MAKNA BAHAGIA ISTRI TKI: TENAGA KERJA INDONESIA.

(1)

MAKNA BAHAGIA ISTRI TKI (TENAGA KERJA INDONESIA)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan

Program Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Murdlin Mubarrok B77209149

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRACT

The key to a good life is happiness. Therefore. Are consciously or not humans continually strive to achieve of happiness. Happiness it self cann be achieved with the needs of life and there are many ways which is taken by each individual. People work to earn income and career achievement. The family to meet the live and affection. Interpersonal interaction that occurs within this family influence to a state of happiness (harmony) or unhappy (disharmony) on one or several other family members. In order to achieve a happy and harmonious family of one of the supporting factors are economic factors. Such a widespread assumption in society that the higher the economic level the higher the level of happiness.

Qualitative approach need is phenomenological approach. Based on the result of this study concluded thet the physiological needs of the most influential in the happiness of a wife who has a husband working abroad.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 5

C. Keaslian Penelitian ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 23

E. Manfaat Penelitian ... 24

Bab II KAJIAN PUSTAKA A. Konseptualisasi Bahagia ... 25

B. Perspektif Teoritis ... 38

Bab III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 40

B. Lokasi Penelitian ... 41

C. Sumber Data ... 41

D. Cara Pengumpulan Data ... 43

E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data ... 45

F. Keabsahan Data ... 46

Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 47

B. Hasil Penelitian ... 51

a. Deskripsi Hasil Temuan ... 51

b. Analisis Temuan Penelitian ... 57

C. Pembahasan ... 59

Bab V PENUTUP A. Kesimpulan ... 62

B. Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jadwal Pengambilan Data ... 49 Tabel 2 Analisis Data ... 57


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

A. Transkrip Wawancara Informan (Ibu) ... 67

B. Transkrip Wawancara Subjek (Anak)... 79

C. Transkrip Wawancara Subjek (Pak RT) ... 84

D. Lembar Katersediaan ... 87


(9)

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebahagiaan merupakan salah satu konstrak ukur dalam bidang psikologi. Berkembangnya bidang kajian positive psychology di era milenium baru, mendo‐rong munculnya berbagai macam publikasi penelitian psikologi yang bertemakan kebahagiaan. Salah satunya adalah konsep subjective wellbeing (SWB) yang kemudian banyak dipakai dikajian‐kajian kebahagiaan individu (Diener 2008). Beberapa peneliti psikologi cenderung menyamakan istilah happiness (kebahagiaan dalam bahasa Inggris) dengan subjective wellbeing (Uchida, dkk., 2004; Lyubomirsky dkk., 2005; Boven, 2005; Pavot, 2008). Namun ada juga yang berpendapat bahwa SWB merupakan konsep lebih luas dan menyeluruh yang meliputi kebahagiaan itu sendiri. Pengertian kebahagiaan bukanlah sesederhana keterbalikan dari rasa sakit, kesedihan, atau ketidaknyamanan (Caiccopo dkk., 1999). Seligman (2002), salah seorang pendiri aliran positive psychology, mendefinisikan kebahagiaan sebagai muatan emosi dan aktivitas positif. Veenhoven (1995) mendefinisikan kebahagiaan sebagai derajat sebutan terhadap kualitas hidup yang menyenangkan dari seseorang. Veenhoven menambahkan bahwa kebahagiaan bisa disebut sebagai


(11)

2

diungkapkan oleh Oishi dan Koo (2008), kebahagian adalah konstrak laten yang secara umum diindikasikan terbaik melalui tingkat kepuasan hidup. Kebahagiaan juga didefinisikan sebagai keunggulan afek positif pada afek negatif dan sebagai kepuasan hidup yang menyeluruh (Argyle, Martin & Crossland, 1989). Diener (2000) mendefinisikan subjective wellbeing (SWB) adalah keseluruhan penilaian kognitif mengenai kualitas kehidupan seseorang.

Kunci dari hidup yang baik adalah kebahagiaan. Oleh karena itu, secara disadari maupun tidak, manusia terus berupaya untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan terpenuhinya kebutuhan hidup dan ada banyak cara yang ditempuh oleh masing-masing individu. Orang bekerja untuk memperoleh penghasilan dan pencapaian karier. Orang berkeluarga untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih sayang. Interaksi antar pribadi yang terjadi dalam keluarga ini berpengaruh terhadap keadaan bahagia (harmonis) atau tidak bahagia (disharmonis) pada salah seorang atau beberapa anggota keluarga lainnya.

Untuk mewujudkan sebuah keluarga maka setiap individu harus melakukan pernikahan atau perkawinan. Dalam Ensiklopedia Indonesia (t.t.) perkataan perkawinan = nikah, sedangkan menurut Purwadarminta (1976) kawin = perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri; nikah; perkawinan = pernikahan. Selain itu, Hornby (1957)


(12)

3

wife". Ini berarti bahwa perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami-istri.

Sementara itu, Undang-undang Perkawinan, yang dikenal dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 telah menyebutkan bahwa "Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa." (dalam Wantjik, 1976). Perkawinan adalah suatu hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan yang diakui secara sosial, menyediakan hubungan seksual dan pengasuhan anak yang sah, dan didalamnya terjadi pembagian hubungan kerja yang jelas bagi masing-masing pihak baik suami maupun istri. (Duvall dan Miller , 1985).

Keluarga akan harmonis bila para anggota didalamnya bisa berhubungan secara serasi dan seimbang, saling memuaskan kebutuhan anggota lainnya serta memperoleh pemuasan atas segala kebutuhannya. Teori Maslow yang membahas tentang beragam kebutuhan manusia telah menyusun suatu hierarki kebutuhan yang harus dipenuhi oleh individu sebagai pribadi dan sebagai anggota keluarga secara selaras dan seimbang, yaitu: 1.Kebutuhan biologik-faali (kebutuhan-kebutuhan dasar) seperti makan, minum, pakaian. 2.Kebutuhan akan rasa aman (bebas dari bahaya dan ancaman baik fisik maupun psikis). 3.Kebutuhan akan kasih sayang (afeksi) dan rasa kebersamaan, rasa


(13)

4

(belonging). 4.Kebutuhan akan penghargaan dan prestasi (self esteem). 5.Kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri).

Demi mencapai keluarga yang bahagia dan harmonis salah satu faktor pendukungnya adalah faktor ekonomi. Seperti asumsi yang beredar di masyarakat yaitu semakin tinggi tingkat ekonomi sebuah keluarga semakin tinggi pula tingkat kebahagiaan. Oleh sebab itu setiap kepala keluarga bekerja keras demi mendapatkan pendapatan yang lebih dengan cara bekerja. Banyak pilihan pekerjaan yang dapat dipilih atau dilakukan contohnya menjadi karyawan swasta, berwirausaha dan tidak sedikit pula menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang menjadi pilihan bagi kebanyakan masyarakat pedesaan salah satunya di di Desa Lowayu Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik.

Ada beberapa alasan sehingga masyarakat pedesaan lebih memilih menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dari pada bekerja di negeri sendiri atau berwirausaha meskipun mereka harus meninggalkan istri dan anak di desa. Salah satu alasan utama adalah perbedaan pendapatan. Perbedaan pendapatan yang cukup tinggi antara di dalam negeri dan di luar negeri ini membuat masyarakat di desa-desa berbondong-bondong untuk mencari lapangan pekerjaan hingga ke luar negeri, walaupun untuk menjadi TKI itu sendiri tidak jarang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Akan tetapi sepertinya mereka berfikir itu merupakan modal awal dan nantinya setelah mereka


(14)

5

sendirinya akan kembali dari hasil gaji mereka yang bahkan mungkin melebihi biaya yang mereka keluarkan.

Dengan maraknya kepala keluarga keluar negri, maka hal ini akan mempengaruhi kehidupan kabahagiaan sang istri. Kebutuhan akan kasih sayang (afeksi) dan rasa kebersamaan, kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri) dari seorang suami akan hilang selama masih bekerja di luar negri.

Seperti peribahasa “mangan ora mangan sing penting kumpul” dan rukun agawe santosa, crah agawe bubrah, menunjukkan penekanan masyarakat Jawa kepada kebersamaan dan kekeluargaan sehingga senantiasa ingin bersikap yang baik kepada anggota keluarga dan selalu ingin berkumpul bersama dengan keluarga maupun lingkungan sosialnya. (Herusatoto, 2008). Makna dari peribahasa tersebut juga tidak berlaku bagi keluarga TKI (Tenaga Kerja Indonesia).

Berdasasrkan latar belakang itulah peneliti ingin meneliti tentang bagaimana istri TKI (Tenaga Kerja Indonesia) memaknai kebahagiaan dengan menggunanakan pendekatan secara deskriptif.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini adalah bagaimana makna bahagia menurut istri TKI (Tenaga Kerja


(15)

6

C. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Shantory F.S Maniku, J. S. V. Sinolungan H., Opod berjudul Hubungan Kebahagiaan dengan Status Sosial pada Lingkungan Keluarga di Kelurahan Tanjung Batu metode yang digunakan menggunakan kuesioner. Penelitian dilakukan pada 93 responden. Menggunakan uji statistik yaitu uji korelasi Pearson – product moment. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu tidak terdapat hubungan antara kebahagiaan dengan status sosial pada keluarga.

Penelitian yang dilakukan oleh Gloria E. Wenas, Henry Opod ,Cicilia Pal yang berjudul Hubungan Kebahagiaan dengan Status Sosial Ekonomi Keluarga di Kelurahan Artembaga II di kota Bitung menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan simple random sampling. Selain itu pada penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kebahagiaan dengan status sosial ekonomi dengan tingkat hubungan yang rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Ari Rahmawati yang berjudul Makna Kebahagiaan pada Jamaah Maiyah, Komunitas Bangbangwetan Surabaya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif-fenomenologis ini menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan melibatkan tiga subjek penelitian yang telah terlibat secara aktif dalam Jamaah Maiyah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna kebahagiaan adalah bersyukur. Perasaan syukur ini muncul sebagai reaksi proses pendewasaan pada diri, tentang bagaimana mereka menyikapi hidup dengan nilai-nilai yang dianut.


