Pola Sebaran dan Perkembangan Penyakit L
J Hort. 12(1):64-70,2002
Pola Sebaran dan Perkembangan Penyakit Layu Fusarium
pada Pisang Tanduk, Rajasere, Kepok, dan Barangan
Catur Hermanto dan Tutik Setyawati
Balai Penelitian Tanaman Buah JI. Raya Sumani PO Box 5 Solok 27301, Sumatera Barat
Penyakit layu fusarium dikenal secara luas sebagai penyakit Panama yang mematikan dan telah tersebar luas di hampir
seluruh sentra produksi pisang di dunia. Sebaran penyakit dalam ruang dan waktu sangat berkaitan dengan prevalensi
kultivar-kultivar dalam suatu wilayah dan tanggap ketahanan kultivar-kultivar tersebut. Penelitian bertujuan untuk
mcngetahui pola sebaran spasial dan perkembangan penyakit layu fusarium pada pisang Tanduk, Rajasere, Kepok,
dan Barangan. Pengamatan pola sebaran penyakit dilakukan pada pertanaman pisang di Kebun Percobaan Aripan
pad a bulan Pebruari sampai dengan Juli 2000, pada pisang kultivar Tanduk, Rajasere, Kepok, dan Barangan,
masing-masing terdiri dari 133 tanaman yang ditanam dalam tujuh baris dan 19 kolom. Pengamatan pertanJa dilakukan
sam gejala muncul pertama kali, yaitu pada saat tanaman berumur lima bulan. Pengamatan berikutnya dilakukan
dengan interval dua minggu. Pengamatan dilakukan terhadap semua tanaman percobaan dengan teknik tanaman
tunggaluntuk memetakan tanaman-tanaman yang memperlihatkan gejala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola
scbaran spasial penyakit pada pisang Tanduk dan Kepok cenderung bersifat acak, sedangkan pada pisang Rajasere
dan Barangan bersifat tidak acak. Berdasarkan pada pola sebaran spasial tersebut, maka pemilihan teknik sampling
yang sesuai untuk pengamatan penyakit layu fusarium, yaitu stratified random samp/ing untuk pisang Barangan dan
Rajasere pada semua kondisi lahan, serta pisang Kepok yang ditanam pada lahan miring, sedangkan pengambilan
sampel pada pisang Kepok dan Tanduk yang ditanam pada lahan datar lebih tepat menggunakan teknik lInreslicled
random sampling. Ekspresi ketahanan juga ditampilkan oleh perkembangan penyakit di lapang, di mana pada
kultivar-kultivar rentan (Rajasere dan Barangan) terjadi lebih cepat daripada kultivar-kultivar tahan seperti pisan~
Tanduk dan Kepok. Perken~banganJ?enyakit mengikuti persamaan Y = 0.46' + 0.055"X (R2 = 0.988), Y = 2.589'
x 1.016 "X (R2 = 0.982), Y = 6.058 x XO 118" (R2 = 0.828) dan Y = 1.805 = 0.25/'X
(R2 = 0.966), berturut-turut
pada pisang Tanduk, Rajasere, Kepok dan Barangan.
Kata kunci: Pisang; Layu fusarium; Pola sebaran; Perkembangan
penyakit
ABSTRACT.
Hermanto
C. and T. Setyawati. 2002. Distribntion
and development
pattern of fusarial wilt
disease on banana cnltivars Tanduk, Rajascre. Kepok. and Barangan. Fusarial wilt disease, commonly called
Panama discase,is a deadly disease distributed world wide. Distribution of the disease in space and time is more
related to the prevalence of susceptible cultivars in region. . The objective was to determine distribution and
dcvelopmeiJt pattern offusarial wilt disease on banana cultivars Tanduk. Rajasere, Kepok, and Barangan. Observation
of distribution pattern of the disease was conducted at Aripan Experimental Farm, in February until July 2000. The
banana cult ivaI's wereTanduk, Rajasere, Kepok, and Barangan, where each cultivar block consisted of 133 plants that
were laid out in seven rows and 19 columns. Observation began when disease symptom appeared for the first time,
at five months after planting, repeated every two weeks. Data were collected from all banana hills by taking
representative single plant samples from each hill. The results showed that spatial distribution of the disease on banana
cultivars Tanduk and Kepok tended to be random, while on banana cultivars Rajasere and Barangan it was non
random. Based on the identified spatial distribution pattern of disease, stratified random sampling is appropriate for
sampling fusarial wilt disease on banana cultivars Barangan and Rajasere which are planted on all land topography
typcs, and on banana cultivars Kepok planted on slope topography. Banana cultivars Kepok on flat topography is
appropriately sampled by unresticted random sampling. Resistance expression also appeared in the disease developmcnt in the field. Development of the disease on susceptible
rcsista1Jl varieties (Tanduk and Kepok). Patterns of disease
0.055"X (R2 = 0.988). Y = 2.589' x 1.0J6"x (R2 = 0.982),
0.257"X (R2 = 0.966) on banana cultivars Tanduk, Rajasere,
varieties (Ra,i~ere and Barangan) was faster than,on
development followed the equations of Y = 0.46 +
Y = 6.058" X X0118" (R2 = 0.828). and Y = 1.805 =
Kepok and Barangan respectively. .
