WEED RESISTANCE OF Cyperus rotundus, Dactyloctenium aegyptium, and Asystasia gangetica TO BROMACIL AND DIURON HERBICIDES ON PINEAPPLE PLANTATION IN CENTRAL LAMPUNG

  RESISTENSI GULMA Cyperus rotundus, Dactyloctenium aegyptium, dan Asystasia gangetica

TERHADAP HERBISIDA BROMACIL DAN DIURON PADA PERKEBUNAN NANAS

DI LAMPUNG TENGAH

  WEED RESISTANCE OF Cyperus rotundus, Dactyloctenium aegyptium, and Asystasia gangetica TO BROMACIL AND DIURON HERBICIDES ON PINEAPPLE PLANTATION

IN CENTRAL LAMPUNG

  1 2 2 Heri Hendarto , Nanik Sriyani , Dad R. J. Sembodo 1 2 Dosen Politeknik Negeri Lampung Dosen Jurusan Agroromi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung ABSTRAK

  Pengendalian gulma menggunakan herbisida bromacil dan diuron pada perkebunan nanas di Lampung Tengah dilakukan secara rutin pada 30 tahun terakhir. Paparan terhadap herbisida yang cukup lama ini telah memunculkan beberapa jenis gulma yang sulit dikendalikan menggunakan herbisida tersebut.

  Perkiraan adanya gulma resisten terhadap bromacil dan diuron mendorong dilaksanakannya penelitian ini.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya resistensi gulma terhadap herbisida bromacil dan diuron. Penelitian dilaksanakan di Desa Hajimena Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dari bulan Mei sampai dengan September 2015. Herbisida yang digunakan terdiri atas dua jenis bahan aktif yaitu bromacil dan diuron. Percobaan disusun dengan rancangan percobaan petak-petak terbagi (Split-split Plot Design) dengan 6 ulangan. Faktor pertama adalah asal gulma: yaitu gulma terpapar dan tidak terpapar herbisida. Faktor kedua adalah jenis gulma yang terdiri atas 3 jenis gulma, yaitu Cyperus rotundus, Dagtyloctenium aegyptium, dan Asystasia gangetica. Faktor ketiga adalah taraf dosis herbisida , yaitu 0, 1, 2, 4, 8, dan 16 kg b.a /ha. Analisis ragam dilakukan terhadap data, homogenitas diuji dengan uji Bartlet, sedangkan aditivitas data diuji dengan uji Tuckey. Untuk membedakan nilai tengah perlakuan, dilakukan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gulma Dactyloctenium aegyptium yang terpapar herbisida mengalami resistensi tingkat rendah terhadap herbisida bromacil dengan perbandingan nilai LD 50 2,2 kali lebih tinggi dan mengalami resistensi tingkat tinggi terhadap herbisida diuron dengan perbandingan nilai LD 50 261.517 kali lebih tinggi dibandingkan gulma yang tidak terpapar herbisida. Gulma Cyperus rotundus dan Asystasia gangetica sensitif terhadap herbisida bromacil dan diuron. Perbandingan nilai LD 50 gulma terpapar bromacil 1,7 kali lebih tinggi (sensitif) dibandingkan gulma yang tidak terpapar, sedangkan perbandingan nilai LD 50 gulma terpapar diuron 3,7 kali lebih tinggi (resistensi tingkat rendah)dibandingkan gulma yang tidak terpapar herbisida.

  Kata kunci: Asystasia gangetica, bromacil, Cyperus rotundus, Dactyloctenium aegyptium, diuron resistensi gulma

  ABSTRACT

  

were done routinely in the last 30 years. After continuosly exposed to herbicides, several appears

weeds to be resistant to herbicides application. The possibility of herbiside resistant weeds species to

bromacil and diuron is the reason why this study was conducted. This study aims to confirm the

occurance of weed resistance to bromacil and diuron herbicides. Research was conducted at the

experiment station at Hajimena Village Natar District, South Lampung Province from May to

