PERAN PENTING LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSU

PERAN PENTING LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM
MELINDUNGI KONSUMEN DI INDONESIA
Suwardi, S.H., M.H.
suwardi.amri@gmail.com
STIH Muhammadiyah Kotabumi Lampung

Abstrak
Lembaga perlindungan Konsumen baik yang dibentuk oleh pemerintah
maupun yang dibentuk langsung oleh masyarakat tetap memiliki peranan penting
dalam perlindungan konsumen terutama dalam memastikan bahwa hak-hak bagi
konsumen dapat terpenuhi dengan baik, yakni Hak Atas Kenyamanan,
Keselamatan dan Keamanan, hak untuk memilih, hak atas informasi, Hak Untuk
Didengar Pendapat dan Keluhannya, Hak Untuk Mendapatkan Advokasi, Hak
Untuk Mendapat Pendidikan, Hak Untuk Tidak Diperlakukan Secara
Diskriminatif, Hak Untuk Mendapatkan Ganti Rugi serta Hak Yang Diatur Dalam
Peraturan Perundang-undangan Lainnya.
Kata Kunci: Lembaga Perlindungan Konsumen

1. PENDAHULUAN
Di Era globalisasi dan teknologi informasi secara langsung telah
mengubah tatanan perekonomian dan komunikasi masyarakat secara menyeluruh.

Arus barang/jasa serta informasi semakin bebas, bahkan informasi yang
merugikan sulit dibendung.
Kebebasan arus barang/jasa dan informasi bisa menguntungkan
konsumen karena menambah banyaknya pilihan dan info di pasar. Namun, di sisi
lain bisa memberi dampak negatif apabila konsumen tidak bisa mengendalikan
diri.
Makin maraknya penyebaran hoaks (berita bohong) menambah
kebingungan
konsumen.
Perkembangan
teknologi
informasi
yang
mentransformasi sistem perdagangan secara daring (online) atau dikenal e-dagang
atau e commerce merupakan produk kebebasan yang juga mewarnai pasar saat ini.
Namun, Undang-Undang yang mengaturnya belum siap. Sistem perdagangan
global telanjur menyatu dengan kebebasan informasi, bisa jadi merugikan
produsen ataupun konsumen.
Seiring perjalanan waktu serta persaingan ekonomi yang semakin
meningkat yang dilakukan oleh manusia itu sendiri dalam melakukan hal yang

kurang sportif menyebabkan banyak konsumen merasa dirugikan akibat produk
yang dibuat oleh produsen semakin berkurang kualitasnya ataupun penipuan
terhadap konsumen yang dilakukan oleh produsen. Maka melihat hal–hal tersebut
dibuatlah badan perlindungan konsumen.
Persoalan konsumen ternyata tidak pernah berhenti dari waktu ke waktu,
bahkan terasa semakin kompleks. Berbagai perubahan sosial, ekonomi,
pengetahuan, teknologi, juga politik; jelas menimbulkan perubahan dalam pola,
jenis, dan bobot permasalahan dan keluhan konsumen.
Semakin terbukanya pasar akibat dari proses mekanisme pasar yang
berkembang adalah suatu hal yang tidak dapat dielakkan. Tidak jarang dalam
transaksi ekonomi sering terjadi permasalahan yang menyangkut persoalan
sengketa dan ketidakpuasan konsumen akibat barang atau jasa yang tidak
memenuhi standar bahkan ada yang membahayakan bagi konsumen itu sendiri.
Karenanya adanya jaminan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian
atas mutu, jumlah dan keamanan atas barang dan jasa diperoleh di pasar menjadi
sangat penting.
Kondisi konsumen yang banyak dirugikan memerlukan peningkatan upaya
untuk melindunginya, sehingga hak-haknya dapat ditegakkan. Namun di sisi lain,
perlindungan tersebut harus juga melindungi eksistensi produsen yang sangat
esensial dalam perekonomian negara. Oleh karena itu, diperlukan perundangundangan yang dapat melindungi kedua belah pihak.

