ASURANSI syariah dan asuransi konvension (19)

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah
Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan,
baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian.
Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau
persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya.
Jadi setiap orang dapat mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat
diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup
atau

selama

jangka

waktu

tertentu

yang


dtetapkan

dalam

perjanjian.

Pihak-pihak yang mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut penanggung dan
tertanggung. Penanggung dengan menerima premi memberikan pembayaran, tanpa
menyebutkan kepada orang yang ditunjuk sebagai penikmatnya.
Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundangundangan dan perusahaan peasuransian. Istilah perasuransian berasal kata “asuransi”
yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang
menimbulkan kerugian. Dalam pengertian “perasuransian” selalu meliputi dua jenis
kegiatan, yaitu usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Perusahaan
perasuransian selalu meliputi perusahaan asuransi dan penunjang asuransi.
Perusahaan asuransi adalah jenis perusahaan yang menjalankan usaha asuransi.
Usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat
melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota
masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena
suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.

Pengertian Asuransi bila di tinjau dari segi hukum merupakan asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih dimana pihak
tertanggung mengikat diri kepada penanggung, dengan menerima premi-premi Asuransi
untuk memberi penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang di harapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan di derita tertanggung karena suatu peristiwa yang tidak pasti,
atau untuk memberi pembayaran atas meninggal atau hidupnya seseorang yang di
pertanggungkan.

1 | Page

Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance, dan secara aspek hukum
telah dituangkan dalam Kitab Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246, “Asuransi
adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya
karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang
mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang taktentu.”
Selain dalam KUHD pasal 246, juga dalam Undang – undang asuransi No. 2
tahun 1992 pasal 1 disebutkan Äsuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan

menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian,kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu peristiwa pembayaran yang
didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Pengertian lain, seperti dari Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum
asuransi di Indonesia memberi pengertian asuransi sebagai berikut : “suatu persetujuan
dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima
sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang
dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas”.
Robert I. Mehr dan Emerson Cammack, dalam bukunyaPrinciples of Insurance
menyatakan bahwa suatu pengalihan risiko (transfer of risk) disebut asuransi.
D.S. Hansell, dalam bukunya Elements of Insurance menyatakan bahwa asuransi
selalu berkaitan dengan risiko (Insurance is to do with risk).
Dalam asuransi konvensional perusahaan asuransi disebut Penanggung,
sedangkan orang yang membeli produk Asuransi disebut Tertanggung atau Pemegang
Polis, Tertanggung membayar sejumlah uang yang disebut premi untuk membeli produk
yang disediakan oleh perusahaan asuransi . Premi asuransi yang dibayarkan oleh
Tertanggung menjadi pendapatan perusahaan Asuransi, dengan kata lain terjadi
perpindahan kepemilikan dana premi dari Tertanggung kepada Perusahaan Asuransi. Bila

Tertanggung mengalami risiko sesuai dengan yang tertuang dalam kontrak asuransi, maka
Perusahaan Asuransi harus membayar sejumlah dana yang disebut Uang Pertanggungan
kepada Tertangggung atau yang berhak menerimanya. Sebaliknya bila sampai akhir masa
kontrak

Tertanggung

tidak

mengalami

risiko

yang
2 | Page

diperjanjikan maka kontrak Asuransi berakhir maka semua hak dan kewajiban kedua
belah pihak berakhir. Dari proses diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi perpindahan
risiko financial yang dalam istilah asuransi disebut dengan transfer of risk dari
Tertanggung kepada Penanggung.

Contoh, ketika seseorang membeli polis asuransi kebakaran untuk rumah tinggal
dia akan membayar uang (premi) yang telah ditentukan oleh perusahaan asuransi, disaat
yang sama perusahaan asuransi akan menanggung risiko finansial bila terjadi kebakaran
atas rumah tinggal tersebut. Contoh lain dalam asuransi jiwa, ketika seseorang membeli
asuransi kematian (term insuransce) dengan jangka waktu perjanjian 5 (lima) tahun
dengan uang pertanggungan 100 juta rupiah, maka dia harus membayar premi yang telah
ditentukan oleh perusahaan asuransi (misal 500 ribu rupiah) per tahun, artinya bila
tertanggung meninggal dunia dalam masa perjanjian diatas, maka ahli waris atau orang
yang ditunjuk akan memperoleh uang dari perusahaan asuransi sebesar 100 juta, namun
bila peserta hidup sampai akhir masa perjanjian maka dia tidak akan memperoleh apapun.
Ditinjau dari sudut syariah, contoh transaksi yang terjadi diatas dapat
dikategorikan sebagai akad tabaduli (pertukaran atau jual beli), namun cacat karena ada
unsur gharar (ketidakjelasan), yaitu tidak jelas kapan pemegang polis akan mendapatkan
uang pertanggungan karena dikaitkan dengan musibah seseorang (bisa tahun pertama,
kedua atau tidak sama sekali karena masih hidup di akhir masa perjanjian). Ketika unsur
gharar terjadi maka terdapat juga unsur maisir (perjudian), karena dari transaksi diatas
apabila terjadi klaim, perusahaan asuransi akan membayar uang pertanggungan kepada
peserta jauh lebih besar dibanding dari premi yang diberikan oleh peserta tersebut, juga
sebaliknya bila peserta tidak mengalami risiko yang diperjanjikan, maka dia akan
kehilangan semua premi yang telah dibayarnya.

