Regulasi dan Standart Sektor Publik

Akuntansi Sektor Publik |Kelompok 3

REGULASI DAN STANDAR SEKTOR PUBLIK
DASAR HUKUM KEUANGAN SEKTOR PUBLIK
A. Dasar Hukum Keuangan Negara
Wujud pelaksanaan keuangan negara tersebut dapat diidentifikasikan sebagai segala bentuk kekayaan,
hak, dan kewajiban negara yang tercantum dalam APBN dan laporan pelaksanaannya.
Hak-hak Negara yang dimaksud, mencakup Kewajiban negara adalah berupa pelaksanaan
antara lain :

tugas-tugas

pemerintah

sesuai

dengan

pembukaan UUD 1945 yaitu :
1. Hak monopoli mencetak dan mengedarkan uang1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluuh tumpah darah Indonesia

2. Hak untuk memungut sumber-sumber keuangan,
seperti pajak, bea dan cukai

2. Memajukan kesejahteraan umum

3. Hak untuk memproduksi barang dan jasa yang3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
dapat dinikmati oleh khalayak umum, yang dalam
hal ini pemerintah dapat memperoleh (kontra4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
prestasi) sebagai sumber penerima negara

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial

Pelaksanaan kewajiban atau tugas-tugas pemerintah tersebut dapat berupa pengeluaran dan diakui
sebagai belanja negara. Dalam UUD 1945 Amandemen IV, secara khusus diatur mengenai Keuangan
Negara, yaitu pada BAB VIII pasal 23 yang berbunyi sebagai berikut :
1. Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang. Apabila
Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka
Pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu.
2. Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang

3. Jenis dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang
4. Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan Undang-undang
REGULASI DAN STANDART SEKTOR PUBLIK

1

Akuntansi Sektor Publik |Kelompok 3

5. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu
diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, ditetapkan Undang-undang tentang APBN untuk tahun
anggaran bersangkutan. Penyusunan APBN bukan hanya untuk memenuhi ketentuan konstitusional yang
dimaksud pada pasal 23 ayat (1) UUD 1945, tetapi juga sebagai dasar rencana kerja yang dilaksanakan
oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Oleh karena itu, penyusunannya didasarkan
atas Rencana Strategi dalam UU Propenas, dan pelaksanaannya dituangkan dalam UU yang harus
dijalankan oleh Presiden/Wakil Presiden dan Menteri-menteri serta pimpinan Lembaga Tinggi Negara
Lainnya
B. Dasar Hukum Keuangan Daerah
Berdasarkan pasal 18 UUD 1945, tujuan pembentukan daerah otonom adalah

meningkatkan daya guna penyelenggaraan pemerintah untuk melayani masyarakat dan
melaksanakan program pembangunan. Dalam rangka penyelenggaraan daerah otonom, menurut
penjelasan pasal 64 Undang-undang No. 5 tanhun 1974, fungsi penyusunan APBD adalah untuk :
1. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada Rakyat Daerah yang
bersangkutan
2. Mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab
3. Memberi isi dan arti kepada tanggung jawab pemerintah daerah umumnya dan kepala
daerah khususnya, karena anggaran pendapatan dan belanja daerah itu
menggambarkan seluruh kebijaksanaan pemerintah daerah
4. Melaksanakan pengawasan terhadap pemerintahan daerah dengan cara yang lebih
mudah dan berhasil guna.
5. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada kepala daerah untuk melaksanakan
penyelenggaraan Keuangan Daerah didalam batas-batas tertentu
AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK MEMASUKI ERA DESENTRALISASI
Kebijakan desentralisasi telah mengubah sifat hubungan antar pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah, antara BUMN dengan Pemerintah Pusat; antar Pemerintah dengan masyarakat, dan
REGULASI DAN STANDART SEKTOR PUBLIK

