatan dan Industri Kayu Rakyat Regional II
Rapat Koordinasi Koordinasi Pemanfaatan
dan I ndustri Kayu Rakyat Regional I I (Khususnya
Pulau Jawa) dilaksanakan pada tanggal 19 s/ d 20
November 2009 bertempat di Surabaya, Provinsi
Jawa Timur.
Peserta Rapat Koordinasi terdiri dari unsur
Dinas kehutanan Provinsi, UPT Dephut, Pemerintah
Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas
Kehutanan
Kabupaten/ Kota, Badan Koordinasi Penyuluh
Kehutanan, Perguruan Tinggi, Pengusaha, LSM,
Kelompok Tani dan instansi terkait lainnya.
Berdasarkan hasil sidang dan diskusi yang telah dilaksanakan selama
berlangsungnya kegiatan Rapat Koordinasi tersebut maka diperoleh hasil sebagai berikut:
1.


Pengembangan Pemanfaatan dan I ndustri Kayu Rakyat perlu dilakukan dengan pola
kemitraan dalam pengelolaan Hutan Rakyat yang saling menguntungkan, salah
satunya dengan sistem Kluster I ndustri.

2.

Perlu adanya Terminal Kayu atau pasar bebas kayu bulat dari hutan rakyat untuk
meningkatkan posisi tawar petani kayu rakyat dan pengembangan industri kayu.

3.

Sinkronisasi kebijakan Departemen Kehutanan dan Departemen Perdagangan perlu
dilakukan dalam rangka pengembangan ekspor produk kayu olahan yang berasal
dari kayu rakyat.

4.

Dinas Kehutanan Provinsi perlu melakukan pemantauan secara langsung ke
Kabupaten/ Kota, dalam hal pengendalian industri primer kayu rakyat serta perlu
adanya dukungan dana dari APBD Provinsi/ Kabupaten/ Kota untuk pelaksanaan

pemantauan dimaksud.

5.

Belum adanya data yang akurat mengenai jenis, potensi dan sebaran Hutan Rakyat.
I nventarisasi potensi dan penyebaran kayu rakyat masih perlu dilakukan secara
bersama-sama atau bersinergi agar diperoleh data potensi yang sama antar instansi.

6.

Peta produksi dan potensi Hutan Rakyat untuk Jawa Barat telah disusun oleh Litbang
Kehutanan, perlu pembaharuan data tersebut untuk seluruh wilayah Regional I I oleh
Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP) di wilayah kerjanya masingmasing.

7.

Untuk menjamin kelestarian Hutan Rakyat dan kelestarian usaha industri berbasis
kayu rakyat perlu dilakukan pengaturan pemanfaatan dan industri kayu rakyat secara
kontinyu, melalui Peraturan Menteri atau Peraturan Gubernur/ Bupati/ Walikota.


8.

Kualitas kayu rakyat perlu ditingkatkan dengan menggunakan benih/ bibit unggul,
yang pendanaanya berasal dari

subsidi Pemerintah dan Pemerintah Provinsi dan

Kabupaten/ Kota serta peredaran benih/ bibit tersebut dibawah pengawasan
Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH).

oleh

9.

Dalam upaya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan khususnya petani hutan
rakyat dan aparatur, perlu adanya kegiatan sarasehan, sosialisasi, serta pelatihan
tata usaha kayu untuk masyarakat, Kepala Desa dan Penyuluh Kehutanan.

10.


Sertifikasi untuk ecolabelling hutan rakyat, pendampingnya dapat dilakukan oleh
Penyuluh Kehutanan yang telah dilatih oleh Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan atau
I nstansi terkait lainnya.

11.

Dalam pemanfaatan hasil hutan rakyat dari tanaman Gerakan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan (GERHAN) perlu adanya pengaturan melalui Surat edaran Direktur Jenderal
Rehabilitasi dan Perhutanan Sosial (RLPS).

12.

Untuk mengantisipasi hama Karat/ Tumor Puru yang mulai menyerang tanaman
Sengon yang perlu diperhatikan adalah :
a. Penanaman tidak dilakukan secara monokultur tetapi harus tanaman campuran
dengan Jabon, Suren, Mindi dan jenis lainnya.
b. Kondisi tanaman sejak awal pembibitan, jika tanaman tersebut sudah tertular
maka akan kelihatan.
c. Tanaman yang terkena penyakit harus dilabur dengan belerang.
d. Tanaman yang terkena penyakit harus ditebang dan dibakar.


13.

Sanksi terhadap I UI PHH yang tidak memperbaharui izin serta penyampaian RPBBI
harus tegas dan jelas.

14.

Pola kemitraan dengan Perum Perhutani agar dapat diperluas dengan memanfaatkan
dana CSR dari BUMN.

D EPARTEM EN KEH UTAN AN
SEKRETARI AT JEN D ERAL
PUSAT PEN GEN DALI AN PEM BAN GUN AN KEH UTAN AN REGI ON AL I I
2009

Sumber: RY_PUSDALBANGHUT.REG I I 2009