Positivisme dan Pasca positivisme (1)

Positivisme dan Pascapositivisme |1

P O SI T I V I SM E D A N P A S C A P O S I T I V I SM E

A. POSITIVISME
Kebanyakan orang ketika mendengar kata sains (science), mereka selalu
memikirkan tentang seorang ilmuwan yang sedang melakukan percobaan di dalam
laboratorium dengan berbagai macam alat-alat berteknologi tinggi dan bahanbahan kimia berwarna-warni. Kebanyakan orang selalu beranggapan bahwa sains
merupakan sesuatu yang membosankan dan kaku, serta kebanyakan orang juga
berpendapa bahwa ilmuwan adalah orang yang berpikiran sempit, kaku, dan kolot.
Anggapan-anggapan yang muncul dari sains itu kebanyakan muncul dari sebuah
periode di mana sains didominasi oleh suatu pandangan filosofis yaitu
positivisme. Yang mana positivisme itu sendiri cenderung mendukung anggapananggapan skeptis tersebut. (Trochim, Web).
Pada abad ke-19 merupakan abad yang sangat dipengaruhi oleh filsafat
positivisme. Dalam sejarah filsafat barat, orang sering menyatakan bahwa abad
ke-19 merupakan Abad Positivisme, yaitu suatu abad yang ditandai oleh peranan
yang sangat menentukan dari pikiran-pikiran ilmiah. Pada abad ini kebenaran atau
kenyataan dinilai dan diukur menurut nilai positivistiknya, yang mana
menekankan pada segi-seginya yang praktis bagi tingkah laku dan perbuatan
manusia. (Wibisono 1983:1). Positivisme yang muncul pada abad ke-19 ini
bermula ketika para pemikir Pencerahan (Aufklärung) memandang dunia sosial ini

sebagai bagian dari jagat raya alami: bahkan, banyak yang sampai pada
kesimpulan bahwa ilmu alam dan ilmu sosial bisa digunakan untuk kemajuan
manusia (Ritzer dan Smart 2001:54).
Sehingga dalam arti yang luas pengertian dari positivisme adalah
penolakan pada metafisika. Positivisme menganggap bahwa tujuan ilmu
pengetahuan adalah hanya untuk menjelaskan fenomena yang kita alami. Selain
itu, tujuan dari sains adalah hanya untuk berpegang pada apa yang bisa kita amati
dan ukur. Oleh karena itu, pengetahuan yang tidak bisa kita amati dan ukur
menurut ahli positivisme adalah sesuatu yang mustahil. (Trochim, Web).
Awanda Eki Safitri - 121414153008]

Positivisme dan Pascapositivisme |2

Dalam pandangan positivistik, sains dilihat sebagai sebuah alat untuk
mendapatkan sebuah kebenaran, yang mana untuk memahami fenomenafenomena yang ada dengan baik sehingga pada akhirnya kita dapat memprediksi
dan mengendalikan fenomena-fenomena tersebut. Positivisme menganggap bahwa
hal-hal yang ada di dunia atau alam semesta ini bersifat deterministik;
dioperasikan oleh hukum-hukum sebab akibat yang dapat kita lihat dengan jelas
perbedaannya jika kita menerapkan pendekatan-pendekatan yang berbeda dari
metode ilmiah yang ada. Sehingga positivisme memiliki hubungan yang sangat

erat dengan empirisme; adalah sebuah gagasan bahwa observasi dan eksperimen
adalah inti dari sebuah metode ilmiah. (Ibid). Dengan demikian segala sesuatunya
di dalam positivisme adalah harus empiris agar dapat dibuktikan kebenarannya.
Pendiri dari aliran filsafat positivisme ini adalah Auguste Comte yang
mana telah sangat terkenal menyampaikan tentang hukum tiga tahapnya, law of
three stages. Melalui hukum ini Comte menyatakan bahwa sejarah umat manusia,
secara individu maupun secara keseluruhan, berkembang melalui tiga tahap yaitu
teologi, metafisik, dan positif. Di sini Comte menjelaskan bahwa arti istilah
“positif” yang digunakan sebagai nama bagi aliran filsafatnya ini adalah sesuatu
yang nyata, pasti, jelas, bermanfaat, serta sebagai lawan dari sesuatu yang negatif.
Comte juga menjelaskan bahwa pengertian dari “perkembangan” sejarah umat
manusia merupakan sesuatu yang positif di mana diartikan sebagai suatu gerak
yang menuju ke arah tingkat yang lebih tinggi atau lebih maju. (Wibisono 1983:12).
Asal-usul Kelahiran Aliran Positivisme Auguste Comte
Auguste Comte merupakan salah satu pelajar pada jaman aufklärung, yaitu
khususnya Revolusi Ilmiah, yang mana mulai memberikan harapan bahwa sains
bisa digunakan atas nama kemajuan umat manusia. Tulisan Comte muda ini
banyak dipengaruhi oleh semangat moral para filsuf Prancis yang berpandangan
bahwa sains dapat menjadi alat untuk mengkonstruksi masyarakat dengan cara
yang lebih manusiawi dan adil. (Ritzer dan Smart 2001:54). Pada saat aufklärung

ini Sir Francis Bacon (1561-1626) adalah tokoh pertama yang mengekspresikan
metode ilmiah modern, yang mengenalkan kombinasi dari induksi dan percobaan
Awanda Eki Safitri - 121414153008]