Banyak masyarakat yang kurang memahai arti dari asuransi. Jasa yang diberikan
oleh perusahaan asuransi adalah berupa proteksi akibat berbagai risiko yang mungkin
terjadi. Akan tetapi sekarang ini dengan semakin berkembangnya produk asuransi serta
kerja sama perusahaan asuransi dengan perusahaan di sektor lain seperti perbankan dan
sekuritas, maka pengertian asuransi menjadi lebih luas bukan hanya sebagai sarana
proteksi, tetapi juga sebagai tempat berinvestasi.

B.

Rumusan Masalah
3 | Page

Perjanjian asuransi adalah suatu perjanjian peruntungan. Kalau kejadian
sebelumnya sudah terang akan terjadi atau si mempertanggungkan tidak turut serta
berusaha supaya kejadian itu tidak terjadi atau dengan sengaja berusaha supaya kejadian
itu datang, maka bagi asurator tidak ada kewajiban untuk melakukan kewajibannya .

C.

Tujuan Penulisan Makalah

1. Untuk memberi pengertian yang jelas tentang pengertian asuransi kerugian dalam
masyarakat.
2. Untuk mengetahui dan memberi penjelasan tentang unsur-unsur yang terdapat dalam
suatu asuransi.
3. Untuk mengetahui hal-hal mengenai asuransi kerugian yang diatur dalam KUHD
BAB II

A.

PEMBAHASAN
ASURANSI JIWA
1. Pengertian Asuransi Jiwa
a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
Dalam Undang Nomor 2 Tahun 1992, dirumuskan definisi asuransi yang
lebih lengkap jika dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 246
KUHD. Menurut ketentuan Pasal
b. angka (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992:
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung

karena kerugian kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau
taggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dan suatu peristiwa tidak pasti atau untuk memberikan
suatu pembayaran yang didasarkan atas rneninggal atau hidupnya seseorang yang

dipertanggungkan.
Ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ini mencakup 2 (dua) jenis
asuransi, yaitu:
a.
Asuransi

kerugian

(loss

insurance),

dapat

diketahul


dan

rumusan:

“untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau

4 | Page

kehilangan keuntungan yang dmarapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
rnungkin akan diderita oleh tertanggung”.
b. Ansuransi jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial, dapat
diketahui dari rumusan: “untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Dalam hubungannya dengan asuransi jiwa maka fokus pembahasan diarahkan pada jenis
asuransi, butir (b). Apabila Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 di persempit
hanya

melingkupi


jenis

asuransi

jiwa,

maka

urusannya

adalah:

“Asuransi jiwa adalah perjanjian, antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan mana pihak Penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan.”
Definisi inilah yang akan dijadikan titik tolak pembahasan asuransi jiwa selanjutnya.
Sebelum berlakunya Undang Nomor 2 Tahun 1992, asuransi jiwa diatur dalam Ordonantie op het
Levensverzekering Bedrijf (Staatsblad Nomor 101 Tahun 1941). Menurut ketentuan Pasal 1 ayat
(1) huruf Ordonansi tersebut: “Ovoroenkomstem van levensvorzekering de overeenkomsten tot
het doon van geldelijke uitkeringen, tegen genot van premie en in verband met het leven of den

dood van den menschs. Overeenkomsten van herverzekering daaronder begrepen, met dien
verstande, dat overeenkomsten van ongevallenverzokerinq niet als overeenkomsten van
levensverzekerinq worden berschouwd”. Terjemahnnnya. “Asuransi jiwa adalah perjanjian untuk
membayar sejumlah uang karena telah diterimanya premi yang herhubungan dengan hidup atau
matinya seseorang, rensuransi termasuk di dalamnya, sedangkan asuransi kecelakaan tidak
termasuk dalam asuransi jiwa”.
Dalam Pasal 27 Undang Nomor 2 Tahun 1992 ditentukan bahwa dengan berlakunya
undang-undang ini, maka Ordonantie op het Levens Verzekering Bedrijf dinyatakan tidak
berlaku lagi. Adapun yang dimaksud dengan ‘undang-undang ini’ adalah Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1992. Oleh karena itu, tidak perlu lagi membahas asuransi jiwa berdasarkari
Ordonansi ini karena sudah tidak berlaku lagi, dan pengertian asuransi jiwa sudah tercakup
dalam Pasal 1 angka (1) nomor 2 Undang-Undang Tahun 1992. 2. Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD) Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal 302. pasal 308
KUHD. Jadi hanya 7 (tujuh) pasa. Akan tetapi tidak 1 (satu) pasalpun yang memuat rumusan
definisi asuransi jiwa. Dengan demikian sudah tepat jlka definisi asuransi dalam Pasat 1 angka
(1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dijadikan titik totak pembahasan dan ini ada
5 | Page

