PERILAKU PENCEGAHAN HIVAIDS PADA KELOMPOK WANITA PEKERJA SEKS DAN WARIA

PERILAKU PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA
KELOMPOK WANITA PEKERJA SEKS DAN WARIA
Bambang Murwanto 1)
1)

Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang
bamurwanto@yahoo.co.id

Abstract: HIV/AIDS Behaviours of Shamales (Transgenders) and Famale Sex Wokers Around
in Kalianda. The growing number of cases of HIV / AIDS each year , both national, provincial and
district/city level . In Kabupaten Lampung Selatan, on 2005 amounted to only 4 people and on 2013 to
be 44 The Man With HIV/AIDS (ODHA) . The geographical position of South Lampung district is
southeast tip of Sumatra island and makes migration into the gate of the island of Sumatra to Java
provides an opportunity occurs of disease transmission, including HIV/AIDS. Improvement of HIV /
AIDS or transmission and chain termination coaching them through high-risk groups . The coaching
has been done through the Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Lampung Selatan, Women groups
including Famale Sex Workers (Wanita Pekerja Seks/WPS)) and behave Shemale (Transgender) in
the prevention of HIV/AIDS. The aim this study is the behavior sex workers (Wanita Pekerja
Seks/WPS) and behave Shemale that has been coaching by the Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
Lampung Selatan. This research method is qualitative with approach Verivikatif-Descriptive, the
group interviewed Female Sex Workers (FSW) and Transgender, with FGD Techniques and

Triangulation and Depth Interviews , with triangulation of sources such as VCT Clinic , KPA and
South Lampung Hospital Kalianda. The results of this study are behavioral prevention of HIV/AIDS
among Female Sex Workers (FSW) and Transgender around Kalianda City. Even though their
knowledge and attitude is not good. However, several other variables that describe as a predictor of
such seriousness, vulnerability, anxiety, benefits and barriers to behavior that illustrate the positive
(good) on the prevention of HIV/AIDS.
Keywords : HIV/AIDS ,WPS , Shemale.
Abstrak: Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada Kelompok Wanita Pekerja Seks (WPS) dan
Waria di Kalianda. Meningkatnya jumlah kasus penyakit HIV/AIDS setiap tahun, baik secara
nasional, provinsi maupun tingkat kabupaten/kota. Di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2005 hanya
berjumlah 4 orang, tahun 2013 menjadi 44 Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Letak geografis
Kabupaten Lampung Selatan diujung tenggara pulau Sumatra menjadi pintu gerbang pulau migrasi
pulau Sumatra ke pulau Jawa memberi peluang terjadi penularan penyakit termasuk HIV/AIDS.
Upaya penanggulangan penyakit HIV/AIDS atau pemutusan mata rantai penularan diantaranya
melalui pembinaan kelompok-kelompok resiko tinggi. Pembinaan yang telah dilakukan tersebut
melalui KPA Lampung Selatan diantaranya kelompok Wanita Pekerja Seks (WPS) dan Waria dalam
berperilaku terhadap pencegahan penyakit HIV/AIDS. Tujuan penelitain, mengetahui perilaku WPS
danWaria yang telah di bina oleh KPA Lampung Selatan terhadap penyakit HIV/AIDS. Metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan Deskriptif Verivikatif, yaitu mewawancarai kelompok Wanita
Pekerja Seks (WPS) dan Waria, dengan teknik FGD dan triangulasi melalaui wawancara mendalam,

dengan melalui trianggulasi sumber-sumber seperti dari Klinik VCT, KPA dan Dinas Kesehatan
Lampung Selatan.Hasil penelitian, perilaku pencegahan HIV/AIDS pada kelompok WPS dan Waria di
Kalianda dan sekiratnya sangat baik, walaupun pengetahun dan sikap mereka kurang baik. Namun
beberapa variabel lain yang menggambarkan sebagai prediktor seperti keseriusan, kerentanan,
kecemasan, manfaat dan hambatan-hambatan menggambarkan ke arah perilaku positif (baik) terhadap
pencegahan penyakit HIV/AIDS.
Kata Kunci

: Pencegahan, HIV/AIDS, WPS, Waria

Tujuan pembangunan di Indonesia pada
hakikatnya adalah membangun manusia
seutuhnya, dengan kata lain membangun
kesejahteraan masyarakat Indonesia, Tujan
pembangunan tersebut digambarkan oleh

Indeks Pembangunan Manusia (Human
Development Index) yang merupakan indikator
pembangunan manusia atau kesejahteraan
tersebut. Indeks Pembangunan Manusia yang

selanjumya disebut IPM merupakan indikator

23

24 Jurnal Kesehatan, Volume V, Nomor 1,April 2014, hlm 23-33

gambungan (Composite Index) dari Umur
Harapan Hidup (UHH), Tingkat Partisipasi
Pendidikan
dan
Tingkat
Pendatapatan
Masyarakat. Dengan kata lain pembangunan
manusia atau kesejahteraan dibangun tiga
sektor utama yaitu Kesehatan yang bertanggung
jawab terhadap UHH, Pendidikan yang
bertanggung jawab terhadap Tingkat Partisipasi
Pendidikan
dan
sektor-sektor

lingkup
pendapatan yang bertanggung jawab terhadap
Tingkat Pendatapatan Masyarakat. IPM
Indonesia saat ini kendati mengalami
peningkatan dibandingkan dengan beberapa
tahun lalu (Tempo.com, 2013) namun ini masih
dibawah negara-negara serumpun seperti
Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam
Filipina, (UNDP, 2013).
Permasalahan sektor kesehatan sebagai
penyebab rendahnya IPM Indonesia adalah
sangat kompleks. Berbagai penyakit menular
banyak yang dapat diberantas. Bahkah
penyakit-penyakit yang telah lama diberantas
kini masih muncul dan untuk beberapa tahun
kedepan sebagai Emerging Infectious Diseases
(EID), seperti malaria, Influenza A, SARS,
termasuk juga HIV/AIDS, dsb. Sementara
penyakit-penyakit tidak menular atau degeratif
dan penyakit-penyakit yang berbasis perilaku