(16)

7

Konsep kebersamaan mendorong munculnya kekuatan-khas dan kebajikan personal dalam bentuk kearifan dan pengetahuan, keberanian, kemanusiaan dan cinta, keadilan, kesederhanaan, serta transendensi..

Penelitian yang dilakukan oleh Murti Mujamiasih yang berjudul

Subjective Well Being : Studi Indigenius pada PNS dan Karyawan swasta

yang bersuku Jawa di Pulau Jawa. Subjective Well-Being merupakan suatu hal yang penting dalam hidup, karena dengan bahagia setiap orang pasti merasakan kenyamanan. King dan Napa (dalam King, 2001) mengungkapkan bahwa subjective well-being adalah prediktor kuat untuk menilai kebaikan dalam hidup. Sehingga subjective well-being menjadi hal yang penting untuk dibicarakan, mengingat manfaatnya yang besar bagi manusia. (Wijayanti, Herlani dan Fivi Nurwianti. 2010:116-117).Nilai-nilai dari budaya yang berbeda mempunyai pengaruh terhadap kognitif, emosi, motivasi dan sistem perilaku individu (Markus dan Kitayama,1991 dalam Boyun Woo, 2009). Oleh sebab itu, diperlukan studi lintasbudaya yang membandingkan hubungan-hubungan antara sikap kerja dan perilaku kerja pada level-level budaya yang berbeda di negara-negara yang berbeda. Penelitian ini sendiri bertujuan agar peneliti serta pembaca mengetahui perspektif PNS dan karyawan Swasta bersuku Jawa di Pulau Jawa mengenai subjective well-being. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 700 orang, yaitu PNS dan karyawan Swasta bersuku Jawa, sehingga hasil penelitian ini tidak bisa digeneralisasikan pada orang bersuku


(17)

8

Jawa. Model sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik snow ball sampling, dengan alat pengumpul data berupa open-ended

questionnaire. Hasilnya diketahui bahwa SWB menurut karyawan Jawa

adalah jika mereka berkecukupan secara materi (60.89%), faktor-faktor yang mempengaruhi SWB menurut karyawan Jawa juga karena faktor kecukupan materi (38.90%), upaya yang dilakukan karyawan Jawa untuk mencapai SWB adalah dengan bekerja keras (76.23%).

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Tingkat Kebahagiaan Mahasiswa Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang berada pada kategori sedang. Artinya bahwa sebagian besar mahasiswa Paikologi angakatan 2013 memiliki kebahagiaan yang cukup baik akan tetapi belum maksimal. Mahasiswa yang kebahagiaannya sedang sebesar 63,3 %, mahasiswa yang kebahagiaannya tinggi sebesar 21,7 %, dan mahasiswa yang kebahagiaannya rendah sebesar 15 %.Kebahagiaan dalam kategori sedang 63,3% ini menunjukkan bahwa kebahagian Mahasiswa Psikilogi angkatan 2013 cukup baik. Meski responden memaparkan tentang beberapamasalah yang dialami dalam hidup, namun hampir semuanya menyatakan bahwa mereka merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Setiap orang memiliki kesempatan untuk merasa lebih bahagia lagi. Kebahagiaan sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dialami individu disepanjang hidupnya. Baik faktor kehidupan sosial, agama, budaya, pernikahan, uang dan kesehatan.Mahasiswa Psikologi angkatan 2013 cenderung berada pada tingkat sedang kebahagiaannya, terkadang dari mereka masih


(18)

9

mengalami ketegangan, rasa takut, mengalami kecemasan dan emosi negatif. Meski responden mengalami beberapa masalah, namun hampir semuanya menyatakan bahwa mereka merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Sebesar 21,7 % Mahasiswa Psikologi angkatan 2013 tingkat kebahagiaan sangatlah tinggi. Mahasiswa yang memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi adalah mahasiswa yang tidak mengalami ketegangan, rasa takut, tidak mengalami kecemasan dan terbebas dari emosi negatif. Tingkat kebahagiaan dalam kategori rendah sebesar 15 % . mahasiswa yang memiliki tingkat kebahagiaan rendah adalah mereka yang mengalami ketegangan, ada rasa takut, atau mengalami kecemasan dalam hidupnya. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara asertif dengan kebahagiaan pada Mahasiswa Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Angkatan 2013. Sebagaimana ditunjukkan dengan hasil 0,657. Korelasi yang signifikan dilihat dari sig = 0,000 ˂ 0,05. Adanya Korelasi yang tinggi ini dikarenakan dalam pengungkapan perasaan positif, afirmasi diri, serta pengungkapan perasaan negatif cukup baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Asri Mutiara Putri dengan judul Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Penduduk Jabodetabek (Studi pada Dewasa Muda Bekerja dan Tidak Bekerja). Penelitian ini dilakukan pada 132 penduduk Jabodetabek. Desain penelitian yang digunakan adalah cross

sectional study dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen

pengambilan data. Dalam rangka mengukur kebahagiaan, digunakan alat ukur Subjective Happiness Scale, sedangkan kualitas hidup diukur dengan


(19)

10

alat ukur Schedule for Evaluation of Individual Quality of Life- Direct

Weighting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang bekerja

lebih bahagia dibandingkan dengan individu yang tidak bekerja. Namun, diperoleh hasil yang berbeda untuk kualitas hidup, dimana tidak terdapat perbedaan tingkat kualitas hidup antara individu yang bekerja dan tidak bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan memiliki pengar uh terhadap kebahagiaan, namun tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup. Individu yang tidak bekerja ditemukan tidak memandang pekerjaan sebagai aspek kehidupan yang penting. Kondisi ini membuat individu yang tidak bekerja tetap dapat memiliki kualitas hi dup yang baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Asih Miranti dengan judul Faktor-faktor Pembentuk Kebahagiaan dalam Keluarga (Konteks Budaya Jawa dan Pengaruh Islam). Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan faktor-faktor pembentuk kebahagiaan dalam keluarga (konteks budaya Jawa dan pengaruh Islam). Informan utama dalam penelitian ini adalah orang dewasa (bapak/ibu) berusia 25-60 tahun, keluarga yang belatar belakang budaya Jawa dan Islam serta bertempat tinggal di Karisidenan Surakarta. Metode pengambilan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner terbuka dan wawancara.Hasil menunjukkan bahwa secara umum permasalahan yang ada dalam keluarga meliputi konflik yang terjadi didalam keluarga, kesehatan anggota keluarga, tidak adanya waktu berkumpul bersama keluarga dan masalah ekonomi keluarga. Mengenai Bentuk kebahagiaan yang


(20)

11

diharapkan pada keluarga (konteks budaya Jawa dan pengaruh Islam) adalah keluarga yang sakkinnah, mawaddah, warahmah. Keluarga yang sakinnah, mawaddah, warahmah yang didalamnya memiliki perasaan yang tenang, saling menyayangi dan mengasihi antar sesama anggota keluarga. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan dalam keluarga (konteks budaya Jawa dan pengaruh Islam) yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi, kesehatan anggota keluarga, pengertian antar anggota keluarga, dan keyakinan akan kekuatan Allah SWT. Faktor eksternal yang mempengaruhi kebahagiaan meliputi kebersamaan anggota keluarga dan ekonomi keluarga, maka dengan adanya beberapa faktor tersebut akan terciptanya suatu kebahagiaan dalam keluarga khususnya pada keluarga yang berlatarbelakang budaya Jawa dan beragama Islam.

Penelitian yang dilakukan oleh Adinda Melati dengan judul Gambaran Kebahagiaan Pada Penyandang Tuna Daksa Dewasa Awal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebahagiaan pada penyandang tuna daksa dewasa awal. Teori aspek-aspek kebahagiaan dan karakteristik orang yang bahagia oleh Seligman dan Myers digunakan untuk menggambarkan kebahagiaan penyandang tuna daksa.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena dengan metode ini dapat dipahami gejala sebagaimana subjek mengalaminya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang sesuai dengan diri subjek dan bukan semata-mata penarikan kesimpulan sebab akibat yang dipaksakan. Responden dalam penelitian ini


(21)

12

sebanyak tiga orang yang masing-masing memiliki cacat tubuh sejak lahir. Prosedur pengambilan data dilakukan berdasarkan konstruk operasional

(operational construct sampling). Metode pengumpulan data yang dipakai

adalah wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan ternyata orang yang tuna daksa juga memiliki kebahagiaan didalam kehidupannya. Terdapat beberapa aspek dan karakteristik yang menunjukkan ketiga responden mencapai kebahagiaan. Menjalin hubungan yang positif dan optimis membuat ketiga responden mampu menjalani kehidupan seperti orang yang memiliki fisik yang normal. Selain itu ketiga responden merasa bangga karena dengan kecacatan yang ketiga responden miliki tidak mampumenghalangi ketiganya untuk terus berkarya dan bekerja. Ketiga respondenmempunyai tujuan hidup yang sama yaitu ingin menjadi orang yang berhasil, membangun keluarga yang bahagia, dan tidak hidup bergantung pada orang lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Sifra Damongilala dengan judul Hubungan Status Sosial Ekonomi dengan Kabahagiaan Keluarga dalam Masyarakat Desa Betelen 1 Kecamatan Tombatu Kabupaten Minahasa Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status social ekonomi dengan kebahagiaan keluarga pada masyarakat Betelen 1 kecamatan Tombatu kabupaten Minahasa Tenggara. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan pengisian kuesioner penelitian. Kuesioner kebahagiaan keluarga. Penelitian ini dilakukan pada keluarga-keluarga yang ada di desa Betelen 1 kecamatan Tombatu


(22)