Key words: Banana; Fusarial wilt; Distribution pattern; Disease developmcnt
Layu fusarium atau penyakit Panama dikenal
secar'a luas sebagai salah satu penyakit yang
sangat merusak. Sejak pertama kali dikenali di
Australia pada tahun 1874(Bancroft, 1876dalam
Ploetz, 1994; Moore et a!., 1996), sekarang telah
dilaporkan terdapat di seluruh wilayah
pertanaman pisang di dunia kecuali Papua
Nugini, Kepulauan Pasifik Selatan dan beberapa
negara sepanjang perbatasan Mediterania
64
(Wardlaw, 1972, Nurhadi et al., 1994, Kung'u,
1995, Djatnika et a!., 2000).
Sebaran layu fusarium banyak dikaitkan
dengan preva1ensi varietas/kultivar yang ada di
suatu wilayah. Ploetz (1994), Kung'u (1995) dan
Moore et al. (1996) melaporkan bahwa penyakit
layu fusarium telah menginfeksi semua jenis
pisang yang memiliki genom yqng berbeda
seperti berikut (1) genom AA subkelompok
p
Catur Hermanto dan Tutik Setyawati: Pola sebaran dan
perkembangan penyakit layufusarium pada pisal1g ...
Sucrier, yaitu pisang Mas, (2) genom AB, yaitu di lapang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
Wal1g'ae(Kenya), (3) genom AAA yaitu Gros dan karakter genetik yang mendukung ketahanan
tanaman. Beckman (1990) melaporkan bahwa
Michel, Muraru (Kenya), Mutika/Lujugira
(Afrika Timur), (4) genom AAB subkelompok sebaran dan perkembangan jamur F o>.ysporum
Silk, yaitu Latundal1 (Philipina), Maca (Brasil), f.sp. vasinfectum pada tanaman kapas sangat
Pisang Rastali (Malaysia), Rasthali (India), (5) dipengaruhi oleh ketahanan tanaman. Pada
genom AAB subkelompok Pome, yaitu Lady varietas tahan, penyebaran patogen di dalam
Finger (Australia), Prata (Brasil) Virupakshi tanaman telah terhenti padajarak 25 em dari titik
(India), (6) genom ABB subkelompok Pisang inokulasi, sedangkan pada varietas rentan jamur
terus menyebar sampai meneapai jarak 65 em
AwakyaituChuoi Tay (Vietnam),Kayinja(Atrika
Timur),
Kluai
Namwa
(Thailand),
pada 14 hari setelah inokulasi.
Bluggoe/Bokoboko, Nyeupe (Kenya).
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pola
Gejala. yang meneolok dari penyakit layu sebaran spasial penyakit yang dapat digunakan
fusarium pada awalnya adalah terjadinya
sebagai dasar untuk menentukan metode
penguningan tepi daun yang lebih tua. Gejala ini pengambilan sampelyang tepat dan representatif.
awalnya sulit dibedakan dari gejala defisiensi
kalium,terutama pada kondisi kering atau dingin.
BAHAN DAN METODE
Penguningan berkembang dari daun tertua
nlenuju ke daun termuda, kemudian seeara
Pengamatan dilakukan pada pertanaman
berangsur-angsur tangkainya layu sehinggapatah
pisang
di Kebun Pereobaan Aripan pada bulan
di sekitar pangkal daun, dan menggantung di
Pebruari
sampai dengan Juli 2000. KuItivar
sekeliling batang semu. Ukuran daun-daun yang
pisang
yang
diamati adalah Tanduk, Rajasere,
bam muneul menjadi lebih kecil, tampak berkerut
Kepok, dan Barangan, masing-masing ditanam
dan rusak. Seringkali pseudostem peeah
dalam satu blok yang terdiri dari 133 tanaman
memanjang. Buah tidak bergejala, namun
kuaIitas dan kuantitas buahnya menurun (Jones, dalam tujuh baris a 19 kolom dengan posisi blok
berturut-turut adalah Tanduk - Rajasere - Kepok
]995; Hermanto et al., 1997).
