Index of /ProdukHukum/kehutanan

(1)

Lampiran : I Peraturan Menteri Kehutanan

Nomor

: P.10/Menhut-II/2008

Tanggal

: 24 Maret 2008

A.

BIDANG PLANOLOGI KEHUTANAN

a. Inventarisasi Hutan

1) Inventarisasi Hutan tingkat Nasional (IHN)

a) Periksa apakah Inventarisasi Hutan Nasional diatur dan dilaksanakan paling sedikit 1(satu) kali dalam 5 (lima) tahun, dan difokuskan kepada perolehan data dan informasi mengenai sumber daya, potensi kekayaan alam hutan serta lingkungannya.

b) Periksa apakah Inventarisasi Hutan Nasional dilakukan dengan menggunakan data dari penginderaan jauh dari hasil penafsiran citra satelit (LANDSAT TM, SPOT, RADAR, NOAA, dsb).

c) Periksa apakah data potensi dan dinamika sumberdaya hutan dikumpulkan melalui inventarisasi terestris dengan enumerasi dan reenumerasi cluster yang dirancang secara sistematik dengan jarak antar cluster 20 km x 20 km atau 10 km x 10 km atau 5 5 km x 5 km. Masing-masing cluster enumerasi terdiri atas 9 petak. Berdasarkan kondisi hutannya, ukuran petak ukur ditetapkan menjadi dua bagian yaitu:

(1) Hutan tanah kering dan hutan rawa berukuran 100 m x 100 m dengan jarak antar petak ukur 500 m x 500 m

(2) Hutan bakau/mangrove berukuran 50 m x 50 m dengan jarak antar petak 100 m x 100 m

d) Periksa apakah letak cluster yang tergambar pada peta dijadikan dasar untuk penentuan posisi geografis cluster (menggunakan UTM) sampai skala detik.

e) Periksa apakah pada pelaksanaan enumerasi, pengambilan contoh dilakukan dengan cara point sampling menggunakan BAF 4 untuk pohon berdiameter 20 cm atau lebih. f) Periksa apakah pencatatan meliputi letak pohon (azimuth dan jarak pohon), jenis,

diameter, dan tinggi pohon.

g) Periksa apakah petak ukur huruf d) di dalam cluster diperlakukan sebagai petak ukur permanent untuk memantau perubahan sumberdaya hutan yang diukur setiap 4 - 5 tahun (re-enumerasi).

h) Periksa apakah re-enumerasi pencatatan dilakukan dengan cara sensus dengan mencatat letak pohon, jenis, diameter, dan tinggi pohon.


(2)

i) Periksa apakah data hasil pencatatan petak ukur telah dikoordinasikan dalam pangkalan/basis data (data base) untuk kemudian dijadikan bahan pembuatan statistik sumberdaya hutan.

j) Periksa apakah data dan informasi tersebut terpilah-pilah dalam berbagai fungsi kawasan hutan menurut Tata Guna Hutan (TGH) yang merupakan bagian dari tata ruang wilayah provinsi/kabupaten, yaitu Hutan Lindung, Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata), Taman Buru, Hutan Produksi Tetap dan Hutan Produksi Terbatas, dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi. k) Periksa apakah data dan informasi yang diperoleh dari inventarisasi tingkat nasional

dipergunakan sebagai bahan perencanaan dan perumusan kebijakan strategis jangka panjang yang meliputi peruntukan, penyediaan, pengadaan dan penggunaan sumberdaya hutan Indonesia secara optimal dan lestari.

2) Inventarisasi Hutan Tingkat Wilayah (IHTW)

a) Periksa apakah data dan informasi inventarisasi hutan tingkat wilayah telah mengacu kepada hasil Inventarisasi Hutan tingkat Nasional.

b) Periksa apakah inventarisasi hutan tingkat wilayah telah dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

c) Periksa apakah kegiatan inventarisasi tingkat wilayah juga menggunakan hasil penafsiran penginderaan jauh data terakhir yang tersedia.

d) Periksa apakah kegiatan inventarisasi tingkat wilayah juga didukung hasil inventarisasi di tingkat bawahnya.

3) Inventarisasi Hutan Tingkat Daerah Aliran Sungai (DAS)

a) Periksa apakah data dan informasi inventarisasi hutan tingkat DAS lintas provinsi telah mengacu kepada hasil Inventarisasi Hutan tingkat Nasional.

b) Periksa apakah data dan informasi inventarisasi hutan tingkat DAS lintas kabupaten/kota telah mengacu kepada pedoman inventarisasi hutan yang ditetapkan Gubernur, hasil Inventarisasi Hutan tingkat Nasional dan Inventarisasi Hutan tingkat Provinsi.

c) Periksa apakah data dan informasi inventarisasi hutan tingkat DAS dalam kabupaten/kota telah mengacu kepada pedoman inventarisasi hutan yang ditetapkan Gubernur, hasil Inventarisasi Hutan tingkat Wilayah.

d) Periksa apakah inventarisasi hutan tingkat DAS telah dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.


(3)

4) Inventarisasi Hutan Tingkat Unit Pengelolaan (IHUP) a) Peta-peta penunjang antara lain :

(1) Periksa apakah peta penafsiran citra penginderaan jauh tahun terbaru telah tersedia dan berkualitas baik dengan skala minimal 1 : 250.000.

(2) Periksa apakah salah satu dari peta dasar berikut (dengan urutan prioritas): peta rupa bumi skala 1 : 50.000 atau peta TOP skala 1 : 100.000 atau peta JOG skala 1 : 250.000.

(3) Periksa apakah dalam perencanaan telah menggunakan peta tanah dan peta iklim (peta tematik lainnya).

b) Pelaksanaan lapangan :

(1) Periksa apakah dalam pelaksanaan pemilahan bagian-bagian dari areal yang diinventarisasi telah mengikuti peruntukannya/fungsinya dan telah dilakukan berdasarkan peta rupa bumi atau peta topografi atau peta JOG serta peta tematik. (2) Periksa apakah pelaksanaan lapangan dimulai dengan pencarian titik awal dengan

bantuan GPS, diikuti pembuatan unit contoh/jalur serta pengumpulan data pohon maupun data penunjang lainnya.

c) Periksa apakah data/informasi yang dikumpulkan telah meliputi: potensi kayu (pohon dan anakan) dan bukan kayu (fauna, hutan ikutan lainnya), kondisi topografi, serta parameter kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang relevan dengan pengelolaan hutan.

d) Periksa apakah kegiatan inventarisasi hutan Unit Pengelolaan pada suatu unit atau sub-unit pengelolaan dilaksanakan oleh sub-unit pengelola atau pemegang IUPHHK wajib mendayagunakan rimbawan yang memiliki kualifikasi teknis (kompetensi).

e) Periksa apakah kegiatan Inventarisasi Hutan Unit Pengelolaan pada suatu unit atau sub-unit pengelolaan dilaksanakan oleh instansi pemerintah atau pihak ketiga (konsultan) yang diakui oleh Departemen Kehutanan, dengan pengawasan Badan Planologi Kehutanan dan instansi kehutanan daerah.

f) Periksa laporan hasil inventarisasi. 5) Pengukuhan Kawasan Hutan

Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan (PKHKKP)

(1) Periksa apakah Peta PKHKKP merupakan peta yang bersifat makro dan indikatif yang berisi delasi fungsi hutan di suatu provinsi berdasarkan Keputusan Menteri.

(2) Periksa apakah dalam wilayah yang ditunjuk sebagai kawasan hutan telah memenuhi kriteria:


(4)

(a) Untuk penunjukan kawasan hutan provinsi menggunakan dasar peta Tata Ruang Wilayah Provinsi (TRWP), yang diterbitkan oleh Menteri;

(b) Untuk penunjukan kawasan hutan partial mengacu peta RTRWP serta adanya usulan pihak terkait dengan disertai rekomendasi Gubernur dan atau Bupati;

(c) Kriteria fungsi kawasan hutan adalah sebagai berikut: ƒ Kawasan Konservasi dan Cagar Alam

- Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta tipe ekosistemnya;

- Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunannya;

- Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu yang menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami;

- Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia;

- Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau

- Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.

ƒ Suaka Margasatwa

- Merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya;

- Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;

- Merupakan habitat dari suatu jenis satwa langka dan atau dikhawatirkan akan punah;

- Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; dan atau

- Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan. ƒ Taman Nasional

- Wilayah yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami;

- Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami;


(5)

- Satu atau beberapa ekosistem yang terdapat didalamnya secara materi atau secara fisik tidak dapat diubah oleh eksploitasi ekonomi ataupun karena pendudukan oleh manusia;

- Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai peristiwa alam;

- Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lain yang dapat mendukung upaya kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

ƒ Taman Hutan Raya

- Merupakan wilayah dengan ciri khas baik asli maupun buatan, pada kawasan yang masih utuh atau kawasan yang ekosistemnya sudah berubah;

- Memiliki keindahan alam (tumbuhan maupun satwa) dan atau gejala alam;

- Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa, baik jenis asli maupun bukan asli.

ƒ Taman Wisata Alam

- Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa beserta ekosistem yang masih asli serta formasi geologi yang indah, unik, dan nyaman;

- Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi (sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya) serta daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam.

- Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.

ƒ Taman Buru

- Areal yang ditunjuk mempunyai luas areal yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan; dan atau

- Kawasan yang terdapat satwa buru yang dikembangbiakan sehingga memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi, olahraga, dan kelestarian satwa.

ƒ Hutan Lindung

- Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan, setelah masing-masing dikalikan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 175 atau lebih;

- Kawasan hutan yang mempunyai tanah sangat peka terhadap erosi dengan lereng lapangan lebih dari 15%;


(6)

- Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih;

- Kawasan hutan yang merupakan resapan air;

- Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian 2.000 m dpl atau lebih;

- Kawasan hutan yang merupakan daerah perlindungan pantai. ƒ Hutan Produksi

- Kawasan Budidaya Hutan Produksi Terbatas memenuhi kriteria:

Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan, setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 125 -174 di luar kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

- Kawasan Budidaya Hutan Produksi Tetap memenuhi kriteria:

Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan, setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai 124 atau kurang, diluar kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

- Hutan produksi yang dapat dikonversi memenuhi kriteria:

kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai nilai 124 atau kurang di luar hutan suaka alam dan hutan pelestaria alam. Kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, perindustrian, pertanian dan perkebunan.

6) Penataan Batas Kawasan Hutan

a) Periksa apakah penataan batas kawasan hutan telah dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut:

(1) Peta tematik penunjukan ditransformasikan ke dalam peta kerja dilengkapi dengan daftar koordinat UTM /koordinat geografis;

(2) Penyiapan rencana trayek batas (pembuatan peta kerja, rapat Panitia Tata Batas (PTB), dan pengesahan trayek batas);

(3) Pengukuran dan pemancangan patok batas sementara; (4) Pengumuman pemancangan batas sementara;

(5) Identifikasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga yang berada disepanjang trayek batas dan yang berada di dalam kawasan hutan yang ditata batas;


(7)

(6) Pengukuran bentuk titik awal, titik akhir dan titik ikat serta titik koordinat dengan GPS, dan pemancangan pal batas.;

(7) Pemeriksaan pelaksanaan Tata Batas oleh PTB;

(8) Pembuatan dan penandatanganan Berita Acara (BA) Tata Batas oleh PTB.

b) Periksa apakah kegiatan persiapan pengukuhan dan inventarisasi masalah serta pelaksanaan penataan batas di lapangan dilaksanakan oleh Instansi yang berwenang; Dinas Kehutanan dan Unit Pelaksana Teknis lingkup Departemen Kehutanan membantu pelaksanaan kegiatan tersebut.

c) Periksa apakah penyelesaian hak-hak pihak ketiga yang timbul dalam penentuan trayek batas sementara yang dilakukan oleh PTB, diajukan untuk mendapatkan penyelesaian Menteri Kehutanan.

d) Periksa apabila dokumen penyelesaian di atas tidak tuntas, penentuan trayek batas telah dilakukan dengan alternatif sebagai berikut :

(1) trayek batas dipindahkan ke trayek lanjutan yang tidak bermasalah; (2) trayek batas dipindahkan ke lokasi lain;

(3) pelaksanaan tata batas ditangguhkan.

e) Periksa apakah BA Pengumuman Pemancangan Batas Sementara ditandatangani Lurah/Kepala Desa, Camat, Pengelola Kawasan Hutan, dan Bupati.

f) Periksa apakah BA pemeriksaan batas dibuat dan ditandatangani oleh PTB.

g) Periksa apakah BA Tata Batas dibuat dan ditandatangani oleh PTB dan disahkan Menteri Kehutanan.

h) Periksa apakah BA Tata Batas dan peta lampirannya dibuat dalam rangkap 6 (enam) dengan tanda tangan basah dan dibubuhi stempel instansi yang bersangkutan.

i) Periksa apakah pembagian tugas PTB dalam pelaksanaan pengukuhan hutan yang jelas meliputi:

(1) Memberikan saran/pertimbangan terhadap persiapan pelaksanaan penataan batas dan pelaksanaan kegiatan di lapangan;

(2) Membantu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam penentuan trayek batas dan pelaksanaan pemancangan batas;

(3) Memeriksa pekerjaan dan hasil-hasil pelaksanaan tata batas di lapangan; (4) Membuat dan menandatangani BA tata batas beserta peta tata batas.

j) Periksa apakah penandatanganan BA Tata Batas hutan dan peta lampirannya dilakukan oleh ketua, sekretaris, dan anggota PTB lainnya.