Positivisme dan Pascapositivisme |3

pada sains yang menolak metode deduksi pada saat itu. (Jakobsen, Web). Namun
hukum gravitasi Newton yang memberikan visi tentang bagaimana observasi atau
penyelidikan ilmiah itu. Hal ini membuat Comte lambat laun mengakui sains
sebagai sarana mencapai kemajuan manusia (Ritzer dan Smart 2001:55).
Sintesis dari gagasan Comte misalnya mengenai pencarian akan hukum,
hierarki sains, dan pergerakan masyarakat ditemukan dalam karya Charles
Montesquieu (1689-1755). Montesquieu dalam The Spirit of Laws (1748)
menjelaskan analisis yang menunjukkan kemungkinan tentang adanya ilmu
pengetahuan mengenai masyarakat yang menyerupai hukum Newton. Pemikir
selanjutnya seperti Jacques Turgot (1727-1781) dan Jean Condoreet (1743-1784)
memperkenalkan pada Comte lebih lanjut tentang kemajuan umat manusia
melalui tahapan, khususnya pergerakan sistem-sistem gagasan. Dengan demikian,
ilmu pengetahuan tentang masyarakat tidak hanya mungkin, namun dari segi
Pencerahan, ilmu ini harus digunakan untuk membangun masyarakat yang lebih

baik dan memajukan umat manusia. (Ibid)
Selanjutnya Comte bekerja sama dengan Claude Henri de Saint-Simon
(1760-1825) setelah keluar dari Ecole Polythechnique. Awalnya, Comte bekerja
sebagai sekretaris Saint-Simon dan selanjutnya sebagai mitra yunior. Selama
bekerja sama dengan Saint-Simon inilah sebagian besar gagasan yang muncul
dalam The Course of Positive Philosophy ini mulai memiliki bentuk yang pasti.
Karya-karya Saint-Simon yang memberikan landasan bagi filsafat positivisme
Comte. Hal ini tidak lain karena,
 Saint-Simon yang menggunakan istilah ilmu pengetahuan ‘positif’ untuk
menerangkan sebuah studi tentang umat manusia dan masyarakat
berdasarkan pengamatan empiris;

 Saint-Simon yang mendalilkan hukum sejarah yang bergerak dari landasan
religius menuju positivistik;

 dan Saint-Simon yang memahami bahwa positivisme menetrasi ilmu
pengetahuan dengan kecepatan yang berbeda-beda (pertama ke dalam
fisika dan selanjutnya ke dalam fisiologi).

Awanda Eki Safitri - 121414153008]


Positivisme dan Pascapositivisme |4

Dari sini terlihat jelas bahwa banyak sekali landasan positivisme Comte yang
diambil dari mentornya, Saint-Simon. (Ibid 55-56).
Sehingga pada tahun 1822, Auguste Comte menerbitkan pernyataan
pertamanya yang jelas mengenai filsafat positifnya dalam sebuah artikel berjudul
Plan of Sciencetific Operation Necessary for Reorganizing Society. Pada saat
inilah secara resmi Comte membangun filsafat positivisme nya. Bagi Comte
sangat penting untuk menciptakan ‘sains positif’ yang didasarkan pada
pengamatan empirik yang akan digunakan untuk menghasilkan dan menguji
hukum-hukum abstrak mengenai organisasi manusia. Yang mana ilmu
pengetahuan ini diberi mana fisika sosial (sosial physics) untuk menentukan dan
merumuskan hukum organisasi manusia yang selanjutnya hukum ini harus
digunakan untuk mengarahkan tata kerja masyarakat. Esai pertama Comte yang
ditulis dengan Saint-Simon ini menjelaskan jabaran umum dari karya Comte
selanjutnya, yaitu The Course of Positive Philosophy. (Ibid 57).
Tujuan dari The Course of Positive Philosophy adalah untuk menyatukan
semua ilmu pengetahuan, yang juga untuk mengusulkan dan memberi tempat bagi
sosiologi di antara ilmu pengetahuan lain. Buku ini merupakan sejarah ilmu