13

Kabupaten Minahasa Tenggara. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari penelitian ini maka terdapat beberapa hal yang akan dibahas. Dari 101 keluarga yang menjadi sampel penelitian, digolongkan kedalam tiga status sosial ekonomi yaitu atas, menengah, dan bawah.Kemudian didapatkan 21 keluarga memiliki status sosial ekonomi atas, 24 keluarga memiliki status sosial ekonomi menengah, dan 56 keluarga memiliki status sosial ekonomi bawah. Status sosial ekonomi tersebut digolongkan melalui data karakteristik yang diisi oleh responden yaitu pekerjaan bapak dan ibu, pendidikan terakhir bapak dan ibu, dan pendapatan keluarga per bulan.Sedangkan kebahagiaan keluarga diukur dengan kuesioner kebahagiaan keluarga yang disusun dari acuan teori Aristoteles. Teori Aristoteles menyebutkan bahwa kebahagian yang sesungguhnya dinilai dari cara individu memandang kehidupannya dan mensyukuri apa yang ada pada dirinya, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kebahagiaan yaitu pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kesehatan, kehidupan dengan masyarakat sekitar, dan kepuasan hidup. Hasil yang didapatkan pada Tabel 3 dilakukan uji correlate pearson secara umum kedua variabel yaitu status sosial ekonomi (atas, menengah dan bawah) dengan kebahagiaan keluarga didapatkan hasil r=0,010 dengan p=0,918 > α=0,05 secara statistik tidak bermakna. Artinya, kebahagiaan tidak hanya dimiliki oleh keluarga-keluarga yang memiliki status sosial atas, melalui penelitian ini dapat dilihat bahwa keluarga-keluarga yang memiliki status sosial menengah dan bawah 470 Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 2, Nomor 2, Juli 2014, hlm. 467-470 juga merasa bahagia dengan kehidupan


(23)

14

keluarga mereka. Kebahagiaan yang sebenarnya memiliki makna yang sangat absrak, tetapi bisa diukur dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Aristoteles bahwa kebaha-giaan itu sendiri dimaknai dengan cara pandang masing-masing individu dalam memaknaai faktor-faktor yang dapat memepengaruhi kebahagiaan mereka. Keluarga-keluarga yang masuk kedalam golongan status sosial ekonomi bawah dan menengah yang pendapatan per bulan mereka jauh dibawah dari keluarga yang memiliki status sosial ekonomi atas yang pendapatan per bulan mereka besa juga sama merasakan kebahagiaan keluarga mereka. Kebahagiaan tidak hanya dinilai dari status sosial ekonomi, hubungan yang harmonis antara suami istri, hubungan harmonis antara orang tua dan anak, memiliki keluarga sehat, merasa nyaman dengan pekerjaan yang dijalani, merasa puas dengan kondisi ekonomi, memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar, ternyata bisa menjadi dasar dari sebuah kebahagiaan keluarga. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Ronald Inglehart mempublikasikan hasil dari survey kebahagiaan secara besar-besaran yang melibatkan 170.000 orang dari 16 negara. Dan hasilnya 81% orang puas dengan kehidupannya dan merasa bahagia, orang yang hidup dengan bahagia tidak harus orang terkaya, memiliki pekerjaan dengan pendapatan besar, memiliki jabatan tinggi, bahkan memiliki status sosial yang tinggi. Ada juga teori menurut Ruut Veenhoven kebahagiaan sebuah keluarga lebih tinggi jika keluarga tersebut memiliki perekonomian yang baik, berpendidikan tinggi,


(24)

15

dan memiliki pendapatan yang besar. Hal ini sama dengan Data dari Gallup Global Poll tahun 2005 menyebutkan bahwa tingkat kepuasan hidup dan kebahagiaan bergantung pada pekerjaan, jabatan, dan pendapatan mereka. Pada akhirnya kebahagiaan itu bergantung dari cara pandang individu. Kesimpulan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan status sosial ekonomi dengan kebahagiaan keluarga dalam masyarakat Desa Betelen 1 Kecamatan Tombatu Kabupaten Minahasa Tenggara dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dengan kebahaagian keluarga.

Penelitian yang dilakukan oleh Desfia Mardayeti dengan judul Makna Kebahagiaan pada Anak Jalanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran kebahagiaan pada anak jalanan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah Interpretasi Subjek 1 A merasa bahwa ia dapat merasakan kebahagiaan ketika bersama teman-temannya, karena menurut A teman-temanya mampu memberikan perhatian kepadanya dan bersama teman-temannya ia bisa membagi semua permasalahan yang dialaminya.bukan berarti A tidak mendapatkan perhatian dari orangtuanya, A mendapatkan perhatian dari ibunya bahkan A merasa bahwa ibunya adalah sosok yang baik yang tak bisa dibalas semua kebaikannya. A merasakan disfungsi pada keluarganya semenjak ia masih kecil, ayahnya selalu melakukan tindakan kekerasan pada ibunya sehingga sampai saat inipun A tidak bisa mempercayai ayahnya sama sekali, A masih takut jika ia meninggalkan


(25)

16

ibunya maka ayahnya akan kembali berlaku kasar kepada ibunya. Hal itu yang membuat ia merasa betah bersama teman-temannya dan merasa bahagia ketika bersama teman-temannya karena bersama mereka A tidak perlu lagi memikirkan bagaimana disfungsinya keluarganya. A merupakan seorang muslim yang tidak taat, karena ia tidak pernah melakukan shalat, namun A mampu merasakan keadilan Allah karena menurut A Allah telah memberikan yang terbaik bagi kehiduannya sehingga ia menjalani hidupnya apa adanya, A tidak banyak menuntut karena ia percaya bahwa Allah telah menentukan takdir untuknya sehingga ketika ia merasa bahwa sekarang ia tidak begitu beruntung dalam kehidupannya ia akan berusaha untuk bersyukur dan bersabar. Dan karena itu A adalah sosok yang selalu menyeimbangkan antara harapan dan kemampuan yang dimilikinya. A tidak berani pasang target tinggi dari kemampuannya karena A takut akan kegagalan yang nantinya akan berakibat buruk pada kehidupannya. Interpretasi Subjek 2 R merupakan sosok yang sangat mementingkan lingkungan sosial, karena satu-satunya alasan yang membuat ia berada dijalan adalah ingin berkumpul bersama teman-temannya dan bermain gitar bersama. Menurut R tidak ada hal yang membuat ia merasa bahagia selain berkumpul bersama dengan teman-temannya untuk kemudian bermain gitar.Semenjak kelas satu sekolah dasar hingga ia menamatkan bangku pendidikan disekolah menengah pertama R tinggal bersama neneknya di Medan, sehingga ia tidak memiliki pengalaman yang begitu membekas dengan kedua orangtuanya


(26)

17

namun R tetap menghormati dan menyayangi orangtuanya karena ketika ia mendapatkan uang yang berlebih saat mengamen dijalan maka ia akan memberikan kepada orangtuanya. Bentuk perhatian lain juga pada saat sebelum ia turun kejalan untuk mengamen terlebih dahulu R membantu ayah dan ibunya untuk mengemas kelapa muda yang akan dijual oleh kedua orangtuanya.Uang merupakan uang yang tidak begitu penting bagi R karena menurut R kebahagiaan itu jauh lebih susah ditemukan dibandingkan dengan uang. Dan kebahagiaan R adalah berkumpul bersama dengan teman-temannya dijalanan sambil memetik sebuah gitar untuk kemudian bernyanyi diterik panas disaat lampu merah menyala diperempatan jalanan. Interpretasi Subjek 3I memiliki keluarga yang sibuk dengan urusannya masing-masing, orangtua dan abangnya sibuk mencari uang untuk menafkahi keluarga begitu juga dengan I sehingga mereka jarang berkomunikasi antar masing-masing anggota keluarga. I memegang salah satu peran untuk membantu perekonomian keluarganya, ia menjadi salah satu pencari nafkah untuk kebutuhan sekolah dua adiknya sehingga setiap hari ia harus mengamen dijalan untuk mencari uang guna memenuhi tanggung jawabnya.I merasa bahagia ketika berada dijalan bersama teman-temannya karena saat berada dijalan I bisa merasakan kebebasan yang membuat ia bahagia dan senang, I juga bisa tertawa ketika bersama teman-temannya karena saat bersama teman-teman I bisa menghabiskan waktu sepanjang hari, berkomunikasi, bermain bersama dan mencari uang bersama pula. Teman-teman adalah


(27)

18

sosok yang ditemuinya setiap hari lebih intens dan lebih lama rentang waktu ditemuinya dalam sehari dibanding keluarganya. I merupakan seorang muslim yang tidak taat juga karena ia juga tidak melakukan shalat, Agama hanyalah sebuah identitas belaka baginya. I adalah sosok yang merasa bahwa ia bukanlah seorang yang pantas memiliki cita-cita karena kehidupannya sekarang merupakan kehidupan yang tidak layak untuk mempunyai mimpi, menurut I yang pantas memiliki cita-cita itu adalah seorang yang memiliki kemmapuan yang cukup untuk menggapainya baik itu dari segi dukungan keluarga, finansial atau faktor ekonomi juga pendidikan tentunya sedangkan I untuk menamatkan bangku sekolah dasar saja ia tidak melakukannya apalagi dukungan keluraga dan permasalahan ekonomi yang selalu menjadi benturan dalam hidupnya.Namun I adalah sosok yang memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap keluarganya terutama adik-adiknya, ketika ia merasa tidak pantas memiliki sebuah cita-cita I berharap dan berusaha membantu kedua adiknya meneruskan sekolahnya, ia tidak ingin kedua adik-adiknya tidak menamatkan sekolah seperti dirinya, I menginginkan adiknya lebih baik daripada ia yang berpendidikan rendah sekalipun salah satu faktor yang membuat ia berhenti sekolah tersebut adalah faktor internal karena menginginkan kebebasan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pada anak jalanan sedikit berbeda dengan faktor yang diungkapkan oleh Seligman, karena hanya


(28)