September 2015. Three weed species: Cyperus rotundus (sedge), Dactyloctenium aegyptium (grass)

and Asystasia gangetica (broad leave) were used. Two types of active ingredients, namely bromacil

and diuron were tested. The experiment was arranged Split Plot Design with six replications. The first

factor is the origin of weeds: herbicide exposed weeds and unexposed weeds. The second factor is the

type of weed: Cyperus rotundus, Dagtyloctenium aegyptium, and Asystasia gangetica. The third

factor is the level of herbicide doses, ie 0, 1, 2, 4, 8, and 16 kg a.i / ha. Data homogeneity was tested

with Bartlett, whereas the additivity data was tested with Tuckey. To distinguish the middle value

treatment, Least Significant Difference Test (BNT) at the 5% significance levelwere used. Results

showed that Dactyloctenium aegyptium experienced a low level of resistance to bromacil with LD

50 ratio 2.2 times higher and experiencing high levels of resistance to diuron with LD 50 ratio 261.517

times higher than the unexposed weeds. Cyperus rotundus and Asystasia gangeticawere sensitive to

bromacil and diuron herbicides. LD 50 of bromacil for exposed weeds is 1.7 times higher (sensitive) than unexposed weeds, whereas for diuron, LD 50 value ratio is 3.7 times higher (low-level resistance) compared to unexposed for herbicides.

  

Keywords: Asystasia gangetica, bromacil, Cyperus rotundus, Dactyloctenium aegyptium, diuron,

weed resistance

PENDAHULUAN

  Pengendalian gulma menggunakan herbisida bromacil dan diuron pada perkebunan nanas di Lampung Tengah dilakukan secara rutin pada kisaran 20 sampai 30 tahun terakhir. Hal ini telah memunculkan beberapa jenis gulma yang sulit dikendalikan menggunakan herbisida tersebut dan kemungkinan telah terjadi resistensi.Resistensi gulma terhadap herbisida merupakan dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan herbisida, dalam pengendalian gulma. Resistensi gulma terjadi bila respon gulma terhadap perlakuan herbisida menurun karena pengaruh penggunaan herbisida pada perlakuan sebelumnya. Pengendalian gulma untuk mematikan jenis gulma yang lebih tahan memerlukan dosis herbisida yang lebih tinggi, tetapi berakibat biaya bertambah mahal dan resiko pencemaran lingkungan yang lebih tinggi (Soejono, 2006).

  Mahalnya biaya dan resiko pencemaran lingkungan yang lebih tinggi, merupakan akibat dari berkembangnya biotipe spesies gulma yang resisten herbisida pada pengendalian gulma. Hal ini merupakan sebuah dilema yang dihadapi oleh petani di banyak negara. Petani akan mengetahui bagaimana resistensi berkembang dan bagaimana meminimalkan terjadinya resistensi gulma, bila masalah resistensi gulma segera ditangani (Hager dan Sprague, 2000). Pada perkebunan nanas di Lampung Tengah aplikasi herbisida diuron 1,5 – 2 kg/ha bersamaan quizalopop2 l/ha dilakukan 1 minggu sebelum tanam (pre-planting) dan 1 bulan setelah tanam (post- planting). Bila diaplikasikan tunggal dosis diuron 2 – 3 kg/ha. Untuk aplikasi bromacil dosis 2 – 3 kg/ha, bila lahan kosong bisa mencapai 3 – 4 kg/ha. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan produksi yang tinggi di perusahaan dengan menerapkan teknologi dan sistem budidaya yang intensif.Diperkirakan bahwa telah terjadi resistensi gulma terhadap herbisida bromacil dan diuron, resistensigulmaCyperus rotunds (golongan teki), Dactiloctenium aegyptium(golongan rumput)dan Asystasia gangetica (golongan daun lebar)terhadap herbisida bromacil dan diuron.

BAHAN DAN METODE

  Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Desa Hajimena Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, yang dimulai dari bulan Mei 2015 sampai dengan bulan September 2015. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tiga jenis gulma indikator yang terdiri atas Cyperus rotundus (bibit), Dactyloctenium aegyptium (biji) danAsystasia gangetica (bibit). Herbisida yang digunakan terdiri atas dua jenis herbisida yaitu bromacil dan diuron . Pot plastik ukuran diameter 7.5 cm dan tinggi 14 cm, nampan plastik dan media tanah. Alat yang digunakan dalam penelitian adalahknapsack sprayer, nozzle biru, timbangan, gelas ukur, ember, gelas plastik, gelas ukur dan oven.

