MAKNA SIMBOLIK UPACARA MELASTI DALAM SOSIALISASI NILAI MORAL PADA REMAJA HINDU DI KOTA PALU
MAKNA SIMBOLIK UPACARA MELASTI DALAM SOSIALISASI
NILAI MORAL PADA REMAJA HINDU DI KOTA PALU
1*
Ni Ketut Ayu Mastriani
2* 3*
Jamaluddin& Kaharuddin Nawing
1*Alumni Mahasiswa PPKn FKIP UNTAD
2*
Dosen PPKn FKIP UNTAD
3*
Dosen PPKn FKIP UNTAD
Abstrak :Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui makna simbol-simbol yang
digunakan dalam upacara Melasti dalam Agama Hindu di Kota Palu (2)
Mendeskripsikan makna simbolik Upacara Melasti dalam sosialisasi nilai moral
kepada remaja Hindu di Kota Palu. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan
jenis penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Unit analisis dalam
penelitian ini komunitas bali remaja hindu. Penetuan subjek dilakukan dengan cara
puerposive sampling yang berjumlah 13 orang terdiri dari 3 orang Pemangku Adat, 4
orang Tokoh Agama, 3 orang Tokoh Pemuda dan 3 orang Remaja Hindu yang ada di
Kota Palu. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan yaitu observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan 3 tahap yakni: reduksi
data, penyajian data, dan mengambil kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
(1) Prosesi Upacara Melasti di Kota Palu dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu
tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penutup. Ada beberapa simbol yang
digunakan dalam Upacara Melasti yaitu, Jempana, Pratima, Banten Pekelem, Lelontek
atau Umbul-umbul, Senjata Dewata Nawa Sanga, dan Tirtha Amertha. Dimana setiap
simbol tersebut memiliki makna tersendiri bagi umat Hindu di Kota Palu, seperti
Jempana secara Umum merupakan tempat untuk meletakkan Pratima untuk diusung ke
segara. Pratima bermakna sebagai stana dari perwujudan Tuhan Yang Maha Esa,
Banten Pekelem bermakna untuk menenggelamkan segala kotoran di Bhuana Agung
dan Bhuana Alit. Lelontek atau umbul-umbul bermakna sebagai kedewataan Tuhan,
Senjata Dewata Nawa Sanga bermakna sebagai senjata Sembilan dewa penjuru dunia
yang merupakan simbol kekuasaan dari Tuhan Yang Maha Esa, dan Tirtha Amertha
bermakna air suci kehidupan yang dapat membersihkan segala kotoran yang ada
dibhuana agung dan bhuana alit. (2) Makna simbolik Upacara Melasti dalam
Sosialisasi Nilai Moral pada Remaja Hindu di Kota Palu mampu memberikan
kontribusi untuk mengembangkan nilai-nilai kekompakan dengan rasa tanggung jawab
moral kepada Remaja Hindu dalam melaksanakan tugas-tugasnya, selain itu dalam
Upacara Melasti ini ada suatu proses pembinaan atau sosialisasi nilai disiplin dan
tanggung jawab terhadap para Remaja dan pemuda Hindu di Kota Palu.Kata Kunci : Makna Simbolik, Upacara Melasti, Sosialisasi, Nilai Moral, Remaja
PENDAHULUAN
Manusia dalam kehidupan selalu terikat oleh tatanan kehidupan yang terhimpun dalam suatu adat istiadat sebagai salah satu unsur dari kebudayaan. Masyarakat hindu asal bali di manapun berada tidak dapat melepaskan diri dari budaya, adat istiadat, tradisi dan upacara keagamaan.Kehidupan masyarakat Bali di Kota Palu setiap tahunnya mengalami peningkatan jumlah Urbanisasi dari Desa ke kota, khususnya di kota Palu sendiri setiap pelaksanaan upacara keagamaan terutama dalam pelaksanaan hari raya Nyepi ada sebuah upacara yang dilaksanakan dalam menyambut hari raya Nyepi, yaitu upacara Melasti. Melasti adalah upacara yadnya yang dilakukan untuk mensucikan diri secara lahir dan bathin yaitu untuk dapat meningkatkan keheningan pikiran, dan juga dilaksanakan untuk kesucian jagat raya ini. Upacara ini dilakukan untuk mensucikan alam serta manusianya sendiri yang pada kenyataan telah banyak masyarakat bali khususnya dikota Palu meninggalkan tatakarma yang mencerminkan nilai moral seseorang.