(8)

k) Periksa apakah pembagian tugas PTB kawasan konservasi perairan telah melalui tahapan :

(1) Persiapan pelaksanaan penataan batas;

(2) Pemeriksaan pekerjaan dan hasil pelaksanaan tata batas di lapangan; (3) Pembuatan dan penandatanganan BA tata batas serta peta tata batas.

l) Periksa apakah penandatanganan BA tata batas kawasan konservasi perairan dan peta lampirannya telah dilakukan oleh Ketua, Sekretaris, dan anggota PTB lainnya.

m) Periksa apakah dalam melaksanakan tugasnya PTB telah melaporkan tugasnya kepada Gubernur.

n) Periksa apakah BA tata batas beserta peta lampirannya (minimal skala 1:100.000) dikirimkan kepada Kepala BAPLAN dan selanjutnya disahkan Menteri Kehutanan.

o) Periksa apakah rencana kerja penataan batas kawasan hutan dibuat oleh Instansi yang berwenang dan sudah memuat: peta trayek batas, ketenagaan dan peralatan, biaya, waktu, inventarisasi data lapangan dan permasalahannya.

p) Periksa apakah pal batas dibuat dari bahan beton bertulang dan atau kayu kelas awet I / II.

q) Periksa apakah dalam pemasangan pal batas atau tanda batas lainnya telah memenuhi standar :

(1) Untuk trayek batas di daratan :

(a) Apabila trayek batasnya lurus dipasang pal batas pada setiap jarak 25 - 150 m; (b) Apabila trayek batasnya berbelok-belok, dipasang pal batas pada titik belokan (2) Untuk trayek batas yang berhimpitan dengan tepi sungai, tepi danau, tepi laut, dan

tepi jalan raya, dipasang tanda batas lainnya pada tempat yang mudah terlihat. (3) Untuk trayek batas yang melalui rawa-rawa dipasang pal batas dari kayu gelam bulat

atau jenis kelas awet I / II atau pohon batas.

r) Hasil tata batas dipetakan menggunakan sistem koordinat.

s) Hasil tata batas kawasan hutan telah diserahkan kepada pihak pengelola.

t) Telah dilaksanakan rekonstruksi batas kawasan konservasi secara periodik oleh Instansi yang berwenang berdasarkan usulan dari pihak pengelola atau telah berumur diatas 5 tahun.


(9)

7) Penataan Batas Kawasan Konservasi Perairan a) Persiapan Tim Teknis:

(1) Periksa apakah pembuatan peta kerja tata batas telah berpedoman pada lampiran keputusan Penunjukkan oleh Menhut dan telah mengacu pada peta laut Dinas Hidro-Oceanografi TNI-AL;

(2) Periksa apakah penentuan jenis kegiatan meliputi survei hidro-oceanografi, pengukuran dan pemasangan tanda batas dengan acuan peta kerja tata batas butir (1);

(3) Periksa apakah penyusunan spesifikasi teknis meliputi teknis survei, teknis tanda batas, teknis pemetaan, dan teknis papan pengumuman;

(4) Periksa apakah hasil survey pengukuran posisi tanda batas digambarkan pada peta hasil tata batas dengan skala yang sesuai;

b) Persiapan Tim Pemantapan

(1) Periksa apakah Tim Pemantapan telah menilai peta kerja dan spesifikasi yang disusun Tim Teknis dan jika telah disetujui, Ketua Tim Pemantapan menandatanganinya;

(2) Periksa apakah peta kerja dan spesifikasi teknis yang telah disetujui Tim Pemantapan digunakan sebagai acuan PTB untuk persiapan pelaksanaan penataan batas di lapangan.

c) Pelaksanaan di lapangan

(1) Periksa apakah pengukuran posisi tanda batas dan titik referensi telah dilakukan dengan Global Positioning System (GPS) sesuai spesifikasi teknis yang telah ditetapkan;

(2) Periksa apakah pemancangan titik referensi telah dilaksanakan bersamaan dengan survey hidro oceanografi;

(3) Periksa apakah pemancangan tanda batas di lapangan telah menggunakan pilar atau sarana batas navigasi pelayaran yang berupa rambu suar atau pelampung suar; (4) Periksa apakah pemancangan tanda batas di peta telah ditandai dengan

simbol-simbol tertentu;

(5) Periksa apakah pembuatan peta hasil tata batas telah didasarkan pada hasil pelaksanaan pengukuran pemasangan tanda batas;

(6) Periksa apakah BA yang dibuat meliputi BA pelaksanaan survey perairan dan BA pelaksanaan pemasangan tanda batas;


(10)

(7) Periksa apakah BA Tata Batas, telah diketahui dan ditandatangani oleh Kepala Distrik/Kepala Sub Distrik Navigasi, Kepala Dinas Perikanan, Kepala Dinas Perhubungan, dan Kepala UPT Departemen Kehutanan;

(8) Periksa apakah Panitia Tata Batas (PTB) kawasan konservasi perairan, terdiri dari Kepala Taman Nasional/Kepala BKSDA sebagai sekretaris merangkap anggota, dan anggota PTB lainnya terdiri dari : Ketua Badan Perencanaan Pembangunan setempat, Kepala Cantor Pertanahan setempat, Kepala Distrik Navigasi atau Sub-Distrik Navigasi setempat, Kepala Dinas Perikanan, Kepala Dinas Perhubungan, Kepala UPT Departemen Kehutanan terkait.

(9) Periksa apakah persetujuan PTB dituangkan dalam BA tata batas yang telah dibuat rangkap 7, keputusan penunjukan KSAKPAP, BA survei perairan dan/atau pemasangan tanda batas dan dokumen penting lainnya;

(10)Periksa apakah penggandaan BA tata batas dan peta tata batas telah dilegalisir Departemen Kehutanan c.q. Sekretaris Badan Planologi untuk instansi di daerah dan untuk instansi di pusat;

(11)Periksa apakah pengesahan BA tata batas telah ditandatangani oleh Dinas Kehutanan dan kemudian dikirim kepada Kepala BAPLAN untuk ditandatangani dan kemudian diajukan kepada Menteri Kehutanan;

(12)Periksa apakah penetapan KSAKPAP telah disahkan oleh Menteri Kehutanan; (13)Periksa apakah hasil pelaksanaan pengukuhan KSAKPAP telah dipublikasikan. 8) Pemetaan Kawasan Hutan

a) Periksa apakah pemetaan kawasan hutan telah dirinci menurut peta tata batas dan BATB kawasan hutan yang dipetakan.

b) Periksa apakah peta tata batas areal kawasan didasarkan atas peta RBI, peta topografi atau peta JOG.

c) Periksa apakah peta tata batas telah menggambarkan hasil pelaksanaan tata batas kawasan hutan dalam bentuk peta tata batas.

d) Periksa apakah BATB sementara kawasan hutan telah meliputi trayek batas batas yang diumumkan kepada masyarakat disepanjang trayek penataan batas.

e) Periksa apakah BATB definitif telah memperoleh persetujuan dari Panitia Tata Batas, pernyataan tidak tercatat hak-hak pemilikan atas tanah, tanam tumbuh, bangunan dan sebagainya serta memuat rincian rute pelaksanaan pengukuran batas kawasan hutan.


(11)

9) Penetapan Kawasan Hutan

a) Periksa apakah penetapan kawasan hutan didasarkan pada BA tata batas yang luasnya sudah dapat diketahui berdasarkan hasil pengukuran di lapangan.

b) Periksa apakah penetapan kawasan hutan telah berdasarkan BA tata batas yang menggunakan kombinasi batas luar, batas alam, batas fungsi, batas admstrasi pemerintahan, batas negara dan batas pengusahaan hutan.

c) Keputusan tentang penetapan kawasan hutan telah dilampiri peta kawasan hutan yang dibuat berdasarkan BA tata batas dan peta lampiran BA tata batas.

b. Penatagunaan Kawasan Hutan

1) Penetapan Fungsi Kawasan Hutan

a) Periksa apakah penetapan fungsi kawasan hutan telah didasarkan pada Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi.

b) Periksa apakah penetapan fungsi kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan partial telah didasarkan atas kriteria masing-masing fungsi.

2) Penggunaan Kawasan Hutan

a) Kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi :

(1) Periksa apakah perusahaan mengajukan permohonan kepada Dirjen yang bersangkutan, dilampiri rencana kerja dan peta wilayah kerja dengan tembusan kepada Kepala Badan Planologi Kehutanan.

(2) Periksa apakah Dirjen yang bersangkutan telah melanjutkan permohonan dimaksud kepada Kepala Badan Planologi Kehutanan.

b) Pinjam-Pakai Kawasan Hutan :

(1) Periksa apakah pinjam-pakai kawasan hutan telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(a) Pelaksanaan pinjam-pakai untuk kepentingan umum terbatas atau kepentingan pembangunan lainnya di luar sektor kehutanan telah dilaksanakan sesuai ketentuan yaitu tanpa mengubah status, fungsi dan peruntukannya, serta untuk menghindari enclave di dalam kawasan hutan.

(b) Pinjam-pakai kawasan hutan merupakan penggunaan kawasan hutan yang bersifat sementara.


(12)

(c) Dapat berbentuk pinjam-pakai dengan kompensasi, untuk kepentingan umum secara terbatas dan pertahanan keamanan nasional dilaksanakan oleh instansi pemerintah.

(d) Dapat berbentuk pinjam-pakai tanpa kompensasi, untuk kegiatan pembangunan yang bersifat komersial yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, BUMN, BUMD, koperasi, atau perusahaan swasta.

(e) Untuk wilayah provinsi yang luas kawasan hutannya kurang dari 30% dari luas daratan provinsi tersebut berlaku pinjam-pakai dengan kompensasi.

(f) Untuk wilayah provinsi yang luas kawasan hutannya lebih dari 30 % dari luas daratan provinsi tersebut, kompensasi berupa merehabilitasi hutan rusak. (g) Hanya kawasan hutan produksi yang dapat diserahkan penggunaannya kepada

pihak lain dengan cara pinjam pakai.

(2) Periksa apakah rasio pinjam-pakai kawasan hutan dengan konpensasi besarannya telah ditetapkan sebagai berikut :

(a) Perbandingan 1:1 untuk kepentingan umum terbatas dengan untuk kegiatan komersial oleh BUMN, BUMD, atau koperasi.

(b) Perbandingan minimal 1:2 untuk keperluan pembangunan oleh pihak swasta. (c) Apabila permohonan yang disetujui dengan cara pinjam-pakai tanpa

kompensasi, pemohon telah memenuhi kewajiban sebagai berikut:

ƒ Membayar ganti rugi nilai tegakan atas hutan tanaman atau pungutan berupa PSDH dan DR atas tegakan hutan alam dan hutan tanaman;

ƒ Menanggung biaya pengukuran, pemetaan, dan pemancangan tanda batas kawasan hutan;

ƒ Menanggung biaya reboisasi dan reklamasi;

ƒ Membuat dan menandatangani perjanjian pinjam-pakai kawasan hutan; ƒ Menjaga keamanan di dalam dan sekitar kawasan hutan yang

bersangkutan.