Secara umum kelemahan konsumen disebabkan oleh ketidaktahuan
terhadap hak yang seharusnya mereka terima dalam membeli produk barang
maupun jasa maupun kewajiban yang seharusnya dilaksanakan sebagai konsumen
yang baik, tetapi seseorang atau instansi yang menghasilkan produk dan jasa juga
harus tanggap terhadap hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. 1 Pengertian
konsumen sendiri adalah orang yang mengkonsumsi barang atau jasa yang
tersedia dimasyarakat baik untuk digunakan sendiri ataupun orang lain dan tindak
untuk diperdagangkan.
Adanya lembaga perlindungan konsumen sedikit banyak akan membantu
untuk melindungi konsumen akhir atau pemakai serta untuk melindungi barang
dan jasa baik swasta maupun instansi pemerintah dengan menjunjung tinggi asas
keadilan bagi konsumen.
2. PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Perkembangan Lembaga Perlindungan Konsumen
Perkembangan hukum konsumen di dunia berawal dari adanya gerakan
perlindungan konsumen pada abad ke-19, terutama ditandai dengan munculnya
gerakan konsumen yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Gelombang pertama

terjadi pada tahun 1891, yaitu ditandai dengan terbentuknya Liga Konsumen di
New York dan yang pertama kali di dunia. Baru tahun 1898, di tingkat nasional
AS terbentuk Liga Konsumen Nasional (The National Consumer’s League). Ada
banyak hambatan yang dihadapi oleh organisasi ini, meski demikian, pada tahun
1906 lahirlah Undang-Undang tentang perlindungan konsumen, yaitu The Meat
Inspection Act dan The Food and Drugs Act (pada tahun 1938, UU ini
diamandemen menjadi The Food, Drug and Cosmetics Act karena adanya
tragedi Elixir Sulfanilamide yang menewaskan 93 konsumen di AS tahun 1937).2
Hukum konsumen berkembang lagi pada tahun 1914, yang ditandai
sebagai gelombang kedua dan terbentuk komisi yang bergerak dalam bidang
perlindungan konsumen, yaitu Federal Trade Comission (FTC). Keberadaan
program pendidikan konsumen mulai dirasakan perlu sekali untuk menumbuhkan
kesadaran kritis bagi para konsumen. Maka pada dekade 1930-an mulai gencar
dilakukan penulisan buku- buku tentang konsumen dan perlindungan konsumen,
yang juga dilengkapi dengan riset-riset yang mendukungnya.
Gelombang ketiga terjadi pada dekade 1960-an, yang melahirkan era
hukum perlindungan konsumen dengan lahirnya suatu cabang hukum baru, yaitu
hukum konsumen (consumers law). Hal ini ditandai dengan pidato Presiden AS
ketika itu, John F. Kennedy, di depan Konggres AS pada tanggal 15 Maret 1962
tentang “A Special Message for the Protection of Consumer Interest” atau yang

lebih dikenal dengan istilah “Deklarasi Hak Konsumen” (Declaration of
Consumer Right).
Jika diamati, sejarah gerakan perlindungan konsumen bermula dari kondisi
di Amerika Serikat. Perlindungan hak-hak konsumen dapat berjalan seiring
dengan perkembangan demokrasi yang terjadi dalam suatu negara. Negara
demokrasi mengamanatkan bahwa hak-hak warga negara, termasuk hak-hak
konsumen harus dihormati. Ada posisi yang berimbang antara produsen dan
konsumen, karena keduanya mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum.
1 Pasal 1 angka 1, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
2 Erna Widjajati, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, Wafi Media Tama, Tangerang
Selatan, 2015, hal. 12

Beberapa negara mulai membentuk semacam Undang-Undang perlindungan
konsumen, yaitu sebagai berikut:
a. Amerika Serikat: The Uniform Trade Practices and Consumer Protection
Act (UTPCP) tahun 1967, yang kemudian diamandemen pada tahun 1969 dan
1970; Unfair Trade Practices and Consumer Protection (Lousiana) Law,
tahun 1973.
b. Jepang: The Consumer Protection Fundamental Act (tahun 1968).
c. Inggris: The Consumer Protection Act, tahun 1970, yang diamandemen pada

tahun 1971.
d. Kanada: The Consumer Protection Act dan The
Amandment Act (tahun 1971).
e. Singapura: The Consumer Protection
Requirement Act), tahun 1975.