Khususnya di Kota Palu sendiri setiap tahunnya selalu dilaksanakan upacara Melasti dalam menyambut hari raya Nyepi. Bagi masyarakat di Palu upacara Melasti juga merupakan upacara yang dilakukan untuk membersihkan dan mensucikan bhuana agung atau alam serta bhuana alit atau manusia itu sendiri dalam hal untuk pengendalian diri khususnya mengendalikan perbuatan, perkataan, pikiran serta perilaku yang melanggar nilai norma. Hal ini banyak terjadi dikalangan remaja, yang semakin hari mengalami penurunan nilai moral, banyak dikalangan remaja Hindu yang ada di Kota Palu yang telah meninggalkan perilaku yang sesuai dengan ajaran agamanya sehingga menjadi penyebab menurunnya moral para remaja Hindu. Selain itu juga dalam pelaksanaan Upacara Melasti ini memiliki tujuan untuk menyampaikan pesan moral kepada para remaja yang ada di kota palu dan menunjukkan bahwa dalam upacara melasti ini ada suatu proses pembinaan atau sosialisasi nilai disiplin dan tanggung jawab terhadap para Remaja dan pemuda Hindu di Kota Palu.
Hal ini menjadi perhatian bagi orang tua dan para tokoh agama untuk kebih memperhatikan para remaja Hindu yang semakin hari perilakunya jauh dari ajaran agama. Oleh karena itu dalam pelaksanaan Upacara Melasti ini para tokoh agama dan masyarakat ikut melibatkan para remaja Hindu dalam setiap pelaksanaan Upacara Melasti. Masyarakat Bali percaya pelaksanaan upacara Melasti yang merupakan rangkaian dari hari raya Nyepi terkandung nilai-nilai yang dapat merubah perilaku atau Moral masyarakat Bali kearah yang kebih baik lagi, yang disampaikan atau disosialisasikan melalui upacara Melasti. Pada saat upacara dilaksanakan disinilah remaja hindu diajarkan untuk saling berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Setelah berinteraksi dengan individu lain yang berada disekitarnya atau bersosialisasi dengan lingkungannya barulah individu tadi dapat berkembang.Saat Upacara Melasti umat Hindu khususnya diajarkan untuk dapat melihat diri baik dan buruknya kerja yang dilakukan seseorang.Berkenaan dengan hal tersebut maka peneliti bermaksud untuk menelaah “Makna Simbolik Upacara Melasti dalam Sosialisasi Nilai Moral Remaja pada Hindu di Kota Palu”, yang bertujuan agar kita dapat mengetahui simbol-simbol yang digunakan dalam Upacara Melasti serta mengetahui makna simbolik Upacara Melasti dalam sosialisasi Nilai Moral pada Remaja Hindu di Kota Palu.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif.Metodekualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data kualitatif berbagai berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang yang berperilaku yang dapat diamati (Sugiyono,2013:15) merupakan data yang berbentuk kata, skema dan gambar. Penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat, pertentangan 2 (dua) keadaan atau lebih, hubungan antar variabel, perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi dan lain-lain.Menurut Sugiyono (2008:139-140)penelitian dengan menggunakan deskriptif adalah menggambarkan dan menafsirkan keadaan sekarang ini berkenaan dengan kondisi yang ada dan memusatkan dari pada pemecahan masalah-masalah yang aktual.Penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati Sugiyono (2009:181). Jadi pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang digambarkan dengan kata-kata tertulis dan lisan melalui orang-orang serta pengamatan perilaku.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
No. Indikator Penelitian Hasil yang diharapkan
1. Prosesi Upacara Melasti, melalui Upacara Melasti ini diharapkan tiga tahapan yaitu : mampu memberikan kontribusi untuk mengembangkan nilai-nilai
a. Tahap Persiapan kekompakan dengan rasa tanggung b. Tahap Pelaksanaan jawab moral kepada Remaja Hindu c. Tahap Penutup dalam melaksanakan tugas-
2. Simbol-simbol yang digunakan dalam Upacara Melasti, yaitu: tugasnya. Selain itu diharapkan pula dalam upacara melasti ini ada
a. Jempana suatu proses pembinaan atau b. Pratima/Arca sosialisasi nilai disiplin dan c. Banten Pekelem tanggung jawab terhadap para d. Lelontek Atau Umbul-Umbul
Remaja dan pemuda Hindu di Kota
e. Senjata Dewata Nawa Sanga Palu.
