BUKU PANDUAN 8 MUSEUM BHAKTI TNI

(1)

BUKU PANDUAN

MUSEUM BHAKTI TNI

THE GUIDE BOOK OF BHAKTI TNI MUSEUM

Markas Besar Tentara Nasional Indonesia

Pusat Sejarah

Headquarters of the Indonesian National Defense Forces

Center for TNI History

BUKU P

ANDU

AN M

U

S

E

U

M

B

H

A

K

T

I T

N

I

T

H

E

G

U

ID

E

B

O

O

K

O

F

B

H

A

K

T

I T

N

I M

U

S

E

U


(2)

Kembangkan terus sayapmu demi kejayaan Tanah Air tercinta ini. Jadilah Perwira sejati dan pembela

Tanah Air.

Marsekal TNI. S. Soeryadarma

Develop and hold your wing for glory of this beloved country. Be a true oficer and defense

Motherland.


(3)

Judul/ Title : Buku Panduan Museum Bhaki TNI

The Guide Book Of Bhaki Tni Museum

Penyuning/Editor :

Arisik : Johntefon & Risman Marah ISBN :

Diterbitkan : Pusat Sejarah TNI, Jakarta Isi : xvii + 86 Halaman Ukuran : 155 mm x 210 mm

Kertas : Art Paper 100mg Cetakan : Pertama, Desember 2011


(4)

BUKU PANDUAN

MUSEUM BHAKTI TNI

THE GUIDE BOOK OF BHAKTI TNI MUSEUM

Markas Besar Tentara Nasional Indonesia

Pusat Sejarah

Headquarters of the Indonesian National Defense Forces

Center for TNI History


(5)

MARKAS BESAR TENTARA NASIONAL INDONESIA PUSAT SEJARAH

KATA SAMBUTAN KEPALA PUSAT SEJARAH TNI

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut gembira terbitnya Buku Panduan Museum Bhaki TNI. Buku ini diharapkan akan menjadi bahan informasi yang relaif lengkap bagi pengunjung mengenai isi dan materi Museum Bhaki TNI.

Museum Bhaki TNI merupakan salah satu museum dalam jajaran Pusat Sejarah TNI (Pusjarah TNI) menyajikan visualisasi berbagai kisah pengabdian TNI kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), antara lain dimaksudkan untuk memberikan informasi yang benar tentang kiprah TNI dalam ikut serta secara akif membangun tanah air tercinta. Selain itu keberadaan Museum Bhaki TNI ini juga diharapkan sebagai sarana pelestarian dan pewarisan jiwa patrioisme prajurit kepada generasi muda guna menghadapi tantangan ke depan yang lebih kompleks sehingga pada saatnya nani mereka siap dan berhasil menjalankan tugas negara yang diembannya.

Kepada im penyusun buku ini, saya sampaikan ucapan terimakasih dan selamat atas hasil karyanya, mudah-mudahan maksud dan tujuan yang terkandung dalam penyajian buku ini dapat tercapai. Akhirnya, semoga Buku Panduan Museum Bhaki TNI ini dapat memberikan kemudahan dan bermanfaat bagi kita untuk mengenal lebih dekat isi dan materi Museum Bhaki TNI.

Jakarta, Nopember 2011 Kepala Pusat Sejarah TNI

M. Rusdi Zaini Brigadir Jenderal TNI


(6)

HEADQUARTERS OF THE INDONESIAN NATIONAL MILITARY CENTER FOR TNI HISTORY ADDRESS BY CHIEF OF THE CENTER FOR INDONESIAN NATIONAL MILITARY HISTORY

With thanksgiving praise presence of Almighty God, I warmly welcome the publicaion of Bhaki TNI Museum Handbook. The book is expected to be relaively complete material informaion for visitors on the content and materials Museum of Bhaki TNI.

Bhaki TNI Museum is one museum in the ranks of TNI History Center (Pusjarah TNI) presents the visualizaion of various stories to the military service of the Republic of Indonesia (NKRI), among others, are meant to provide correct informaion about the gait TNI paricipated acively in building the homeland beloved. Besides the existence of Bhaki TNI Museum is also expected as a means of preservaion and inheritance warrior spirit of patrioism to the young generaion to face the challenges ahead are more complex so that in ime they are ready and managed to run the duty of the state was adoping.

To the drating team of this book, I would like to thank and congratulate him on his work, hopefully the intent and objecives contained in the presentaion of this book can be achieved.

Finally, hopefully Bhaki TNI Museum Handbook can provide convenience and beneicial for us to know beter the content and materials Museum of Bhaki TNI.

Jakarta, November 2011 Head of Military History

M. Rusdi Zaini Brigadier General


(7)

(8)

(9)

DAFTAR ISI

Kata Sambutan Kapusjarah TNI

(Address by the Chief of the Center for Indonesian Naional Military History) ... iv, v

Datar Isi (Contents) ... viii

DenahLokasi Museum Bhaki TNI (The Map of the Bhaki TNI Museum) ... x

Penerangan Umum (Public Informaion) ... xi

Selayang Pandang Museum Bhaki TNI (Overview) .... xiii

I. RUANG 1 : Prolog (Prologue) ... 1

a. Panji-Panji TNI (Banners TNI) b. Visi dan Misi TNI (Vision & Mission TNI) II. RUANG 2 : Operasi Militer (Military Operaion) ... 3

a. Operasi Trikora (Trikora Operaion) ... 4

b. Operasi Dwikora (Dwikora Operaion) ... 9

c. Operasi Seroja (Seroja Operaion) ... 12

III. RUANG 3 : Operasi Penumpasan Pemberontakan Bersenjata (Armed Insurgency) ... 15

a. Penumpasan Gerakan 30 September/PKI (Annihilaion of 30th September/ Indonesian Communist Party Movement) ... 16

b. Mengatasi GPK Aceh (Subjudgaing the Rebellion of Free Aceh Movement) ... 19

c. Mengatasi Kerusuhan Ambon (Overcoming Ambon Riots) ... 23

IV. RUANG 4 : Tugas-Tugas Internasional (Internaional Duies) ... 25

V. RUANG 5 : Membantu Pemerintah di Daerah (Assising the Government in Local Areas) ... 29

a. Operasi Jembatan Udara (Air Bridge Operaion) ... 32

b. Bhaki Sosial Keluarga Berencana Terpadu (Social Acivity Integrated Family Planning) ... 34

c. Bhaki Sosial TNI Membantu Korban Bencana (Social Acivity of TNI Assist Disaster Vicims) ... 35

d. Bidang Pendidikan (Educaion) ... 36

e. Penghijauan (Go Green) ... 36

f. Bhaki Sosial Bunaken (Social Service Bunaken) ... 37

g. Bhaki Sosial Latma Camar Indopura (Social Service Latma Camar Indopura) ... 38


(10)

VI. RUANG 6 : Membantu Kepolisian dalam Tugas Kamibmas

(Help the Police in Keeping Public Order and Security) ... 39

Pengamanan VVIP (Securing of the VVIP) ... 41

VII. RUANG 7 : Penanggulangan Akibat Bencana Alam (Natural Disaster Atermath Responses) ... 43

a. Banjir Bandang di Wasior (Flash Flood in Wasior) ... ... 45

b. Semburan Lumpur Lapindo (Lapindo Mudlow in Sidoarjo) ... 47

c. Gempa Bumi di Sumatera Barat (Earthquake in West Sumatera) ... 48

d. Tanah Longsor di Ciwidey (Landslide in Ciwidey, West Java) ... 50

VIII. RUANG 8 : Tugas Search and Rescue (SAR) (Search and Rescue (SAR) Duty) ... 51

IX. RUANG 9 : Pengamanan Pelayaran dan Penerbangan (Shipping and Flight Security) ... 55

X RUANG 10 : Mengamankan Wilayah Perbatasan (Secure Border Area) ... 59

XI RUANG 11 : Pencitraan TNI (Imaging TNI) ...... 63

a. Ekspedisi Mount Everest (Mount Everest Expediion) ...... 64

b. Tim Aerobaik Elang Biru (Aerobaic Team "Elang Biru") ...... 65

c. Tim Aerobaik Jupiter (Aerobaic Team "Jupiter") ...... 66

d. Tim Aerobaik Thunder (Aerobaic Team "Thunder") ...... 66

e. Sail Bunaken 2009 (Sail Bunaken) ...... 68

f. Arung Samudera 95 (Ocean Whitewater '95) ...... 70

XII. RUANG 12 : Alutsista TNI (Main Equipment and Weapon Systems of the Indonesian Naional Army) ... . 71

XIII. RUANG 13 : Peran TNI Dalam Reformasi Nasional (The Role of the Indonesian Naional Military in the Naional Reformed) ... 75


(11)

DENAH LOKASI MUSEUM BHAKTI TNI


(12)

Lokasi:

Museum Bhaki TNI berada di lokasi Markas Besar TNI , Cilangkap, Jakarta Timur

Telpon: 021 8459 5912

Email: www.sejarahtni.mil.id

Hari dan Jam Buka:

Museum Bhaki TNI dibuka untuk umum seiap hari Senin sampai Jumat mulai pukul 09.00 sampai dengan 14.00 WIB, kecuali hari

Sabtu dan Minggu Biaya Masuk:

Pengunjung Museum Bhaki TNI idak dipungut biaya (grais)

Sarana yang lain:

1. Bagi pengunjung rombongan (minimal 50 orang) disediakan tenaga pemandu (guide)

Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. 2. Tersedia fasilitas parkir, toilet

Locaion:

The Bhaki TNI Museum is located in the headquarters of the Indonesian Naional

Military, Cilangkap, East Jakarta

Phone:

021 8459 5912

Email:

www.sejarahtni.mil.id

Hours:

The Bhaki TNI Museum opened to public everyday from 08.30 to 16.00 except on

Monday

Admission:

Free of Charge

Other Faciliies:

1. English and Indonesian speaking guides are available for the group

(minimum 50 people) 2. Parking area

PENERANGAN UMUM


(13)

(14)

Indonesian Naional Army (TNI) as a power of naional defense of The Republic of

Indonesia (NKRI) shall carry out the Indonesia’s defense policy in upholding state sovereignty, defending territorial integrity, protecing the safety of the naion, running military operaions for war (Operasi Militer untuk Perang (OMP)) and military operaions other than war (Operasi Militer Selain Perang (OMSP)), and also paricipaing acively in regional and internaional peacekeeping mission. Since its birth in the revoluion era unil now, TNI has always taken a real role in building and securing NKRI from all kinds of threats, challenges, obstacles, and the exist interferences.