(d) Terhadap permohonan disetujui dengan cara pinjam-pakai dengan kompensasi, apakah pemohon telah memenuhi kewajiban:

ƒ Membayar ganti rugi nilai tegakan atas hutan tanaman atau pungutan berupa Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) atas tegakan hutan alam dan hutan tanaman;


(13)

ƒ Melaksanakan reklamasi dan reboisasi kawasan hutan yang digunakan tanpa menunggu berakhirnya kegiatan;

ƒ Menyerahkan lahan lain kepada Departemen Kehutanan yang “clear dan clean” untuk kompensasi;

ƒ Menanggung biaya penataan batas atas tanah kompensasi;

ƒ Membuat dan menandatangani perjanjian pinjam-pakai kawasan hutan; ƒ Menjaga keamanan di dalam dan sekitar kawasan hutan yang

bersangkutan.

b. Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan 1) Tukar-menukar Kawasan Hutan

a) Periksa apakah tukar-menukar kawasan hutan telah memenuhi ketentuan sebagai berikut :

(1) Dilaksanakan berdasarkan persetujuan Menteri Kehutanan; (2) Hanya diperbolehkan (selain itu diajukan kepada presiden) untuk:

(a) Pembangunan yang menyangkut kepentingan umum terbatas oleh instansi pemerintah,

(b) Pembangunan yang menyangkut kepentingan strategis yang berdampak kemajuan perekonomian dan kesejahteraan umum yang diprioritaskan oleh pemerintah,

(c) Menghilangkan enclave dalam rangka memudahkan pengelolaan kawasan hutan,

(d) Menyelesaikan pendudukan tanah di kawasan hutan okupasi; (e) Memperbaiki batas kawasan hutan.

(f) Budidaya pertanian, atau;

(g) Pengembangan/pemekaran wilayah.

b) Periksa apakah permohonan tukar-menukar kawasan hutan dilengkapi dengan : (a) Peta kawasan hutan yang dimohon dan usulan tanah pengganti; (b) Data perusahaan bagi pemohon yang berbadan hukum;

(c) Pertimbangan teknis Dinas Kehutanan Provinsi yang dilamipiri peta areal yang dimohon dan tanah pengganti dengan skala terbesar yang tersedia;

(d) Rekomendasi/persetujuan Gubernur dan Bupati/walikota yang dilengkapi dengan peta areal yang dimohon dan tanah pengganti dengan skala terbesar yang tersedia;


(14)

(e) Pertimbangan teknis Direktur Utama Perum Perhutani apabila kawasan hutan yang dimohon merupakan wilayah kerja Perum Perhutani;

(f) Pernyataan tidak keberatan dari pemegang ijin usaha pemanfaatan apabila kawasan hutan yang dimohon merupakan areal kerja Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan;

(g) Penafsiran citra satelit terbagi atas areal yang dimohon dan disahkan oleh Kepala Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Kehutanan, BAPLAN;

(h) Pernyataan kesanggupan untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku yang disebutkan dalam surat permohonan atau dalam bentuk surat pernyataan tersendiri;

(i) Hasil penelitian tim terpadu.

c) Apabila permohonan telah disetujui Menteri Kehutanan, maka pemohon dibebani kewajiban :

(1) Membayar ganti rugi nilai tegakan dan pungutan PSDH atas hutan tanaman atau pungutan PSDH dan DR atas tegakan hutan alam;

(2) Membayar ganti rugi terhadap sarana dan prasarana yang ada di dalam kawasan yang dimohon;

(3) Membayar biaya penataan batas baik atas kawasan hutan yang dimohon maupun tanah pengganti, biaya reboisasi tanah pengganti, dan biaya yang timbul sehubungan dengan proses tukar menukar kawasan hutan tersebut;

(4) Penghapusan/pencoretan atas hak atas tanah pengganti pada buku tanah di instansi yang berwenang;

(5) Untuk di luar Pulau Jawa dan Bali terhadap tanah pengganti harus ada keterangan dari BPN bahwa lahan tidak dibebani hak, apabila butir d tidak dapat dilaksanakan;

(6) Membuat dan menandatangani BA tukar menukar.

d) Dalam hal tegakan diberikan kepada pemegang IPK, maka pemegang IPK berkewajiban membayar PSDH dan DR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e) Periksa apakah tanah pengganti telah memenuhi persyaratan :

(1) Jelas statusnya dan bebas dari hak lain, atau bebas dari segala jenis pembebanan; (2) Letaknya berbatasan langsung dengan kawasan hutan;

(3) Terletak dalam wilayah Sub-Daerah Aliran Sungai (DAS) atau DAS yang sama, atau wilayah DAS lain dalam provinsi yang sama atau dalam provinsi yang lain di pulau yang sama;


(15)

(4) Dapat dihutankan kembali dengan cara konvensional; (5) Diutamakan yang mempunyai kriteria kawasan lindung; (6) Rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota;

(7) Khusus untuk kawasan hutan pantai/bakau harus ditukar dengan lahan pantai yang dapat dijadikan hutan bakau;

(8) Dalam hal tidak tersedia lagi tanah pengganti berupa kawasan mangrove/bakau dapat diganti dengan tanah kering dengan kompensasi yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan hasil penelitian/pengkajian Tim Terpadu.

f) Periksa apakah rasio tukar-menukar kawasan hutan sesuai ketentuan, yaitu : a) Untuk pembangunan kepentingan umum terbatas oleh pemerintah adalah 1: 1. b) Untuk pembangunan kepentingan strategis yang berdampak bagi kemajuan

perekonomian nasional dan kesejahteraan umum yang diprioritaskan oleh pemerintah adalah 1: 2.

c) Untuk penyelesaian sengketa berupa pendudukan kawasan hutan (okupasi) atau enclave atau memperbaiki batas kawasan hutanadalah 1 : 1.

d) Untuk kegiatan budidaya pertanian dan pengembangan/pemekaran wilayah pada provinsi yang luas hutannya lebih dari 50% adalah 1 : 1.

e) Untuk kegiatan budidaya pertanian dan pengembangan/pemekaran wilayah pada provinsi yang luas hutannya antara 30% sampai dengan 50% adalah 1 : 2.

f) Untuk kegiatan budidaya pertanian dan pengembangan/pemekaran wilayah pada provinsi yang luas hutannya kurang dari 30% adalah 1 : 3.

2) Pelepasan Kawasan Hutan untuk Budidaya Pertanian

a) Periksa apakah pemanfaatan kawasan hutan untuk usaha pertanian telah dilaksanakan melalui prosedur pelepasan kawasan hutan yang ditetapkan oleh SKB Menteri Kehutanan, Mentan, Kepala BPN dan Surat Keputusan/Surat Edaran Menteri Kehutanan. b) Periksa apakah permohonan pelepasan kawasan hutan disampaikan kepada Menteri

Kehutanan, dengan dilengkapi:

(1) Surat permohonan dan peta lokasi yang dimohon skala 1 : 50.000 atau minimal 1 : 250.000;

(2) Akte pendirian; (3) NPWP;

(4) Rekomendasi Gubernur;


(16)

(6) Project Proposal yang disahkan oleh Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota; (7) Surat pernyataan kesanggupan melaksanakan Usaha Kebun yang dibuat didepan

Notaris;

(8) Surat pernyataan di depan Notaris tentang kesanggupan untuk tdak mengalihkan areal yang dimohon;

(9) Neraca perusahaan yang telah diaudit; (10)Profile perusahaan

(11)Surat pernyataan tidak keberatan dari pemegang HPH apabila areal yang dimohon tumpang tindih dengan areal kerja HPH;

(12)Peta penafsiran Citra Landsat liputan terbaru yang disahkan oleh Badan Planologi Kehutanan;

(13)Berita Acara Hasil Survei yang dilaksanakan bersama-sama oleh Instansi Kehutanan Provinsi, Kabupaten/Kota dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan;

(14)Izin Lokasi/rekomendasi dari Bupati/Walikota. 3) Pelepasan Kawasan Hutan untuk Transmigrasi

(a) Periksa apakah areal hutan yang dilepas untuk pemukiman transmigrasi telah memenuhi persyaratan:

(1) Areal hutan yang menurut RTRWP dan TGH tidak dipertahankan sebagai kawasan hutan tetap dan berdasarkan kemampuan/kesesuaian lahannya cocok untuk pemukiman transmigrasi sesuai pola pemukiman/usaha yang akan dikembangkan. (2) Diutamakan areal hutan yang berupa lahan kosong, padang alang-alang, semak

belukar, dan hutan tidak produktif.

(3) Hutan mangrove dan kawasan gambut dengan kedalaman kurang dari 3 meter. (b) Periksa apakah pencadangan areal hutan oleh gubernur untuk dijadikan pemukiman

transmigrasi telah didasarkan atas hasil studi RKSKP, RTSP dengan memperhatikan usulan dan rekomendasi Bupati / Walikota.

(c) Periksa apakah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi c.q. dinas teknis yang bersangkutan telah mengajukan usulan persetujuan prinsip pelepasan areal hutan kepada Menteri Kehutanan dengan dilampiri pencadangan tanah dari gubernur dan rekomendasi Bupati / Walikota.

(d) Periksa apakah Menteri Kehutanan telah mengeluarkan persetujuan prinsip atau penolakan pelepasan areal hutan berdasarkan pertimbangan Badan Planologi.


(17)

(e) Periksa apakah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi c.q. dinas teknis yang bersangkutan bersama-sama Dinas Kehutanan Provinsi melaksanakan pembuatan tata batas dan pengukuran keliling sesuai ketentuan yang berlaku.

(f) Periksa apakah diterbitkan izin pemanfaatan kayu (IPK) sesuai ketentuan yang berlaku. (g) Periksa apakah pembukaan lahan dilakukan setelah diterbitkan persetujuan prinsip Menteri

Kehutanan dan telah ditata batas.

(h) Periksa apakah Dinas Kehutanan Provinsi telah menyampaikan BA tata batas beserta peta hasil tata batas dengan skala 1 : 50.000 kepada Menteri Kehutanan c.q. BAPLAN. (i) Periksa apakah Menteri Kehutanan telah menerbitkan surat keputusan pelepasan areal

hutan berdasarkan BATB. 4) Perubahan Fungsi Kawasan Hutan

Dalam melaksanakan audit, hal-hal yang perlu diaudit :

a) Perubahan fungsi kawasan hutan dilakukan melalui kajian Tim Penelitian Terpadu. b) Fungsi kawasan hutan yang diubah telah sesuai dengan kriteria fungsinya. d. Perpetaan Kehutanan

1) Perpetaan

a) Periksa apakah Peta Rupa Bumi Indonesia atau Peta Topografi, peta lain yang ditetapkan oleh BAPLAN, digunakan sebagai dasar pembuatan peta-peta kehutanan.

b) Periksa apakah peta kehutanan yang berkenaan dengan hukum adalah peta yang dibuat secara jelas tujuan dan penggunaannya serta mencantumkan siapa yang membuat, memeriksa, dan mengesahkan.

c) Periksa apakah pembuat/penyusun peta kehutanan adalah instansi kehutanan, instansi pemerintah terkait, atau pihak lain yang karena tugas dan fungsinya membuat peta kehutanan.

d) Periksa apakah pemeriksa peta kehutanan adalah pejabat instansi kehutanan yang karena tugas dan fungsinya bertanggung jawab terhadap kebenaran teknis mengenai peta kehutanan beserta isi sesuai dengan temanya.

e) Periksa apakah pengesah peta kehutanan adalah pejabat instansi kehutanan yang karena tugas dan fungsinya berwenang mengesahkan peta kehutanan yang telah diperiksa.

f) Periksa apakah dalam membuat dan merancang isi peta tematik telah memperhatikan: (1) Peta dasar yang digunakan adalah peta dasar yang telah ditetapkan dan jelas


(18)

(2) Isi peta harus relevan agar informasi sesuai dengan tema peta yang akan dibuat. (3) Unsur pada peta dasar tidak perlu disalin atau digambar seluruhnya (dapat

digeneralisir)

(4) Kaidah-kaidah kartografi yang tercantum dalam petunjuk penyajian dan penggambaran peta kehutanan.

(5) Pemancangan dan pengukuran koordinat suatu titik kontrol di permukaan bumi dapat dilakukan dengan Global Positioning System (GPS)

(6) Pengukuran azimuth, jarak, dan beda tinggi antara titik-titik di permukaan bumi digunakan alat kompas atau theodolit sesuai dengan keperluan dan diikatkan terhadap titik kontrol atau titik markam terdekat.

(7) Data dapat diambil secara terestris yaitu pengukuran dan pengamatan dilapangan, maupun secara penginderaan jauh dengan menggunakan media potret udara (fotogrametris), citra satelit maupun citra radar. Data yang diambil secara penginderaan jauh (remote sensing) perlu dilakukan pengecekan/audit di lapangan (Field Check)

g) Periksa apakah dalam penyajian peta secara manual telah memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

(1) Pengambaran peta dilakukan pada bahan drafting film atau yang sejenis.

