PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS EXPERIENTIAL LEARNINGTERHADAP HASIL BELAJAR IPA DI SD INPRES EDALODE KECAMATAN PANTAI BARU KABUPATEN ROTE NDAO

  

PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS

EXPERIENTIAL LEARNINGTERHADAP HASIL BELAJAR IPA DI

SD INPRES EDALODE KECAMATAN PANTAI BARU

KABUPATEN ROTE NDAO

Yetursance Y. Manafe

  

Program Studi Pendidikan Teknik Elektro, PTK FKIP, Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto, Penfui

email: ucemanafe@yahoo.com

Abstrak: Media Pembelajaran yang gunakan dalam penelitian ini diarahk an untuk

pencapaian kompetensi penguasaan konsep siswa yang mempelajari mata pelajaran IPA.

  

Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh dari penggunaan media pembelajaran

berbasis Experiential Learning terhadap hasil belajar mata pelajaran IPA. Langk ah-

langkah strategis penggunaan media pembelajaran berupa pendek atan experiential

learning disesuaikan pula dengan teori-teori yang membangunnya. Adapun media

pembelajaran yang digunakan dalam tulisan ini adalah k it gelombang dan bunyi dan kit

listrik magnet. Subyek penelitian siswa k elas V di SD Inpres Edalode dengan jumlah 30

orang siswa. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah paired -sample t-test

menggunakan SPSS versi 20.0. Hasil yang diperoleh adalah dengan melihat table paired

Samples correlations dimana nilai korelasi yang diperoleh 0,847> dari 0,5 dengan taraf

signifik ansi .000, mak a diambil k esimpulan bahwa antara variable nilai sebelum mengik uti

pembelajaran dengan sesudah mengikuti pembelajaran mempunyai k orelasi yang sangat

k uat atau signifik an dengan t table= 1,697 dan t hitung= 13,843 (t hitung > t tabel) ini

berbarti rata-rata dari sampel berpasangan adalah berbeda secara nyata.

  Kata Kunci:Expe rientia l Lea rning, Media Pe mbe laja ran IPA , SD Inpres Edalode.

  

Abstract: Learning media used in this research is directed to the achievement of

competence mastery of students who study the science subjects. The aim of this research is

to see the e ffect of the use of experiential learning media based on learning outcomes of

science subjects. The strategic steps of the use of learning media in the form o f experiential

learning approach is also adapted to the theories that build it. The learning media used in

this paper is a wave and sound kits and magnetic power k its. Subjects of students of class V

in Elementary School Edalode Rote Nado District with the number of 30 students. The

analysis used in this research is paired-sample t-test using SPSS version 20.0. The results

obtained is to see the table paired Samples correlations whe re the correlation value

obtained 0.847> from 0.5 to the level of significance of 0.000, then it is concluded that

between the variable values before following the learning by following the learning has a

very strong or significant correlation with t Tab le = 1.697 and t arithmetic = 13.843 (t

count> t table) This means the mean of paired samples is significantly different.

  

Keywords:Expe rientia l Lea rning, Media Learning of Sc ience, Edalode Ele mentary School

  Rote Ndao sebagai kabupaten yang terletak paling selatan di Negara Kesatuan Republik Indonesia termasuk dalam wilayah propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dan memiliki luas 2

  1.255,39 km terbagi atas 10 kecamatan. Sebagai salah satu daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) telah banyak program pembelajaran kreatif yang diberikan dan memotivasi para guru di kabupaten Rote Ndao. Sejalan dengan penerapan program pembelajaran kreatif yang terus dikembangkan, pengembangan pembelajaran berbasis experiential lerning yang menekankan pada pengalamn belajar secara langsung sesuai dengan kondisi belajar siswa merupakan salah satu bagian dari pengembangan proses belajar dan sebagai salah satu strategi bagi pebelajar untuk terlibat dalam proses belajar secara aktif.