f. Tirtha Amertha
1. Makna Simbol-Simbol Upacara Melasti Di Kota Palu
Pelaksanaan Upacara Melasti di Kota Palu menggunakan beberapa simbol sebagai sarana upacara. Selain itu juga ada beberapa tahapan pelaksanaan/prosesi Upacara Melasti di Kota Palu, yaitu sebagai berikut :
a. Prosesi Upacara Melasti di Kota Palu
Tahap persiapan:semua umat Hindu Kota Palu berkumpul di pura untuk mempersiapkan keberangkatan ke pantai dupa dan melaksanakan ritual keagamaan untuk memohon izin kepada Sang Hyang Widhi guna melaksanakan Upacara Melasti.
Tahap Pelaksanaan: inilah umat Hindu melaksanakan prosesi upacara melasti yang dilakukan dipinggir pantai sebagai sumber mata air suci. Pada tahap pelaksanaan inilah dilakukan prosesi upacara melasti seperti menyucikan jempana, pratima dan segala perlengkapannya dan melaksanakan persembahyangan bersama oleh seluruh umat Hindu yang ikut melaksanakan upacara melasti. Tahap penutup: melaksanakan kegiatan berupa pengembalian jempana, pratima atau arca, senjata maupun simbol-simbol serta perlengkapan yang digunakan dalam upacara melasti ketempat semula. Dalam tahap ini seluruh umat kembali kepura untuk melakukan upacara dipura dan melakukan persembahyangan bersama sebelum pulang.
b. Makna Simbol-Simbol Upacara Melasti Di Kota Palu
Makna simbol Jempana: Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan penulis bahwa, jempana merupakan bangunan berupa gedong atau singgasana dari padmasana, terbuat dari kayu diukir yang penggunaannya dengan mengusung bangunan tersebut. Didalam jempana inilah akan diletakkan pratima yang merupakan stana para dewa yang akan diusung kepantai ketika melaksanakan upacara melasti. Pada umumnya jempana ini memiliki makna sebagai kendaraan atau tempat untuk pratima yang merupakan sebagai stana Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pada waktu prosesi Melasti ini, Jempana sebagai sthana para dewata diusung ke tempat Melasti.
Makna simbol Pratima atau Arca: Pratima atau Arca adalah bentuk atau perwujudan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pratima juga sering disebut sebagai sarana untuk mengsimbolkan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pratima bermakna sebagai perwujudan atau stana dari Tuhan Yang Maha Esa. Melalui pratima inilah umat Hindu Kota Palu melakukan pemujaan ketika Upacara Melasti dilaksanakan. Pratima ini sebagai simbol atau wujud dari Tuhan Yang Maha Esa, karena keterbatasan pikiran, sehingga manusia tidak bisa memikirkan dan membayangkan wujud dari Tuhan, maka dari itu dibuatlah pratima sebagai sarana untuk melakukan pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Makna simbol Banten Pekelem atau Banten Upakara: Berdasarkan hasil penelitian dikatakan bahwa, Banten Pekelem atau Banten Upakara bermakna sebagai simbol Bhakti umat kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk melebur segala kotoran yang ada di Alam maupun yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Sehingga diharapkan ketika dilaksanakan upacara mepekelem segala kotoran itu ikut tenggelam. Sehingga setelah selesai Upacara Melasti seluruh umat Hindu Kota Palu diharapkan bisa meningkatkan Sradha dan Bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menjernihkan pikiran, perkataan dan perbuatan yang dapat merusak moral umat Hindu. Makna simbol Lelontek atau Umbul-Umbul: Berdasarkan hasil wawancara bahwa, Lelontek merupakan sejenis umbul-umbul yang juga digunakan dalam upacara melasti yang juga diarak untuk mengiringi jempana. lelontek atau umbul-umbul ini bentuknya beraneka macam ada yang seperti payung dan juga memiliki gambar yang beraneka macam. Penggunaan lelontek atau umbul- umbul ini melambangkan kedewataan atau kekuasaan dari Tuhan Yang Maha Esa atau biasa disebut sebagai manifestasi dari Tuhan. Dengan adanya simbol manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang berupa lelontek diharapkan agar umat manusia bisa membuang segala sifat-sifat keangkuhan dan sombong. Selain itu juga lelontek digunakan sebagai pengingat akan sejarah yang terjadi di masa lampau untuk dapat melestarikan budaya Agama Hindu.