masyakat kini juga mulai bemunculan
Secara nasional penyakit HIV/AID sejak
tahun 2005 hingga tahun 2011 penemuan kasus
baru semankin meningkat (Kemkes RI, 2012).
Tahun 2011 kasus baru ditemukan berjumlah
559 kasus baru dan tahun 2011 ditemukan
4,162 kasus baru, sehingga secara kumulatif
jumlahnya menjadi 29,879 kasus. Hal mungkin
merupakan penemuan dari Fenomena Gunung
ES (Iceberg Phenomena) seperti yang diramal
oleh para ahli dua dekade terakhir. Artinya
kemungkinan kasus tersebut terutama penderita
HIV di masyarakat jauh lebih banyak dari
angka tersebut di atas. Dan sebagai Emerging
Inkcrious Diseases (EID) kedepan dengan
metode penemuan kasus Voluntary, Conseling
and Testing (VCT), sero survey dan Survei
Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) maka
akan terus ditemukan kasus baru maupun lama
HIV dan AIDS, apalagi sebagai salah satu

Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium
Development Goals (MDGs) sehingga setiap
negara termasuk Indonesia berpacu untuk
memberantas penyakit HIV/AIDS.
Propinsi Lampung sebagai propinsi
serambi
Sumatra
tidak
terlepas
dari

pemlasalahan tersebut, Sebagai serambi
Sumatra dengan tingkat migrasi keluar
(emigrasi) dan migrasi masuk (imigrasi) yang
tinggi, maka propinsi Lampung rentan
terjadinya
penularan berbagai penyakit
termasuk HIV/AIDS sebagai akibat arus
mobilisasi, baik masuk maupun keluar cukup
tinggi. Demikian pula penderita HIV/AID,

kasus AIDS sejak tahun 2002 sampai 2011
kecenderungannya makin meningkat. Pada
tahun 2002 ditemukan 1 kasus dan pada tahun
2011 jumlah sebanyak 233 kasus baru ( Dinas
Kesehatan Provinsi lampung, 2012).
Dari hasil wawancara dengan Sdr.
Zakaria Anwar dari sekretariat Komisi
Penanggulangan Aids (KPA) Lampung Selatan,
pada tauggal 2 Juni 2013 bahwa di Kabupaten
Lampung Selatan kecenderungannya juga
semakin meningkat, yaitu Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA) pada tahun 2005
ditemukan 4 orang, dan pada tahun 2013 ini
telah menjadi 44 orang baik kelompok Wanita
Pekerja Seks (WPS) maupun Komunitas Waria.
Penyakit HIV/AIDS atau Human
Inmmunodeyfeciency Disease adalah penyakit
kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh
virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuh
dan merupakan perilaku yang tidak sehat.

Perilaku tidak sehat itu diantaranya perilaku
seks yang menyimpang, perilaku pengguna
narkotik dan obat yang berbahaya seperti Napza
khususnya yang menggunakan jarum suntik
(Praptoraharjo, 2007), di Manado perilaku seks
berkaitan dengan pengetahuan HIV/AIDS pada
WPS dau sikap tentang dan perilaku
penggunaan kondom pada pria pelanggan WPS
(Juliastika, 2011).
Sebagai pintu gerbang Pulau Sumatra
Kabupaten Lampung Selatan yang merupakan
bagian dari Provinsi Lampung, khususnya di
Kalianda dan sekitamya dengan tingkat migrasi
keluar (emigrasi) dan migrasi masuk (imigrasi)
ke Kabupaten Lampung Selatan maka hal
tersebut meperbesar resiko(rentan) penularan
HIV/AID di Kalianda dan sekitarnya.
Permasalahan yang dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut, yaitu tingginya resiko
penularan dan penyebaran HIV/AIDS baik

lingkungan WPS dan Komunitas Waria di
Kalianda dan sekitarnya, Kabupaten Lampung
Selatan.
Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui gambaran perilaku pencegahan
penularan penyakit HIV/AIDS di lingkungan

Murwanto, Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada WPS dan Waria 25

WPS dan Waria serta peranan faktor-faktor
determinannya, di Kalianda dan sekitarnya,
Kabuapten Lampung Selatan
METODE
Jenis penelitian bersifat kualitatif
dengan desain Deskriptif-Kualitatif, yaitu
gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku
pencegahan HIV/ADS yaitu pada kelompok
resiko tinggi Wanita Pekerja Seks (WPS) dan
Waria. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di
Kalianda dan sekitarya Kabupaten Lampung

Selatan. Waktu penelitian adalah Tahun 2013.
Karena penelitian ini bersifat
kualitatif maka sampel diambil secara Purposiv
(Purposive Sampling), jumlah informan
maksimal masing-masing kelompok WPS 10
orang dan Waria 10 orang, untuk diwawancarai
melalui Focus Group Discussion (FGD) atau
Diskusi Kelompok Terarah (DKT) dan
Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
sebanyak 2 orang sehingga jumlah seluruhnya
20 orang.
Teknik penelitian keulitatif dalam
bentuk Focus Group Discussion (FGD) maka
subyek penelitian adalah para informan yang
berasal dari kedua kelompok tersebut (WPS dan
Waria). Untuk pelaksanaan trianggulasi data
mauapun sumber menggunakan metode Indepth
Interview (Wawancara Mendalam), baik kepada
informan tersebut maupun kepada informan lain
seperti petugas kesehatan dan tokoh LSM.