As an instrument of the country in defense system, TNI always and coninuously gives protecion for the existence and sovereignty of NKRI from many bad eforts of outside or inside paries who want to divide even dissolve the integrity of NKRI. At the relaively young age, TNI has been faced with threats and challenges that makes TNI becomes more mature, wise, and inally successes in managing and solving all threats and challenges so on. In the period of 1961-1962, TNI succeeded in managing Trikora Operaion where the enemy forces who want to disrupt territorial integrity of NKRI could be defeated. In the period of 1963-1966, TNI succeeded in managing Dwikora Operaion to blockade foreign forces that would disrupt the Indonesian struggle towards a beter future. Entering 1965-1968, TNI succeeded in thwaring and crushing the eforts of Indonesian Communist Party (PKI) that wanted to change the ideology and form of the state. Then in period of 1975, TNI carried out Seroja Operaion to help the people in Portuguese

Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang (OMP) dan operasi militer selain perang (OMSP), serta ikut secara akif dalam tugas perdamaian regional dan internasional. Sejak kelahirannya, pada masa revolusi hingga kini, TNI selalu mengambil peran secara nyata dalam membangun dan mengamankan NKRI dari segala macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang ada.

Sebagai alat negara di bidang pertahanan, TNI secara terus-menerus melakukan perlindungan dan bhakinya bagi eksistensi dan keberadaan NKRI dari berbagai upaya pihak tertentu baik dari luar maupun dari dalam negeri yang ingin memecah-belah bahkan membubarkan keutuhan NKRI. Di usianya yang relaif masih muda TNI sudah dihadapkan dengan ancaman dan tantangan yang justru membuat TNI menjadi lebih dewasa dan bijaksana sehingga akhirnya TNI berhasil mengatasi segala ancaman dan tantangan yang ada. Pada periode 1961-1962, TNI berhasil melaksanakan Operasi Trikora sehingga kekuatan musuh yang akan mengganggu keutuhan wilayah NKRI bisa digagalkan. Pada periode 1963-1966, TNI berhasil menggelar Operasi Dwikora guna menghalau kekuatan-kekuatan asing yang akan mengganggu jalannya perjuangan bangsa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Memasuki tahun 1965-1968, TNI berhasil menggagalkan dan menumpas

upaya-SELAYANG PANDANG MUSEUM BHAKTI TNI


(15)

Timor who wanted to join with NKRI. Besides conducted the military operaions, TNI also conducted an armed movement crackdown carried out by a group of ciizens who act against the legiimate government of Indonesia. In 1995-1996, TNI carried out operaions to free hostages in Mapanduma. Prior to the tsunami in 2004, TNI conducted marial law in the territory of Aceh Special Region.

Besides military operaions inside of the country, TNI also acively and coninuously carried out internaional assignments. Those are not only as evidence of internaional recogniion for the existence of TNI, but also as the implementaion of mandate in The Opening of The State Consituion 1945, which is “paricipaing in the establishment peace of world”. The implementaion of this internaional assignment began since the sending of the irst Garuda Coningent (Konga I) to Egypt in 1957 unil recently (2011) TNI has sent the thirty third Garuda Coningent (Konga XXXIII).

upaya Partai Komunis Indonesia (PKI) yang akan merubah ideologi dan bentuk negara. Memasuki periode 1975, TNI melaksanakan Operasi Seroja guna membantu rakyat di Timor Portugis yang ingin bergabung dengan NKRI. Selain melaksanakan tugas operasi militer, TNI juga melaksanakan penumpasan gerakan bersenjata yang dilakukan oleh sekelompok warga negara yang berindak melawan pemerintahan Republik Indonesia (RI) yang sah. Pada tahun 1995-1996, TNI melaksanakan Operasi Pembebasan Sandera di Mapanduma. Sebelum terjadi Tsunami tahun 2004 TNI melaksanakan Darurat Militer di wilayah Daerah Isimewa Aceh.

Selain tugas operasi militer di dalam negeri TNI juga secara akif dan terus-menerus melaksanakan tugas-tugas internasional. Tugas-tugas internasional yang diemban TNI, selain sebagai buki kepercayaan dunia Internasional terhadap keberadaan TNI juga merupakan pelaksanaan amanat dari pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yakni “ikut serta melaksanakan keteriban dunia”. Pelaksanaan tugas-tugas


(16)

As the implementaion of basic duty that has been mandated in the law of Indonesia number 34 year 2004, TNI conducts job of assising local governments in developing and advancing infrastructure in the region of Indonesia as well as in health, educaion and social welfare. Those duies are realized with the special programs that coninuously executed by TNI such as Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD) which conducted by Army, Suryabhaskara Jaya which conducted by Navy, and the Pelangi Nusantara which conducted by Air Force.

The duty in assising the Indonesian Police for security and public order is implemented in the form of mass riots tackling, demonstraions security, and terrorism prevenion eforts. VVIP security duty is performed by securing the President and his family as well as Vice President and his family. The natural disaster miigaion jobs are performed by forming a task force which directly deployed in disaster area such as landslides, loods, volcanic erupion, earthquakes, forest ires, and tsunami.

Search and Rescue (SAR) operaion is conducted in order to help the vicims of accidents from land, sea and the air. Shipping and aviaion security duies are carried out to prevent the eforts of certain groups who want to make endanger of safety life, goods, or natural resources. The acions are by doing piracy countermeasures ships and aircrat, the prevenion of illegal logging, illegal ishing, and illegal mining. Meanwhile the task in securing border area and vital objects are implemented by forming a task force who immediately deployed in border areas and naional vital objects.

Besides military operaions of war and military operaions other than war, TNI also carries out adventurous expediion aciviies in order to obtain new data and experience that will

internasional TNI diawali sejak pengiriman Koningen Garuda (Konga) I ke Mesir pada tahun 1957 dan sampai saat kini (2011)TNI telah mengirimkan Koningen Garuda ke XXXIII. Sebagai pelaksanaan tugas pokok yang telah diamanatkan dalam Undang-undang (UU) RI Nomor 34 tahun 2004, TNI melaksanakan tugas membantu pemerintah di daerah dalam membangun dan memajukan sarana dan prasarana di daerah ataupun dalam bidang kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial. Tugas membantu pemerintah di daerah ini direalisasikan dengan pelaksanaan program-program khusus dan terus menerus dilaksanakan oleh TNI seperi TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) yang dilaksanakan TNI AD, Suryabhaskara Jaya dilaksanakan TNI AL dan Pelangi Nusantara yang dilaksanakan TNI AU. Pelaksanaan tugas membantu Kepolisian dalam tugas keamanan dan keteriban masyarakat diimplementasikan dalam bentuk bantuan TNI dalam penanggulangan kerusuhan massa, pengamanan demontrasi, dan usaha pencegahan terorisme. Tugas Pengamanan VVIP dilaksanakan dengan melakukan pengamanan Presiden dan keluarganya serta Wakil Presiden dan keluarganya. Sedangkan tugas penanggulangan akibat bencana alam dilaksanakan dengan membentuk satuan tugas kemanusiaan yang langsung diterjunkan di daerah yang terimpa bencana baik bencana alam tanah longsor, banjir, gunung meletus, gempa bumi, kebakaran hutan dan tsunami. Pelaksanaan tugas Search and Rescue (SAR) dilakukan dalam rangka pertolongan kecelakaan lalu lintas di darat, laut, dan udara. Tugas pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajak, perampok dan penyelundupan dilaksanakan dalam rangka pencegahan terhadap usaha-usaha kelompok tertentu untuk melakukan indakan-indakan yang dapat membahayakan keselamatan


(17)

greatly useful for the future. The examples of those expediions are Mount Everest Expediion, Arung Samudera 95, Sail Bunaken 2009, Elang Biru Aerobaics, and Bukit Barisan Expediion.

During its jobs, TNI has been equipped by the main weaponry system (defense equipment) from the domesic and abroad. Historically TNI’s defense equipment faced various condiions such as very simple condiion where the main weaponry system only relies on the war relics from Japan and the Netherlands. TNI has ever faced a very proud condiion in 1962, where the main weaponry system was the largest and most modern weaponry in Southeast Asia. Unil now the condiions of TNI defense equipments dynamically changing along with the inancial capacity of Indonesia. The era of reformaion was blowing hard into all sectors of naional living in the end of 1998. In line with that, TNI also arranged a reposiion for its jobs and duies in the naional living. The TNI’s reposiioning is possible for TNI as an instrument of the country in defense system accordance with Law Number 34 Year 2004.

jiwa ataupun kerugian material dan kekayaan negara seperi penanggulangan pembajakan kapal laut dan pesawat udara, pencegahan illegal logging, illegal ishing, dan illegal minning. Sedangkan tugas mengamankan wilayah perbatasan dan objek vital

dilaksanakan dengan membentuk satuan tugas yang langsung diterjunkan di wilayah-wilayah perbatasan dan objek-objek vital nasional. Selain melaksanakan OMP dan OMSP, TNI juga melaksanakan Ekspedisi yaitu kegiatan yang bersifat petualangan guna mendapatkan data atau pengalaman baru yang akan sangat bermanfaat bagi pelaksanaan tugas di masa depan. Ekspedisi-ekspedisi yang dilaksanakan TNI antara lain: Ekspedisi Mount Everest, Arung Samudera 95, Sail Bunaken 2009, Aerobaik Elang Biru, dan Ekspedisi Bukit Barisan. Dalam melaksanakan Bhakinya kepada NKRI, TNI selalu dilengkapi dengan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam perjalanannya Alutsista TNI mengalami beberapa kondisi dari kondisi yang sangat bersahaya yakni di mana Alutsista TNI hanya bertumpu pada kekuatan-kekuatan alat perang paninggalan Jepang dan Belanda, hingga kondisi yang sangat membanggakan yakni pada tahun 1962, di mana Alutsista TNI merupakan Alutsista yang paling besar dan modern dikawasan Asia Tenggara. Sampai saat kini kondisi Alutsista TNI mengalami pasang-surut seiring dengan kemampuan keuangan Negara. Memasuki akhir tahun 1998, Era Reformasi berhembus kencang ke seluruh sektor kehidupan berbangsa dan bernegara di wilayah NKRI. Sejalan dengan itu TNI melaksanakan penataan posisi (reposisi) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penataan tersebut dimungkinkan karena TNI mengemban tugas sebagai alat negara di bidang pertahanan sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2004.