- Barangan (GambaI' 1). Penanaman dilakukan
Penyakit layu fusarium disebabkan oleh
pada bulan September 1999. Pengamatan
jamur tanah Fusarium oxysporum f.sp. cubel1se
pertama dilakukan pada saat awal muneulnya
(E.F. Smith) Snyd. & Hans (Foe). Saat ini dikenal
gejala penyakit pada pertanaman, yaitu pada saat
enam metode identifikasijamurtersebut, yaitu (1) tanaman berumur lima bulan. Pengamatan
identifikasi menggunakan metode vegetative berikutnya dilakukan seeara periodik dengan
compatibilitygroup (VCG) dilakukan pengelom- interval dua minggu. Untuk mendapatkan
pokan dalam nomor-nomor VCG seperti 01213, informasi pola sebaran spasial penyakit,
0124, dan lain-lain; (2) pengelompokan ber- pengamatan dilakukan dengan eara memetakan
dasarkan produksi senyawa volatilnya ke dalam
tanaman-tanaman yang memperlihatkan gejala
dua kelompok, yaitu odoratum dan inodoratum;
penyakit pada tiap plot pereobaan (GambaI' 1).
(3) identifikasi
dengan menggunakan
Analisis pola sebaran penyakit dilakukan
RAPD-PCR diperoleh dua kelompok, yaitu
dengan
uji rangkaian sampel tunggal (Siegel,
kelompok 1dan II; (4) identifikasi menggunakan
1956;
Daniel,
]989; Campbell dan Madden,
electrophoretic kGlyotype (EK) diperoleh dua
1990)
dengan
persamaan:
kelompok, yaitu EK Tipe II dan EK Tipe I; (5)
identifikasi menggunakan analisis enzim peJ...'t.at
diperoleh dua kelompok yaitu slow moving dan
z ={ I' -[(211In2>/(nl + 112)] + 1 }
fast movil1gpectic zymogram group; serta (6)
...[.2111n2(2n1112111- n2)
pengelompokan berdasarkan ras patogenik ke
2
(nl + n2) (nl + n2 - 1)
dalam empat ras, yaitu ras 1,2,3, dan 4 (Pegg et
aI., 1994).
dengan pengertian bahwa: z = luas daerah di
Selain karakter biologis di atas, infonnasi bawah kurva nonnal, I' = jumlah rangkaian, n 1 =
karakter epidemi penyakit juga sangat
jumlah tanaman yang memperlihatkan gejala
diperlukan. Sebaran dan perkembangan penyakit penyakit, n2 = jumlah tanaman sehat. Sebaran
65
.
1. Hart, Vol.12, No.1, 2002
penyakit berarti acak apabila nilai z pada
probabilitas 0,05 ~ 1,96.
Pola perkembangan penyakit dalam fungsi
waktu dikaji menggunakan analisis regresi dari
insidensi penyakit. lnsidensi penyakit dihitung
menggunakan rumus I = {(a-b)/a} x 100%, di
mana I = insidensi penyakit, a = jumlah tanaman
dalam setiap blok, dan b = jumlah tanaman
terserang penyakit. Setiap unit data dianalisis
l11enggunakan model linier, eksponensial,
kepangkatan, dan logaritl11a.Untukmemudahkan
analisis, model nonlinier ditransformasi menjadi
model linier (Tabel 1). Model yang digunakan
diRilih
berdasarkan nilai koefisien determinasi
?
blok. Secara visual, arab penyebaran tanaman
sakit pada blok pisang Barangan tersebut terjadi
dari tempat yang tinggi, bagian yang berdekatan
dengan blok pisang Kepok, menuju ke lokasi
yang lebih rendah. Dalarn konteks ini, diduga
pergerakan aliran air memberikan kontribusi
yang cukup tinggi terhadap pergerakan propagul
di dalarn tanah.
Analisis sebaran spasial dilakukan'
berdasarkan sebaran penyakit pada posisi
membujur dan melintang blok (Gambar 2). Nilai
ambang yang digambarkan
oleh garis
putus-putus horisontal pada gambar tersebut
adalah nilai z dari sebaran normal baku sebesar
(R -) terbesar:
1,96(pada p = 0,05), di mana nilai di atas tersebut
berarti sebaran penyakit bersifat acak. Pada
Tabell. Model regresi yang diuji untuk melihat
pisang Tanduk dan Kepok, meskipun pola
pola perkembangan
penyakit layu
sebaran berubah-ubah dari satu pengamatan ke
Fusarium (Fusarium o:xysporum f.sp.
waktu pengamatan lain, namun terdapat
cubellse) pada pisang Tanduk, Rajasere,
kecenderungan terjadinya pola sebaran acak pada
Kepok, dan Barangan (Regression model
that were tested to Jiml out development
posisi membujur blok. Terjadinya sebaran tidak
pattern of fusarial wilt disease (F.
acak pada arab melintang blok disebabkan oleh
o.\)'sporumf.sp. cubense) on banana Tankemiringan lahan pada arah tersebut. Hal ini
duk, Rajasere, Kepok, and Barangan)
mengindikasikan bahwa ketahananpisang Kepok
Persamaan
Modellinier
Model
dan Tanduk cukup mampu untuk menghambat
(Eqllali~lI)
(Modeloflillier)
penyebaran penyakit antartanaman pada lahan
LillieI'
Y=a+bX
yang datar, tetapi tidak pada lahan yang miring.