hubungannya dengan ketentuan Pasal 302 dan Pasal 303 KUHD yang membolehkan orang
mengasuransikan jiwanya. Menurut ketentuan Pasal 302 KUHD: “Jiwa seseorang dapat
diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun
untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian”. Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUHD
ditentukan: “Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui
atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya”. Berdasarkan kedua pasal tersebut, jelaslah
bahwa setiap orang dapat mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk
kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau selama jangka waktu
tertentu yang dtetapkan dalam perjanjian. Sehubungan dengan uraian pasal-pasal perundangundangan di atas, Purwosutjipto memperjelas lagi pengertian asuransi jiwa dengan
mengemukakan definisi: “Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup
(pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup (pengambil) asuransi
mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung,
sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dan meninggalnya orang yang jiwanya
dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri
untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil)
asuransi sebagai penikmatnya”. Dalam rumusan definisinya, Purwosutjipto menggunakan istilah
“penutup (pengambil) asuransi dan penangung. Definisi Purwosutjipto berbeda dengan definisi
yang terdapat dalam Pasal angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1 92. Perbedaan tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dengan tegas di nyatakan bahwa pihakpihak yang mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut penanggung dan tertanggung,
sedangkan Purwosutjipto menyebutnya penutup (pengambil) asuransi dan penanggung.
b. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dinyatakan bahwa “penanggung dengan
menerima premi memberikan pembayaran”, tanpa menyebutkan kepada orang yang ditunjuk
sebagai penikmnya. Purwosutjipto menyebutkan membayar l orang yang ditunjuk oleh penutup
(pengambil) asuransi sebagai penikmatnya. Kesannya hanya untuk asuransi jiwa selama hidup,
tidak termasuk untuk yang berjangka waktu tertentu.
A.2 Polis Asuransi jiwa
Bentuk dan isi Polis Sesuai dengan ketentuan Pasal 255 KUHD, asruransi jiwa harus
diadakan secara tertulis dengan bentuk akta yang disebut polis. Menurut ketentuan pasal 304
KUHD, polis asuransi jiwa memuat:
6 | Page

a. Hari diadakan asuransi;
b. Nama tertanggung;
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan;
d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen;
e. Jumlah asuransi;
f. Premi asuransi.
Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi sama
sekali bergantung pada persetujuan antara kedua pihak (Pasal 305 KUHD).
a. Hari diadakan asuransi
Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini penting
untuk mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat diketahui pula sejak
hari dan tanggal itu risiko menjadi beban penanggung.
b. Nama tertanggung
Dalam polis harus dicantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang wajib
membayar premi dan berhak menerima polis. Apabila terjadi evenemen atau apabila
jangka waktu berlakunya asuransi berakhir, tertanggung berhak menerima sejumlah
uang santunan atau pengembalian dari penanggung. Selain tertanggung, dalam
praktik asuransi jiwa dikenal pula penikmat (beneficiary). yaitu orang yang berhak
menerima sejumlah uang tertentu dan penanggung karena ditunjuk oleh tertanggung
atau karena ahli warisnya, dan tercantum dalam polis. Penikmat berkedudukan
sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan
Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai satu kesatuan. Jiwa
tanpa badan tidak ada, sebaliknya badan tanpa jiwa tidak ada arti apa-apa bagi asuransi
Jiwa. Jiwa seseorang merupakan objek asuransi yang tidak berwujud, yang hanya dapat
dlkenal melalui wujud badannya. Orang yang punya badan itu mempunyai nama yang
jiwanya diasuransikan, baik sebagai pihak tertanggung ataupun sebagai pihak ketiga yang
berkepentingan. Namanya itu harus dicantumkan dalam polis. Dalam hal ini, tertanggung
dan orang yang jiwanya diasuransikan itu berlainan.
d. Saat mulai dan berakhirriya evenemen
Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku asuransi.
artinya dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban penanggung, misalnya mulai
7 | Page

tanggal 1 januari 1990 sampai tanggal 1 Januari 2000, apabila dalam jangka waktu itu
terjadi evenemen, maka penanggung berkewajiban membayar santunan kepada
tertanggung atau orang yang ditunjuk sebagai penikmat (beneficiary).
e. Jumlah Asuransi
Jumlah asuransi adalah sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada saat diadakan
asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh penanggung kepada
penikmat dalam hal terjadi evenemen, atau pengembalian kepada tertanggung sendiri
dalam hal berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi evenemen. Menurut
ketentuan Pasal 305 KUHD, perkiraan jumlah dan syarat-syarat asuransi sama sekali
ditentukan oleh perjanjian bebas antara tertanggung dan penanggung. Dengan adanya
perjanjian bebas tersebut, asas kepentingan dan asas keseimbangan alam.asuransi
jiwa dikesampingkan.
f. Premi Asuransi
Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung kepada
penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan selama asuransi
berlangsung. Besarnya jumlah premi asuransi tergantung pada jumlah asuransi yang
disetujui

oleh

tertanggung

pada

saat

diadakan

asuransi.