Pengumpulan data, Data Primer,
dikumpulkan melalui alat perekam (perekam
kaset). Data Sekunder melalui observasi
pencatatan dan pelaporan, dan trianggulasi data
maupun sumber dengan pihak-pihak terkait.
Dsb. Setelah data hasil rekaman dikumpulkan,
didiskripsikan dalam bentuk tulisan kedalam
bentuk matriks. Langkah berikutnya setelah
data yang diskripsikan adalah yaitu analisis isi
atau makna kalimat yaitu sebagai berikut :
a. Reduksi data. : rnembuang kata-kata yang
tidak penting dan mengambil kata-kata
yang mengandung makna atau arti dari
kalimat para informan;
b. Menyimpulkan mengambil kata-kata yang
mengandung makna kalimat para
informan;
Untuk memperoleh veritikasi data agar
akurat dalam metode kualitatif, maka Validasi

digunakan dengan teknik Triang-gulasi.
Trianggulasi bila mungkin dengan :
a. Trianggulasi sumber, misalnya dengan
Cross check sumber data yang lain,
membandingkan dan melakukan kontras
data, dengan gunakan kategori informasi
yang berbeda
b. Trianggulasi metode, misalnya bila
mungkin dengan metode Indepth Interview
atau Wawancara Mendalam;
c. Trianggualsi data atau analisis, misalnya
minta umpan balik dari Informan Lain;
Penyajian data penelitian kualitatif
disajikan dalam berbagai bentuk yaitu :
a. Kuotasi adalah kutipan kalimat informan
dalam bentuk aslinya berupa kalimatkalimat atau dialog dan terpisah dalam
paragraph tersendiri bila kalimat atau
dialog tersebut cukup panjang.
b. Model yaitu hasil hipotesis hasil
kesimpulan interaksi berbagai pihak dalam
penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Karakteristik Informan.
Karakteristik
informan
yang
tergambarkan dari informan adalah mulai tamat
SD sampai tamat SLTA. Sebagian besar
informan hanya tamat SD (50%) dan sebgian
kecil tamat SLTA (15%), umur informan
antara 20 tahun-45 tahun, dengan mayoritas
20-30 tahun (60%) dan yang palin sedikit umur
diatas 40 tahun (15%). Dengan latar belakang
social ekonomi keluarganya sebagian besar
petani dan miskin.
2. Sosiopsikologis.
Keadaan sosiopsikologis digambarkan
dengan proses pembentukan kelompok atau
komunitas. Pada komunitas WPS terjadi secara
spontan, dan informal misalnya dari SMS,
karena rasa kebutuhan dipedulikan, solideritas
teman, perasaan senasib dan akibat merasa
minder di masyakat karena tidak ada yang
mempedulikan mereka seperti komentar mereka
pada Kotak 1 Demikian hal yang sama terjadi

26 Jurnal Kesehatan, Volume V, Nomor 1,April 2014, hlm 23-33

pada Komunitas Waria Dimulai dari kumpulkumpul merasa senasib. Kelompok Waria ini
mereka beri nama “Gaila”. Dan tidak secara
formal sehingga
lebih cocok disebut
“Paguyuban” (Kotak 2).

lebih formal mereka merasakan masih ada pro
dan kontra di masyarakat. Lain halnya
keberadaan komunitas WPS yang belum
diterima di masyarakat keberadaannya (masih
tertutup), beberapa contoh pernyataan berikut:

Kotak 2 :
....nama kelompok gak ada….….mungkin lebih
tepat disebut komunitas… namanya “Gaila”…

Kotak 13
“...... ya saya pergi dari rumah
…kemana gitu…merantau.......”

..Tapi.. kalu ngumpul-2 sih dah sering.. dimana
gitu… diSalonnya Syukur yg paling sering....
WR 04

Pada dasarnya mereka aktif dalam
melaksanakan peranan dalam kelompok. Hal ini
karena
mereka
mempunyai
berbagai
kepentingan, baik secara pribadi (solidaritas)
maupun organisasi terutama dengan KPA,
termasuk minta perhatian pemerintah. Karena
ajang kumpul-kumpul selai untuk perluan KPA
mensuplai kondom dan lubrikan, juga untuk
ajang silatuhami, curhat, dsb. Dengan adanya
KPA selain untuk mendapat informasi tentang
HIV/AIDS dan mendapatkan jatah alat
pencegahan penularan HIV/AIDS seperti
kondom, lubricant, alat peraga, dan sebagainya.
KPA juga menjadi tempat berkumpul mereka
jika ada pertemuan yang diadakan oleh KPA
sendiri. Namun yang lebih penting bagi mereka
adalah mereka sekarang mulai merasa ada yang
mempedulikan mereka yaitu KPA. Peduli yang
dimaksud adalah perhatian secara psikis.
3. Struktur Sosial.
Semua kelompok baik Komunitas WPS
maupun Waria mempunyai panutan. Untuk
Komunitas WPS adalah Bunda Sully (Suliyati)
yang merupakan mucikari mereka. Dari
komunitas Waria adalah Zahri dengan julukan
“Bunda Ratu” seorang penjangkau di KPA dan
Syukur yang dijuluki “Madam” yang memiliki
Salon Kecantikan dimana tempat sering
komunitas Waria mangkal. Seorang petugas
KPA pun Zakaria Anwar mereka menganggap
sebagai panutan.
Komunitas Waria keberadaannya di
masyarakat sudah lebih terbuka atau dianggap
hal yang biasa saja, terutama tetangga. Kecuali
ada orang baru yang masih menganggapnya
asing, itu pun dilihat dari ekspresi wajahnya
bila pas berjumpa misalnya serombongan anak
remaja yang kadang menggoda. Namun secara