  Percobaan disusun dengan rancangan Petak-petak Terbagi (Split-split Plot Design) dengan 6 ulangan, dengan rincian seperti berikut ini petak utama adalah asal gulma (B) yang terdiri atas 2 taraf, yaitu B1 ( gulma terpapar) B2 ( gulma tidak terpapar). Anak petak adalah jenis gulma (G) yang terdiri atas G1 ( Cyperus rotundus), G2 (Dagtiloctenium aegyptium), G3 (Asystasia gangetica). Anak-anak petak adalah dosis herbisida (D), yaitu D0(dosis 0 kg b.a /ha), D1(dosis 1 kg b.a/ha), D2(Dosis 2kg b.a/ha), D3(dosis 4 kg b.a/ha), D4 (Dosis 8 kg b.a/ha), D5 (Dosis 16 kg b.a/ha). Rancangan perlakuan tersebut diterapkan secara terpisah untuk herbisida bromacil dan diuron.

  Analisis ragam dilakukan terhadap data, homogenitas diuji dengan uji Bartlet, sedangkan aditivitas data diuji dengan uji Tuckey. Untuk membedakan nilai tengah perlakuan, dilakukan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5%. Untuk mengetahui resistensi gulma dengan menghitung LD 50 .Dengan carabobot kering gulma yang diperoleh akibat keracunan herbisida bromacil dan diuron kemudian ditransformasi ke dalam bentuk persen kerusakan. Hal ini untuk mengetahui seberapa besar masing-masing herbisida mampu merusak tubuh gulma. Nilai persen kerusakan dari gulma dan dosis herbisida kemudian ditransformasi ke dalam bentuk probit dan log dosis untuk diperoleh persamaan regresi nya. Dengan persamaan regresi tersebut dapat diperoleh LD 50 . Tingkat resistensi gulma ditentukan berdasarkan indeks resistensi (R/S). Menurut penelitian Hamdani. A.M.S, et al (2012)tingkat resistensi untuk herbisida aryloxyphenoxypropionates (APP), cyclohexanediones (CHD) dan phenylpyrazoline (PPZ) untuk populasi resisten mempunyai klasifikasi seperti berikut tingkat resistensi tinggi ( > 12), sedang (> 6 – 12), rendah (2 – 6), sensitif (< 2), berdasarkan indek resistensi (R/S) dari LD 50. Bibit gulma Cyperus rotundus dan Asystasia gangetica diambil dengan cara mencabut anakan gulma di lapangan, dikemas dan dibawa ke kebun percobaan untuk ditanam. Sedangkan untuk

  

Dactyloctenium aegyptium persiapan dilakukan dengan mengambil biji gulma di lapangan, dibiarkan

  mengering sampai biji rontok kemudian disemaikan. Bibit gulma berupa anakan gulma yang diambil dari lapangan selanjutnya ditanam pada pot plastik menggunakan media tanah. Gulma dalam pot plastik dipelihara sampai pertumbuhan vegetatif sempurna dengan melakukan penyulaman pada gulma yang mati. Aplikasi herbisida dilakukan pada saat gulma mencapai pertumbuhan vegetatif sempurna umur 35 hari untuk gulma Cyperus rotundus dan Asystasia gangetica dan 45 hari untuk gulma Dactyloctenium aegyptium, dengan terlebih dahulu menyeragamkan gulma dengan menyeleksi tinggi gulma, ukuran, serta banyaknya gulma tiap pot plastik. Dilakukan pengamatan pada 12 HSA

  Asystasia gangetica dan 8 HSA untuk gulma Dactyloctenium aegyptium.

  

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bromacil

Persentase Keracunan Gulma Akibat Bromacil. Persentase keracunan gulma akibat bromacil pada

  pengamatan terakhir (12 HSA) pada dosis tertinggi menunjukkan keracunan Cyperus

  

rotundusterpapar 95% tidak terpapar 100%, Dactyloctenium aegyptium (8HSA) terpapar 100 % tidak

terpapar100% dan Asystasia gangetica (12 HSA) terpapar 100% tidak terpapar 100% (Gambar 1).

  Persentase keracunan Cyperus rotundus akibat bromacil lebihrendah jika dibandingkan Dactyloctenium aegyptium dan Asystasia gangetica.