(2) Peralatan yang digunakan : rapidograph/isograph, sablon, letterning set (manual atau elektronis) penggaris panjang, penggaris segitiga dengan berbagai ukuran.

(3) Merancang isi peta dan informasi tepi yang meliputi ukuran lembar peta, simbol, pembagian lembar peta dan rancangan tata letak.

(4) Penggandaan peta : dengan alat mesin “lichtdruk” atau dengan alat offset.

(5) Pewarnaan : secara manual dengan menggunakan cat warna atau dengan cetak offset mengikuti standar pewarnaan peta kehutanan.

h) Periksa apakah dalam penyajian Peta Secara Digital telah memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

(1) Tersedia perangkat keras dan perangkat lunak untuk pembuatan peta digital. (2) Peta manuskrip didigitasi dengan alat digitizer.

(3) Editing dengan memperhatikan kaidah kartografi, disesuaikan dengan fasilitas yang ada dalam perangkat lunak.

(4) Pencetakan menggunakan alat plotter, baik pada drafting film maupun pada bahan kertas dan sekaligus pewarnaannya.


(19)

2) Sistem Informasi Geografis

a) Periksa apakah input dan penyimpanan data spasial dan non-spasial telah memenuhi kriteria :

(1) Persiapan, yang meliputi pengecekan peta secara manual, pengecekan antar lembar peta, mempersiapkan titik ikat beserta koordinatnya, pemilihan layer menyiapkan kodefikasi pada setiap layer dan menyiapkan sistematika penyimpanan coverage (2) Digitasi, dengan metode streamline dimana titik-titik koordinatnya akan dihasilkan

pada interval tertentu pada waktu operator digitasi menjalankan cursor mengikuti setiap garis di peta yang didigitasi, atau dengan metoda point dimana koordinat akan dihasilkan hanya jika operator menekan tombol cursor.

(3) Edgematching atau penyambungan kenampakan antarlembar peta, dimana kegiatan diusahakan kesinambungan garis atau poligon antara suatu lembar peta dengan lembar peta di sampingnya.

(4) Editing, untuk mengoreksi kesalahan digitasi, yang meliputi koreksi feature titik, garis dan poligon, pemberian label poligon serta penyusunan topologi.

(5) Attributing, yaitu memasukan data non-spasial yang berkaitan dengan data spasialnya.

b) Periksa apakah kegiatan analisa spasial utamanya telah dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan :

(1) pencarian lokasi, panjang dan luas areal yang sesuai dengan kriteria tertentu, atau (2) pencarian data dan informasi yang ada pada suatu lokasi tertentu sesuai dengan

kriteria yang telah ditentukan menggunakan data pada basis data yang telah tersusun dengan cara overlay beberapa layer tematik, misalnya jaringan jalan, sungai, kesesuaian lahan, fungsi hutan.

Analisa SIG dapat memberikan informasi pada suatu lokasi sesuai kriteria yang ditentukan, dalam hal menggunakan layer-layer beserta data atributnya yang telah tersusun pada basis data.

c) Periksa apakah Sistem Informasi Geografis sudah dapat menghasilkan data geografis digital (Peta digital dapat berbentuk file plot atau hasil cetakan jadi/ hard copy).

d) Periksa apakah penyusunan peta digital dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut : (1) Penyiapan coverage, penyiapan look up table dan file legenda.

(2) Penyusunan komposisi peta yang meliputi setting peta, layout peta, penampilan unsure / feature dengan simbol garis, titik, area, dan teks/anotasi, pengaturan legenda.


(20)

(3) Penyusunan file plot

(4)

Untuk menghasilkan cetakan jadi dengan kegiatan penyiapan plotter dan pencetakan peta.


(21)

Lampiran

: II Peraturan Menteri Kehutanan

Nomor

: P.10/Menhut-II/2008

Tanggal

: 24 Maret 2008

B. BIDANG PRODUKSI KEHUTANAN

1) PERENCANAAN

a) Pembuatan Blok Tebangan Intinya apakah Sesuai dengan Blok RKLnya

b) Timber Cruising dan atau Survei Potensi (bukan laporannya tetapi Kegiatannya)

(1) Periksa apakah Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang akan melakukan penebangan/pemanenan, telah melaksanakan timber cruising, dan pemegang IPK telah melaksanakan survei potensi.

(2) Periksa apakah timber cruising atau survei potensi sebagaimana dimaksud pada angka (1) dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.

(3) Periksa hasil pelaksanaan timber cruising sebagaimana dimaksud pada angka (2) khusus untuk IUPHHK pada hutan alam, apakah telah dibuatkan LHC Hutan Alam dengan blanko model DKA.101a dan Rekapitulasi LHC Tebangan Tahunan dengan blanko model DKA.101c yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan.

(4) Periksa hasil pelaksanaan timber cruising sebagaimana dimaksud pada angka (2) untuk IUPHHK pada hutan tanaman, apakah telah dibuatkan LHC Tegakan Hutan Tanaman dengan blanko model DKA.101b yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan.

(5) Periksa apakah hasil pelaksanaan survei potensi IPK sebagaimana dimaksud angka (1) telah ditandatangani pemegang izin dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi.

(6) Periksa apakah LHC dan rekapitulasinya sebagaimana dimaksud pada angka (3), dan angka (4) telah dilaporkan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

(7) Periksa apakah seluruh data hasil pelaksanaan timber cruising telah dipetakan pada peta penyebaran pohon dengan benar.

(8) Periksa apakah hasil timber cruising dan survei potensi IPK telah diperiksa oleh Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten yang dituangkan dalam BAP.


(22)

c) Rencana Penebangan/Pemanenan/Pemungutan

(1) Periksa LHC Hutan Alam atau LHC Hutan Tanaman yang sudah dilaporkan sebagaimana dimaksud pada poin a) angka (6) apakah pemegang IUPHHK telah menyusun dan mengusulkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) kepada Kepala Dinas Provinsi untuk mendapatkan penilaian dan pengesahan.

(2) Periksa hasil survei potensi yang sudah dilaporkan sebagaimana dimaksud pada poin a) angka (5), apakah pemegang IPK telah menyusun dan mengusulkan Bagan Kerja Tahunan (BKT) kepada Kepala Dinas Provinsi dan tembusan kepada Direktur Jenderal. (3) Periksa apakah RKT telah disahkan dan teliti apakah target sesuai dengan hasil TC. (4) Periksa apakah target penebangan atas izin pemungutan hasil hutan kayu (IPHHK)

telah disahkan oleh Kepala Dinas Povinsi, pemegang IPHHK dapat melakukan pemanenan/penebangan atas hasil hutan kayu.

(5) Periksa Bagan Kerja Tahunan (BKT) atas Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang telah disahkan oleh Pejabat yang berwenang, pemegang IPK dapat melakukan penebangan atas hasil hutan kayu.

(6) Periksa apakah pemegang izin telah menyerahkan Bank Garansi.

(7) Berdasarkan target pemungutan hasil hutan bukan kayu atas Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) atau Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK), pemegang IUPHHBK/IPHHBK dapat melakukan pemungutan atas hasil hutan bukan kayu.

(8) Periksa apakah pemegang izin memiliki sarana dan prasarana yang memadai. (9) Periksa apakah pemegang izin memiliki tenaga kerja yang memadai.

2) PEMANENAN/PENEBANGAN

a) Pembuatan Laporan Hasil Produksi (LHP) (1) Pengukuran Hasil Hutan

a. Periksa apakah semua hasil hutan yang berasal dari hutan negara telah dilakukan pengukuran dan pengujian oleh tenaga yang berkualifikasi penguji hasil hutan sebagai dasar perhitungan PSDH dan atau DR.

b. Periksa apakah tata cara pengukuran dan pengujian hasil hutan sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Periksa apakah penandaan dan penomoran pada kedua bontos pangkal dan ujung telah dilakukan dengan benar.


(23)

a. Periksa dan teliti apakah Pemegang IUPHHK, IPHHK dan IPK, setelah melaksanakan pemanenan/penebangan sesuai target waktu, volume jenis dan pembagian batang di TPn, telah melakukan pemberian nomor pada setiap batang serta telah melakukan pengukuran/pengujian sesuai prosedur pengukuran/pengujian yang berlaku.

b. Periksa dan teliti apakah pemberian nomor pada batang sebagaimana dimaksud pada huruf (a) adalah sesuai dengan nomor pohon dalam LHC.

c. Periksa hasil Pengukuran/pengujian sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dan teliti apakah telah bertujuan untuk mengetahui jenis, ukuran/dimensi setiap batang kayu meliputi ukuran diameter ujung dan pangkal, panjang dan volumenya.

d. Periksa dan teliti apakah penandaan pada batang berupa pemberian nomor batang, nomor petak tebangan, diameter rata-rata, panjang dan jenis kayu, dilakukan dengan menerakan pahatan atau tanda yang tidak mudah hilang :

(1) pada kedua bontos untuk kayu hutan tanah kering, atau (2) pada badan kayu untuk kayu hutan rawa.

e. Periksa dan teliti apakah setiap pohon yang telah ditebang, pada setiap tunggaknya telah diberi tanda yang tidak mudah hilang atau dengan cara menoreh dengan alat pahat berupa nomor pohon sesuai hasil cruising, jenis pohon, tanggal tebang, nomor petak kerja tebangan/blok kerja tebangan tahunan dan tahun Rencana Kerja Tahunan (RKT).

f. Dalam hal satu pohon dipotong menjadi beberapa batang, periksa dan teliti apakah penomoran batang sesuai nomor pohon ditambah dengan huruf A pada potongan bagian pangkal (misalnya : 102A, 102 B dan seterusnya), dan apabila terjadi pemotongan kembali atas batang tersebut, maka penomorannya ditambahkan huruf a dibelakang huruf A (102Aa, 102Ab dan seterusnya).

g. Periksa dan teliti apakah data hasil pengukuran selanjutnya dicatat setiap hari ke dalam Buku Ukur Kayu Bulat oleh petugas perusahaan dengan menggunakan blanko model DKA.102a.

h. Periksa kayu bulat yang telah dicatat sebagaimana dimaksud pada huruf (g) selanjutnya dan teliti apakah dilakukan penumpukan/penimbunan pada tempat yang terpisah dengan kayu bulat yang telah disahkan.

i. Periksa Buku Ukur sebagaimana dimaksud pada huruf (g), pemegang IUPHHK, IPK, dan IPHHK, dan teliti apakah telah membuat Laporan Hasil Penebangan Kayu Bulat


(24)

(LHP-KB) di TPn dengan menggunakan blanko model DKA.103a dan Rekapitulasi LHP-KB dengan blanko model DK A.103b.

j. Periksa LHP-KB berikut rekapitulasinya sebagaimana dimaksud dalam huruf (i) dan teliti apakah dibuat sekurang-kurangnya dua kali dalam setiap bulan oleh petugas pembuat LHP, yaitu pada setiap pertengahan dan akhir bulan dan dilakukan di TPn hutan dengan memasukkan data yang berasal dari Buku Ukur.

k. Periksa LHP-KB menurut masing-masing blok kerja tebangan, sehingga apabila dalam satu tahun penebangan terdapat lebih dari satu blok kerja tebangan, dan teliti apakah LHP-KB dibuat untuk masing-masing blok kerja tebangan yang dibuat secara terpisah.

l. Periksa dan teliti apakah pada setiap blok kerja tebangan telah ditempatkan minimal satu orang pembuat LHP-KB, apabila dalam 1 tahun terdapat 2 blok tebangan atau lebih, maka ditempatkan 2 orang atau lebih petugas pembuat LHP-KB sesuai jumlah blok kerja tebangan.

m. Periksa dalam hal 1 (satu) blok kerja tebangan berada dalam 2 (dua) wilayah Kabupaten/Kota atau lebih, dan teliti apakah pembuatan LHP-KB dibuat di masing-masing Kabupaten/Kota bersangkutan.

n. Periksa dalam hal tidak ada realisasi penebangan/pemanenan pohon, dan teliti apakah pemegang izin telah membuat LHP-KB Nihil dengan menyebutkan alasan-alasannya pada kolom keterangan.

o. Periksa apakah realisasi produksi sesuai dengan target yang diberikan. p. Periksa apakah lokasi penebangan sesuai dengan izin.