(18)

R U A N G

ROOM

1

PROLOG

PROLOGUE

VISI TNI

VISION TNI

MISI TNI


(19)

VISI TNI

TERWUJUDNYA PERTAHANAN NEGARA YANG TANGGUH

VISION TNI

ESTABILISHMENT OF A STRONG NATIONAL DEFENSE

MISI TNI

MENJAGA KEDAULATAN DAN KEUTUHAN WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI) SERTA KESELAMATAN BANGSA

MISION TNI

MAINTAIN THE SOVEREIGNTY AND TERRITORIAL INTEGRITY OF THE REPUBLIC INDONESIA AND THE SAFETY OF THE NATION


(20)

R U A N G

R O O M

2

OPERASI MILITER

MILITARY OPERATION

TRIKORA

TRIKORA OPERATION

DWIKORA

DWIKORA OPERATION

SEROJA


(21)

Konferensi Meja Bundar (KMB) yang

berlangsung di Den Haag Belanda dari tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 September 1949 antara pihak Indonesia dengan Belanda

menyepakai bahwa pelaksanaan penyelesaian

masalah Irian Barat akan dilaksanakan satu tahun setelah penyerahan kedaulatan, namun

dalam kenyataannya pihak Belanda idak

memenuhi kesepakatan tersebut sehingga pihak Indonesia akhirnya menempuh jalan lain dengan Operasi Militer guna membebaskan

wilayah Irian Barat.

Pada 19 Desember 1961, di Alun-alun Lor Yogyakarta, Presiden RI Soekarno mencanangkan Operasi Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang berisi:

1. Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan Belanda Kolonial

2. Kibarkan Merah Puih di Irian Barat Tanah Air Indonesia

3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air Bangsa.

Sebagai realisasi TRIKORA, Pemerintah Indonesia membentuk Komando Mandala yang bertugas melaksanakan operasi militer guna menghadapi kekuatan militer Belanda di

Irian Barat. Dalam iniltrasi dan penyusupan melalui laut terjadi perisiwa Pertempuran

Round Table Conference or known as Konferensi Meja Bundar (KMB) held in Den Haag, Netherlands as of August 23rd to September 2nd, 1949 between Indonesia and

the Dutch had agreed that the setlement of

West Irian problem would be accomplished

one year ater the transfer of sovereignity, but as a mater of fact the Dutch did not comply with the agreement, that eventually Indonesia

should take up another way by means of

Military Operaion to free the West Irian

territory.

As at December 19th, 1961, at Alun-alun Lor (northern Square) Yogyakarta, Indonesian

President, Sukarno proclaimed Operaion

Trikora (Tri Commands of the People) consisted of:

1. Foil the forming of Colonial Dutch’s Puppet State of Papua.

2. Flag The Red and White in West Irian that belongs to motherland of Indonesia.

3. Be ready for general mobilizaion to defend

the independence and the unity of our

Naional Homeland!

To realize the TRIKORA, Indonesian government established “Komando Mandala” having the duty to launch military acion to ight Dutch military force in West Irian. During iniltraion and sea penetraion, The famous Batle of Aru

TRIKORA

TRIKORA OPERATION


(22)

Laut Aru pada 15 Januari 1962 antara kesatuan TNI AL dengan kesatuan militer Belanda yang mengakibatkan tenggelamnya Motor Torpedo Boat (MTB) RI Macan Tutul dan gugurnya Komodor Yosaphat Sudarso beserta anak buah

kapal secara ksatria.

Tahapan Operasi Trikora:

1. Tahapan Poliik Damai berlangsung sejak tahun 1950-1957. Klaim nasional atas Irian

Barat melalui berbagai perundingan bilateral

antara RI-Belanda, dengan perantara PBB. 2. Tahapan Poliik Konfrontasi dalam bidang ekonomi yang diperluas pada bidang poliik

dan militer, berlangsung sejak tahun

1958-1960.

3. Tahapan Poliik Tekanan dimulai sejak

tanggal 19 Desember 1961 dengan

Komando Presiden RI berupa Trikora. Pada

tahap ini operasi militer terbatas sudah

dimulai.

4. Tahapan Poliik Kekerasan dimulai sejak tanggal 28 Mei 1962. Presiden/Pangi APRI

(Angkatan Perang Republik Indonesia) memutuskan untuk melancarkan operasi militer secara terbuka ke Irian Barat, yang

dikenal dengan Keputusan Jakarta. 5. Tahapan Poliik Pengamanan, dimulai sejak

tanggal 15 Agustus 1962, yaitu tercapainya

persetujuan New York sampai Irian Barat

diserahkan kembali oleh Belanda kepada RI

melalui perantara PBB.

Pengerahan Kekuatan Operasi Trikora Komponen Angkatan:

1. ADLA (Angkatan Darat Mandala) 2. ALLA (Angkatan Laut Mandala) 3. AULA (Angkatan Udara Mandala) 4. Kepolisian Negara RI

5. Komando Pertahanan Udara Gabungan

Pelaksanaan Kampanye Operasi Trikora:

A. Fase Iniltrasi

1. Iniltrasi Lewat Laut Pra Mandala

a. Satuan Iniltrasi Pengintai diberangkatkan

11 dan 13 Maret 1962

Sea broke out on 15 January 1962 between RI Marine Corps with Dutch military force causing the sinking of Motor Torpedo Boat (MTB) RI Macan Tutul and the killing of Commodore Yosaphat Sudarso and his crews.

Phases of Operaion Trikora:

1. Amicable Setlement during 1950-1957. Naional claim upon West Irian was

discussed through various bilateral negoitaions between the RI-the Dutch, with

UNO as mediator.

2. Poliics of Confrontaion in economic sector, expanded to poliics and military sectors, held during 1958-1960.

3. Poliics of Pressures as of Desember

19th,1961 with the President’s command

of Operaion Trikora. In this phase limited military operaion was commenced. 4. Poliics of Stringency as of May 28th 1962.

The President /Highest Commander of APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia)

decided to launch an open military acion to

West Irian, known as Decree of Jakarta.

5. Poliics of Security, as of August 15th 1962,

with the signing of New York Agreement declaring that West Irian shall be handed

back by the Dutch to RI with UNO as mediator.

Mobilizaion of Operaion Trikora Force

Components: 1. ADLA (Mandala Army) 2. ALLA (Mandala Marine Corps)

3. AULA (Mandala Air Force)

4. State Police of RI

5. Consolidated Air Defence Command

The Campaign of Operaion Trikora:

A. Iniltraion Phase

1. Pre Mandala Sea Iniltraion

a. Iniltraion Surveillance Unit, dispatched on

11 and 13 March 1962

b. Guerrilla troops 300 (PG-300), dispatched on 18 dan 20 March 1962. The troops


(23)

b. Pasukan Gerilya 300 (PG-300)

diberangkatkan 18 dan 20 Maret 1962. Pasukan terdiri atas Putera Irian Barat. c. Pasukan Gerilya 400 (PG-400) berkekuatan

39 personel diberangkatkan Maret 1962

d. Pasukan Gerilya 500 (PG-500) berkekuatan

87 personel, diberangkatkan Maret 1962

e. Pasukan Gerilya 600 (PG-600) berkekuatan 31 personel diberangkatkan Maret 1962. 2. Operasi-operasi Angkatan Laut Mandala. Operasi Show of Force, Operasi Cakra,

Operasi Lumba-lumba

3. Iniltrasi Lewat Udara. Operasi Banteng

Ketaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi

Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu B. Fase Eksploitasi

1. Operasi Jayawijaya 2. Operasi Khusus

Susunan Komando Teringgi (KOTI Pembebasan

Irian Barat (Pemirbar) dan Komando Mandala:

a. Panglima Besar KOTI : Presiden Soekarno b. Wakil Panglima Besar : Jenderal

A.H. Nasuion

c. Kepala Staf : Mayor Jenderal

Ahmad Yani

Susunan Komando Mandala:

a. Panglima Mandala : Mayor Jenderal

Soeharto

b. Wakil Panglima I : Komodor Laut

Sudomo

c. Wakil Panglima II : Komodor Udara

Leo Waimena

d. Kepala Staf Umum : Kolonel Ahmad Tahir e. Kepala Sekretariat : Mayor CKH Parwis Nasuion, SH

Kekuatan Pasukan Dalam Operasi Trikora:

1. Angkatan Darat

Adapun kekuatan Angkatan Darat Mandala melibatkan semua satuan darat yang berada di daerah Mandala itu (Indonesia bagian

c. Guerrilla troops 400 (PG-400) consisted of

39 personnels dispatched on March 1962

d. Guerrilla troops 500 (PG-500) consisted of 87 personnels, dispatched on March 1962 e. Guerrilla troops 600 (PG-600) consisted of

31 personnels dispatched on March 1962.

2. Mandala Navy Seal Operaion. Show of Force operaion, Cakra Operaion, Dolphin Operaion

3. Air Iniltraion. Operaion Banteng Ketaton (Wounded Bulls), Operaion Garuda (Eagle), Operaion Serigala (Fox), Operaion

Kancil (Mouse Deer), Operaion Dragon, Operaion Eagle, Operaion Lumbung (Rice

Barn), Operaion Jatayu

B. Exploitaion Phase

1. Operaion Jayawijaya 2. Special Operaion

Composiion of Highest Command (Komando Teringgi, KOTI) of West Irian Liberaion

(Pembebasan Irian Barat, Pemirbar) and Mandala Commando:

a. Great Commander of KOTI :

President Soekarno b. Deputy Commander : General

A.H. Nasuion

c. Staf Head : Mayor General

Ahmad Yani

Structure of Mandala Commando: a. Mandala Commander : Mayor General

Soeharto

b. Deputy Commander I : Sea Commodore Sudomo

c. Deputy Commander II : Air Commodore

Leo Waimena

d. Chief of General Staf : Colonel Ahmad Tahir

e. Chief Secretary : Mayor CKH

Parwis Nasuion, SH

Armed Forces in Operaion Trikora:

1. Army Forces

The strength of Indonesian Army of Mandala which engaged all Indonesian Army Unit in


(24)

Timur), yakni Kodam XIII/Merdeka, Kodam XIV/ Hasanuddin, Kodam XV/Paimura, dan Kodam XVI/Udayana. Di samping itu dikerahkan

satuan tempur antara lain terdiri atas satu Divisi Infantri, dua Brigade Para Linud, satu Detasemen Pasukan Khusus, dan Satuan

Bantuan Tempur lainnya. Mulai medio 1962

hingga medio 1963 pengerahan pasukan dari Angkatan darat terdiri dari 73 batalyon infanteri, Satu RTP Brimob, Satu Yon Zikon, Dua Ki Zipur, Satu Ki Tank, Tujuh Rai Arsu, dan Enam

Rai Armed. 2. Angkatan Laut

Kekuatan ALRI yang terlibat dalam Trikora yaitu

Angkatan Tugas Amphibi-17 (ATA-17) melipui

satuan unsur kapal dan satuan pasukan pendarat, terdiri dari: 2 kapal destroyer, 2 fregat, 2 corvet, 4 kapal selam (6 kapal selam cadangan), 2 kapal torpedo, 12 kapal torpedo

cepat, 4 kapal penyapu ranjau, 6 LST, 2 AKA/

APA, 3 salvage, 2 tanker, 3 kapal rumah sakit,

1 skuadron kapal transport (melipui kapal evakuasi, HQ Ship dan kapal untuk cadangan).