(Trade

Consumer

Protection

Description

and Safety

f. Finlandia: The Consumer Protection Act (tahun 1978).
g. Irlandia: The Consumer Information Act (tahun 1978).
h. Australia: The Consumer Affairs Act (tahun 1978).
i. Thailand: The Consumer Act (tahun 1979).3

B. Lembaga Perlindungan Konsumen di Indonesia
Masalah perlindungan konsumen di Indonesia baru mulai terjadi ada
decade 1970-an. Hal ini ditandai dengan berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) pada bulai Mei 1973. Ketika itu gagasan perlindungan
konsumen disampaikan secara luas kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan
advokasi konsumen, seperti pendidikan, pengujian, pengaduan dan publikasi
media konsumen.
Terkait kelembagaan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)
mengamanatkan tidak kurang dari tiga macam kelembagaan yang dapat berperan
dalam perlindungan konsumen. Pertama, tentu saja organisasi konsumen, yang
dalam UUPK disebut sebagai Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat (LPKSM). Kenapa perlu untuk disebutkan pertama? Karena jauh
sebelum UUPK ini disahkan, organisasi konsumen sudah terbentuk terlebih
dahulu.4
YLKI yang berlokasi di Jakarta, merupakan organisasi yang pertama,
selanjutnya diikuti dengan organisasi konsumen lain di berbagai daerah, seperti:
Yogyakarta, Medan, Makassar, Bandung, Surabaya dan kota lainnya. Tanpa
bermaksud menyombongkan diri, YLKI merupakan penggagas dan membidani
lahirnya UUPK. Tidak tanggung-tanggung, gagasan ini secara historis telah mulai
disuarakan sejak 1975-an.

3 Ibid
4 http://ylki.or.id/2016/12/pelembagaan-perlindungan-konsumen/ diakses pada 07 Nopember
2017

Sebelum UUPK disahkan, paling tidak baru ada sekitar belasan organisasi
konsumen di Indonesia. Namun setelah UUPK – yang mendorong dibentuknya
LPKSM di daerah tingkat II (kabupaten/kota), saat ini sudah hampir 300-an
LPKSM yang tercatat di Direktorat Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga,
Kementerian Perdagangan RI. Tentu saja dari 300-an LPKSM ini masih perlu
dilihat kembali berapa yang masih aktif dan berapa yang sudah “menghilang”.
Kedua, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Badan ini
seharusnya menjadi institusi independen yang paling tinggi dan bergengsi dalam
bidang perlindungan konsumen. Bertanggung jawab langsung pada Presiden,
BPKN berperan dalam menentukan arah dan kebijakan perlindungan konsumen di
Indonesia. Kenyataannya, belum cukup terlihat hasil nyata sepak terjangnya bagi
perlindungan konsumen Indonesia. Hal ini disebabkan kewenangannya yang
sebatas memberi saran dan pertimbangan pada pemerintah.
Dan, ketiga, adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Institusi ini juga didorong untuk dibentuk di daerah tingkat II (kabupaten/kota),
sebagai alternatif tempat penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Badan ini

seharusnya mempunyai kewenangan cukup untuk menghasilkan keputusan final
bagi konsumen, dan pelaku usaha wajib melaksanakan putusan yang telah
ditetapkan. Kenyataannya, BPSK ternyata tidak kuasa memaksa pelaku usaha
yang bermasalah untuk datang memenuhi panggilan. Dan putusan BPSK pun
tidak otomatis berkekuatan hukum tetap. Tetap saja harus disahkan terlebih dahulu
oleh Pengadilan Negeri setempat.5
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebagai lembaga yang
memperjuangkan hak-hak konsumen setelah kemerdekaan di Indonesia, memulai
aksinya melalui advokasi konsumen. Lembaga ini secara popular sering
dipandang sebagai perintis advokasi konsumen di Indonesia sejak tahun 1973
karena keberadaan YLKI membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atas
hak-hak konsumen. Bahkan lembaga ini tidak sekadar melakukan penelitian atau
pengujian, penerbitan, dan menerima pengaduan, tetapi sekaligus juga
mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan.6
Namun jika dibandingkan dengan ketentuan PBB, gerakan di Indonesia
melalui YLKI termasuk cukup responsif terhadap keadaan karena mampu
mendahului Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (Ecosoc) No. 2111 Tahun
1978 tentang Perlindungan Konsumen.7
C. Azas Perlindungan Konsumen
Pasal 2 UU No 8 Tahun 1999 merumuskan bahwa azas Perlindungan Konsumen