(3) Pembuatan LHP Kayu Bulat Kecil (LHP-KBK)

a. Periksa dan teliti apakah pemegang IUPHHK atau Pemegang IPK yang memproduksi KBK setelah melaksanakan penebangan dan pembagian batang di TPn telah melakukan pengukuran dengan menggunakan satuan stapel meter. b. Periksa untuk keperluan pengukuran dengan satuan stapel meter, dan teliti apakah

KBK hasil penebangan telah ditumpuk sehingga setiap tumpukan mempunyai ukuran panjang, lebar dan tinggi yang teratur di tempat terbuka, namun apabila kondisi lapangan tidak memungkinkan dilakukan penumpukan, maka pengukuran dapat dilakukan pada saat kayu sudah berada di alat angkut.

c. Periksa data hasil pengukuran dan teliti apakah selanjutnya dicatat setiap hari dalam Buku Ukur Kayu Bulat Kecil oleh petugas perusahaan yang ditunjuk dengan menggunakan blanko model DKA 102.b.


(25)

d. Periksa data pada Buku Ukur sebagaimana dimaksud pada huruf (c), dan teliti apakah petugas pembuat LHP telah membuat Laporan Hasil Penebangan Kayu Bulat Kecil (LHP-KBK) di TPn dengan menggunakan blanko model DKA. 103c dan Rekapitulasi LHP-KBK dengan blanko model DKA.103d.

e. Dalam hal tidak ada realisasi produksi KBK, periksa dan teliti apakah pemegang izin telah membuat LHP-KBK Nihil dengan menyebutkan alasan-alasannya pada kolom keterangan.

f. Periksa LHP-KBK berikut rekapitulasinya dan teliti apakah telah dibuat sekurang-kurangnya dua kali dalam setiap bulan oleh petugas pembuat LHP-KBK, yaitu pada setiap pertengahan dan akhir bulan.

g. Periksa apakah realisasi produksi sesuai target yang diberikan. h. Periksa apakah lokasi penebangan sesuai dengan izin.

(4) Pembuatan Laporan Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (LP-HHBK)

a. Periksa dan teliti apakah Pemegang IUPHHBK atau Pemegang IPHHBK setelah melaksanakan pemanenan/pemungutan HHBK, telah melakukan pengukuran berat/volume/jumlah HHBK yang telah dipanen/dipungut tersebut.

b. Periksa hasil pengukuran sebagaimana dimaksud huruf (a) dan teliti apakah selanjutnya dicatat dan dibuatkan Laporan Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (LP-HHBK) dengan menggunakan blanko model DKA 103e dan Rekapitulasi LP-HHBK dengan blanko model DKA.103f.

c. Periksa LP-HHBK berikut rekapitulasinya dan teliti apakah telah dibuat sekurang-kurangnya dua kali dalam setiap bulan oleh petugas pembuat LP-HHBK, yaitu pada setiap pertengahan dan akhir bulan.

d. Dalam hal tidak ada realisasi produksi HHBK, periksa dan teliti apakah pemegang izin telah membuat LP-HHBK Nihil dengan menyebutkan alasan-alasannya pada kolom keterangan.

b) Pengangkatan Petugas Pembuat LHP

(1) Periksa dan teliti apakah Pemegang IUPHHK, IUPHHBK, IPHHK, IPHHBK dan IPK, telah memiliki Petugas Pembuat LHP-KB/LHP-KBK/LP-HHBK.

(2) Periksa dan teliti apakah Petugas Pembuat LHP-KB/LHP-KBK/LP-HHBK sebagaimana dimaksud pada angka (1) adalah Tenaga yang berkualifikasi Penguji Hasil Hutan yang diangkat oleh Kepala Dinas Provinsi.

(3) Sebagai persyaratan pengangkatan sebagai Petugas Pembuat LHP-KB/LHP-KBK/LPHHBK, periksa dan teliti apakah pemegang izin sebagaimana dimaksud pada


(26)

angka (1) telah mengusulkan nama-nama calon kepada Kepala Dinas Provinsi, dengan dilampiri :

a. Copy sertifikat dan Kartu Penguji (KP) yang masih berlaku; b. Lokasi/wilayah kerja penugasan dan specimen tanda tangan; c. Rekomendasi teknis dari Kepala Balai.

untuk diangkat dengan Keputusan Kepala Dinas Provinsi.

(4) Periksa dan teliti apakah keputusan sebagaimana dimaksud angka (3), disertai dengan pemberian nomor register masing-masing petugas dan disampaikan kepada pemegang izin dengan tembusan Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai.

(5) Periksa dan teliti apakah pemberian nomor register sebagaimana dimaksud pada angka (4) dilakukan dengan cara memberi nomor urut register, kode provinsi, kode kabupaten/kota, kependekan nama perusahaan pemegang izin, kependekan nama pembuat LHP dan komoditi hasil hutan bersangkutan, dengan contoh sebagai berikut : Nomor register pembuat LHP-KB di Provinsi Kalimantan Timur :

001/19/1904/BT/SLM/KB, dengan penjelasan : 001 = Nomor urut register

19 = Kode provinsi Kalimantan Timur 1904 = Kode Kabupaten Berau

BT = Kode PT. Begitu Terang

SLM = Kependekan nama petugas a.n. Solomon KB = Kependekan nama sortimen Kayu Bulat

(6) Periksa dan teliti apakah keputusan pengangkatan Petugas Pembuat KB atau LHP-KBK atau LP-HHBK berlaku paling lama untuk 1 (satu) tahun.

c) Pengesahan LHP (1) Pengesahan LHP-KB

a. Cek dan periksa apakah setiap pertengahan dan akhir bulan, Pembuat LHP-KB telah mengajukan permohonan pengesahan LHP-KB kepada P2LHP dalam wilayah kerjanya dengan menggunakan contoh format sesuai lampiran VI.

b. Cross cek berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf (a), apakah P2LHP melakukan pemeriksaan fisik sesuai ketentuan yang berlaku (Lampiran III) c. Teliti apakah hasil pemeriksaan fisik telah dimasukkan ke dalam Daftar Pemeriksaan

Kayu Bulat dengan menggunakan blanko model DKB.201a dan dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan LHP-KB dan cek blanko model DKB 201h, apakah hasilnya


(27)

dinyatakan benar, periksa Berita Acara Pemeriksaan tersebut digunakan sebagai dasar pengesahan LHP-KB.

d. Periksa, apakah Pengesahan LHP-KB dilaksanakan oleh P2LHP di TPn.

e. Teliti, apakah LHP-KB yang telah disahkan dijadikan dasar perhitungan pembayaran PSDH dan atau DR.

f. Periksa dan teliti apakah Pengesahan LHP-KB periode berikutnya dilakukan setelah LHP periode sebelumnya dilunasi PSDH dan atau DR.

g. Teliti, apakah kayu bulat yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada huruf (d) dan telah dilunasi PSDH dan atau DR-nya dilakukan penumpukan pada tempat yang terpisah antara kayu bulat yang belum dibayar lunas PSDH dan atau DR nya

h. Periksa apakah LHP-KB telah dibuat rekapitulasi dan rekapitulasinya dilaporkan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada :

a. Kepala Dinas Provinsi b. Kepala Balai

c. P2SKSKB d. P2LHP (2) Pengesahan LHP-KBK

a. Periksa sekurang-kurangnya setiap pertengahan dan akhir bulan, dan teliti apakah Pembuat LHP-KBK telah mengajukan permohonan pengesahan LHP-KBK kepada P2LHP dalam wilayah kerjanya dengan menggunakan contoh format sesuai lampiran VI.

b. Periksa berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf (a), apakah P2LHP telah melakukan pemeriksaan fisik sesuai ketentuan yang berlaku (Lampiran III).

c. Periksa dan teliti apakah hasil pemeriksaan fisik selanjutnya dimasukkan ke dalam Daftar Pemeriksaan Kayu Bulat Kecil dengan menggunakan blanko model DKB.201b dan telah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan LHP-KBK menggunakan blanko model DKB 201i yang apabila hasilnya dinyatakan benar, maka Berita Acara Pemeriksaan tersebut digunakan sebagai dasar pengesahan LHP-KBK.

d. Periksa dan teliti apakah pengesahan LHP-KBK dilakukan oleh P2LHP di TPn. e. Periksa LHP-KBK yang telah disahkan dan teliti apakah telah dijadikan dasar

perhitungan pembayaran PSDH dan atau DR.

f. Periksa dan teliti apakah pengesahan LHP-KBK periode berikutnya dapat dilakukan setelah LHP-KBK periode sebelumnya telah dilunasi PSDH dan atau DR.


(28)

g. Periksa terhadap KBK yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada huruf (d) dan telah dilunasi PSDH dan atau DR-nya, dan teliti apakah selanjutnya dilakukan penumpukan pada tempat yang terpisah dengan KBK yang belum dibayar lunas PSDH dan atau DR.

h. Periksa apakah LHP-KBK dibuat rekapitulasi dan rekapitulasinya dan teliti apakah telah dilaporkan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan tembusan :

1. Kepala Dinas Provinsi 2. Kepala Balai

3. Penerbit FA-KB 4. P2LHP

(3) Pengesahan LP-HHBK

a. Periksa apakah setiap pertengahan dan akhir bulan, Pembuat LP-HHBK telah mengajukan permohonan pengesahan LP-HHBK kepada P2LP-HHBK dan tembusan nya disampaikan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang berada dalam wilayah kerjanya dengan menggunakan contoh format sesuai lampiran VI. b. Teliti apakah P2LP-HHBK melakukan pemeriksaan fisik sesuai ketentuan yang

berlaku sesuai pada (Lampiran III).

c. Periksa, apakah hasil pemeriksaan fisik telah dimasukkan ke dalam Daftar Pemeriksaan Hasil hutan Bukan Kayu, dan menggunakan blanko model DKB.201c serta dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan LP-HHBK dengan menggunakan blanko model DKB 201j yang apabila hasilnya dinyatakan benar, maka Berita Acara Pemeriksaan tersebut digunakan sebagai dasar pengesahan LP-HHBK.

d. Periksa, apakah Pengesahan LP-HHBK dilakukan oleh P2LP-HHBK di tempat pengumpulan.

e. Teliti, apakah LP-HHBK yang telah disahkan dijadikan dasar perhitungan pembayaran PSDH.

f. Periksa, apakah Pengesahan HHBK periode berikutnya dilakukan setelah LP-HHBK periode sebelumnya dibayar dilunasi PSDH nya

g. Periksa, apakah LP-HHBK telah dibuat rekapitulasi dan rekapitulasinya dilaporkan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada:

1. Kepala Dinas Provinsi 2. Kepala Balai


(29)

4. P2LP-HHBK

d) Periksa apakah realisasi penebangan telah memperhatikan batas sempadan sungai, sumber mata air, jurang dan lain-lain.

3) PENGANGKUTAN HASIL HUTAN

a) Jenis-Jenis Dokumen

(1) Periksa dan teliti apakah dokumen legalitas yang digunakan dalam pengangkutan hasil hutan, terdiri dari :

a. Surat Keterangan Sah Kayu Bulat (SKSKB) adalah blanko model DKB. 401 b. Faktur Angkutan Kayu Bulat (FA-KB) adalah blanko model DKA 301,

c. Faktur Angkutan Hasil Hutan Bukan Kayu (FA-HHBK) adalah blanko model DKA 302,.

d. Faktur Angkutan Kayu Olahan (FA-KO) adalah blanko model DKA 303.

(2) Periksa dan teliti jenis-jenis dokumen angkutan untuk KB, KBK dan HHBK sebagaimana dimaksud pada angka (1) huruf a, b dan c, merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan yang berfungsi sebagai bukti legalitas dalam pengangkutan, penguasaan atau pemilikan hasil hutan yang asal usulnya berasal dari hutan negara. (3) Periksa setiap pengangkutan KB dari TPK hutan dalam areal IUPHHK/IPK dengan

tujuan ke tempat lain di luar areal izin dan teliti apakah telah disertai bersama-sama dengan dokumen SKSKB.

(4) Periksa setiap pengangkutan lanjutan KB maupun KBK yang merupakan angkutan lanjutan dari TPK Antara/TPK Industri dan teliti apakah telah disertai bersama-sama dengan dokumen FA-KB.

(5) Periksa setiap pengangkutan KBK yang berasal dari izin yang sah pada hutan alam negara, dan teliti apakah telah disertai bersama-sama dengan dokumen FA-KB. (6) Periksa setiap pengangkutan KB atau KBK yang berasal dari IUPHHK Tanaman dan

Perum Perhutani, dan teliti apakah telah disertai bersama-sama dengan dokumen FA-KB.

(7) Periksa setiap pengangkutan KO berupa kayu gergajian, serpih/chips, veneer, kayu lapis dan Laminated Veneer Lumber (LVL) yang diangkut dari dan ke industri kayu dan teliti apakah telah dilengkapi FA-KO.