Adapun nama-nama kapal perangnya, antara lain: RI Multatuli, RI Sultan Iskandar Muda

(DD), RI Siliwangi (DD), RI Imam Bonjol (FF), RI Suropai (FF), RI Paimura (FF), RI Hasanuddin (FF), RI Harimau (MTB), RI

Beruang (MTB), RI Anoa (MTB), dan RI Macan

Kumbang (MTB). Sedangkan 4 nama kapal selam yang digunakan yaitu: RI Candrarasa, RI Nagarangsang, RI Trisula, dan RI Nagabanda.

Disamping itu, kekuatan ALRI dibantu oleh 1 brigade pengembangan Pasukan Armada Tugas (Paskomartu)

3. Angkatan Udara

Kekuatan Tempur (KT) AURI pada masa

Trikora terdiri atas: KT Senopai terdiri atas: Pesawat IL-28 Ilyusin, pesawat buru sergap Mig-17, pesawat pembom B-25 Mitchel, pesawat pembom B-26 Invader, pesawat

Mandala Area (Eastern of Indonesia) consist of Regional Military Command (Kodam) XIII/Merdeka, Regional Military Command (Kodam) XIV/Hasanuddin, Regional Military

Command (Kodam) XV/Paimura, and

Regional Military Command (Kodam) XVI/ Udayana. Besides that, Indonesian Army of

Mandala also deploy several combat units such as 1 Infantry Division, 2 Airborne Brigades, 1 Special Force Detachment and another combat/administraive services. Staring in the middle of 1962 unil the middle of 1963, the

deployment of Indonesian Army troops consist

of 73 Infantry Batalion, 1 RTP Mobile Brigade, 1 Construcion Engineering Batalion, 2 Combat Engineering Company, 1 Tank Company, 7 Ani Air Raid Arillery Batery, and 6 Field Arillery Batery.

2. General Marine Corps

ALRI strength involved in Trikora Amphibious Task Force-17 (ATA-17) comprised ship

elementary unit and landing forces unit,

consising of: 2 destroyer boats, two frigates, two corvets, 4 submarines (6 submarine

backup), 2 torpedo boats, 12 fast torpedo boats, 4 minesweepers, six LSTs, 2 AKA /

APA, 3 Salvage, 2 tankers, 3 hospital ships,

one squadron of transport ship (including

evacuaion ship, HQ Ship and stand-by ships). Whereas the gunboats are given the names

of: RI Multatuli, RI Sultan Iskandar Muda

(DD), RI Siliwangi (DD), RI Imam Bonjol (FF), RI Suropai (FF), RI Paimura (FF), RI Hasanuddin (FF), RI Harimau (MTB), RI Beruang (MTB), RI

Anoa (MTB), and RI Macan Kumbang (MTB). Whereas the name of 4 submarines were: RI Candrarasa, RI Nagarangsang, RI Trisula, and

RI Nagabanda. In addiion, ALRI troops were

aided by 1 brigade of Pasukan Armada Tugas (Paskomartu, Task Armada Troops)


(25)

angkut C-47 Dakota dan C-130 Hercules, pesawat intai Albatros/Catalina. KT Baladewa terdiri atas: 6 buah pesawat angkut C-47/ Dakota. KT Bimasaki terdiri atas: 4 pesawat pembom B-25 Mitchel, 2 pesawat pembom B-26 Invader, 6 pesawat pembom P-51 Mustang, 1 pesawat ampibhi Catalina. KT Sorong terdiri atas: pesawat pembom P-51 Mustang.

Operasi TRIKORA melibatkan seluruh kesatuan militer Indonesia dalam jumlah yang sangat besar dan telah memaksa pihak Belanda untuk melanjutkan perundingan damai dengan

Indonesia. Pada tanggal 20 Maret 1962, di Washington DC diadakan perundingan

lanjutan antara Indonesia dengan Belanda atas

dorongan pihak Amerika Serikat (AS). Dalam perundingan itu berhasil disepakai formulasi

penyelesaian masalah sengketa Irian Barat

antara Indonesia dengan Belanda.

Akhirnya pada 31 Desember 1962, Belanda menyerahkan Irian Barat kepada Persatuan

Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Naions Temporary Execuive Authority (UNTEA). Pada 1 Mei 1963 pukul 12.30 waktu setempat,

bendera PBB diturunkan dan kekuasaan atas Irian Barat diserahkan sepenuhnya kepada

pemerintah Indonesia.

Catatan:

Jumlah korban dalam Operasi Trikora:

Angkatan Darat 124 orang, Angkatan Laut 30

orang, Angkatan Udara 136 orang, Kepolisian

74 orang, dan Sukarelawan 12 orang.

3. Air Force

Combat Force (KT) AURI during the Trikora consisted of: KT Senopai which consisted of: IL-28 Ilyusin Aircrat, Mig-17 hunter aircrats, bomber B-25 Mitchel, bomber B-26 Invader, transporter C-47 Dakota and C-130 Hercules, surveillance aircrat Albatros/Catalina. KT Baladewa consisted of: 6 transport aircfrats C-47/Dakota. KT Bimasaki consisted of:

4 bombers B-25 Mitchel, 2 bombers B-26

Invader, 6 aircrat bombers P-51 Mustang, 1 ampibhi aircrat Catalina. Sorong Aircrats

consisted of: bombers P-51 Mustang.

Operaion Trikora involved all Indonesian

military forces in a tremendous number and

had forced the Dutch to coninue peaceful negoitaion with Indonesia. On 20 March 1962, in Washington DC, an advanced negoitaion

between Indonesia and The Dutch was held

with the support of United States. The meeing had agreed a resoluion to West Irian dispute

between both countries.

Finally on 31 December 1962, The Dutch assigned The West Irian to United Naions through United Naions Temporary Execuive Authority (UNTEA). On 1 May 1963 at 12.30 local ime, UNO Flag was descended and the authority over West Irian was fully given to The Indonesian Government.

There were many Indonesian Defense Force personnels and volunteers who killed in acion when Indonesia military operaion occurred,

consist of:

124 Indonesian Army personnels, 30 Indonesian Navy personnels, 136 Indonesian Air Force personnels, 74 Indonesian Police personnels, and 12 Indonesian volunteers.


(26)

Konfrontasi antara Indonesia dengan

Persekutuan Tanah Melayu berawal dari niat

Perdana Menteri (PM) Tengku Abdul Rahman yang didukung penuh oleh Inggris untuk

membentuk Federasi Malaysia yang wilayahnya melipui Semenanjung Malaka (Persekutuan

Tanah Melayu dan Singapura) dan sebagian

besar Kalimantan Utara (Serawak, Sabah dan Brunai) pada tanggal 16 September 1963.

Niat pembentukan itu ditentang Indonesia

dan Piliphina. Indonesia berpendapat bahwa pembentukan Federasi Malaysia merupakan

usaha kolonial dan Imperialisme baru di

wilayah Asia Tenggara karena bertentangan dengan poliik Indonesia yang ani Kolonialisme

dan Imperialisme serta bertentangan dengan prosedur PBB yang membahayakan

kawasan Asia Tenggara, khususnya perjuangan Revolusi Indonesia. Pada 17 September 1963,

Pemerintah Indonesia memutuskan hubungan

diplomaik dengan Persekutuan Tanah Melayu.

Perundingan antara Indonesia dengan Malaysia menemui jalan buntu, sehingga pihak Indonesia menempuh jalan militer

guna menggagalkan pembentukan Federasi Malaysia. Pada apel besar Sukarelawan, 3

Mei 1964 di Jakarta, Presiden RI Soekarno

mencanangkan Operasi Dwi Komando Rakyat (DWIKORA) yang berisi : Perhebat ketahanan

DWIKORA

DWIKORA OPERATION

Confrontaion between Indonesia and Malay

Alliance (Persekutuan Tanah Melayu) was started when Malaysia Prime Minister Tengku

Abdul Rahman having the full support from

the Britain, intended to establish Malaysia

Federaion whose territory covers Malacca

Peninsula (Malay Alliance and Singapore) and major part of North Kalimantan (Serawak, Sabah and Brunai) on 16 September 1963.

Such iniiaive was opposed by Indonesia

and Philippine. Indonesia argued that the

formaion of Malaysia Federaion was a

colonial enterprise which represent some sort of new Imperialism in Southeast Asia, since

Indonesia holds the spirit of ani Colonialism

and Imperialism, and since it was contradict the UN procedures, and may endanger the Southeast Asia region, especially the struggle

of the Indonesian Revoluion. On 17 September 1963, the Government of Indonesia broke of diplomaic relaions with the Malay Alliance. Negoiaions between Indonesia and Malaysia came to an impasse, that eventually Indonesian military took military acions to thwart the formaion of Malaysia Federaion.

In the great rally of Volunteers, on 3 May, 1964 in Jakarta, President Sukarno proclaimed

Operaion Dwikora (Two Commands of The


(27)

Revolusi Indonesia dan Bantu perjuangan Revolusioner Rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunai.

Selain mengerahkan para sukarelawan,

Pemerintah Indonesia membentuk Komando Tugas dan Satuan Tugas Militer

guna menggagalkan pembentukan Federasi Malaysia. Komando Tugas dan Satgas dibentuk

Indonesia antara lain : Komando Siaga (KOGA) merupakan komando gabungan antar

angkatan. Komando ini dibentuk berdasarkan

the strength of Indonesian Revoluion and help the People’s Revoluionary struggle in

Malaya, Singapore, Sabah, Sarawak and Brunei.

In addiion to mobilizing volunteers, the Government of Indonesia had also formed Task Force Command and the Military Task Force in order to thwart the formaion of Malaysia Federaion. Task Force Command and Task Forces formed by Indonesia, among

others were: Standby Commando (Komando

Kopral KKO Usman anggota kesatuan Batalyon III KKO-AL. nama aslinya adalah Djamain bin Haji Moh. Ali. Usman adalah nama samaran untuk melaksanakan tugas sebagai Sukarelawan Dwikora. Ia gugur di iang gantungan di Changi Singapura, pada tanggal 17 Oktober 1968 sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan dalam melaksanakan tugas Operasi Dwikora. Kopral KKO Usman dimakamkan di TMP Kalibata dan sebagai penghargaan pangkatnya dinaikkan satu ingkat menjadi Sersan Anumerta KKO.