pengetahuan melalui prisma hukum tiga tahap dan upaya untuk menyusun ilmu
pengetahuan baru mengenai masyarakat yang berhubungan dengan teori, metode,
substansi, dan advokasi. (Ibid 57). Sayangnya pada tahun 1824 terjadi perpecahan
antara Comte dan Saint-Simon yang menyebabkan Comte menjadi terkucil secara
intelektual. Yang hal ini menyebabkan pada saat volume terakhir dari Positive
Philosophy diterbitkan, tidak ada satu ulasan pun mengenai buku ini dalam pers
Prancis. (Ibid 56).
Tokoh-tokoh Positivisme
Claude Henri de Saint-Simon (1760-1825)
Claude Henri de Rouvroy, comte de Saint- Simon, yang lebih sering
disebut sebagai Henri de Saint- Simon lahir pada tanggal 17 Oktober 1760. SaintSimon adalah seorang ahli sosial Prancis dan pendiri dari sosialisme Prancis.
Yang

pada

saat

Revolusi

Prancis,


Saint-Simon

mengusulkan

Awanda Eki Safitri - 121414153008]

sebuah

Positivisme dan Pascapositivisme |5

perorganisasian masyarakat baru dan positif yang dikendalikan oleh industri,
dengan para ilmuwan yang berperan sebagai pengontrolnya. Tujuan dari
masyarakat baru ini adalah untuk menghasilkan hal berguna untuk kehidupan
manusia, sehingga perdamaian akan dapat diwujudkan secara universal. Ilmu
pengetahuan masyarakat yang di bentuk oleh Saint-Simon mempengaruhi
terbentuknya sosiologi dan ekonomi sebagai bidang studi ilmiah. Visi dari SaintSimon inilah yang banyak mempengaruhi Prancis dan masyarakat Eropa
sepanjang abad kesembilan belas. (New World Encyclopedia, Web). Yang mana
karya-karya Saint-Simon ini sangat mempengaruhi murid-muridnya yang
kemudian lebih mempopulerkan, mensistematisasi, dan juga membentuk ide-ide

mengenai ilmu pengetahuan tentang masyarakat, khususnya Auguste Comte yang
merupakan anak didiknya, sehingga karya-karya Comte tentang sosiologi dan
filsafat sedikit banyak mengambil dari Saint-Simon. (Encyclopedia.com, SaintSimon).
Signifikansi utama dari Saint-Simon dalam sains sosial ada tiga. Pertama,
Saint-Simon adalah orang pertama yang dapat memahami implikasi dari
industrialisasi

pada

institusi

tradisional

dan

moralitas

serta

mengkonseptualisasikan sistem industri sebagai suatu jenis yang berbeda. Kedua,

Saint-Simon termasuk salah satu yang paling awal dalam mengajukan ilmu
pengetahuan naturalisme dari masyarakat sebagai panduan rasional untuk
rekonstruksi sosial. Ketiga, Saint-Simon merupakan perumus teori “organik
evolusi” yang paling penting, yang mana pengaruhnya dapat dilihat dalam
doktrin-doktrin evolusi sosial dari Herbet Spencer, Lester Ward, dan Karl Marx.
Selanjutnya, Saint-Simon juga secara langsung mempengaruhi terbentuknya aliran
“positivisme organik” yang diwakili oleh Auguste Comte dan Emile Durkheim.
(Ibid).
Auguste Comte (1798 - 1857)
Isidore Auguste Marie Francois Xavier Comte lahir pada tanggal 19
Januari 1798 di Montpellier, Prancis (Wibisono 1983:1). Comte lahir dari seorang
ayah, Louis Comte yang merupakan seorang pegawai pajak dan ibu, Rosalie
Boyer; keluarga Comte adalah pendukung setia Kerajaan dan Katolik Roma yang
Awanda Eki Safitri - 121414153008]

Positivisme dan Pascapositivisme |6

patuh dan mereka menolak Republikan dan skeptisisme yang melanda Prancis
setelah Revolusi Prancis. Sedangkan Comte sendiri menolak pandangan
keluarganya tersebut, bahkan lebih lanjut, Comte kehilangan kepercayaannya

