DARI ANI ANI KE SABIT PERUBAHAN PENGGUNA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Masalah abadi kaum tani adalah masalah mencari keseimbangan antara tuntutan-

tuntutan dari dunia luar dan kebutuhan petani untuk menghidupi keluarganya. Akan tetapi,
dalam usaha mengatasi masalah yang paling mendasar itu, petani dapat menempuh dua
strategi yang sama sekali bertentangan satu sama lain. Yang pertama adalah memperbesar
produksi: yang kedua mengurangi konsumsi (Wolf, 1966: 23).
Apabila seorang petani menempuh strategi yang pertama, ia harus meningkatkan hasil
kerja di atas ladangnya, untuk meningkatkan produktivitasnya dan memperbesar jumlah hasil
bumi yang dijualnya ke pasar. Kemampuannya untuk berbuat demikian pada umumnya
tergantung kepada soal sejauh mana ia dapat dengan mudah mengerahkan faktor-faktor
produksi yang diperlukan (tanah, kerja, dan modal).
Di Indonesia, nampaknya para petani telah banyak mempraktikkan strategi pertama.
Hal ini dapat dilihat dari pemakaian bibit unggul yang dapat dipanen kurang dari 100 hari dan
mulai meninggalkan bibit lama yang dalam setahun hanya menghasilkan dua kali panen.
Dapat dilihat juga dari segi penggunaan alatnya, bahwa petani sudah mulai beralih pada
tenaga-tenaga mesin yang dapat membantu proses produksi berlangsung lebih cepat dan

praktis. Dari segi pemakaian buruh pun, sejak tahun 1970-an sudah mulai berkurang.
Penyebab utama dari pengurangan buruh ini antara lain adalah adanya mekanisasi pertanian
(pergantian tenaga manusia dan hewan menjadi tenaga mesin) dan mekanisasi dalam usaha
panen padi (peralihan dari ani-ani ke sabit).
Bersamaan dengan itu, juga diperkenalkan teknologi mekanik seperti traktor tangan
dan penggilingan padi maupun teknologi lokal yang irit waktu dan tenaga. Hal tersebut
dibarengi oleh perubahan kelembagaan seperti sistem panen terbuka yang digusur sistem
tebasan, sistem tanam gotong royong yang diganti sistem borongan.
Carol J. Haddad dalam artikelnya mengatakan bahwa perubahan teknologi sering kali
disambut gembira sebagai tonggak kemajuan manusia dan wahana pembebasan manusia. Bila
diperkenalkan dalam konteks industrialisasi, teknologi dipuji sebagai peningkatan status
ekonomi masyarakat yang telah menganutnya secara global. Namun rupanya, tidak
selamanya hal tersebut terjadi. Perubahan teknolgi selalu ada yang menyambut baik, ada juga
yang menanggapinya secara dingin. Dalam tulisan ini akan mencoba diuraikan bagaimana

1

dampak perubahan teknologi bagi masyarakat, terutama petani dan buruh tani. Dalam hal ini,
perubahan yang dimaksud adalah peralihan dari ani-ani ke sabit dalam proses panen padi.
1.2


Rumusan Masalah
Terkait dengan judul “Dari Ani-Ani ke Sabit, Perubahan Penggunaan Teknologi

dalam Agraria” terdapat beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah pemaknaan masyarakat terhadap penggunaan ani-ani dalam proses
panen padi?
2. Bagaimanakah peran alat sabit dalam dunia pertanian?
3. Apakah itu mekanisasi pertanian?
4. Bagaimanakah dampak peralihan penggunaan peralatan dari ani-ani ke sabit?
1.3

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini ditulis sebagai berikut.
1. Mengetahui dan memahami makna penggunaan ani-ani dalam proses panen padi.
2. Mengetahui dan memahami peran alat sabit dalam dunia pertanian.
3. Mengetahui dan memahami mekanisasi pertanian.
4. Mengetahui dampak peralihan penggunaan peralatan dari ani-ani ke sabit.

1.4


Metode Penelitian
Dalam penelitian, penulis menggunakan metode kualitatif. Adapun dalam mengkaji

mengkaji fenomena, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik penggunaan
dokumen. Adapun teknik penggunaan dokumen dalam penelitian ini digunakan untuk
memperoleh data dan keterangan yang ada dalam dokumen yang terkait dengan
permasalahan penelitian ini. Penulis menelusuri situs-situs serta blog di internet, mencari
sumber-sumber buku, serta rekaman-rekaman acara budaya yang ada hubungannya dengan
permasalahan yang dikaji, yaitu peralihan penggunaan teknologi dari ari-ari ke sabit.

