Makalah Membangun Infrastruktur dan Kone

MEMBANGUN INFRASTRUKTUR DAN KONEKTIVITAS
MARITIM (TOL LAUT, PELABUHAN, LOGISTIK) DAN
INDUSTRI PERKAPALAN SERTA WISATA BAHARI

Oleh :
Kelompok III
MIFTAHTUL KHAIR ANWAR (G2E1 15 008)
UNTARI ENDARWATI (G2E1 15 009)
FITRIAWATY (G2E1 15 007)

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang


Secara faktual, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
di antara lima negara kepulauan, antara lain, Filipina, Fiji, Bahama, dan Papua
Nugini. Sebagai negara yang diteguhkan berdasarkan United Nations

Convention Law of the Sea (UNCLOS) 1982, Indonesia menjadi fokus perhatian
dunia karena diantara negara-negara kepulauan yang ada, Indonesia memiliki
jumlah ribuan pulau dan alur laut yang mengandung nilai geopolitik bagi
negara-negara tertentu dalam percaturan ekonomi dan keamanan internasional.
Laut Indonesia dipandang sebagai wilayah yang potensial dan mempunyai
prospek dalam mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan. Setidaknya,
Indonesia kini telah menghasilkan budidaya perikanan terbesar ke-4 dan
produksi perikanan tangkap terbesar ke-2 di dunia. Selain itu, Indonesia juga
merupakan jalur pelayaran yang penting dalam perdagangan internasional.
Sejalan dengan visi pemerintahan baru Indonesia yang menekankan
pembangunan pada sektor maritim, terdapat berbagai pandangan bahwa kini
Indonesia yang notabene sebagai negara kepulauan dan usia kemerdekaannya
yang akan memasuki tahun ke-70, kini baru mengedepankan pentingnya
Indonesia menyandang predikat sebagai negara maritim. Artinya, Indonesia
memiliki laut yang demikian luas tidak serta merta dapat dikatakan sebagai
negara maritim karena selama ini masih berorientasi pada pendekatan

pembangunan yang bersifat kontinental.
1

Peran sebuah negara yang utama ialah mewujudkan cita-cita bangsa
sebagaimana tertuang dalam konstitusinya. Cita-cita Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang tercantum pada Undang-undang Dasar 1945 yakni memiliki
semangat kuat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui negara
kesejahteraan.
Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 dinyatakan
bahwasannya pembangunan nasional ialah rangkaian upaya berkesinambungan
yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk
mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD
1945. Dalam lampiran RPJP tersebut juga dicantumkan visi pembangunan
nasional 2005-2025 adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mandiri,
maju, adil, dan makmur.
Konsep sebagai negara kesejahteraan, harus mempunyai 4 fungsi, yakni
negara

sebagai


pelayan,

negara

sebagai

pengatur,

negara

sebagai

wirausahawan, dan negara sebagai penengah. Dengan demikian negara dituntut
untuk dapat memperluas fungsinya dalam persolan sosial ekonomi yang
dihadapi rakyatnya. Negara harus melakukan intervensi dalam persoalan sosial
ekonomi guna menjamin terciptanya kesejahteraan bersama dalam rakyatnya.
Bahkan berdasarkan potensi yang besar tersebut, pemerintah telah menggagas
untuk menghantarkan Indonesia menjadi poros maritim dunia.
Gagasan untuk menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

poros maritim dunia telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam
pidatonya setelah pelantikan di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

2

(MPR) pada tanggal 20 Oktober 2014. Gagasan tentang poros maritim dunia itu
dilihat sebagai angin segar di tengah kegersangan ide mengenai masa depan
yang hendak dituju oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Gagasan mengenai poros maritim dunia ini tidak boleh berhenti pada level
abstraksi dan konseptualisasi, melainkan harus direalisasikan ke dalam upayaupaya konkret untuk mengembalikan kejayaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia sehingga gagasan poros maritim dunia ini bisa dipahami sebagai
bagian penting dari agenda pembangunan nasional.
Posisi strategis Negara Kesatuan Republik Indonesia diantara persilangan
Samudra Hindia dan Samudra Pasifik secara otomatis memberikan banyak
potensi sumber daya ekonomi laut yang bisa dikelola dan dimanfaatkan untuk
masa depan bangsa dan tulang punggung pembangunan nasional, namun
pemanfaatan potensi sumber daya laut secara optimal haruslah diarahkan pada
pendayagunaan sumber daya ikan dengan memperhatikan daya dukung yang
ada dan kelestariannya guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selain itu,
juga diarahkan untuk meningkatkan penerimaan devisa negara, menyediakan

perluasan serta kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah,
daya saing hasil perikanan, serta menjamin kelestarian sumber daya ikan,
tersedianya lahan budi daya ikan, dan tata ruang.
Lima agenda pembangunan yang harus ditempuh agar dapat mewujudkan
Poros Maritim Dunia tersebut yakni pembangunan budaya maritim, menjaga
dan mengelola sumber daya laut, pengembangan infrastruktur dan konektivitas
maritim, diplomasi maritim, serta yang terakhir membangun kekuatan
pertahanan maritim.