pada agama. (Encyclopedia of Marxism, Web).
Comte juga menerima dan mengalami secara langsung akibat-akibat
negatif dari revolusi Prancis khususnya dibidang sosial, ekonomi, politik, dan
pendidikan. Pengalaman pahit yang dilalui dan dialaminya secara langsung
bersama bangsanya itu, memotivasi dirinya untuk memberikan alternatif dan
solusi ilmiah-filosofis dengan mengembangkan epistemologi dan metodologi
sebagaimana buah pikirannya itu tercermin di dalam aliran Positivisme. Aliran ini
menjadi berkembang dengan subur karena didukung oleh para elit-ilmiah dan
maraknya era industrialisasi saat itu. (Satria, Web).
Pada tahun 1814, Comte memasuki salah satu perguruan tinggi bergengsi
di Prancis yaitu Ecole Polythechnique, dan menetap di Paris. Pada saat menjadi
mahasiswa Comte banyak membaca tentang filsafat dan sejarah yang khususnya
tertarik pada pemikir-pemikir yang mulai melihat dan melacak sejarah organisasi
sosial manusia, misalnya, Montesquieu, Condorcet, Turgot, dan Joseph de
Maistre. (Encyclopedia of Marxism, Web).
Saint-Simon adalah salah satu kenalan penting Comte, yang mana ide-ide
Comte sangat mirip dengan Saint-Simon, lebih-lebih artikel pertama dari Comte
muncul di dalam publikasi Saint-Simon. Tetapi karena perbedaan sudut pandang,
akhirnya Comte berpisah dengan Saint-Simon. Yang pada tahun 1826 Comte
memulai serangkaian kuliah tertutup tentang sistem filsafat positifnya. Pada tahun

berikutnya Comte menyampaikan kembali kuliah-kuliahnya tersebut di Royal
Anthenaeum. Yang dua belas tahun berikutnya (1830-1842) Comte habiskan
untuk menyelesaikan The Course of Positive Philosophy. (Ibid).
Selama hidupnya Comte hidup dari sumbangan-sumbangan pengikut
aliran filsafatnya, seperti John Stuart Mill dan muridnya Maxximillien Littré yang
seorang lexicographer. Pada tahun 1825 Comte menikah dengan Caroline Massin,
tetap mereka bercerai pada tahun 1842. Selanjutnya pada tahun 1845, Comte

Awanda Eki Safitri - 121414153008]

Positivisme dan Pascapositivisme |7

menjalin hubungan dengan Clotilde de Vaux yang banyak sekali mempengaruhi
karya-karya Comte selanjutnya, yaitu System of Positive Polity (1851-1854).
Karyanya ini berisi tentang moralitas dan kemajuan moral sebagai pusat
pengetahuan manusia serta menekankan pada pentingnya organisasi politik dan
pemerintahan. Comte hidup cukup lama untuk melihat karya-karyanya banyak
digunakan di seluruh Eropa. Banyak para intelektual Inggris yang terpengaruh
oleh filsafat positivisme dan menerjemahkan karya Comte. Para pengikutnya di
Prancis pun meningkat, dan terbentuknya aliran positivisme di seluruh dunia.
Comte meninggal dunia pada tahun 1857 karena penyakit kanker. (Ibid).


Filsafat Positivisme Auguste Comte
Comte menerangkan bahwa dalam perkembangan jiwa manusia, pada
suatu batas tertentu manusia tidak lagi akan merasa puas dengan hal-hal yang
abstrak. Manusia merasa lebih puas dengan hal-hal yang dapat diterangkan
melalui pengamatan yang dapat dijelaskan secara deskriptif. Pada saat inilah
perkembangan jiwa manusia tiba pada tahapnya yang paling akhir, yaitu
tahap positif diatas pandangan ilmiah yang matang. (Wibisono 1983:15).
Sedangkan pengertian positif itu sendiri dalam filsafat Comte adalah
sebagai berikut:
o Sebagai kebalikan sesuatu yang bersifat khayal, maka diartikan
sebagai pensifatan sesuatu yang nyata. Objek kajian yang dibahas
didasarkan pada kemampuan akal.
o Sebagai kebalikan sesuatu yang tidak bermanfaat, yang segala sesuatu
harus diarahkan pada pencapaian kemajuan.
o Sebagai kebalikan sesuatu yang meragukan, diartikan sebagai
pensifatan segala sesuatu yang sudah pasti. Hal ini karena filsafat
harus sampai pada suatu keseimbangan yang logis yang membawa
kebaikan bagi setiap individu masyarakat.
o Sebagai kebalikan sesuatu yang kabur, diartikan sebagai pensifatan
sesuatu yang jelas atau tepat. Karena dalam pemikiran filsafati, kita
harus dapat memberikan pengertian yang jelas.

Awanda Eki Safitri - 121414153008]

Positivisme dan Pascapositivisme |8

o Sebagai kebalikan sesuatu yang negatif, yang dipergunakan untuk
menunjukkan sifat-sifat pandangan filsafatnya yang selalu menuju ke
arah penataan atau penertiban.