(8) Periksa pengangkutan KO berupa kayu gergajian, serpih/chips, veneer, kayu lapis dan Laminated Veneer Lumber (LVL) dari tempat penampungan ke tempat lain selain ke industri kayu, dan teliti apakah menggunakan Nota Perusahaan.


(30)

(9) Periksa setiap pengangkutan produk KO selain sebagaimana disebut pada angka (7) serta produk olahan HHBK, dan teliti apakah menggunakan Nota Perusahaan penjual/pengirim.

(10) Periksa setiap pengangkutan arang kayu yang berasal dari industri pengolahan yang akan diangkut ke sentra industri atau tempat pengumpulan, dan teliti apakah telah menggunakan dokumen FA-KO.

(11) Periksa dan teliti apakah setiap pengangkutan kayu hasil lelang temuan, sitaan atau rampasan telah disertai bersama-sama dengan Surat Angkutan Lelang yang diterbitkan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota setempat dengan menggunakan blanko model DKB. 402.

(12) Periksa apakah penggunaan dokumen SKSKB, FA-KB, FA-KO, dan FA-HHBK sebagaimana dimaksud pada angka (1), hanya berlaku untuk :

a. 1 (satu) kali penggunaan; b. 1 (satu) pemilik;

c. 1 (satu) jenis komoditas hasil hutan; d. 1 (satu) alat angkut; dan

e. 1 (satu) tujuan pengangkutan.

(13) Teliti dokumen alat angkut yang digunakan untuk mengangkut hasil hutan dengan lebih dari satu dokumen angkutan.

(14) Periksa, apakah dalam hal pengangkutan KO menggunakan beberapa peti kemas dalam satu alat angkut sebagaimana dimaksud pada angka (12) huruf d, masing-masing setiap peti kemas sudah dilengkapi dengan dokumen FA-KO.

(15) Periksa dan teliti apakah penggunaan 1 (satu) alat angkut yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud angka (12) huruf d, masih berlaku bagi pengangkutan yang mengalami transit dan perubahan alat angkut.

(16) Periksa dan teliti apakah dalam hal KB diolah di dalam kawasan hutan produksi dalam rangka efisiensi pemanfaatan dan pengangkutan bahan baku, pelaksanaan administrasi pengangkutannya diatur secara teknis oleh Direktur Jenderal.

(17) Periksa dan teliti apakah KO yang berasal dari kegiatan pengolahan dengan perizinan yang sah sebagaimana dimaksud angka (16) hanya dapat diangkut dengan tujuan Industri Primer Hasil Hutan Kayu/Industri Terpadu yang merupakan group dengan asal kayu olahan tersebut.


(31)

(18) Periksa dan teliti apakah pengangkutan KO sebagaimana dimaksud angka (17) telah menggunakan dokumen FAKO atas nama Industri Primer Hasil Hutan Kayu/Industri Terpadu yang bersangkutan.

(19) Periksa dan teliti apakah penggunaan FA-KO untuk KO sebagaimana dimaksud pada angka (18) dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Direktur Jenderal. (20) Periksa dan teliti apakah pengangkutan KB dari areal IUPHHK Alam, yang karena

sesuatu hal menjadi tidak efisien bila menggunakan SKSKB, yang disebabkan hambatan faktor alam atau hambatan lainnya, cek apakah pengangkutannya telah diatur secara khusus oleh Dinas Provinsi, dengan menggunakan dokumen FA-KB. (21) Periksa, apakah pengaturan pengangkutan sebagaimana dimaksud angka (20),

diberlakukan terhadap :

a. Pengangkutan yang dilakukan secara mekanis seperti antara lain yang diakibatkan oleh surutnya air sungai;

b. Kapal Pengangkut utama tidak dapat merapat ke tempat pemuatan/TPK sehingga proses pemuatan KB dilakukan secara bertahap atau memerlukan waktu lebih dari 1 hari.

(22) Periksa apakah petugas yang ditempatkan telah berkualifikasi sebagai PHH/PPHH (Penguji Hasil Hutan maupun Pengawas Penguji Hasil Hutan).

b) Prosedur Pengangkutan

(1) Tata Cara Penerbitan SKSKB

a. Periksa dalam setiap penerbitan SKSKB, dan teliti apakah pemohon mengajukan permohonan penerbitan SKSKB kepada P2SKSKB dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

b. Periksa dan teliti apakah KB yang akan diangkut sebagaimana dimaksud huruf (a) telah berasal dari LHP-KB yang telah disahkan dan telah dibayar lunas PSDH dan DR-nya.

c. Periksa permohonan penerbitan SKSKB sebagaimana dimaksud pada angka (1), dan teliti apakah telah dilampiri :

1. Persediaan/stock KB pada saat pengajuan permohonan; 2. Bukti pelunasan PSDH dan DR

3. Daftar Kayu Bulat (DKB); 4. Identitas pemohon;

d. Periksa dan teliti apakah ketentuan pembuatan DKB sebagaimana dimaksud pada huruf (c) yang merupakan lampiran SKSKB, ditetapkan sebagai berikut :


(32)

1. Pengisian DKB dilakukan dengan memindahkan data berupa nomor dan tanggal LHP-KB, nomor batang, kelompok jenis kayu, ukuran dan volume KB dari LHP-KB yang telah disahkan dan dibayar lunas PSDH dan DR-nya ke dalam DKB dengan menggunakan blanko model DKA 104a

2. Pengisian DKB dilakukan dengan menggunakan mesin ketik; 3. DKB dibuat oleh pemegang izin/pemilik KB yang bersangkutan;

4. DKB dibuat 7 (tujuh) rangkap dan mengikuti peruntukan sesuai dokumen SKSKB.

5. DKB diperiksa dan disahkan oleh P2SKSKB dan dipakai sebagai dasar penerbitan SKSKB.

e. Periksa dan teliti apakah dalam penomoran sebagaimana dimaksud pada huruf (d) angka 1, apabila terjadi pemotongan dari satu batang menjadi dua batang atau lebih, maka penomoran potongan KB dalam pengisian DKB harus sama dengan nomor batang pada LHP-KB dengan menambahkan huruf A, B, dan seterusnya, demikian pula penomoran serta penandaan pada fisik potongan KB harus sesuai dengan perubahan tersebut.

f. Periksa apakah tata cara penerbitan SKSKB dilaksanakan sesuai dengan : 1. selambat-lambatnya 1 (satu) hari setelah menerima permohonan penerbitan

SKSKB, P2SKSKB wajib melakukan pemeriksaan administrasi dan fisik KB dan dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan sesuai tata cara pada Lampiran III; 2. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, P2SKSKB wajib melakukan

pemeriksaan administrasi untuk memastikan bahwa kayu bulat yang akan diangkut berasal dari LHP-KB yang telah disahkan dan dibayar lunas PSDH dan DR.

3. Dalam pemeriksaan fisik KB, P2SKSKB dibantu oleh 1 (satu) orang atau lebih, yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman dibidang pengukuran dan pengujian;

4. Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan fisik KB sebagaimana dimaksud angka 1, apabila dinyatakan benar, maka P2SKSKB segera menandatangani DKB dan menerbitkan SKSKB, yang dilakukan di lokasi/tempat KB akan diangkut.

5. Pengisian kolom Hasil Hutan pada SKSKB oleh P2SKSKB didasarkan atas rekapitulasi DKB.


(33)

(2) Tata Cara Penerbitan FA-KB Untuk KB di TPK-Antara

a. Periksa penerbitan FA-KB untuk angkutan lanjutan dari TPK Antara, dan teliti apakah dilakukan di TPK Antara oleh Penerbit FA-KB.

b. Periksa TPK Antara sebagaimana dimaksud pada huruf (a) adalah TPK Antara yang telah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Kabupaten/Kota setempat dan teliti apakah berdasarkan usulan perusahaan pemilik TPK Antara.

c. Periksa penetapan TPK Antara berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan salinan keputusan penetapan tersebut disampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi dan Kepala Balai, dan teliti apakah selanjutnya dapat diperpanjang setelah mempertimbangkan akuntabilitas yang dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten/Kota. d. Periksa dalam penerbitan FA-KB sebagaimana dimaksud huruf (a) dan teliti

apakah telah dilampiri DKB-FA.

e. Tata cara pengisian DKB-FA, adalah sebagai berikut :

1. Periksa dan teliti apakah pengisian DKB-FA dilakukan oleh Penerbit FA-KB dengan memindahkan data identitas KB yang akan diangkut berupa nomor dan tanggal LHP-KB, nomor batang, kelompok jenis kayu, ukuran dan volume kayu bulat dari SKSKB/DKB atau FA-KB/FA sebelumnya ke dalam DKB-FA dengan menggunakan blanko model DKA 104b.

2. Periksa dan teliti apakah pengisian DKB-FA dilakukan dengan menggunakan mesin ketik;

3. Periksa dalam hal terjadi perubahan fisik KB karena adanya pemotongan batang, dan teliti apakah penomoran pada fisik KB mengikuti ketentuan bagian 3) huruf a) poin (1) huruf (f), sehingga pengisian data pada DKB-FA menyesuaikan penomoran yang baru.

4. Periksa dan teliti apakah DKB-FA dibuat 5 (lima) rangkap dan mengikuti peruntukan sesuai dokumen FA-KB.

f. Periksa dan teliti apakah berdasarkan DKB-FA sebagaimana dimaksud pada huruf (e), Penerbit FA-KB menerbitkan FA-KB.

(3) Tatacara Penerbitan FA-KB untuk KBK dari Hutan Alam Di TPK Hutan dan TPK Antara

a. Periksa apakah penerbitan FA-KB untuk pengangkutan KBK yang berasal dari izin yang sah pada hutan alam negara, atau izin lainnya yang sah telah dilakukan oleh Penerbit FA-KB di TPK Hutan maupun TPK Antara (angkutan lanjutan).

b. Telita apakah penerbitan FA-KB sebagaimana dimaksud huruf (a) telah dilampiri DKBK.


(34)

c. Periksa apakah tata cara pengisian DKBK, telah dilakukan sesuai dengan : 1. Pengisian DKBK di TPK Hutan dilakukan dengan memindahkan data KBK

yang akan diangkut berupa nomor dan tanggal LHP-KBK, kelompok jenis kayu, dan volume KBK dari LHP-KBK yang telah disahkan dan telah dibayar lunas PSDH dan DR-nya ke dalam DKBK dengan menggunakan blanko model DKA 104c.

2. Pengisian DKBK di TPK Antara dilakukan dengan memindahkan data dari FA-KB sebelumnya ke dalam DFA-KBK.

3. Pengisian DKBK dilakukan dengan menggunakan mesin ketik.

4. DKBK dibuat 5 (lima) rangkap dan mengikuti peruntukan sesuai dokumen FA-KB.

d. Berdasarkan DKBK sebagaimana dimaksud pada huruf (c), periksa apakah Penerbit FA-KB telah menerbitkan FA-KB.

e. Periksa apakah pengisian FA-KB dilakukan dengan menggunakan mesin ketik. (4) Tatacara Penerbitan FA-KB Untuk Kayu Tanaman

a. Periksa dan teliti apakah penerbitan FA-KB untuk KB atau KBK yang berasal dari IUPHHK Tanaman dan Perum Perhutani dilakukan oleh Penerbit FA-KB di TPK Hutan atau TPK Perhutani.

b. Periksa penerbitan FA-KB sebagaimana dimaksud huruf (a) dan teliti apakah telah dilampiri DKB-FA untuk KB atau DKBK untuk KBK.

c. Tatacara pengisian DKB-FA/DKBK, adalah sebagai berikut:

1. Periksa dan teliti apakah pengisian DKB-FA untuk KB dilakukan dengan memindahkan data identitas KB yang akan diangkut berupa nomor dan tanggal LHP-KB, nomor batang, kelompok jenis kayu, ukuran dan volume kayu bulat dari LHP-KB yang telah disahkan dan telah dibayar lunas PSDH-nya ke dalam DKB-FA.

2. Periksa dalam hal terjadi perubahan fisik KB karena adanya pemotongan batang, dan teliti apakah penomoran pada fisik kayu mengikuti ketentuan bagian 3) huruf a) poin (1) huruf (f), sehingga pengisian data pada DKB-FA menyesuaikan penomoran yang baru.

3. Periksa pengisian DKBK untuk KBK dilakukan dengan memindahkan data KBK yang akan diangkut berupa nomor dan tanggal LHP-KBK, kelompok jenis kayu, dan volume KBK dari LHP-KBK yang telah disahkan dan teliti apakah telah dibayar lunas PSDH-nya ke dalam DKBK.