adalah:
1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan;
5 Ibid
6 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2013, hal.
37
7 Adrian Sutedi, Tanggungjawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia
Indonesia, Bandung 2008, hal. 36

2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal
dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil
3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelakuusaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas
keamanan dankeselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian
dan pemanfaatan barangdan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati
hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan

konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
Kesadaran konsumen akan hakhaknya masih rendah, hal ini dipengaruhi
beberapa faktor, seperti tingkat pendidikan yang belum memenuhi standar wajib
karenanya belum dapat dianggap sebagai konsumen yang cerdas. Undang-Undang
Perlindungan Konsumen dimaksudkan untuk menjadi landasan hukum yang kuat
bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk
melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pendidikan dan pembinaan
konsumen. Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak gampang menyadarkan
pelaku usaha yang telah mendarah daging berpegang teguh dengan prinsipnya,”
mengeluarkan barang atau modal minimal tetapi mendapatkan keuntungan yang
semaksimal mungkin. Konsisi ini sangat potensial merugikan kepentingan
konsumen secara langsung maupun tidak langsung
D. Peran Penting Lembaga Perlindungan Konsumen Dalam Melindungi
Konsumen Di Indonesia
Di dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dinyatakan bahwa dalam rangka mengembangkan upaya
perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Berangkat dari ketentuan Pasal ini, dapat diketahui bahwa Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) diadakan untuk mengembangkan
upaya perlindungan konsumen di Indonesia. Istilah “mengembangkan” yang
digunakan di dalam rumusan Pasal ini, menunjukkan bahwa BPKN dibentuk
sebagai upaya untuk mengembangkan perlindungan konsumen yang sudah diatur
dalam pasal yang lain, khususnya pengaturan tentang hak dan kewajiban
konsumen dan pelaku usaha, pengaturan larangan-larangan bagi pelaku usaha
dalam menjalankan bisnisnya, pengaturan tanggung jawab pelaku usaha, dan
pengaturan penyelesaian sengketa perlindungan konsumen.8
Meskipun namanya perlindungan konsumen, BPKN berperan juga
melindungi produsen secara berimbang dengan konsumen. Kedudukan BPKN
sangat strategis dalam mewujudkan perlindungan konsumen secara
berkelanjutan.9
8 Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Revisi, PT.
RajaGrafindo Persada Jakarta, 2015. Hal.199

Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan
saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan
perlindungan konsumen di Indonesia.10
Fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam
upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia dapat terjadi dalam
berbagai bentuk dan tidak terbatas pada penyusunan kebijakan di bidang
perlindungan konsumen.11
Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah adalah badan yang
dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen. BPKN
mempunyai tugas:
1. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka
penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen;
2. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;
3. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut
keselamatan konsumen;
4. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat;
5. menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan
konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
6. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat,
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau Pelaku
Usaha; dan
7. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.12
BPKN diharapkan menjadi mediator dalam penyelesaian kerugian yang
dialami siapa pun. BPKN awalnya memang fokus di bidang ekonomi. Perannya
sangat strategis dalam mewujudkan kesetaraan produsen dan konsumen dalam
pembangunan ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Juga sangat relevan dengan
situasi saat ini, dalam mencari solusi makin maraknya hoaks sehingga pemerintah
bisa fokus menjalankan tugas rutin lainnya. Pemberdayaan lembaga yang ada
sesuai UU menjadi solusi terbaik daripada membentuk lembaga adhoc sebagai
reaksi sesaat. Rencana Satuan Tugas Anti-Hoax belum tentu bisa menyelesaikan
masalah secara berkelanjutan karena perlu disiapkan mekanisme hukumnya.
BPKN harus merekomendasikan dan mendorong komitmen kuat pemerintah
(pusat maupun daerah) untuk menjadikan perlindungan konsumen serta
kesetaraan produsen-konsumen jadi pilar utama pembangunan ekonomi;
sinkronisasi antar-pemangku kepentingan; menjadikan BPKN pusat solusi atas
pengaduan konsumen dan sekaligus pusat informasi dan acuan tentang
perlindungan konsumen. Juga mendorong pengawasan dan penegakan hukum
dalam rangka perlindungan konsumen sehingga memberi kepastian hukum dan
usaha. Di beberapa negara, misalnya, pemerintahnya menyiapkan regulasi yang
9
http://nasional.kompas.com/read/2017/02/16/19080071/
urgensi.badan.perlindungan.
konsumen, diakses pada 7 Nopember 2017
10 Pasal 33 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
11 Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, op.cit., hal. 201
12 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 Tentang Badan Perlindungan Konsumen
Nasional