19

satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pada anak jalanan yaitu faktor kehidupan sosial atau teman. Ketiga subjek memiliki faktor pendukung kebahagiaanya masing-masing tergantung kepada kebutuhan dan pengalaman yang telah mereka rasakan. Berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Hartati (2012) bahwa orangtua merupakan sumber kebahagiaan bagi remaja, tidak dirasakan oleh anak jalanan. Remaja yang biasanya erat hubungannya dengan dukungan keluarga tidak demikian dengan ketiga subjek yang telah diteliti, mereka mengalami disfungsi keluarga dengan kondisi dan alasan yang berbeda, mereka tidak merasakan keharmonisan yang dirasakan oleh remaja lain yang biasanya membuat setiap remaja merasakan kebahagiaan ketika mendapat dukungan dari keluarganya, Subjek mengalami disfungsi, dimulai dari yang melihat atau mengalami kekerasan dalam keluarga, turut memegangandil dalam tanggungjawab menafkahi keluarga yang biasanya dikendalikan oleh orangtua terutama ayah juga kurangnya kesempatan mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orangtua karena tidak tinggal bersama orangtua.Dari hasil penelitian ini ditemukan kebahagiaan mereka rasakan ada ketika mereka menerima kondisi keluarga mereka yang mengalami disfungsi tersebut. Ketika Subjek dalam penelitian ini adalah mereka yang berusaha menerima kehidupan yang terjadi pada mereka, tanpa memiliki keluhan yang berarti dan mereka menjalankan hari-harinya yang dijalanan itu tanpa ada perasaan menderita. Thorndike (1999) juga menjelaskan dalam teori hukum akibat Law of effect Bahwa


(29)

20

suatu stimulus yang menghsilkan respon yang memuaskan atau menyenangkan maka perilaku itu akan semakin kuat, dan ketika stimulus tersebut menghasilkan respon yang tidak menyenangkan atau memuaskan maka perilaku itu akan melemah, dalam hal ini ketika subjek turun kejalan dan mereka mendapatkan respon yang menyenangkan dan membahagiakan ketika mereka berada dijalan tersebut maka mereka akan terus menerus berada dijalan dan melakukan kegiatan yang biasanya mereka lakukan jelas yang membuat mereka merasa bahagia dan memuaskan.Ketiga subjek yang sama-sama memandang bahwa uang bukanlah segalanya memiliki pandangan berbeda tentang uang, uang sebagai bentuk tanggung jawab, uang hanyalah faktor yang sangat dibutuhkan namun bukan merupakan prioritas utama, terlepas dari semua pandangan tentang uang ketiga subjek berhenti sekolah, atau berhenti melanjutkan pendidikan karena keterbatasan biaya yang mereka memiliki. Suyanto (2002) menyatakan bahwa anak jalanan sering kali menjadi korban pertama dan menderita serta terhambat proses tumbuh kembang mereka secara wajar karena ketidakmampuan orangtua, masyarakat dan pemerintah dalam memberikan pelayanan sosial yang terbaik bagi anak-anak tersebut. Anak jalanan sedikit berbeda disini mereka tidak menjadi korban pertama dan menderita ketika berada dijalan melainkan mereka merasakan kebahagiaan ketika berada dijalan, jalanan menjanjikan hal yang mereka butuhkan seperti kebebasan, uang dan sarana untuk menuju impian mereka. Anak jalanan yang dinyatakan oleh Suyanto (2002)


(30)

21

terhambat proses tumbuh kembang mereka secara wajar karena ketidakmampuan orangtua mungkin saja benar, mereka akhirnya memilih jalanan sebagai tempat mereka menghabiskan hari-hari karena mereka tidak merasakan kenyaman ketika berda dilingkungan keluarga, namun mereka tidak terhambat tumbuh kembangnya mereka justru berkembang lebih cepat dibandingkan remaja seusianya, mereka sudah harus memikirkan bagaimana mencari uang untuk memenuhi kebutuhan selagi remaja lain masih setia meminta uang kepada orangtuanya hanya saja tumbuh kembang mengenai ilmu pengetahuan mereka yang mungkin memang terhambat disini karena mereka memang tidak lagi menduduki bangku pendidikan.Anak jalanan ini mengurai kebahagiaan yang berbeda dari remaja lain, dalam penelitian ini anak jalanan ini mengurai kebahagiaannya yang begitu sederhana atau bisa juga dinamakan dengan kebahagiaanya sesederhana kemampuan yang ia punya, karena terlalu takut untuk menghadapi resiko ketika menggantungkan harapan terlalu tinggi, anak jalanan justru menyederhanakan kebahagiaannya sesuai dengan kemampuan yang ia miliki, mereka tak pernah menuntut banyak harapan dalam keinginan mereka cukup harapan yang memang sesuai dengan kapasitas mereka miliki sehingga ketika mereka mengatakan mereka bahagia mungkin orang lain melihat mereka tidak bahagia karena ternyata definisi kebahagiaan mereka berbeda dengan orang tersebut. Kebahagiaan lain yang mereka urai juga kebahagiaan yang bersifat sementara karena mereka cenderung hanya memikirkan apa yang terjadi hari ini saja,


(31)

22

mereka tidak memikirkan apa dan bagaimana kehidupan esok, mereka hanya mempersiapkan dirinya untuk apa yang terjadi hari ini, ketika mereka dihadapkan kepada permasalahan mereka cenderung mengalihkan permsalahan tersebut misalnya saja dengan minum miras, dan saat itu mereka akan merasakan senang tapi hanya ketika mereka meminum miras, dan besokpun kembali melakukan pengalihan seperti itu hingga kecenderungan mereka adalah mengabaikan masalah dengan mengalihkannya kepada miras, padahal sebenarnya cuma alibi yang dianggap sebagai sarana yang akan mengurangi beban pikirannya. Begitu juga dengan ketika mereka merasa bahagia karena prinsip mereka yang hanya memikirkan hari ini saja atau yang biasa mereka ungkapkan dengan kata-kata menjalani kehidupan apa adanya membuat mereka hanya akan merasakan kebahagiaan hari ini saja, ketika mereka merasa bahagia karena mendapatkan uang sedikit lebih banyak dari hari kemaren, maka mereka akan mengekspresikannya dengan bermain bilyard tapi kepuasan yang didapat hanya saat mereka bermain bilyard saja. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan, dapat dilihat bahwa gambaran kebahagiaan pada anak jalanan sedikit berbeda, mereka mengukir kebahagiaan mereka sendiri dengan faktor pendukung yang sesuai dengan situasi dan kondisi kehidupan yang mereka jalankan. Mereka mersakan kebahagiaan karena tidak memiliki tuntutan yang tinggi terhadap kebahagiaan tersebut. Mereka mematok kebebahagiaan mereka sesederhana kemampuan yang mereka miliki


(32)

23

Berdasarkan dari beberapa penelitian sebelumnya antara lain Hubungan Kebahagiaan dengan Status Sosial pada Lingkungan Keluarga di Kelurahan Tanjung Batu. Hubungan Kebahagiaan dengan Status Sosial Ekonomi Keluarga di Kelurahan Artembaga II di kota Bitung. Makna Kebahagiaan pada Jamaah Maiyah, Komunitas Bangbangwetan Surabaya.

Subjective Well Being : Studi Indigenius pada PNS dan Karyawan swasta

yang bersuku Jawa di Pulau Jawa. Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Penduduk Jabodetabek (Studi pada Dewasa Muda Bekerja dan Tidak Bekerja). Faktor-faktor Pembentuk Kebahagiaan dalam Keluarga (Konteks Budaya Jawa dan Pengaruh Islam). Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan faktor-faktor pembentuk kebahagiaan dalam keluarga (konteks budaya Jawa dan pengaruh Islam). Gambaran Kebahagiaan Pada Penyandang Tuna Daksa Dewasa Awal. Hubungan Status Sosial Ekonomi dengan Kabahagiaan Keluarga dalam Masyarakat Desa Betelen 1 Kecamatan Tombatu Kabupaten Minahasa Tenggara. Makna Kebahagiaan pada Anak Jalanan, penelitian yang saya lakukan ini asli bukan meniru dan benar – benar berbeda meski sama membahas makna kebahagiaan namun tidak ada yang menggunakan sampel keluarga TKI.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui makna bahagia menurut istri TKI (Tenaga Kerja Indonesia).


(33)

24

E. Manfaat Penelitian

Apabila penelitian ini dilaksanakan, maka hasil penelitiannya akan bermanfaat sebagai:

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam menambah khasana ilmu pengetahuan terutama di bidang psikologi sosial.

2. Praktis

a. Sebagai informasi penting bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga berprofesi sebagai TKI agar memahami psikologi istri yang ditinggalkan.

b. Bagi masyarakat umum, memberikan inspirasi orang lain yang memiliki keluarga berprofesi TKI.


(34)

25

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia

Arti kata “bahagia” berbeda dengan kata “senang.” Secara filsafat kata “bahagia” dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual dengan sempurna dan rasa kepuasan, serta tidak adanya cacat dalam pikiran sehingga merasa tenang serta damai. Kebahagiaan bersifat abstrak dan tidak dapat disentuh atau diraba. Kebahagiaan erat berhubungan dengan kejiwaan dari yang bersangkutan (Dalam Kosasih, 2002) Sumner (dalam Veenhoven, 2006) menggambarkan kebahagiaan sebagai “memiliki sejenis sikap positif terhadap kehidupan, dimana sepenuhnya merupakan bentuk dari kepemilikan komponen kognitif dan afektif. Aspek kognitif dari kebahagiaan terdiri dari suatu evaluasi positif terhadap kehidupan, yang diukur baik melalui standard atau harapan, dari segi afektif kebahagiaanterdiri dari apa yang kita sebut secara umum sebagai suatu rasa kesejahteraan (sense of well being), menemukan kekayaan hidup atau menguntungkan atau perasaan puas atau dipenuhi oleh hal-hal tersebut.


(35)

26

”Diener (1985) menyatakan bahwa happinessatau kebahagiaan mempunyai makna yang sama dengan

subjective wellbeing dimana subjective wellbeing terbagi

atas dua komponen didalamnya. Kedua komponen tersebut adalah komponen afektif dan komponen kognitif.

