LPSK dan Urgensi Perlindungan Saksi

http://hukum.kompasiana.com/2013/06/11/lindungi-saksi-benahi-negeri-567670.html

Lindungi Saksi, Benahi Negeri
OPINI | 11 June 2013 | 11:29

Dibaca: 163

Komentar: 0

1

Sofian Munawar Asgart
Research Associate, The Interseksi Foundation, Jakarta

sumber gambar: www.beritadewan.com

Tahukah anda, kapan mega skandal Bank Century dan BLBI akan tuntas diadili?
Yakinkah anda, para pembunuh wartawan Udin, Marsinah, dan Munir akan
terbongkarsecara tuntas? Pertanyaan serupa tentu dapat diperpanjang lagi dengan
sederet kasus hukum lainnya yang masih menggantung. Fenomena itu bahkan
ibarat puncak gunung es dari tumpulnya penanganan hukum di Indonesia.

Memang banyak faktor yang menjadi penyebab dan kendala atas lemotnya
penanganan hukum di Indonesia, salah satunya adalah sulitnya menghadirkan saksi
yang benar-benar dapat memberikan kesaksian yang jujur di pengadilan. Sulitnya
menghadirkan saksi antara lain dan terutama karena saksi merasa terancam
keselamatannya oleh pelaku tindak pidana dan para pihak lainnya yang berkomplot
menutupi kejahatan yang mereka lakukan.
Apalagi dalam kasus-kasus kejahatan besar yang melibatkan jejaring yang luas,
seperti korupsi, narkoba, terorisme, dan kejahatan HAM, saksi sudah pasti akan
mendapatkan tekanan luar biasa yang mengancam keselamatan jiwanya. Karena
itu, perlindungan saksi memiliki urgensi tersendiri, bukan saja dalam rangka

penguangkapan fakta-fakta kasus hukum di persidangan dalam kasuskasus tertentu secara parsial, namun sekaligus urgen bagi terciptanya rasa keadilan,
terungkapnya kebenaran, serta penegakan hukum secara simultan. Karenanya,
tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa perlindungan saksi merupakan salah satu
kunci untuk membenahi negeri ini.

Urgensi LPSK
Perlu disadari bahwa keberhasilan suatu proses peradilan sangat tergantung pada
alat bukti yang berhasil diungkap dan ditemukan. Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP
telah menempatkan pentingnya kedudukan saksi sebagai alat bukti yang utama

dalam perkara pidana, Mengingat pentingnya peranan saksi di dalam perkara
pidana, sangat wajar apabila kedudukan saksi dan korban dilindungi hukum. Karena
itulah keberadaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
memperlihatkan urgensinya.
Undang-Undang No.13 Tahun 2006 telah mengamanatkan pembentukan LPSK
yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain
kepada saksi dan/atau korban. Ruang lingkup perlindungan ini adalah pada semua
tahap proses peradilan pidana untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau
korban ketika memberikan keterangan dalam proses peradilan pidana. Hadirnya
LPSK dengan segala mandat dan peran yang diembannya tentu merupakan sebuah
capaian penting dalam konteks pemenuhan hak saksi dan korban. Peran strategis
ini pada gilirannya diharapkan dapat mendorong pengungkapan kebenaran dan
terciptanya keadilan sebagai cita-cita hakiki negara hukum.
Dalam beberapa kasus mutakhir terutama terkait kasus krusial semisal tindak pidana
korupsi, narkoba, terrorisme, dan juga kejahatan HAM, tampak bahwa para saksi
kunci berusaha menghindar. Termasuk dalam kasus “Lapas Cebongan” yang kini
masih dalam proses penyelidikan intensif. Dalam banyak kasus seperti ini, LPSK
ditantang
menunjukkan
peran

strategisnya,
setidaknya
dalam
dua
hal fundamental. Pertama, memberikan jaminan keamanan kepada para saksi
terkait keselamatan jiwa mereka.Kedua, menjaga agar para saksi tidak
mendapatkan intimidasi atau doktrinasi tertentu. Tujuannya tentu saja agar para
saksi dapat memberikan kesaksian sebagaimana mestinya dalam rangka pencarian
dan pengungkapan kebenaran sebagaimana yang terjadi di lapangan.