2


Akuntansi Sektor Publik |Kelompok 3

berbagai entitas lain dalam pemerintahan. Perananan laporan keuangan telah berubah dari posisi
administrasi semata menjadi posisi akuntabilitas di tahun 2000. Pergeseran peranan laporan keuangan ini
telah membuka peluang bagi posisi akuntansi sektor publik dalam manajemen pemerintahan dan
organisasi sektor publik lainnya. Jadi tujuan akuntansi sektor publik adalah untuk memastikan kualitas
laporan keuangan dalam pertanggungjawaban publik. Sebagai perspektif baru, berbagai prasarana
akuntansi sektor publik perlu dibangun seperti:
a. Standar Akuntansi Sektor Publik untuk Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Daerah, dan
organisasi sektor publik lainnya
b. Account Code untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, maupun organisasi sektor publik
lainnya, dimana review terhadap transaksi yang berkaitan dapat dilakukan dalam rangka
konsolidasi dan audit
c. Jenis Buku Besar yang menjadi pusat pencatatan data primer atas semua transaksi keuangan
pemerintah
d. Manual sistem Akuntansi Pemerintahan dan Organisasi lainnya yang menjadi pedoman atas
jenis-jenis transaksi dan perlakuan akuntansinya
Dengan kelengkapan prasarana tersebut, para petugas dibidang akuntansi dapat melakukan
pencatatan, peringkasan, dan pelaporan keuangan, baik secara manual maupun komputasi.
Akibat tidak tersedianya prasaran diatas, muncul persepsi bahwa:

1. Akuntansi adalah sesuatu yang sulit
2.

Akuntansi harus dikerjakan oleh SDM yang terdidik dalam jangka waktu panjang.

REGULASI YANG TERKAIT DENGAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
A. Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi
Perjalanan akuntansi sektor publik di era pra reformasi didasari pada UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Pengertian daerah dalam era pra reformasi adalah daerah tingkat I
yang meliputi propinsi dan daerah tingkat II yang meliputi kotamadya atau kabupaten. Disamping itu,ada
beberapa peraturan pelaksanaan yang diturunkan dari perundang-undangan,antara lain:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan
Pengawasan Keuangan Daerah
2. Pemerintah Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata
Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan APBD
REGULASI DAN STANDART SEKTOR PUBLIK

3

Akuntansi Sektor Publik |Kelompok 3


3. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 900-099 Tahun 1980 tentang Manual Administrasi
Keuangan Daerah
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBD
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah
6.

Keputusan Mendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Bentuk dan Susunan Perhitungan APBD

A. Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi
Reformasi politik di Indonesia telah mengubah sistem kehidupan negara. Tuntutan good
governance diterjemahkan sebagai terbebas dari tindakan KKN. Pemisahan kekuasaan antareksekutif,
yudikatif, dan legislatif dilaksanakan. Selain itu, partisipasi masyarakat akan mendorong praktik
demokrasi dalam pelaksanaan akuntabilitas publik yang sesuai dengan jiwa otonomi daerah.
a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah dua undangundang yang berupaya mewujudkan etonomi daerah yang lebih luas. Sebagai penjabaran
otonomi daerah tersebut di bidang administrasi keuangan daerah,berbagai peraturan
perundangan yang lebih operasional dalam era reformasipun telah dikeluarkan. Beberapa
regulasi yang relevan antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas

Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851)
2. Peraturan pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Dan
Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3952)
3. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4022)
5. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah
6. Peraturan

Pemerintah

Nomor

108

Tahun


2000

tentang

Tata

Cara

Pertanggungjawaban Kepala Daerah
REGULASI DAN STANDART SEKTOR PUBLIK

4

Akuntansi Sektor Publik |Kelompok 3

B. Paradigma Baru Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi
Paradigma baru dalam “Reformasi Manajemen Sektor Publik” adalah penerapan akuntansi dalam
praktik pemerintah guna mewujudkan good governance. Landasan hukum pelaksanaan reformasi tersebut
telah disiapkan oleh Pemerintah dalam suatu Paket UU Bidang Keuangan Negara yang terdiri dari UU

Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan
Negara yang pada saat ini telah disahkan oleh DPR.
Terdapat empat prinsip dasar pengelolaan keuangan negara yang telah dirumuskan dalam 3 Paket UU
Bidang Keuangan Negara tersebut, yaitu :
1. Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja
2. Keterbukaan dalam setiap prinsip transaksi
3. Pemberdayaan manajer professional
Adanya lembaga pemeriksa internal yang kuat, profesional, dan mendiri serta dihindarinya duplikasi
dalam pelaksanaan pemerintahan Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip desentralisasi dan
otonomi daerah yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dengan demikian, pelaksanaan tiga UU Bidang Keuangan Negara tersebut nantinya, selain menjadi acuan
dalam pelaksanaan reformasi manajemen pemerintah, diharapkan akan memperkokoh landasan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di NKRI.
Paradigma baru regulasi Akuntansi Sektor Publik
1. UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
2. UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
3. UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara
4. UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional
5. UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

6. UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
7. PP No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
8. PP No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
C. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Sebagai Regulasi Terkini di Indonesia

REGULASI DAN STANDART SEKTOR PUBLIK

5

Akuntansi Sektor Publik |Kelompok 3

Dalam UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16, dapat dilihat
bahwa definisi pendapatan dan belanja negara/daerah berbasis akrual karena disana disebutkan bahwa :
Pendapatan negara/daerah dalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dan Belanja negara/daerah adalah kewajiban pemerintah pusat/daerah yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Namun kita diperkenankan untuk transisi karena saat itu praktik
yang ada adalah dengan menggunakan basis kas, dimana pendapatan dan belanja diakui saat uang
masuk/keluar ke/dari kas umum negara/daerah. Dispensasi ini tercantum dalam Pasal 36 ayat 1 UU 17
Tahun 2003 yang intinya ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun, artinya sampai dengan tahun

2008. Untuk masa transisi itulah PP 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah terbit, dimana
kita memakai basis Kas Menuju Akrual (Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas, Neraca
berdasarkan basis Akrual). Dalam pelaksanaan PP 24 Tahun 2005 tersebut hingga Laporan Keuangan
Pemerintah tahun 2008 selesai diaudit di tahun 2009, ternyata opini yang didapat pemerintah saat itu
masih menyedihkan. Untuk itulah, Pemerintah akhirnya berkonsultasi dengan Pimpinan DPR, dan
disepakati bahwa basis akrual akan dilaksanakan secara penuh mulai tahun 2014.
Pada tahun 2010 terbit PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai pengganti
PP 24 tahun 2005. Diharapkan setelah PP ini terbit maka akan diikuti dengan aturan-aturan
pelaksanaannya baik berupa Peraturan Menteri Keuangan untuk pemerintah pusat maupun Peraturan
Menteri Dalam Negeri untuk pemerintah daerah. Ada yang berbeda antara PP 71 tahun 2010 ini dengan
PP-PP lain. Dalam PP 71 tahun 2010 terdapat 2 buah lampiran. Lampiran I merupakan Standar Akuntansi
Pemerintah berbasis Akrual yang akan dilaksanakan selambat-lambatnya mulai tahun 2014, sedangkan
Lampiran II merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Kas Menuju Akrual yang hanya berlaku
hingga tahun 2014. Lampiran I berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap
entitas (strategi pentahapan pemberlakuan akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan
Menteri Dalam Negeri), sedangkan Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap
untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Dengan kata lain, Lampiran II merupakan lampiran yang memuat
kembali seluruh aturan yang ada pada PP 24 tahun 2005 tanpa perubahan sedikit pun.
Perbedaan mendasar dari sisi jenis laporan keuangan antara Lampiran I dan Lampiran II adalah
sebagai berikut:
 Lampiran I

REGULASI DAN STANDART SEKTOR PUBLIK

6

Akuntansi Sektor Publik |Kelompok 3



Laporan Anggaran (Budgetary Reports): Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan
Saldo Anggaran Lebih



Laporan Keuangan (Financial Reports): Neraca, Laporan Operasional, Laporan
Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan

 Lampiran II


Laporan terdiri dari Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan
atas Laporan Keuangan
Dengan perbedaan jenis Laporan Keuangan yang akan dihasilkan, otomatis penjelasan
pada setiap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang terkait dengan
masing-masing Laporan Keuangan akan mengalami perubahan.