3

Sebagai negara yang memiliki jumlah pulau lebih dari 17.500 pulau dan
mencakup wilayah sepanjang 3.000 mil laut, bangsa Indonesia harus menyadari
dan melihat dirinya sebagai bangsa yang identitasnya, kemakmurannya, dan
masa depannya sangat ditentukan oleh bagaimana kita mengelola samudera
tersebut.
Menjaga dan mengelola sumber daya laut, berfokus pada kedaulatan
pangan laut, melalui pengembangan industri perikanan, dengan menempatkan
nelayan sebagai pilar utama. Kekayaan maritim akan digunakan sebesarsebesarnya untuk kepentingan rakyat. Potensi laut Indonesia memberikan
peluang kesejahteraan dan kemakmuran karena Indonesia memiliki Zona

Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang terbentang seluas 2,4 juta kilometer persegi
dengan berbagai potensi kekayaan alam yang siap dieksploitasi di dalamnya.
Potensi ekonomi tersebut menjanjikan bagi prospek pencapaian kinerja
perekonomian yang mampu menyejahterakan rakyat. Potensi perekonomian
kelautan dapat dikembangkan dari berbagai sektor, terutama sektor perikanan
tangkap, sektor perikanan budidaya, sektor pengolahan perikanan, sektor jasa
pelabuhan, eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya energi lepas laut, terutama
pada kawasan ZEE, kehutanan pesisir, perdagangan, pelayaran, dan pariwisata.
Indonesia memiliki tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dengan
potensi nilai perdagangan 1,5 juta dollar AS per hari, setara dengan sekitar Rp
18 miliar per hari. Berdasarkan data Badan Pangan Dunia (FAO), nilai
perekonomian dari laut Indonesia diperkirakan mencapai 3 triliun dollar AS
sampai 5 triliun dollar AS, setara Rp 36.000 triliun sampai Rp 60.000 triliun
pertahun.

4

Sayangnya, kekayaan sumber daya alam yang besar itu banyak yang
dijarah asing, Nilai ikan yang dicuri oleh nelayan asing dari wilayah laut di
Indonesia tak kurang dari 23 miliar dollar AS atau sekitar Rp 276 triliun per

tahun.

Karenanya,

pemerintah

diharapkan

benar-benar

berkomitmen

mengembalikan kekayaan maritim Indonesia.
Makalah ini akan berfokus pada bagaimana indonesia mewujudkan
gagasan poros maritim dunia ditinjau dari aspek pengembangan infrastruktur
dan konektivitas maritim, melalui pembangunan tol laut, pelabuhan, logistik,
dan industri perkapalan, serta wisata bahari. Paradigma pembangunan pun
harus digeser menjadi berorientasi pada wilayah maritim yang terintegrasi
dengan pembangunan wilayah darat. Paradigma ini menegaskan jaminan
bahwa pembangunan maritim pada akhirnya akan membantu peningkatan

efisiensi dan efektivitas pada aktivitas perekonomian yang berkembang di
wilayah darat.
Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
(PPN)/Bappenas merinci secara detail pembangunan tol laut selama lima tahun
ke depan dalam mendukung poros maritim dunia. Kebutuhan investasi dari
proyek tersebut mencapai hampir Rp 700 triliun. Pemerintah telah menyiapkan
sejumlah proyek yang akan menyokong menjadikan Indonesia sebagai poros
maritim dunia lewat konsep tol laut.

5

B.

Maksud dan Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, makalah ini

bertujuan untuk:
1. Memberikan gambaran mengenai infrastruktur dan konektivitas dalam
mendukung kebijakan pembangunan poros maritim.
2. Menjelaskan


gambaran

industri

perkapalan

dalam

mendukung

kebijakan pembangunan poros maritim.
3. Menjelaskan gambaran mengenai wisata bahari dalam mendukung
kebijakan pembangunan poros maritim.

6

BAB II
KONSEP PEMIKIRAN


Indonesia memiliki potensi yang belum termanfaatkan secara optimal.
Dilihat dari sudut pandang wilayah, Negara Indonesia memiliki panjang garis
pantai 95.181 kilometer persegi, jumlah pulau yang banyak (kurang lebih
17.500 pulau), luas laut 5,8 juta kilometer persegi, dan 39 selat besar. Dari
sudut pandang masyarakat, negara Indonesia berpenduduk 161 juta atau sekitar
60 persen penduduk berada di daerah pesisir. Sedangkan dari sisi ekonomi,
sekitar 20 persen GDP dikontribusikan melalui sektor ekonomi kelautan. Sekitar
USD 1.500 trilyun per tahun jasa dan logistik dikirim melalui ALKI (Alur Laut
Kepulauan Indonesia) (UNCAT, 2010).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian ‘Maritim’ berkenaan
dengan laut dan berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut.
Sedangkan ‘Poros’ berarti sumbu, pusat, ujung tombak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Indonesia sebagai Poros Maritim adalah Indonesia yang
menjadi pusat dari berbagai hal yang berkenaan dengan laut. Itu berarti
berhubungan dengan posisi geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi Indonesia
yang harus dijaga untuk dikelola dan dimanfaatkan nilai ekonominya.
Pemerintah menyadari bahwa sebagai negara kepulauan terbesar di dunia,
Indonesia belum memanfaatkan wilayah perairan dengan optimal untuk
kesejahteraan rakyatnya. Apalagi pembangunan yang dilakukan selama ini
masih terpusat di kawasan Indonesia Barat, sedangkan lebih dari 11.000 pulau

yang berada di Kawasan Indonesia Timur mempunyai kondisi perekonomian

7

yang tertinggal. Kesenjangan kondisi perekonomian antara Kawasan Indonesia
Timur dan Kawasan Indonesia Barat berpotensi memperlemah integritas dan
kedaulatan nasional sehingga untuk memperbaiki kondisi tersebut butuh
perencanaan yang baik.
Seperti telah diketahui bahwa salah satu pilar

utama agenda

pembangunan dalam mewujudkan indonesia sebagai poros maritim dunia yaitu
dengan mengembangkan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan
pembangunan tol laut, pelabuhan, logistik, dan industri perkapalan serta
pembangunan wisata bahari menjadi agenda strategis pemerintah. Urgensi
konektivitas maritim harus segera diwujudkan karena luas wilayah Indonesia
sekitar 70 persen merupakan wilayah laut.
Konektivitas maritim adalah salah satu kunci dalam meningkatkan dan
mengembangkan ekonomi kawasan yang berhubungan dengan berbagai
infrastruktur terkait. Infrastruktur adalah kata kunci kemajuan suatu bangsa.
Sebab, pembangunan infrastruktur akan menimbulkan efek bangkitan dan
tarikan bagi aktivitas perekonomian lainnya.
Transportasi maritim adalah tulang punggung pengangkutan barang
lintas batas dimana 80 persen dari volume perdagangan global melalui laut.
Karena itu perkembangan pesat dari transportasi laut akan berpengaruh
langsung pada kemajuan perdagangan global. Konektivitas maritim sangat
penting untuk meningkatkan daya saing, oleh karena itu transportasi
merupakan bagian integral dari logistik internasional.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi
besar menjadi poros maritim dunia. Poros maritim merupakan sebuah gagasan