memberikan sanksi bagi penyelenggara komunikasi jika ada hoaks yang disebar
melalui jasanya.13
Disamping BPKN pemerintah juga mengakui adanya lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat. Lembaga perlindungan yang dibentuk oleh
masayarakat ini harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) tetap harus
didaftarkan dan mendapat pengakuan dari pemerintah, dengan tugas-tugas yang
masih harus diatur dengan Peraturan pemerintah.
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) memiliki
kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.14
Kehadiran LPKSM dalam suatu Negara sangat penting untuk memberikan
perlindungan terhadap konsumen.15 LPKSM sebagai arus bawah yang kuat dan
tersosialisasi secara luas di masyarakat dan sekaligus secara refresentatif dapat
menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen. Arus bawah tersebut
sebelum diundangkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen diperankan oleh
Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI). Sebalikya, BPKN
sebagai arus atas memiliki kekuasaan yang secara khusus diberikan undangundang untuk mengurusi perlindungan konsumen.16
Tugas LPKSM meliputi kegiatan:
a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan
kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan
konsumen;
d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima
keluhan atau pengaduan konsumen;
e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen.17
Di dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dikatakan bahwa dalam
membantu konsumen untuk memperjuangkan haknya, LPKSM dapat melakukan
advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan haknya
secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok.18
Dalam PP LPKSM tersebut Tidak dijelaskan secara rinci bagaimana bentuk
advokasi yang dimaksud, apakah dalam bentuk memberikan jasa hukum
sebagaimana halnya advokat di persidangan atau tidak. Namun jika diiakitkan
13http://nasional.kompas.com/read/2017/02/16/19080071/urgensi.badan.perlindungan.konsum
en, diakses pada 7 Nopember 2017
14 Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
15 Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, op.cit., hal. 221
16 Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, Ibid
17 Pasal 44 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen
18 Pasal 7 PP Nomor 59 tahun 2011 tentang LPKSM

dengan UU Nomor 18 tahun 2003 tentang Adovakt, dinyatakan bahwa jasa hukum
hanyalah diberikan oleh orang yang memang berprofesi sebagai advokat
sebagaimana yang disebut dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 18 Tahun
2003 tentang Advokat yang berbunyi:
“Jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi
hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela,
dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.”19
Akan tetapi, LPKSM ini diberikan hak oleh undang-undang untuk
melakukan gugatan atas pelanggaran pelaku usaha. Sebagaimana dinyatakan di
dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c UU Perlindungan Konsumen. Bahwa gugatan atas
pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau
yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan
didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan
konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
Peran Lembaga Perlindungan Konsumen Dalam hal ini, lembaga yang
bergerak di bidang perlindungan konsumen menjadi sangat penting, dan peranperan ini diakui oleh pemerintah. Lembaga perlindungan konsumen yang secara
swadaya didirikan masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam
mewujudkan perlindungan konsumen.
Lembaga perlindungan konsumen berperan untuk menyebarkan informasi
dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian
konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa, memberikan nasihat kepada
konsumen yang memerlukannya, serta bekerja sama dengan instansi terkait dalam
upaya mewujudkan perlindungan konsumen, membantu konsumen dalam
memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen,
melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
menyebutkan tiga lembaga yakni Badan Perlindungan Konsumen Nasional
(BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).Perbedaan di antara ketiganya
terletak pada beberapa hal, yakni BPKN dengan LPKSM sebenarnya sebuah
lembaga yang sama namun inisiatif pembentukannya, LPKSM berasal dari arus
bawah (buttomup) sedangkan BPKN inisiatif pembentukannya dari arus atas
(top down). 20
Arus bawah yakni pembentukan lembaga yang diprakarsai dan lebih
banyak dijalankan oleh rakyat biasa, bukan para pejabat atau petinggi negara.
Sehingga pergerakan kegiatannya banyak yang berbentuk menghimpun data dan
fakta untuk selanjutnya diajukan kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti.
Sedangkan arus atas lebih banyak dimainkan oleh para pejabat atau pegawai resmi
pemerintahan, selain didirikan oleh pemerintah melalui pejabat yang berwenang.
Pergerakan kegiatannya banyak yang berupa penghasilan barang jadi semisal
19 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
20 Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, op.cit., hal. 21