NOlllinier:
Pada pisang Rajasere dan Barangan, pola sebaran
In Y = In a x X In b
- Ekspollellsi,1I , Y =a.bx
penyakit bersifat tidak acak, pada kedua arah
In Y = In a x b In X
- Kepallgkatan
Y =a.Xb
blok. Mempertimbangkan'pola distribusi spasial
Y =a + b In X
- Logaritma
tersebut, maka teknik samplingyang sesuai untuk
pengarnatan penyakit layu fusarium pada pisang
Barangan dan Rajasere adalah stratified random
HASIL DAN PEMBAHASAN
sampling.
Pada pisang Kepok dan Tanduk, teknik
Pola seharan penyakit
sampling yang sarna hanya dapat digunakan
Peta sebaran penyakit layu fusarium pada apabila pertanaman berada pada lahan yang
keempat varietas yang dial11atidisajikan pada miring. Apabila kedua varietas tersebut di tanam
Gambar 1. Gejala serangan penyakit pertal11a pada lahan"yangdatar, pengambilan sampellebih
muncul pada bulan Pebruari 2000, pada saat tepat menggunakan teknik 'unresticted random
tan am an berumur lima bulan. Pada awal
sampling karena teknik ini memungkinkan bagi
serangan, insidensipenyakittertinggi terjadi pada semua anggota populasi mendapatkan peluang
blok pisang Kepok, yaitu mencapai 6,25%.
sarna untuk terpilih menjadi sampel (Ives dan
Namun pada perkembangan selanjutnya,
Moon, 1991).
pertambahan insidensi penyakit yang terbesar
Hal tersebut selain karena faktor lingkungan
terjadi pada blok pisang Barangan. Selain
berupa topografi lahan, perbedaan pola sebaran
disebabkan oleh kepekaan kultivar yang tinggi
pada kultivar-kultivar tersebut tampaknya juga
terhadap penyakit, tingginya pertambahan
merupakan ekspresi ketahanan tanaman.
insidensi penyakit ini juga terjadi karena
Kepekaan tanaman terhadap
penyakit
kemiringan lahan yang cukup curam pada blok
menyebabkan penularan penyakit dari satu
tersebut, yaitu mencapai 19,11% pada arah
tanaman terinfeksi ke tanaman yang berdekatan
membujur blok dan 14,36% pada arah melintang
66
p
Catur Hermanto dan Tutik Setymvati: Pola sebaran dan
perkembangan penyakit layufusarium pada pisang...
''',h"m"
"1(,"
""d"",,,.;
"""
1J
",,,,,,2111111
27 ",,",'2111111
I(Apri'2111111
24AI,,;12"""
'"
",i
2111111
22",i 211""
3.1""i2111111
17.1"...2111111
0
Gam bar 1.
= lid"" ada lanaman (noplanl)
0
= tanaman s.hat {h""IIIIy planl}
.
Barangan
= lanaman
lerinfeksi (mk"wd
planl)
Denah sebaran penyakit layu fusarium (F. ox)'sporum f.sp. cubellse) pada pisang Tanduk,
Rajasere, Kepok, dan Barangan (Map of spatial distributiOIl of fusarial wilt disease (F.
oxysporumf.sp. cubellse) 011ballaI/a Tal/duk, Rajasere, Kepok, alld Barallgall). Setiap kotak
mewakili satu rUmp'lI/ (Each square represellt olle mat)
lebih l11udah terjadi sehingga l11enyebabkan
agregasi di sekitar tanaman-tanaman terin[eksi
atau mengikuti kel11iringan lahan.
Agregasi di sekitar tanal11anterin[eksi inijuga
teJjadi pada beberapa penyakit seperti CVPD
(Nurhadi etal., 1994)pada tanamanjeruk dimana
poJa sebaran mengelompok umumnya berawal
dari bagian tepi kebun yang berbatasan dengan
kebun lain yang terin[eksi.
PoJa ini
mengindikasikan
aktivitas vektor yang
67
,
1. Hart. Vol. 12, No.1, 2002
Tanduk
-....
~'I>
0
/
~
v r\
25
.(J
'/
20
i: .~
--8.
15 -I
10
/
~
/
/
/
6'i-,~
\\)\0 /
e~e " i- . /
~i)'I>':J').~'b/
--
Kepok
(Y = 6.?5 ..x XO.II''',
T,=0.91")
g
.
14
,
28
.