LPSK: Kendala dan Solusi
Meskipun merupakan lembaga yang relatif baru, kehadiran LPSK dengan segala
mandat dan peran yang diembannya telah mendapat sambutan cukup signifikan. Hal
ini setidaknya dapat dilihat dari permohonan perlindungan yang disampaikan kepada
LPSK yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut catatan LPSK, sepanjang
2011 ada 340 jenis tindak pidana terkait dengan permohonan perlindungan yang
disampiakan kepada LPSK. Pada 2012, permintaan perlindungan saksi dan korban
dalam berbagai jenis tindak pidana meningkat menjadi 655 kasus. Sementara pada
2013, hingga kwartal pertama di bulan April saja telah mencapai sekitar 300-an
kasus.

Peningkatan permohonan perlindungan yang disampaikan kepada LPSK
menyiratkan adanya harapan dan kepercayaan publik, meski di sisi lain sekaligus
juga menyiratkan persoalan dan tantangan yang tidak makin ringan. Memasuki
periode kedua LPSK, setidaknya ada tiga kendala yang menjadi tantangan utama
LPSK, yaitu: aspek regulasi, kelembagaan, dan public awareness. Karena itu,
agenda strategis yang urgen dilakukan LPSK ke depan diharapkan bertumpu pada
upaya mencari solusi tiga aspek itu secara sinergis.

bagan agenda stategis LPSK by sofian asgart

Dari aspek regulasi, keberadaan LPSK dipandang masih perlu penguatan, terutama
pada harmonisasi regulasinya. Disadari bahwa dalam perjalanannya, UU No.13
Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi masih menyisakan celah di sana-sini
sehingga memunculkan desakan untuk segera mereview dan merevisinya. Agenda
untuk melakukan review dan revisi undang-undang ini sepertinya tinggal menunggu
waktu saja. Urgensinya bukan saja pada keharusan untuk lebih menyempurnakan
konten undang-undang itu sendiri, tapi sekaligus mencari cara dan upaya untuk
mengharmonisasikannya dengan peraturan perundangan lainnya yang sama-sama
memiliki sejumlah klausul terkait pengaturan perlindungan saksi dan korban.
Dari sisi kelembagaan, kian meningkatnya permohonan perlindungan saksi dan

korban yang dialamatkan kepada LPSK tentu merupakan kepercayaan publik yang
perlu disikapi secara bijak. Namun berkaca pada upaya penanganan kasus pada
tahun lalu, masih banyak penanganan kasus yang belum tuntas atau bahkan
terbengkalai. Kondisi ini diakui sendiri oleh Ketua LPSK Abdul Haris Samendawai.
Menurutnya, salah satu kendala krusial yang dihadapi LPSK adalah soal
kelembagaan, baik di level internal maupun eksternal.
Dari aspek public awareness, masih rendahnya kesadaran dan pemahaman publik
atas keberadaan LPSK. Permohonan perlindungan saksi dan korban yang
dialamatkan kepada LPSK dari tahun ke tahun memang terus meningkat. Namun
peningkatan angka permohonan perlindungan saksi dan korban ini saja tidak serta
merta menunjukkan tingginya kesadaran publik (public awareness) atas kerja,
kinerja dan keberadaan LPSK. Angka ratusan permohonan perlindungan saksi dan
korban sejatinya masih terlalu rendah bila dibandingkan dengan kualitas dan
kuantitas persoalan tindak pidana yang angkanya mencapai puluhan ribu tiap
tahunnya. Kesenjangan angka perbandingan ini cukup menunjukkan bahwa
kesadaran publik atas keberadaan LPSK sebenarnya masih rendah.
Rendahnya kesadaran publik ini tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri namun
juga saling terkait satu sama lain. Keterbatasan kapasitas kelembagaan, misalnya,
bisa jadi saling berimplikasi dengan tingkat kesadaran publik satu sama lain.
Demikian halnya soal regulasi. Bila dikaji secara teliti, dari 46 pasal yang termuat

dalam Undang-Undang No.13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
tidak tampak satu pasal pun yang memuat soal partisipasi publik dalam konteks
pemajuan hak saksi dan korban. Padahal, partisipasi, apresiasi, dan kesadaran
publik merupakan aspek penting yang dapat turut membangun dan
menumbuhkembangkan budaya hukum yang baik. Termasuk di dalamnya apresiasi
dan perlindungan saksi dan korban.