aturan-aturan atau keputusan-keputusan yang digulirkan kepada rakyat bawah.
Atau lebih gamblangnya bisa kita pinjam istilah Santoso dengan menyebutnya
lembaga plat merah dan lembaga plat hitam.21
Bila kita perhatikan kembali fungsi dan tugasnya, BPKN secara khusus
sebagai pelindung konsumen masuk dalam bagian struktur kekuasaan yang
menunjukan semakin besar pengaruh dan power yang dimiliki untuk melindungi
konsumen. Dan dari arus bawah LPKSM sebagai lembaga konsumen yang
tersosialisasi secara luas di masyarakat dan sekaligus secara representatif dapat
menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen.22
Sedangkan dengan BPSK selain sebagai “lembaga plat merah” lebih
kepada fusngsinya untuk membantu konsumen dalam hal meyelesaikan sengketa
yang sudah terjadi. BPSK ini lebih dikhususkan kepada gugatan secara
perorangan, sedangkan gugatan secara kelompok (class action) dilakukan melalui
peradilan umum.23
BPSK ialah pengadilan khusus konsumen (small claim court) yang sangat
diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses berperkara berjalan
cepat, sederhana, dan mudah. Dengan demikian, BPSK hanya menerima perkara
yang nilai kerugiannya kecil.24
Namun demikian Lembaga perlindungan Konsumen baik “lembaga plat
merah” maupun yang dibentuk langsung oleh masyarakat tetap memiliki peranan
penting dalam perlindungan konsumen terutama dalam memastikan bahwa hakhak bagi konsumen dapat terpenuhi dengan baik. Adapun hak-hak tersebut adalah:
1) Hak Atas Kenyamanan, Keselamatan dan Keamanan
Bagi konsumen hak ini harus mencakup aspek kesehatan secara fisik, dan dari
perspektif keyakinan/ajaran agama tertentu.
2) Hak Untuk Memilih
Merupakan kebebasan konsumen dalam memilih barang dan jasa yang
dibutuhkan. Oleh karena itu, barang yang beredar di pasar haruslah terdiri
dari beberapa merek untuk suatu barang, agar konsumen dapat memilih.
3) Hak Atas Informasi
Bisa dipenuhi dengan cara antara lain, melalui diskripsi barang menyangkut
harga dan kualitas atau kandungan barang dan tidak hanya terbatas informasi
pada satu jenis produk, tetapi juga informasi beberapa merek untuk produk
sejenis, dengan demikian konsumen bisa membandingkan antara satu merk
dengan merk lain untuk produk sejenis.
4) Hak Untuk Didengar Pendapat dan Keluhannya
Ada dua instrumen dalam mengakomodir hak untuk didengar: Pertama,
Pemerintah melalui aturan hukum tertentu dalam bentuk hearing secara
terbuka dengan konsumen; Kedua, melalui pembentukan organisasi
konsumen swasta dengan atau tanpa dukungan pemerintah. Hak untuk
didengar menuntut adanya organisasi konsumen yang mewakili konsumen.
21 Ibid, hal 17
22 Ibid, hal 199
23 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
hal. 126
24 Ibid

5) Hak Untuk Mendapatkan Advokasi
Dengan hak ini, konsumen mendapat perlindungan hukum yang efektif dalam
rangka mengamankan implementasi ketentuan perlindungan konsumen dan
menjamin keadilan sosial.