WP06

4. Kerentanan HIV/AIDS Yang
Dirasakan.
Kerentanan
terhadap
penyakit
HIV/AIDS yang digambarkan dengan perasaan
mereka terhadap keberadaan, dan keganasan.
Tentang keberadaan penyakit HIV/AIDS
mereka menggapanya biasa-biasa saja, sudah
tidak asing lagi, diantara mereka sudah ada
yang menjadi ODHA (Kotak 15). Namun
demikian mereka tetap waspada dalam
menghadapai penyakit HIV/AIDS
dengan
berperilaku mencegah penyakit HIV/AIDS
(Kotak 16).
Kotak 15
“..maksudnya yang penting kalau ada teman yg
dah jadi ODHA.. … yang positif temen kita ada
3.. tadinya ada 5 yg 2 dah meninggal…”
WR10
Kotak 16
“…biasa aja tentang AIDS..gak ada yang kita
cemaskan…. Yang penting kita atau gimana
mencegahnya itu aja…”
WR06

5. Keseriusan HIV/AIDS Yang Dirasakan.
Dari
kelompok
Waria
mereka
menyatakan tetap serius menghadapi penyakit
HIV/AIDS didepan mata mereka (sebagai
kelompok resiko tinggi), contoh pernyataan
mereka pada Kotak 17. untuk itu mereka tetap
waspada untuk tetap menjaga agar tidak
ketularan dengan berperilaku mencegah
ketularan penyakit HIV/AIDS (Kotak 18).
Kotak 17
“….penyakit yang mematikan, menyeramkan,
mengerikan......”
WR07

Murwanto, Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada WPS dan Waria 27

Sedangkan
dari
kelompok
WPS
menganggapnya sebagai hal biasa-biasa saja.
Menurut mereka bukan hal yang asing lagi.
Mungkin mereka menganggap biasa karena
mereka terbiasa menghadapi dan yang lebih
penting sudah terbiasa melakukan pencegahan.
Kotak 18
“….ya gmn lagi perasaan kita kita ..sy pribadi
biasa aja tuh. ..maksudnya dah biasa perasaan
sy bukan hal yag asing…”
WP07

6. Manfaat dan Rintangan Yang Dirasakan.
Manfaat yang dirasakan terutama adalah
minimal pengetahuan tentang cara-cara
pencegahan penyakit HIV/AIDS bagi dirinya
sendiri. Selain itu juga manfaat bagi orang lain,
bagi yang belum mengetahui. Bagi pendatang
baru (baik yang baru bergabung di komunitas
maupun yang baru menjadi WPS), maka
sebagai teman yang sudah tahu kemana bila
mengalami keluhan sakit, dengan gejala-gejala
yang dipersepsikan oleh mereka sebagai
kelompok penyakit Infeksi Menular Seksual
(IMS), maka mereka akan membawa ke klinik
VCT di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM., dan
untuk yang berikutnya mereka diajak KPA bila
ada pertemuan. Selain itu secara manfaat
kelompok yang dirasakan adalah dalam rangka
silaturahmi kelompok.
Kotak 20
“…….. kalau ada yg kerasan gak enak di badan
yak ke klinik VCT……
WP06

Sedangkan hambatan dalam pencegahan
penyakit HIV/AIDS yang utama adalah dari
para pengguna/pelanggan, sebagian dari mereka
dalam kelompok Waria disebut “Kucing”,
“Brondong”,
tidak mau
meng-gunakan
kondom. Untuk kelompok WPS taktik mereka
agar mereka mau adalah dengan menaikan tarif
kencan mereka dua kali lipat. Bila tetap tidak
mau
menggunakan
kondom,
mereka
berkomitmen tidak mau main dengan semboyan
mereka “No Condom, No Sex”. Taktik kedua
supaya nyaman menggunakan kondom adalah
dengan dimasukan melalui mulut WPS yang
bersangkutan.

Kotak 22
“….…istilahnya
no
condom
no
sex……maksudnya ..caranya… ya kita masukin
melalui
mulut
kita
waktu
ngisep
barangnya…….”
WP04

7. Peranan Media Dalam Kampanye
HIV/AIDS.
Media yang sangat berperan disini adalah
media yang berasal dari KPA sendiri termasuk
klinik VCT. Hampir setiap pertemuan di KPA
dia mendapatkan media-media terutama berupa
brosur/leaflet yang paling banyak kemudian
poster serta dari penyampaian langsung jika ada
pertemuan. Sedangkan dari sumber lain mereka
rasakan masih sedikit, seperti melalui televisi,
atau mediamedia luar gedung seperti Poster,
Baliho, Billboard, dan sebagainya.
Kotak 24
“…betul selain brosur poster yang banyak ttg
AIDS… ada juga apa namanya yg kaya iklan
itu……..oh ya baliho, Billboard juga
banyak…..”
WP07

8. Perilaku Pencegahan HIV/AIDS.
Secara keseluruhan perilaku pencegahan
HIV/AIDS baik dari komunitas WPS maupun
waria sudah baik, walaupun masih ada
kekurangan sedikit bila dilihat dari bagian.
Kekurangan tersebut misalnya bagian atau
segmen dari pengetahuan dari komunitas WPS.
Sebagian besar dari mereka tidak bisa
menjawab pertanyaan apa itu penyakit
HIV/AIDS, seperti digambarkan pada kotakkota berikut ini.
Kotak 29
“….…menurut saya penyakit menular yang
mematikan….karena kekurangan daya tahan
tubuh………”
WR06

Kotak 30
“…..… penyakit akibat berhubungan seks…
jarum suntik narkoba juga……..”
WR07

28 Jurnal Kesehatan, Volume V, Nomor 1,April 2014, hlm 23-33

Demikian pula tentang penyebab
penyakit HIV/AIDS, sebagian besar mereka
juga tidak mengerti tentang penyebab penyakit
HIV/AIDS.