2

BAB II
DARI ANI-ANI KE SABIT,
PERUBAHAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI DALAM AGRARIA
2.1

Penggunaan Ani-Ani dalam Panen Padi, Suatu Penghormatan Untuk Dewi Sri
Ani-ani atau yang disebut juga dengan ketam, merupakan pisau kecil yang digunakan


untuk memanen padi. Dengan ani-ani, tangkai bulir padi dipotong satu per satu, sehingga
bulir yang belum masak tidak ikut terpotong.
Rupanya penggunaan ani-ani, terutama bagi masyarakat Sunda dan Jawa, memiliki
nilai ideologi. Masyarakat Sunda percaya bahwa dewi padi, Nyai Pohaci Sanghyang Sri yang
berjiwa halus dan lemah lembut, akan ketakutan melihat senjata tajam besar seperti arit
(sabit) atau golok. Oleh karena itu, masyarakat lebih memilih untuk menggunakan ani-ani,
pisau kecil yang dapat disembunyikan di telapak tangan.
Selain itu ada pula kepercayaan bahwa padi yang akan dipanen, yang juga perwujudan
sang dewi, harus diperlakukan dengan hormat dan lembut. Perlakuan hormat dan lembut
tersebut dicerminkan dalam perilaku memotong bulir padi satu per satu, tidak boleh dibabat
secara kasar begitu saja.
Meskipun penggunaan ani-ani sudah ditinggalkan oleh masyarakat karena dalam proses
memanennya memerlukan banyak waktu dan tenaga, hingga kini, penghormatan terhadap
dewi padi pada masyarakat Sunda masih tetap dilakukan. Salah satunya adalah upacara
tradisional panen padi masyarakat Sunda yang disebut Seren Taun.
2.2

Sabit (Arit), Wajah Baru dalam Dunia Panen Padi
Sabit merupakan salah satu alat pertanian terpenting bagi para petani. Sabit (clurit:


Madura, arit: Bali) pada awalnya merupakan peralatan yang digunakan sebagai senjata.
Lambat laun, alat ini digunakan sebagai alat pertanian.
Sabit terbuat dari besi bertangkai, dibentuk sedemikian rupa agar mudah dipakai.
Matanya berbentuk seperti bulan sabit, karena itu disebut sabit. Dahulu sebagian besar sabit
merupakan hasil industri rumah tangga. Sabit dibuat dan besi atau baja bekas yang ditempa
secara tradisional menjadi berbentuk bulan sabit, lalu diberi gagang dari kayu.
Bagi petani, sabit merupakan alat serbaguna. Sabit biasa digunakan untuk memotong
rumput makanan ternak, membersihkan ladang, serta mengiris manggar kelapa atau enau
yang akan disadap niranya. Belakangan, sabit juga digunakan untuk menuai padi karena
dianggap lebih efektif dari pada ani-ani.
Jenis dan ragam sabit juga beragam, tergantung kebutuhan dalam menggunakannya,
mulai dari yang kecil hingga yang besar. Di Bali misalnya ada yang disebut dengan arit
(sabit) pengaritan rumput, pengaritan padi yang matanya bergerigi, hingga arit penyalah dan
3

caluk yang ukurannya lebih besar yang digunakan untuk memotong dahan yang keras dan
lebih besar.
Arit babatan adalah alat yang biasa digunakan untuk memanen padi. Arit (sabit) ini
mempunyai bentuk yang tipis dan sangatlah ringan untuk di bawa. Dengan bentuk yang tipis

ini maka arit ini akan sangat mudah sekali untuk memanen padi dalam skala yang besar.
Bentuk arit ini pun tentunya berbeda dengan arit yang lain. Arit babatan ini termasuk
teknologi baru untuk memanen padi. Tidak seperti teknologi sebelumnya di mana petani
menggunakan ani-ani yang harus membutuhkan waktu yang lama untuk memanen padi,
dengan arit babatan ini petani bisa memanen padi mereka dengan mudahnya dan dalam
waktu yang cepat. Walaupun bentuknya tipis, akan tetapi arit babatan ini terbuat dari besi
baja yang kuat sehingga dapat digunakan dalam kurun waktu yang lama dan juga kualitas
yang terjamin pula tentunya.
2.3

