Hemat Energi Menjadi Keharusan Gaya Hidu (1)

Hemat Energi Menjadi Keharusan Gaya Hidup Masayarakat
Cita-cita Hemat Energi
Di tengah politik yang penuh ketidakpastian, perekonomian global ikut melambat
diiringi dengan tidak stabilnya harga bahan bakar. Data dari Buku Outlook Energi Indonesia
2014 (OEI 2014) menjelaskan permasalahan energi saat ini dan prediksi pasokan energi
untuk kurun waktu 2012-2035 adalah adanya keterbatasan sumber daya energi dapat
menyebabkan total produksi energi dalam negeri tidak mampu lagi memenuhi konsumsi
domestik pada tahun 2030, sehingga Indonesia akan menjadi negara ‘net importir energi’,
yang berarti ketergantungan yang tinggi pada impor energi.
Populasi manusia memenuhi hukum Malthus, tiap tahun nya bertambah sesuai dengan
deret ukur yang dibarengi dengan semakin tingginya penggunaaan berbagai teknologi
modern yang tidak bijak dan cenderung konsumtif energi. Abad 21 kental dengan era digital,
bumi dapat terang benderang dengan adanya energi. Menurut Harm J de Blij, salah satu
indikator yang membedakan negara berkembang dengan negara maju adalah penggunaan
energi per orang. Semakin tinggi penggunaan energinya, semakin maju negara tersebut.
Namun demikian, tidak dapat pula dipungkiri bahwa konsumsi energi tetap harus
ditingkatkan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Selama ini Indonesia cenderung masih tergantung dengan sumber energi dari bahanbahan fosil yang sifatnya dapat diperbaharui dengan jangka waktu berjuta-juta tahun lagi.
Sifatnya yang terbatas dan melimpah hanya sementara seolah dapat menghipnotis manusia
untuk terus memanjakan konsumsi energi tanpa memeprhitungkan dampak ke depan nya.
Dampak untuk generasi berikutnya ataupun lingkungan yang semakin hari semakin

memudar. Penambangan batu bara dan sebagian minyak bumi yang semakin hari semakin
menjamah hutan hingga emisi karbon yang semakin menutup atmosfer.

Menghadapi tantangan cadangan sumber daya fosil yang semakin menipis,
menghemat energi merupakan langkah cerdas. Namun demikian, peningkatan konsumsi
energi sebagai indikator kemajuan ekonomi Indonesia tetap harus difasilitasi dengan
keberadaan sumber energi yang mendukung. Menghadapi tantangan tersebut, Indonesia perlu
memperluas pemanfaatan sumber energi lain untuk mensubsitusi pemakaian energi berbahan
fosil. Perlahan dengan berhemat mengobati sakaw bahan bakar fosil oleh masyarakat dan
menggugah keinginan berinovasi untuk produk-produk hemat energi.
Bagaiamana menghemat energi?
Di dunia industri muncul inovasi pembuatan mobil hidrogen. Bahan-bahan yang dapat
memproduksi energi hidogren antara lain metanol, air, biomass, dan lembah cair.
Dibantu dengan dibangunnya energi nuklir, sebuah PLTN juga dapat memproduksi hidrogen.
Inovasi tanpa modal berakhir tanpa apa-apa. Di Indonesia, para orang- orang terbaiknya telah
berhasil berinovasi. Suatu produk inovasi memang tidak bisa langsung lepas di pasaran.
Terkendala perizinan juga diperhitungkan. Inovasi biofuel yang terkendala biaya
produksinya, lahan produksinya. Pendirian PLTN yang menjanjikan tetapi lebih kontranya di
mata masyarakat. Menampik inovasi yang setengah mentah tersebut, sebetulnya Indonesia
belum siap dalam kemandirian industrialnya. Baru-baru ini Malaysia yang kini cukup berani