Kotak 39
“…....kalau kita main di rumah atau di kebon
juga bias..pokoknya dimana aja bisa…….”
WR07

Kotak 32
“… hubungan seks yg ganti-2 pasangan…
kalau gak ganti pasangan gak kena……”
WR08

Kotak 33
“…seks bebas atau ganti-2 pasangan tanpa
menggunakan alat kontrasepsi…”
WR04

Sedangkan tentang cara penularan mereka
mengerti semua yaitu tidak pake kondom,
jarum suntik pengguna narkoba yang digunakan
bergantian, seks bebas, ganti pasangan bahkan
ada yang mengerti juga dapat melalui air susu
ibu kepada anaknya, dsb. Hal ini wajar karena
hal tersebut merupakan jargon mereka seharihari dalam melaksanakan pencegahan, sehingga
sering disalahartikan kepada bagian perilaku
yang lain yaitu tentang apa arti dan penyebab
HIV/AIDS tersebut diatas.
Kotak 35
“…..… macam-2 bang ….. main ama cewek..
.dari
narkoba..
…maksudnya
jarum
suntiknya……..”

Kotak 36
“…....seks bebas atau ganti-2 pasangan gak
peke kondom, melalui cairan vagina, air susu
ibu…….”
WR04

Tempat terjadinya penularan HIV/AIDS
sebagian besar informan mengerti yaitu dimana
saja dapat terjadi, artinya tidak harus ditempat
khusus atau pelacuran. Menurut mereka dapat
terjadi dimana saja misalnya di Hotel, di rumah,
dan sebagainya.
Kotak 38
“….sekarang diamana aja bisa..la ibu rumah
tangga aja bisa kena kok…..”
WR04

Kotak 40
“…. Dimana aja sih sekarang… klu mau
ketularan….
Gak
harus
di
tempat
pelacuran…..maksudnya di pantai..di gubuk
…di rumah….”
WP01

Sikap informan terhadap penyakit HIV
AIDS sebagian
besar biasa saja. Namun
demikian meraka tetap waspada terhadap
penularannya. Kenapa mereka menganggap
biasa saja, karena sebagian dari teman mereka
sudah terjangkiti penyakit tersebut atau telah
mejadi ODHA yaitu berjumlah lima orang dan
yang dua orang telah meninggal dunia.
Kotak 41
“……..ya biasa-2 aja mas sekarang mah..lha
diantara kita udah ada yang kena AIDS
kok..biasa aja tuh sikap kita………”
WR03
Kotak 42
“… ya biasa-2 aja tuh mas …. Abis gmn
lagi…… maksudnya sih kita menentang..tapi
kakalu tau-2 kita ketularan gmn… yg penting
kita tetap puasa untuk mencegahnya…”
WP01

Dari semuanya yang menarik adalah
perilaku pencegahan penularan penyakit
HIV/AIDS, telah positif atau baik tingkat
perilakunya. Sebagian besar informan telah
memahami usaha-usaha pencegahan penyakit
tersebut. Penggunaan kondom adalah jargon
dalam melayani pasangannya. Bahkan jargon “
No Condom, No Sex” telah melekat dihati
mereka. Jargon yang lain menu-rut informan
untuk tidak menghindari penggunaan jarum
suntik (penasun) secara bergantian terutama
bekas penggunaan Narkoba.
Mereka telah mengenal semboyan
penyuluhan dari KPA yaitu “ABCDE”. A berarti Abstimen (menjauhi hubungan seks), B
artinya Being Faithful (setia pada pasangannya
bila ingin berhubungan seks), C (condom)
menggunakan kondom bila tidak bisa setia pada

Murwanto, Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada WPS dan Waria 29

pasangannya, D (Drugs) tidak mengkonsumsi
narkoba,
terutama
penggu-naan
jarum
suntik (penasun), E (education) member
penyuluhan pada teman dan orang lain, setelah
kita sendiri melakukannya. Namun semboyan
“ABCDE” sulit secara tepat para informan
karena keterbatasan tingkat pendidikan
khususnya bahasa Inggris walaupun prinsipnya
informan tersebut mengerti, seperti pada kotak
berikut ini.
Kotak 46
“….. apa itu istilahnya ABCDE… sy lupa
lagi....maksudnya A itu Abstinen tidak
berhubungan seks..B setia dgn pasangannya… C
..condom alias pake kondom, D jangan pake
Jarum suntik narkoba.. E …..…”
WR08
Khusus untuk komunitas Waria ada

satu lagi cara pencegahan setelah menggunakan
kondom yaitu menggunkan pelicin berupa
Lubricant yang didapat dari KPA. Lubricant
digunakan untuk menghindari terjadinya
kondom robek akibat gesekan. Namun jumlah
lubricant yang di berikan dari KPA tidak
sebanding dengan jumlah kondom yaitu hanya
1/12 nya (1 Kotak Lubricant berisi 1 lusin atau
12 buah, sedangkan kondom 1 kotak berisi 1
gross atau 144 buah). Bila kehabisan Lubricant
mereka menggunakan Hand Body.
Kotak 48
“…..semua kondom dan lumbrican dapet dari
KPA, tiap bulan… kondom dapet 1 pak 144 tapi
pelicinya itu cuma 20 biji perkotak……”
WR08

Khusus informan dari komunitas WPS
salah satu yang persepsikan sebagai pencegahan adalah cuci vagina namun jarang
dilakukan. Kalaupun dilakukan bukan dengan
dokter tetapi dilakukan sendiri menggunakan
sabun atau daun-daun pohon tertentu.
Klinik VCT dan KPA merupakan
tumpuan akhir mereka bila mereka menghadapi
masalah misalnya tertular dengan penyakit IMS
(Infeksi Menular Seksual) seperti sifilis,
gonoerhoe, dsb. Selain untuk mengantar teman
(biasanya
orang baru) yang mengalami
masalah penyakit IMS atau HIV/AIDS dan
belum tahu ada klinik VCT dan KPA.