8

strategis yang diwujudkan untuk menjamin konektifitas antar pulau,
pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut
serta fokus pada aksesibilitas yang tinggi.
Seperti diketahui bahwa pembangunan poros maritim nasional yang
strategis bukanlah perkara mudah. Terdapat lima pilar utama dalam
membangun poros maritim. Kelima pilar tersebut saat ini telah mulai berjalan
yang meliputi: (1) membangun kembali budaya maritim, (2) membangun
sumber daya laut lewat industri pelayaran dengan nelayan sebagai pilar, (3)
membangun infrastruktur dan konektivitas antar pulau, (4) diplomasi maritim
digalakkan dan ditingkatkan, dan (5) memperkuat pertahanan maritim.
Pilar ketiga diatas memprioritaskan pengembangan infrastruktur dan
konektivitas maritim, dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik,
industri perkapalan, dan wisata bahari. Paradigma pembangunan pun harus
digeser menjadi berorientasi pada wilayah maritim yang terintegrasi dengan
pembangunan wilayah darat. Paradigma ini menegaskan jaminan bahwa
pembangunan maritim pada akhirnya akan membantu peningkatan efisiensi
dan efektivitas pada aktivitas perekonomian yang berkembang di wilayah darat,
salah satunya dengan tol laut. Program tol laut menjadi cara pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memberikan dampak positif bagi
keberlangsungan perekonomian nasional terutama dalam menurunkan biaya
logistik, serta diharapkan stabilitas harga barang maupun komoditas antar
daerah bisa terjaga, sehingga disparitas harganya tidak selalu tinggi antara
wilayah satu dengan lainnya. Bukan hanya itu, dalam menunjang gagasan
pembangunan poros maritim perlu kirannya pengembangan sektor lain yang

9

juga menjadi andil dalam pembangunan ekonomi Indonesia berbasis maritim
yakni pembangunan industri perkapalan dan industri pariwisata bahari.

10

BAB III
PEMBAHASAN

A.

Pembangunan Infrastruktur dan Konektivitas Maritim
Ilustrasi Global Trade Flow and Indonesia Context (Maersk, 2014) meng-

gambarkan potensi pemanfaatan wilayah laut Indonesia cukup tinggi mengingat
perkembangan aktivitas ekonomi/perdagangan khususnya di wilayah Eropa,
Afrika, dan Asia Pasifik yang tidak lagi mengenal batas negara sehingga menyebabkan tingginya kebutuhan transportasi mendukung rantai pasok global. Oleh
sebab itu, perlu segera dirumuskan sebuah kebijakan nasional untuk memanfaatkan rantai pasok global melalui peningkatan peran transportasi logistik
memanfaatkan transportasi laut yang efisien. Berdasarkan perhitungan pakar
maritim Indonesia diperkirakan sekitar 90 persen perdagangan international
diangkut melalui laut, sedangkan 40 persen dari rute perdagangan internasional
tersebut melewati Indonesia. Angka yang luar biasa. Hal ini berarti, Indonesia
sampai kapanpun akan menjadi tempat strategis dalam peta dunia.
Transportasi laut saat ini digunakan oleh sekitar 90 persen perdagangan
domestik dan internasional sehingga pengembangan kapasitas dan konektivitas
dari pelabuhan sangat penting bagi penurunan biaya logistik dan pemerataan
pertumbuhan nasional. Telah diketahui bahwa biaya jasa layanan transportasi
laut logistik sebelumnya belum dapat berkompetisi dengan negara tetangga.
Diperlukan upaya pembaruan dan pemeliharaan infrastruktur pelabuhan untuk
mengakomodir ukuran kapal yang sesuai, menghilangkan antrian sandar, serta
menyediakan sistem dan layanan kepelabuhanan yang profesional.

11

Potensi Indonesia dalam konteks regional memerlukan dorongan lebih
tinggi karena persaingan yang tinggi sesama negara ASEAN. Indonesia meskipun
naik dari posisi 59 ke 53 pada peringkat Logistic Performance Index (World
Bank, 2014), namun masih lebih rendah dibandingkan kinerja logistik
Singapura, Malaysia, Thailand bahkan Vietnam.
Saat ini transportasi angkutan laut domestik masih terpusat melayani
wilayah yang memiliki aktifitas ekonomi tinggi yaitu di wilayah barat Indonesia,
meskipun karakteristik kepulauan di wilayah timur Indonesia telah menjadikan
transportasi laut sebagai tulang punggung aktivitas pergerakannya saat ini.
Konsep tersebut dikenal sebagai konsep pembangunan ship follow the trade
dimana konsep tersebut memiliki daya ungkit yang tinggi terhadap percepatan
pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun untuk mewujudkan pemerataan, diperlukan pembangunan
dengan konsep ship promote the trade, dimana pembangunan konektivitas di
wilayah timur Indonesia diharapkan mampu meningkatkan aktivitas ekonomi
dan perdagangannya. Pengembangan pelayanan transportasi laut sebagai tulang
punggung distribusi logistik yang menghubungkan wilayah barat dan timur
Indonesia

diharapkan

mampu

menurunkan

biaya

logistik

sehingga

mempercepat pertumbuhan ekonomi disertai terwujudnya pemerataan.
Pada periode pembangunan jangka menengah 2015-2019, konsep Tol
Laut diimplementasikan diantaranya untuk tujuan peningkatan kinerja
transportasi laut melalui perbaikan jaringan pelayaran domestik dan
internasional, penurunan dwelling time sebagai penghambat utama kinerja
pelabuhan nasional, serta peningkatan peran transportasi laut Indonesia yang

12

saat ini baru mencapai 4 persen dari seluruh transportasi Indonesia, dimana
angka tersebut sangat kecil bagi sebuah negara kepulauan.