menggaet salah satu produsen terkenal Panasonic untuk membangun pabrik solar cell di
negaranya. Sedangkan di Brazil yang sudah lama memroduksi bioetanol secara massal.
Selain karena pasarnya dirasa besar dan potensial,juga karena pemerintah di negara tersebut
dinilai lebih responsif. Jika ingin mengawali komitmen sikap hemat energi melalui subsitusi
energi alternatif, maka perlu adanya visi industri yang jelas.
Di sisi lain pola pikir hemat energi harus masuk ke dalam gaya hidup masyarakat
Indonesia sekarang. Bermula dari keterpaksaan yang kemudian mengubah persepsi menjadi

keharusan. Energi memang selalu dijejeri dengan politis. Masyarakat Indonesi tidak naif akan
hal tersebut. Tetapi berhenti mengutuk,mulai bangun dan bicara potensi dan kesempatan,
karena kedua hal tersebut masih ada.
Hal pertama yang harus dilakukan, pilih kendaraan umum. Kendaraan umum seperti
kereta api, transjogja, angkutan kota, kopaja dan atau jenis kendaran umum lain seharusnya
dapat dioptimalkan sehingga penggunaan kendaraan pribadi dapat direduksi. Dengan
muatannya yang cukup menampung banyak penumpang, energi yang digunakan dapat
dihemat sedemikian rupa. Semakin banyak kendaraan umum pada teorinya sangat membantu
dalam penghematan energi masa depan. Akan tetapi pada kenyataannya, kuantitas kendaraan
umum tidak berbanding lurus dengan kualitasnya. Masalah penggunaan kendaraan umum
menjadi pelik, ketika kita menyadari bahwa dimensi ini tidak berdiri sendiri, dia melibatkan
spektrum yang sangat luas. Kriminalitas, kenyamanan, kebersihan, dan keamanan.

Penggunaan kendaraan umum harus diparalelkan dengan kemampuan pemerintah untuk
menyediakan infrastruktur yang baik bagi kendaraan umum tersebut dan tentunya juga
ditopang oleh kesadaran masyarakat untuk membantu dalam menjaga transportasi umum
yang ada. Dalam kemacetan 20% waktu kerja mesin dihabiskan dalam 0 km/jam. Bahan
bakar kita menguap hanya untuk mengantri masuk ke dalam jalan tol. Tetapi kini Indonesia
sudah mulai berbenah, sedikit demi sedikit kendaraan umum dan segala fasilitasnya
membaik. Pengusaha kendaraan juga mulai berbenah, menyediakan fasilitas sebaik mungkin
untuk menarik peminat kendaraan umum. Memang tidak bisa seketika, dengan giat
memperbaiki dan meyakinkan publik tidak dipungkiri energi mulai di hemat dari hal ini.
Kedua adalah mengubah mainstream masyarakat yang cenderung malas dan ogah
berjalan kaki atau bersepeda bukanlah sebuah hal yang mudah namun harus tetap dilakukan
untuk menjaga uang, energi sampai kelestarian bumi. Sekarang ini, beberapa kota-kota di
Indonesia mencoba mengubah pola pikir masyarakat dengan mengadakan car free day di tiap

minggunya. Memang tidak sepenuhnya berhasil. Faktor lain yang ikut dikaitkan adalah
ketidaknyaman. Di beberapa trotoar yang dipersilahkan untuk pejalan kaki beralih fungsi
sebagai tempat parkir, baliho hingga jejeran pedagang kaki lima. Perlu aturan yang tegas,
tidak cukup hanya mengelus dada melihat realita seperti itu. Penggiat lingkungan dan energi
yang konsen terhadap pengubahan pola pikir masyarakat, tetapi nyatanya menunjukkan
kontradiksi yang ujung-ujungnya hanya bisa gigit jari setelah bersosialisasi.

