Kurikulum 2013 dan Harapan Perbaikan Kua
KURIKULUM 2013 DAN PROFESIONALISME GURU
UNTUK PERBAIKAN KUALITAS PENDIDIKAN
Oleh: Zulrahmat
A. Pendahuluan
Tujuan umum pendidikan nasional yang dituangkan dalam
Undang-Undang
No.20,
Tahun
2003.
Pasal
3
menyebutkan,
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
bertujuan
untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”, merupakan
landasan bagi keseluruhan penyelenggaraan pendidikan yang harus
menjadi pedoman dalam melahirkan kebijakan-kebijakan pendidikan,
dibutuhkan penjelasan, sosialisasi, dan internalisasi lebih lanjut
kepada semua pemangku kepentingan agar pembangunan pendidikan
nasional tidak menimbulkan kesan bahwa “setiap ganti menteri maka
ganti pula kebijakan”, namun yang ada harusnya setiap kebijakan bisa
menjamin
berkualitas,
terlaksananya
penyelenggaraan
meskipun
perlu
memang
pendidikan
pengembangan
yang
melalui
perbaikan secara terus menerus dalam pelaksanaanya. Hal ini hanya
bisa dicapai jika dalam perencanaan kebijakan yang akan diambil
tersebut
mempertimbangkan
berbagai
aspek
yang
bisa
mempengaruhinya, misalnya aspek budaya, ekonomi, pemerintahan,
bahkan aspek sosial dan politik.
1
B. Gambaran Pendidikan Nasional
Pendidikan dipandang sebagai salah satu investasi yang
sangat menentukan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Sejauh ini pembangunan
pendidikan telah menunjukkan
hasil yang cukup signifikan bagi pembangunan nasional. Namun
demikian kemajuan tersebut dirasakan belum optimal karena masih
terdapat kesenjangan yang sangat menonjol utamanya jika dilihat dari
aspek wilayah pedesaan dan perkotaan, Jawa dan luar jawa, atau
wilayah barat dan timur Indonesia, adanya ketimpangan pemenuhan
sarana dan prasarana, mahalnya biaya pendidikan, diskriminasi
kesempatan mengenyam pendidikan yang masih mengkotak-kotakkan
antara kaya dan miskin, maupun kualitas sumber daya manusia
pendidikan sendiri. Dualisme penyelenggaraan pendidikan oleh
Kementerian Agama untuk Madrasah dan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan untuk Sekolah, belum lagi dengan rencana kebijakan
privatisasi
pendidikan
yang
dikhawatirkan
akan
mengarah
ke
kapitalisme pendidikan, sampai pada tingginya pengaruh politik dalam
dunia
pendidikan
menjadi
bumbu
pelengkap
kompleksnya
permasalahan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
Memang diakui bahwa semua itu sangat dipengaruhi oleh
kondisi Negara kita dengan letak geografis yang begitu luas, budaya
yang multikultural, ketersediaan anggaran yang belum bisa memenuhi
kebutuhan pendidikan secara menyeluruh, politik, sosial budaya,
system
pemerintahan
menjadi
faktor
penyebab
kurang
berkembangnya pendidikan kita. Untuk dapat mengatasi masalah
global yang kompleks dibutuhkan
integrasi sejumlah pengetahuan
dalam upaya mengatasi masalah-masalah sekaligus mencarikan solusi
pemecahan masalah yang besifat multisektoral untuk meningkatkan
keberhasilan yang sudah di capai dengan pendekatan transdisiplin.
2
C. Kurikulum sebagai Perbaikan Kualitas Pendidikan
Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum
merupakan salah satu unsur yang bisa memberikan kontribusi yang
signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi
peserta didik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum, yang
dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan
sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1)
manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi pembangunan
pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sebagai mana diketahui, pemerintah melalui kementerian
pendidikan dan kebudayaan dalam tahun pelajaran 2013/2014 akan
segera
memberlakukan
kurikulum
2013,
pemerintah
perlu
mendapatkan dukungan positif, dengan dilandasi pemikiran bahwa
memang perubahan kurikulum sudah selayaknya dilakukan untuk
merespons transformasi zaman dan kebutuhan abad ke-21 yang
semakin kompleks. Berbagai respons dan sikap ini menandakan
kepedulian dan rasa memiliki yang besar terhadap pembangunan
pendidikan di Indonesia. Kehangatan respons publik, terutama dari
masyarakat pendidikan, merupakan prakondisi menggembirakan
terhadap strategi pembangunan pendidikan nasional jangka panjang.
Sebaliknya,
kecemasan
dan
keraguan
yang
melandasi
berbagai sikap, mulai dari kritik tajam sampai penolakan, menunjukkan
ketidakpercayaan bahwa Kurikulum 2013 merupakan solusi bagi
berbagai masalah pendidikan di Indonesia. Perspektif yang tepat
3
mengenai fungsi, peran, dan konteks kurikulum akan membantu para
pemangku kepentingan sistem pendidikan nasional (baik pendukung
maupun pengkritik) bisa bekerja sama mencapai tujuan bersama
bangsa
ini
melalui
pembangunan
pendidikan,
sambil
tetap
menghormati ruang untuk bisa ”sepakat untuk berbeda dan sepakat
untuk tidak sepakat”.
Sebagai acuan terlaksananya pendidikan nasional, kurikulum
adalah
salah
satu
faktor
penting
yang
dapat
mempengaruhi
kesuksesan proses pembelajaran. Namun sebaik apapun rancangan
yang dimuat didalam kurikulum tidak akan memberikan dampak yang
maksimal jika tidak didukung oleh kesiapan dan kemauan seluruh
stakeholder yang ada di dunia pendidikan tersebut.
D. Peningkatan Profesionalisme Guru
Kualitas profesionalisme guru kita ibarat, Titian reot yang
lemah,
namun
tidak
ada
pilihan
lain
harus
dilewati.
Untuk
mengantarkan peserta didik pada tuntutan menyeberangi jurang
dengan beban kompetensi yang harus dimilikinya hanya titian reot
yang sudah lemah ini harapan mereka satu-satunya. Mengapa titian
reot itu tidak pernah terpikirkan untuk diperbaiki, secara perlahan dan
terus menerus agar menjadi jembatan yang kuat, sehingga bisa
mengantarkan peserta didik sekaligus beban kompetensi yang harus
ada padanya sampai pada tujuannya.
Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu
kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional. Guru
harus memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi
dengan baik, memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
Disisi lain mereka juga harus mematuhi kode etik profesi, memiliki hak
dan kewajiban dalam melaksanakan tugas, memperoleh penghasilan
yang
ditentukan
sesuai
dengan
prestasi
kerjanya,
memiliki
4
kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan,
memperoleh
perlindungan
hukum
dalam
melaksanakan
tugas
profesionalnya, dan memiliki organisasi profesi yang berbadan hokum.
Sangat ironis dengan kondisi guru kita di lapangan, banyak di
antara guru mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan
kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang dimilikinya,
tidak memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas, hal ini
diperparah dengan tidak maksimalnya program pencerdasan guru,
kurangnya dukungan pemerintah pusat dan daerah memberikan
beasiswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi.
Pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan peningkatan
kualitas profesionalisme guru melalui berbagai pelatihan-pelatihan
yang bisa menunjang pelaksanaan proses pembelajaran yang
dilakukannya dikelas. Perhatian tersebut juga tidak terfokus pada
peningkatan profesionalisme guru di daerah perkotaan tetapi guru
didaerah terpencil perlu mendapat sentuhan. Jika profesionalisme guru
benar-benar telah terwujud maka apapun kurikulum yang akan
diberlakukan maka guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi
akan bisa menghadapi tantangan dan tuntutan sesuai dengan
kewajibannya.
Profesionalisme
guru
harus
didukung
dengan
kompetensi yang standar yang harus dikuasai oleh para guru
profesional. Kompetensi tersebut adalah pemilikan kemampuan atau
keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan
sertifikasi keahlian haruslah dipandang perlu sebagai prasarat untuk
menjadi guru profesional. Untuk itu Lembaga Pendidikan yang
memproduk guru professional diharapkan bekerja sinergis dan saling
mengisi dengan lembaga terkait lainnya, tujuannya tidak lain adalah
untuk
mencari
solusi
permasalahan
tentang
kualitas
kualitas
profesionalisme guru.
5
Akhirnya, tuntutan profesionalisme guru harus berbanding lurus
dengan peningkatan kesejahteraan yang layak sebagai penghargaan
bagi usaha dan kerja keras mereka dalam meningkatkan kinerja.
Usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru dengan
sertifikasi melalui portofolio, PLPG, atau pendidikan profesi guru, perlu
ditinjau kembali, tujuannya adalah untuk mengurangi praktek-prakterk
curang dalam pelaksanaannya
apa lagi jika kebijakan tersebut
ditujukan untuk menghambat pemberian kesejahteraan dengan alasan
kurangnya dana dalam merealisasikan kesejahteraan. Hal ini akan
sangat mencederai niat guru dalam mencerdaskan anak bangsa.
E. Kesimpulan
Kebijakan
seharusnya
bisa
pendidikan
menjamin
yang
diputuskan
terlaksananya
oleh
pemerintah
penyelenggaraan
pendidikan yang berkualitas. Kebijakan yang akan diambil tersebut
mempertimbangkan berbagai aspek yang bisa mempengaruhinya,
misalnya aspek budaya, ekonomi, pemerintahan, bahkan aspek sosial
dan politik. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan transdisiplin dalam
mengurai permasalahan sekaligus mencarikan solusi yang tepat untuk
mengatasinya.
Perubahan kurikulum memang perlu dilakukan jika pendidikan
akan berubah kea rah yang lebih baik, Namun sebaik apapun
rancangan yang dibuat dalam perubahan sebuah kurikulum tidak akan
memberikan dampak yang maksimal jika tidak didukung oleh kesiapan
dan kemauan untuk berubah ke arah yang lebih baik dari seluruh
stakeholder yang ada di dunia pendidikan, termasuk peningkatan
profesionalisme guru.
Peningkatan profesionalisme guru harus dibarengi dengan
kebijakan peninmgkatan kesejahteraan guru, tenbtu saja dengan
berbagai kajian-kajian yang muaranya bukan malah menjadikan guru
6
sebagai eksploitasi kebijakan, melainkan sebagai reward untuk
peningkatan kualitas pembelajaran yang telah dilakukannya.
7
UNTUK PERBAIKAN KUALITAS PENDIDIKAN
Oleh: Zulrahmat
A. Pendahuluan
Tujuan umum pendidikan nasional yang dituangkan dalam
Undang-Undang
No.20,
Tahun
2003.
Pasal
3
menyebutkan,
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
bertujuan
untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”, merupakan
landasan bagi keseluruhan penyelenggaraan pendidikan yang harus
menjadi pedoman dalam melahirkan kebijakan-kebijakan pendidikan,
dibutuhkan penjelasan, sosialisasi, dan internalisasi lebih lanjut
kepada semua pemangku kepentingan agar pembangunan pendidikan
nasional tidak menimbulkan kesan bahwa “setiap ganti menteri maka
ganti pula kebijakan”, namun yang ada harusnya setiap kebijakan bisa
menjamin
berkualitas,
terlaksananya
penyelenggaraan
meskipun
perlu
memang
pendidikan
pengembangan
yang
melalui
perbaikan secara terus menerus dalam pelaksanaanya. Hal ini hanya
bisa dicapai jika dalam perencanaan kebijakan yang akan diambil
tersebut
mempertimbangkan
berbagai
aspek
yang
bisa
mempengaruhinya, misalnya aspek budaya, ekonomi, pemerintahan,
bahkan aspek sosial dan politik.
1
B. Gambaran Pendidikan Nasional
Pendidikan dipandang sebagai salah satu investasi yang
sangat menentukan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Sejauh ini pembangunan
pendidikan telah menunjukkan
hasil yang cukup signifikan bagi pembangunan nasional. Namun
demikian kemajuan tersebut dirasakan belum optimal karena masih
terdapat kesenjangan yang sangat menonjol utamanya jika dilihat dari
aspek wilayah pedesaan dan perkotaan, Jawa dan luar jawa, atau
wilayah barat dan timur Indonesia, adanya ketimpangan pemenuhan
sarana dan prasarana, mahalnya biaya pendidikan, diskriminasi
kesempatan mengenyam pendidikan yang masih mengkotak-kotakkan
antara kaya dan miskin, maupun kualitas sumber daya manusia
pendidikan sendiri. Dualisme penyelenggaraan pendidikan oleh
Kementerian Agama untuk Madrasah dan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan untuk Sekolah, belum lagi dengan rencana kebijakan
privatisasi
pendidikan
yang
dikhawatirkan
akan
mengarah
ke
kapitalisme pendidikan, sampai pada tingginya pengaruh politik dalam
dunia
pendidikan
menjadi
bumbu
pelengkap
kompleksnya
permasalahan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
Memang diakui bahwa semua itu sangat dipengaruhi oleh
kondisi Negara kita dengan letak geografis yang begitu luas, budaya
yang multikultural, ketersediaan anggaran yang belum bisa memenuhi
kebutuhan pendidikan secara menyeluruh, politik, sosial budaya,
system
pemerintahan
menjadi
faktor
penyebab
kurang
berkembangnya pendidikan kita. Untuk dapat mengatasi masalah
global yang kompleks dibutuhkan
integrasi sejumlah pengetahuan
dalam upaya mengatasi masalah-masalah sekaligus mencarikan solusi
pemecahan masalah yang besifat multisektoral untuk meningkatkan
keberhasilan yang sudah di capai dengan pendekatan transdisiplin.
2
C. Kurikulum sebagai Perbaikan Kualitas Pendidikan
Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum
merupakan salah satu unsur yang bisa memberikan kontribusi yang
signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi
peserta didik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum, yang
dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan
sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1)
manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi pembangunan
pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sebagai mana diketahui, pemerintah melalui kementerian
pendidikan dan kebudayaan dalam tahun pelajaran 2013/2014 akan
segera
memberlakukan
kurikulum
2013,
pemerintah
perlu
mendapatkan dukungan positif, dengan dilandasi pemikiran bahwa
memang perubahan kurikulum sudah selayaknya dilakukan untuk
merespons transformasi zaman dan kebutuhan abad ke-21 yang
semakin kompleks. Berbagai respons dan sikap ini menandakan
kepedulian dan rasa memiliki yang besar terhadap pembangunan
pendidikan di Indonesia. Kehangatan respons publik, terutama dari
masyarakat pendidikan, merupakan prakondisi menggembirakan
terhadap strategi pembangunan pendidikan nasional jangka panjang.
Sebaliknya,
kecemasan
dan
keraguan
yang
melandasi
berbagai sikap, mulai dari kritik tajam sampai penolakan, menunjukkan
ketidakpercayaan bahwa Kurikulum 2013 merupakan solusi bagi
berbagai masalah pendidikan di Indonesia. Perspektif yang tepat
3
mengenai fungsi, peran, dan konteks kurikulum akan membantu para
pemangku kepentingan sistem pendidikan nasional (baik pendukung
maupun pengkritik) bisa bekerja sama mencapai tujuan bersama
bangsa
ini
melalui
pembangunan
pendidikan,
sambil
tetap
menghormati ruang untuk bisa ”sepakat untuk berbeda dan sepakat
untuk tidak sepakat”.
Sebagai acuan terlaksananya pendidikan nasional, kurikulum
adalah
salah
satu
faktor
penting
yang
dapat
mempengaruhi
kesuksesan proses pembelajaran. Namun sebaik apapun rancangan
yang dimuat didalam kurikulum tidak akan memberikan dampak yang
maksimal jika tidak didukung oleh kesiapan dan kemauan seluruh
stakeholder yang ada di dunia pendidikan tersebut.
D. Peningkatan Profesionalisme Guru
Kualitas profesionalisme guru kita ibarat, Titian reot yang
lemah,
namun
tidak
ada
pilihan
lain
harus
dilewati.
Untuk
mengantarkan peserta didik pada tuntutan menyeberangi jurang
dengan beban kompetensi yang harus dimilikinya hanya titian reot
yang sudah lemah ini harapan mereka satu-satunya. Mengapa titian
reot itu tidak pernah terpikirkan untuk diperbaiki, secara perlahan dan
terus menerus agar menjadi jembatan yang kuat, sehingga bisa
mengantarkan peserta didik sekaligus beban kompetensi yang harus
ada padanya sampai pada tujuannya.
Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu
kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional. Guru
harus memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi
dengan baik, memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
Disisi lain mereka juga harus mematuhi kode etik profesi, memiliki hak
dan kewajiban dalam melaksanakan tugas, memperoleh penghasilan
yang
ditentukan
sesuai
dengan
prestasi
kerjanya,
memiliki
4
kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan,
memperoleh
perlindungan
hukum
dalam
melaksanakan
tugas
profesionalnya, dan memiliki organisasi profesi yang berbadan hokum.
Sangat ironis dengan kondisi guru kita di lapangan, banyak di
antara guru mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan
kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang dimilikinya,
tidak memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas, hal ini
diperparah dengan tidak maksimalnya program pencerdasan guru,
kurangnya dukungan pemerintah pusat dan daerah memberikan
beasiswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi.
Pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan peningkatan
kualitas profesionalisme guru melalui berbagai pelatihan-pelatihan
yang bisa menunjang pelaksanaan proses pembelajaran yang
dilakukannya dikelas. Perhatian tersebut juga tidak terfokus pada
peningkatan profesionalisme guru di daerah perkotaan tetapi guru
didaerah terpencil perlu mendapat sentuhan. Jika profesionalisme guru
benar-benar telah terwujud maka apapun kurikulum yang akan
diberlakukan maka guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi
akan bisa menghadapi tantangan dan tuntutan sesuai dengan
kewajibannya.
Profesionalisme
guru
harus
didukung
dengan
kompetensi yang standar yang harus dikuasai oleh para guru
profesional. Kompetensi tersebut adalah pemilikan kemampuan atau
keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan
sertifikasi keahlian haruslah dipandang perlu sebagai prasarat untuk
menjadi guru profesional. Untuk itu Lembaga Pendidikan yang
memproduk guru professional diharapkan bekerja sinergis dan saling
mengisi dengan lembaga terkait lainnya, tujuannya tidak lain adalah
untuk
mencari
solusi
permasalahan
tentang
kualitas
kualitas
profesionalisme guru.
5
Akhirnya, tuntutan profesionalisme guru harus berbanding lurus
dengan peningkatan kesejahteraan yang layak sebagai penghargaan
bagi usaha dan kerja keras mereka dalam meningkatkan kinerja.
Usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru dengan
sertifikasi melalui portofolio, PLPG, atau pendidikan profesi guru, perlu
ditinjau kembali, tujuannya adalah untuk mengurangi praktek-prakterk
curang dalam pelaksanaannya
apa lagi jika kebijakan tersebut
ditujukan untuk menghambat pemberian kesejahteraan dengan alasan
kurangnya dana dalam merealisasikan kesejahteraan. Hal ini akan
sangat mencederai niat guru dalam mencerdaskan anak bangsa.
E. Kesimpulan
Kebijakan
seharusnya
bisa
pendidikan
menjamin
yang
diputuskan
terlaksananya
oleh
pemerintah
penyelenggaraan
pendidikan yang berkualitas. Kebijakan yang akan diambil tersebut
mempertimbangkan berbagai aspek yang bisa mempengaruhinya,
misalnya aspek budaya, ekonomi, pemerintahan, bahkan aspek sosial
dan politik. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan transdisiplin dalam
mengurai permasalahan sekaligus mencarikan solusi yang tepat untuk
mengatasinya.
Perubahan kurikulum memang perlu dilakukan jika pendidikan
akan berubah kea rah yang lebih baik, Namun sebaik apapun
rancangan yang dibuat dalam perubahan sebuah kurikulum tidak akan
memberikan dampak yang maksimal jika tidak didukung oleh kesiapan
dan kemauan untuk berubah ke arah yang lebih baik dari seluruh
stakeholder yang ada di dunia pendidikan, termasuk peningkatan
profesionalisme guru.
Peningkatan profesionalisme guru harus dibarengi dengan
kebijakan peninmgkatan kesejahteraan guru, tenbtu saja dengan
berbagai kajian-kajian yang muaranya bukan malah menjadikan guru
6
sebagai eksploitasi kebijakan, melainkan sebagai reward untuk
peningkatan kualitas pembelajaran yang telah dilakukannya.
7