Makna simbol Senjata Dewata Nawa Sanga: Senjata Dewata Nawa Sanga bermakna sebagai simbol senjatanya para dewa yang menguasai Sembilan penjuru mata angin. Sembilan senjata ini merupakan simbol kekuasaan dari Tuhan Yang Maha Esa sebagai penguasa alam semesta, Sembilan penjuru ini merupakan tempat berstananya para dewa yang sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Hal yang dapat kita petik yaitu bahwa sesungguhnya manusia itu adalah makhluk ciptaan Tuhan, kekuasaan dan kekuatan manusia sesungguhnya terbatas, oleh karena itu manusia harus sujud dan tunduk kepada segala perintah dan larangan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Makna simbol Tirtha Amertha: Berdasarkan hasil wawancara bahwa, Tirtha Amertha memiliki makna sebagai air suci kehidupan yang diperoleh dari segara atau pantai ketika melaksanakan upacara melasti yang diperoleh saat melaksanakan ritual mepekelem, dimana ketika menenggelamkan banten pekelem disanalah diambil Tirtha Amertha itu. Tirtha inilah yang nantinya akan digunakan untuk mensucikan alam dan manusia itu sendiri. Dengan adanya
Tirtha Amertha yang nantinya digunakan untuk mensucikan pikiran manusia agar tidak melakukan prilaku yang bersifat negatif dan melanggar norma agama.
2. Makna Simbolik Upacara Melasti Dalam Sosialisasi Nilai Moral Pada Remaja
Hindu diKota Palu Berdasarkan hasil penelitian, bahwa makna simbolik upacara melasti memiliki kedudukan yang penting dalam proses sosialisasi nilai moral karena sosialiasi nilai moral dapat disampaikan kapan saja sesuai situasi dan kondisi, misalnya pada kegiatan Dharma Santhi. Nilai moral yang ingin disampaikan dalam kegiatan dharma santhi tidak dapat dipisahkan dari makna simbolik karena nilai moral yang disampaikan merupakan nilai moral yang terkandung dalam makna simbolik upacara melasti. Selain melalui kegiatan dharma santhi sosialisasi nilai moral bisa dilakukan secara langsung seperti keikutsertaan para pemuda dan remaja dalam pelaksanaan upacara melasti sebagai seke gong dan seke ngayah, sehingga bisa mencerminkan rasa tanggung jawab serta kekompakan para remaja hindu dalam menjalankan tugas mereka masing-masing. Hal ini berarti Upacara Melasti ini mampu memberikan kontribusi untuk mengembangkan nilai-nilai kekompakan dengan rasa tanggung jawab moral kepada Remaja Hindu dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Selain itu para orang tua atau masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan upacara melasti ini datang dengan tertib dan tepat waktu, hal ini artinya orang tua tersebut memberikan sebuah contoh keteladanan terhadap para Remaja dan anak muda tentang apa artinya ketertiban. Hal ini menunjukkan bahwa dalam upacara melasti ini ada suatu proses pembinaan atau sosialisasi nilai disiplin dan tanggung jawab terhadap para Remaja dan pemuda Hindu di Kota Palu.