Marines Corporal unitary member Usman III Batalion Marines-Navy. real name is Djamain bin Haji Mohammad. Ali. Usman is a pseudonym to carry out duies as a Volunteer Dwikora. He died on the gallows in Changi Singapore, on October 17, 1968 as the Heroes of Independence in performing duies Defender Operaion Dwikora. Marines Corporal

Usman was buried in the TMP Kalibata and as a tribute was promoted

to sergeant posthumously one level Marines.

Prako Harun anggota KKO AL. nama aslinya Tohir bin Sahid. Ia bersama Usman masuk Team Brahmana I Sukarelawan Dwikora. Harun nama samaran untuk melaksanakan tugas sebagai sukarelawan Dwikora. Ia gugur di iang gantungan di Changi Singapura pada tanggal 17 Oktober 1968 dalam tugas Operasi Dwikora sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan. Prako Harun dimakamkan di TMP Kalibata dan sebagai penghargaan pangkatnya dinaikkan menjadi Kopral Anumerta KKO.

Harun Prako members of Marines. Tohir bin Sahid real name. He and Usman in. I Volunteer Team Dwikora Brahmins. Aaron pseudonym

to carry out duies as a volunteer Dwikora. He died on the gallows in Changi Singapore on October 17, 1968 in the Operaions task Dwikora

as Heroes Defenders of Independence. Prako Aaron was buried in the TMP Kalibata and as a reward was promoted posthumously to Marine Cpl.


(28)

KPT/Pres/Pangi ABRI/Koi No 32/Koi 1964, tanggal 2 Juni 1964. Komando Mandala Siaga

(KOLAGA) merupakan komando pelaksana

Operasi-operasi DWIKORA, Penguasa Pelaksana DWIKORA Daerah (PEPELRADA), Satgas-satgas

Militer dan Komando Ganyang Malaysia

(KOGAM).

Operasi DWIKORA dilaksanakan melalui tahap propaganda, iniltrasi, sabotase dan

pembentukan kantong-kantong gerilya di

wilayah perbatasan. Dalam tahap sabotase iga orang anggota KKO AL (Marinir) yakni Sersan Dua KKO Djanain alias Usman bin Haji

Muhammad Ali, Kopral Satu KKO Tohir alias Harun bin Said dan Gani bin Arup berhasil

melaksanakan tugas sabotase di Changi Singapura pada 9 Maret 1965 pukul 03.07 dini hari. Dalam perjalanan kembali ke Pangkalan

Aju, dua orang prajurit KKO AL tertangkap pada 10 Maret 1965 dan kemudian pada 17 Oktober

1968 dijatuhi hukuman mai oleh Pemerintah Singapura. Atas jasa-jasanya, Pemerintah Indonesia melalui Keppres No : 050/TK/1968

tanggal 17 Oktober 1968 menganugerahi gelar

Pahlawan Nasional.

Operasi militer secara isik berangsur-angsur dihenikan sejak dilaksanakan perundingan Bangkok pada 29 Mei – 19 Juni 1966.

Konfrontasi dengan pihak Malaysia berakhir, setelah ditandatangani “Jakarta Accord” pada

11 Agustus 1966.

Catatan: Jumlah korban dalam Operasi

Dwikora: Angkatan Darat 90 orang, Angkatan Laut 109 orang, Angkatan Udara 144 orang,

Kepolisian 45 orang, dan Sukarelawan 118 orang.

Siaga, Koga) is a joint command between the

exising forces. This Commando was formed

by KPT / President / Highest Commander of

Naional Armed Forces (ABRI) / Koi 32/Koi No. 1964, dated 2 June 1964. Mandala Quick

Response Commando (KOLAGA) is a commando

to execuing Dwikora operaions, Execuive of

Dwikora Authority Area (PEPELRADA), military task forces and Crush Malaysia (Ganyang Malaysia) Military Commando (KOGAM).

Operaion DWIKORA was launched through propaganda, iniltraion, sabotage and the forming guerilla enclaves in frontline areas.

In sabotage phase three personnels of KKO AL

(Marinir) that is Sergeant Two KKO Djanain

alias Usman bin Haji Muhammad Ali, Copral One KKO Tohir alias Harun bin Said and Gani bin Arup succeeded to perform a sabotage at

Changi Singapore on 9 March 1965 at 03.07

o’clock early in the morning. On their way back to Pangkalan Aju, two soldiers of KKO

AL were captured on 10 March 1965 and on 17 October 1968 were condemned to hang by the Government of Singapore. For their services, The Indonesian Government by virtue of Presidenial Decree No : 050/TK/1968 dated 17 October 1968 had granted them the itle of Naional Heroes.

The military operaions were ceased gradually ater the signing of Bangkok Agreement on 29 May – 19 June 1966. Confrontaion with Malaysia was inally ended, ater the signing

of “Jakarta Accord” on 11 August 1966.

There were many Indonesian Defense Force personnels and volunteers who killed in acion when Indonesia military operaion occurred,

consist of:

Dwikora Operaion: 90 Indonesian Army personnels, 109 Indonesian Navy personnels, 144 Indonesian Air Force personnels, 45

Indonesian Police personnels, and 118


(29)

Menjelang akhir 1975 pemerintah Portugis meninggalkan daerah jajahannya di Timor Portugis, sehingga suasana kacau balau karena terjadi persaingan antar kelompok dan

partai-partai poliik saling berebut kekuasaan. Pada 28 November 1975, Freilin secara

sepihak memproklamasikan berdirinya Negara

Republik Demokraik Timor Timur di bawah

pimpinan Presiden Xavier Da Amaral dan

Perdana Menteri Nicolau Lobato. Tindakan sepihak Freilin tersebut mendapat reaksi keras dari lawan-lawan poliiknya, sehingga

mereka akhirnya sepakat melahirkan “Deklarasi Balibo” pada 30 November 1975 yang berisi kesepakatan untuk bergabung dengan Republik

Indonesia. Tanggal 1 Desember 1975, rakyat

Timor Portugis di pengungsian Atambua (NTT) melaksanakan rapat raksasa dan bertekad

bergabung dengan Indonesia.

Dampak kekacauan di Timor Portugis sangat berpengaruh terhadap keamanan dalam

negeri Indonesia terutama di wilayah NTT. Guna mencegah terjadinya kondisi yang idak

diharapkan Pemerintah Indonesia melakukan pembicaraan dengan pihak Australia dan Amerika Serikat untuk membahas masa

depan dan keamanan di Timor Portugis. Dari hasil pembicaraan tersebut disepakai Operasi Seroja pada 7 Desember 1975.

SEROJA

SEROJA OPERATION

Towards the end of 1975 the Portuguese’s withdrawal was leaving their colony in Portuguese Timor, leaving a chaos due to struggling groups and poliical paries compeing to seize poliical power. On 28 November 1975, Freilin unilaterally proclaimed the founding of the Democraic

Republic of East Timor under the leadership of

President Xavier Da Amaral and Prime Minister Nicolau Lobato. Freilin’s unilateral acion got strong reacion from their poliical opponents, that they were forced and inally agreed “The Balibo Declaraion” on 30 November 1975 staing an agreement to join the Republic of Indonesia. As of 1 December 1975, the people of Portuguese Timor temporarily living

as refugees in the camp of Atambua (Nusa

Tenggara Timor Province) conducted a rally and proclaimed their intenion to integrate

with Indonesia.

Impact of the turmoil in Portuguese Timor was

very much inluenial on Indonesian domesic

security, especially in Eastern Nusa Tenggara region which is included to Indonesian territory.

In order to prevent undesirable circumstances, the Indonesian Government held a series

of talks with Australia and United States to discuss the prospect and the security of Portuguese Timor. The discussions had resulted


(30)

Operasi Seroja merupakan operasi militer gabungan skala besar yang dibantu berbagai

unsur pendukung partai poliik di Timor Portugis (UDT, Apodei, KOTA dan Trabalista)

untuk merebut dan menduduki kota-kota atau daerah-daerah di Timor Portugis yang diduduki

Freilin. Operasi Seroja berhasil dilaksanakan dengan baik sehingga Freilin terdesak dan

mengundurkan diri ke pedalaman dari

daerah-daerah yang diduduki.

Semakin kuatnya keinginan rakyat Timor Portugis untuk bergabung dengan Indonesia,

maka pada 15 Juli 1976 dalam sidang MPR/

DPR menyetujui RUU masuknya Timor Portugis

ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tanggal 17 Juli 1976 Presiden RI Soeharto menetapkan UU No. 7 tahun 1976

tentang Pengesahan Penyatuan Timor Portugis

ke dalam wilayah NKRI dan pembentukan

Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur sebagai propinsi ke-27 serta mengangkat Dos Reis

Araujo sebagai Gubernur dan Francisco Lopes da Cruz sebagai Wakil Gubernur.

Setelah era perang dingin berakhir, maka

terjadi perubahan pengaruh dan kepeningan di kawasan Asia Tenggara, khususnya masalah demokraisasi dan Hak Azasi Manusia (HAM)

yang berpengaruh pada persoalan Timor Timur di dunia internasional, oleh sebab itu Pemerintah Indonesia menyikapinya

dengan bijaksana. Bergulirnya era reformasi,

mengakibatkan munculnya keinginan Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan masalah keberadaan Propinsi Timor Timur

secara lebih realisis. Akhirnya Pemerintah

Indonesia mengusulkan untuk memberikan status khusus dengan otonomi luas di Timor

Timur sebagai solusi memecahkan konlik di daerah tersebut.

Status khusus dengan otonomi luas kepada

Timor Timur rupanya idak diminai, sehingga

desakan dunia internasional kepada Indonesia

the launching of Operaion Seroja as at 7 December 1975.

Operaion Seroja is a great scale military operaion supported by various poliical paries in Portuguese Timor (UDT/ Timorese Democraic Union, Apodei/ Popular Democraic Associaion of Timor, KOTA and Trabalista) to seize and to occupy ciies and

areas of Portuguese Timor retained by the

Freilin. Operaion Seroja had succeededthat the Freilin was surpressed and retreated to

hinterland of the occupied areas.

Even stonger moivaion of the people of

Portugese Timor to integrate with Indonesia

lead to the approval of a bill as at 15 July 1976 regarding the integraion of Portugese Timor

to Unitary State Republic of Indonesia (NKRI).