  Pada prinsipnya materi IPA (sains) terdiri dari dua unsur pokok yaitu IPA sebagai proses dan IPA sebagai produk. IPA sebagai proses mengkaji proses atau prosedur yang dilakukan untuk menemukan produk-produk IPA, yang berupa langkah-langkah atau prosedur untuk menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip atau teori-teori IPA. Sedangkan IPA sebagai produk mengkaji produk-produk hasil temuan IPA yang dapat berupa konsep, teori, dan hukum IPA, misalnya hukum Newton I, hukum Snellius, konsep gaya, teori atom dan lain sebagainya. Agar dapat memahami materi IPA secara utuh, siswa dituntut melakukan kegiatan praktis sebagai upaya memproses perolehan sementara (gagasan awal) dan melakukan inferensi logis (menyusun simpulan dari informasi) sampai ditemukan konsep, prinsip IPA meski hanya menurut pandangan siswa. Konsep IPA yang diterima siswa tidak sekedar ingatan semata akan tetapi konsep yang disertai alasan yang logis. Artinya IPA hendaknya diberikan tidak sekedar produknya, tetapi juga prosesnya. Penerapan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar (SD) memiliki beberapa pertimbangan yaitu: 1) berorientasi pada pendekatan ketrampilan proses; 2) mengutamakan keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran; 3) menemukan sendiri pengetahuannya; 4) Berorientasi pada lingkungan sekitar, artinya materi fisika hendaknya disesuaikan dengan kehidupan keseharian siswa, agar belajar lebih bermakna; 5) disertai benda nyata atau tiruannya, dilakukan melalui permainan (Wartono, 2003).

  Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan kepala sekolah SD Inpres Edalode, serta pengamatan lapangan di Kabupaten Rote Ndao, hingga tahun 2017 ditemukan beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran mata pelajaran IPA, yaitu tertumpu pada dua hal: media pembelajaran/peragaan IPA dan proses pembelajaran. Dalam penggunaan media pembelajaran beberapa kelemahan yang ditemui antara lain: 1) media pembelajaran IPA kurang memenuhi persyaratan, bahkan lebih dari 70% sekolah tidak dilengkapai media pembelajaran

  IPA yang memenuhi syarat, Kalaupun ada media pembelajaran IPA tapi kondisinya tidak laya k pakai, artinya tingkat kelayakan pakai kurang dari < 40%; 2) Media pembelajaran IPA relatif mahal; 3) Guru IPA kurang memiliki kreativitas dalam merancang media pembelajaran IPA, karena guru jarang bahkan tidak pernah mengikuti pelatihan merancang media pembelajaran. Sedangkan dalam proses pembelajaran masalah yang muncul antara lain: 1) partisipasi siswa dalam pembelajaran kurang, hal ini ditandai dengan jumlah siswa yang mengeluarkan pendapat/ide, menjawab pertanyaan, mengajukan pertanyaan rata-rata kurang dari 50%; 2) Siswa kurang termotivasi untuk belajar karena guru monoton dalam memilih metode pembelajaran, bahkan lebih 80% guru tidak menggunakan media pembelajaran dalam setiap pembelajaran yang dilakukan; 3) Dalam mengerjakan tugas-tugas rumah siswa sering mengalami kesulitan dan mengumpulkannya terlambat. Karena media pembelajaran yang digunakan kurang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa maka akan berdampak pada proses pembelajaran yang tidak memenuhi PAKEMI (aktif, kreatif, efektif, menyenangkan dan

  Pembelajaraneksperensial dikembangkan dengan dasar bahwa pebelajar setelah selesai mengikuti proses pembelajaran memiliki pemahaman, pengingatan dan penerapan. Dimana diharapkan pebelajar perlu memproses lebih dari sekedar fakta-fakta dan konsep untuk bisa termotivasi agar belajar secara efektif, untuk mengidentifikasi apa yang perlu dilakukan, untuk menjadi terampil didalamnya, dan untuk menggunakannya secara konsisten, maka pebelajar harus mengalaminya.

  Pendidikan yang efektif adalah yang sekaligus abstrak dan kongkrit. Jean Piaget, seorang psikolog perkembangan mengajarkan anak-anak belajar secara kongkrit, tetapi mereka menjadi mampu berpikir secara abstrak saat mereka mereka memasuki masa remaja dan dewasa. Sayangnya banyak pembelajar yang memaknai bahwa perubahan kapasitas mental ini berarti bahwa pengalaman pembelajaran konkrit bisa di batasi. Justru sebaliknya belajar dengan pengalaman langsung semestinya berlangsung sepanjang rentang kehidupan seseorang. Sebagai contoh pebelajar akan memahami konsep-konsep manajeman dalam proyek pembelajaran dengan cara terbaik apabila mereka benar-benar mengelola proyek pembelajaran tersebut.