PEMBAHASAN
Upacara Melasti merupakan salah satu upacara yang selalu dilaksanakan oleh umat Hindu di Kota Palu setiap satu tahun sekali sebelum memasuki hari Raya Nyepi. Inti upacara ini adalah pembersihan bhuwana agung (makrokosmos) baik dari diri manusianya atau dari alam semesta beserta isinya serta mencari air kehidupan untuk mensucikan diri serta untuk menghancurkan segala sifat buruk. Upacara Melasti di Kota Palu dilaksanakan dua hari sebelum hari Raya Nyepi, dalam pelaksanaannya umat Hindu menggunakan beberapa sarana sebagai simbol. Namun dalam Upacara Melasti memiliki beberapa tahapan dalam prosesi atau pelaksanaannya, yaitu yang pertama tahap persiapan, dimana dalam tahap persiapan ini sebelum berangkat ke Segara semua umat Hindu berkumpul di Pura untuk mempersiapkan segala keperluan yang akan digunakan dalam Upacara Melasti. Selain itu juga dilakukan ritual singkat untuk memohon izin untuk melaksanakan upacara Melasti agar diberikan keselamatan dan kelancaran.
Tahap yang kedua yaitu tahap pelaksanaan dimana ketika semua telah sampai di Segara atau di Pantai Dupa semua umat mempersiapkan diri untuk mengikuti semua ritual upacara yang akan dilaksanakan. Adapun upacara Melasti dimulai dengan melakukan pecaruan untuk membersihkan tempat upacara. Selanjutnya dilakukan upacara Mepekelem, dimana upacara ini dilakukan dengan menenggelamkan banten
pekelembeserta perlengkapan yang ada didalamnya seperti ayam dan sebagainya. Hal
ini dilakukan dengan tujuan untuk melebur dan menenggelamkan segala kotoran yang ada di alam dan diri manusia itu sendiri. Selain itu juga upacara mepekelem ini dilakukan untuk Nunas Tirtha Amertha dari segara yang nantinya digunakan untuk mensucikan segala pratima dan pralingga yang ada di Pura dan untuk mensucikan pikiran, perkataan dan perbuatan agar bisa dikendalikan.
Tahap yang ketiga yaitu tahap penutup dimana setelah umat sampai di Pura umat kembali menuntun Jempana dan perlengkapannya untuk diletakkan kembali pada tempatnya semula, namun sebelum itu ditampilkan tari-tarian rejang sebagai pelengkap upacara. Selanjutnya seluruh umat Hindu Kota Palu mempersiapkan diri untuk melaksanakan persembahyangan bersama di Pura Agung Wanakertha Jagadnata sebelum kembali ke rumah masing-masing. Temuan ini sejalan dengan penelitian I Ketut Diara Astawa, (2013:3-4) ,dimana dalam penelitiannya juga membahas tentang prosesi upacara Melasti. Adapun Prosesi upacara Melasti dibagi menjadi tiga tahapan yaitu yang pertama tahap persiapan, yang kedua tahap pelaksanaan dan yang ketiga tahap penutup.
Adapun simbol-simbol yang digunakan yang pertama yaitu Jempana, dimana Jempanan ini merupakan bangunan berupa gedong atau singgasana yang mirip dengan padmasana, namun ukurannya lebih kecil dan terbuat dari kayu diukir dan dicat warna emas yang penggunaannya dengan mengusung bangunan tersebut. Pada umumnya jempana ini memiliki makna sebagai kendaraan atau tempat untuk pratima yang merupakan sebagai stana Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Simbol yang kedua yaitu Pratima atau Arca adalah bentuk atau perwujudan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pratima juga sering disebut stana Tuhan Yang Maha Esa dan sebagai sarana untuk mengsimbolkan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pratima atau Arca digunakan sebagai simbol atau bentuk perwujudan dari Tuhan Yang Maha Esa, karena manusia tidak bisa memikirkan dan membayangkan keberadaan Tuhan sehingga diperlukan sarana untuk melakukan pemujaan kepada Tuhan.
