PERILAKU KEAGAMAAN WANITA PEKERJA SEKS YANG BERAGAMA ISLAM DI KELURAHAN GILINGAN, KECAMATAN BANJARSARI, KOTA SURAKARTA

PERILAKU KEAGAMAAN WANITA PEKERJA SEKS YANG BERAGAMA ISLAM DI KELURAHAN GILINGAN, KECAMATAN BANJARSARI, KOTA SURAKARTA

NDA

Skripsi Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat guna Memperoleh Derajat Sarjana

Jurusan Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Oleh

SLAMET PRASOJO D3207045

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kupersembahkan karya kecil ini teruntuk:

Allah SWT

Puji Syukur kuatas rahmat dan kehadirat Mu Raja Semesta Alam

Bapak Ibuk Tercinta

Tiada ungkapan kasih dan sayang yang lebih mulia selain ungkapan kasih dan sayang serta nasehat yang diberikan oleh Ibu dan Bapak dalam membimbing hidup menuju suatu harapan yang didambakan. Terima kasih atas doa yang selalu mengiringi setiap langkah ananda dan pengorbanan tanpa pamrih demi keberhasil anananda

Almamaterku

HALAMAN MOTTO

“Jadikan sabar dan sholat sebagai pedomanmu, sesungguhnya yang demikian sungguh berat kecuali bagi orang yang

khusuk.” (QS. Al Baqarah : 45)

“Pahlawan bukanlah orang yang berani menetakkan pedangnya ke pundak lawan, tetapi pahlawan sebenarnya ialah

orang yang sanggup menguasai dirinya dikala ia marah.” (Nabi Muhammad Saw)

“ Sungguh bersama kesukaran pasti ada kemudahan; Dan bersama kesukaran pasti ada kemudahan. Karena itu, bila selesai suatu tugas, mulailah tugas yang lain dengan sungguh-sungguh. Hanya kepada Tuhanmu hendaknya kau berharap ”

( Q.S. AsySyarh : 5 –8)

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada

diri mereka sendiri” (ArRa’du: 11)

“ Pintu kebahagiaan terbesar adalah doa kedua orang tua. Berusahalah mendapatkan doa itu dengan berbakti kepada mereka berdua agar doa mereka menjadi benteng yang kuat yang menjagamu dari semua hal yang tidak Anda sukai ”

( LaTahzan )

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi

Penulis dapat mendapatkan bimbingan, petunjuk, dukungan dan bantuan yang berharga dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Drs. Pawito Ph. D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebela Maret Surakarta.

2. Bapak Dr. Bagus Haryono M.Si, selaku ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebela Maret Surakarta.

3. Bapak Drs. T.A Gutama M. Si, selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi Non Reguler Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebela Maret Surakarta dan selaku Pembimbing Akademik.

6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik material maupun spirituan yang berguna bagi penyusunan skripsi ni.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas segala bantuan dan kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis. Amin. Dengan penuh kerendahan hati disadari masih adanya kekurangan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Namun demikian semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya, khususnya bagi penulis sendiri. Amin.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Surakarta, Mei 2012

1.2.3 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ............................................................ 47

1.2.4 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian 48

1.2.5 Komposisi Penduduk Menurut Agama ................ 49

1.2.6 Sarana dan Prasarana ............................................ 50

1.3 Wanita Pekerja Seks di Jalan Jalak 2 Cindorejo Lor RT

02 RW 07, Kelurahan Gilingan ...................................... 53

1.4 Sarana dan Prasarana Ibadah .......................................... 54

2. Karakteristik Sosial Ekonomi Wanita Pekerja Seks yang Beragama Islam di Kelurahan Gilingan ............................... 55

3. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Keagamaan Wanita Pekerja Seks .......................................................................... 67

3.1 Pengetahuan Seorang Wanita Pekerja Seks tentang Keagamaan ..................................................................... 67

3.2 Pamahaman Wanita Pekerja Seks tentang Norma Agama ............................................................................. 69

3.3 Sikap Wanita Pekerja Seks Terhadap Agam yang

C. Saran .......................................................................................... 94 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 95

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel : Halaman

Tabel 1. Penduduk dalam Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ........................ 46 Tabel 2. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan .............................................. 47 Tabel 3. Penduduk Menurut Mata Pencaharian ................................................. 49 Tabel 4. Penduduk Menurut Agama .................................................................. 50 Tabel 5. Sarana Komunikasi .............................................................................. 51 Tabel 6. Sarana Transportasi ............................................................................. 52

DAFTAR BAGAN

Bagan : Halaman

Bagan 1. Kerangka Berfikir ................................................................................ 36 Bagan 2. Analisis Model Interaktif ..................................................................... 43

DAFTAR MATRIKS

Matriks : Halaman

Matriks 1. Karakteristik Wanita Pekerja Seks ................................................... 66 Matriks 2. Pengetahuan Keagamaan Wanita Pekerja Seks ................................ 72 Matriks 3. Sikap Wanita Pekerja Seks Tentang Agama yang Dianut ................ 76 Matriks 4. Perilaku Keagamaan Wanita Pekerja Seks ....................................... 78 Matriks5. Matriks Temuan Penelitian ………………………………………… 80

ABSTRAK SLAMET PRASOJO, D 3207045, “PERILAKU KEAGAMAAN WANITA PEKERJA SEKS YANG BERAGAMA ISLAM DI KELURAHAN

GILINGAN, KECAMATAN BANJARSARI, KOTA SURAKARTA” Skripsi, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2012.