42
Pengamatan
7
r\)'J
--
c
Pola Sebaran dan Perkembangan Penyakit Layu Fusarium
pada Pisang Tanduk, Rajasere, Kepok, dan Barangan
Catur Hermanto dan Tutik Setyawati
Balai Penelitian Tanaman Buah JI. Raya Sumani PO Box 5 Solok 27301, Sumatera Barat
Penyakit layu fusarium dikenal secara luas sebagai penyakit Panama yang mematikan dan telah tersebar luas di hampir
seluruh sentra produksi pisang di dunia. Sebaran penyakit dalam ruang dan waktu sangat berkaitan dengan prevalensi
kultivar-kultivar dalam suatu wilayah dan tanggap ketahanan kultivar-kultivar tersebut. Penelitian bertujuan untuk
mcngetahui pola sebaran spasial dan perkembangan penyakit layu fusarium pada pisang Tanduk, Rajasere, Kepok,
dan Barangan. Pengamatan pola sebaran penyakit dilakukan pada pertanaman pisang di Kebun Percobaan Aripan
pad a bulan Pebruari sampai dengan Juli 2000, pada pisang kultivar Tanduk, Rajasere, Kepok, dan Barangan,
masing-masing terdiri dari 133 tanaman yang ditanam dalam tujuh baris dan 19 kolom. Pengamatan pertanJa dilakukan
sam gejala muncul pertama kali, yaitu pada saat tanaman berumur lima bulan. Pengamatan berikutnya dilakukan
dengan interval dua minggu. Pengamatan dilakukan terhadap semua tanaman percobaan dengan teknik tanaman
tunggaluntuk memetakan tanaman-tanaman yang memperlihatkan gejala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola
scbaran spasial penyakit pada pisang Tanduk dan Kepok cenderung bersifat acak, sedangkan pada pisang Rajasere
dan Barangan bersifat tidak acak. Berdasarkan pada pola sebaran spasial tersebut, maka pemilihan teknik sampling
yang sesuai untuk pengamatan penyakit layu fusarium, yaitu stratified random samp/ing untuk pisang Barangan dan
Rajasere pada semua kondisi lahan, serta pisang Kepok yang ditanam pada lahan miring, sedangkan pengambilan
sampel pada pisang Kepok dan Tanduk yang ditanam pada lahan datar lebih tepat menggunakan teknik lInreslicled
random sampling. Ekspresi ketahanan juga ditampilkan oleh perkembangan penyakit di lapang, di mana pada
kultivar-kultivar rentan (Rajasere dan Barangan) terjadi lebih cepat daripada kultivar-kultivar tahan seperti pisan~
Tanduk dan Kepok. Perken~banganJ?enyakit mengikuti persamaan Y = 0.46' + 0.055"X (R2 = 0.988), Y = 2.589'
x 1.016 "X (R2 = 0.982), Y = 6.058 x XO 118" (R2 = 0.828) dan Y = 1.805 = 0.25/'X
(R2 = 0.966), berturut-turut
pada pisang Tanduk, Rajasere, Kepok dan Barangan.
Kata kunci: Pisang; Layu fusarium; Pola sebaran; Perkembangan
penyakit
ABSTRACT.
Hermanto
C. and T. Setyawati. 2002. Distribntion
and development
pattern of fusarial wilt
disease on banana cnltivars Tanduk, Rajascre. Kepok. and Barangan. Fusarial wilt disease, commonly called
Panama discase,is a deadly disease distributed world wide. Distribution of the disease in space and time is more
related to the prevalence of susceptible cultivars in region. . The objective was to determine distribution and
dcvelopmeiJt pattern offusarial wilt disease on banana cultivars Tanduk. Rajasere, Kepok, and Barangan. Observation
of distribution pattern of the disease was conducted at Aripan Experimental Farm, in February until July 2000. The
banana cult ivaI's wereTanduk, Rajasere, Kepok, and Barangan, where each cultivar block consisted of 133 plants that
were laid out in seven rows and 19 columns. Observation began when disease symptom appeared for the first time,
at five months after planting, repeated every two weeks. Data were collected from all banana hills by taking
representative single plant samples from each hill. The results showed that spatial distribution of the disease on banana
cultivars Tanduk and Kepok tended to be random, while on banana cultivars Rajasere and Barangan it was non
random. Based on the identified spatial distribution pattern of disease, stratified random sampling is appropriate for
sampling fusarial wilt disease on banana cultivars Barangan and Rajasere which are planted on all land topography
typcs, and on banana cultivars Kepok planted on slope topography. Banana cultivars Kepok on flat topography is
appropriately sampled by unresticted random sampling. Resistance expression also appeared in the disease developmcnt in the field. Development of the disease on susceptible
rcsista1Jl varieties (Tanduk and Kepok). Patterns of disease
0.055"X (R2 = 0.988). Y = 2.589' x 1.0J6"x (R2 = 0.982),
0.257"X (R2 = 0.966) on banana cultivars Tanduk, Rajasere,
varieties (Ra,i~ere and Barangan) was faster than,on
development followed the equations of Y = 0.46 +
Y = 6.058" X X0118" (R2 = 0.828). and Y = 1.805 =
Kepok and Barangan respectively. .