On 17 July 1976 President Soeharto sipulated The Law No. 7 year 1976 on The Approval of Portuguse Timor Integraion to the territory

of Unitary State Republic of Indonesia and the

establishment of Level I Region Province of East Timor as 27th province of Indonesia and appointed Dos Reis Araujo as the Governor and Francisco Lopes da Cruz as Deputy Governor. The cessaion of cold war era has brought some changes to poliical interests in Southeast Asia, paricularly in relaion to the issues of democraizaion and Human Rights which afect the quesion of East Timor as an internaional issue. The Government of Indonesia should respond any reacions wisely. The rise of reformaion era had made the Government of Indonesia to be willingly to solve the problem of East Timor Province in more realisic manner. Finally, the Government proposed to give special status with broad autonomy to East Timor Province as soluion to stop the coninuing conlicts in the area.

Special status with wide-range autonomy

seemed to have no signiicant interest, that the internaional pressure on Indonesia to resolve East Timor problem became even


(31)

untuk penyelesaian masalah Timor Timur

semakin kuat, terutama dari PBB dan Australia. Menyadari peningnya stabilitas nasional dan

adanya berbagai penilaian serta pandangan

negaif terhadap langkah Indonesia di Timor

Timur, maka pada 27 Januari 1999, Menteri Luar Negeri (Menlu) Ali Alatas mengumumkan opsi kedua untuk menyelesaikan masalah

Timor Timur. Opsi Kedua yang merupakan hasil

dari Sidang Kabinet Paripurna bidang Polkam

yang dipimpin oleh Presiden RI B.J Habibie

menyatakan Pemerintah RI memutuskan

bahwa apabila opsi penyelesaian pertama

ditolak oleh mayoritas masyarakat Timor Timur, maka Pemerintah Indonesia akan mengembalikan penyelesaian rakyat Timor Timur kepada rakyat Indonesia, melalui Sidang Umum MPR agar Timor Timur dapat berpisah dari NKRI secara terhormat, baik-baik dan

damai.

Sedangkan dari pihak Ani integrasi merasa bahwa opsi kedua merupakan langkah yang semesinya dilakukan Indonesia. Sebagai

realisasi diterimanya opsi kedua maka

pada 5 Mei 1999 di Markas PBB New York

ditandatangani persetujuan jajak pendapat penentuan nasib Timor Timur antara Menlu RI Ali Alatas dengan Menlu Portugis Jaimee Gama

dan Sekjen PBB Koi Anan.

Setelah melalui tahap pendahuluan maka jajak pendapat penentuan nasib Timor Timur dilaksanakan pada 30 Agustus 1999, dengan

hasil bahwa sebagian besar rakyat Timor Timur ingin berdiri sendiri dan lepas dari NKRI.

Sehingga sejak saat itu permasalahan di Timor

Timur sudah bukan lagi menjadi bagian wilayah NKRI.

Catatan:

Jumlah korban dalam Operasi Seroja: Angkatan

Darat 2970 orang, Angkatan Laut 153 orang,

Angkatan Udara 31 orang, Kepolisian 162

orang, dan Sukarelawan 1607 orang.

stronger, especially that of United Naions

and Australia. Recognizing the importance

of naional stability and the existence of various assessments and negaive view to any

measures taken by Indonesia with respect

to East Timor Problem, then on 27 January 1999, Minister of Foreign Afairs Ali Alatas announced second opion to solve the problem of East Timor. This second opion, which was the result of Plenary Conference in Poliical and Security Afairs, led by President BJ Habibie declared that the Government of Indonesia had decided that if the irst setlement opion

rejected by the majority of East Timorese,

then the resoluion shall be handed back to

the people of Indonesia, represented by the

General Assembly of MPR (People Consultaive

Assembly) so that East Timor may be separated from NKRI honorably and peacefully.

While ani integraion party felt that the second opion was a step truly demanded

from Indonesia. The acceptance of the second

opion led to the signing of approval to hold

a polling regarding the fate of East Timor

between Minister of Foreign Afairs Ali Alatas with Jaimee Gama Portuguese Foreign Minister and UN Secretary General Koi Anan, on May 5,

1999 at UN Headquarters in New York.

Ater going through some preliminary stages, the polling was held 30 August 1999, evidencing the result that most East Timorese

wanted to stand alone and be separated from the Unitary State Republic of Indonesia. Since then, the problems of East Timor are no longer

part of Indonesia’s naional concern. There were many Indonesian Defense Force personnels and volunteers who killed in acion when Indonesia military operaion occurred, consist of: Seroja Operaion: 2.970 Indonesian Army personnels, 153 Indonesian Navy personnels, 31 Indonesian Air Force personnels, 162 Indonesian Police personnels, and 1.607 Indonesian volunteers.


(32)

R U A N G

R O O M

3

OPERASI PENUMPASAN PEMBERONTAKAN BERSENJATA

ARMED OPERATIONS INSURGENCY

PENUMPASAN GERAKAN GERAKAN 30 SEPTEMBER/ PKI

ANNIHILATION OF 30 SEPTEMBER / INDONESIAN COMMUNIST PARTY MOVEMENT

MENGATASI GPK ACEH

SUBJUGATING THE REBELLION OF FREE ACEH MOVEMENT

MENGATASI KERUSUHAN AMBON


(33)

Tanggal 30 September 1965, Gerakan 30 September (G 30/S) yang didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI) merencanakan kudeta terhadap pemerintah RI. Dini hari 1 Oktober 1965, PKI melakukan penculikan

dan pembunuhan enam orang perwira inggi

dan satu perwira pertama Angkatan Darat. Setelah mendengar informasi penculikan dan pembunuhan tersebut, Panglima Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat (PANGKOSTRAD) Mayor Jenderal Soeharto mengumpulkan stafnya di Markas Kostrad di jalan Merdeka Timur, Jakarta untuk membahas dan mempelajari kejadian tersebut.

Setelah mendengar pengumuman dari pimpinan Gerakan 30 September / PKI Letkol Untung melalui Radio Republik Indonesia (RRI) pukul 07.00 WIB, maka situasinya menjadi jelas bahwa yang melakukan pemberontakan dan penculikan adalah PKI yang bertujuan menggulingkan dan merebut kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia yang sah. Berdasarkan keyakinan tersebut Pangkostrad

mengambil indakan untuk mengatasi keadaan

antara lain mengambil alih sementara pimpinan Angkatan Darat dan menetralisir

PENUMPASAN GERAKAN 30 SEPTEMBER/ PKI

A

NNIHILATION OF 30 SEPTEMBER /

INDONESIAN COMMUNIST PARTY MOVEMENT

On 30 September 1965, 30 September

Move-ment (G 30/S) ploted by Indonesian Commu

-nist Party (PKI) launched a coup de’tat against the Indonesian government. In the early morn

-ing of 1 October 1965, PKI kidnapped and as

-sassinated six Indonesian Army generals and 1 irst oicer of Naional Army. Being informed of such kidnapping and assassinaion, The Com

-mander of Army Strategic Reserve Commando (PANGKOSTRAD) Mayor General Soeharto gathered his stafs at Kostrad headquarter on Jalan Merdeka Timur, Jakarta to discuss and to fully observe the situaion.

Having heard the announcement of the leader of 30 September / PKI Movement, Liutenant Colonel Untung on Radio Republik Indonesia (RRI) at 07.00 western Indonesia Time, the situ

-aion was geing clear that the ploter of this acion and kidnapping was the Communists Indonesian Party (PKI) aimed to overthrow and to seize the power from the legal Government of Republic of Indonesia.

Upon the facts, The commander took acions to temporarily occupy the posiion as Army leader to control situaion and to neutralize the exist


(34)

pasukan yang berada di sekitar Istana Merdeka. Tindakan lain yang di ambil oleh Pangkostrad adalah memanggil Komandan Pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) Kolonel Sarwo Edhie Wibowo untuk memimpin pasukannya mengambil alih Gedung Telekomunikasi di jalan Merdeka Selatan dan Gedung RRI di jalan Merdeka Barat dari tangan pemberontak. Ditegaskan oleh Pangkostrad dalam melaksanakan tugas harus meminimalkan jatuhnya korban dengan cara menghindari terjadinya kontak senjata. Pasukan RPKAD dalam waktu yang singkat berhasil merebut kembali Gedung Telekomunikasi dan RRI, sehingga komunikasi dengan daerah-daerah dapat berfungsi kembali. Pangkostrad selaku pimpinan sementara Angkatan Darat menyampaikan pidato pada 1 Oktober 1965 pukul 22.00 WIB di Studio RRI Jakarta yang menyatakan bahwa pada 1 Oktober 1965 di Jakarta telah terjadi perebutan kekuasaan oleh gerakan yang menamakan dirinya Gerakan 30 September dengan cara melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap pejabat teras TNI AD. Guna mengatasi dan memulihkan keamanan dalam negeri, Pangkostrad melakukan Operasi Penumpasan Gerakan 30 September/PKI (G30S/PKI). Selanjutnya dilakukan operasi pembebasan Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur yang diduga digunakan sebagai basis para pemberontak,

Istana Merdeka. Another acion taken was to recall the Commander of Army Para Com

-mando Regiment (RPKAD) Colonel Sarwo Edhie Wibowo to lead his troops to take over Gedung Telekomunikasi (Telecommuncaion Hall) on Jalan Merdeka Selatan and RRI Hall on Jalan Merdeka Barat from the hands of the rebels. The Commander ordered that in performing the duies they should minimize the number of died vicims and avoiding gunires.

RPKAD Troops was able to to seize the Telecom

-municaion Hall and RRI Hall in a very short ime, that the communicaion with the locals outside the capital city may funcion normally again. The commander of Kostrad acing as the interim leader of army / infantry addressed a speech on 1 October 1965 at 22.00 Western Indonesia Time at RRI studio in Jakarta, declar

-ing that as at 1 October 1965 in Jakarta a coup d’etat had been ploted by a group naming themselves as 30 September Movement tho

-rugh kidnappings and assassinaion of some prominent army generals.

In order to overcome and restore security in the country, the Strategic Reserve Command held the annihilaion operaion of 30 Septem

-ber Movement / PKI (G30S/PKI). Furthermore, the Army also held an operaion to free Halim Perdanakusuma Air Base in East Jakarta that allegedly used as the basis for the rebels, with the strength of Special Forces troops, 328 Yon Kujang / Siliwangi, a Tank Company and


(35)

dengan kekuatan pasukan RPKAD, Yon 328 Kujang/Siliwangi, 1 Kompi Tank dan 1 Kompi

Kavaleri. Dalam waktu relaif singkat Pangkalan

Udara Halim Perdanakusuma dapat direbut kembali.