  

Cyperus rotundus Dactyloctenium aegyptium Asystasia gangetica

  Keterangan: Terpapar bromacil Tidak terpapar bromacil

  Gambar 1. Persentase Keracunan Gulma akibat Bromacil

  

Gejala Keracunan terhadap Bromacil.Gejala keracunan terlihat dengan adanya perubahan warna

  daun, bentuk dan ukuran daun. Gejala keracunan umumnya berupa menguningnya daun yang kemudian menjadi kering dan mati. Gejala keracunan gulmaterpapar bromacil secara keseluruhan lebih rendah dibandingkan gulma tidak terpapar, demikian juga terhadap diuron (Gambar 2).

      Tidak Terpapar

  Terpapar   Terpapar

    Gambar 2. Gejala keracunan gulma terhadap bromacil. + + + Keterangan: B 0 = Kontrol, B 1 = terpapar bromacil dosis 2 kg b.a/ha, B 2 = terpapar bromacil dosis + + 4 kg b.a/ha, B 3 = terpapar bromacil dosis 6 kg b.a/ha, B 4 = terpapar bromacil dosis 8 kg b.a/ha,

  • + - B 5 = terpapar bromacil dosis 16 kg b.a/ha, B 1 = tidak terpapar bromacil dosis 2 kg b.a/ha, - - - -

  B 2 = tidak terpapar bromacil dosis 4 kg b.a/ha, B 3 = tidak terpapar bromacil dosis 6 kg b.a/ha, B 4 = tidak terpapar bromacil dosis 8 kg b.a/ha, B 5 = tidak terpapar bromacildosis 16 kg b.a/ha.  

  

Pengaruh Bromacil terhadap Bobot Kering Gulma. Gulma Asystasia gangetica terpapar memiliki

  bobot kering tertinggi dibandingkan gulma Cyperus rotundus dan Dactyloctenium aegyptium terpapar dan tidak terpapar. Bobot kering gulmaterpapar dan tidak terpapar tertinggi pada dosis 1 kg b.a/ha, bobot kering terendah pada dosis 16 kg b.a/ha.Semakin tinggi dosis herbisida bromacil pada gulma

  

Cyperus rotundus terpapar dan tidak terpapar mengakibatkan bobot kering berbeda.Asystasia

gangetica adalah gulma yang memiliki batang berkayu sehingga memungkinkan memiliki bobot

  kering tertinggi. Pengaruh herbisida bromacil terhadap gulma Cyperus rotundus dan Dactyloctenium

  

aegyptiumterpapar dan tidak terpapar dosis 1, 2, 4, 8 dan 16 kg b.a/ha terhadap bobot kering sama dan

  berbeda dengan gulma Asystasia gangetica pada dosis 1, 2 dan 4 kg b.a/ha namun pada dosis 8 dan 16 kg b.a/ha sama (Tabel 1). Pada dosis 1 dan 4 kg b.a/ha pengaruh herbisida bromacil terhadap bobot kering gulma Asystasia gangeticaterpapar lebih tinggi dibandingkan gulma tidak terpapar, sedangkan pada dosis 2, 8, dan 16 kg b.a/ha sama.  

  Asli

  Cyperus Dactyloctenium Asystasia

  Dosis rotundus aegyptium gangetica Tidak Tidak Tidak kg b.a/ha Terpapar terpapar Terpapar terpapar Terpapar terpapar

  0,51 0,52 0,48 0,25 1,09 0,56 1 0,12 0,11 0,23 0,09 0,93 0,48 2 0,11 0,04 0,10 0,03 0,47 0,24 4 0,10 0,01 0,08 0,29 0,10 8 0,09 0,00 0,01 0,12 0,10 16 0,03

  Transformasi √√√(x+0,5)

  Cyperus Dactyloctenium Asystasia

  Dosis rotundus aegyptium gangetica Tidak Tidak Tidak kg b.a/ha Terpapar terpapar Terpapar terpapar Terpapar terpapar BNT 5%

  1,00 a 1,00 a 0,99 a 0,96 a 1,06 a 1,01 a (a) (a) (a) (b) (c) (a) 1 0,94 b 0,94 b 0,96 b 0,94 ab 1,05 a 1,00 ab (b) (b) (b) (b) (a) (c) 2 0,94 b 0,93 b 0,94 bc 0,93 ab 1,00 b 0,96 bc (b) (b) (b) (b) (a) (a) (0.02) 4 0,94 b 0,92 b 0,93 bc 0,92 b 0,97 bc 0,94 cd (a) (a) (a) (a) (b) (c) 8 0,94 b 0,92 b 0,92 c 0,92 b 0,94 cd 0,93 d (a) (a) (a) (a) (a) (a) 16 0,92 b 0,92 b 0,92 c 0,92 b 0,92 d 0,92 d (a) (a) (a) (a) (a) (a)

  BNT 5%

  0,03

  Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%, dengan tanda kurung (horizontal) dan tanpa tanda kurung (vertikal).