Kondisi Transportasi Laut Indonesia
Peringkat Indonesia dalam Logistic Performance Index (LPI) naik dari
peringkat 59 pada tahun 2012 menjadi peringkat 53 pada tahun 2014. Namun
demikian, kenaikan tersebut masih menempatkan Indonesia di bawah negaranegara tetangga seperti Singapura (peringkat 5), Malaysia (peringkat 25),
Thailand (peringkat 35), bahkan Vietnam (peringkat 48).
Dalam enam komponen yang diukur di dalam Logistics Performance Index
(LPI), menunjukkan sektor kepelabuhanan memiliki permasalahan yang paling
besar dimana komponen custom, infrastruktur, dan international shipments
masih berada dibawah rata-rata LPI.
Dalam laporan UNCTAD 2014, jumlah akumulasi berat kapal (DWT) yang
berbendera Indonesia menempati urutan ke-20 terbesar dunia, sementara dari
jumlah unit kapal menempati posisi tujuh. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kapal yang beroperasi untuk pergerakan domestik di Indonesia umumnya
adalah kapal kecil. Hal tersebut dapat disebabkan oleh karena faktor fleksibilitas
kapal ukuran kecil yang mampu menjangkau wilayah yang memiliki dukungan
infrastruktur kepelabuhanan yang minimum.
Layanan angkutan laut dalam negeri yang saat ini telah didominasi oleh
armada

laut

berbendera

Indonesia

yang

menunjukkan

keberhasilan

implementasi asas Cabotage. Namun untuk layanan angkutan laut luar negeri
(internasional), saat ini masih didominasi oleh armada asing, sehingga

13

menyebabkan defisit transaksi jasa dalam Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).
Pada tahun 2012, untuk pangsa muatan 9,8 persen defisit sekitar 10 milyar US
dollar. Peningkatan pangsa muatan angkutan luar negeri menggunakan armada
nasional atau implementasi asas Beyond Cabotage perlu segera direalisasikan,
diantaranya melalui perubahan term-of-trade dan pengembangan pelabuhan
Hub International.
Saat ini total jumlah pelabuhan di Indonesia baik komersial maupun
non-komersial yaitu berjumlah 1.241 pelabuhan, atau satu pelabuhan melayani
14 pulau (14,1 pulau/pelabuhan) dengan luas rata-rata 1.548 kilometer
persegi/pelabuhan. Keadaan infrastruktur tersebut masih belum berimbang jika
dibandingkan negara kepulauan lainnya di Asia, misalnya: Jepang 3,6
pulau/pelabuhan dan 340 kilometer persegi/pelabuhan; serta Filipina 10,1
pulau/pelabuhan dan 460 kilometer persegi/pelabuhan. Keadaan tersebut
disertai tingginya jumlah armada laut di Indonesia seperti telah dijelaskan,
menyebabkan tingginya antrian sandar kapal di Indonesia.
Jumlah terminal khusus (Tersus) dan terminal untuk kepentingan sendiri
(TUKS) yang banyak, menunjukkan tingginya kebutuhan dan potensi pengembangan infrastruktur transportasi laut. Saat ini jumlah pelabuhan yang terbuka
bagi perdagangan internasional cukup banyak (141 pelabuhan) yang umumnya
digunakan untuk kegiatan ekspor. Kegiatan impor saat ini telah terkonsentrasi di
pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Makassar. Sedangkan
RIPN telah menetapkan dua pelabuhan sebagai Hub Internasional yaitu
pelabuhan Bitung dan Kuala Tanjung, dimana terletak di wilayah luar Indonesia.

14

Kedalaman draft untuk pelabuhan komersial di Indonesia masih berkisar
antara 6-10 meter dengan ukuran kapal peti kemas yang dapat dilayani
maksimum antara 700-1.600 TEUS (kecuali Sorong dengan draft hingga 11
meter dengan ukuran kapal maksimum mencapai 2600 TEUS). Disamping itu
saat ini masih sebagian kecil pelabuhan yang telah menyediakan peralatan
bongkar muat modern (container crane, luffing crane, JIB Crane, dsb). Terkait

soft structure, hingga saat ini baru lima pelabuhan utama yang telah
menerapkan Indonesia National Single Window (INSW), yaitu pelabuhan
Belawan, Merak, Tanjung Priok, Tanjung Emas, dan Tanjung Perak yang
menyebabkan waktu pre-clearance masih tinggi. Disamping itu tarif pelabuhan
sekitar 52-60 persen dari total tarif angkutan peti kemas dalam negeri
menyebabkan angkutan laut saat ini belum mampu berkompetisi dengan negara
asia lainnya dan belum mampu mendukung pemerataan wilayah di Indonesia.
Informasi

arus

perdagangan

domestik

Indonesia

tahun

2009

menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan aktivitas logistik antara wilayah barat
dan wilayah timur Indonesia. Ketimpangan tersebut tidak hanya terjadi karena
sebaran infrastruktur yang belum merata, namun juga akibat sebaran komoditas
dan aktivitas ekonomi yang sebagian besar berada di wilayah barat Indonesia.
Keadaan tersebut menunjukkan perlunya pengembangan kegiatan ekonomi
(Industri, Pariwisata, Pertanian, dsb), khususnya di wilayah Papua, Papua Barat,
Maluku Utara, Maluku, NTB, dan NTT yang terintegrasi dengan pengembangan
simpul transportasi laut (pelabuhan) sebagai tulang punggung distribusi logistik.