Pembahasan
1. Kondisi Karakteristik (Demografi)
Kondisi demografis yaitu keadaan sosial
ekonomi yang sangat rendah (pendapatan dan
pendidikan) dengan umur yang relatif muda
para informan memberi peluang khususnya
untuk menjadi WPS, demikian juga terjadi di
Crotia dimana resiko atau rentan penderita
HIV/AIDS (Stullhofer, A., et. al. 2005),
Didukung oleh kondisi georgafi Kec. Kalianda
dan sekitarnya yang merupakan pintu gerbang
Provinsi Lampung sekaligus Pulau Sumatra ke
Pulau Jawa untuk mencari pekerjaan. Tingginya
mirgrasi penduduk dan mudahnya akses
berjumpa berbagai kelompok resiko tinggi
penyakit IMS dan HIV/AIDS, misalnya para
sopir truk lintas dan kelompok lainnya. Hasil
triangulasi data melalui wawan-cara mendalam
pada WP02, memang menun-jukan bahwa para
WPS berasal dari yang jauh mulai dari
Palembang
(Sumsel),
panjang
Bandar
Lampung, maupun dari Pulau Jawa, misalnya
dari Jakarta dan Wilayah Banten, walaupun dari
dekat juga seperti dari Kalianda atau sekitar
Gayam kecematan penengahan.
2. Sosiopsikologis
Pembentukan kelompok atau komunitas
baik WPS maupun Waria yang lansung
dibawah pembinaan KPA berdampak positif
terhadap pengendalian dan pencegahan
penyakit IMS maupun HIV/AIDS. Namun yang
lebih berfanfaat lagi justru memberi dampak
psikologis positif juga bagi mereka seperti
tempat bersilaturahmi, “curhat” mem-bangun
kebersamaan diantara mereka mereka juga
mempunyai orang-orang yang menjadi panutan
dan mereka sekarang merasa ada yang
mempedulikan seperti pernyataan mereka pada
Kotak 3, 4 dan 5 diatas.
Orang-orang yang menjadi panutan
tersebut dapat menjadi penjangkau di KPA.
Dampak positif secara psikologis tersebut
akhirnya kembali lagi memberi dampak positif
kepada pengendalian dan pencegahan penyakit
IMS maupun HIV/AIDS.
3. Struktur Sosial
Secara struktur social kelompok informan
Waria relatif merasa lebih diakui keberadaanya

30 Jurnal Kesehatan, Volume V, Nomor 1,April 2014, hlm 23-33

di masyarakat ini artinya lebih terbuka,
dibandingkan kelompok informan dari WPS
yang lebih tertutup keberadaannya seperti juga
terjadi di Lokalisasi Sunan Kuning, Kota
Semarang (Macmudah, dkk, 2011 sehingga
lebih sulit dalam pengendalian dan pencegahan
penyakit IMS maupun HIV/AIDS.
Dengan demikian mereka dalam menjalankan tugas lebih bersifat terselubung (diamdiam) yang oleh Iryanto dalam Yuniarti D.,
2012 disebut WPS Tidak Langsung.
4. Kerentanan Terhadap HIV/AIDS Yang
Dirasakan
Walaupun mereka merasa rentan terhadap
penyakit HIV/AIDS (sebagai kelompok resiko
tinggi) dan menjadi ancaman namun mereka
menggagap penyakit tersebut hal yang biasabiasa saja, tidak asing lagi karena sudah ada
diantara mereka yang menderita HIV/AIDS
(ODHA), seperti pernyataan mereka pada
Kotak 14 dan 15. Perasaan kerentanan juga
merupakan hal wajar dilingkungan para WPS,
contohnya terjadi WPS di Lokalisasi Sunan
Kuning, Kota Semarang, Jawa Tengah
(Machmudah, dkk., 2011), seperti pada contoh
pernyataan berikut :
“Saya bisa terkena penyakit kelamin ….bahkan
penyakit seperti AIDS”. (R2)
5. Keseriusan Terhadap HIV/AIDS Yang
Dirasakan
Demikian juga dalam hal keseriusan
terhadap penyakit HIV/AIDS yang dirasakan
para informan WPS maupun Waria, mereka
menganggap serius terhadap ancaman penya-kit
HIV/AIDS namun mereka merasakan dan
menanggapinya biasa-biasa saja.
6. Manfaat dan Rintangan Yang Dirasakan
Manfaat yang dirasakan dari kedua
kelompok ini (WPS dan Waria) setelah
bergabung KPA Lampung Selatan, minimal
untuk diri membantu sendiri memahami apa itu
HIV/AIDS,
bagaimana
cara-cara
pencegahannya dan menghilangkan stigmastigma. Kemudian dapat membanu orang lain
(teman sebaya) yang merasa kesulitan
mengadapi penyakit HIV/AIDS maupun IMS.
Dengan bergabungnya mereka dengan KPA

berarti secara tidak sadar mereka terhubung
dengan jaringan penanggulangan penyakit
HIV/AIDS (termasuk IMS) yaitu Klinik VCT
RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM (RSUD
Kalianda dahulu) Kab. Lampung Selatan
(pernyataa Kotak 19), dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten Lampung Selatan dan pihak-pihak
lain yang terkait.
Hambatan-hambatan yang mereka rasakan
dalam penanggulangan penyakit HIV/AIDS
adalah selain keberadaan mereka yang belum
diterima oleh masyarakat (khususnya WPS)
adalah konsumen mereka yang tidak mau
menggunakan kondom. Namun dengan mereka
mempunyai taktik dan komitmennya. Taktiknya
adalah dengan menaikan tarif dan komitmen
mereka “No Condom, No Sexs”.
7. Peranan Media Dalam Kampanye
HIV/AIDS
Peranan
media
dalam
kampanye
HIV/AIDS dalam penanggulangan penyakit
HIV/AIDS dikelompok ini yang mereka
rasakan paling dominan adalah media-media
berasal dari KPA (poster, brosur, alat peraga)
dibandingkan sumber-sumber lain seperti TV,
Surat Kabar. Media-media luar gedung (out
doors) seperti spanduk, billboard, baliho,
mereka rasakan sedikit peranannya.
Peranan KPA dalam penyebaran informasi
sangat besar kepada mereka karena memang
tugas KPA adalah memberikan penyuluhan dan
pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan
penyakit HIV/AIDS. Selain frekuensi tingkat
pertemuan mereka yang dilaksanakan oleh KPA
cukup tinggi. Menurut keterangan Sdr. Zakaria
Anwar selaku Asisten Koordinator KPA
Lampung Selatan dalam setahun rata-rata
dilakukan pertemuan 4 kali yaitu Pelatihan PE
(Peer Edicator). Menurut Zakaria Anwar
diperkirankan kelompok yang dibinanya
mencapai tiga ratusan orang untuk WPS dan
seratusan orang untuk Waria.
8. Perilaku Pencegahan HIV/AIDS
Perilaku pencegahan HIV/AIDS bagi
kedua kelompok ini sangat baik, walaupun dari
segi pengetahuan HIV/AIDS relatif masih
kurang. Sebagian besar mereka tidak bisa
menjawab pertanyaan tentang “Apa itu penyakit
HIV/AIDS ?”. Demikian pula tentang penyebab
penyakit . Namun tentang cara penularan