Mekanisasi Pertanian, Berawal dari Munculnya Varietas Padi Tahan Wereng
Sebelum tahun 1970-an, dunia pertanian tanam padi di Indonesia mengalami satu

ancaman yang cukup serius. Ancaman tersebut berasal dari serangan hama wereng yang
menyebabkan petani mengalami gagal panen. Untuk mengatasi hal tersebut, sebuah lembaga
penelitian padi di Los Banos, Filipina, bernama IRRI (International Rice Research Institute)
melakukan penelitian agar dapat menghasilkan bibit padi unggul yang tahan terhadap hama
wereng. Hasil penelitian IRRI tersebut menghasilkan dua jenis bibit unggul yang ditanam di
Indonesia sekitar awal 1970-an. Kedua jenis bibit unggul tersebut adalah IR-5 dan IR-8.
Pengenalan jenis padi unggul tersebut telah menyebar cepat di seluruh Jawa dengan

penyediaan masukan usahan tani lewat Program Paket Bimas Gotong-Royong. Padi jenis
baru ini jelas harus dipanen dengan menggunakan sabit. Hal ini disebabkan gabahnya yang
mudah rontok dari tangkai jika diangkut dengan galah panjang dari sawah yang
mengakibatkan kerugian lebih besar (saat panen padi lokal, seperti padi bengawan, buruh tani
akan mengangkut hasil panennya ke rumah petani dengan menggunakan galah panjang).
Mekanisasi pertanian ditandai dengan dimulainya pemakaian sabit dalam memanen
padi unggul pada awal 1970-an. Perlu digarisbawahi di sini bahwa peralihan dari ani-ani ke
sabit bukanlah suatu bentuk mekanisasi pertanian, namun digolongkan sebagai bentuk
mekanisasi dalam panenan. Pada masa itu, usaha tani padi sawah di Jawa telah berubah
menjadi sesuatu yang tidak dikenal lagi oleh petani tradisional dari masa silam. Di awal tahun
1970-an beribu-ribu orang buruh pemanen biasa bermigrasi dengan menjelajahi Pantai Utara
Jawa dimana panen pada dilakukan. Terdapat perkiraan jumlah buruh pemanen sebesar 500

4

sampai 1000 orang sehektare menuai padi. Akan tetapi, sejak penggunaan sabit diberlakukan,
maka jumlah buruh panen yang bermigrasi sangat jauh berkurang.
Pergantian peralatan dari ani-ani ke sabit ini rupanya juga mendorong terciptanya
mekanisme baru dalam metode menuai padi, di mana hal tersebut memungkinkan pemakaian
alat perontok gabah dalam panenan. Di masa lalu, para wanita yang memakai ani-ani akan

memotong batang padi dekat sekali pada kepala batang padi dan (dalam ikatan) padi itu
diangkat memakai pikulan. Dengan memakai sabit, batang padi dipotong pada bagian lebih
bawah, lalu gabah dirontokkan. Kini, pada setiap panenan, orang memakai alat perontok
gabah dengan tenaga pedal (cara bersepeda) atau alat perontok bermesin di sawah dan gabah
diangkut dalam karung goni dari sawah.
Di masa itu, mekanisasi dalam pengolahan lahan belum ada. Peralatan dalam hal
pengolahan lahan yang terbaru adalah alat pembajak yang terbuat dari baja yang ditarik oleh
kerbau. Hanya sebagian dari hasil panen padi yang dijual ke pasar terbuka dan petani kecil
biasa bertukar tenaga kerja (saling tolong-menolong, atau biasa disebut sambatan) dalam
beragam kegiata usaha tani padi di sawah.
2.4

Dampak Peralihan Penggunaan Peralatan dari Ani-Ani ke Sabit
Perubahan-perubahan besar dalam usaha tani padi sawah di awal tahun 1970-an

ditandai dengan adanya peralihan dari alat ani-ani ke sabit. Hal ini menyebabkan suatu
transformasi sosial yang lebih besar di pedesaan Jawa. Yang menjadi masalah waktu itu
adalah buruh panen wanita yang tidak mau menggunakan sabit, karena dengan demikian
maka jumlah buruh pemanen pun harus dikurangi.
Hal ini tentu membawa dampak yang cukup serius kepada para petani pemilik lahan.