Operasi penumpasan dilanjutkan ke Lubang Buaya Pondok Gede yang diperkirakan sebagai basis Gerakan 30 September. Atas bantuan Agen Polisi Sukitman ditemukan lokasi tempat penyiksaan para korban penculikan. Kemudian pasukan di bawah pimpinan Mayor C.I. Santoso menemukan sumur tua tempat disembunyikannya jenazah. Namun karena hari menjelang malam dan peralatan belum memadai, Komandan RPKAD Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo memutuskan untuk menunda pengangkatan jenazah.

Pengangkatan jenazah baru dilakukan pada 4 Oktober 1965 oleh pasukan RPKAD dan Kesatuan Intai Pasukan Amphibi (KIPAM) yang dipimpin Kapten KKO Winanto dan disaksikan langsung Pangkostrad Mayor Jenderal Soeharto.

Setelah jenazah Letjen A. Yani, Mayjen Suwondo Parman, Mayjen R. Soeprapto, Mayjen M.T. Harjono, Brigjen Donald Izacus Panjaitan, Brigjen Sutojo Siswomihardjo dan Letu Pierre Andreas Tendean berhasil diangkat, selanjutnya dioutopsi di RSPAD, sebelum disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat.

Pada 5 Oktober 1965 ketujuh jenazah putra terbaik bangsa dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dengan upacara kebesaran militer dan mendapat gelar Pahlawan Revolusi selanjutnya menjadi Pahlawan Nasional. Upaya penumpasan sisa-sisa kekuatan G 30S/ PKI dilanjutkan di Jawa dan luar Jawa. Dengan

kesadaran inggi TNI bersama rakyat berhasil

menggagalkan kudeta PKI sebagai wujud keterpanggilan untuk menyelamatkan bangsa

dan negara Indonesia sesuai jaidirinya sebagai

prajurit Sapta Marga.

a Cavalry Company. In a relaively short ime Halim Perdanakusuma Airbase was successfully recaptured.

The operaion was coninued to Lubang Buaya, Pondok Gede. The area was esimated as the basis of 30 September Movement. Due to the assistance of Police Agent Sukitman the locaion, where the vicims (abductees) were tortured, may be ideniied. The troops under Major C.I. Santoso found the old disused well where the dead bodies were thrown down. However, it was very late in the aternoon (almost night) and as the equipment was insuicient, Special Forces Commander Col. Inf Sarwo Edhie Wibowo decided to postpone the liting of the bodies.

The liting of the dead bodies were eventually made on 4 October, 1965 by Special Forces troops and Amphibious Force Surveillance Unit (KIPAM) led by Captain KKO Winanto and wit

-nessed by Strategic Reserve Army Commander Major General Suharto.

Ater the body of Lieutenant General A. Yani, Maj. Suwondo Parman, Maj. R. Soeprapto, Major General M.T. Harjono, Brigadier General Donald Izacus Panjaitan, Brig Sutojo Siswomihardjo and First Lieutenant Andrew

Pierre Tendean were successfully removed, the

bodies were brought to Army hospital labora

-tory at The Army Headquarters for autopsy, before their burial.

On 5 October 1965 the seven corpses of the best sons of the naion were buried at Kalibata Heroes Cemetery with great military ceremony. They received the itle as Revoluionary Heroes which lastly became Naional Heroes.

Eforts to crush the remnants of power of G 30S/PKI were coninued in Java and outside Java. This ime with more awareness, TNI along with the people had foiled a coup ploted by PKI as response to calling to save the naion and the state of Indonesia, as the soldiers of Sapta Marga.


(36)

Dalam upaya memisahkan diri dari NKRI, Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) Aceh pimpinan Hasan Tiro mendeklarasikan Negara Aceh Merdeka di Kecamatan Tiro, Kabupaten Pidie, pada 1976 dan sejak saat

itu mereka mulai melakukan indak kekerasan

yang mengganggu keamanan masyarakat. Dalam upaya mempengaruhi rakyat, mereka

menyebarkan pamlet berisi hasutan agar

rakyat membenci pemerintah dan mendukung Gerakan Aceh Merdeka (GAM) serta

mengibarkan bendera GAM.

Untuk mengatasi GAM, Kodam I / Iskandar Muda membentuk Komando operasi Gajah

Saki dan Satuan Seingkat Kompi (SSK) yang

ditempatkan di Komando Distrik Militer / Kodim 0102 (Pidie), Kodim 0103 (Aceh Utara), Kodim 0104 (Aceh Timur), di samping aparat teritorial yang sudah ada di Kodim-kodim tersebut. Khusus untuk menghadapi tokoh-tokoh GAM, ABRI melaksanakan operasi Sandi Yudha dengan menerjunkan pasukan khusus yang tergabung dalam Tim

Nanggala XVI dengan meniik beratkan

operasi intelijen dengan pendekatan territorial

yakni mengerahkan rakyat berparisipasi

menghancurkan GAM.

Operasi militer ini berhasil menghancurkan GAM pada bulan Maret 1982. Namun GAM berhasil melakukan rekonsolidasi tahun 1982

In order to separate from the Unitary State RI, Free Aceh Rebellion Movement leader, Hasan Tiro, declared “The Free Aceh State” in District Tiro, Pidie, in 1976 and since then they began to commit violence that disrupt public security. To inluence local people, they distributed pamphlets containing incitement to hate the government and to support the newly established Free Aceh Movement (GAM) and to wave the GAM lag.

To subdue GAM, Kodam I/ Iskandar Muda has formed Gakah Saki operaion Command and Companies placed in Military District Com

-mand / Kodim 0102 (Pidie), Kodim 0103 (North Aceh), Kodim 0104 (East Aceh), in addiion to territorial authoriies that already exist in those Kodims. Speciically to deal with GAM leaders, armed forces performed operaions with Sandi Yudha special forces that consist of members of Team Nanggala XVI with the priority to perform intelligence operaion using territorial approach. The latest means: to mobilize people to take part in crushing Free Aceh Movement. The military operaion was successful in destroying GAM in March 1982. But GAM managed to survive and reconsolidate them

-selves during 1982 – 1989, taking advantage from social disparity among Aceh people. Therefore, although GAM seemed to have been disappeared from the poliical stage for

MENGATASI GPK ACEH


(1)

“Tentara hanya mempunyai kewajiban satu, ialah mempertahankan kedaulatan Negara dan menjaga keselamatannya, sudah cukup kalau Tentara teguh memegang

kewajiban ini, lagi pula sebagai Tentara, disiplin harus dipegang teguh.”

(Diucapkan dihadapan Konferensi Tentara Keamanan Rakyat pada 12 November 1945 di Yogyakarta, sebagai amanat pertama sejak diangkat sebagai Panglima Besar TKR)

"The Army has only one duty, State sovereignty is to maintain and keep safety, it was enough to irmly hold the Army

this obligaion, and besides the Army, discipline must be adhered to. "

(Pronounced before the Conference of People's Security Army on November 12, 1945 in Yogyakarta, as the irst since the mandate was appointed as Commander of TKR)

“Eratkanlah perhubungan kamu sekalian, selaku kekuatan Negara (anggota Angkatan Perang, anggota Polisi Negara, anggota Lasykar dan Barisan Perjuangan). Adakan serta bulatkanlah kerja

sama di antara semua kekuatan Negara, bantulah sepenuh-penuhnya iap-iap usaha dari salah satu kekuatan

Negara dalam melakukan kewajiban terhadap Negara, keluar dan ke dalam”

(Diucapkan melalui Pidato Radio di Yogyakarta pada 5 Juni 1946 dalam upaya mempersatukan segenap kekuatan Negara)

Tighten nexus of you all, as the strength of the State

(Members of the Armed Forces, members of the State Police, members of the

Rows of paramilitary troops and Struggle). Organize and work bulatkanlah

same among all the forces of the State, help

fullest efort from each one of the strengths

The state in performing the duty of the State, out and into "


(2)

86

PATTIMURA

Jika kau tanya apa jasaku, aku akan jawab: tidak ada. Jika kau tanya apa baktiku, aku akan jawab: tidak ada. Aku hanya melaksanakan kewajiban,

tidak lebih tidak.

Bukan bendera diktator yang kukibarkan, bukan pula bendera pahlawan.

Terima kasih Pattimura! Terima kasih para jantan Pattimura!

Kita akan bertemu lagi di laut biru di bawah bendera kewajiban.

Laksamana Muda TNI R. JOSAPHAT SOEDARSO

Surabaya, 3-8-1959

Pattimura

If you ask me what my services, I would answer: no. If you ask what baktiku,

I would answer: no. I only carry out duties,

no more no.

Not a dictator who kukibarkan lag, a lag nor a hero.

Pattimura Thank you! Thanks for the males Pattimura! We will meet again in the ocean blue

obligations under the lag. Rear Admiral TNI R. JOSAPHAT Soedarso


(3)

(4)

(5)

MUSEUM BHAKTI TNI

BHAKTI TNI MUSEUM

BHAKTI TNI MUSEUM

Indonesian National Army (TNI) as a power of national defense of The Republic of Indonesia (NKRI) shall carry out the Indonesia’s defense policy in upholding state sovereignty, defending territorial integrity, protecting the safety of the nation, running military operations for war (Operasi Militer untuk Perang (OMP)) and military operations other than war (Operasi Militer Selain Perang (OMSP)), and also participating actively in regional and international peacekeeping mission. Since its birth in the revolution era until now, TNI has always taken a real role in building and securing NKRI from all kinds of threats, challenges, obstacles, and the exist interferences.

As an instrument of the country in defense system, TNI always and continuously gives protection for the existence and sovereignty of NKRI from many bad efforts of outside or inside parties who want to divide even dissolve the integrity of NKRI. At the relatively young age, TNI has been faced with threats

and challenges that makes TNI becomes more mature, wise, and inally successes in managing and

solving all threats and challenges so on. In the period of 1961-1962, TNI succeeded in managing Trikora Operation where the enemy forces who want to disrupt territorial integrity of NKRI could be defeated. In the period of 1963-1966, TNI succeeded in managing Dwikora Operation to blockade foreign forces that would disrupt the Indonesian struggle towards a better future. Entering 1965-1968, TNI succeeded in thwarting and crushing the efforts of Indonesian Communist Party (PKI) that wanted to change the ideology and form of the state. Then in period of 1975, TNI carried out Seroja Operation to help the people in Portuguese Timor who wanted to join with NKRI. Besides conducted the military operations, TNI also conducted an armed movement crackdown carried out by a group of citizens who act against the legitimate government of Indonesia. In 1995-1996, TNI carried out operations to free hostages in Mapanduma. Prior to the tsunami in 2004, TNI conducted martial law in the territory of Aceh Special Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono bersama Ibu Ani Yudhoyono dan rombongan meninjau korban gempa bumi di Padang Sumatera Barat tahun 2009.