  LD 50 Bromacil. Nilai LD 50 bromacil terhadap gulma terpapar1.281 g b.a/ha, tidak terpapar 742 g

  b.a/ha.Perbandingan nilai LD 50 bromacil terhadap gulma terpapar 1,7 kali lebih tinggi (sensitif) terhadap gulma tidak terpapar. Nilai LD 50 bromacil terhadap gulma Cyperus rotundus terpapar 1.001 g b.a/ha, tidak terpapar704 g b.a/ha, gulma Dactyloctenium aegyptium terpapar1.243 g b.a/ha, tidak terpapar562 g b.a/ha, gulma Asystasia gangetica terpapar= 2.135 g b.a/ha, tidak terpapar 2.072 g b.a/ha. Perbandingan nilai LD 50 bromacil terhadap gulmaCyperus rotundus terpapar1,4 kali lebih tinggi(sensitif), gulmaDactyloctenium aegyptiumterpapar 2,2 kali lebih tinggi ( resistensi tingkat rendah), Asystasia gangeticaterpapar1,03 kali lebih rendah (sensitif) dan diuron 2,05 kali lebih rendah ( resistensi tingkat rendah) dibandingkan gulma tidak terpapar (Tabel 2).

  LD 50 (g ai/ha) Indek Resistensi Keterangan* No. Nama Gulma

  Tidak Terpapar terpapar R/S

  1 Cyperus rotundus 1001 704 1,4 sensitif

  2 Dactyloctenium aegyptum 1243 562 2,2 resistensi rendah

  3 Asystasia gangetica 2135 2072 1,03 sensitif *Menurut  Hamdani.A.M.S,  et  al.  2012. R(Resistance),  S(susceptible)

  Diuron

Persentase Keracunan Gulma Akibat Diuron. Persentase keracunan gulma akibat diuron pada

  pengamatan terakhir (12 HSA) pada dosis tertinggi menunjukkan keracunan Cyperus

  

rotundusterpapar 55,8% tidak terpapar 100%, Dactyloctenium aegyptium (8HSA) terpapar 1,7 %

  tidak terpapar100% dan Asystasia gangetica (12 HSA) terpapar 93,3 % tidak terpapar 82,5% (Gambar 3). Persentase keracunan gulma Dactyloctenium aegyptiumterpapar lebih rendah jika dibandingkan gulma Cyperus rotundus dan Asystasia gangetica.

  Menurut hasil penelitian Wijaya dkk (2012) dinyatakan bahwa dominansi gulma yang paling banyak dan cepat tumbuh di lahan PT. Gula Putih Mataram Lampung Tengah, yaitu Dactyloctenium

  

aegyptium. Dominansi gulma jenis ini disebabkan oleh pertanaman tebu yang masih muda sehingga

  belum terjadinya kanopi mengakibatkan pertumbuhan Dactyloctenium aegyptium menjadi cepat dan banyak dalam waktu singkat.Selain itu, pertumbuhan gulma ini menjadi tidak terkendali di petak tebu yang diaplikasikan herbisida pra tumbuh karena telah mengalami resistensi.

  Cyperus rotundus Dactyloctenium aegyptium Asystasia gangetica

  Keterangan: Terpapar diuron diuron

  Tidak terpapar Gambar 3. Persentase Keracunan Gulma akibat Diuron

  

Gejala Keracunan terhadap Diuron.Gejala keracunan terlihat dengan adanya perubahan warna

  daun, bentuk dan ukuran daun. Gejala keracunan umumnya berupa menguningnya daun yang kemudian menjadi kering dan mati. Gejala keracunan gulma terpapar diuron secara keseluruhan lebih

  Gejala keracunan berupa menguningnya daun yang kemudian menjadi kering dan mati tertinggi pada gulma Dactyloctenium aegyptiumtidak terpapar yang sensitif terhadap diuron. Sedangkan

  

Dactyloctenium aegyptiumterpapar daunnya masih terlihat segar dan berwarna hijau menandakan

tidak keracunan herbisida dan tergolong resistensi tingkat tinggi.