Ketiga adalah kecerdikan menyalurkan kekreatifan dalam penghematan energi di
rumah tangga. Pemanfaatan energi paling dekat dengan rumah tangga adalah konsumsi
listrik. Berangkat dari ide kecil nan remeh bahwa kiat mengubah bangsa dapat dilakukan dari
hal kecil dan dari diri kita sendiri. Memilih produk elektronik rumah tangga yang hemat
listrik juga dapat menjadi solusi dalam menghemat listrik. Memilih alat-alat elektronik yang
ramah lingkungan seperti lampu LED, TV LED, dan monitor kompi LED. Kemudian,
mematikan TV jika acara yang ditonton tidak terlalu penting dan bermutu. Terlalu sia-sia bila
energi dihabiskan hanya sekedar menonton buaya terbang ataupun sinema yang satu abad
belum kelar episodenya.

Sekitar 40-50% energi listrik dalam rumah tinggal dibutuhkan untuk proses
pendinginan AC, persentase ini akan meningkat jika iklim di luar semakin jelek. Oleh karena
itu dalam mendesain rumah atau gedung hemat energi perlu diperhatikan beberapa aspek
yang berhubungan dengan iklim setempat. Di Indonesia , selayaknya dibangun rumah tropis
yang bernuansa hemat energi. Misalnya mempergunakan bahan atap bangunan yang dapat
mendinginkan suhu di dalam ruangan seperti atap berbahan tanah liat atau keramik. Ataupun
desain warna dinding yang mempertimbangkan efek desain facade terhadap konsumsi listrik
pasca huni. Dinding warna biru lebih baik dari pada warna merah, karena dapat mengurangi

rata-rata suhu dinding sebesar 64%, sehingga menurunkan beban pendingin ruangan.Menaruh

tanaman hias di dalam rumah juga membantu menyejukkan udara di dalam ruangan.
Dalam hal pencahayaan yang baik , cukup dengan pemasangan ventilasi di beberapa
titik ruangan, sehingga mengurangi penggunaan lampu di siang hari. Jika berbicara gaya
hidup tidak terlepas dari fashion, hendaknya pemakaian jenis pakainan yang nyaman
disesuaikan dengan kondisi cuaca dan suhu udara, sehingga mengurangi penggunaan energi
untuk pendingin atau pemanas ruangan.

Selain dalam skala rumah tangga. Sarana dan prasarana umum pun harus memenuhi
kriteria hemat energi. Misalnya, penerangan jalan umum (PJU) masih banyak yang
menggunakan lampu yang tidak sesuai dengan daya watt tinggi tetapi luxx rendah. Perlu
adanya penaksiran ulang terhadap penataan PJU dengan berbagai kelas jalan dengan
pemilihan lampu tepat (lampu hemat energi) misalnya jenis SON-T. Dengan berhemat listrik,
kita membantu penghematan energi dan menjaga kelestarian alam kita. Hemat energi tidak
berarti mengurangi workload. Kinerja akan tetap, jika cerdas mengimbangi manajerial energi
yang efisien. Penggiat energi tidak berdiri sendiri, mengajak seluruh komponen bangsa ini
untuk sadar energi. Berhemat energi tidak sekedar berhemat uang, ada yang lebih berharga
daripada uang, masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Rumah Hemat Energi. Majalah Serial Rumah. Jakarta.PT Gramedia.
Christian ,D dan Lestari P. 1991. Teknik Pencahayaan dan Tata Letak Lampu.

Jakarta.Grasindo.

Karyono, Tri Harso. 2000. Wujud Kota Tropis di Indonesia: Suatu Pendekatan Iklim,
Lingkungan dan Energi, Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, Surabaya, Vol 29 No.2 hal 141146
Prianto, E. 2007. Rumah Tropis Hemat Energi Bentuk Keperdulian Global Warming. Jurnal
Pembangunan Kota Semarang RIPTEK, Semarang , Vol.1 No.1 hal 1-10
Prianto, E. 2005. Arsitektur Jendela Respond Gerakan Hemat Energi. Jurnal Ilmiah Nasional
Efisiensi & Konservasi Energi, Fakultas Teknik Undip , Vol.1 No.1 hal 1-11
http://finance.detik.com/read/2014/10/13/162103/2717372/1036/panasonic-pilih-bangunpabrik-solar-cell-di-malaysia-ketimbang-indonesia, diakses tanggal 20 Januari 2014