Barang dan Jasa Publik
Barang dan Jasa Publik vs Barang dan Jasa Swasta
Barang publik adalah barang kolektif yang seharusnya dikuasai oleh Negara atau pemerintah.
Sifatnya tidak eksklusif dan diperuntukkan bagi kepentingan seluruh warga dalam skala yang luas, dan
dapat dinikmati warga secara gratis, misalnya udara bersih, air bersih, dan lingkungan yang aman.
Sedangkan barang swasta adalah barang spesifik yang dimiliki oleh pihak swasta. Sifatnya eksklusif dan
hanya bias dinikmati oleh mereka yang mampu membelinya, karena harganya disesuaikan dengan harga
pasar menurut penjual,yaitu harus untung sebesar-besarnya,misalnya perumahan mewah, villa, dan hotel.
Dan ada juga setengah kolektif yang dimiliki oleh swasta atau pemilik gabungan antara swasta dan
pemerintah. Seharusnya barang ini tidak boleh bersifat eksklusif, dan pemerintah harus ikut menentukan
harga penjualannya, yang biasanya tidak terjangkau oleh rakyat kecil, misalnya sekolah dan rumah sakit.

Konsep-Konsep Pokok Barang dan Jasa Publik
Suatu barang dikategorikan sebagai barang ‘swasta’ atau ‘publik’ dalam kaitannya dengan tingkat
excludability dan persaingannya. Tingkat excludablity suatu barang ditentukan dengan kondisi dimana
konsumen dan produsen barang atau pelayanan bisa memastikan bahwa orang lain tidak memperoleh
manfaat dari barang/pelayanan tersebut. Jika suatu barang memiliki daya saing yang tinggi, barang
tersebut dipergunakan secara perorangan ; apabila daya saingnya rendah, barang tersebut dapat
REGULASI DAN STANDART SEKTOR PUBLIK

7

Akuntansi Sektor Publik |Kelompok 3

dimanfaatkan secara bersama-sama. Contoh taman umum daya saingnya rendah, sedangkan ‘ipod’ daya
saingnya tinggi.
1. Secara umum, barang publik memiliki tingkat excludability dan daya saing yang rendah. Ini
berarti bahwa jika barang itu diproduksi, barang tersebut dapat dipergunakan oleh banyak
orang. Barang publik ini dimanfaatkan oleh banyak orang, sehingga umumnya dibiayai dari
dana publik.
2. Barang swasta adalah barang yang punya excludability dan daya saing tinggi. Orang-orang
yang memanfaatkanya jelas, sehingga mudah dikenakan biaya.
3. Barang yang excludable, tetapi daya saingnya rendah disebut toll goods. Contohnya sperti
jalan tol.
4. Barang yang berdaya saing tinggi, tetapi non-excludable, disebut common pool goods.
Contohnya adalah pengadaan air disebuah desa; meskipun termasuk barang yang nonexcudable, namun penggunaannya secara berlebihan akan mengurangi kesempatan bagi
orang lain untuk menggunakannya.
Penyedia Pelayanan
Barang atau pelayanan yang dibiayai secara publik dapat dikontrakkan kepada sektor swasta
misalnya, penggunaan kontraktor swasta dalam pembangunan lapangan terbang, atau sebaliknya
misalnya sekolah pemerintah menerima pembayaran dari orang tua murid dalam bentuk pemakai
pelayanan. Setor swasta mempunyai kecendrungan bekerja lebih efisien dan efektif karena :
1. Sektor swasta memiliki fleksibilitas dalam pengolahan sumber daya sehingga permintaan
pasar dapat ditanggapi.
2. Persaingan pelayanan mendorong lebih baiknya mutu pelayanan dengan harga yang lebih
murah bagi pelanggan.
Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik
Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik mempunyai tugas mengkaji,
menyiapkan perumusan kebijakan, perencanaan kebijakan pengadaan barang/jasa nasional, serta
melaksanakan sosialisasi, pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya. Dalam melaksanakan
tugasnya, Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik menyelenggarakan fungsi:
1. penyiapan dan perumusan kebijakan dan sistem pengadaan nasional
REGULASI DAN STANDART SEKTOR PUBLIK