Penanggung, Tertanggung, Penikmat Dalam hukum asuransi minimal terdapat 2 (dua)
pihak, yaitu penanggung dan tertanggung. Penanggung adalah pihak yang
menanggung beban risiko sebagai imbalan premi yang diterimanya dari tertanggung.
Jika terjadi evenemen yang menjadi beban penanggung, maka penanggung
berkewajiban mengganti kerugian. Dalam asuransi jiwa, jika terjadi evenemen
matinya tertanggung, maka penanggung wajib membayar uang santunan, atau jika
berakhirnya jangka waktu usuransi tanpu terjadi evenemen, maka penanggung wajib
membayar sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung. Penanggung adaiah
Perusahaan Asuransi Jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulanggan risiko yang
dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang diasuransikan. Perusahaan
Asuransi Jiwa merupakan badan hukum milik swasta atau badan hukum milik negara.
Asuransi dapat juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan ini harus
dicantumkan dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga (the third party
interest theory), dalam asuransi jiwa, pihak ketiga yang berkepentingan itu disebut
penikmat. Penikmat ini dapat berupa orang yang ditunjuk oieh tentanggung atau ahli
8 | Page

waris tertanggung. Munculnya penikmat ini apabila terjadi evenemen meninggalnya
tertanggung. Dalam hal ini, tertanggung yang meninggal itu tidak mungkin dapat
menikmati santunan, tetapi penikmat yang ditunjuk atau ahli waris tertanggunglah
sebagai yang berhak menikmati santunan. Akan tetapi, bagaimana halnya jika
asuransi itu berakhir tanpa terjadi evenemen meninggalnya tertanggung?. Dalam hal
ini tertanggung sendiri yang berkedudukan sebagai penikmat karena dia sendiri masih
hidup dan berhak menikmati pengembalian sejumlah uang yang dibayar oleh
penanggung.
Apabila tertanggung bukan penikmat, maka hal ini dapat disamakan dengan asuransi
jiwa untuk kepentingan pihak ketiga. Penikmat selaku pihak ketiga tidak mempunyai
kewajiban membayar premi terhadap penanggung. Asuransi diadakan untuk
kepentingannya, tetapi tidak atas tanggung jawabnya. Apabila tertanggung
mengasuransikan jiwanya sendiri, maka tentanggung sendiri berkedudukan sebagai
penikmat yang berkewajiban membayar premi kepada penanggung. Dalam hal ini
tertanggung adalah pihak dalam asuransi dan sekaligus penikmat yang berkewajiban
membayar premi kepada penanggung. Asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga
(penikmat) harus dicantumkan dalam polis.
A.3 Evenemen Dan Santunan
1. Evenemen dalam Asuransi Jiwa
Dalam Pasal 304 KUHD yang mengatur tentang isi polis, tidak ada ketentuan
keharusan mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa berbeda dengan
asuransi kerugian, Pasal 256 ayat (1) KUHD mengenai isi polis mengharuskan
Pencantuman bahaya-bahaya yang menjadi beban penanggung. Mengapa tidak ada
keharusan mencantumkan bahnya yang menjadi beban penanggung dalam polis
asuransi jiwa?. Dalam asuransi jiwa yang dimaksud dengan hahaya adalah
meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Meninggalnya seseorang itu
merupakan hal yang sudah pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami
kematian. Akan tetapi kapan meninggalnya seseorang tidak dapat dipastikan. lnilah
yang

disebut

peristiwa

tidak

pasti

(evenemen)

dalam

asuransi

jiwa.

Evenemen ini hanya 1 (satu), yaitu ketidak pastian kapan meniggalnya seseorang
sebagai salah satu unsur yang dinyatakan dalam definisi asuransi jiwa. Karena
evenemen ini hanya 1 (satu), maka tidak perlu di cantumkan dalam polis.
9 | Page

Ketidakpastian kapan meninggalnya seorang tertanggung atau orang yang jiwanya
diasuransikan merupakan risiko yang menjadi beban penanggung dalam asuransi
jiwa. Evenemen meninggalnya tertanggung itu bersisi 2 (dua), yaitu meninggalnya itu
benar-benar terjadi dalam jangka waktu asuransi, dan benar-benar tidak terjadi sampai
jangka waktu asuransi berakhir. Kedua-duanya menjadi beban penanggung.
2. Uang Santunan dan Pengembalian
Uang santunan adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh penanggung kepada
penikmat dalam hal meninggalnya tertanggung sesuai dengan kesepakatan yang
tercantum dalam polis. Penikmat yang di maksud adalah orang yang ditunjuk oleh
tertanggung atau orang yang menjadi ahli warisnya sebagai yang berhak menerima
dan menikmati santunan sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung. Pembayaran
santunan merupakan akibat terjadinya peristiwa, yaitu meninggalnya tertanqgung
dalam jangka waktu berlaku asuransi jiwa.
Akan tetapi, apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi jiwa tidak terjadi
peristiwa meninggalnya tertanggung, maka tertanggung sebagai pihak dalam asuransi
jiwa, berhak memperoleh pengembalian sejumlah uang dan penanggung yang
jumlahnya telah ditetapkan berdasarkan perjanjian dalam hal ini terdapat perbedaan
dengan asuraransi kerugian. Pada asuransi kerugian apabila asuransi berakhir tanpa
terjadi evenemen, premi tetap menjadi hak penanggung, sedangkan pada asuransi
jiwa, premi yang telah diterima penanggung dianggap sebagai tabungan yang
dikembalikan kepada penabungnya, yaitu tertanggung.
A.4 Asuransi Jiwa Berakhir
1. Karena Terjadi Evenemen
Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung adalah
meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi jiwa antara
tertanggung dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi
peristiwa meninggalnya tertanggung, maka penanggung berkewajiban membayar
uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau kepada ahli
warisnya. Sejak penanggung melunasi pembayaran uang santunan tersebut, sejak itu
pula asuransi jiwa berakhir.
Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir sejak pelunasan uang santunan, bukan sejak
meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen)? Menurut hukum perjanjian, suatu
perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi masing-masing