  Sebagian besar penemuan tentang hubungan positif antara pengalaman kongkrit dan pembelajaran abstark dianggap bersumber dari John Dewey (1938), penulis Experience and

  

Education . Dewey paham bahwa bahwa sekedar memiliki pengalaman itu tidaklah berarti sama

  dengan belajar darinya. Tindakan dan pikiran harus dihubungkan. Sudah sejak tahun 1916, ia mengemukakan, “Berpikir…adalah usaha yang disengaja untuk menemukan hubungan spesifik antara sesuatu yang kita lakukan dan konsekuansi yang dihasilkannya, sehingga keduanya menjadi berkesinambungan.

  Berdasarkan pemikiran Dewey, proses pembelajaran yang dikembangkan banyak membantu pebelajar memunculkan makna dari proses pembelajaran dengan istilah-istilah peninjauan ulang (reviewing), pengolahan (processing), atau penggalian (mining). Terlepas dari pengistilahannya, gagasan dasarnya adalah bahwa sebuah pengalaman bisa menyebabkan pembelajaran dan bahkan menyebabkan perubahan. Oleh Colin Beard dan John Wilson (2002), penulis The Power of Experiential Learning, “Pengalaman bisa jadi melandasi semua pembelajaran tetapi ia tidak selalu membuahkan pembelajaran. kita harus terlibat dengan pengalaman dan merenungkan apa yang terjadi, bagaimana, dan mengapa itu terjadi.” David Kolb (1983), pengarang teks klasik, Experiential Learning, meringkas konsep ini dengan kata - kata yang terkenal, “Pembelajaran adalah proses di mana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman.”

  Pembelajaran eksprensial menggunakan serentang luas metodologi seperti: penugasan, pengalaman lapangan, proyek pembelajaran tindakan, permainan kreatif, permainan peran, game, simulasi, visualisasi, bercerita, improvisasi, kegiatan petualangan.Dalam proses pembelajaran dan membangun interaksi dengan pebelajar yang lain, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: menciptakan keterbukaan, memajukan pemahaman, menimbang sikap dan perilaku baru, bereksperiman dan dukungan.Oleh karena itu sangat perlu diupayakan pemecahan permasalahan yang dihadapi para guru SD tersebut melalui penerapan penggunaan media pembelajaran berbasis Experiential Learning.

2. METODE PENELITIAN Experiential Learning

  Pembelajaraneksperensial dikembangkan dengan dasar bahwa pebelajar setelah selesai mengikuti proses pembelajaran memiliki pemahaman, pengingatan dan penerapan. Dimana diharapkan pebelajar perlu memproses lebih dari sekedar fakta-fakta dan konsep untuk bisa termotivasi agar belajar secara efektif, untuk mengidentifikasi apa yang perlu dilakukan, untuk menjadi terampil didalamnya, dan untuk menggunakannya secara konsisten, maka pebelajar harus mengalaminya.

  Pendidikan yang efektif adalah yang sekaligus abstrak dan kongkrit. Jean Piaget, seorang psikolog perkembangan mengajarkan anak-anak belajar secara kongkrit, tetapi mereka menjadi mampu berpikir secara abstrak saat mereka mereka memasuki masa remaja dan dewasa. Sayangnya banyak pembelajar yang memaknai bahwa perubahan kapasitas mental ini berarti bahwa pengalaman pembelajaran konkrit bisa di batasi. Justru sebaliknya belajar dengan contoh pebelajar akan memahami konsep-konsep manajeman dalam proyek pembelajaran dengan cara terbaik apabila mereka benar-benar mengelola proyek pembelajaran tersebut.