8

Akuntansi Sektor Publik |Kelompok 3

2. penyiapan dan perumusan kebijakan pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia di
bidang pengadaan
3. pelayanan bimbingan teknis, pemberian pendapat dan rekomendasi, serta koordinasi
penyelesaian masalah di bidang pengadaan
4. pengembangan sistem informasi nasional di bidang pengadaan
5.

pengawasan pelaksanaan pelayanan pengadaan barang/jasa dengan teknologi informasi

6. melaksanakan sosialisasi, pemantauan, dan penilaian pelaksanaan kebijakan dan sistem
pengadaan nasional
ETIKA PENGELOLAAN KEUANGAN PUBLIK
Pihak member amanah (principal) percaya bahwa pihak pemegang amanah (agent) mempunyai
“kapasitas” yang menandai untuk menjalankan amanah yang didelegasikan. Makna kapasistas disini hanya
dilihat dari kompetensi pada bidang kerja, tetapi juga dilihat dari perilaku etis. Perilaku etis nampaknya
sangat menunjang kepercayaan para partner dan teman kerja.
Etika sering hanya dilihat dari segala sesuatu yang terwujud (tangible). Di tengah masyarakat yang
masih mempercayai symbol-simbol (symbols, tanda-tanda (signals), dan berbagai bentuk aksesoris fisik
lain, satandar etika amat diperlukan untuk menetukan perilaku etis.
Etika bisnis adalah bagaimana tindakan atau perbuatan yang dapat dikatagorikan sebagai etis atau
tidak etis. Dalam banyak pembahasan tentang teori etika, para ahli filosofi umumnya menitikberatkan pada
etika secara umum daripada etika dari suatu kelompok kecil, misalnya profesi dan bidang pekerjaan
tertentu. Berbagai tulisan yang dibuat oleh para ahli filsafat sering jadikan acuan atau pedoman untuk
memahami nilai rasionalisasi suatu sikap dan perbuatan yang disebut etis.

KEDUDUKAN DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MEMPERBAIKI KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
Semua masyarakat memiliki hak yang sama atas jaminan sosial dan ekonomi dari pemerintah
sebagai konsekuensi langsung atas pembayaran pajak yang telah dipenuhi. Kebijakan dan regulasi yang
ditetapkan pemerintah bisa berimbas pada bidang yang lain. Pemerintah mempunyai peran menentukan
kualitas tingkat kehidupan masyarakat secara individual.

REGULASI DAN STANDART SEKTOR PUBLIK

9

Akuntansi Sektor Publik |Kelompok 3

Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan manajemen kualitas
jasa, yakni upaya meminimasi kesenjangan antara tingkat layanan dengan harapan konsumen. Kinerja
organisasi layanan publik harus diukur dari outcome-nya, karena outcome merupakan variabel kinerja yang
mewakili misi organisasi dan aktivitas oprasional, baik aspek keuangan dan nonkeuangan. Dalam
penentuan

outcome

sangat

perlu

untuk

mempertimbangkan

dimensi

kualitas

(Mardiasmo

2007). Selanjutnya, monitoring kinerja perlu dilakukan untuk mengevaluasi pelayanan publik dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Langkah-langkah penting dalam monitoring kinerja organisasi layanan publik antara lain :
mengembangkan indikator kinerja yang mengembangkan pencapaian tujuan organisasi, memaparkan hasil
pencapaian tujuan berdasarkan indikator kinerja diatas, mengidentifikasi apakah kegiatan pelayanan sudah
efektif dan efisien sebagai dasar pengusulan program perbaikan kualitas pelayanan.

REGULASI DAN STANDART SEKTOR PUBLIK

10