15

Konsep Tol Laut
Logistik dan Perdagangan Internasional
Pengertian tol laut yang ditekankan oleh Presiden Joko Widodo
merupakan suatu konsep memperkuat jalur pelayaran yang dititikberatkan pada
Indonesia bagian timur. Konsep tersebut selain untuk mengkoneksikan jalur
pelayaran dari barat ke timur Indonesia juga akan mempermudah akses niaga
dari negara-negara pasifik bagian selatan ke negara Asia bagian timur. Ide dari
konsep tol laut tersebut akan membuka akses regional dengan cara membuat
dua pelabuhan besar berskala hub international yang dapat melayani kapalkapal niaga besar diatas 3.000 TEU atau sekelas Kapal Panamax 6000 TEU. Melalui realisasi rencana tersebut diharapkan Indonesia dapat memiliki peran yang
signifikan dalam mendukung distribusi logistik internasional.
Tol laut merupakan konsep pengangkutan logistik kelautan yang
dicetuskan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Program ini
bertujuan untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di
nusantara. Dengan adanya hubungan antara pelabuhan-pelabuhan laut ini,
maka dapat diciptakan kelancaran distribusi barang hingga ke pelosok.

Konsep Wilayah Depan dan Wilayah Dalam
Terbukanya akses regional melalui implementasi konsep tol laut dapat
memberikan peluang industri kargo/logistik nasional untuk berperan dalam
distribusi internasional, dimana saat ini 40 persen melalui wilayah Indonesia.
Untuk menjadi pemain di negeri sendiri serta mendukung asas cabotage serta

beyond cabotage, maka saat ini pemerintah telah menetapkan dua pelabuhan

16

yang berada di wilayah depan sebagai hub-internasional, yaitu Pelabuhan Kuala
Tanjung dan Pelabuhan Bitung.
Dengan posisi pelabuhan hub internasional di wilayah depan maka kapal
yang melakukan ekspor/impor dengan Indonesia akan berlabuh di wilayah
depan. Untuk melanjutkan distribusi logistik ke wilayah dalam akan
menggunakan kapal berbendera Indonesia/lokal. Konsep tersebut tidak hanya
akan meminimalisir pergerakan kapal dagang internasional (saat ini masih
didominasi kapal berbendera asing) di wilayah dalam Indonesia, namun juga
meminimalisir penetrasi produk asing hingga wilayah dalam Indonesia.

Konsep Pelabuhan Hub dan Pelabuhan Feeder
Distribusi logistik di wilayah depan (pelabuhan hub internasional) akan
dihubungkan ke wilayah dalam melalui pelabuhan-pelabuhan hub nasional
(pelabuhan pengumpul) yang kemudian diteruskan ke pelabuhan feeder
(pelabuhan pengumpan) dan diteruskan ke sub-feeder dan atau pelabuhan
rakyat. Sesuai dengan konsep wilayah depan dan wilayah dalam tersebut maka
armada kapal yang melayani pergerakan kargo/logistik internasional akan
berbeda dengan armada kapal yang melayani pergerakan kargo domestik.
Mendukung hal tersebut, kemudian juga dikembangkan rute armada
kapal/pelayaran yang menghubungkan kedua pelabuhan hub internasional
serta melalui pelabuhan hub nasional dari wilayah timur hingga wilayah barat
Indonesia. Kemudian kargo/logistik dari pelabuhan hub nasional akan
didistribusikan ke pelabuhan feeder menggunakan kapal yang berbeda pula.
Konsep konektivitas laut diatas kemudian dilayani oleh armada kapal secara

17

rutin dan terjadwal dari barat sampai timur Indonesia kemudian disebut sebagai
konsep “Tol Laut”.

Pelabuhan Strategis Tol Laut
Berdasarkan kajian diatas serta kajian-kajian sebelumnya, kemudian
pemerintah (Bappenas serta Kementerian Perhubungan) bersama Pelindo
menetapkan 24 pelabuhan strategis untuk merealisasikan konsep Tol Laut yang
terdiri dari 5 pelabuhan hub (2 hub internasional dan 3 hub nasional) serta 19
pelabuhan feeder. Pelabuhan Sorong direncanakan sebagai hub masa depan
bersama pengembangan potensi wilayah hinterlandnya untuk meningkatkan
potensi muatannya.
Disamping kajian-kajian terdahulu, pertimbangan lain yang turut
diperhitungkan dalam penentuan pelabuhan strategis tersebut adalah sebaran
wilayah, kondisi, dan kapasitas pelabuhan eksisting, potensi pengembangan
maksimum pelabuhan dan hinterlandnya, arus barang dan liners yang telah
melayani, serta kemampuan pemerintah dan BUMN dalam merealisasikannya.
Untuk merealisasikan rute/jaringan pelayaran tersebut, diperlukan
kebijakan strategis yaitu:
1. Penataan jaringan trayek angkutan laut (revisi SK Trayek).
2. Perluasan jaringan trayek, peningkatan frekuensi layanan, serta
peningkatan keandalan kapal untuk angkutan laut dan keperintisan.
3. Optimalisasi penyelenggaraan PSO angkutan laut penumpang maupun
barang, mengingat jumlah muatan barang dari wilayah Indonesia Timur
yang masih rendah.

18

B.

Pembangunan Industri Perkapalan
Indonesia merupakan negara maritim karena dua per tiga wilayah