(Ibid 37-38).
Hukum Tiga Tahap Auguste Comte
Telah kita ketahui bahwa pada tahap positif merupakan tahap di mana
jiwa manusia sampai pada pengetahuan yang tidak lagi abstrak, tetapi pasti,
jelas, dan bermanfaat (Ibid 15). Sehingga, Comte melihat tahap positif
sebagai tahap perkembangan masyarakat pada industrialisasi sudah dapat
dikembangkan, yang disertai peranan kaum ilmuwan dan industrialis yang
bersama-sama mengatur masyarakat secara ilmiah (Ibid 16).
Hukum tiga tahap dari Comte antara lain:
1. Tahap Teologi → Pada tahap ini manusia bergantung pada penjelasan
supranatural untuk menjelaskan hal-hal yang tidak dapat mereka
jelaskan. Tahap teologi ini yang merupakan pemikiran yang orisinal
dan spontan, yang menganggap gejala-gejala alam yang ada diatur
oleh suatu kekuatan imajiner tunggal yang tidak terlihat yaitu dewadewa. (Landow dan Everett, Web).
2. Tahap

Metafisik →

pada

tahap

ini

manusia sudah dapat

menghubungkan gejala-gejala alam yang terjadi dengan yang abstrak
tetapi masih belum dapat memahami apa yang menyebabkan hal
tersebut. Manusia sudah tidak lagi menganggap dewa yang
menyebabkan terjadinya gejala-gejala alam yang ada, tetapi kekuatan
atau daya dari benda-benda atau alam memeliki kekuatannya sendiri.
(Ibid).
3. Tahap Positif → pada tahap ini manusia telah mengerti hukum-hukum
alam yang mengatur dunia ini. Pada tahap ini pengertian
“menerangkan” berarti fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan
suatu fakta umum. Dengan demikian, tujuan tertinggi dari tahap
positif ini adalah menyusun dan dan mengatur segala gejala di bawah
satu fakta yang umum. (Satria, Web).

Awanda Eki Safitri - 121414153008]

Positivisme dan Pascapositivisme |9



Metode Positivisme Auguste Comte
Tujuan positivisme yang untuk membangun hukum organisasi
manusia, yang mana cara atau metode yang digunakan adalah pengamatan,
percobaan, perbandingan, dan analisis historis (Ritzer dan Smart 2001:60).
Comte menggunakan empat metode ini untuk meneliti fisika sosialnya; empat
metode digunakan karena fisika sosial adalah ilmu pengetahuan yang
tertinggi dan yang paling kompleks.
1. Pengamatan → metode ini digunakan karena dalam setiap ilmu
pengetahuan selalu dibutuhkan pembuktian (Wibisono 1983:43).
2. Percobaan → metode ini baru diterapkan apabila perkembangan suatu
gejala karena suatu sebab mengalami hambatan alamiah atau buatan.
Metode percobaan ini tidak perlu dilakukan ke dalam ilmu sosial
apabila terlalu sulit diadakan di tengah-tengah kompleksnya gejalagejala yang dihadapi. (Wibisono 1983:44).
3. Perbandingan → dalam metode ini digunakan perbandingan dengan
“inferior animals”. Dan dengan mengkaji petunjuk-petunjuk yang
diperoleh melalui analisis sejarah, metode perbandingan ini dapat
mengisi kekurangan yang masih ada. (Wibisono 1983:44-45).
4. Analisis Historis → metode ini dilakukan karena berdasarkan hukum
tiga tahap Comte yang mengkaji perkembangan gagasan dan susunan
struktur yang terkait sepanjang sejarah (Ritzer dan Smart 2001:61).

B. PASCA POSITIVISME
Dari positivisme, yang kemudian dikukuhkan oleh kelompok kajian
filsafat Lingkaran Wina (Vienna Circle) yang beraliran neo-postivisme atau
positivisme logis yang membuat ilmu pengetahuan berkembang pesat, baik ilmu
fenomena alam maupun sosial. (Afandi, Web). Diantara para anggota Lingkaran
Wina filsuf yang menarik perhatian adalah Rudolf Carnap. Ia seorang pemikir
yang sistematis dan orisinal. Sebagai penganut positivisme, secara umum
Lingkaran Wina berpendapat bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman,
yang secara khusus dan eksplisit pendirian mereka sebagai berikut: mereka
Awanda Eki Safitri - 121414153008]