  Sebagian besar penemuan tentang hubungan positif antara pengalaman kongkrit dan pembelajaran abstark dianggap bersumber dari John Dewey (1938), penulis Experience and

  

Education . Dewey paham bahwa bahwa sekedar memiliki pengalaman itu tidaklah berarti sama

  dengan belajar darinya. Tindakan dan pikiran harus dihubungkan. Sudah sejak tahun 1916, ia mengemukakan, “Berpikir…adalah usaha yang disengaja untuk menemukan hubungan spesifik antara sesuatu yang kita lakukan dan konsekuansi yang dihasilkannya, sehingga keduanya menjadi berkesinambungan.

  Berdasarkan pemikiran Dewey, proses pembelajaran yang dikembangkan banyak membantu pebelajar memunculkan makna dari proses pembelajaran dengan istilah-istilah peninjauan ulang (reviewing), pengolahan (processing), atau penggalian (mining). Terlepas dari pengistilahannya, gagasan dasarnya adalah bahwa sebuah pengalaman bisa menyebabkan pembelajaran dan bahkan menyebabkan perubahan. Oleh Colin Beard dan John Wilson (2002), penulis The Power of Experiential Learning, “Pengalaman bisa jadi melandasi semua pembelajaran tetapi ia tidak selalu membuahkan pembelajaran. kita harus terlibat dengan pengalaman dan merenungkan apa yang terjadi, bagaimana, dan mengapa itu terjadi.” David Kolb (1983), pengarang teks klasik, Experiential Learning, meringkas konsep ini dengan kata - kata yang terkenal, “Pembelajaran adalah proses di mana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman.” Pembelajaran eksprensial menggunakan serentang luas metodologi seperti: penugasan, pengalaman lapangan, proyek pembelajaran tindakan, permainan kreatif, permainan peran, game, simulasi, visualisasi, bercerita, improvisasi, kegiatan petualangan.

  Rancangan Penelitian

  Rancanngan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan eksperimen semu dengan menggunakan bantuan SPSS Versi 20. Selanjutnya akan diuraikan berturut-turut tujuan penelitian, subyek penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian dan desain penelitian.

  a.

  Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh dari penggunaan media pembelajaran berbasis Experiential Learning terhadap hasil bela jar mata pelajaran IPA. pengaruh dari penggunaan media pembelajaran berbasis Experiential Learning terhadap hasil belajar mata pelajaran IPA.

  b.

  Subyek Penelitian Subyek penelitian siswa kelas V di SD Inpres Edalode dengan jumlah 30 orang siswa c. Variabel Penelitian

  Variabel bebas: Media pembelajaran berbasis Experiential Learning

  • Variabel Terikat:Hasil Belajar IPA
  • d.

  Desain Penelitian Karena jenis data adalah kuantitatif dan dilihat dari sampel ada 2 sampel (pre-test dan post- test) maka digunakan uji t, untuk menganalisis uji t digunakan paired-sampel t test yaitu pengujian terhadap dua sampel yang berhubungan atau berpasangan yang berasal dari sebuah populasi dengan dua perlakuan dimana apakah dua sampel (2 perlakuan) tersebut mempunyai rata-rata yang sama atau berbeda secara nyata. Paired-sampel t test mempunyai subyek yang sama yaitu siswa kelas VSD Inpres Edalode yang mengikuti pelajaran IPA, yang mengalami dua perlakuan yang berbeda. Perlakuan pertama adalah sebelum menggunakan media pembelajaran IPA dan perlakuan kedua adalah setelah menggunakan media pembelajaran IPA.

  Rumusan Hipotesis :

  H1= Hasil belajar siswa pada post-test tidak sama dengan pre- test (H1:µ1 ≠ µ2) H0= Hasil belajar pada post- sama dengan pre-test (H0:µ1 = µ2)

  Dasar Keputusan: 1.