Tujuan dari penelitian ini adalah memberi gambaran tentang perilaku keagamaan yang dilakukan oleh wanita pekerja seks di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.

Penelitian ini mengarah kepada perilaku keagamaan wanita pekerja seks yang beragama Islam di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, sehingga fokus penelitian ini diadakan di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta yang mengambil salah satu lokasi dimana lokasi tersebut dapat ditemui wanita pekerja seks, yaitu di Jalan Jalak 2, yang merupakan jalan yang dapat dtemui wanita pekerja seks (WPS) . Untuk pemilihan sampel penelitian menggunakan teknik Purposive Sampling dimana peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui permasalahan secara mendalam. Penelitian ini menggunakan paradigm Definisi Sosial, dan teori yang digunakan adalah Teori Aksi dari Talcott Parsons yang lebih mengarahkan pada tindakan-tindakan individu. Validitas data menggunakan trianggulasi data. Trianggulasi data dengan menggunakan beberapa sumber untuk mengumpulkan data yang sama yaitu dengan melakukan crosscheck dengan beberapa sumber yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu wanita pekerja seks, laki-laki penjaja seks, sesama wanita pekerja seks dan Ketua Pokja Jalan Jalak 2 yang sekaligus Ketua RT 02 RW 06.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perilaku keagamaan wanita pekerja seks yang beragama Islam di Jalan Jalak 2, Kelurahan Gilingan sangatlah minim dan melanggar norma-norma agama. karena pengetahuan dan pemahaman wanita pekerja seks tentang keagamaan rendah atau kurang. Dasar keagamaan wanita pekerja sek kurang atau tidak kuat. Mereka mendapatkan pengetahuan mengenai

ABSTRAK SLAMET PRASOJO, D 3207045, “ MUSLIMS FEMALE SEX WORKER’ RELIGIOUS BEHAVIOR IN KELURAHAN GILINGAN, KECAMATAN

BANJARSARI, SURAKARTA ” Thesis, Sociology Department, Socials and Politics Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta, 2012.

The purpose of this study is to provide an overview of religious behavior conducted by female sex workers in Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.

This study leads to the Muslims female sex worker’ religious behavior in Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta, so the focus of this research was held in Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta who took one of the locations where the site can be found female sex worker, ie in Jalan Jalak 2, which is the road that can found female sex workers (prostitutes). For the selection of the sample using purposive sampling technique in which researchers tend to choose informants who know and can be trusted to be

a steady source of data and know the issues in depth. This research uses paradigm of Social Definition and using Action theory by Talcott Parsons which leads more to the individual actions. The validity of the data use triangulation data. Data triangulation has been done by using multiple sources to collect the same data; it is by crosschecking with some sources which related to this research. The sources are male and female sex workers and Jalan Jalak 2’s work-group chief (also Ketua RT 02/ RW 06).

This result indicates that Muslim female sex worker religious behavior in Jalan Jalak 2, Kelurahan Gilingan is very low and violating the violation norms. It is caused by how they understand about their religion. They are less educated in sexual education and religion. Their basic education about religion is very low and less. They gain the knowledge about real essentials of Islam: praying and sholat, rituals (Sholad Ied, charity) and also norms sanction as forbidden acts when they were child or still in a primary school. Generally, female sex worker have a negative attitudes to their religion. They think that their occupation violates the

religion norms so that they do not obey the religion’s relgulation, fime times praying, fasting, zakat, and whole about worship to Islam. So the conclusion of the research is that the woman sex workers does not have Islamic religious attitude yet.

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, oleh karena itu

ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara). Dengan populasi sebesar 222 juta jiwa, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar ke empat di dunia dan negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi bukanlah negara Islam. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Presiden yang dipilih langsung. Ibukota negara ialah Jakarta. Indonesia berbatasan dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, dengan Papua Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor. Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.

wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar ke dua di dunia.

Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 85,2% penduduk Indonesia, yang menjadikan Indonesia negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Sisanya beragama Protestan (8,9%), Katolik (3%), Hindu (1,8%), Buddha (0,8%), dan lain-lain (0,3%). Selain agama-agama tersebut, pemerintah Indonesia juga secara resmi mengakui Konghucu.

Menurut Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 29 ayat 1, Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat 2, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu. Oleh karena itu setiap Warga Negara Indonesia (WNI) harus memeluk agama dan kepercayaan masing- masing dan mewujudkannya dalam perilaku keagamaan sehari-hari. Di Indonesia ada beberapa agama yang dipeluk oleh masyarakatnya, yaitu:agama Islam, agama Kristen, agama Katolik, agama Hindu, agama Budha dan lain-lain

Agama merupakan struktur institusional penting yang melengkapi keseluruhan sistem sosial. Masalah inti dari agama tampaknya menyangkut Agama merupakan struktur institusional penting yang melengkapi keseluruhan sistem sosial. Masalah inti dari agama tampaknya menyangkut

2). Dalam pada itu manusia dihadapkan pada tiga masalah fundamental. Ia siang dan malam diganggu oleh pertanyaan yang muncul dari pengalaman mengenai ketidakpastian dia sendiri dalam menghadapi situasi dan kondisi yang tidak menentu akibat perubahan yang berjalan terus menerus. Kecuali pengalaman tentang situasi dan kondisi yang tidak menentu, manusia masih dihadapkan dengan pengalaman lain, yaitu kenyataan mengenai keterbatasan dalam menguasai dan menundukkan tantangan yang datang dari dunia ini. Manusia mengalami ketidakmampuan (powerlessness) secara jelas dan berulang kali.

dihadapkan dengan kelangkaan.(Hendropuspito, 2000:30-31) Manusia menempuh jalan non religius, selama ia masih sanggup merebut kebahagiaan itu dengan kekuatan manusiawinya sendiri. Jalan kedua ditempuhnya ketika manusia mengalami ketidakmampuannya, atau keterbatasannya kekuatan manusia secara radikal dan total. Dengan kata lain, dihadapkan dengan kelangkaan.(Hendropuspito, 2000:30-31) Manusia menempuh jalan non religius, selama ia masih sanggup merebut kebahagiaan itu dengan kekuatan manusiawinya sendiri. Jalan kedua ditempuhnya ketika manusia mengalami ketidakmampuannya, atau keterbatasannya kekuatan manusia secara radikal dan total. Dengan kata lain,

Setiap insan manusia menganut agama dan kepercayaan masing-

masing. Manusia menjalankan perintah dan menjahui segala larangan Tuhan, sesuai dengan sistem nilai dan norma-norma agama yang diyakininya. Begitu pula wanita pekerja seks tak ubahnya seperti manusia yang lain. Wanita pekerja seks juga menganut sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal: Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige dan lain-lain.

Surakarta juga disebut Solo atau Sala adalah kota yang terletak di

Yogyakarta, Solo merupakan pewaris Kerajaan Mataram yang dipecah pada tahun 1755. Masyarakat kota Solo tergolong masyarakat yang plural. Struktur sosialnya menampakkan struktur sosial masyarakat Indonesia pada umumnya yang ditandai oleh dua ciri yang bersifat unik. Secara horizontal ditandai dengan kenyataan oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan- perbedaan suku bangsa , agama, dan kedaerahan. Secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. ( Imam Baehaqi, 2002:21) Wanita pekerja seks yang tersebar di wilayah Kota Surakarta dan yang beroperasi di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, jumlahnya kurang lebih sekitar 42 orang wanita pekerja seks.

Wanita pekerja seks sering kali digambarkan sebagai cerminan dari kemiskinan kota dan kegagalan adaptasi dari sekelompok orang tertentu terhadap kehidupan dinamis kota. Banyaknya wanita pekerja seks yang menempati fasilitas-fasilitas umum di kota-kota besar, tidak selalu disebabkan oleh faktor dari kota itu sendiri. Sebaliknya ada pula faktor-faktor pendorong yang menyebabkan wanita pekerja seks menawarkan diri di pinggir jalan. Kehidupan rumah tangga asal wanita-wanita tersebut merupakan salah satu faktor Wanita pekerja seks sering kali digambarkan sebagai cerminan dari kemiskinan kota dan kegagalan adaptasi dari sekelompok orang tertentu terhadap kehidupan dinamis kota. Banyaknya wanita pekerja seks yang menempati fasilitas-fasilitas umum di kota-kota besar, tidak selalu disebabkan oleh faktor dari kota itu sendiri. Sebaliknya ada pula faktor-faktor pendorong yang menyebabkan wanita pekerja seks menawarkan diri di pinggir jalan. Kehidupan rumah tangga asal wanita-wanita tersebut merupakan salah satu faktor

Permasalahan kehidupan wanita pekerja seks sangatlah kompleks dan rumit, bersumber dari latar belakang kehidupan masa lalu, situasi penuh ancaman dari kehidupan jalanan, serta bentuk depresi sosial ekonomi, kultural dan psikologikal. Semua faktor tersebut sangat mempengaruhi perkembangan pola perilaku dan kematangan mental emosional mereka. Penyalahgunaan pergaulan seks bebas, kecenderungan perilaku impulsive dan agresif, perbuatan yang menjurus pada tindak kriminal menyajikan sebuah penyimpangan kultural. Wanita tuna susila atau wanita pelacur adalah wanita yang menjual tubuhnya untuk memuaskan seksual laki-laki siapapun yang menginginkannya, dimana wanita tersebut menerima sejumlah uang atau barang (umumnya dengan uang

seks, khususnya pada tahap krisis tersebut. Berbagai tindakan kekerasan, penganiyaan, baik yang di lihat ataupun dialami sendiri, merupakan pola-pola yang dicontohkan pada mereka. Sehingga kecenderungan tumbuhnya pola perilaku yang bertentangan secara eksternal dengan konformitas kehidupan sosial pada wanita pekerja seks merupakan konsekuensi logis dari subkultur jalanan. Perlahan secara bertahap mereka mengalami perubahan perilaku kearah pelecehan dan pelanggaran norma dan hukum. Mereka mulai liar, seenaknya, tidak mau peduli pada orang lain, melakukan pelanggaran hukum dan norma. Perubahan perilaku ini tampak dari ucapan-ucapan dan tindakan, kata-kata kotor, makian yang berkaitan dengan binatang, perkelaminan, perilaku senggama menjadi bahasa sehari-hari.

Keberadaan wanita pekerja seks dianggap sebagai kotoran kota yang harus disingkirkan. Menjadi pekerja seks merupakan sebuah pilihan bagi mereka, dimana mereka mempunyai kebebasan dalam menentukan kehidupan mereka. Makian sebagai sampah masyarakat dan sorot penuh curiga dari setiap orang yang ditemui adalah kejadian sehari-hari. Di jalan mereka di kejar-kejar aparat, sementara ketika kembali ktengah masyarakat merekapun ditolak. Mereka terusir

Seringnya wanita pekerja seks melakukan berbagai macam bentuk perilaku menyimpang menyebabkan mereka mendapat label dan stigma negatif dari masyarakat sehingga masyarakat menganggap perilaku mereka menyimpang dari norma – norma agama. Sehingga wanita pekerja seks diasingkan dan dianggap sebagai sampah masyarakat, mereka mengalami kemiskinan secara moralitas. Sehingga hal itu mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap perilaku beragama yang dilakukan wanita pekerja seks.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: bagaimanakah perilaku keagamaan wanita pekerja seks yang beragama Islam di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta?

C. TUJUAN PENELITIAN

Dalam melaksanakan penelitian agar mempunyai sasaran yang jelas dan

1. Untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi wanita pekerja seks di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.

2. Untuk mengetahui pengetahuan keagamaan wanita pekerja seks yang beragama Islam di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjasari, Kota Surakarta.

3. Untuk mengetahui sikap wanita pekerja seks yang beragama Islam di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Koto Surakarta terhadap agama yang dianut.

4. Untuk mengetahui perilaku keagamaan wanita pekerja seks yang beragama Islam di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian sejenis.

2. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan masukan dan pertimbangan

10

3. Penelitian Penelitian ini dibuat agar nantinya dapat menjadi pegangan atau acuan untuk penelitian yang sama, agar dapat lebih baik dari penelitian sebelumnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

Agama dianggap mengidentifikasikan individu dengan kelompok, menolong individu dalam ketidakpastian, menghibur ketika dilanda kecewa, mengaitkannya dengan tujuan –tujuan masyarakat, memperkuat moral, dan menyediakan unsur – unsur identitas. Menurut Watson,Morris, Hood, & Stuts dalam penelitiannya yang berjudul: “Religion and power social”, menyatakan

bahwa: “Religion is considered as one of the most important social force and

stable in shaping the lives of individuals. Like religion, ethical ideology is another human Endeavor Often the which is sought after for meaning. Like the religious, ethical ideology is a business man who often sought for meaning. Although personal religiousness is acknowledged as a social force with a fundamental role in ethical development, interaction and relationship Between the two has not been thoroughly researched. Although personal religion is recognized as a social force with a fundamental role in ethics, interactions and

Agama bertindak menguatkan kesatuan dan stabilitas masyarakat dengan mendukung pengendalian social, menopang nilai- nilai dan tujuan mapan, dan menyediakan sarana untuk mengatasi kesalahan dan keterasingan. Ia juga dapat melakukan peran risalat dan membuktikan dirinya sebagai sesuatu yang tidak terpecahkan atau bahkan memiliki pengaruh subversive yang mendalangi masyarakat terentu. ( O”dea , 2000:29-30 ).

Durkheim memandang subyek agama adalah kelompok itu sendiri yakni masyarakat, yang berada dibelakang heterogenitas peralatan dan simbol – simbol yang menyatakan ekspresi nyata b agi mereka yang menyakininya, (O‟dea, 2000 : 22). Menurutnya, agama berfungsi melestarikan masyarakat, memeliharanya dihadapan manusia dalam arti memberi nilai bagi manusia, menanamkan dasar manusia untuknya. Didalam ritus pemujaan, masyarakat mengukuhkan kembali dirinya dalam perbuatan simbolik yang menampakkan sikapnya., yang dengan itu memperkuat sikap yang diambil secara bersama dan pada gilirannya memperkuat masyarakat sendiri. ( O”dea, 2000:23)

Dengan menitikberatkan pengukuhan kembali kelompok lewat pemujaan agama, dan pemberian sanksi masyarakat dalam agama itu sendiri, Durkheim

saling memperkuat ini keprcayaan beragama memberikan sanksi norma tingkah laku dan menyediakan pembenaran terakhir, sedang ritus kegamaan menanamkan dan melaksanakan sikap- sikap pengungkapan, dan oleh karena itu akan memperkuat sikap memiliki dan menghormati dimana norma yang demikian ini dianut. (O”dea, 2000 :24)

Paradigma menurut Robert Friedrichs adalah suatu pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter ) yang semestinya dipelajari. ( Ritzer, 2004 : 6) Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, pertanyaan-pertanyaan apa yang mesti dijawab, bagaimana seharusnya menjawabnya, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka menjawab persoalan-persoalan tersebut. (Ritzer, 1985 : 7) Ritzer membedakan tiga paradigma dalam sosiologi : (1) Paradigma fakta sosial, (2) paradigma definisi sosial, (3) paradigma perilaku sosial.

Dalam melihat masalah sosial penelitian ini menggunakan paradigma fakta social dan paradigma definisi sosial. Fakta sosial pertama kali diperkenalkan oleh Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis. Menurutnya ,

mempengaruhi gejala individu serta perilakunya yang berbeda dari karakteristik psikologis, biologis, atau karakteristik individual lainnya. Lebih lagi, karena gejala sosial merupakan fakta yang riil, gejala –gejala itu dapat dipelajari dengan metode empiris yang memungkinkan satu ilmu tentang masyarakat dapat dikembangkan. (Kahmad, 2000: 4-5)

Paradigma fakta sosial memusatkan perhatian utamanya pada realitas sosial pada tingkatan makro obyektif dan makro subyektif. Pokok persoalan yang harus menjadi pusat perhatian penyelidikan sosiologi menurut paradigma ini adalah fakta sosial. (Ritzer, 2004:21). Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam :

1. Dalam bentuk material yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata, contohnya arsitektur dan norma hukum.

2. Dalam bentuk non material, yaitu sesuatu yang dianggap nyata. Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang bersifat intersubjective yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia. Contohnya seperti egoisme, alturisme, opini.

dan hanya ada dalam kesadaran manusia sedangkan perilaku keagamaan merupakan perwujudan dari agama.

Ada tiga teori yang termasuk dalam paradigma fakta sosial yaitu teori fungsionalisme struktural, teori konflik dan teori sistem. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori fungsionalisme struktural karena permasalahan yang diteliti relevan bila dianalisis dengan teori fungsionalisme struktural. Teori fungsionalisme struktural memandang masyarakat sebagai suatu lembaga sosial yang berada dalam suatu keseimbangan, yang memolakan kegiatan manusia berdasarkan norma –norma yang dianut bersama serta dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri. Masyarakat terdiri dari berbagai elemen atau institusi. Elemen-elemen itu antara lain adalah ekonomi, politik, hukum, agama, pendidikan, keluarga, kebudayaan, adat-istiadat, dan lain-lain.( Raho. 2007:48).

Didalam fungsionalisme struktural, manusia diperlakukan sebagai abstraksi yang menduduki status dan peranan yang membentuk lembaga-lembaga atau struktur-struktur sosial.(Poloma,1987:43). Lembaga –lembaga yang kompleks ini keseluruhan merupakan sistem sosial yang sedemikian rupa dimana setiap bagian (masing-masing unsur kelembagaan itu) saling tergantung dengan

Tindakan sosial adalah tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tind akan yang bersifat “membatin” atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Atau merupakan tindakan perulangan dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa. Atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu. (Ritzer, 2004:38) Tetapi interaksi itu tidak terbatas antara individu-individu melainkan juga terdapat antara kelompok-kelompok, institusi-institusi, masyarakat-masyarakat, di dalam pengertian ini, agama merupakan salah satu bentuk perila ku manusia yang terlembaga. ( O‟dea, 2000:3 )

Wanita pekerja seks tak ubahnya seperti manusia yang lain. Wanita pekerja seks juga menganut agama atau sistem / prinsip kepercayaan kepada Tuhan. Wanita pekerja seks juga menjalankan perintah dan menjuhi segala larangan Tuhan. Akan tetapi menurut Pitirim Sorokin menyatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang diharapkan untuk mempelajari :

1. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial

2. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dan non sosial

3. Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.

masyarakat. Masyarakat mempunyai batasan yang cukup luas yang mencakup berbagai faktor termasuk didalamnya juga mencakup tentang pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tersebut. (Soekanto, 1990 : 23).

Oleh karena itu selain paradigma fakta sosial yang relevan digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma definisi sosial. Ada tiga teori yang mencakup dalam paradigma definisi sosial yaitu Teori Aksi, Teori Interaksionisme Simbolik, dan Teori Fenomenologi.

Exemplar paradigma definisi sosial ini salah satu aspeknya yang sangat khusus adalah dari karya Max Weber yakni, mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial dan antar hubungan sosial. Inti tesisnya adalah ”tindakan yan g penuh arti” dari individu. Yang dimaksudkannya dengan tindakan sosial itu adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada benda mati atau obyek fisik semata tanpa dihubungkan dengan tindakan orang lain bukan merupakan tindakan sosial. Tindakan sosial yang dimaksud Weber dapat berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan ”membatin” atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi

Bertolak dari konsep dasar tentang tindakan sosial dan antar hubungan sosial itu Weber mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian sosiologi yaitu :

1) Tindakan manusia, yang menurut aktor mengandung makna yang subyektif. Ini meliputi tindakan nyata.

2) Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subyektif.

3) Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam.

4) Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu.

5) Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain itu. ( Ritzer, 2002 : 38-39 )

Tindakan manusia disini menghasilkan karakter yang berbeda sebagai hasil dari bentukan proses interaksi dalam dirinya sendiri. Untuk bertindak, seseorang individu harus mengetahui terlebih dahulu apa yang dia inginkan, dalam hal ini juga berlaku pada wanita pekerja seks yang tercemin dalam perilaku

sampai kepada penjelasan kausal. Di dalam definisi ini terkandung dua konsep dasar, yaitu pertama konsep tindakan sosial. Kedua konsep tentang penafsiran dan pemahaman. Konsep terakhir ini menyangkut metode untuk menerangkan yang pertama. Dalam mempelajari tindakan sosial, Weber menganjurkan melalui penafsiran dan pemahaman (interpretative understanding). Peneliti sosiologi harus mencoba menginterpretasikan tindakan si aktor. Dalam artian yang mendasar, sosiolog harus memahami motif dan tindakan si aktor. Dalam hal ini Weber menyarankan dua cara, dengan melalui kesungguhan dan dengan mencoba mengenangkan dan menyelami pengalaman si aktor.

Atas dasar rasionalitas tindakan sosial, Weber membedakannya ke dalam empat tipe, yang mana semakin rasional tindakan sosial itu semakin mudah dipahami. Empat tipe tindakan sosial tersebut adalah:

1. Zwerk rational Yakni tindakan murni. Dalam hal ini maka aktor tidak hanya sekedar menilai cara terbaik untuk mencapai tujuannya tapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri.

2. Werktrational action

3. Affectual action Tindakan yang dibuat-buat. Dipengaruhi oleh emosi dan kepura-puraan si aktor, tindakan ini sukar dipahami dan tidak rasional.

4. Traditional action Tindakan yang didasarkan akan kebiasaan-kebiasaan melakukan sesuatu di masa lain. (Ritzer, 2002:40-41).

Perilaku keagamaan wanita pekerja seks dalam hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dari dalam dan dari luar individu. Disamping susunan syaraf yang mengontrol reaksi individu terhadap gejala rangsang, aspek didalam diri individu yang juga sangat berpengaruh dalam pembentukan perubahan perilaku, ialah persepsi, motivasi dan emosi. Pengertian ”persepsi” itu sendiri adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Perilaku dipengaruhi pula oleh ”emosi” atau perasaan individu. Terkait pada pengertian ”motivasi”, adalah dorongan bertindak untuk memuaskan kebutuhan. Dorongan ini yang diwujudkan dalam bentuk tindakan atau perilaku. ( Sarwono, 1997 : 2-3 )

Motivasi merupakan sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak dalam melakukan sesuatu hal. Menurut Burton dapat dibagi menjadi dua macam, antara lain motif Intrinsik dan motif Ekstrinsik.

1) Motif Intrinsik Motif intrinsik adalah motif yang timbul dari dalam seseorang untuk berbuat sesuatu (yang mendorong bertindak ialah nilai-nilai yang terkandung dalam obyeknya itu sendiri).

2) Motif Ekstrinsik

Motif Ekstrinsik adalah motif yang timbul dari luar atau lingkungan. ( http: //areev.blogdrive.com ) Dikatakan oleh Sartain dalam bukunya Psychology Understanding of Human Behavior , motif adalah suatu pernyataan yang kompleks didalam suatu organisme yang mengarahkan tingkahlaku atau perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang. Pada umumnya suatu motivasi atau dorongan pernyataan yang kompleks didalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) dan perangsang (incentive). Tujuan (goal) adalah yang menentukan atau membatasi tingkah laku organisme itu.

atau dorongan untuk melakukan sebuah tindakan. Dalam teori aksi, Weber berpendapat bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsirannya atas suatu obyek stimulus atau situasi tertentu. Sedangkan wujud tindakan dalam beberapa asumsi fundamental dari ”teori aksi” yang dikemukakan oleh Hinkle dengan merujuk karya Mac Iver, Znanieck dan Parsons sebagai berikut :

1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek.

2. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan.

3. Dalam bertindak manusia mengguankan cara, teknik, prosedur, metode serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.

4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya.

5. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah dilakukannya.

6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan timbul

Talcoltt Parsons merupakan pengikut Weber yang utama. Teori Aksi yang dikembangkannya menyatakan "action" adalah secara tidak langsung sebagai suatu aktifitas, kreatifitas, dan proses penghayatan diri individu. Parsons menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Adanya individu selaku aktor.

2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tertentu.

3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuannya.

4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan.

5. Aktor berada di bawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan.

Seringnya wanita pekerja seks melakukan berbagai macam bentuk perilaku menyimpang menyebabkan mereka mendapat label dan stigma negatif dari masyarakat sehingga masyarakat menganggap perilaku mereka menyimpang dari norma –norma agama. Sehingga wanita pekerja seks diasingkan

mereka hadapi. Dengan demikian munculah suatu perilaku keagamaan dalam kehidupan wanita pekerja seks sebagai perwujudan dari agama yang mereka anut.

B. KONSEP-KONSEP YANG DIGUNAKAN

1. Perilaku Keagamaan

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkunganya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Menurut Fazilah Idris,et,al dalam penelitiannya. Religious Personality and Perceived Behavior Among Faith- Practicing Communities in Malaysia: Uniting or Dividing Factors, menyatakan bahwa : “This paper aims to report the findings on the contribution of religious personality, as the manifestation of one’s religious belief, on the interethnic

perceived behavior among different levels of religious practice. Religious personality comprises of three major factors: pro-social behavior, ritual behavior and anti-social behavior, while religious practice is categorized into

Dalam penelitian yang berjudul: Kepribadian Beragama dan Persepsi Perilaku Dikalangan Komunitas yang Mempraktekkan Keyakinan Di Malaysia: Faktor Pemersatu atau Pemecah Belah, oleh Fazilah Idris, dkk. Dinyatakan bahwa:

Makalah ini bertujuan untuk melaporkan temuan-temuan mengenai kontribusi kepribadian beragama sebagai perwujudan dari keyakinan beragama, terhadap persepsi perilaku antar etnik diantara tingkatan praktek keagamaan yang berbeda-beda. Kepribadian beragama terdiri atas tiga faktor utama, yaitu: perilaku pro sosial, perilaku ritual dan perilaku antisosial, sedangkan praktek keagamaan dikelompokkan kedalam praktek tinggi, sedang, rendah dan tidak praktek. Diduga bahwa kepribadian beragama pemuda dapat mempengaruhi persepsi perilaku antar etnik dengan meningkatkan sikap saling memahami, menghormati, toleransi dan berperilaku secara tepat agar hidup dalam kerukunan.

Agama merupakan usaha manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia sekarang maupun dunia yang akan dating. Agama adalah sarana yang digunakan manusia dalam usahanya mencapai kebahagiaan dalam

Dalam bukunya, American Piety: the Nature of Religious Comitment, C.Y. Glock dan R. Stark menyebutkan lima dimensi beragama yaitu:

a. Dimensi keyakinan. Dimensi ini berisikan pengharapan sambil berpegang teguh pada teologis tertentu.

b. Dimensi praktik agama yang meliputi perilaku simbolik dari makna- makna yang terkandung didalamnya.

c. Dimensi pengalaman keagamaan yang merujuk pada seluruh keterlibatan subjektif dan individual dengan hal –hal yang suci dari suatu agama.

d. Dimensi pengetahuan agama, artinya orang memiliki pengetahuan tentang keyakinan, ritus, kitab suci, dan tradisi.

e. Dimensi konsekuensi yang mengacu pada identifikasi akibat – akibat keyakinan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. (Kahmad, 2000 :53 -54 )

Keagamaan merupakan pengalaman pada titik kritis yang ditandai oleh sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti merupakan pengalaman yang suci. ( O”dea,2000:34) . Dalam agama Islam dijelaskan

Maka kami berkata: “Hai Adam, Sesungguhnya Ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak

(pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya”. Kesejahteraan lahir terpenuhi karena ketiga kebutuhan pokok manusia

terpenuhi demikian pula dengan kesejahteraan batin dan Adam bersama istrinya diharapkan dengan usaha bersungguh-sungguh dapat mewujudkan bayang-bayang surga itu di permukaan bumi dengan berpedoman petunjuk- petunjuk ilahi dengan kata lain agama.

Pada ranah yang lebih umum fungsi agama dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai penguat solidaritas masyarakat. Seperti yang diungkapkan Emile Durkheim sebagai sosiolog besar, bahwa sarana-sarana keagamaan adalah lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap anggotanya, dan fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat

fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah ini:

a. Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.

Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia senantiasa memberi penerangan kepada dunia(secara keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah(s.w.t) dan setiap manusia harus menaati Allah(s.w.t).

b. Menjawab pelbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia. Sebagian pertanyaan yang senantiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan hidup, soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik dan perlu untuk menjawabnya. Maka, agama itulah fungsinya untuk menjawab soalan-soalan ini.

dunia dan nilai yang sama.Perilaku merupakan proses respons / reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar manapun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat aktif ( Sarwono, 1997 : 1). Menurut Blomm, perilaku dapat dibedakan menjadi tiga Yaitu:

a. Perilaku kognitif (pengetahuan)

Pengetahuan merupakan gejala mengenai pikiran. Yang berwujud pengolahan, pengalaman dan keyakinan serta harapan- harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu. Meskipun tidak seluruhnya benar-benar tepat, tetapi kognisi suatu obyek tersebut sangat kompleks.

b. Perilaku efektif (emosi) atau Sikap

Sikap merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, subjektif seseorang terhadap suatu obyek sikap

c. Perilaku psikomotorik (tindakan/gerak)

Tindakan merupakan kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dalam struktur sikap menunjukkan bagian perilaku kecenderungan berperilaku yang

Mitfah Toha mendefinisikan perilaku sebagi suatu fungsi dan interaksi antara seorang individu dan lingkungannya. (Toha, 1990:34) Sedangkan Soerjono Soekanto mendefinisikan perilaku sebagai cara pandang bertingkah laku tertentu. (Soekanto, 1985:51).

Jadi perilaku keagamaan adalah gejala (fenomena) yang ada pada diri manusia yang berusaha untuk memenuhi kebutuhannya yang dapat meninggalkan suatu usaha yang dapat menaungi kehidupan manusia dengan cara melaksanakan semua perintah Tuhan seperti menjalankan sholat lima waktu, beribadah,berpuasa, membayar zakat dan lain sebagainya sesuai dengan kemampuan dan meninggalkan semua larangan-Nya. (http://id.shvoong.com/social- sciences/counseling/2204639-pengertian-perilaku keagamaan/#ixzz4OhKputX4 )

2. Wanita Pekerja Seks

Membicarakan masalah-masalah perempuan selalu aktual dan menarik karena tidak akan pernah kehabisan isu. Sepanjang peradaban kehidupan manusia, perempuan hanya memainkan peran social, ekonomi maupun politik yang todak signifikan, dibandingkan dengan peran laki-laki. Secara struktural

Wanita pekerja seks adalah salah satu bentuk perilaku yang menyimpang di masyarakat yaitu perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat. Penyimpangan adalah perbuatan yang mengabaikan norma, dan penyimpangan ini terjadi jika seseorang tidak mematuhi patokan baku dalam masyarakat.

Wanita pekerja seks sering disebut dengan wanita pelacur. Padahal kata „pelacur‟ sendiri kontroversial. Sebagian feminis menganggap kata itu

menyudutkan perempuan bahkan menguatkan stigma yang selama ini diberikan masyarakat untuk perempuan yang terlibat dalam bisnis seks komersial. Padahal bisnis tersebut selalu melibatkan dua pihak, perempuan dan laki-laki. Malahan tak sedikit laki-laki yang terlibat sebagai penjual jasa

seks. Sama kontroversialnya dengan kata „pekerja‟ seks. Kata „pekerja‟ membingungkan karena bisa berarti jenis kerja yang bisa dicita-citakan. Padahal tidak seorang wanita yang punya cita-cita menjadi pekerja seks. Wanita tuna susila atau yang kebih dikenal dengan sebutan WPS atau pelacur merupakan salah satu masalah sosial yang keberadaannya sudah sangat lama

Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengertian pekerja atau buruh, yaitu setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Namun, bukan untuk orang- orang yang berprofesi sebagai pelacur atau wanita tuna susila. Kata “pekerja”

sudah bisa dipastikan ada hubungannya dengan lapangan pekerjaan serta orang atau badan hukum yang mempekerjakan dengan standar upah yang dibayarkan. Kemudian, lapangan pekerjaan yang diperbolehkan harus memenuhi syarat-syarat kerja secara normatif yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, termasuk sistem pengupahan dan keselamatan kesehatan kerja.

Meskipun bekerja sebagai WPS dianggap melanggar norma dan moralitas, namun sebagai individu mereka tidak dapat terlepas dari lingkungan sosialnya. Untuk itu diperlukan adanya proses penyesuaian diri, dalam interaksinya mereka berusaha menutupi pekerjaan sebagai WPS, terutama di lingkungan keluarga dan tempat tinggal, untuk menghindari keterasingan dari lingkungan tersebut. Penyesuaian diri yang dilakukan bersifat pasif, mereka menyesuaikan diri dengan bersikap dan bertingkah laku

Penelitian yang menjadi pijakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Eny Listyowatiningsih yan g berjudul Perilaku Keagamaan “Anak Jalanan” (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Perilaku Keagamaan “ Anak Jalanan “ di Pondok Bahtera, Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari, Kota

Surakarta). Menurut hasil penelitian tersebut bahwa anak memutuskan hidup di jalan lebih banyak disebabkan masalah ekonomi keluarga yang sangat memprihatinkan dimana keluarga tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan hidup mereka sehingga mereka bekerja sebagai pengamen dan pemulung yang tidak memerlukan keterampilan khusus untuk melakukannya. Ketika masih tinggal dengan keluarga mereka tidak pernah melakukan kegiatan agama tetapi setelah tinggal di Pondok Bahtera mereka mulai belajar mengenai agama. Dalam melakukan kegiatan agama anak jalanan di Pondok Bahtera melakukan seperangkat praktek dari ajaran agama yang mereka anut, sehingga melahirkan perilaku agama bagi mereka. Perilaku agama ini diwujudkan dengan melakukan ritus agama dan perilaku yang mereka tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari.

wanita pekerja seks tak ubahnya seperti manusia yang lain. Wanita pekerja seks ada yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan sebagainya, namun dalam penelitian ini yang menjadi obyek peneliti adalah wanita pekerja seks yang beragama Islam. Wanita pekerja seks yang beragama Islam mempunyai pengetahuan keagamaan yang diperolehnya semenjak kecil hingga sekarang. Jadi mereka memperoleh pengetahuan keagamaan baik dari keluarga, sekolah maupun dari lingkungan sekitar. Ada banyak faktor yang menyebabkan mereka menjadi wanita pekerja seks.

Pengetahuan keagamaan (Islam) meliputi: kaidah dan norma-norma agama Islam baik ritual dan ajaran agama Islam ( perintah dan larangannya ), doa (meminta sesuatu kepada sang Pencipta), sholat lima (5) waktu, membaca Al- Quran, berpuasa, beramal dan berzakat dan sebagainya. Wanita Pekerja Seks akan mengambil sikap terhadap keagamaan atau agama yang dianut, berdasarkan hati dan pikirannya yang akan membuat mereka kemudian akan bersikap. Sikap yang mereka tunjukkan dapat berupa sikap positif maupun negatif. Hal ini akan terlihat dan terwujud dalam bentuk perilaku atau tindakan mereka sehari-hari yang bertolak dengan ajaran Islam yang dianut.

35