                  Terpapar Tidak Terpapar

  Terpapar   Tidak Terpapar   Gambar 4. Gejala keracunan gulma terhadap diuron. + + +

  Keterangan: D 0 = Kontrol, D 1 = terpapar diurondosis 2 kg b.a/ha, D 2 = terpapar diurondosis 4 kg + + +

  • - b.a/ha, D 3 = terpapar diuron dosis 6 kg b.a/ha, D 4 = terpapar diuron dosis 8 kg b.a/ha, D 5 = - - - terpapar diuron dosis 16 kg b.a/ha, D 1 = tidak terpapar diuron dosis 2 kg b.a/ha, D 2 = tidak terpapar - diuron dosis 4 kg b.a/ha,D 3 = tidak terpapar diuron dosis 6 kg b.a/ha, D 4 = tidak terpapar diuron dosis 8 kg b.a/ha, D 5 = tidak terpapar diurondosis 16 kg b.a/ha.

  

Pengaruh Diuron terhadap Bobot Kering Gulma.Gulma Asystasia gangetica terpapar memiliki

  bobot kering tertinggi dibandingkan gulma Cyperus rotundus dan Dactyloctenium aegyptiumterpapar dan tidak terpapar.Bobot kering gulma terpapar dan tidak terpapar tertinggi pada dosis 2 kg b.a/ha, bobot kering terendah pada dosis 16 kg b.a/ha.Bobot kering gulma Cyperus rotundus terpapardan tidak terpapar dari dosis terendah sampai dosis tertinggi sama .Bobot kering gulma Dactyloctenium

  

aegyptium terpaparlebih tinggi dibandingkan bobot kering Dactyloctenium aegyptium tidak terpapar

  pada dosis2,4,8, dan 16 kg b.a/ha. Bobot kering Asystasya gangetica terpaparpada dosis 2 dan 4 kg b.a/ha lebih rendah dibandingakan terpapar (Tabel 3). berkayu pada gulmatersebut.Bobot kering gulma Dactyloctenium aegyptiumterpapar diuron lebih tinggi jika dibandingkan gulma tidak terpapar, ini menunjukkan bahwa diuron lebih baik mengendalikan gulma Dactyloctenium aegyptiumtidak terpapar (Tabel 3).Menurut hasil penelitian Wijaya dkk ( 2012), berat kering gulma total pada 8 MSA pada perlakuan herbisida diuron memiliki berat kering total gulma yang paling sedikit dibandingkan perlakuan herbisida lain. Herbisida diuron mampu menekan pertumbuhan gulma utama yaitu Dactyloctenium aegyptium dan Cynodon dactylon dengan cepat dan banyak.

  Tabel 3. Pengaruh herbisida diuron terhadap bobot kering gulma Asli

  Cyperus Dactyloctenium Asystasia

  Dosis rotundus aegyptium gangetica Tidak Tidak kg b.a/ha Terpapar Tidak terpapar Terpapar terpapar Terpapar terpapar

  0,41 0,48 0,24 0,21 0,89 0,53 1 0,21 0,25 0,20 0,09 0,32 0,28 2 0,20 0,25 0,19 0,01 0,50 0,26 4 0,18 0,17 0,19 0,36 0,19 8 0,06 0,14 0,19 0,11 0,18 16 0,05 0,13 0,18 0,02 0,13

  Transformasi √√√(x+0,5)

  Cyperus Dactyloctenium Asystasia

  Dosis rotundus aegyptium gangetica kg b.a/ha Terpapar Tidak terpapar Terpapar Tidak terpapar Terpapar Tidak terpapar BNT 5% 0,99 a 1,00 a 0,96 a 0,96 a 1,04 a 1,00 a

  (a) (a) (b) (b) (c) (a) 1 0,96 bc 0,96 b 0,96 a 0,94 ab 0,98 d 0,97 b (a) (a) (a) (a) (b) (b) 2 0,96 ab 0,96 b 0,95 a 0,92 b 1,00 bc 0,97 b (a) (a) (a) (b) (c) (d)

  (0.02)

  4 0,95 ab 0,95 b 0,95 a 0,92 b 0,98 cd 0,95 b (a) (a) (a) (b) (c) (a) 8 0,93 c 0,95 b 0,95 a 0,92 b 0,94 e 0,95 b (a) (a) (a) (b) (a) (a) 16 0,93 c 0,91 b 0,95 a 0,92 b 0,92 e 0,92 c (a) (a) (b) (a) (a) (a)

  BNT 5%

  0,02

  Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%, dengan tanda kurung (horizontal) dan tanpa tanda kurung (vertikal).