  Tingkat signifikansi (α) = 0,05 Daerah penolakan dua sisi 3. Derajat kebebasan (Df )=N-1 4. Prinsip keputusan: Menolak H0 bila t hitung > t tabel dan menerima H0 bila t hitung < t tabel.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

  Dengan menggunakan analisis statitistik menggunakan SPSS, deskripsi data hasil olahan untuk kelompok siswa kelas V SD Inpres Edalode Kecamatan Pantai Baru Kabupaten Rote Ndao dapat ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1. Deskripsi Hasil Belajar Sebelum dan Sesudah menggunakan Media

  Paired Samples Statistics

  Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

  HasilBelajarIPASebelum 62.6667 30 6.26062 1.14303 Pair 1

  HasilBelajarIPASesudah 71.1333 30 4.90414 .89537 Sumber: Data olahan, 2017 Berdasarkan Tabel 1, Dari table paired samples statistics untuk jumlah anak 30 orang siswa kelas V SD Inpres Edalode Kecamatan Pantai Baru Kabupten Rote Ndao dapat dilihat nilai mean sebelum menggunakan media pembelajaran IPA (pre-test) adalah 62,67 dan setelah menggunakan media pembelajaran IPA dalam hal ini kit gelombang dan bunyi dan kit listrik magnet (post-test) diperoleh nilai mean 71,17. Dengan demikian setelah menggunakan media pembelajaran IPA terjadi kenaikan nilai hasil belajar sebesar 8,5 point dari sebelumnya.

  Selanjutnya pada tabel 2, ditunjukkan nilai korelasi dan signifikansi hasil belajar IPA sebelum dan sesudah menggunakan media pembelajaran. Tabel 2. Nilai korelasi dan signifikansi hasil belajar IPA

  Paired Samples Correlations N Correlation Sig.

  HasilBelajarIPASebelum Pair 1 & 30 .847 .000

  HasilBelajarIPASesudah Sumber: Data olahan, 2017 Berdasarkan tabel 2, hasil yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah dengan melihat table

  paired Samples correlations dimana nilai korelasi yang diperoleh adalah 0,847> dari 0,5 dengan

  taraf signifikansi 0,000, maka diambil kesimpulan bahwa antara variable nilai sebelum menggunakan media pembelajaran IPA dengan sesudah menggunakan media pembelajaran IPA mempunyai korelasi yang sangat kuat atau signifikan. Pada table Paired Sample test ada beberapa dasar pengambilan keputusan yaitu pada probabilitas dan perbandingan nilai t , bila nilai signifikansi > dari 0,05 maka bisa dikatakan kedua rata-rata sampel pasangan tersebut adalah identik, namun jika nilai signifikansi < dari 0,05 maka dapat dikatakan kedua rata -rata sampel pasangan tersebut adalah berbeda secara nyata. Dari data probabilitasnya yang ditujukkan pada tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai signifikansinya 0,000 < 0,0 5 berarti kedua rata-rata sampel pasangan tersebut adalah berbeda secara nyata. Tabel 3. Nilai probabilitas paired sample test

  Paired Samples Test

  Pair 1 HasilBelajarIPASebelu

  • m HasilBelajarIPASesuda h

  Mean -8.46667 Std. Deviation 3.35007

  Paired Differences Std. Error Mean .61164 95% Confidence Interval Lower -9.71760 of the Difference

  Upper -7.21573 t

  • 13.843 df

  29 Sig. (2-tailed) .000 Sumber: Data Olahan, 2017

  Berdasarkan hasil pada tabel 3, dapat dilihat bahwa nilai t table= 1,697 dan t hitung= 13,843 (t hitung > t tabel) ini berbarti karena nilai t table < dari nilai t hitung maka rata-rata dari sampel berpasangan adalah berbeda secara nyata, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbaikan nilai ditinjau berdasarkan nilai meannya yang naik 8,5 point dari sebelumnya.

4. SIMPULAN

  Dari hasil yang diperoleh dari pengolahan data yang dilakukan maka diambil kesimpulan bahwa setelah menggunakan media pembelajaran IPA pada siswa SD kelas V terutama menggunakan pendekatan experiential learning terjadi peningkatan hasil belajar.

  DAFTAR RUJUKAN Beard, C., & Wilson, J. 2002. The Power of experiential learning. London: Kogan Page.

  Dewey, J. 1916. Democracy and education. New York: Macmillan. Dewey, J. 1938. Experience and education. New York: MacMillan Kolb, D. 1983. Experiential learning. Paramus, NJ: Financial Times/Prentice Hall Wartono. (1996).

  “Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pendidikan Sains di SD” dalam Khazanah Pengajaran IPA. Majalah Pendidikan IPA. Vol I/No 2/1996. Bandung:

  IMAPIPA PPS & PPS IKIP Bandung.