Indonesia adalah lautan. Indonesia juga merupakan negara kepulauan, lebih
dari 17.500 pulau dengan luas lautan 5,8 juta kilometer persegi, terdiri dari
perairan teritorial seluas 0,3 juta kilometer persegi, perairan pedalaman dan
kepulauan seluas 2,8 juta kilometer persegi, Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas
2,7 juta km persegi dan kesemuanya ini menyimpan kekayaan yang luar biasa.
Maka sudah seharusnya Bangsa Indonesia ini mengelola lautan yang luas ini
dengan baik untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa dan negara ini. Pada era
globalisasi saat ini perlu adanya inovasi dan kreasi dari anak bangsa untuk
dapat mengembangankan teknologi kemaritiman agar dapat melakukan
eksplorasi kekayaan laut secara mandiri. Dengan perbaikan di sektor
kemaritiman maka akan berakibat pula pada perbaikan perekonomian negara
secara menyeluruh. Oleh karena itu, untuk mempercepat kemandirian Bangsa
Indonesia dalam bidang kemaritiman maka diperlukan kerjasama yang padu
antara pihak pemerintah dan swasta nasional. Secara keseluruhan industri
maritim di Indonesia meliputi beberapa sektor, antara lain, jasa trasnportasi laut,
jasa penyeberangan, perikanan, minyak dan gas lepas pantai, sumber daya
hayati laut, wisata laut, dan konversi energi. Dimana semua sektor tersebut
memerlukan bangunan apung untuk menunjang eksplorasi seperti kapal laut
dan bangunan lepas pantai (platform).
Industri galangan kapal merupakan salah satu industri padat modal dan
berteknologi tinggi dan memiliki risiko yang tinggi pula. Industri galangan ini
merupakan pemegang peranan penting dalam pembangunan kapal dan

19

perbaikannya. Industri perkapalan di Indonesia memiliki sasaran pasar yang
berbeda-beda tergantung kebutuhan konsumen. Industri perkapalan ini juga
mempunyai peran yang sangat penting dalam menggerakkan perekonomian
nasional. Industri galangan adalah bukan suatu pabrik kapal yang berdiri
sendiri, melainkan industri yang memiliki keterkaitan dengan industri-industri
penunjang dan pendukungnya di bidang kelautan dan kemaritiman di dalam
proses pembuatan bangunan apung seperti kapal laut dan platform. Sebagai
contoh industri plat baja, industri mesin kapal, industri baling-baling kapal,
indsutri jangkar, industri instalasi listrik, industri perpipaan, industi cat kapal
dan indsutri peralatan navigasi GPS dan nautika.
Industri galangan kapal juga berperan dalam menggerakan berbagai
aktifitas lainya, seperti kegiatan mengeksplorasi dan eksploitasi sumber daya
alam, untuk menggerakan aktifitas industri maritim termasuk industri
transportasi, pelabuhan, penangkapan ikan, industri lepas pantai dan pariwisata,
maupun industri pertahanan dan keamanan nasional.
Di indonesia saat ini tercatat ada sekitar 250 galangan kapal, yang
sebagian besar adalah galangan kapal dalam skala kecil dan 4 buah galangan
kapal milik pemerintah, yaitu: PT. Dok & Perkapal Kodja Bahari, PT. PAL
Indonesia, PT. Dok dan Perkapalan Surabaya, dan PT. Industri Kapal Indonesia.
Dimana total investasi di sektor industri kapal ini jumlahnya kurang lebih
sekitar 1.426 juta US Dollar dengan menyerap tenaga kerja sebesar 35.000
tenaga kerja. Selain itu terdapat sekitar 13 industri galangan kapal nasional
yang sangat aktif dalam mencari order dan memproduksi kapal dan bangunan
apung lainya di Indonesia yaitu : PT. PAL Indonesia, Labroy Shipbuilding Batam,
20

Pan-United Batam, Dumas Surabaya, ASL Shupyard-Batam, Bristoil Offshore
Batam-Indonesia, Jaya Asiatic Batam, Kodja Bahari Jakarta, Mariana Bahagia
Palembang, Noahtu Shipyard Panjang, Dok Perkapalan Surabaya, dan Tunas
Karya Bahari. Sebagian besar dari sejumlah industri galangan kapal aktif
tersebut berada di Batam.
Pada Juli 2012 kawasan industri terpadu kapal Republik Indonesia
(Repindo) International Marine Industrial Park (RIMIP) di Tanggamus, Sumatera
Utara, resmi diluncurkan. Tempat ini di proyeksikan menjadi lokasi industri
perkapalan terbesar di Asia Tenggara. Tahap selanjutnya, akan dibangun tiga
galangan atau tempat pembuatan kapal baru. Masing-masing galangan kecil
yang terbagi enam unit, menengah (empat unit), dan besar ( dua unit). Selain itu,
akan dibangun pula industri penunjang. Mulai dari pabrik logistik untuk
material bahan kapal, kawasan pergudangan, hingga bangunan lepas pantai. Ini
belum ditambah dengan ragam industri lainnya, seperti docking atau reparasi
kapal dan ship recyle atau tempat rongsokan kapal. Di Indonesia, RIMIP di
Tanggamus merupakan industri perkapalan keempat setelah Surabaya, Cilegon,
dan Batam.
Untuk saat ini kemampuan industri galangan kapal nasional sudah tidak
diragukan lagi kemampuanya untuk membuat kapal dengan berbagai jenis
ukuran dan juga kapal perang kelas ringan, hal ini dapat terjadi karena
semenjak adanya perogam alih teknologi di bidang perkapalan yang dimulai
sejak tahun 70-an. Program alih teknologi adalah program yang bertujuan
untuk mentransfer teknologi dari suatu kapal yang dipesan dan dibeli oleh
pihak dalam negeri dari produsen kapal di luar negeri. Industri galangan kapal

21

nasional terus meningkatkan penguasaan baik dibidang teknologi, perancangan,
perencanaan dan produksi, maupun sumberdaya yang digunakan. Sebagai bukti
nyata dapat kita lihat berbagai jenis kapal yang telah berhasil diproduksi
industri perkapalan dalam negeri, antara lain, Container vessel, semi container
ship, passenger ship, Roro Ferry, Dry cargo Vessel, LPG carrier, Bulk carrier,
Offshore Tin Bucket Dredger, Oil tanker, chemical tanker, fire fighting tugboat,
SAR tugboat, barge, tuna long liner, fast patrol boat, floating dock, dan Platform.

C.