Key words: Banana; Fusarial wilt; Distribution pattern; Disease developmcnt
Layu fusarium atau penyakit Panama dikenal
secar'a luas sebagai salah satu penyakit yang
sangat merusak. Sejak pertama kali dikenali di
Australia pada tahun 1874(Bancroft, 1876dalam
Ploetz, 1994; Moore et a!., 1996), sekarang telah
dilaporkan terdapat di seluruh wilayah
pertanaman pisang di dunia kecuali Papua
Nugini, Kepulauan Pasifik Selatan dan beberapa
negara sepanjang perbatasan Mediterania
64
(Wardlaw, 1972, Nurhadi et al., 1994, Kung'u,
1995, Djatnika et a!., 2000).
Sebaran layu fusarium banyak dikaitkan
dengan preva1ensi varietas/kultivar yang ada di
suatu wilayah. Ploetz (1994), Kung'u (1995) dan
Moore et al. (1996) melaporkan bahwa penyakit
layu fusarium telah menginfeksi semua jenis
pisang yang memiliki genom yqng berbeda
seperti berikut (1) genom AA subkelompok
p
Catur Hermanto dan Tutik Setyawati: Pola sebaran dan
perkembangan penyakit layufusarium pada pisal1g ...
Sucrier, yaitu pisang Mas, (2) genom AB, yaitu di lapang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
Wal1g'ae(Kenya), (3) genom AAA yaitu Gros dan karakter genetik yang mendukung ketahanan
tanaman. Beckman (1990) melaporkan bahwa
Michel, Muraru (Kenya), Mutika/Lujugira
(Afrika Timur), (4) genom AAB subkelompok sebaran dan perkembangan jamur F o>.ysporum
Silk, yaitu Latundal1 (Philipina), Maca (Brasil), f.sp. vasinfectum pada tanaman kapas sangat
Pisang Rastali (Malaysia), Rasthali (India), (5) dipengaruhi oleh ketahanan tanaman. Pada
genom AAB subkelompok Pome, yaitu Lady varietas tahan, penyebaran patogen di dalam
Finger (Australia), Prata (Brasil) Virupakshi tanaman telah terhenti padajarak 25 em dari titik
(India), (6) genom ABB subkelompok Pisang inokulasi, sedangkan pada varietas rentan jamur
terus menyebar sampai meneapai jarak 65 em
AwakyaituChuoi Tay (Vietnam),Kayinja(Atrika
Timur),
Kluai
Namwa
(Thailand),
pada 14 hari setelah inokulasi.
Bluggoe/Bokoboko, Nyeupe (Kenya).
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pola
Gejala. yang meneolok dari penyakit layu sebaran spasial penyakit yang dapat digunakan
fusarium pada awalnya adalah terjadinya
sebagai dasar untuk menentukan metode
penguningan tepi daun yang lebih tua. Gejala ini pengambilan sampelyang tepat dan representatif.
awalnya sulit dibedakan dari gejala defisiensi
kalium,terutama pada kondisi kering atau dingin.
BAHAN DAN METODE
Penguningan berkembang dari daun tertua
nlenuju ke daun termuda, kemudian seeara
Pengamatan dilakukan pada pertanaman
berangsur-angsur tangkainya layu sehinggapatah
pisang
di Kebun Pereobaan Aripan pada bulan
di sekitar pangkal daun, dan menggantung di
Pebruari
sampai dengan Juli 2000. KuItivar
sekeliling batang semu. Ukuran daun-daun yang
pisang
yang
diamati adalah Tanduk, Rajasere,
bam muneul menjadi lebih kecil, tampak berkerut
Kepok, dan Barangan, masing-masing ditanam
dan rusak. Seringkali pseudostem peeah
dalam satu blok yang terdiri dari 133 tanaman
memanjang. Buah tidak bergejala, namun
kuaIitas dan kuantitas buahnya menurun (Jones, dalam tujuh baris a 19 kolom dengan posisi blok
berturut-turut adalah Tanduk - Rajasere - Kepok
]995; Hermanto et al., 1997).