Furnham (2008) juga menyatakan bahwa kebahagiaan merupakan bagian dari kesejahteraan, contentment, to do your life satisfaction or equally the absence

of psychology distress. Ditambahkan pula bahwa konsep

kebahagiaan adalah merupakan sinonim dari kepuasan hidup atau satisfaction with life (Veenhoven, 2000). Diener (2007) juga menyatakan bahwa satisfaction with life merupakan bentuk nyata dari happiness atau kebahagiaan dimana kebahagiaan tersebut merupakan sesuatu yang lebih dari suatu pencapaian tujuan dikarenakan pada kenyataannya kebahagiaan selalu dihubungkan dengan kesehatan yang lebih baik, kreativitas yang lebih tinggi serta tempat kerja yang lebih baik.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang membuat pengalaman yang menyenangkan berupa perasaan senang, damai dan termasuk juga didalamnya kesejahteraan, kedamaian pikiran, kepuasan hidup serta tidak adanya perasaan tertekan. Semua


(36)

27

kondisi ini adalah merupakan kondisi kebahagiaan yang dirasakan seorang individu.

2. Komponen-Komponen Kebahagiaan

Diener (1985) menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan mempunyai makna yang sama dengan

subjective wellbeing dimana subjective wellbeing terbagi

atas dua komponen didalamnya. Kedua komponen tersebut adalah:

a. Komponen afektif yaitu menggambarkan pengalaman emosi dari kesenangan, kegembiraan dan emosi. Ditambahkan lagi oleh Diener (1985) bahwa komponen afektif ini terbagi lagi atas afek positif dan afek negatif.

b. Komponen kognitif yaitu kepuasan hidup dan dengan domain kehidupan lainnya.

Komponen diatas didukung oleh Suh (dalam Carr, 2004) yang menyatakan bahwa kegembiraan dalam hidup merupakan komponen afektif dan kepuasan hidup merupakan komponen kognitif. Kemudian Suh juga menambahkan bahwa komponen afektif tersebut terbagi menjadi dua komponen yang saling bebas yaitu afek positif dan afek negatif. Selanjutnya evaluasi kognitif yang saling tergantung pada kepuasan dalam variasi domain seperti


(37)

28

kepuasan lainnya. Argyle dan Crosland (1987) berpendapat bahwa kebahagiaan terdiri dari tiga komponen, yaitu frekuensi dari afek positif atau kegembiraan; level dari kepuasan pada suatu periode; dan kehadiran dari perasaan negatif seperti depresi dan kecemasan.

Aspek-aspek yang telah disebutkan oleh beberapa tokoh diatas sejalan dengan dua komponen kebahagiaan menurut Rakhmat (2004) dimana komponen kebahagiaan pertama adalah perasaan menyenangkan. Bahagia adalah emosi positif, dan sedih adalah emosi negatif. Sedangkan komponen kebahagiaan yang kedua adalah penilaian seseorang tentang hidupnya. Perasaan kita sebut sebagai unsur afektif dan penilaian unsur kognitif.

3. Faktor–Faktor yang Berkontribusi Terhadap Kebahagiaan.

a. Faktor External

Seligman (2002) memberikan delapan faktor eksternal yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang, namun tidak semuanya memiliki pengaruh yang besar. Selain itu, Carr (2004) juga mengemukakan beberapa hal yang berkontribusi terhadap kebahagiaan. Berikut ini adalah penjabaran dari faktor-faktor eksternal yang berkontribusi terhadap kebahagiaan seseorang menurut Seligman (2002)


(38)

29

1. Uang

Keadaan keuangan yang dimiliki seseorang pada saat tertentu menentukan kebahagiaan yang dirasakannya akibat peningkatan kekayaan. Individu yang menempatkan uang di atas tujuan yang lainnya juga akan cenderung menjadi kurang puas dengan pemasukan dan kehidupannya secara keseluruhan (Seligman, 2002).

2. Pernikahan

Pernikahan memiliki dampak yang jauh lebih besar dibanding uang dalam mempengaruhi kebahagiaan seseorang. Individu yang menikah cenderung lebih bahagia daripada mereka yang tidak menikah (Seligman, 2002). Lebih bahagianya individu yang telah menikah bisa karena pernikahan menyediakan keintiman psikologis dan fisik, konteks untuk memiliki anak, membangun rumah tangga, dan mengafirmasi identitas serta peran sosial sebagai pasangan dan orangtua (Carr, 2004).

3. Kehidupan Sosial

Individu yang memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi umumnya memiliki kehidupaan sosial yang memuaskan dan menghabiskan banyak waktu bersosialisasi. Pertemanan yang terjalin juga sebaiknya terbuka antar


(39)

30

kebahagiaan, karena pertemanan tersedia dukungan sosial dan terpenuhinya kebutuhan akan affiliasi (Carr, 2004). Mempertahankan beberapa hubungan dekat dipercayai telah ditemukan berkorelasi dengan kebahagiaan dan kesejahteraan subjektif (Argyle, 2001, 2000 dalam Carr, 2004).

4. Kesehatan

Kesehatan yang dapat berpengaruh terhadap kebahagiaan adalah kesehatan yang dipersepsikan oleh individu (kesehatan subjektif), bukan kesehatan yang sebenarnya dimiliki (kesehatan obyektif) (Seligman, 2002; Carr, 2004). 5. Agama

Penelitian menunjukkan bahwa individu yang religius lebih bahagia dan lebih puas dengan kehidupannya dibandingkan individu yang tidak religius. Hal ini disebabkan oleh tiga hal. Pertama, efek psikologis yang ditimbulkan oleh religiusitas cenderung positif, mereka yang religius memiliki tingkat penyalahgunaan obat-obatan, kejahatan, perceraian dan bunuh diri yang rendah. Kedua, adanya keuntungan emosional dari agama berupa dukungan sosial dari mereka yang bersama-sama membentuk kelompok agama yang simpatik. Ketiga, agama sering


(40)

31

fisik danp sikologis dalam kesetiaan perkawinan, perilaku prososial, makan dan minum secara teratur, dan komitmen untuk bekerja keras (dalam Carr, 2004).

6. Emosi Positif

Melalui penelitian yang dilakukan oleh Norman Bradburn (dalam Seligman, 2002) diketahui bahwa individu yang mengalami banyak emosi negatif akan mengalami sedikit emosi positif, dan sebaliknya Lafreniere (1999) menyatakan bahwa emosi positif merupakan emosi yang dikehendaki seseorang, seperti :

a. Gembira

Kegembiraan, keriangan dan kesenangan timbul akibat rangsangan seperti keadaan fisik yang sehat atau keberhasilan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ada berbagai macam ekspresi kegembiraan, dari yang tenang sampai meluap-luap. Seiring dengan bertambahnya usia, lingkungan sosial akan memaksa individu untuk mampu mengendalikan ekspresi kegembiraannya agar dapat dikatakan dewasa atau matang (Lazarus dalam Lafreniere, 1999).


(41)

32

Rangsangan yang menimbulkan emosi ingin tahu sangat banyak. Contohnya sesuatu hal yang aneh dan baru akan menyebabkan seseorang berusaha mencari tahu hal tersebut (Izard dalam Lafreniere, 1999).

c. Cinta

Perasaan yang melibatkan rasa kasih sayang baik terhadap benda maupun manusia (Lazarus dalam Lafreniere, 1999).

d. Bangga

Suatu perasaan yang dapat meningkatkan identitas ego seseorang misalnya dengan cara berhasil mencapai sesuatu yang bernilai atau dapat mewujudkan keinginan, seperti meraih prestasi (Lewis dalam Lafreniere, 1999).

7. Usia

Sebuah studi mengenai kebahagiaan terhadap 60.000 orang dewasa di 40 negara membagi kebahagiaan ke dalam tiga komponen, yaitu kepuasan hidup, afek menyenangkan, dan afek tidak menyenangkan. Kepuasan hidup yang meningkat perlahan seiring dengan usia, afek menyenangkan menurun sedikit, dan afek tidak menyenangkan tidak berubah (Seligman, 2002).


(42)

33

8. Pendidikan, Iklim, Ras dan Jender

Keempat hal ini memiliki pengaruh yang tidak cukup besar terhadap tingkat kebahagiaan seseorang. Pendidikan dapat sedikit meningkatkan kebahagiaan pada mereka yang berpenghasilan rendah karena pendidikan merupakan sarana untuk mencapai pendapatan yang lebih baik. Iklim di daerah dimana seseorang tinggal dan ras juga tidak memiliki pengaruh terhadap kebahagiaan. Sedangkan jender, antara pria dan wanita tidak terdapat perbedaan pada keadaan emosinya, namun ini karena wanita cenderung lebih bahagia sekaligus lebih sedih dibandingkan pria (Seligman, 2002). 9. Produktivitas Pekerjaan.

Carr (2004) menyatakan bahwa individu yang bekerja cenderung lebih bahagia daripada yang menganggur, terutama jika tujuan yang dicapai merupakan tujuan yang memiliki nilai tinggi bagi individu. Hal ini disebabkan oleh adanya stimulasi menyenangkan, terpuasnya rasa keingintahuan dan pengembangan keterampilan, dukungan sosial, serta identitas diri yang didapat dari pekerjaan (Carr, 2004). b. Faktor Internal

Menurut Seligman (2002), terdapat tiga faktor internal yang berkontribusi terhadap kebahagiaan, yaitu kepuasan


(43)

34

kebahagiaan pada masa sekarang. Ketiga hal tersebut tidak selalu dirasakan secara bersamaan, seseorang bisa saja bangga dan puas dengan masa lalunya namun merasa getir dan pesimis terhadap masa sekarang dan yang akan datang. a. Kepuasan Terhadap Masa Lalu

Kepuasan terhadap masa lalu dapat dicapai melalui tiga cara: → Melepaskan pandangan masa lalu sebagai penentu masa depan seseorang.

→ Gratitude (bersyukur) terhadap hal-hal baik dalam hidup akan meningkatkan kenangan-kenangan positif.