Pembangunan Wisata Bahari
Menurut

Undang-Undang

Nomor

10

Tahun

2009

tentang

Kepariwisataan: Wisata Bahari atau Tirta adalah usaha yang menyelenggarakan
wisata dan olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa
lainnya yang dikelola secara komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau,
dan waduk. Dengan lebih dari 17.500 pulau, pantai dan laut yang indah,
keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, Indonesia memiliki potensi
pariwisata bahari terbesar di dunia.
Luas ekosistem terumbu karang di Indonesia mencapai 85.707 kilometer
persegi (18 persen dari total luas terumbu karang di dunia), 10 ekosistem
terumbu karang terindah dan terbaik di dunia, 6 berada di Indonesia meliputi
Raja Ampat, Wakatobi, Taka Bone Rate, Bunaken, Karimun Jawa, dan Pulau
Weh). Komunitas mangrove terluas di dunia, yaitu 4,25 juta ha atau 27 persen
dari luas hutan mangrove dunia (15,9 juta ha) dan 236 jenis ikan hias terdapat
di perairan Indonesia.

22

Penyebaran destinasi surfing Indonesia antara lain terdapat di daerah:
1. Sumatera meliputi Nias, Bawa, P. Ase, P. Sorake, P. Mentawai.
2. Jawa meliputi P. Panaitan, P. Deli, Baya, Pelabuhan Ratu, TG. Genteng,
Tanjung Kuncur.
3. Bali meliputi Madewi, Balian, Canggu, Padma, Kuta, Balangan, Uluwatu,
Nyangnyang, Nusa Dua, Tandjung Sanur, Padang Galak, Kateweel, Lebih,
Nusa Lembongan, Padang Bai.
4. Nusa Tenggara meliputi P. Safari, Bangko-Bangko, Belongas, Selongas,
Selong Belanak, Ayan, Grupuk, Gili Inus, Ekas, Labuhan Jahi, Senggigi,
Gili (Trawangan dan Meno), Silung Belanak, Pasona.
Selain memiliki penyebaran destinasi surfing, Indonesia juga memiliki
destinasi diving yang terdapat di:
1. Sumatera meliputi Bintan, Sabang.
2. Jawa meliputi Ujung Kulon, Krakatau, P. Seribu.
3. Bali meliputi Menjangan, Tulamben, Cemeluk, Candi Dasa, Padang Bai,
Nusa Dua, Nusa Penda, Sanur, Pemuteran.
4. Sulawesi meliputi Manado Tua, Bunaken, Montehage, Bitung, Sangihe,
Talaud, Ujung Pandang, Tukang Besi (Wakatobi), P. Togian, Sangalaki,
Kakaban, P. Siau.
5. Maluku meliputi Ambon, Banda, Pindito.
6. Irian meliputi Ayu, Asia, Mapia, Padaido, Sorong, Manokwari,
Cendrawasih, Waigeo-Batanta.
7. Nusa Tenggara meliputi Gili (Trawangan, Meno, Air), Komodo, Lembata,
Kupang, Roti, Maumere, Alor.

23

Begitu juga dengan penyebaran destinasi fishing di Indonesia tersebar
mulai dari Nanggroe Aceh Darussalam (Pulau Weh), hingga Sulawesi Selatan
(Kepulauan Takabonerate). Yang tidak kalah pentingnya, ialah penyebaran
destinasi kapal pesiar Indonesia meliputi Sumetera Utara (Belawan), Sumatera
Barat (Teluk Bayur), Jawa Tengah (Tanjung Emas), Bali (Benoa, Padang Bai),
Sulawesi Utara (Bitung), Sulawesi Selatan (Pare-Pare, Makassar), Nusa Tenggara
Timur (Komodo, Kupang, Riung, Larantuka) hingga Papua (Biak, Jayapura).
Dengan potensi dan beragam wisata bahari yang dapat dikembangkan di
Indonesia, ditaksirkan mampu menghasilkan nilai ekonomi mencapai 20 Miliar
dolar AS setiap tahunnya.
Disamping memiliki potensi pengembangan yang luar biasa untuk
menghasilkan pundi-pundi rupiah, terdapat tantangan dan permasalahan yang
harus diatasi oleh seluruh stakeholders yang terlibat langsung maupun tidak
langsung dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata bahari, diantaranya
ialah:
1. Aksesbilitas ke lokasi wisata bahari (pulau kecil, pesisir, dan laut)
umumnya masih rendah dan sulit.
2. Infrastruktur dan sarana pembangunan di lokasi wisata bahari
umumnya buruk.
3. Promosi dan pemasaran kurang memadai.
4. Dukungan dan sinergi dari instansi pemerintahan terkait masih kurang.
5. Kualitas

SDM

(pemerintah,

operator,

dan

masyarakat)

perlu

ditingkatkan.

24

6. Kebijakan politik-ekonomi (seperti fiskal, moneter, dan iklim investasi)
kurang kondusif .
7. Kontribusi wisata bahari terhadap dunia pariwisata di Indonesia secara
umum masih sangat minim, yakni hanya sebesar 10 persen.
8. Tidak adanya data statistik yang jelas dari pemerintah, terutama
mengenai wisatawan asing, sehingga sering terjadi adanya orang asing
melakukan kegiatan usaha dengan visa wisata atau sebaliknya mereka
melakukan bisnis dan wisata sekaligus.
9. Kurangnya koordinasi dan kerjasama lintas sektor untuk pengembangan
pariwisata bahari.
10. Biaya pembangunan infrastruktur yang jauh lebih tinggi.
Tantangan dan permasalahan dalam pengembangan pariwisata bahari
diatas harus diatasi, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan mampu mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Dengan potensi pariwisata bahari dan kekayaan alam laut yang ada,
sudah seharusnya sektor pariwisata bahari ikut membantu dalam mensukseskan
program besar Presiden Joko widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai poros
maritim dunia. Untuk itu, diperlukan sistem dan manajemen pengelolaan yang
benar dan tepat sasaran, diantaranya ialah:
1. Pengelolaan pariwisata bahari harus mengubah dari pendekatan sistem
birokrasi berbelit menjadi sistem pendekatan entrepreurial.