10 | P a g e

pihak telah dipenuhi. Karena asuransi jiwa adalah perjanjian, maka asuransi jiwa
berakhir sejak penanggung melunasi uang santunan sebagai akibat dan meninggalnya
tertanggung. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak terjadi evenemen yang
diikuti dengan pelunasan klaim.
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban penanggung itu
terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu
berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa terjadi evenemen, niaka beban risiko
penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung
akan mengembalikan sejumtah uang kepada tertanggung apabila sampai jangka
waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir
sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalan sejumlah uang
kepada tertanggung.
3. Karena Asuransi Gugur
Menurut ketentuan Pasal 306 KUHD: “Apabila orang yang diasuransikan jiwanya
pada saat diadakan asuransi ternyata sudah meninggal, maka asuransinya gugur,
meskipun tertanggung tidak mengetahui kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan
lain”,
Kata-kata bagian akhir pasal ini “kecuali jika diperjanjiknn lain” memberi peluang
kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal ini,
misalnya asuransi yang diadakan untuk tetap dinyalakan sah asalkan tertanggung
betul-betul tidak mengetahui telah meninggalnya itu. Apablia asuransi jiwa itu gugur,
bagaimana dengan premi yang sudah dibayar karena penanggung tidak menjalani
risiko? Hal ini pun diserahkan kepada pihak-pihak untuk memperjanjikannya. Pasal
306 KUHD ini mengatur asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga.
Dalam Pasal 307 KUHD ditentukan: “Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya
bunuh diri, atau dijatuhi hukuman mati, maka asuransi jiwa itu gugur”.
Apakah masih dimungkinkan penyimpangan pasal ini?. Menurut Purwosutjipto,
penyimpangan dari ketentuan ini masih mungkin, sebab kebanyakan asuransi jiwa
ditutup dengan sebuah klausul yang membolehkan penanggung melakukan
prestasinya dalam hal ada peristiwa bunuh diri dan badan tertanggung asalkan

11 | P a g e

peristiwa itu terjadi sesudah lampau waktu 2 (dua) tahun sejak diadakan asuransi.
Penyimpangan ini akan menjadikan asuransi jiwa lebih supel lagi.
4. Karena Asuransi Dibatalkan
Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu berakhir.
Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran
premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung sendiri.
Pembatalan asuransi jiwa dapat terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun sesudah
premi dibayar menurut jangka waktunya. Apabila pembatalan sebelum premi dibayar,
tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila pembatalan setelah premi dibayar sekali atau
beberapa kali pembayaran (secara bulanan), bagaimana cara penyelesaiannya?
Karena asuransi jiwa didasarkan pada perjanjian, maka penyelesaiannya bergantung
juga pada kesepakatan pihak-pihak yang dicantumkan dalam polis

B. ASURANSI KEBAKARAN
Asuransi kebakaran diatur dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-298 KUHD. Pengaturan ini sangat
sederhana sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan asuransi sekarang. Karena
pengaturanya sangat sederhana, maka perjanjian bebas antara tertanggung dan penanggung yang
dituangkan dalam polis mempunyai fungsi penting dalam praktik asuransi kebakaran. Hal-hal
mengenai asuransi kebakaran yang diatur dalam KUHD akan diuraikan melalui bahasan-bahasan
berikut ini:
1. Polis asuransi kebakaran
2. Objek asuransi kebakaran
3. Evenemen dan ganti rugi kebakaran
4. Janji-janji khusus
Polis asuransi kebakaran selain harus memenuhi syarat-syarat umum pasal 256 KUHD, harus
menyebutkan syarat-syarat khusus yang hanya berlaku bagi asuransi kebakaran seperti di
tentukan dalam pasal 287 KUHD. Untuk mengetahuui semua syarat ini serta syarat khusus yang
harus termuat dalam polis asuransi kebakaran berikut ini disajikan isi pasal KUHD tersebut:
a. Hari dan tanggal kapan asuransi kebakaran itu diadakan;
b. Nama tertanggung yang mengadakan asuransi kebakaran untuk diri sendiri atau untuk
kepentigan pihak ketiga;
c. Keterangan yang cukup jelas mengenai benda yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran;
d. Jumlah yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran;
e. Bahaya-bahaya penyebab kebakaran ditanggung oleh penaggung;
f. Waktu bahaya-bahaya mulai berjalan dan berakhir menjadi tanggungan penaggung;
g. Premi asuransi kebakaran yang dibayar oleh tertanggung;
12 | P a g e