→ Forgiving dan forgetting (memaafkan dan melupakan) Perasaan seseorang terhadap masa lalu tergantung sepenuhnya pada ingatan yang dimilikinya. Salah satu cara untuk menghilangkan emosi negatif mengenai masa lalu adalah dengan memaafkan. Defenisi memaafkan menurut Affinito (dalam Seligman, 2002) adalah memutuskan untuk tidak menghukum pihak yang menurut seseorang telah berlaku tidak adil padanya, bertindak sesuai dengan keputusan tersebut dan mengalami kelegaan emosi setelahnya. Memaafkan dapat menurunkan stress dan meningkatkan kemungkinan terciptanya kepuasan hidup.


(44)

35

Optimisme didefinisikan sebagai ekspektasi secara umum bahwa akan terjadi lebih banyak hal baik dibandingkan hal buruk di masa yang akan datang (Carr, 2004).

c. Kebahagiaan Masa Sekarang

Kebahagiaan masa sekarang melibatkan dua hal, yaitu:

→ Pleasure yaitu kesenangan yang memiliki komponen sensori dan emosional yang kuat, sifatnya sementara dan melibatkan sedikit pemikiran. Pleasure terbagi menjadi dua, yaitu bodily pleasures yang didapat melalui indera dan sensori, dan higher pleasures yang didapat melalui aktivitas yang lebih kompleks. Ada tiga hal yang dapat meningkatkan kebahagiaan sementara, yaitu menghindari habituasi dengan cara memberi selang waktu cukup panjang antar kejadian menyenangkan; savoring (menikmati) yaitu menyadari dan dengan sengaja memperhatikan sebuah kenikmatan; serta mindfulness (kecermatan) yaitu mencermati dan menjalani segala pengalaman dengan tidak terburu–buru dan melalui perspektif yang berbeda.

→ Gratificationyaitu kegiatan yang sangat disukai oleh seseorang namun tidak selalu melibatkan perasaan tertentu, dan durasinya lebih lama dibandingkan pleasure, kegiatan yang memunculkan gratifikasi umumnya memiliki


(45)

36

komponen seperti menantang, membutuhkan keterampilan dan konsentrasi, bertujuan, ada umpan balik langsung, pelaku tenggelam di dalamnya, ada pengendaian, kesadaran diri pupus, dan waktu seolah berhenti.

4. Pengukuran Kebahagiaan

Beragam teknik telah dikembangkan untuk mengukur kebahagiaan, antara lain dengan pertanyaan seperti “seberapa bahagiakah kamu sekarang?” atau“seberapa puaskah kamu dengan hidupmu?”. Biasanya responden akan memberikan kemungkinan jawaban dengan pilihan yang beragam pula (Carr, 2004). Fordyce (1988) mengembangkan dua aitem untuk mengukur kebahagiaan. Yang pertama, umumnya bagaimana kebahagiaan dan ketidakbahagiaan yang dirasakan, yang kedua, rata-rata seberapa sering seseorang merasakan kebahagiaan. Banyak skala kebahagiaan yang mempunyai realibilitas dan validitas yang baik. Salah satunya adalah 5 aitem satisfaction with life scaleyang dikemukakan oleh Diener et al (1985). Untuk mengukur kebahagiaan pada lansia ini digunakan satisfaction with life scale. Alat ini telah memiliki realibilitas dan validitas yang baik (Diener, dalam Carr, 2004). Diener (1985) menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan mempunyai makna yang sama dengan subjective wellbeing


(46)

37

dimana subjective wellbeing terbagi atas dua komponen didalamnya. Kedua komponen tersebut adalah:

a. Komponen afektif yaitu menggambarkan pengalaman emosi dari kesenangan, kegembiraan dan emosi. Ditambahkan lagi oleh Diener (1985) bahwa komponen afektif ini terbagi lagi atas afek positif dan afek negatif.

b. Komponen kognitif yaitu kepuasan hidup dan dengan domain kehidupan lainnya.

4. Definisi Suami Istri

Menurut pasal 31 Undang-undang RI No. I tahun 1974 tentang perkawinan :

1. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangganya dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

2. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum

3. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga (R. Subekti, SH. 1990: 457).

Menurut Habsyah Atas Hendartini dalarn T. O Ihromi (1999:216) yang membedakan antara laki-laki dan


(47)

38

wanita bahwa laki-laki adalah selalu pencari nafkah utama sementara perempuan bertanggung jawab hanya atas segala pekerjaan reproduktif maupun pekerjaan domestik yang terkait dalam organisasi rumah tangga.

Kemudian Astiti dalam T. O lhromi (1999:226) menjelaskan bahwa dalam kegiatan ekonomi, suami sebagai kepala keluarga bertanggung jawab untuk menghasilkan barang dan jasa yang akan dikonsumsi bersama, sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga melakukan peranan yang utama dalam proses sosialisasi anak.

Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa suami adalah kepala keluarga yang bertugas sebagai pencari nafkah dan istri sebagai ibu rumah tangga yang bertugas mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

B. Perspektif Teoritis

Diener (1985) menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan mempunyai makna yang sama dengan subjective wellbeing dimana subjective wellbeing terbagi atas dua komponen didalamnya. Kedua komponen tersebut adalah:

a. Komponen afektif yaitu menggambarkan pengalaman emosi dari kesenangan, kegembiraan dan emosi. Ditambahkan lagi oleh


(48)

39

Diener (1985) bahwa komponen afektif ini terbagi lagi atas afek positif dan afek negatif.

b. Komponen kognitif yaitu kepuasan hidup dan dengan domain kehidupan lainnya.

Komponen diatas didukung oleh Suh (dalam Carr, 2004) yang menyatakan bahwa kegembiraan dalam hidup merupakan komponen afektif dan kepuasan hidup merupakan komponen kognitif. Kemudian Suh juga menambahkan bahwa komponen afektif tersebut terbagi menjadi dua komponen yang saling bebas yaitu afek positif dan afek negatif. Selanjutnya evaluasi kognitif yang saling tergantung pada kepuasan dalam variasi domain seperti keluarga atau aturan kerja dan pengalaman-pengalaman kepuasan lainnya. Argyle dan Crosland (1987) berpendapat bahwa kebahagiaan terdiri dari tiga komponen, yaitu frekuensi dari afek positif atau kegembiraan; level dari kepuasan pada suatu periode; dan kehadiran dari perasaan negatif seperti depresi dan kecemasan.


(49)


(50)


(51)

40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Creswell (dalam Raco, 2010) mendefinisikannya sebagai suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral. Sarantakos (dalam Poerwandari, 2005) secara umum dapat disampaikan bahwa pendekatan kualitatif mencoba menerjemahkan pandangan-pandangan dasar interpretif dan fenomenologis yang antara lain: (1) realitas sosial adalah sesuatu yang subyektif dan diinterpretasikan, bukan sesuatu yang lepas dari individu-individu; (2) manusia tidak secara sederhana disampaikan mengikuti hukum-hukum alam di luar diri, melainkan menciptakan rangkaian makna menjalani hidupnya; (3) ilmu didasarkan pada pengetahuan sehari-hari bersifat induktif, idiografis dan tidak bebas nilai; serta (4) penelitian bertujuan untuk memahami kehidupan sosial.

Alasan peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena peneliti ingin mengetahui makna bahagia istri TKI (Tenaga Kerja Indonesia).

Pendekatan penelitian kualitatif yang digunakan peneliti adalah pendekatan Fenomenologis. Raco (2010) menjelaskan pendekatan fenomenologi sebenarnya berarti membiarkan gejala-gejala yang


(52)

41

akan nampak sebagaimana dia adanya (things as they appear). Masalah utama yang hendak dialami dan dipahami metode ini adalah arti atau pengertian, struktur dan hakikat dari pengalaman hidup seseorang atau kelompok atas suatu gejala yang dialami.

Pendekatan fenomenologis dipilih peneliti karena peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu (Moleong, 2009).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil setting tempat tinggal subyek yang terletak cukup jauh dari rumah peneliti yaitu di Desa Lowayu Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik.

Adapun pertimbangan yang mendasari peneliti memilih tempat penelitian ini, yaitu subyek tinggal satu atap dengan anaknya yang statusnya sebagai informan sehingga mempermudah mendapatkan data baik melalui wawancara maupun observasi. Selain itu, subjek merasa nyaman bila berada di rumah untuk memberikan informasi tentang diri subyek.

C. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2008) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan,


(53)

42

selebihnya adalah tambahan. Seperti dokumen dan lain sebagainya. Adapun sumber data menurut Sugiyono (2011) dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Sumber data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.

2. Sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data pada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen

Sumber data primer yang digunakan peneliti adalah ibu rumah tangga yang bernama Muklisanah (M) ditinggal oleh suaminya bekerja keluar negeri sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) kurang lebih selama 10 tahun. Memiliki tiga orang anak. Anak pertamanya laki-laki yang sudah menyelesaikan pendidikan tingkat S1 di salah satu Universitas negeri di Surabaya yang sekarang sudah bekerja dan tinggal di daerah Sidoarjo. Dia mengontrak rumah untuk tinggal bersama istri dan anaknya. Anak yang kedua laki-laki juga sudah menyelesaikan pendidikan tingkat S1 di salah satu Universitas negeri di Surabaya dan sekarang sudah bekerja sebagai guru di sekolah menengah atas di Surabaya. Dan yang ketiga anak terakhir perempuan yang sekarang masi mondok di salah satu pesantren di Lamongan, yang setelah mondok akan melanjutkan pendidikan tingkat S1 juga.

Sedangkan sumber data sekundernya yaitu anak informan ZA (anak subjek) dan MA (ketua RT). ZA (anak subjek) adalah anak


(54)

43

pertama subjek yang sekarang sudah berkeluarga dan tinggal bersama istri dan anaknya di kota. Anak subjek sangat tahu tentang kondisi subjek pada waktu suami subjek sedang bekerja diluar negeri karena tinggal serumah.