(35)

4. Periksa dan teliti apakah pengisian DKB-FA/DKBK dilakukan dengan menggunakan mesin ketik atau tulisan tangan.

5. Periksa dan teliti apakah DKB-FA/DKBK dibuat 5 (lima) rangkap dan mengikuti peruntukan sesuai dokumen FA-KB.

d. Periksa dan teliti apakah penerbitan FA-KB didasarkan atas rekapitulasi data yang tercantum dalam DKBFA/DKBK.

e. Periksa dan teliti apakah pengisian FA-KB dilakukan dengan menggunakan mesin ketik.

f. Periksa dan teliti apakah pengangkutan lanjutan bagi KB atau KBK yang berasal dari IUPHHK Tanaman dari TPK-Antara, tetap menggunakan dokumen FA-KB yang diterbitkan oleh Penerbit FAKB di TPK-Antara.

g. Periksa penerbitan FA-KB lanjutan sebagaimana dimaksud huruf (f) dan teliti apakah dilakukan dengan memindahkan data berupa kelompok jenis kayu dan Volume KB atau KBK dari FA-KB sebelumnya ke FA-KB lanjutan serta mencantumkan Nomor Seri FA-KB sebelumnya.

(5) Tata cara Penerbitan FA-HHBK

a. Periksa, apakah setiap pengangkutan HHBK baik yang berasal dari IPHHBK maupun dari Perum Perhutani, telah dilengkapi bersama-sama dengan FA-HHBK yang diterbitkan oleh Penerbit.

b. Periksa, dan teliti apakah dalam penerbitan FA-HHBK sebagaimana dimaksud huruf (a) telah dilampiri DHHBK.

c. Periksa, apakah tatacara pengisian DHHBK, telah dilakukan sesuai :

1. Pengisian DHHBK dilakukan dengan memasukkan data berupa nomor dan tanggal LP-HHBK, jenis HHBK serta jumlah sesuai satuan yang digunakan, sesuai LP-HHBK yang telah disahkan dan telah dibayar lunas PSDH-nya ke dalam DHHBK dengan menggunakan blanko model DKA.104d.

2. Pengisian DHHBK dapat dilakukan dengan tulisan tangan;

3. DHHBK dibuat 5 (lima) rangkap dan mengikuti peruntukan sesuai dokumen FAHHBK.

d. Periksa apakah penerbitan FA-HHBK didasarkan atas rekapitulasi data yang tercantum dalam DHHBK.

e. Teliti apakah pengisian FA-HHBK telah dilakukan dengan tulisan tangan.

f. Periksa dokumen pengangkutan HHBK lanjutan, apakah tetap menggunakan dokumen FA-HHBK milik pemegang izin yang bersangkutan, dan teliti data berupa jenis dan jumlah HHBK dari FA-HHBK sebelumnya apakah telah dipindahkan ke dalam FA-HHBK dan mencantumkan Nomor Seri FA-HHBK sebelumnya.


(36)

(6) Tatacara Penerbitan FA-KO

a. Periksa dan teliti apakah penerbitan FA-KO dilakukan oleh Penerbit FA-KO di industri pengolahan kayu yang sah dan Tempat Penampungan yang terdaftar. b. Periksa penerbitan FA-KO untuk produk KO dari industri milik Perum Perhutani, dan

teliti apakah dilakukan oleh petugas Perum Perhutani.

c. Periksa dan teliti apakah sebelum menerbitkan FA-KO atas KO yang akan diangkut, penerbit FA-KO telah melakukan pengukuran fisik KO sesuai metode pengukuran yang berlaku.

d. Periksa dan teliti apakah hasil pengukuran sebagaimana dimaksud huruf (c) dimasukkan ke dalam Daftar Pengukuran Kayu Olahan menggunakan blanko model DKB.201d.

e. Periksa berdasarkan hasil pengukuran sebagaimana dimaksud pada huruf (d), dan teliti apakah Penerbit FA-KO membuat DKO yang merupakan lampiran FA-KO, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Menuangkan hasil pengukuran tersebut kedalam DKO dengan menggunakan blanko model DKA.104e.

2. Pengisian DKO dilakukan dengan menggunakan mesin ketik;

3. DKO dibuat 5 (lima) rangkap dan mengikuti peruntukan sesuai dokumen FA-KO. f. Periksa berdasarkan DKO sebagaimana dimaksud pada huruf (e), dan teliti apakah

Penerbit FA-KO menerbitkan FA-KO.

(7) Penggunaan Blanko FA-KB, FA-HHBK, dan FA-KO

(1) Periksa dan teliti apakah penerbitan FA-KB untuk pengangkutan KB atau KBK lanjutan dari TPK-Antara milik IUPHHK/IPK, menggunakan blanko FA-KB milik IUPHHK/IPK yang bersangkutan, sedangkan dari TPK-Antara milik selain IUPHHK/IPK, menggunakan blanko FA-KB milik perusahaan industri yang akan menerima KB yang bersangkutan.

(2) Periksa, apakah penerbitan FA-KB untuk pengangkutan KBK dari hutan alam, menggunakan blanko FA-KB milik perusahaan pemegang izin yang bersangkutan. (3) Periksa dan teliti apakah penerbitan FA-KB untuk pengangkutan KBK dari hutan

alam untuk tujuan industri chip dan atau pulp, menggunakan blanko FA-KB milik perusahaan industri chip dan atau pulp yang bersangkutan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Direktur Jenderal.

(4) Periksa, apakah penerbitan FA-KB untuk pengangkutan KB atau KBK dari hutan tanaman, menggunakan blanko FA-KB milik perusahaan pemegang izin yang bersangkutan.


(37)

(5) Teliti, apakah pengangkutan KB atau KBK yang berasal dari IUPHHK Tanaman dengan tujuan industri serpih/chips atau industri pulp yang berada di luar wilayah provinsi, dalam penggunaan FA-KB dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Direktur Jenderal.

(6) Periksa, apakah penerbitan FA-KB untuk pengangkutan KB atau KBK produksi Perum Perhutani, telah menggunakan blanko FA-KB milik Perum Perhutani.

(7) Teliti, apakah penerbitan FA-HHBK untuk pengangkutan HHBK dari hutan alam, menggunakan blanko FA-HHBK milik pemegang izin yang bersangkutan.

(8) Periksa, apakah dalam penerbitan FA-HHBK untuk pengangkutan HHBK produksi Perum Perhutani, menggunakan blanko FA-HHBK milik Perum Perhutani.

(9) Teliti, apakah penerbitan FA-KO untuk pengangkutan KO dari industri atau tempat penampungan KO, telah menggunakan blanko FA-KO milik perusahaan industri atau milik Perusahaan Penampung Terdaftar.

(10) Periksa, apakah perusahaan Penampung Terdaftar sebagaimana dimaksud huruf (i) adalah perusahaan yang melakukan kegiatan sebagai penampung KO yang telah mendaftarkan perusahaan dan tempat/lokasi penampungannya kepada Dinas Kabupaten/Kota dan telah memperoleh pengakuan sebagai Perusahaan Penampung Terdaftar.

(8) Pengangkatan Penerbit FA-KB/FA-HHBK/FA-KO

(1) Periksa dan teliti apakah Penerbit FA-KB di TPK Hutan Alam atau TPK Hutan Tanaman adalah petugas perusahaan pemegang izin yang ditetapkan oleh Kepala Balai setempat berdasarkan usulan dari Pimpinan perusahaan.

(2) Periksa dan teliti apakah Penerbit FA-KB untuk pengangkutan lanjutan dari TPK Antara adalah petugas dari perusahaan pemilik TPK-Antara, yang pengangkatannya ditetapkan oleh Kepala Balai setempat berdasarkan usulan perusahaan pemilik TPK Antara.

(3) Periksa dan teliti apakah Penerbit FA-HHBK adalah petugas perusahaan pengumpul yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota berdasarkan usulan pimpinan perusahaan pengumpul yang bersangkutan, sedangkan untuk Perum Perhutani FA-HHBK diterbitkan oleh Petugas Perum Perhutani yang ditetapkan oleh Kepala Unit. (4) Periksa dan teliti apakah Penerbit FA-KO adalah petugas industri atau perusahaan

penampung terdaftar kayu olahan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi berdasarkan usulan dari pimpinan perusahaan yang bersangkutan.

(5) Periksa persyaratan untuk diangkat menjadi Penerbit FA-KB/FA-HHBK/FA-KO, dan teliti apakah pimpinan perusahaan telah mengusulkan nama-nama calon dengan melampirkan :


(38)

1. Copy sertifikat dan Kartu Penguji (KP) yang masih berlaku; 2. Lokasi/wilayah kerja penugasan dan specimen tanda tangan;

(6) Periksa dan teliti apakah Keputusan Pengangkatan Penerbit FA-KB/FA-HHBK/FA-KO dengan penetapan nomor register oleh Kepala Balai untuk masing-masing penerbit dan disampaikan kepada perusahaan pemilik hasil hutan dengan tembusan Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan penerbit yang bersangkutan.

(7) Periksa dan teliti apakah pemberian nomor register sebagaimana dimaksud pada huruf (f) dilakukan dengan cara memberi nomor urut register, kode provinsi, kode kabupaten/kota, Jenis Dokumen Angkutan, kependekan nama penerbit dan kependekan nama komoditas hasil hutan, dengan contoh sebagai berikut :

Nomor register Penerbit FA-KB di Provinsi Sumatera Utara : 005/02/0203/FA-KB-Hsn/KBK, dengan penjelasan :

005 = Nomor urut register

02 = Kode provinsi Sumatera Utara 0203 = Kode Kabupaten Langkat FA-KB = Jenis dokumen angkutan

Amr = Kependekan nama penerbit FA-KBK a.n. Amir KBK = Kependekan nama sortimen Kayu Bulat Kecil.

(8) Periksa apakah petugas yang ditempatkan telah berkualifikasi sebagai PHH/PPHH (Penguji Hasil Hutan maupun Pengawas Penguji Hasil Hutan).

c) Ketentuan Penggunaan Dokumen

(1) Masa Berlaku dan Peruntukan Dokumen

a. Periksa, apakah masa berlaku dokumen SKSKB/FA-KB/FA-HHBK/FA-KO telah ditentukan oleh penerbit dokumen dengan mempertimbangkan waktu tempuh normal.

b. Teliti dan periksa, apakah Pengisian tanggal mulai berlakunya dokumen SKSKB/FA-KB/FA-HHBK/FA-KO sesuai dengan tanggal penandatanganan/ penerbitan dokumen oleh Penerbit Dokumen.

c. Periksa, apakah SKSKB dibuat 7 (tujuh) rangkap, dan teliti peruntukannya apakah sudah sesuai dengan berikut ini :


(39)

1. Lembar ke-1 dan ke-2

Lembar ke-1 dan ke-2 bersama-sama KB yang diangkut. Setelah sampai di tempat tujuan dan diperiksa oleh P3KB, lembar ke-1 disampaikan ke Dinas Kabupaten/Kota dan diteruskan Ke Dinas Provinsi setempat. Lembar ke-2 menjadi arsip penerima KB.

Berdasarkan SKSKB lembar ke-1 dan atau lembar ke-4, Dinas Provinsi selanjutnya membuat rekapitulasi SKSKB yang masuk dan diterima di wilayah provinsi untuk diinformasikan kepada Dinas Provinsi asal kayu bulat;

2. Lembar ke-3

Lembar ke-3 untuk Kepala Balai di tempat asal KB; Atas lembar ke-3 yang diterima, Balai melakukan penelaahan dengan melakukan cek silang dengan SKSKB lembar ke-7 dan laporan penggunaan SKSKB yang ada di Dinas Provinsi asal KB. Hasil telaahan selanjutnya dilaporkan kepada Kepala Dinas Provinsi bersangkutan dan Direktur Jenderal;

3. Lembar ke-4

Lembar ke-4 untuk Kepala Dinas Provinsi tujuan pengangkutan, dan digunakan untuk bahan pengecekan dengan lembar ke-1 yang diterima, dan terhadap SKSKB lembar ke-4 setiap bulan dibuat rekapitulasinya untuk disampaikan kepada Dinas Provinsi asal KB;

4. Lembar ke-5

Untuk arsip P2SKSKB tempat asal KB dan digunakan sebagai dasar pembuatan laporan penggunaan SKSKB.

5. Lembar ke-6

Lembar ke-6 untuk arsip perusahaan yang menggunakan SKSKB di tempat asal KB.