6)

7)

8)

9)

3.

Hak ini dapat dipenuhi dengan cara :
1. Konsultasi hukum, diberikan pada konsumen menengah ke bawah.
Bentuk kegiatan ini dapat dilakukan oleh organisasi konsumen dan atau
instansi pemerintah yang mengurusi perlindungan konsumen;
2. Menggunakan mekanisme tuntutan hukum secara kolektif (class action);
3. Adanya keragaman akses bagi konsumen individu berupa tersedianya
lembaga penyelesaian sengketa konsumen, baik yang didirikan oleh
pemerintah berupa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di
setiap pemerintah kota / kabupaten.
Hak Untuk Mendapat Pendidikan
Definisi dasar hak ini adalah konsumen harus berpendidikan secukupnya,
dapat dilakukan baik melalui kurikulum dalam pendidikan formal maupun
melalui pendidikan informal yang dilakukan oleh lembaga swadaya
masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan konsumen. Pemenuhan hak
untuk mendapat pendidikan juga menjadi kontribsi dan tanggung jawab
pelaku usaha.
Hak Untuk Tidak Diperlakukan Secara Diskriminatif
Tindakan diskriminatif secara sederhana adalah adanya disparitas, adanya
perlakukan yang berbeda untuk pengguna jasa/produk, dimana kepada
konsumen dibebankan biaya yang sama. Oleh karena itu adanya pelaku usaha
yang menyediakan beberapa sub kategori pelayanan dengan tarif yang
berbeda-beda, susuai dengan tarif yang dibayar konsumen tidak dapat
dikatakan diskriminatif.
Hak Untuk Mendapatkan Ganti Rugi
Mendapatkan ganti rugi harus dipenuhi oleh pelaku usaha atas kerusakan,
pencemaran dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan si pelaku usaha tersebut.
Bentuk ganti rugi dapat berupa :
1. pengembalian uang;
2. penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya; 3)
perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan (pasal 19 Ayat (2)
UUPK).
Hak Yang Diatur Dalam Peraturan Perundang-undangan Lainnya
Selain hak-hak yang ada dalam UU Perlindungan Konsumen, dalam UU lain
juga diatur hak-hak konsumen, seperti UU Kesehatan. Oleh karena itu
dimungkinkan adanya hak konsumen tambahan sesuai dengan tipikal sektor
masing-masing.
Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa Lembaga perlindungan Konsumen baik yang dibentuk oleh
pemerintah maupun yang dibentuk langsung oleh masyarakat tetap memiliki
peranan penting dalam perlindungan konsumen terutama dalam memastikan

bahwa hak-hak bagi konsumen dapat terpenuhi dengan baik, yakni Hak Atas
Kenyamanan, Keselamatan dan Keamanan, hak untuk memilih, hak atas
informasi, Hak Untuk Didengar Pendapat dan Keluhannya, Hak Untuk
Mendapatkan Advokasi, Hak Untuk Mendapat Pendidikan, Hak Untuk Tidak
Diperlakukan Secara Diskriminatif, Hak Untuk Mendapatkan Ganti Rugi serta
Hak Yang Diatur Dalam Peraturan Perundang-undangan Lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat.
Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2011 tentang Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat
Buku
Adrian Sutedi, Tanggungjawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen,
Ghalia Indonesia, Bandung 2008
Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Revisi,
PT. RajaGrafindo Persada Jakarta, 2015
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika,
Jakarta, 2009
Erna Widjajati, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, Wafi Media Tama,
Tangerang Selatan, 2015
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta 2013
Lainnya
http://ylki.or.id/2016/12/pelembagaan-perlindungan-konsumen/ diakses pada 07
Nopember 2017
http://nasional.kompas.com/read/2017/02/16/19080071/urgensi.badan.perlindunga
n.konsumen, diakses pada 7 Nopember 2017