D. Cara Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2011) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview, kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya. Adapun langkah-langkah pengumpulan data meliputi usaha membatasi penelitian, mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara, baik yang terstruktur maupun tidak, dokumentasi, materi-materi visual, serta usaha merancang protokol untuk merekam/mencatat informasi (Creswell, 2012).

1. Wawancara

Menurut Poerwandari (2005) wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam wawancara, peneliti bukan hanya mengajukan pertanyaan, tetapi mendapatkan pengertian tentang pengalaman hidup orang lain dan hal ini hanya dapat diperoleh dengan indepth interview


(55)

44

atau wawancara mendalam. Dengan wawancara mendalam, peneliti akan menangkap arti yang diberikan subyek pada pengalamannya. Pengalaman dan pendapat inilah yang menjadi bahan dasar data yang nantinya dianalisis (Raco, 2010).

Penelitian ini menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur. Sugiyono (2011) menjelaskan wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang bebas. Dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang subyek yang diteliti.

Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh subyek. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari subyek tersebut, maka peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan (Sugiyono, 2011).

Penelitian ini mengunakan pedoman wawancara dengan garis besar teori basic emotin dari Ekman. Hal ini dilakukan untuk


(56)

45

mendapatkan informasi yang terkait dengan bagaimana subyek mengekspresikan emosinya

2. Dokumen

Menurut Sugiyono (2011), dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada.

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil dokumentasi berupa laporan keaktifan mengaji satu juz satu hari.

E. Prosedur Analisis Dan Interpretasi Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan (Sugiyono, 2011)

Prosedur analisis dan interpretasi data baik berupa narasi, deskripsi, dokumen tertulis dan tidak tertulis dilakukan secara bertahap. Dalam penelitian ini tahapan analisis yang akan peneliti lakukan adalah : Pertama, mengubah hasil wawancara (catatan lapangan) dalam bentuk display (verbatim). Kedua, memilah dan memilih data (data reduction) yang relevan menurut peneliti untuk keperluan analisis, artinya data yang tidak relevan akan dibuang.


(57)

46

Ketiga, menganalisis data yang telah dipilah dan dipilih sesuai dengan kepentingan analisis, dan akhirnya menarik kesimpulan

F. Keabsahan Data

Sebelum data hasil penelitian diolah dan dianalisis, dilakukan pemeriksaan keabsahan data. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan keabsahan data dengan teknik triangulasi. Menurut Sugiyono (Sugiyono, 2011), Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.

Dalam penelitian ini hanya menggunakan triangulasi sumber, yakni menguji keabsahan data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono, 2011). Untuk menguji keabsahan data yang di dapat maka data yang diperoleh oleh subyek dengan menggunakan teknik wawancara akan di cek kebenarannya menggunakan significant other atau orang lain yang dipercaya oleh subyek yang diteliti sebagai informan. Dalam hal ini peneliti bermaksud mengecek kembali dengan wawancara.


(58)

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Subjek

Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih selama dua bulan, dimulai sejak pertengahan bulan november 2015 dan berakhir pada awal bulan januari 2016. Adapun waktu penelitian ini dihitung sejak proses pencarian subjek penelitian hingga disusunnya laporan hasil penelitian ini secara bertahap. Waktu penelitian ini adalah waktu efektif. Setiap tahapan yang terjadi tidak berjalan secara mutlak, namun bisa diselingi dengan tahap selanjutnya demi efektivitas waktu tanpa mengurangi esensi dari penelitian itu sendiri.

Penelitian ini tidak lepas dari adanya kendala yang terjadi selama proses penelitian. Kendala yang ditemui pada penelitian ini diantaranya yang tersulit adalah negosiasi atau proses tawar menawar antara subyek penelitian dengan peneliti dimana semua subjek meminta agar waktu wawancara tidak terlalu lama dan menyesuaikan dengan waktu subjek atau informan itu sendiri serta disebarkan pada berita media dan juga orang lain. Namun setelah diberikan penjelasan bahwa seluruh identitas subyek penelitian akan dirahasiakan sepenuhnya oleh peneliti maka subyek mengizinkan hasil wawancaranya diproses ke


(59)

48

dalam hasil penelitian dan kemudian subjek mengisi informed consent sebagai bukti kerelaan subjek untuk digali informasi tentang diri subjek.

Subjek dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang bernama Muklisanah (M) ditinggal oleh suaminya bekerja keluar negeri sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) kurang lebih selama 10 tahun. Memiliki tiga orang anak. Anak pertamanya laki-laki yang sudah menyelesaikan pendidikan tingkat S1 di salah satu Universitas negeri di Surabaya yang sekarang sudah bekerja dan tinggal di daerah Sidoarjo. Dia mengontrak rumah untuk tinggal bersama istri dan anaknya. Anak yang kedua laki-laki juga sudah menyelesaikan pendidikan tingkat S1 di salah satu Universitas negeri di Surabaya dan sekarang sudah bekerja sebagai guru di sekolah menengah atas di Surabaya. Dan yang ketiga anak terakhir perempuan yang sekarang masi mondok di salah satu pesantren di Lamongan, yang setelah mondok akan melanjutkan pendidikan tingkat S1 juga.

Sedangkan sumber data pendukung yaitu anak informan ZA (anak subjek) dan MA (ketua RT). ZA (anak subjek) adalah anak pertama subjek yang sekarang sudah berkeluarga dan tinggal bersama istri dan anaknya di kota. Anak subjek sangat tahu tentang kondisi subjek pada waktu suami subjek sedang bekerja diluar negeri karena tinggal serumah.


(60)

49

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap yang pertama adalah penentuan karakteristik dan status subjek penelitian. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana makna bahagia pada istri

seorang TKI. Dalam hal penentuan karakteristik dan status subyek,

pada awalnya peneliti menemukan karakteristik yang berbeda sebelum dan sesudah terjalin kedekatan subjek dengan peneliti. Namun setelah dikaji lebih mendalam melalui teori serta serta pendekatan diri peneliti terhadap semua subjek, akhirnya disusunlah kriteria untuk subjek penelitian berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam Bab III.

Tahap kedua adalah tahap pengumpulan data yang berupa wawancara langsung disertai dengan observasi. Namun sebelum tahap ini dilakukan, terlebih dahulu disusun sebuah pedoman wawancara yang menjaga agar penggalian data ini tetap fokus pada data-data yang ingin diungkap. Pedoman wawancara tersebut tidak berlaku mutlak, namun menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Adapun proses pengambilan data untuk penelitian ini dapat diadministrasikan sebagai berikut:

Tabel 1. Jadwal Pengambilan data

Identitas Tempat Waktu Kegiatan


(61)

50

(Subjek)

ZA

(Anak Subjek)

Surabaya 20 Desember 2016 Wawancara

AM

(Ketua RT)

Gresik 19 Desember 2016 Wawancara

Tahap yang ketiga adalah penulisan transkrip wawancara. Untuk keefektifan waktu, penulisan transkrip wawancara tidak menunggu semua wawancara semua subjek selesai. Namun penulisan transkrip wawancara dilakukan sesegera mungkin setelah proses wawancara seorang subjek, asalkan tidak mengganggu proses wawancara yang lain.

Setelah semua hasil wawancara telah ditulis dalam bentuk transkrip, maka kepada transkrip-transkrip wawancara tersebut dilakukan koding. Setelah koding ini selesai barulah bisa dilakukan analisis terhadap penelitian yaitu mengkategorikan data - data yang relevan dengan fokus masalah yang telah peneliti tetapkan. Data mana yang dapat dikategorikan sebagai jawaban dari bagaimana makna bahagia pada istri seorang TKI. Serta data mana yang dapat dikategorikan sebagai jawaban dari bagaimana makna bahagia pada istri seorang TKI telah dijelaskan pada Bab III.


(62)

51

2. Hasil Penelitian

A. Deskripsi Hasil Temuan

Maka selanjutnya akan dipaparkan riwayat kasus subyek penelitian sebagai berikut:

a. Profil Subjek

Nama (inisial) : M

Usia : 45 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Deskripsi :

Penelitian ini pada subyek dilakukan sebanyak tiga kali yaitu satu kali di rumah subjek, satu kali di rumah kontrakan anak subjek, dan terakhir di rumah Pak RT desa subjek tinggal. Suami subjek memilih bekerja di luar negeri dikarenakan susahnya mencari pekerjaan yang layak ditengah – tengah himpitan ekonomi keluarga.

“Jaman dulu udah susah mas cari kerja. Apalagi ijasah SMA dan kebutuhan keluarga juga kurang.”(M191215.2) dan “Cari keja disini

susah apalagi ijasah bapak ya gak mumpuni buat cari kerjaan yang bisa mencukupi kami sekeluarga.”(ZA201215.2)

Awal suami subjek bekerja di luar negeri saat bertemu dengan kawan lama dan ditawari bekerja di negeri orang sepertinya. Namun karena


(63)

52

mencukupi kebutuhan mereka dan pada akhirnya bertahan kurang lebih sepuluh tahun di negeri orang.

“Dari teman sekolahnya dulu yang juga seorang TKI.”( M191215.3), “Ya sedih, khawatir, pikiran tidak tenang intinya kepikiran terus namanya suami saya ya saya ingin bekerja di dekat-dekat saja tapi gimana lagi tanggung jawab suami untuk menafkahi kami.

( M191215.4), dan “Kira-kira sepuluh tahun jadi bekerja diluar negeri. Di Arab tiga taun, di Brunai empat tahun dan di Malaysia tiga tahunan.”(M191215.1)

b. Kepuasan Hidup

Keputusan suami subjek bekerja di negeri orang membuahkan hasil yang menyenangkan bagi subjek terutama akan prioritas subjek yaitu menyekolahkan anak – anak di jenjang pendidikan setinggi mungkin. “Sudah lebih-lebih, anak saya yang laki-laki dua-duanya sudah lulus S1, anak saya yang perempuan sekarang mondok di pesantren. Meskipun rumah tidak menjadi bagus seperti rumah para tetangga, tujuannya hanya anak saya bisa sekolah tinggi dulu, tercukupi sehari-hari dan di tabung sedikit-sedikit.” (M191215.6)

Namun disisi lain subjek tidak terlalu mengharakan kehadiran suami selama kebutuhan keluarga dan pendidikan anak terpenuhi semua. “(Tersenyum) Ya kalau urusan seperti itu penting tidak penting.