- Barangan (GambaI' 1). Penanaman dilakukan
Penyakit layu fusarium disebabkan oleh
pada bulan September 1999. Pengamatan
jamur tanah Fusarium oxysporum f.sp. cubel1se
pertama dilakukan pada saat awal muneulnya
(E.F. Smith) Snyd. & Hans (Foe). Saat ini dikenal
gejala penyakit pada pertanaman, yaitu pada saat
enam metode identifikasijamurtersebut, yaitu (1) tanaman berumur lima bulan. Pengamatan
identifikasi menggunakan metode vegetative berikutnya dilakukan seeara periodik dengan
compatibilitygroup (VCG) dilakukan pengelom- interval dua minggu. Untuk mendapatkan
pokan dalam nomor-nomor VCG seperti 01213, informasi pola sebaran spasial penyakit,
0124, dan lain-lain; (2) pengelompokan ber- pengamatan dilakukan dengan eara memetakan
dasarkan produksi senyawa volatilnya ke dalam
tanaman-tanaman yang memperlihatkan gejala
dua kelompok, yaitu odoratum dan inodoratum;
penyakit pada tiap plot pereobaan (GambaI' 1).
(3) identifikasi
dengan menggunakan
Analisis pola sebaran penyakit dilakukan
RAPD-PCR diperoleh dua kelompok, yaitu
dengan
uji rangkaian sampel tunggal (Siegel,
kelompok 1dan II; (4) identifikasi menggunakan
1956;
Daniel,
]989; Campbell dan Madden,
electrophoretic kGlyotype (EK) diperoleh dua
1990)
dengan
persamaan:
kelompok, yaitu EK Tipe II dan EK Tipe I; (5)
identifikasi menggunakan analisis enzim peJ...'t.at
diperoleh dua kelompok yaitu slow moving dan
z ={ I' -[(211In2>/(nl + 112)] + 1 }
fast movil1gpectic zymogram group; serta (6)
...[.2111n2(2n1112111- n2)
pengelompokan berdasarkan ras patogenik ke
2
(nl + n2) (nl + n2 - 1)
dalam empat ras, yaitu ras 1,2,3, dan 4 (Pegg et
aI., 1994).
dengan pengertian bahwa: z = luas daerah di
Selain karakter biologis di atas, infonnasi bawah kurva nonnal, I' = jumlah rangkaian, n 1 =
karakter epidemi penyakit juga sangat
jumlah tanaman yang memperlihatkan gejala
diperlukan. Sebaran dan perkembangan penyakit penyakit, n2 = jumlah tanaman sehat. Sebaran
65
.
1. Hart, Vol.12, No.1, 2002
penyakit berarti acak apabila nilai z pada
probabilitas 0,05 ~ 1,96.
Pola perkembangan penyakit dalam fungsi
waktu dikaji menggunakan analisis regresi dari
insidensi penyakit. lnsidensi penyakit dihitung
menggunakan rumus I = {(a-b)/a} x 100%, di
mana I = insidensi penyakit, a = jumlah tanaman
dalam setiap blok, dan b = jumlah tanaman
terserang penyakit. Setiap unit data dianalisis
l11enggunakan model linier, eksponensial,
kepangkatan, dan logaritl11a.Untukmemudahkan
analisis, model nonlinier ditransformasi menjadi
model linier (Tabel 1). Model yang digunakan
diRilih
berdasarkan nilai koefisien determinasi
?
blok. Secara visual, arab penyebaran tanaman
sakit pada blok pisang Barangan tersebut terjadi
dari tempat yang tinggi, bagian yang berdekatan
dengan blok pisang Kepok, menuju ke lokasi
yang lebih rendah. Dalarn konteks ini, diduga
pergerakan aliran air memberikan kontribusi
yang cukup tinggi terhadap pergerakan propagul
di dalarn tanah.
Analisis sebaran spasial dilakukan'
berdasarkan sebaran penyakit pada posisi
membujur dan melintang blok (Gambar 2). Nilai
ambang yang digambarkan
oleh garis
putus-putus horisontal pada gambar tersebut
adalah nilai z dari sebaran normal baku sebesar
(R -) terbesar:
1,96(pada p = 0,05), di mana nilai di atas tersebut
berarti sebaran penyakit bersifat acak. Pada
Tabell. Model regresi yang diuji untuk melihat
pisang Tanduk dan Kepok, meskipun pola
pola perkembangan
penyakit layu
sebaran berubah-ubah dari satu pengamatan ke
Fusarium (Fusarium o:xysporum f.sp.
waktu pengamatan lain, namun terdapat
cubellse) pada pisang Tanduk, Rajasere,
kecenderungan terjadinya pola sebaran acak pada
Kepok, dan Barangan (Regression model
that were tested to Jiml out development
posisi membujur blok. Terjadinya sebaran tidak
pattern of fusarial wilt disease (F.
acak pada arab melintang blok disebabkan oleh
o.\)'sporumf.sp. cubense) on banana Tankemiringan lahan pada arah tersebut. Hal ini
duk, Rajasere, Kepok, and Barangan)
mengindikasikan bahwa ketahananpisang Kepok
Persamaan
Modellinier
Model
dan Tanduk cukup mampu untuk menghambat
(Eqllali~lI)
(Modeloflillier)
penyebaran penyakit antartanaman pada lahan
LillieI'
Y=a+bX
yang datar, tetapi tidak pada lahan yang miring.