P o s i t i v i s m e d a n P a s c a p o s i t i v i s m e | 10

menolak perbedaan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, mereka menganggap
pernyataan-pernyataan yang tak dapat diverifikasi secara empiris, seperti estetika,
etika, agama, metafisika, sebagai nonsense, berusaha menyatukan semua ilmu
pengetahuan di dalam satu bahasa ilmiah yang universal (Unified Science), dan
memandang tugas filsafat sebagai analisis atas kata-kata atau pernyataanpernyataan. (Rose, Web).
Lingkaran Wina menganggap pernyataan-pernyataan yang tak dapat
diverifikasi secara empiris, seperti etika, estetika, agama, metafisika, sebagai
nonsense atau meaningless. Kelompok ini membuat garis pemisah antara
pernyataan yang bermakna (meaningful) dan yang tidak bermakna (meaningless).
Disebut bermakna jika dapat dibuktikan secara empiris-positive dengan metode
induktif-verifikatif. Pada akhirnya mereka menyatakan bahwa dikatakan ilmiah
jika bermakna, dan jika tidak bermakna maka tidak ilmiah. Kemudian pada awal
abad 20 telah muncul pemikir yang mencoba mendobrak dominasi ini dengan
memunculkan filsafat baru yaitu Pasca Positivisme. Seperti Karl Popper
mengembangkan ”filsafat falsifikasi” yang menolak dengan tegas pemikiran kaum
Positivisme Logis, kemudian disusul oleh Thomas S. Kuhn dengan ”revolusi ilmu
dan paradigma”. (Afandi, Web)
Tokoh – Tokoh Pasca Positivisme
Karl Popper (1902 – 1994)
Sir Karl Raimund Popper dilahirkan di Wina, Austria, pada tanggal 28 Juli
1902, yang pada saat itu diklaim sebagai pusat kebudayaan dunia Barat. Ayahnya,
Dr. Simon Siegmund Carl Popper, seorang Yahudi yang bekerja sebagai
pengacara Professional, dan ibunya, Jenny Schiff. Sejak berusia tujuh belas tahun,
Popper menganut komunisme, namun hal ini hanya berjalan selama beberapa
tahun. Sebab, setelah Popper mendapati para pengikut aliran politik ini menerima
begitu saja doktrin-doktrin yang dengan tidak kritis. Pasca Perang Dunia I ia
masuk Universitas Wina sekaligus bekerja di berbagai bidang. Di sinilah karier
intelektual Popper dimulai. Pada tahun 1935 dan 1936 Popper mulai mengajar di

Awanda Eki Safitri - 121414153008]

P o s i t i v i s m e d a n P a s c a p o s i t i v i s m e | 11

beberapa tempat di Inggris. Pada tahun 1937 Popper mengajar di Selandia Baru.
(Thornton, Web).
Popper merupakan salah satu filsuf yang cukup berpengaruh bagi filsafat
ilmu pengetahuan abad dua puluh. Sumbangan terbesar Popper dalam filsafat ilmu
adalah pemikirannya mengenai konjektur dan falsifikasi. Dalam bukunya tersebut,
Karl Popper melakukan kritik terhadap kecenderungan metodologi sains di masa
itu yang didominasi oleh Positivisme. Positivisme adalah sebuah aliran filsafat
yang bahkan sampai detik ini masih berjaya dan dianggap sebagai aksioma oleh
para ilmuwan maupun masyarakat umum.


Teori Falsifikasi Karl Popper
Pada dasarnya teori falsifikasi yang dibangun oleh Popper merupakan
bantahan dan sanggahan dari induksi dan verifikasi yang banyak
dikembangkan oleh para filsuf sebelumnya seperti Francis Bacon (15611626) yang kemudian dikemas ulang oleh Jhon Stuart Mill (1806-1873)
dengan mengandalkan metode induksi dalam menerima kebenaran sebuah
teori. Sebuah teori akan dianggap benar jika cara penarikan kesimpulan
berdasarkan kepada metode induksi. Metode ini bertitik pangkal pada
pemeriksaan (eksperimen) yang teliti mengenai data-data spesifik yang
selanjutnya rasio bergerak menuju suatu penafsiran atau generalisasi. (Afandi,
Web).
Falsifikasi adalah kebalikan dari verifikasi, yaitu pengguguran teori
lewat fakta-fakta. Menurut Popper, proses verifikasi sangatlah lemah.
Verifikasi hanyalah bekerja melalui logika induksi. Logika induksi adalah
penyimpulan suatu teori umum dari pembuktian fakta-fakta partikular. Popper
lebih condong untuk menggunakan falsifikasi. Jadi fokus penelitian sains
bukanlah pembuktian positif, namun pembuktian negatif. Artinya fokus
penelitian adalah untuk membuktikan bahwa suatu teori umum adalah salah
dengan menyodorkan sebuah bukti yang membuktikan bahwa ia salah. Hal ini
membuat penelitian ilmiah lebih efisien karena teori langsung dapat
dipastikan gugur hanya dengan sebuah fakta. (Rahmandana, Web).