Simbol yang ketiga yaitu Banten Pekelem yang merupakan sarana upakara yang digunakan dalam Upacara Melasti sebagai sarana pemujaan atau simbol keagamaan sebagai alat untuk meningkatkan Sradha dan Bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Banten pekelem ini digunakan untuk melebur segala kotoran yang ada baik di Bhuana Agung dan Bhuana alit. Dengan ditenggelamkannya segala kotoran ini diharapkan segala sifat-sifat buruk umat Hindu Kota Palu yang bersifat duniawi ikut tenggelam. Simbol keempat yaitu lelontek atau umbul-umbul ini terbuat dari kain warna putih, kuning, hitam atau merah berisi lukisan naga sehingga bentuknya juga memanjang (dipancang denagn bambu melengkung), menggambarkan para naga kedewataan seperti Vasuki, Anantabhoga dan Taksaka sebagai penjaga, memberikan perlindungan dan kemakmuran kepada umat manusia di bumi. Penggunaan lelontek atau umbul-umbul ini melambangkan kedewataan atau kekuasaan dari Tuhan Yang Maha Esa atau biasa disebut sebagai manifestasi dari Tuhan. Dengan adanya simbol manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang berupa lelontek diharapkan agar umat manusia bisa membuang segala sifat-sifat keangkuhan dan sombong.
Simbol yang kelima yaitu simbol Senjata Dewata Nawa Sanga, merupakan simbol senjata Sembilan dewa penjuru dunia yang merupakan simbol kekuasaan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa sebagai penguasa alam semesta ini. Simbol Senjata Dewata Nawa Sanga ini juga merupakan Simbol demokrasi, saling menyayangi, saling didengar semua suara umat manusia. Simbol yang terakhir yaitu simbol Tirtha Amertha, Tirtha Amertha merupakan air suci kehidupan yang dapat membersihkan segala kotoran yang ada dibhuana agung dan bhuana alit yang diperoleh ketika melaksanakan ritual mepekelem.Fungsi Tirtha dalam ritual Upacara Melasti yaitu sebagai penyucian tempat-tempat, bangunan, alat-alat upacara, ataupun diri seseorang. Dengan adanya Tirtha Amertha yang nantinya digunakan untuk mensucikan pikiran manusia agar tidak melakukan prilaku yang bersifat negatif dan melanggar norma agama. Selain itu agar umat manusia di Kota Palu khususnya yang masih remaja bisa mengendalikan diri dari pikiran, perkataan dan perbuatan yang bisa merusak moral mereka.
Secara garis besar nilai moral yang terkandung dalam setiap simbol-simbol upacara melasti yaitu untuk meningkatkan sradha dan bhakti atau kepercayaan umat hindu melalui simbol-simbol yang ada dalam sarana upacara melasti. Selain itu dengan adanya simbol-simbol yang digunakanan dalam sarana upacara melasti diharapkan mampu mengendalikan perilaku manusia seperti perkataan, pikiran dan perbuatan agar tidak lepas dari ajaran moral.Temuan ini sejalan dengan penelitian I Putu Sudianta, (2012:84-86)dimana dalam penelitiannya membahas tentang simbol-simbol yang digunakan dalam upacara Melasti di Toili Barat. Adapun simbol-simbol yang digunakan dalam Upacara Melasti yaitu, jempana atau joli, pratima atau arca, banten upakara atau banten pekelem, lelontek atau umbul-umbul dan senjata dewata nawa sanga.
Makna simbolik Upacara Melasti di Kota Palu ini memiliki nilai moral tersendiri yang dapat disosialisasikan atau disampaikan kepada seluruh umat Hindu di Kota Palu, khususnya remaja Hindu. Karena remaja Hindu di Kota Palu masih sangat kurang pemahaman mereka mengenai makna upacara Melasti dan makna simbol-simbol yang digunakan pada saat Upacara Melasti. Sosialisasi nilai moral dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja apabila situasi dan kondisi mendukung, misalnya saja pada saat kegiatan dharma wacana atau pun dharma santi. Selain itu juga tampak keikutsertaan para pemuda dan remaja dalam pelaksanaan upacara melasti sebagai seke gong dan seke ngayah, sehingga bisa mencerminkan rasa tanggung jawab serta kekompakan para remaja hindu dalam menjalankan tugas mereka masing-masing. Hal ini berarti Upacara Melasti ini mampu memberikan kontribusi untuk mengembangkan nilai-nilai kekompakan dengan rasa tanggung jawab moral kepada Remaja Hindu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Selain itu para orang tua atau masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan upacara melasti ini datang dengan tertib dan tepat waktu, hal ini artinya orang tua tersebut memberikan sebuah contoh keteladanan terhadap para Remaja dan anak muda tentang apa artingya ketertiban. Hal ini menunjukkan bahwa dalam upacara melasti ini ada suatu proses pembinaan atau sosialisasi nilai disiplin dan tanggung jawab terhadap para Remaja dan pemuda Hindu di Kota Palu. Selain itu dalam ritual Melasti juga terkandung nilai-nilai etika yang tak kalah pentingnya dalam mengembangkan nilai Agama. Selain itu juga yang tidak kalah penting ditekankan di sini adalah rasa kesamaan kemanusiaan yang disampaikan melalui ajaran Tat Twam Asi mereka akan dapat menghayati secara menyeluruh dalam kesadaran mulia melalui alur pikiran yang dikaji secara pragmatis dan rasional.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dengan adanya penelitian tentang Makna Simbolik Upacara Melasti Dalam Sosialisasi Nilai Moral Pada Remaja Hindu Di Kota Palu.
1. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tahapan dalam prosesi Upacara
Melasti di Kota Palu ada tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penutup. Adapun simbol-simbol yang digunakan dalam upacara Melasti yaitu Jempana, Pratima/Arca, Banten Pekelem, Lelontek atau Umbul-umbul, Senjata Dewata Nawa Sanga dan Tirtha Amertha. Secara garis besar makna simbolik yang terkandung dalam setiap simbol-simbol upacara melasti yaitu untuk meningkatkan sradha dan bhakti atau kepercayaan umat hindu melalui simbol- simbol yang ada dalam sarana upacara melasti. Selain itu dengan adanya simbol- simbol yang digunakanan dalam sarana upacara melasti diharapkan mampu mengendalikan perilaku manusia seperti perkataan, pikiran dan perbuatan agar tidak lepas dari ajaran moral.
2. Makna simbolik upacara melasti ini cukup penting karena, Upacara Melasti ini mampu memberikan kontribusi untuk mengembangkan nilai-nilai kekompakan dengan rasa tanggung jawab moral kepada Remaja Hindu dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Selain itu para orang tua atau masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan upacara melasti ini datang dengan tertib dan tepat waktu, hal ini artinya orang tua tersebut memberikan sebuah contoh keteladanan terhadap para Remaja dan anak muda tentang apa artingya ketertiban. Hal ini menunjukkan bahwa dalam upacara melasti ini ada suatu proses pembinaan atau sosialisasi nilai disiplin dan tanggung jawab terhadap para Remaja dan pemuda Hindu di Kota Palu.
Saran
Adapun saran yang bisa penulis sampaikan yaitu:
1. Perlunya sosialisasi atau penyampaian dari tokoh-tokoh masyarakat atau pemangku Adat dan guru Agama tentang pemaknaan Upacara Melasti dan simbol-simbol yang digunakan dalam Upacara Melasti kepada Umat Hindu di Kota Palu khususnya untuk Pemuda dan Remaja Hindu yang pemahamannya masih kurang, sehingga mereka mengikuti Upacara Melasti tidak hanya sekedar mengikuti pelaksanaan Upacara Melasti saja, namun lebih memaknai pelaksanaannya.
2. Kepada para Pemuda dan Remaja Hindu hendaknya selalu mengikuti kegiatan sosialisasi jika dilaksanakan kegiatan sosialisasi, karena ini dapat menambah pengetahuan kita sebagai Umat Hindu. Dan jadikan ini sebagai proses belajar, karena belajar tidak harus dibangku sekolah melainkan bisa dilakukan dilingkungan keluarga dan masyarakat.
DAFTAR RUJUKAN
Astawa, I Ketut Diara. (2013). Aktualisasi Nilai-Nilai Luhur Pancasila Dalam
Upacara Melasti Petirtan Jolotundo Di Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto. Skripsi sarjana. Universitas Negeri Malang.
Sudianta, I Putu. (2012). MELASTI (Upacara Ritual Masyarakat Hindu). Skripsi tidak diterbitkan. Gorontalo. Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo. Sugiyono. (2013). Metodologi Penelitian Bisnis. Bandung: Pusat Bahasa Depdiknas Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta Sugiyono (2008). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta