DOSA Victoryo Theodorus J Bambung .docx (1)

Nama

: Victoryo Theodorus Jemmy Bambung

Kelompok

: “DOSA”

Kelas

: Teologi Sistematika Semester III

Pokok Masalah?
1. Siapa yang menciptakan dosa?
2. Mengapa Tuhan tidak menghapus

dosa

melainkan

hanya


menebus?
3. Apakah hal yang jahat itu tidak ber-Tuhan?
4. Mengapa kita harus hidup berdampingan dengan kejahatan?
5. Mengapa kita merasa menyesal setelah berbuat dosa dan setelah
menyesal pintu baru untuk berbuat kejahatan terbuka lebar?
6. Setelah dosa kita ditebus dan menerima hidup baru apakah dengan
itu kita sudah benar-benar terlepas dari dosa?
7. Apakah patokan untuk berbuat baik ialah kita merasa berdosa
dulu? Mengapa demikian?

Bab I (Pendahuluan)

1

Definisi Dosa
Dosa adalah pelanggaran cinta kasih terhadap Tuhan atau sesama
yang dapat mengakibatkan terputusnya hubungan antara manusia dengan
Allah.1 Secara etimologis dosa berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata
“Hamartia” yang artinya adalah “tidak mencapai target atau sasaran”. 2

Dosa merupakan hal jahat yang selalu hidup bersama-sama dengan kita,
dimana ada perbuatan baik disitu ada dosa, dimana ada orang saleh disitu
ada orang jahat dan seterusnya si jahat akan tetap ada jika si baik juga
ada. Sebuah kejahatan akan selalu di pandang buruk dan setiap
pandangan buruk itu muncul, kejahatan berkuasa. Memandang buruk
seseorang juga bisa dikatakan bahwa si negatif telah ada. Lantas dengan
demikian Tuhan sangatlah membenci dosa.
Dosa adalah perusak hukum Allah (1 Yoh. 3:4) 3, “setiap orang yang
berbuat

dosa,

melanggar juga

hukum Allah,

sebab

dosa


ialah

pelanggaran hukum Allah.” 4 Tuhan tidak menyukai dosa demikian hal-nya
juga

dengan

melanggar

hukum-Nya,

kita

melakukan

sebuah

kesalahan/pelanggaran dalam hidup. Dalam hal mengabaikan perintah
Tuhan, kita disebut perusak alasannya karena kita tidak mau “taat” lagi.
Ketaatan yang telah Tuhan berikan kepada kita manusia sudah tidak

berlaku lagi sekiranya kita mengingini untuk lepas dari ketaatan tersebut.
Mementingkan diri sendiri, bertindak ceroboh, kemunafikan, itulah yang
selalu membuat kita tergoda untuk melakukan hal-hal tersebut. Dosa
memanglah musuh terbesar manusia namun terkadang kita mau
berteman baik dengan dosa itu sendiri. Pandangan yang salah selalu kita
kemukakan Tuhan itu Maha Mulia, Maha pengampun. Jadi, apapun tindak
kesalahan kita akan diampuni-Nya. Ini sebenarnya pandangan yang
rumpang, belum ada kelanjutannya. Yang kita perlu tahu bahwasanya
WIT.

1 https://id.m.wikipedia.org/wiki/dosa_(Kristen), di akses pada 9 Oktober 2017, 11:19
2 Pesta.org/mdd_pel01, di akses pada 9 oktober 11:26 WIT.
3 Dr. R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), h 114.
4 LAI, (Lembaga Alkitab Indonesia).

2

Tuhan pasti akan mengampuni jika kita mau “mengakui” kesalahan kita.
Namun, kita juga haruslah tidak mengesampingkan bahwa Tuhan penuh
dengan “Hukum-hukum-Nya” yang adil dan setimpal. Siap menanggung

bukan hanya dilakukan oleh Yesus Kristus, melainkan kita juga harus siap
menanggung kesalahan yang telah kita perbuat dengan hukuman yang
akan dijatuhkan oleh-Nya namun dengan cara yang berbeda (Sesuai
ukuran

masing-masing).

Berani

berbuat

berani

mempertanggungjawabkan. Yesus Kristuslah teladan bagi kita, kita
segambar dengan-Nya. Maka patutlah kita berani mengikuti contoh dari
sifat Tuhan kita yang sangat “Bijaksana” itu.

Istilah Dosa
Istilah “dosa” muncul sangat banyak dalam Alkitab, baik dalam
Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. 5 Berikut ini pemakaian

istilah-istilah dosa dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru:
-

Perjanjian Lama
o Hatta : Dosa dalam bahasa Ibrani adalah “hatta”, berarti
“tidak kena atau tidak sampai.” Pengertian tersebut dapat
dihubungkan dengan anak panah yang

“tidak kena”

sasarannya. Dosa menurut istilah ini berarti tidak kena, tidak
sampai, atau menyimpang dari tujuan dan maksud Allah.
Dosa menurut istilah tersebut bukan hanya mencakup
perbuatan dosa, tetapi juga keadaan hati dan maksud hati
yang berdosa (Kejadian 4:7; Keluaran 9:27; Bilangan 6:11;
Mazmur 51:4,6; Amsal 8:36). “Hatta” berarti jauh dan
mengurangi standard dari Tuhan Mahasuci. Allah telah
menetapkan suatu standard yang telah ditetapkan oleh
Allah. Itulah yang disebut dengan “Hatta”. Alkitab memakai
5 Ibid, Pesta.org/mdd_pel01.


3

istilah ini sebanyak 580 kali dalam Perjanjian Lama. Istilah
“Hatta” menjadi sesuatu yang sangat menyedihkan hati
Tuhan, sebab manusia gagal untuk hidup sesuai dengan
standard atau patokan yang telah ditetapkan oleh Tuhan.
o Avon : Dalam bahasa Ibrani, kata yang dipakai adalah
“Avon” yang berarti “bengkok atau diputar”. Dalam hal ini
berarti hati yang bengkok, yang diputar dari yang benar.
Kata tersebut tidak terlalu menjurus kepada perbuatan jahat,
melainkan berkenaan dengan hati dan tabiat yang jahat
(Kejadian

15:16;

Mazmur

32:5;


Yesaya

5:18),

yang

mengakibatkan manusia pantas untuk dihukum.6 Kata “Avon”
sangat

sulit

untuk

diterjemahkan

ke

dalam

bahasa


Indonesia, namun pada akhirnya istilah ini diterjemahkan
sebagai

suatu

perasaan

dalam

diri

manusia

yang

menganggap dirinya cacat atau perasaan di dalam jiwa yang
membuat diri merasa kurang benar, sehingga perlu untuk
menegur diri sendiri.
o Pesha : dalam bahasa Ibrani, kata yang dipakai adalah

“Pesha” yang berarti “melawan yang berhak, melawan
perintah Allah, dan melakukan bidat,” Bidat adalah hasil dari
pikiran yang mencari-cari atau serba ingin tahu; sebenarnya,
bidat adalah tanda bahwa suatu jemaat hidup 7 (Mazmur
51:3; Amsal 28:2). “Pesha juga berarti pelanggaran atas
suatu batas yang sudah ditetapkan tetapi manusia justru
melewati batas itu. Oleh sebab itu, manusia sudah gagal
karena

telah

berjalan

melampaui

batas yang

sudah

ditetapkan oleh Allah. Penyelewengan dari jalan yang telah

Tuhan tetapkan ini disebut dosa.

6 Lihat Hal tentang, “Dosa adalah perusak hukum Allah” di point ke 3, Dr. R. Soedarmo,
Ikhtisar Dogmatika.
7 William Barclay, PEMAHAMAN ALKITAB SETIAP HARI, Wahyu kepada Yohanes, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2006), h 173.

4

-

Perjanjian Baru
o Hamartia : Kata “Hamartia” merupakan istilah dosa yang
sering muncul dalam Perjanjian Baru, kata ini dituliskan
sebanyak 174 kali dalam Perjanjian Baru, dan 71 kali dalam
tulisan-tulisan Paulus. Kata ini tidak hanya mengenai
perbuatan dosa, melainkan juga keadaan hati dan pikiran
yang jahat. Arti dari kata tersebut adalah “manusia ada
dalam keadaan ditipu” (Roma 3:23).
o Adikia : Kata “Adikia” memiliki arti “kejahatan”. Seperti halnya
dalam

1

Yohanes

1:9,

kata

tersebut

diterjemahkan

“kejahatan”. Kata ini muncul dalam 1 Yohanes 5:17 yang
juga diterjemahkan “kejahatan”. Istilah ini menunjuk kepada
suatu keadaan hati dan pikiran yang jahat. Oleh sebab itu
Yohanes berkata bahwa dosa-dosa kita diampuni dan kita
disucikan dari kejahatan. Disucikan disini menurut saya
bukanlah telah bersih sepenuhnya di dalam dosa, melainkan
dibebaskan dengan cara-Nya dan telah diberi anugerah baru
untuk merubah. (dalam artian ini Tuhan memberi kita
“Kesempatan”

kurun

waktu

sampai

pada

akhirnya

penghukuman akan datang terhadap kita yang telah
berbuat).
o Parabasis: Parabasis mengandung arti “menyimpang dari
yang seharusnya.” Kata ini selalu dipakai dalam hal yang
berhubungan dengan pelanggaran terhadap hukum yang
pasti (Roma 4:15). Hukum-hukum Allah menuntut supaya
manusia menaatinya, dan bilamana manusia tidak mau
menaatinya, berarti ia adalah pelanggar hukum dan berdosa.
Dan tentu saja murka Allah akan jatuh ke atasnya (Roma
4:15).
o Anomia : Kata “Anomia” sebenarnya tidak mengandung
pengertian “melanggar hukum dalam suatu perbuatan yang
pasti”, namun kata ini lebih menjurus kepada pengertian

5

“tidak menurut atau tidak memedulikan hukum.” Kata
tersebut menjelaskan tentang keadaan hati.
o Asabeia : kata tersebut mengandung arti “Keadaan fasik”,
yaitu tidak ber-Tuhan. Lebih jauh lagi, kata tersebut
mengandung arti bahwa tabiatnya yang berlawanan dengan
tabiat Allah (Roma 1:8; Yudas 14:15).
o Paraptoma : Arti dari kata ini adalah “tidak berdiri teguh pada
saat

harus

teguh”,

atau

“tidak

sampai

pada

yang

seharusnya” (Matius 6:14,15).
Dosa merupakan tindak lanjut kita untuk merasa sadar diri bahwa
kita tidak bisa lebih dari-Nya. Dengan ini ketertarikan terhadap dosa
sangatlah melekat terhadap manusia.
Banyak pertanyaan mengenai hal ini “dosa” karena kejahatan
bukanlah sesuatu hal yang bisa dibanggakan dan diteladani, namun kita
tidak bisa mengelak dengan kenyataan yang telah berlangsung saat ini.
Bahwasanya dosa merupakan konsumsi kita disaat kita menjauhkan hal
baik yang disekitar kita. Walupun kita menyadari akan keberadaan si baik
namun perasaan ingin melanggar hal baik tersebut sangatlah tinggi. Kita
sebagai manusia tidak ingin menjadi “munafik” namun karena ketidak
inginan itu sendiri membuat kita salah menggunakan anugerah Tuhan
yang telah diberikan.
Bab selanjutnya akan mengupas lebih tentang “Ke-realitaan dosa di
dalam

dunia”

dan

hanyalah

seseorang

ini

(Tuhan)

yang

bisa

meredam/mengurangi tindak kejahatan ini “dosa”.

Bab II (Pembahasan)
Awal Mula Dosa
Nah, sekarang kita harus menjelajah dari awal penciptaan. Manusia
diciptakan Tuhan sempurna dalam segala keterbatasannya. Manusia itu

6

mulia, suci, tidak ada dosa pada manusia. Itu sebabnya manusia
“diciptakan segambar dan serupa dengan Allah” (kejadian 1:26). 8
Pandangan ini sebelum manusia jatuh kedalam dosa.
Segambar dan serupa Allah (Kejadian sebelum manusia jatuh
dalam keberdosaan) dari sini kita disamakan dengan Tuhan itu sendiri.
Yang dimana, Tuhan itu Mahasuci dan Mahamulia. Disini kita dapat
mengetahui bahwa Tuhan “tidak” menciptakan dosa, melainkan dosa
datang/timbul dengan sendirinya terhadap manusia. Tapi, bukan berarti
manusia lah yang menciptakan dosa, kita harus mengerti dulu baik-baik
dosa itu apa? Dosa merupakan sebuah tindak kejahatan/penentangan
akan perintah/hukum Tuhan. Kejahatan akan ada jika kebaikan ada. Jadi
saya mengambil pandangan demikian “ Kejahatan ada saat Kebaikan
telah hilang“ terlihat tumpang tindih dengan pernyataan sebelumnya.
Namun

kalau

kita

analisa

secara

penempatan

kontekstual

hal

(pernyataan) tersebut berbeda. Yang pertama: bermaksud pada jika ada
kebaikan, kejahatan pun akan ada. Dan yang kedua: Dosa akan lebih
mendominasi realita kejahatan,

jika kebaikan hilang. Perbedaannya

sudah kita temukan yang dimana peryataan pertama lebih pada
“penyadaraan kita terhadap penempatan “dosa” itu sendiri, dan yang
kedua lebih kepada keberkuasaan “dosa” jika sudah tidak ada lagi hal
baik. Jadi demikianlah bahwasanya dosa timbul karena ketidakberadaan
hal yang baik. Dan, jika kita telusuri lebih jauh lagi dengan jujur saya
katakan belum saatnya kita mengerti/memahami mengapa “dia” (dosa)
ada. (Roma 11:34) “Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan?
Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?”
Gnostik adalah dari perkataan gnosis= Pengetahuan. Aliran gnostik
mengatakan bahwa Injil itu hanya untuk rakyat jelata, tetapi sejahtera
yang lebih tinggi harus dicari dibelakang Injil. Penyebab sejahtera ialah
pengetahuan (gnosis).
8 Bigman Sirait, Jawaban Inspiratif, (n.p, n.y), h 64.

7

Pandangan ini terang bertentangan dengan pernyataan Tuhan
sendiri.

Firman

Tuhan

dengan

terang

menyatakan

bahwa Allah

menjadikan segala sesuatu dan tidak ada sesuatu pun yang tidak
dijadikannya. Maka benda yang “berdampingan” dengan Tuhan juga tidak
ada.9 Ini memperkuat juga bahwa Tuhan tidak menciptakan dosa tapi
ingat Tuhan menghendaki dosa itu sendiri, Tuhan bukanlah sang pembuat
tapi Dia adalah pengguna. (kalau dia pengguna berarti Dia berdosa? Tidak
Dia tidak berdosa, pandangan ini telah terbantahkan dengan Tuhan Sang
Mahasuci, hidup dengan kesalehan) Pengguna disini berarti bukan
“pemakai” melainkan pengontrol. Seperti kejadian pada Ayub, Tuhan
menghendaki Iblis untuk mencobai Ayub tapi tidak dengan nyawanya. Dan
dengan hal ini, Tuhan menghendaki dosa. Saya dapat mengambil
pandangan demikian “Selama Tuhan menghendaki dosa, maka, dosa
merupakan hukuman dari Tuhan” saya berani mengambil pandangan
demikian karena dengan adanya Tuhan, adanya dosa kita dibuat terus
melakukan penyangkalan terhadpa diri sendiri. Yang dimana, rasa
bersalah selalu ada didalam diri seusai melakukan perbuatan jahat. Dan
disini jelaslah sudah bahwa Tuhan menghendaki dosa untuk menghukum
manusia dengan dosa yang telah manusia lakukan (kembali lagi, sesuai
ukuran perbuatan masing-masing). Tuhan sang “pengontrol” dia akan
tetap melihat setiap tindakan yang kita ambil didalam dunia ini. Dia
memang menebus kita atas kesalahan yang telah diperbuat namun Dia
juga menurut saya “Tidak mau munafik” dia menghukum manusia secara
adil. Untuk apa dia “pengasih dan panjang sabar” untuk apa berbuat
demikian? (menghukum) pertanyaan ini akan dijawab, karena Ia
mengasihi kita maka Ia berbelas kasihan untuk memberi pelajaran
terhadap kita yang telah melanggar. “Dari dosa kita mencari kebenaran”.
Hidup penuh dengan pengajaran begitu pula dengan Tuhan yang adalah
sang Rabi (guru) sejati bagi kita.

9 Ibid, Soedarmo, h 149.

8

Waktu paling tepat untuk kita mengingat kembali akan Dia adalah
disaat kita sakit, mengalami pergumulan. Sering kita mengeluh, mengapa
Tuhan

memberikan

banyak

pergumulan

terhadap

saya.

Namun

memanglah seringkali kita melakukan hal tersebut, tapi ingat “Tujuan” dari
itu apa? Untuk mendekatkan kita lagi terhadap Tuhan dengan kita, karena
kita telah menyeleweng dari pandangan-Nya. Buat apa kita kuatir,
bergumul

kalau

tujuannya

ialah

untuk

lebih

dekat

dengan-Nya.

Seharusnya itu menjadi sukacita bukan pengeluhan. Dari sini kita bisa
lihat bahwa Tuhan itu Mahabesar ia bisa mengontrol kita kapan saja,
apalagi dosa. Tuhan tidak bergaul dengan setan makannya Tuhan
membenci dosa dan sangat berkuasa atas itu. Dan tidaklah mungkin
Tuhanlah yang menciptakan dosa. Tapi kalau kita bertanya, lantas siapa
yang menciptakan dosa? Hal ini pada akhirnya tidak ada titik
penyelesaian/jawaban yang pasti atas pertanyaan tersebut. Bahwa kita
kembali lagi pada yang tertulis dalam Kitab Roma 11:33 “ 0, alangkah
dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak
terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalanjalanlNya”. Ini menyadarkan bahwa kita, manusia sangatlah terbatas
mana mungkin akan lebih dari Tuhan yang tidak mempunyai batasan
(Tidak terbatas untuk akal dan pikiran).
Pandangan Teoritis terhadap Dosa
Menurut William Barclay, “dosa” adalah kematian akan semua hal
indah. Hal mengerikan dari dosa ialah dapat mengubah hal indah menjadi
buruk. Melalui dosa, gairah untuk mencapai yang tertinggi berubah
menjadi kecanduan akan kekuasaan; keinginan melayani berubah
menjadi mabuk ambisi;hasrat mengasihi berubah menjadi nafsu berahi. 10
Augustinus; Dosa adalah realitas yang tidak dapat dihindarkan
manusia, namun manusia tetap harus bertanggung jawab. 11 Menjadi
realitas yang tidak dapat dihindarkan sekiranya ini membuat pikiran kita
10 Ibid, William Barclay, h 173.

9

terbuka bahwasannya kita tidak bisa lepas dari dosa dan sudah pasti akan
selalu hidup berdampingan dengan dosa. Sebab yang kita tahu bahwa
Adam telah menjadi teladan dosa bagi segenap manusia yang ada
dibumi. Dan kita sudah tidak bisa menyangkal lagi kalau kita hidup dalam
naungan dosa dari Adam (dosa warisan).
Sebab itu Rasul Paulus dapat berkata:

Karena seorang, dosa

masuk kedalam dunia (Roma 5:12).12

11 Dr. Theol. Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), h
101.
12 Ibid, R. Soedarmo, h 156.

10