NOlllinier:
Pada pisang Rajasere dan Barangan, pola sebaran
In Y = In a x X In b
- Ekspollellsi,1I , Y =a.bx
penyakit bersifat tidak acak, pada kedua arah
In Y = In a x b In X
- Kepallgkatan
Y =a.Xb
blok. Mempertimbangkan'pola distribusi spasial
Y =a + b In X
- Logaritma
tersebut, maka teknik samplingyang sesuai untuk
pengarnatan penyakit layu fusarium pada pisang
Barangan dan Rajasere adalah stratified random
HASIL DAN PEMBAHASAN
sampling.
Pada pisang Kepok dan Tanduk, teknik
Pola seharan penyakit
sampling yang sarna hanya dapat digunakan
Peta sebaran penyakit layu fusarium pada apabila pertanaman berada pada lahan yang
keempat varietas yang dial11atidisajikan pada miring. Apabila kedua varietas tersebut di tanam
Gambar 1. Gejala serangan penyakit pertal11a pada lahan"yangdatar, pengambilan sampellebih
muncul pada bulan Pebruari 2000, pada saat tepat menggunakan teknik 'unresticted random
tan am an berumur lima bulan. Pada awal
sampling karena teknik ini memungkinkan bagi
serangan, insidensipenyakittertinggi terjadi pada semua anggota populasi mendapatkan peluang
blok pisang Kepok, yaitu mencapai 6,25%.
sarna untuk terpilih menjadi sampel (Ives dan
Namun pada perkembangan selanjutnya,
Moon, 1991).
pertambahan insidensi penyakit yang terbesar
Hal tersebut selain karena faktor lingkungan
terjadi pada blok pisang Barangan. Selain
berupa topografi lahan, perbedaan pola sebaran
disebabkan oleh kepekaan kultivar yang tinggi
pada kultivar-kultivar tersebut tampaknya juga
terhadap penyakit, tingginya pertambahan
merupakan ekspresi ketahanan tanaman.
insidensi penyakit ini juga terjadi karena
Kepekaan tanaman terhadap
penyakit
kemiringan lahan yang cukup curam pada blok
menyebabkan penularan penyakit dari satu
tersebut, yaitu mencapai 19,11% pada arah
tanaman terinfeksi ke tanaman yang berdekatan
membujur blok dan 14,36% pada arah melintang
66
p
Catur Hermanto dan Tutik Setymvati: Pola sebaran dan
perkembangan penyakit layufusarium pada pisang...
''',h"m"
"1(,"
""d"",,,.;
"""
1J
",,,,,,2111111
27 ",,",'2111111
I(Apri'2111111
24AI,,;12"""
'"
",i
2111111
22",i 211""
3.1""i2111111
17.1"...2111111
0
Gam bar 1.
= lid"" ada lanaman (noplanl)
0
= tanaman s.hat {h""IIIIy planl}
.
Barangan
= lanaman
lerinfeksi (mk"wd
planl)
Denah sebaran penyakit layu fusarium (F. ox)'sporum f.sp. cubellse) pada pisang Tanduk,
Rajasere, Kepok, dan Barangan (Map of spatial distributiOIl of fusarial wilt disease (F.
oxysporumf.sp. cubellse) 011ballaI/a Tal/duk, Rajasere, Kepok, alld Barallgall). Setiap kotak
mewakili satu rUmp'lI/ (Each square represellt olle mat)
lebih l11udah terjadi sehingga l11enyebabkan
agregasi di sekitar tanaman-tanaman terin[eksi
atau mengikuti kel11iringan lahan.
Agregasi di sekitar tanal11anterin[eksi inijuga
teJjadi pada beberapa penyakit seperti CVPD
(Nurhadi etal., 1994)pada tanamanjeruk dimana
poJa sebaran mengelompok umumnya berawal
dari bagian tepi kebun yang berbatasan dengan
kebun lain yang terin[eksi.
PoJa ini
mengindikasikan
aktivitas vektor yang
67
,
1. Hart. Vol. 12, No.1, 2002
Tanduk
-....
~'I>
0
/
~
v r\
25
.(J
'/
20
i: .~
--8.
15 -I
10
/
~
/
/
/
6'i-,~
\\)\0 /
e~e " i- . /
~i)'I>':J').~'b/
--
Kepok
(Y = 6.?5 ..x XO.II''',
T,=0.91")
g
.
14
,
28
.
42
Pengamatan
7
r\)'J
--
c