25

2. Pemetaan potensi pariwisata bahari, berupa nilai, karakteristik,
infrastruktur

pendukung,

dan

kemampuanya

dalam

menopang

perekonomian.
3. Menyusun rencana investasi dan pembangunan dari berbagai informasi
yang didapat dari pemetaan, sehingga perlu dibangun faktor
pendukungnya seperti akses transportasi, telekomunikasi, sarana dan
prasarana pendukung lainnya.
4. Menciptakan kualitas SDM tangguh di bidang pariwisata bahari, baik
skill, inovasi, adaptabilitas, budaya kerja dan tingkat pendidikan, tingkat
pemahaman

permasalahan

strategis

dan

konsep

yang

akan

dilaksanakannya.
5. Melakukan strategi pemasaran yang baik, melalui televisi internasional
dan berbagai media seperti internet, majalah dan pameran-pameran
pariwisata

di

tingkat

internasional,

sebagai

contoh:

Thailand

menghabiskan dana sebesar 1 miliyar US Dollar untuk promosi
wisatanya di beberapa jaringan televisi internasional, sehingga wajar bila
kunjungan wisatawan ke Thailand menduduki peringkat pertama di
ASEAN.
6. Pengembangan obyek (destinasi) wisata bahari yang baru yang lebih
atraktif, berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan sesuai daya dukung
lingkungan wilayah.
7. Peningkatan rasa aman, nyaman, tenteram, dan bersahabat di lokasi
wisata bahari.

26

8. Stop ego sektoral dan ego daerah dan kembangkan “Indonesia Marine
Tourism Incorporated” serta menerapkan manajemen KISS (Koordinasi,
Integrasi, Simplifikasi, dan Sinkronisasi).
9. Penciptaan iklim investasi dan politik-ekonomi yang kondusif bagi
kinerja pembangunan pariwisata bahari.
Dengan peta jalan pembangunan Pariwisata Bahari seperti di atas,
Indonesia akan menjadi Maju, Adil-Makmur dan Sejahtera; dan menjadi poros
maritim dunia.

27

BAB IV
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa

hal, yaitu:
1. Bangsa lndonesia patut bersyukur karena dianugerahi negara kepulauan
dengan posisi yang sangat strategis sebagai poros maritim dunia. Poros
maritim sangat berkaitan erat dengan perdagangan dan pelayaran.
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mendukung
Indonesia sebagai poros maritim, diantaranya dengan melakukan
pengembangan pelayanan transportasi laut guna mendukung distribusi
logistik baik nasional maupun internasional, seperti dengan pembangunan
tol

laut,

pembangunan

dan

perbaikan

infrastruktur

pelabuhan.

Pembangunan tol laut akan membuka akses regional dengan cara
membuat dua pelabuhan besar berskala hub international yang dapat
melayani kapal-kapal niaga besar sehingga diharapkan Indonesia dapat
memiliki peran yang signifikan dalam mendukung distribusi logistik
internasional.
2. Untuk mendukung kebijakan pembangunan poros maritim di Indonesia
perlu

dilakukan

pengembangan

teknologi

kemaritiman

seperti

pengembangan industri galangan kapal. Saat ini kemampuan industri
galangan kapal nasional sudah tidak diragukan lagi kemampuanya untuk
membuat kapal dengan berbagai jenis ukuran dan juga kapal perang kelas
ringan. Sebagai bukti nyata dapat dilihat berbagai jenis kapal yang telah
berhasil diproduksi industri perkapalan dalam negeri, antara lain,
passenger ship, Roro Ferry, dan lain-lain. Di indonesia saat ini tercatat ada
sekitar 240 galangan kapal, yang sebagian besar adalah galangan kapal
dalam skala kecil dan 4 buah galangan kapal milik pemerintah.

28

3. Indonesia memiliki potensi pariwisata bahari terbesar di dunia. Beberapa
diantaranya adalah ekosistem terumbu karang, 18 persen dari total luas
terumbu karang di dunia terletak di Indonesia, sebanyak 6 dari 10
ekosistem terumbu karang terindah dan terbaik dunia juga ada di
Indonesia. Selain itu, potensi wisata bahari di Indonesia juga dibuktikan
dengan penyebaran destinasi surfing, diving, fishing, dan kapal pesiar
yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Dengan potensi pariwisata
bahari dan kekayaan alam laut yang ada, sektor pariwisata bahari ikut
membantu dalam mensukseskan program besar Presiden Joko Widodo
untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

29

DAFTAR PUSTAKA

Dimyati, Muhammad. (2014). Kontribusi Strategis IPTEK untuk Mewujudkan

Poros Maritim Dunia. Jakarta: Kementerian Riset dan Teknologi,
Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional. (2015). Implementasi

Konsep Tol Laut 2015. Jakarta: Kementerian Perencanaan dan
Pembangunan Nasional.
Mamahit, Desi Albert. (2015). Tata Kelola Keamanan Laut Indonesia dalam

Mendukung Program Pengembangan Poros Maritim Dunia [Paper].
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Matondang, Erlinda. (2014). Analisis Kebijakan Poros Maritim Dunia dalam

Konteks Peningkatan Konektivitas Nasional dan Regional

[Makalah].

Bogor: Fakultas Strategi Pertahanan Universitas Pertahanan Indonesia.
Murtiningtyas, Endah. (2015). Pengelolaan Ekonomi Kemaritiman yang Mandiri

dan

Berkelanjutan.

WakatobiL

Kementerian

Perencanaan

dan

Pembangunan Nasional.
Rahmad. (Februari 2016). Pengembangan Potensi Pariwisata Bahari Menuju
Indonesia

Sebagai

Poros

Maritim

Dunia.

19

April

2016.

http://www.ekspedisiilmu.web.id/2016/02/potensi-pariwisata-bahariindonesia.html.
Wardana, Adam Wisnu. (8 Agustus 2015). Perkembangan Industri Perkapalan
atau

Maritim

Indonesia.

18

April

2016.

http://dokumen.tips/documents/perkembangan-industri-perkapalanatau-maritim-indonesia.html.

30