Lebih dari itu, public awareness juga tidak melulu ditujukan pada khalayak
masyarakat, tapi juga diperuntukan bagi para aparat penegak hukum seperti hakim,
polisi, jaksa, dan lembaga pemasyarakatan. Karena nyatanya, kesadaran di
kalangan penegak hukum dalam kaitannya dengan perlindungan saksi dan korban
masih relatif rendah. Tak heran jika kita masih kerap menyaksikan fenomena dimana
saksi dan korban justru mengalami serangan balik dan sejumlah putusan pengadilan
yang tidak memihak.
Selain itu, harus diakui pula bahwa keberadaan LPSK hingga saat ini masih
terkesan elitis dan high profile. Jika harus dibandingkan antara masyarakat yang
tahu dan paham mengenai LPSK dengan masyarakat yang belum tahu dan belum
paham mengenai LPSK maka kemungkinannya adalah kelompok kedua akan jauh
lebih banyak dari kelompok pertama. Jika asumsi ini benar adanya, maka
popularisasi LPSK di level akar rumput harus menjadi program prioritas.

Popularisasi LPSK dipandang penting bukan saja sekadar mengenalkan LPSK
dengan segala program kerjanya. Namun diperlukan upaya lebih mendasar
lagi dalam rangka mempopulerkan peran dan mandatnya sebagai lembaga yang
berwewenang melakukan perlindungan hukum terhadap saksi dan korban. Dengan
begitu, upaya popularisasi juga sekaligus akan mendorong
public
awareness sebagai upaya integral yang diharapkan dapat turut membangun dan
menumbuhkembangkan budaya hukum yang baik.
Rencana LPSK untuk membangun kantor perwakilannya di sejumlah daerah sudah
lama menjadi wacana. Tim LPSK bahkan sudah membuat suatu kajian cukup
komprehensif untuk mewacanakan rencana ini secara massif. Keberadaan kantor
perwakilan LPSK di daerah juga sangat relevan dengan upaya menjawab tantangan
dan kendala yang dihadapi LPSK saat ini, baik untuk memperkuat kelembagaan
LPSK maupun dalam rangka mendorong dan meningkatkan public awareness
terhadap keberadaan LPSK.
Dengan makin banyaknya pemohon perlindungan saksi dan korban dari sejumlah
daerah maka desentralisasi LPSK tentu harus menjadi perhatian. Urgensinya tentu
saja bukan sebatas pada ambisi untuk melipatgandakan jumlah kantor yang ada,
tapi justru pada hakikat dasarnya kebutuhan perlindungan saksi dan korban sebagai
bagian tak terpisahkan dari upaya pencarian dan pengungkapan kebenaran dan

mempermudah akses keadilan hukum.

Penataan kelembagaan, harmonisasi regulasi, popularisasi, dan desentralisasi
LPSKdiharapkan dapat memperkuat kinerja LPSK dalam menjalankan mandatnya
sebagai “pelindung saksi dan korban”. Berbagai upaya ini , pada gilirannya juga
diharapkan dapat mendorong terbangunnya budaya hukum secara positif yang
memungkinkan terlaksananya penegakan hukum secara konsisten. Peran strategis
ini pada gilirannya diharapkan dapat mendorong pengungkapan kebenaran dan
terciptanya keadilan sebagai cita-cita hakiki negara hukum. Dengan begitu,
perlindungan saksi memiliki peran kunci untuk membenahi negeri ini.
@sofianasgart