6. Lembar ke-7

Lembar ke-7 untuk Kepala Dinas Provinsi asal KB, dan digunakan sebagai dasar untuk cek silang dengan laporan penggunaan/penerbitan SKSKB dari P2SKSKB dan rekapitulasi penerimaan SKSKB lembar ke-4 yang dibuat oleh Kepala Dinas Provinsi tujuan pengangkutan KB.

d. Teliti, apakah FA-KB/FA-HHBK/FA-KO dibuat 5 (lima) rangkap, dan cek dengan peruntukan sebagai berikut :


(1)

(2) Periksa apakah jumlah dan kualifikasi tenaga penyelenggaraan diklat (pejabat struktural/non struktural dan fungsional) telah sesuai kebutuhan, kalau belum apa yang dilakukan.

(3) Periksa apakah Institusi Diklat Kehutanan melakukan pembinaan dan pengembangan tenaga penyelenggaraan diklat.

(4) Periksa apakah pengadaan, pengelola/penatausahaan sarpras telah dilakukan dengan benar sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan.

(5) Periksa apakah pelaksanaan pengajaran telah sesuai dengan kurikulum/silabus/modul/GBPP/SAP.

(6) Periksa apakah tenaga pengajar yang ditunjuk telah mempunyai kompetensi/syarat-syarat sesuai ketentuan yang berlaku.

(7) Periksa apakah alat bantu pembelajaran sesuai persyaratan/standar yang telah ditetapkan.

c) Monitoring dan Evaluasi Pengembangan Kelembagaan

(1) Periksa apakah Institusi Diklat Kehutanan telah melakukan evaluasi terhadap proses akreditasi sebagai lembaga diklat PNS.

(2) Periksa apakah lembaga diklat melakukan evaluasi terhadap kurikulum, silabus, modul, GBPP dan SAP untuk bahan penyempurnaan.

(3) Periksa apakah Pusat Diklat Kehutanan melekukan evaluasi terhadap metodologi pelaksanaan diklat.

(4) Periksa apakah pelaksanaan pengembangan tenaga kediklatan telah dievaluasi secara berkala.

(5) Periksa apakah hasil evaluasi dipergunakan sebagai dasar untuk penyempurnaan pengembangan tenaga kediklatan.

(6) Periksa apakah pemanfaatan sarana dan prasarana yang ada telah mendukung terselenggaranya diklat secara optimal.

3.

Penyuluhan Kehutanan

1) Kelembagaan Penyuluhan Kehutanan

a) Organisasi

(1) Periksa apakah organisasi penyuluhan kehutanan ditingkat Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten dan Kecamatan telah ditetapkan.


(2)

Ditetapkan dengan Keputusan siapa dan apakah organisasi tersebut telah sesuai dengan ketentuan.

(2) Periksa struktur organisasi dan uraian tugas pokok dan fungsi dari masing-masing unit kerja.

(3) Periksa apakah organisasi tersebut didukung oleh sumber daya (tenaga, dana, sarana dan prasarana) yang memadai.

b) Tenaga Fungsional Penyuluh Kehutanan

(1) Periksa apakah para penyuluh kehutanan mempunyai kompetensi sebagai penyuluh kehutanan.

(2) Periksa apakah para penyuluh kehutanan tersebut memiliki wilayah kerja yang jelas dan apakah telah di tetapkan dengan Keputusan pejabat yang berwenang. (3) Periksa apakah para penyuluh telah membuat rencana kerja penyuluhan dan

apa sasarannya.

(4) Periksa apakah penyuluh telah menerima gaji/tunjangan fungsional sesuai dengan ketentuan.

(5) Periksa apakah para penyuluh kehutanan melaksanakan tugas untuk memberdayakan masyarakat melalui kegiatan penguatan kelembagaan dan melaksanakan pendampingan.

(6) Periksa apakah dalam melaksanakan penyuluhan disediakan biaya operasional, sarana dan prasarana yang memadai.

c) Tim Penilai Angka Kredit (TPAK)

(1) Periksa apakah TPAK telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Periksa apakah susunan TPAK terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Anggota, serta dibantu Tim Sekretariat.

(3) Periksa apakah tugas TPAK sesuai dengan ketentuan yang berlaku. d) Kebijakan dan Peraturan Penyuluhan Kehutanan

(1) Periksa apakah sudah ada kebijakan Menteri Kehutanan tentang kriteria dan standar penyuluhan kehutanan.

(2) Periksa apakah sudah ada kebijakan Gubernur tentang pedoman penyelenggaraan penyuluhan kehutanan.

(3) Periksa apakah sudah ada kebijakan Bupati / Walikota tentang petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan penyuluhan kehutanan di wilayahnya..


(3)

e) Kelembagaan Penyuluhan Non Pemerintah

(1) Periksa apakah Lembaga Organisasi Non Pemerintah yang bergerak di bidang kehutanan telah mempunyai tugas pokok dan fungsi mengenai penyuluhan kehutanan.

(2) Periksa apakah telah terbentuk Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) sebagai tenaga pendamping masyarakat, jika ya apa dampaknya.

2) Perencanaan Penyuluhan Kehutanan

a) Rencana jangka menengah

(1) Pemeriksa apakah rencana jangka menengah penyuluhan kehutanan (5 tahun) telah dibuat dan apakah memuat permasalahan penyuluhan, keadaan penyuluhan yang diharapkan, visi dan misi, kebijakan strategi dan program yang akan dilaksanakan.

(2) Periksa apakah rencana jangka menengah yang telah disusun dan disahkan oleh instansi yang menangani penyuluhan kehutanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b) Rencana Tahunan Penyuluhan Kehutanan (RTPK)

(1) Periksa apakah RTPK memuat uraian tentang keadaan dan permasalahan, penyuluhan saat ini, keadaan yang diinginkan, evaluasi kegiatan tahun sebelumnya, program dan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan, serta rencana penyelenggaraan.

(2) Periksa apakah RTPK tersebut disusun dan di disahkan oleh instansi yang menangani penyuluhan kehutanan di Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai standar dan prosedur yang ditetapkan. c) Programa Penyuluhan Kehutanan

(1) Periksa apakah Programa Penyuluhan Kehutanan telah di susun dan memuat keadaan penyuluhan saat ini, tujuan yang ingin dicapai, permasalahan yang dihadapi dalam mencapai tujuan, dan alternatif kegiatan penyuluhan untuk memecahkan masalah di wilayah kerjanya.

(2) Periksa apakah Programa Penyuluhan Kehutanan tersebut, telah disusun dan disahkan sesuai standar dan prosedur yang ditetapkan.


(4)

d) Rencana Kerja Penyuluh (RKP)

(1) Periksa apakah RKP (jangka waktu 1 tahun) memuat tentang permasalahan, potensi dan kebutuhan masyarakat sasaran, tujuan yang ingin dicapai, rencana kegiatan dan jadwal waktu pelaksanaan kegiatan.

(2) Periksa apakah RKP telah disusun dan disahkan sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan.

(3) Periksa apakah RKP dapat dijadikan sebagai Rencana Pengumpulan Angka Kredit (RPAK) bagi penyuluh yang bersangkutan.

3) Pelaksanaan Penyuluhan Kehutanan

a) Komunikasi dan Informasi Penyuluhan Berkembang (1) Komunikasi Penyuluhan Berkembang

Periksa apakah dalam melakukan penyuluhan dengan metode tatap muka, diskusi kelompok, seminar sarasehan, temu lapangan, temu karya, temu usaha, temu wicara dan kampanye telah dilaksanakan secara efektif.

(2) Penyebaran Informasi

(a) Periksa apakah penyebaran informasi yang dilakukan melalui media cetak antara lain melalui Bookleat, leaflet, Folder, brosur, poster, majalah, buletin, koran dan tabloit, telah dilaksanakan secara efektif dan efisien..

(b) Periksa apakahpenyebarluasan informasi melalui media elektronik antara lain siaran radio, siaran TV, film layar lebar, internet, dan VCD, telah dilaksanakan secara efektif dan efisisen.

b) Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pembangunan Kehutanan (1) Kelembagaan masyarakat terbentuk

(a) Periksa apakah kelompok masyarakat telah dapat mendukung pembangunan kehutanan (aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan). (b) Periksa apakah kelompok telah memiliki organisasi dan aturan yang

mendukung pembangunan kehutanan.

(c) Periksa apakah kelompok yang telah terbentuk telah diakui oleh masyarakat, instansi lokal dan pemerintah setempat.

(2) Kelembagaan masyarakat kuat

(a) Periksa apakah kapasitas kelompok masyarakat meningkat untuk melaksanakan pembangunan kehutanan yang meliputi (aspek ekonomi, sosial dan lingkungan).


(5)

(b) Periksa apakah kelompok masyarakat telah melibatkan masyarakat sekitarnya dalam melaksanakan pembangunan kehutanan (membangun kelompok bersama).

(c) Periksa apakah dalam kelembagaan masyarakat telah dapat menjalin kemitraan untuk menguatkan kelompok bersama.

(3) Kelembagaan masyarakat berkembang

(a) Periksa apakah kelembagaan masyarakat telah membentuk kemandirian kelompok masyarakat.

(b) Periksa apakah dalam kelembagaan masyarakat tersebut telah dapat meningkatkan produktivitas kerja kelompok masyarakat.

(c) Periksa apakah kelembagaan masyarakat yang telah dibentuk tersebut telah dapat memberikan akses kepada anggota kelompok dan masyarakat, .

(d) Periksa apakah kelembagaan masyarakat berkembang telah dapat menjalin kemitraan untuk meningkatkan produktivitas kelompok bersama.

(4) Alih ketrampilan (Pelatihan Masyarakat)

(a) Periksa apakah dalam alih ketrampilan pelatihan masyarakat telah terlatih. (b) Periksa apakah didalam melakukan alih ketrampilan tersebut telah

didukung dengan kurikulum dan silabus yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang mendukung pembangunan kehutanan.

(c) Periksa apakah dalam melaksanakan alih ketrampilan tersebut didukung oleh tenaga pelatih/pembimbing yang professional.

(5) Kelompok Usaha Produktif (KUP)

(a) Periksa apakah KUP telah dapat mengembangkan usaha produktif (sosial, ekonomi dan lingkungan).

(b) Periksa apakah KUP tersebut telah dapat memberikan akses kepada kelompok dan masyarakat.

(c) Periksa apakah KUP telah menjalin kemitraan dengan institusi lokal dan dunia usaha.

(6) Penyuluhan Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM)

(a) Periksa apakah PKSM berasal dari anggota masyarakat setempat, telah dan mampu menggerakkan masyarakat dilihat dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.

(b) Periksa apakah PKSM tersebut telah mendapat pengakuan dari pemerintah.


(6)

(c) Periksa apakah PKSM tersebut telah membuka akses bagi kelompok tani dan masyarakat luas.

(7) Pemberdayaan Dunia Usaha

(a) Periksa apakah pemberdayaan dunia usaha telah dapat membentuk kemitraan antara dunia usaha dan KUP.

(b) Periksa apakah pemberdayaan dunia usaha telah membuka akses pemasaran dan informassi teknologi.

(c) Periksa apakah pemberdayaan dunia usaha telah dapat mengembangkan kelompok-kelompok usaha yang produktif.

4) Pengendalian Penyuluhan Kehutanan

a) Monitoring Penyuluhan Kehutanan.

(1) Periksa apakah kegiatan penyuluhan kehutanan telah dilakukan monitoring oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Kecamatan dan Penyuluh Kehutanan.

(2) Periksa materi monitoring yang dilakukan oleh Pemerintah atau aparat Penyuluh Kehutanan, apakah meliputi pelaksanaan kegiatan penyuluhan kehutanan, rencana, realisasi dan permasalahannya.

(3) Periksa apakah monitoring dilaksanakan secara periodik. b) Evaluasi Penyuluhan Kehutanan.

(1) Periksa apakah evaluasi penyuluhan kehutanan telah dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota, Pemerintah Kecamatan dan Penyuluh Kehutanan.

(2) Periksa terhadap hasil evaluasi penyuluhan kehutanan yang meliputi :

(a) Pelaksanaan penyuluhan kehutanan dengan sasaran penyuluh, tenaga penyuluh, penyelenggaraan, materi, metode dan media penyuluhan. (b) Pelaksanaan penyuluhan kehutanan tehadap efektifitas, efisiensi dan

produktifitas penyuluhan.

(c) Evaluasi dampak penyuluhan kehutanan.

(3) Periksa terhadap laporan evaluasi yang memuat uraian tentang gambaran umum program kegiatan, metode evaluasi, dan rekomendasi.