Petani sebenarnya lebih diuntungkan jika penggunaan sabit itu dilaksanakan. Pasalnya dalam
proses panen dengan menggunakan ani-ani, terdapat beberapa ratus orang wanita dan
beberapa laki-laki yang memanen di sawah sesempit setengah hektare dan karena banyaknya
buruh tani itu, petani boleh dikatakan tidak mampu mengendalikan mereka. Terkadang, buruh
tani biasa menyembunyikan sebagian padi (dipotong bertangkai) di jalan untuk dipungutnya
kemudian. Mereka akan mengambil bagian lebih besar dari patokan tradisional pada waktu
penetapan bagian-bagian masing-masing di rumah petani. Dalam sistem tradisional ini, buruh
tani berhak memakai alat ani-ani dalam panen dan mengumpulkan gabah yang tercecer di
sawah setelah panen.
Ada suatu kasus terkait dampak negatif penggunaan sabit di kalangan buruh tani yang
tercatat dalam buku Pendekatan Baru dalam Pembangunan Pedesaan di Jawa (Collier,dkk,
1996:63). Di salah satu desa, terdapat seorang buruh tani yang tewas terbunuh di sawah. Di
desa-desa itu (desa yang menjadi obyek kajian buku tersebut) memang banyak laporan
5

mengenai kekacauan karena pemakaian sabit itu. Hal ini bermula dari adanya para penebas
padi dari luar desa yang membeli padi di sawah beberapa hari sebelum panen (tebasan). Pada
awalnya, sama seperti kebiasaaan lama mereka, petanilah (pemilik lahan) yang akan
mendatangkan buruh panen dari luar desa. Akan tetapi, setelah beberapa musim, pedagang
tebasan padi itu membawa buruh pemanen sendiri. Terjadilah bentrok antara buruh pemanen

padi.
Perubahan dari pemakaian ani-ani ke sabit pada tahun 1970-an dapat dikatakan sebagai
perubahan sosial, psikologis, dan ekonomi yang lebih penting di desa-desa. Hal tersebut
menandai menurunnya suatu jaringan kesejahteraan sosial bagi penduduk miskin dan
munculnya golongan petani pencari keuntungan. Perubahan itu memungkinkan cukup
beberapa orang laki-laki saja untuk panenan dengan sabit dan bukan lagi dilakukan oleh
ratusan orang wanita. Tetapi, dapat dijumpai juga wanita yang juga sudah memakai sabit
dalam menuai padi walaupun mereka tidak mengangkut gabah dari sawah.
Cain menjelaskan memang dampak dari peralihan peralatan dari ani-ani ke sabit ini
paling dirasakan oleh buruh tani, terutama kaum wanita. Wanita-wanita itu kehilangan
sumber penghasilan yang sangat menguntungkan. Mereka lalu terpaksa bekerja berjam-jam
lebih lama dalam bidang-bidang lain, kalaupun dapat mereka peroleh .(dalam Haddad:55)

6

BAB III
SIMPULAN
Carol J. Haddad mengatakan dalam tulisannya bahwa perubahan teknologi sering kali
disambut gembira sebagai karena dianggap sebagai tonggak kemajuan manusia dan wahana
pembebasan manusia, namun pada kenyataannya tidak selalu begitu. Perubahan teknologi, di

satu pihak menguntungkan, akan tetapi dapat juga merugikan bagi pihak lain.
Peralihan penggunaan ani-ani ke sabit dalam proses menanam padi adalah salah satu
contoh nyatanya. Buruh tani (terutama wanita) adalah pihak yang paling dirugikan dalam hal
ini. Dengan penggunaan sabit, maka buruh yang dibutuhkan untuk memanen sebidang sawah
harus berkurang jumlahnya. Buruh tani pun harus mencari pekerjaan lain. Di satu pihak,
petani pemilik lahan jelas menerima keuntungan karena tidak harus mengupah banyak buruh.
Selain dampak ekonomi, peralihan peralatan tersebut juga berdampak pada permasalahan
sosial budaya.

7

DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku:
Collier, William L, dkk. 1996. Pendekatan Baru dalam Pembangunan Pedesaan di Jawa
(Kajian Pedesaan Selama Dua Puluh Lima Tahun). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Haddad, Carol J. ___. “Teknologi, Industrialisasi, dan Status Ekonomi Wanitia”. Dimuat
dalam Kiprah Wanita dalam Teknologi. Asher, Robert.
Wolf, Eric R. 1966. Petani: Suatu Tinjauan Antropologis. Jakarta: Rajawali Press.
Sumber internet:
alatpertanian.blogspot.com
www.id.wikipedia.com/ani-ani/
www.id.wikipedia.com/sabit/
Sumber lainnya:
Rekaman suara Pesamuhan Budaya “Budaya Politik dan Masa Depan Ke-Indonesia-an
Kita”. Pembicara: Putu Fajar Arcana. Minggu, 3 Juni 2012 di Museum Rudana,
Peliatan, Ubud, Bali. (dokumentasi pribadi).

8

LAMPIRAN

Gambar 1: Ani-ani dan cara memegangnya

Gambar 2: Sabit, alat yang digunakan untuk memanen padi

9