h. Janji-janji khusus yang diadakan oleh pihak-pihak dan keadaan yang perlu diketahui oleh dan
untuk kepentingan penaggung
i. Letak dan perbatasan benda yang diasuransikan;
j.
Harga
benda
yang
diasuransikan

terhadap

bahaya

kebakaran;

k. Letak dan perbatasan gedung;
Benda yang menjadi objek asuransi kebakaran dapat berupa benda tetap seperti bangunan,
rumah, pabrik, dan benda bergerak seperti kendaraan bermotor, kapal, serta benda bergerak yang
terdapat didalam atau sebagai bagian dari benda tetap yang bersangkutan. Misalnya gedung
perkantoran dan benda bergerak kelengkapan kantor, kendaraan bermotor dan benda bergerak
muatan kendaraan tersebut, rumah dan benda bergerak isi rumah tersebut. rincian benda objek
asuransi kebakaran dicantumkan dalam polis, apa yang diasuransikan dan berapa jumlah
asuransinya.
Benda objek asuransi kebakaran dapat ditentukan harganya atau belum ditentukan sama sekali.
Penentuan harga benda objek asuransi kebakaran memang sulit dilaksanakan karna tidak semua
benda itu sudah diketahui harganya, lagi pula dapat berubah harganya selama jangka waktu
berlakunya asuransi kebakaran. Oleh karena itu penetuan harga benda objek asuransi tidak begitu
diisyaratkan atau bukan syarat mutlak walaupun dalam pasal 287 KUHD dinyatakan sebagai
salah satu syarat. Yang penting adalah berapa jumlah asuransinya, mengingat ketentuan pasal
289 ayat (1) KUHD yang membolehkan pengadaan asuransi dengan jumlah penuh, dan ini harus
tercantum dalam polis.
Bahaya-bahaya penyebab timbulnya kebakaran yang menjadi tanggungan penanggung diatur
dalam pasal 290 KUHD. Penanggung menerima sebagai tanggung jawabnya semua kerugian
yang ditimbulakan oleh terbakarnya benda asuransi. Pengertian terbakar meliputi kebakaran
biasa bahkan yang lebih luas dari pada itu. Dala pasal 290 KUHD disusun seba-sebab timbulnya
kebakaran sangat luas:
a. Petir, api sendiri, kurang hati-hati, dan kecelakaan lain-lain;
b. Kesalahan atau itikad jahat dari pelayan sendiri, tetangga musuh, perampok dan lain-lain
c. Sebab-sebab lain, dengan nama apa saja, dengan cara bagaimanapun kebakaran itu terjadi,
direncanakan

atau

tidak,

biasa

atau

luar

biasa,

dengan

tiada

kecualinya.

Rumusan pasal 290 KUHD itu sangat luas, sebagai lex specialis dapt menghapuskan kekuatan
berlakunya pasal 249 KUHD. Misalnya, kebakaran sendiri karena cacat pada benda asuransi
yang menurut pasal 249 KUHD, penaggung tidak diwajibkan membayar ganti rugi namun
menurut kententuan pasal 290 KUHD, penaggung berkewajiban membayar ganti kerugian.

13 | P a g e

Menurut volma, apabila diteliti susunan sebab-sebab yang terdapat dalam pasal 290 KUHD
khususnya kata-kata pada bagian akhir pasal tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembentukan
undang-undang memang menghendaki sebab-sebab yang sangat luas, tidak hanya terdapat
bahaya dari luar tetapi juga terhadap bahaya dari dalam menjadi tanggung jawab penanggung.
Pada asuransi kebakaran mengenai hak milik berupa gedung, tertanggung dapat minta
diperjanjikan:
a. kerugian

yang

timbul

pada

gedung

hak

milik

supaya

diganti;

atau

b. gedung itu supaya dibangun kembali.
c. gedung itu supaya diperbaiki.
Dalam hal ada janji “pembangunan kembali”, tertanggung wajib membangunnya kembali atau
memperbaiki gedungnya dengan biaya penanggung. Penanggung berhak mengawasi agar uang
yang diberikannya penanggung itu dalam waktu yang kalau perlu telah ditentukan oleh hakim
benar-benar digunakan untuk membangun gedung yang terbakar itu . Atas permintaan
penanggung, hakim dapat membebani tertanggung untuk memberi jaminan secukupnya,
bilamana ada alasan untuk itu (pasal 288 ayat ayat (3) KUHD ).
C . ASURANSI LAUT
Asuransi laut merupakan salah satu asuransi kerugian yang diatur secara lengkap dalam KUHD.
Berkembangnya asuransi laut karena pelaksanaan pengangkutan atau pelayaran melalui laut yang
penuh

dengan

ancaman

bahaya

laut.