  LD 50 Diuron. Nilai LD

50 herbisida diuron terhadapgulma terpapar 3.640 g b.a/ha, tidak

  terpapar 990 g b.a/ha.Perbandingan nilai LD 50 terpapar diuron 3,7 kali lebih tinggi ( resistensi tingkat rendah)dibandingkan gulma tidak terpapar, ini menunjukkan adanya resistensi gulma terhadap herbisida terpapar diuron.

  NilaiLD 50 diuron terhadap gulma Cyperus rotundusterpapar1.684 g b.a/ha, tidak terpapar 1.666 g b.a/ha, gulma Dactyloctenium aegyptium asal terpapar 1.676.327.904 g b.a/ha, tidak terpapar 641 g b.a/ha, gulma Asystasia gangetica asal terpapar1.400 g b.a/ha, tidak terpapar 2.868 g b.a/ha.

  Perbandingan nilai LD 50 diuron terhadap gulma Cyperus rotundus terpapar1,01 kali lebih tinggi(sensitif), gulmaDactyloctenium aegyptium 261.517 kali lebih tinggi (resistensi tingkat tinggi), gulmaAsystasia gangetica 2,05 kali lebih rendah (resistensi tingkat rendah) dibandingkan gulma tidak terpapar. Gulma Dactyloctenium aegyptium terpapar mengalami resistensi terhadap bromacil dan diuron dibandingkan gulma tidak terpapar (Tabel 4). Tabel 4. LD 50 diuron terhadap gulma Terpapar dan Tidak terpapar

  LD 50 (g ai/ha) Indek Resistensi Keterangan* No. Nama Gulma

  Tidak Terpapar terpapar R/S

  1 Cyperus rotundus 1684 1666 1,01 sensitif

  2 Dactyloctenium aegyptum 1.676.327.904 641 261.517 resistensi tinggi

  3 Asystasia gangetica 1400 2868 -0,488 sensitif

  • Menurut  Hamdani.A.M.S,  et  al.  2012.   R(Resistance),  S(susceptible)

  KESIMPULAN

  Gulma Dactyloctenium aegyptiumterpapar herbisida pada perkebunan nanas di Lampung Tengah telah mengalami resistensi tingkat rendah terhadap herbisida bromacil dan mengalami resistensi tingkat tinggi terhadap herbisida diuron.

DAFTAR PUSTAKA

  Agustanti,V.M.F. 2006. Studi Keefektifan Herbisida Diuron Dan Ametrin untuk Mengendalikan Gulma Pada Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering. Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

  Alfredo,N, Nanik Sriyani, dan Dad R.J. Sembodo. 2012. Efikasi Herbisida Pratumbuh Metil Metsulfuron Tunggal Dan Kombinasinya Dengan 2,4-D, Ametrin Atau Diuron Terhadap Gulma Pada Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering. Jurnal Agrotropika 17 (I) : 29-34 Universitas Lampung.

  Bean.C.M. 2011.A World Compedium.The e-Pesticide Manual. Version 5,1 Fifteenth Edition. BCPC Buhler,W. 2002. Incidence and History of Herbicide Resistance (WSSA). Pesticide Environmental Stewardship. Promoting Proper Pesticide Use and Handling Center for Integrated Pest Management Brosnan J. T and DeFrank. 2008. Purple Nutsedge Control in Turf and Ornamentals Department of Tropical Plant and Soil Sciences.

  Hawaii. Dube,S, M. S. Lesoli1 and A. O. Fatunbi. 2009. The efficacy and safety of bromacil based herbicide for the control of the invasive bush species in South African rangelands. African Journal of Biotechnology Vol 8 (9) p. 1776 – 1781 Hager, A and C. Spraque. 2000. Weed Resistance to Herbicides. Departement of Crop Science.Illiones Agricultural Pest Management Handbook.