Murwanto, Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada WPS dan Waria 31

penyakit mereka dengan sigap menjawab
dengan baik, demikian pula tentang empat
terjadinya penyakit.
Tentang sikap para informan tampak
“ambigu”, atau mungkin “ragu-ragu”. Dilain
pihak mereka mengangap penyakit tersebut
menakutkan namun sikap mereka biasa-biasa
saja dengan berbagai alasan.
Namun yang menarik adalah perilaku
mereka sangat positif terhadap penanggulangan dan pencegahan penyakit HIV/AIDS.
Misalnya semboyan “No Condom No Sexs”
seolah menjadi jargon mereka sehari-sehari,
karena hampir semua jawaban tentang
pencegahan penyakit HIV/AIDS yang utama
menajawab “dengan memakai kondom”,
kemudian jarum suntik pengguna narkoba dan
yang lainnya. Demikian juga terjadi pada WPS
di Kota Manado, Sulawesi Utara, dimana
mereka selalu menawarkan dan mewajibkan
pelanggan untuk menggunakan kondom saat
berhubungan seks (Juliastika, dkk, 2011).
Mereka juga mengerti tentang cara
pencegahan yang disemboyankan oleh KPA
yaitu “ABCDE” atau A berarti Abstenence
(hindari hubungan seks), B artinya Being
Faithful (setia pada pasangannya bila ingin
berhubungan seks), C (Condom) menggunakan
kondom bisa tidak bisa setia pada pasangannya,
D (Drugs) tidak mengkonsumsi narkoba,
terutama dengan penggunaan jarum suntik
(penasun), E (education) memberi penyuluhan
pada teman sebaya (peer education) dan orang
lain, setelah kita sendiri melakukannya,
walaupun secara tidak lengkap karena
keterbatasan bahasa Inggris sebagai akibat
pendidikan mereka yang rendah. Namun bentuk
aksi lain adalah peer education
atau
memberikan pengetahuan dengan teman
sebayanya, seprofesinya, misalnya dengan
menberi tahu koseling ke Klinik VCT bila
mengalami keluhan-keluhan yang dicurigai
penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS).
Peranan peer education ini sangat penting juga
terjadi Kota Pontianak (Suwarni, 2009).
Sedangkan
pengetahuan
dan
perilaku
HIV/AIDS tidak mempunyai hubungan
bermakna juga ditemui para WPS di Kota
Manado (Juliastika, dkk., 2011), demikian pula
hubungan pengetahuan dengan sikap.
Jadi walaupun factor-faktor yang
beresiko untuk terjadinya kasus HIV/AIDS,
seperti faktor demografi atau karakteristik

informan, struktur social, keseriusan penyakit,
kerentanan terhadap penyakit, hambatanhambatan dan manfaat serta peranan media
akhirnya terakumulasi dalam bentuk perilaku
yang positif dalam mencegah tertularnya
penyakit HIV/AIDS. Program HIV/AIDS
lainya ke masya-rakat melalui Dinas Kesehatan
Kab. Lampung Selatan selalu bekerja sama
dengan KPA dan Klinik VCT RSUD Dr. H.
Bob Bazar, SKM.
Menurut keterangan pengelola Klinik
VCT RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM yaitu dr.
Reni Indrayani, MKM dan Bambang Riyanto,
SKM, dalam menjalankan tugasnya terkadang
bersifat “mobile” yaitu memberi layanan
konseling dan pemeriksaan di lapangan, seperti
di Pelabuhan Penyebrangan Bakauheni. Klinik
VCT RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM . Klnik
VCT sekrang sudah berfungsi sebagai PITC
atau Provider Iniciative Testing and Conceling.
Kalau Klinik VCT hanya mengandalkan
kesukarelaan (Volunteery) yang bersangkutan
untuk diperiksa, kalau PITC pemeriksaan
insiatif dari pihak petugas bila dicurigai atau
masuk dalam kelompok resiko tinggi (para
supir truk transit di Pelabuhan Penyebrangan
Bakaheni, para penjual/ pedangan asongan, dan
para pekerja pelabuhan lainnya).
Kondom dan lumbricant didistribu-sikan
kepada kelompok WPS maupun Waria melalui
3 orang penjangkau yang masing-masing setiap
orangnya membawa 3 kotak kondom dan
lubricant. Bila di KPA cadangan (stok) kondom
habis maka mereka juga bisa mendapatkan dari
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Berencana (BP2KB) KabLampung Selatan.
Demikian kerjasama dengan pihak-pihak terkait
lainnya sesuai dengan peranannya
seperti
Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa
(BPMD), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Disnakertrans), Satuan Polisi Pamong Praja
(Sat. Pol PP). Untuk menjangkau para resiko
tinggi yang belum terjangkau oleh KPA, Klinik
VCT/PITC yang bersifat Mobile di lapangan
bekerjasama dengan PT. ASDP Cab. Bakaukeni
dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
Kalianda, yaitu untuk menjangkau para supir
truk, pedagang asongan, dan pekerja pelabuhan
lainnya serta para narapidana. Secara singkat
hubungan
kerjasama
penanggulangan
HIV/AIDS di Lampung Selatan (di Kalianda
dan Sekitarnya) dapat dilihat Gambar berikut:

32 Jurnal Kesehatan, Volume V, Nomor 1,April 2014, hlm 23-33

Gambar 1. Model Hubungan Kerjasama dan keterkaitan Penaggulangan HIV/AIDS di
Kalianda dan Sekitarnya Kabupaten Lampung Selatan

Lembaga
Pemasyarakatan
Kelas II Kalianda

Komunitas
WPS

Klinik VCT/ PITC
RSUD Dr. H. Bob
Bazar, SKM

Dinas Tenaga
Kerja dan
Transmigrasi
(Disnakertrans)

Komunitas
Waria

Komisi Penanggulngan
AIDS (KPA)
Kab. Lampung Selatan

Badan
Pemberdayaan
Masyarakat Desa
(BPMD)

9. Gambaran Kontradiksi Perilaku
Penanggulangan HIV/AIDS dengan
Jumlah Kasus HIV/AIDS
Keadaan kasus HIV/AIDS positif
(ODHA) di Lampung Selatan makin tahun
makin meningkat, seolah tidak ada hasil
pembinaan jajaran Pemda Lampung Selatan,
khususnya pihak KPA, dengan kata lain
perilaku pencegahan HIV/AIDS yang sudah
baik yang dilaksanakan oleh komunitas WPS
dan Waria di Kalianda dan sekitarnya tidak ada
gunanya. Sebagai contoh dalam bulan Januari
2014 menurut informasi dari KPA maupun
Klinik VCT RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM,
kasus baru ada 3 orang.
Setelah peneliti mencari informasi bahwa
3 orang tersebut bukan dari kelompok WPS dan
Waria binaan KPA dan Klinik VCT RSUD Dr.
H. Bob bazaar, SKM, serta jajaran Pemdakab.
Lampung Selatan sebagaimana tergambar pada
Gambar 1. Memang seperti yang telah
dikatakan oleh para informan tentang
keberadaan teman mereka yang telah menjadi
ODHA (Kotak 14), bahwa mereka

Badan Pemerdayaan
Perempuan dan Keluarga
Berencana (BP2KB)

PT ASPD
Indonesia Ferry
Cab. Bakaheni

Dinas
Kesehatan

Dinas Tenaga
Kerja dan
Transmigrasi
(Disnakertrans)

itu bukan kasus baru, artinya mereka terinfeksi
dari sebelum dibina oleh KPA, KPA dan Klinik
VCT RSUD Dr. H. Bob bazaar, SKM, sertaj
ajaran Pemdakab. Lampung Selatan saat ini
belum ada laporan kasus baru penderita
HIV/AIDS.
SIMPULAN
1. Perilaku pencegahan penyakit HIV/AIDS
oleh kelompok WPS dan Waria sudah baik.
Hal ini terbukti tidak ada kasus baru
penderita HIV/AIDS dari kalngan mereka
(WPS dan Waria);
2. Kinerja KPA, Klinik VCT/PITC RSUD Dr.
H. Bob Bazar, SKM, sudah baik namun
terus ditemukan penderita baru HIV/AIDS
dari kalangan luar, yang belum terjangkau
oleh pembinaan dari KPA, Klinik
VCT/PITC RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM.
3. Jaringan kerjasama antar pihak terkait dalam
penanggulangan penyakit HIV/AIDS sudah
terbentuk di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Lampung Selatan.

32 Jurnal Kesehatan, Volume V, Nomor 1,April 2014, hlm 23-33

DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2012.
Profil Keseharan Propinsi Lampung
Tahun 2011. Lampung : Dinas
Kesehatan Propinsi Lampung.
Juliastika,
dkk.
2011.
Hubungan
Pengetahuan tentang HIV/AIDS dan
Sihap dan Tindakan Penggun Kondom
Pria dan Wanita Pekerja Seks di kota
Manado,
Fakultas
Kesehatan
Masyamkat. Manado : Universitas Sam
Ratulangi.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
2012. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2011. Jakarta: Kemenkes RI.
Praptorahaijo, L, dkk. 2007. Jaringan
Seksual dan Perilaku Berisiko
Pengguna Napsa Suntik :Episode lain
Penyebaran HIV di Indonesia, Berita
Kedokteran Masyarakat, Vol. 23 No. 3
September 2007.
Machmudah, dkk. 2011. Studi Etnometodologi Wanita Penjaja Seks
(WPS) dan Infeksi Menular Seksual
(IMS) di Lokalisasi Sunan Kuning,
Kota Semarang;http://jurnal.unimus.ac

Stullhofer, A., et. al. 2005. HIV/AIDSRealted Knowledge, Attitudes and
Sexual Behaviors as Preditors of
Condom Use Among Young Adult in
Croatia; Croatia: International Family
Planning Prespectives, Zagreb, Croatia
Suwarni, L., 2009. Monitoring Parental
danPerilaku Teman Sebaya Terhadap
Perilaku Seksiual Remaja SMA di Kota
Pontianak. Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia Vol4/No.2/Agustus 2009.
Tempocom. 2013. Indeks Pembangunan
Manusia Indonesia Naik. UNDP.
UNDP. 2013. Human Development Indexs
Report, 2013.
Yuniarti, D. 2012. Hubumgan Karakrersitik
Wuniia Pekerja Seks (WPS) Dengan
Kejadian infeksiMenuIar Seksual
(IMS) Dan Human Immunodefeciency
Virus (HIV) di Wilayah Puskesmas
Bakauheni Kecamatan Bakaukeni
Kabupaten Iampung Selatan Tahun
2012. Lampung: Program Pasca
Sarjana,
Magister
Kesehatan
Masyarakat Stikes Mitra Lampung.