Awanda Eki Safitri - 121414153008]

P o s i t i v i s m e d a n P a s c a p o s i t i v i s m e | 12

Menurut Popper, pengetahuan dibangun berdasarkan rasio. Dari
prinsip-prinsip ini diperoleh pengetahuan deduksi yang ketat tentang dunia.
Prinsip-prinsip pertama ini bersumber dalam budi manusia dan tidak
dijabarkan pengalaman, bahkan apa yang dialami dalam pengalaman empiris
bergantung pada prinsip-prinsip ini. Dengan demikian, pengetahuan muncul
dalam diri seseorang atau dari insight individual (pengetahuan terdalam
seseorang). Sehingga dengan demikian pengetahuan dalam tataran teologis,
metafisik bahkan mistis sekalipun dapat dianggap sebagai ungkapan
(pengetahuan) yang bermakna (meaningful). (Afandi, Web).
Popper mengajukan kriteria ilmiah tidaknya pengetahuan adalah
kemampuannya atau kualitasnya untuk diuji; bisa diuji (testability), bisa
disalahkan (falsibility) dan bisa disangkal (refutability). Maka apabila teori
dapat diuji dan memenuhi komponen untuk disangkal maka ia telah
memenuhi syarat keilmuan. Tes terhadap teori bukan berorientasi mencari
pendukung kebenaran suatu teori akan tetapi tes dilakukan dengan prinsip
falsifikasi, yaitu upaya untuk membantah, menyangkal dan menolak teori
tersebut. Maka dilakukanlah rangkaian tes berisi komponen-komponen
penolakan terhadap teori tersebut, yang disebut hipotesa (dugaan sementara),
yang akan secara terus menerus diuji. Inilah prinsip ilmu sejati oleh Popper
sehingga akan tercapailah kebenaran yang sejati. (Ibid).
Karena bagi Popper, perkembangan ilmu adalah bergerak secara
evolusioner; dari problem (P1) diikuti oleh artikulasi suatu teori tentatif (TT)
yang terbuka bagi falsifikasi (EE) yang mana akan memunculkan problem
baru (P2),
P1-TT-EE-P2
Semakin tahan suatu teori tentatif terhadap eliminasi kesalahan (error
elimination) maka teori tersebut akan semakin mendekati kebenaran.
(Santoso, Pasca Positivisme 2007).
Dalam filsafat ilmu Popper, selama suatu teori belum bisa
difalsifikasi, maka ia akan dianggap benar. Artinya, keyakinan kebenaran
terhadap teori tersebut adalah tidak mutlak, hanya merupakan keyakinan yang
memadai atau mendekati kebenaran. Namun ketika teori tersebut difalsifikasi,

Awanda Eki Safitri - 121414153008]

P o s i t i v i s m e d a n P a s c a p o s i t i v i s m e | 13

maka hal tersebut akan menimbulkan keyakinan mutlak bahwa teori tersebut
salah. Artinya yang akan memberikan keyakinan mutlak adalah falsifikasi,
bukan verifikasi. Hal ini berbeda dengan positivisme yang akan meyakini
kebenaran mutlak suatu teori selama ia telah mengalami proses verifikasi
sesuai standar ilmiah positivisme. (Rahmandana, Web).

Thomas Kuhn (1922 – 1996)
Thomas Samuel Kuhn lahir pada tanggal 18 Juli 1922 di Cicinnati, Ohio,
Amerika Serikat. Kuhn lahir dari pasangan Samuel L. Kuhn, yang merupakan
seorang Insinyur industri dan Minette Stroock Kuhn. Kuhn mendapat gelar B.S di
dalam ilmu fisika dari Harvard University pada tahun 1943 dan M.S. Pada tahun
1946. Khun belajar sebagai fisikawan namun baru menjadi pengajar setelah
mendapatkan Ph.D dari Harvard pada tahun 1949. Selama tiga tahun dalam
kebebasan akademik sebagai Harvard Junior Fellow, adalah tahun-tahun yang
sangat penting dalam perubahan perhatiannya dari ilmu fisika kepada sejarah dan
filsafat ilmu. Kuhn kemudian diterima di Harvard sebagai asisten profesor pada
pengajaran umum dan sejarah ilmu atas usulan presiden Universitas James
Conant. Pada tahun 1961 Kuhn menjadi professor sejarah ilmu di Universitas
Berkeley di California. Di Berkeley ini Kuhn menuliskan dan menerbitkan
bukunya yang terkenal The Structure Of Scientific Revolution pada tahun 1962.
Pada tahun 1964-1979 Kuhn menjadi profesor filsafat dan sejarah seni di
Princeton. Kemudian, pada tahun berikutnya Kuhn mengajar sebagai profesor
filsafat di MIT. (Encyclopedia.com, Kuhn)
Buku karangan Kuhn yang berjudul The Structure of Scientific Revolution
tahun 1962 yang berisi tentang pernyataan adanya kesalahan-kesalahan
fundamental tentang image atau konsep ilmu terutama ilmu sains yang telah
dielaborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan
membabi-buta mempertahankan dogma-dogma yang diwarisi dari Empirisme dan
Rasionalisme klasik. Sebagai seorang filsuf sains, Kuhn dengan tepat mencatat
bahwa diperlukan revolusi untuk merubah teori-teori sains karena para ilmuwan
tidak berpegang pada teori mereka secara tentatif. (Afandi, Web).
Awanda Eki Safitri - 121414153008]