  Hambali,D., Edison Purba, E. Harso Kardinata. 2015. Dose Response Biotif Rumput Belulang (Eleusine Indica(L) Gaertn.) Resisten- Parakuat, Terhadap Parakuat, Diuron dan Ametrin. Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, USU, Medan.

  Hamdani,  A.M.S,    Mechelle  J.  Owen,  Qin  Yu,  and  Stephen  B.  Powles.  2012.    ACCase-Inhibiting Herbicide-Resistant Avena spp. Populations from the Western Australian Grain Belt.                      Weed  Science  Society  of  America  (WSSA). Johnson,W.G, Vince M. Davis, Greg R. Kruger, Stephen C.Weller. 2009.Influence of glyphosate-resistant cropping systems on weed species shifts andglyphosate-resistant weed populations.Department of Botany and Plant Pathology, Lilly Hall of Life Sciences, Purdue University, 915 West State Street, W. Lafayette, IN 47907, United States.

  Lubis,L.A, Edison Purba, Rosita Sipayung. 2012. Respon Dosis Biotip Eleusine

   indicaResisten- Glifosat Terhadap Glifosat, Parakuat dab Glufosinat. Jurnal Online Agroteknologi 1 (1) Fakultas Pertanian USU, Medan.

  Lim , X.Z. 2014. Herbicide-resistant crops can exacerbate ‘ superweeds’ but new GM versions can help control problem.

  Pineapple.Intercultural Operation. Weed control.

   http: nhb.gov.in/bulletin_files/fruits/pineapple/pin005.pdf . diakses tgl. 28 April 2015.

  Purba, E. 2009. Keanekaragaman Herbisida Dalam Pengendalian Gulma Mengatasi Populasi Gulma Resisten Dan Toleran Herbisida. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap. Universitas Sumatera Utara, Medan. Prostko, E.P and A. Stanley Culpepper. 2005. Herbicide Resistant Weeds And Their Management. Departement of Crop and soil Science. The Universityof Georgia Tifton.

  Setiawan, A. 2009.Rancangan Petak-petak Terbagi (Split-split Plot Design).

  https://smartstat.files.wordpress.com/2009/12/split-split-plot.pdf .diaksestgl. 25 April 2015.

  Sembodo, D.R.J. 2010.Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 166p. Soejono, A.T. 2006.Gulma : Peran, Masalah dan Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Balai Senat UGM Yogyakarta. Sriyani, N. 2014. Resistensi gulma dan Tanaman Resisten Herbisida (TRH). Materi Ajar Program Pascasarjana Jurusan BDP. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

  On Weed Control And Growth Of No Tillage Pineapple (Ananas Comosus L.). International Pineapple Symposium III.ISHS Acta Horticulturae 529.

  Tampubolon, I. 2009. Uji Efektifitas Herbisida Tunggal Maupun Campuran dalam Pengendalian Stenochlaena palustris di Gawangan Kelapa Sawit. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 55 hlm.

  USDA. 2003. Purple Nutsedge. United States Department of Agriculture Natural Resources Conservation Service. Vencil, W. K, Robert L. Nichols, Theodore M. Webster, John K. Soteres, Carol Mallory-Smith, Nilda R. Burgos, William G. Johnson, and Marilyn R. McClelland 2012. Herbicide Resistance: Toward an Understanding of Resistance Development and the Impact of Herbicide-Resistant Crop Wati,N.R, Dad Resiworo J. Sembodo, Herry Susanto. 2014. Uji Efektifitas Herbisida Atrazin, Mesotrion, dan Campuran Atrazin+Mesotrion terhadap Beberapa Jenis Gulma. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 15 (1): 15 – 23. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Wahyudi, A. 2015. Pengembangan Formulasi Herbisida Berbasis Asam Asetat Untuk Mengendalikan Gulma Pada Kelapa Sawit. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Pusat Penelitian Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian. Wijaya, R.B, Prapto Yudono, Rohlan Rogomulyo. 2011. Uji Efikasi Herbisida Pratumbuh untuk Pengendalian Gulma Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Yamuna. 2008. Weed Management of Pineapple Cultivation. Pineapple Cultivation in Hawaii.