Asuransi

laut

diatur

dalam:

a. Buku I Bab IX pasal 246-286 KUHD tentang asuransi pada umumnya sejauh tidak diatur
dengan ketentuan khusus.
b. Buku II Bab IX pasal 592-685 tentang asuransi bahaya laut, dan Bab X Pasal 686-695 KUHD
tentang asuransi bahaya sungai dan periran pedalaman.
c. Buku II Bab XI Pasal 709-721 KUHD tentang avarai.
d. Buku II Bab XII Pasal 744 KUHD tentang berakhirnya perikatan dalam perdagangan laut.
Dalam pengertian asuransi laut tidak terbatas pada lingkungan laut saja, melainkan meliputi juga
linkungan darat dan perairan darat (sungai dan danau). Bahaya-bahaya yang ditanggung tidak
hanya terbatas pada bahaya yang terjadi laut, tetapi juga mengenai bahaya-bahaya terusan yang
dapat terjadi selama berlangsungnya angkutan, misalnya bahaya kebakaran di pelabuhan.
Asuransi laut pada dasarnya meliputi unsur-unsur berikut:
a. Objek asuransi yang diancam bahaya,selalu terdiri dari kapal dan barang muatan.
b. Jenis bahaya yang mengancam benda asuransi, yang bersumber dari alam (badai, gelombang
besar, hujan angin, kabut tebal, dsb) dan yang bersumber dari manusia, sperti perompakan bajak
laut, pemberontakan awak kapal, penahanan, dsb.

14 | P a g e

c. Bermacam jenis benda asuransi, yaitu tubuh kapal, muatan kapal, alat perlengkapan kapal,
bahan keperluan hidup, biaya angkutan.
Polis asuransi laut laut merupakan akta yang harus ditandatangani oleh penanggung, dengan
demikian berfungsi sebagai bukti telah terjadi perjanjian asuransi laut antara tertanggung dan
penanggung. Asuransi laut di negara-negara maju pada umumnya dibuat di bursa dengan
perantaraan pialang, karena itu polis yang digunakan adalah polis bursa. Menurut praktik
asuransi laut di Indonesia, asuransi laut umumnya dibuat di perusahaan dengan menggunakan
polis perusahaan dengan menggunakan polis perusahaan yang mempunyai bentuk sendiri-sendiri
menurut kehendak perusahaan yang membuatnya.
Menurut ketentuan pasal 593 KUHD, yang dapat menjadi objek asuransi laut adalah bendabenda berikut ini:
a. Tubuh kapal kosong atau bermuatan, dengan atau tanpa persenjataan, berlayar sendirian atau
bersama-sama dengan kapal lain.
b. Alat perlengkapan kapal.
c. Alat perlengkapan perang.
d. Bahan keperluan hidup bagi kapal.
e. Barang-barang muatan.
f. Keuntungan yang diharapkan diperoleh.
g. Biaya angkutan yang akan diterima.
Pada asuransi atas kapal tanpa penjelasan lebih lanjut, harus diartikan sebagai asuransi kapal
kosong (kasko), alat perlengkapan kapal, dan alat perlengkapan perang. Yang dimaksud dengan
kapal kosong adalah kapal tanpa alat perlengkapan, tanpa muatan dan lain lain isi kapal.
Undang-undang tidak mengatur tentang asuransi keselamatan perjalanan kapal, yang bukan
mengenai kasko. Asuransi ini diadakan berdasarkan perjanjian antara tertanggung dan
penanggung, dan terhadapnya berlaku ketentuan-ketentuan umum asuransi dan tidak berlaku
ketentuan-ketentuan

asuransi

kapal

pada

khususnya.

Asuransi laut dapat juga diadakan atas barang muatan tetapi kapal yang mengangkutnya tidak
jelas, sedangkan penjelasan lebih lanjut mengenai kapal itu tidak ada. Asuransi laut ini disebut
asuransi In Quovis. Asuransi In Quovis diatur dalam pasal 595 KUHD sebagai berikut:
“Apabila tertanggung tidak meng
“Apabila tertanggung tidak mengetahui dalam kapal mana barang-barang yang akan diterimanya
itu dimuat, maka penyebutan nama kapal dan nakodanya tidak diharuskan, asalkan dalam
polisnya dinyatakan tentang tidak diketahuinya hal itu oleh tertanggung disertai tanggal dan
nama penanda tanganan surat pengantar yang terakhir. Dengan cara ini kepentingan tertanggung
dapat diasuransikan untuk suatu waktu tertentu”.
15 | P a g e

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, barang-barang muatan dapat diasuransikan secara in
quovis,

apabila

dipenuhi

tiga

syarat

yang

dicantumkan

dalam

polis,

yaitu:

a. Tertanggung betul-betul tidak mengetahui kapal yang memuat barang-barangnya.
b. Tanggal dan nama penanda tangan surat pengantar yang terakhir.
c. Kepentingan tertanggung hanya dapat diasuransikan untuk suatu waktu tertentu saja.
Dalam hal terjadi evenemen yang menimpa kapal yang mengangkut barang-barang yang
diasuransikan itu, tertanggung wajib membuktikan bahwa barang-barangnya itu telah dimuat
dalam

kapal

tersebut

dalam

waktu

yang

telah

ditentukan

(pasal

650

KUHD).