(1)

63

kuliahnya dan sudah bekerja juga di Surabaya, anak saya laki-laki yang

pertama juga sudah menikah, anak laki-laki yang kedua juga sekarang

mengajar di sekolah, ya tinggal yang perempuan masih mondok.

Tabungan buat kuliahnya juga sudah ada. Alhamdulillah saya sudah bahagia sekarang”.(M191215.18), dan “ sepertinya sudah, ibu kelihatan lebih gembira saat tahu kontrak kerja bapak mau habis dan pulang lagi ke rumah. Dan, “Sedih senang ya ada. Sedih kalau ketika saya membutuhkan suami saya tapi suami saya tidak ada, melihat anak-anak

saya kalau pulang sekolah tidak bertemu bapaknya seperti

teman-temannya. Senang ya ketika bisa bayar sekolah itu tidak bingung uang

lagi karena sudah dapat kiriman dari bapaknya, kalau minta uang untuk membeli jajan bisa ngasih”.(M191215.11).

Adapun dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwasanya

kebutuhan fisiologis yang paling berpengaruh dalam kebahagiaan

seorang istri yang memiliki suami bekerja di luar negeri.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disarankan bagi:

1. Bagi Masyarakat Umum

Bagi masyarakat umum lebih banyak menambah wawasan tentang

konsep kebahagiaan seorang istri yang memiliki suami berkerja di luar


(2)

64

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya coba bandingkan makna kebahagiaan pada

beberapa subjek, subjek lebih variatif. Selain itu, significant others

dalam penelitian berikutnya diperbanyak serta waktu untuk melakukan


(3)

65

DAFTAR PUSTAKA

Argyle, M. Causes and Correlates of Happiness. Edited by Kahneman, D.

Diener, E. Schwarz, N. (1999). Well - Being: The Foundations of Hedonic Psychology. New York: Russell Sage Foundation.

Cacioppo, J. T., Gardner, W. L., & Berntson, G. G. (1999). The affect system has parallel and integrative processing components: Form follows

function. Journal of Personality and Social Psychology, 76, 839–855.

Carr, A. (2004). Positive Psychology The Science of Happiness and

Human Strength. New York: Brunner Routledge.

Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,

dan Mixed.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Diener, E., Scollo n, C.N., dan Lucas, R.E. (2003). The evolving concept of subjective well-being: the multifaceted nature of happiness.

Advances in Cell Aging and Gerontology, vol. 15, 187–219.

Eddington, N. dan Shuman, R. (2005). Subjective Well Being (Happiness) http://www.texcpe.com/cpe/PDF/ca- happiness.pdf .

http://www.kajianpustaka.com/2012/11/definisi-fungsi-dan-bentuk-keluarga.html.

Furnham, Adrian; Fudge, Carl, 2008. The Five Factor Model of Personality

and Sales Performance, Journal of Individual Differences, Vol 29(1), PsycINFO Database Record, APA, all rights reserved

Hornby, A.A.S. Gatenby, M.E. V., Wakefield, M. (1957). The Advanced Learner` s. Dictionary of Current English. London: University Press.

Khayam, U. (2010). Mangan Ora Mangan Kumpul. Jakarta: Pustaka Utama

Grafiti

Lyubomirsky, S & Leppe, H.S. (1997). Measures of Subjective

Happiness: Preliminary Reliability and Construct Validation. Social Indicators Research 46:1337- 155. Diunduh dari http ://www.springerlink.com/co ntent/u07421g90j170805/fulltext.pdf.

Maleong Lexi J, 1993, Methode Penelitian Kualitatif, Bandung ; PT. Remaja

Rosdakarya.

Maslow, A.H. (1970). Motivation and Personality. Second Ed. New York: harper dan Row Publisher.


(4)

66

Oishi S. & Koo M. (2008). Two New Questions about Happiness. Dalam Eid M. & Larsen R. J., (Eds). The Science of Subjective WellBeing. New York: Guilford Press

Patton. 1990. Qualitative Evaluation and Research Methods. New York: Sage Piblication, Inc.

Poerwandari, E. Kristi. 2001. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. E. Kristi Poerwandari; pengantar, Fuad Hassan edisi revisi Jkarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).

Pavot, W. (2008). The Assesment of Subjective well‐Being. Dalam Eid M. &

Larsen R. J. The Science of Subjective Well‐Being. New York: Guilford

Press.

Wantjik, S.K. (1976). Hukum Perkwinan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Artikel Christin Haryati dkk. Permasalahan yang Terjadi pada Keluarga

Tenaga Kerja Wanita, 2009.

Artikel Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog. Psikologi Perkawinan dan

Keluarga. Senin, 03 Mei 2010.

Rakhmat, Jalaludin, 2004. Psikologi Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Ryan, Richard M dan Deci, Edward L.(2001). On happiness and human

potentials :Review of reserch on hedonic and eudaimonic well-being.

Seligman, M. (2002). Authentic happiness: Using the new positive

psychology to realize your potential for lasting fulfill-ment. New York: Free Press

Seligman, M (2005). Authentic Happiness: Using The New Positive Psychology to Realize Your Potiential for Lasting Fulfi Ilment (Eva Yulia Nukman, Penerjemah). Bndung: PT. Mizan Pustaka.

Sutrisno Hadi. (1990). Metodologi (jilid 3). Yogyakarta: Andi Offset.

Uchida, Y., Norasakkunkit, V., Kitayama, S., (2004). Cultural Constructions of Happiness: Theory and Empirical Evidence. Journal of Happiness Studies, 5: 223‐239. Netherlands: Kluwer

Acade‐mic.

Veenhoven, R. (1995). The cross‐national pattern of happiness: Test of predictions implied in three theories of happiness. Social Indicators Research, 43, 33–86.


(5)

62

DAFTAR PUSTAKA

Argyle, M. Causes and Correlates of Happiness. Edited by Kahneman, D.

Diener, E. Schwarz, N. (1999). Well - Being: The Foundations of Hedonic Psychology. New York: Russell Sage Foundation.

Cacioppo, J. T., Gardner, W. L., & Berntson, G. G. (1999). The affect system has parallel and integrative processing components: Form follows

function. Journal of Personality and Social Psychology, 76, 839–855.

Carr, A. (2004). Positive Psychology The Science of Happiness and Human Strength. New York: Brunner Routledge.

Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,

dan Mixed.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Diener, E., Scollo n, C.N., dan Lucas, R.E. (2003). The evolving concept of subjective well-being: the multifaceted nature of happiness.

Advances in Cell Aging and Gerontology, vol. 15, 187–219.

Eddington, N. dan Shuman, R. (2005). Subjective Well Being (Happiness) http://www.texcpe.com/cpe/PDF/ca- happiness.pdf .

http://www.kajianpustaka.com/2012/11/definisi-fungsi-dan-bentuk-keluarga.html.

Furnham, Adrian; Fudge, Carl, 2008. The Five Factor Model of Personality and Sales Performance, Journal of Individual Differences, Vol 29(1), PsycINFO Database Record, APA, all rights reserved

Hornby, A.A.S. Gatenby, M.E. V., Wakefield, M. (1957). The Advanced Learner` s. Dictionary of Current English. London: University Press.

Khayam, U. (2010). Mangan Ora Mangan Kumpul. Jakarta: Pustaka Utama

Grafiti

Lyubomirsky, S & Leppe, H.S. (1997). Measures of Subjective Happiness: Preliminary Reliability and Construct Validation. Social Indicators Research 46:1337- 155. Diunduh dari http ://www.springerlink.com/co ntent/u07421g90j170805/fulltext.pdf.

Maleong Lexi J, 1993, Methode Penelitian Kualitatif, Bandung ; PT. Remaja

Rosdakarya.

Maslow, A.H. (1970). Motivation and Personality. Second Ed. New York: harper dan Row Publisher.


(6)

63

Oishi S. & Koo M. (2008). Two New Questions about Happiness. Dalam Eid M. & Larsen R. J., (Eds). The Science of Subjective WellBeing. New York: Guilford Press

Patton. 1990. Qualitative Evaluation and Research Methods. New York: Sage Piblication, Inc.

Poerwandari, E. Kristi. 2001. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. E. Kristi Poerwandari; pengantar, Fuad Hassan edisi revisi Jkarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).

Pavot, W. (2008). The Assesment of Subjective well‐Being. Dalam Eid M. &

Larsen R. J. The Science of Subjective Well‐Being. New York: Guilford

Press.

Wantjik, S.K. (1976). Hukum Perkwinan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Artikel Christin Haryati dkk. Permasalahan yang Terjadi pada Keluarga Tenaga

Kerja Wanita, 2009.

Artikel Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog. Psikologi Perkawinan dan

Keluarga. Senin, 03 Mei 2010.

Rakhmat, Jalaludin, 2004. Psikologi Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Ryan, Richard M dan Deci, Edward L.(2001). On happiness and human

potentials :Review of reserch on hedonic and eudaimonic well-being.

Seligman, M. (2002). Authentic happiness: Using the new positive

psychology to realize your potential for lasting fulfill-ment. New York: Free Press

Seligman, M (2005). Authentic Happiness: Using The New Positive Psychology to Realize Your Potiential for Lasting Fulfi Ilment (Eva Yulia Nukman, Penerjemah). Bndung: PT. Mizan Pustaka.

Sutrisno Hadi. (1990). Metodologi (jilid 3). Yogyakarta: Andi Offset.

Uchida, Y., Norasakkunkit, V., Kitayama, S., (2004). Cultural Constructions

of Happiness: Theory and Empirical Evidence. Journal of Happiness

Studies, 5: 223‐239. Netherlands: Kluwer Acade‐mic.

Veenhoven, R. (1995). The cross‐national pattern of happiness: Test of predictions implied in three theories of happiness. Social Indicators Research, 43, 33–86.