The President of Republic Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono with Mrs. Ani Yudho-yono and the team were reviewing

the earthquake vicims in Padang, West Sumatera in 2009.

Koningen Garuda Indonesia XXIII-A/UNIFIL pada saat persiapan untuk mengikui upacara tanggal 17 Agustus 2007 dan kegiatan medal parade UNIFIL di Lebanon.

Garuda Indonesia XXIII-A/UNIFIL Coningent was in preparaion for following the Independence Ceremony on August 17, 2007 and UNIFIL Medal Parade in Lebanon.

“participating in the establishment peace of world”. The implementation of this international assignment

began since the sending of the irst Garuda Contingent (Konga I) to Egypt in 1957 until recently (2011) TNI has sent the thirty third Garuda Contingent (Konga XXXIII).

As the implementation of basic duty that has been mandated in the law of Indonesia number 34 year 2004, TNI conducts job of assisting local governments in developing and advancing infrastructure in the region of Indonesia as well as in health, education and social welfare. Those duties are realized with the special programs that continuously executed by TNI such as Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD) which conducted by Army, Suryabhaskara Jaya which conducted by Navy, and the Pelangi Nusantara which conducted by Air Force.

The duty in assisting the Indonesian Police for security and public order is implemented in the form of mass riots tackling, demonstrations security, and terrorism prevention efforts. VVIP security duty is performed by securing the President and his family as well as Vice President and his family. The natural disaster mitigation jobs are performed by forming a task force which directly deployed in disaster area

such as landslides, loods, volcanic eruption, earthquakes, forest ires, and tsunami.

Search and Rescue (SAR) operation is conducted in order to help the victims of accidents from land, sea and the air. Shipping and aviation security duties are carried out to prevent the efforts of certain groups who want to make endanger of safety life, goods, or natural resources. The actions are by doing piracy

countermeasures ships and aircraft, the prevention of illegal logging, illegal ishing, and illegal mining.

Meanwhile the task in securing border area and vital objects are implemented by forming a task force who immediately deployed in border areas and national vital objects.

Besides military operations of war and military operations other than war, TNI also carries out adventurous expedition activities in order to obtain new data and experience that will greatly useful for the future. The examples of those expeditions are Mount Everest Expedition, Arung Samudera 95, Sail Bunaken 2009, Elang Biru Aerobatics, and Bukit Barisan Expedition. During its jobs, TNI has

been equipped by the

main weaponry system

(defense equipment) from

the domestic and abroad. Historically TNI’s defense

equipment faced various conditions such as very simple condition where the main weaponry system

only relies on the war relics from Japan and the Netherlands. TNI has ever faced a very proud condition in 1962, where the main weaponry system was the largest and most modern weaponry in Southeast

Asia. Until now the conditions of TNI defense equipments dynamically changing along with the inancial

capacity of Indonesia.


(6)

MUSEUM BHAKTI TNI

Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang (OMP) dan operasi militer selain perang (OMSP), serta ikut secara aktif dalam tugas perdamaian regional dan internasional. Sejak kelahirannya, pada masa revolusi hingga kini, TNI selalu mengambil peran secara nyata dalam membangun dan mengamankan NKRI dari segala macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang ada.

Sebagai alat negara di bidang pertahanan, TNI secara terus-menerus melakukan perlindungan dan bhaktinya bagi eksistensi dan keberadaan NKRI dari berbagai upaya pihak tertentu baik dari luar maupun dari dalam negeri yang ingin memecah-belah bahkan membubarkan keutuhan NKRI. Di usianya yang relatif masih muda TNI sudah dihadapkan dengan ancaman dan tantangan yang justru membuat TNI menjadi lebih dewasa dan bijaksana sehingga akhirnya TNI berhasil mengatasi segala ancaman dan tantangan yang ada. Pada periode 1961-1962, TNI berhasil melaksanakan Operasi Trikora sehingga kekuatan musuh yang akan mengganggu keutuhan wilayah NKRI bisa digagalkan. Pada periode 1963-1966, TNI berhasil menggelar Operasi Dwikora guna menghalau kekuatan-kekuatan asing yang akan mengganggu jalannya perjuangan bangsa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Memasuki tahun 1965-1968, TNI berhasil menggagalkan dan menumpas uapaya-upaya Partai Komunis Indonesia (PKI) yang akan merubah ideologi dan bentuk negara. Memasuki periode 1975, TNI melaksanakan Operasi Seroja guna membantu rakyat di Timor Portugis yang ingin bergabung dengan NKRI. Selain melaksanakan tugas operasi militer, TNI juga melaksanakan penumpasan gerakan bersenjata yang dilakukan oleh sekelompok warga negara yang bertindak melawan pemerintahan Republik Indonesia (RI) yang sah. Pada tahun 1995-1996, TNI melaksanakan Operasi Pembebasan Sandera di Mapanduma. Sebelum terjadi Tsunami tahun 2004 TNI melaksanakan Darurat Militer di wilayah Daerah Istimewa Aceh.

Selain tugas operasi militer di dalam negeri TNI juga secara aktif dan terus-menerus melaksanakan tugas-tugas internasional. Tugas-tugas internasional yang diemban TNI, selain sebagai bukti kepercayaan dunia Internasional terhadap keberadaan TNI juga merupakan pelaksanaan amanat dari pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yakni “ikut serta melaksanakan ketertiban dunia”. Pelaksanaan tugas-tugas internasional TNI diawali sejak

pengiriman Kontingen Garuda

(Konga) I ke Mesir pada tahun 1957 dan sampai saat kini (2011)TNI telah

mengirimkan Kontingen Garuda ke XXXIII.

Sebagai pelaksanaan tugas pokok yang telah diamanatkan dalam Undang-undang (UU) RI Nomor 34 tahun 2004, TNI melaksanakan tugas membantu pemerintah di daerah dalam membangun dan memajukan sarana dan prasarana di daerah ataupun dalam bidang kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial. Tugas membantu pemerintah di daerah ini direalisasikan dengan

pelaksanaan program-program khusus dan terus menerus dilaksanakan oleh TNI seperti TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) yang dilaksanakan TNI AD, Suryabhaskara Jaya dilaksanakan TNI AL dan Pelangi Nusantara yang dilaksanakan TNI AU.

Pelaksanaan tugas membantu Kepolisian dalam tugas keamanan dan ketertiban masyarakat diimplementasikan dalam bentuk bantuan TNI dalam penanggulangan kerusuhan massa, pengamanan demontrasi, dan usaha pencegahan terorisme. Tugas Pengamanan VVIP dilaksanakan dengan melakukan pengamanan Presiden dan keluarganya serta Wakil Presiden dan keluarganya. Sedangkan tugas penanggulangan akibat bencana alam dilaksanakan dengan membentuk satuan tugas kemanusiaan yang langsung diterjunkan di daerah yang tertimpa bencana baik bencana alam tanah longsor, banjir, gunung meletus, gempa bumi, kebakaran hutan dan tsunami.

Pelaksanaan tugas Search and Rescue (SAR) dilakukan dalam rangka pertolongan kecelakaan lalu lintas di darat, laut, dan udara. Tugas pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajak, perampok dan penyelundupan dilaksanakan dalam rangka pencegahan terhadap usaha-usaha kelompok tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan keselamatan jiwa ataupun kerugian material dan kekayaan negara seperti penanggulangan

pembajakan kapal laut dan pesawat udara, pencegahan illegal logging, illegal ishing, dan illegal

minning. Sedangkan tugas mengamankan wilayah perbatasan dan objek vital dilaksanakan dengan membentuk satuan tugas yang langsung diterjunkan di wilayah-wilayah perbatasan dan objek-objek vital nasional.

Selain melaksanakan OMP dan OMSP, TNI juga melaksanakan Ekspedisi yaitu kegiatan yang bersifat petualangan guna mendapatkan data atau pengalaman baru yang akan sangat bermanfaat bagi pelaksanaan tugas di masa depan. Ekspedisi-ekspedisi yang dilaksanakan TNI antara lain: Ekspedisi Mount Everest, Arung Samudera 95, Sail Bunaken 2009, Aerobatik Elang Biru, dan Ekspedisi Bukit Barisan.

Dalam melaksanakan Bhaktinya kepada NKRI, TNI selalu dilengkapi dengan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam perjalanannya Alutsista TNI mengalami beberapa kondisi dari kondisi yang sangat bersahaya yakni di mana Alutsista TNI hanya bertumpu pada kekuatan-kekuatan alat perang paninggalan Jepang dan Belanda, hingga kondisi yang sangat membanggakan yakni pada tahun 1962, di mana Alutsista

TNI merupakan Alutsista yang paling besar dan modern dikawasan Asia Tenggara. Sampai saat kini kondisi Alutsista TNI mengalami pasang-surut seiring dengan kemampuan keuangan Negara.

Memasuki akhir tahun 1998, Era Reformasi berhembus kencang ke seluruh sektor kehidupan berbangsa dan bernegara di wilayah NKRI. Sejalan dengan itu TNI melaksanakan penataan posisi (reposisi) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penataan tersebut dimungkinkan karena TNI mengemban tugas sebagai alat negara di bidang pertahanan sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2004.

Demikian sekilas materi Museum Bhakti TNI yang tersaji dalam adegan visual yang terbagi dalam 14 (empat belas) ruang. Museum dibuka untuk umum setiap hari Senin sampai Jumat pada pukul 09.00-14.00.

KRI Teluk Ratai 509 berlabuh di pantai Calang, Aceh Jaya, setelah selesai menurunkan sumbangan pakaian untuk para korban Tsunami tahun 2005.

KRI Teluk Ratai 509 anchored at Calang Beach, Aceh Jaya ater dropping the clothing donaions for the Tsunami vicims in 2005.

Anggota TNI AU membantu warga Bantul, Yogyakarta membersihkan puing-puing akibat gempa bumi tahun 2006.

The members of Indonesian Air Force helped the ciizen of Bantul Yogyakarta to clean the ruins as the result of earthquake in 2006.

Pasukan Khusus TNI AD (Kopassus) membantu pemakaman massal korban letusan Gunung Merapi di Cangkringan, Sleman, Yogyakarta tahun 2010.

Army Special Force (KOPASSUS) helped mass funeral of the Mount Merapi