Bahaya-bahaya laut yang digolongkan sebagai evenemen terdiri dari dua golongan, yaitu:
a. Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari alam, misalnya badai, gelombang besar, hujan angin,
kabut tebal, batu karang, gunung es, dll
b. Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari manusia, baik dari awak kapal maupun dari pihak
ketiga, misalnya pemberontakan awak, penahanan dan perampasan oleh penguasa negara.
Walaupun dalam asuransi kapal dan barang-barang muatan telah diatur saat mulai dan
berakhirnya asuransi laut, pasal 634 KUHD memberikan kebebasan kepada tertanggung dan
penanggung untuk menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan itu.menurut
ketentuan pasal 634 KUHD, tertanggung dan penanggung bebas memperjanjikan lain dalam
polis tentang saat mulai dan berakhirnya bahaya yang menjadi beban penanggung.
Pasal 643 KUHD mengatur tentang asuransi barang-barang cair yang dapat meleleh, seperti
minyak, anggur, sirup. Apabila terjadi kebocoaran pada tempat penyimpanannya atau karena
gocangan-goncangan sehingga benda itu meleleh atau mengalir ke luar, maka berkuranglah
benda cair itu dan menimbulkan kerugian bagi pemiliknya. Kerugian ini bukan menjadi beban
penanggung apabila diadkan janji khusus dengan klausula “bebas dari kebocoran dan meleleh”
yang dicantumkan dalam polis. Tetapi jika kebocoran itu terjadi karena tabrakan, pecah, atau
terdamparnya kapal, kerugian ini menjadi beban penanggung.
Pasal 646 KUHD mengatur tentangasuransi barang-barang yang dapat ruak atau busuk. Apabila
asuransi dibuat dengan klausula “bebas dari kerusakan” , maka penanggung tidak bertanggung
jawab terhadap kerusakan barang-barang apabila barang-barang tersebut sampai ditempat tujuan
dalam keadaan rusak atau busuk. Penanggung juga bebas dari tanggung jawab apabila barangbarang itu selama dalam perjalanan atau setelah sampai di pelabuhan darurat dijual karena rusak
atau dikhawatirkan akan membusuk, dan akan menulari barang-barang lainnya. Tetapi kerugian
yang ditimbulkan oleh avarai umum misalnya karena barang-barang terpaksa dibuang ke laut,

16 | P a g e

perampasan, kapal tenggelam, menjadi beban penanggung walaupun asuransi dibuat dengan
klausula “bebas dari kerusakan”.
Menurut ketentuan pasal 647 KUHD, dalam suatu asuransi dengan janji (klausula) “bebas dari
molest”, penanggung dibebaskan dari kewajiban mengganti kerugian jika barang-barang yang
diasuransikan musnah atau busuk karena kerusakan, perampasan, perampokan di laut, penahanan
atas perintah penguasa, pernyataan perang dan tindakan pembalasan. Asuransi gugur segera
setelah barang-barang yang diasuransikan karena molest tertahan atau menyimpang dari
jurusannya. Meskipun demikian, semua kerugian yang diderita sebelum terjadi molest tertahan
atau menyimpang dari jurusannya. Meskipun demikian, semua kerugian yang diderita sebelum
terjadi molest menjadi tanggungan penanggung.

PENUTUP
Asuransi merupakan upaya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi
kemungkinan timbul kerugian akibat terjadi peristiwa yang tidak pasti dan tidak
diinginkan. Melalui perjanjian asuransi risiko kemungkinan terjadi peristiwa yang
menimbulkan kerugian yang mengancam kepentingan tertanggung itu dialihkan kepada
perusahaan Asuransi kerugian selaku penanggung. Sebagai imbalannya, tertanggung
bersedia membayar sejumlah premi yang telah disepakati. Dengan demikian, tertanggung
yang berkepentingan merasa aman dari ancaman kerugian, sebab jika kerugian itu betulbetul terjadi penanggunglah yang akan menggantinya.
Tertanggung sebagai pihak mempunyai kepentingan terterntu dalam kegiatan
usaha atau hubungan dengan pihak lain dalam masyarakat. Kepentingan yang dimaksud
adalah tanggung jawab akibat perbuatannya terhadap pihak ketiga, misalnya perbuatan
yang merugikan orang lain atau perbuatan tidak mampu membayar hutang kepada pihak
kreditur. Risiko tanggung jawab terhadap pihak ketiga inilah yang dialihkan kepada

17 | P a g e

penanggung. Dalam bahasa inggris, tanggung jawab ini disebut third party lialibility.
Dalam kenyataannya, bentuk asuransi yang menanggung kerugian yang timbul dari
tanggung jawab tertanggung terhadap pihak ketiga diperlukan sekali.

18 | P a g e