P o s i t i v i s m e d a n P a s c a p o s i t i v i s m e | 14

Pandangan Kuhn mengenai ilmu banyak mengubah persepsi orang
mengenai apa yang dinamakan ilmu. Menurut Kuhn, ilmu bergerak melalui
tahapan-tahapan yang akan berpuncak pada kondisi normal dan kemudian akan
digantikan oleh ilmu atau paradigma baru. Gagasan Thomas Kuhn ini sekaligus
merupakan

tanggapan

terhadap

pendekatan

Popper

pada

filsafat

ilmu

pengetahuan. Menurut Kuhn, Popper memutar balikkan kenyataan dengan terlebih
dahulu menguraikan terjadinya ilmu empiris melalui jalan hipotesis yang disusul
dengan upaya falsifikasi. Namun Popper justru menempatkan sejarah ilmu
pengetahuan sebagai contoh untuk menjustifikasi teorinya, Hal ini sangat bertolak
belakang dengan pola pikir Kuhn yang lebih mengutamakan sejarah ilmu sebagai
titik awal segala penyelidikan. Dengan demikian filsafat ilmu diharapkan bisa
semakin mendekati kenyataan ilmu dan aktivitas ilmiah yang sesungguhnya.
Menurut Kuhn bahwa kemajuan ilmiah itu pertama-tama bersifat revolusioner,
bukan maju secara kumulatif. (Ibid).


Paradigma Thomas Kuhn
Kuhn menyatakan bahwa ilmu bukan merupakan upaya untuk
menemukan objektivitas dan kebenaran, melainkan lebih menyerupai upaya
pemecahan masalah di dalam pola-pola keyakinan yang telah berlaku. Kuhn
memakai istilah ”paradigma” untuk menggambarkan sistem keyakinan yang
mendasari upaya pemecahan masalah di dalam ilmu. Kuhn menjelaskan
paradigma dalam dua pengertian. Pertama, paradigma berarti keseluruhan
rangkaian kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota
masyarakat ilmiah tertentu. Kedua, paradigma menunjukkan sejenis unsur
pemecahan teka-teki yang konkret yang jika digunakan sebagai model, pola,
atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang secara eksplisit sebagai
menjadi dasar bagi pemecahan permasalahan dan teka-teki normal sains yang
belum tuntas. (Afandi, Web).
Paradigma merupakan elemen utama dalam perkembangan sains.
Seorang ilmuwan selalu bekerja dengan paradigma tertentu, dan teori-teori
ilmiah dibangun berdasarkan paradigma dasar. Melalui paradigma ilmuwan
dapat memecahkan kesulitan-kesulitan dalam kerangka ilmunya, sampai
muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam
Awanda Eki Safitri - 121414153008]

P o s i t i v i s m e d a n P a s c a p o s i t i v i s m e | 15

kerangka ilmunya sehingga menuntut adanya revolusi paradigmatik terhadap
ilmu tersebut. Revolusi paradigmatic ini menggunakan sejarah sebagai
dasarnya untuk membantu menemukan rangkaian fakta, teori, dan metodemetode yang tersimpan di dalam buku-buku teks sains. (Ibid). Analisis Kuhn
tentang sejarah ilmu pengetahuan menunjukkan kepadanya bahwa praktek
ilmu melalui beberapa fase yakni:
P1 – Ns – A – K – R – P2
1. paradigma awal sains (P1) telah berkembang dalam suatu masyarakat
sains, yang sedemikian eksisnya sehingga ia menjadi suatu paradigma
yang membatasi kepercayaan dan usaha-usaha untuk mencari dan
menemukan alternatif-alternatif baru yang dapat menggantinya (Ibid);
2. Selanjutnya paradigma awal (P1) tersebut berkembang menjadi
”Normal

Science”

(Ns)

sebagai

hasil

dari

akumulasi

ilmu

pengetahuan, di mana ilmuwan-ilmuwan berorientasi dan memegang
teguh paradigma pendahulunya itu (P1) (Ibid);
3. Gejala-gejala baru muncul yang akan menjadi sebab runtuhnya
paradigma itu, sehingga dibutuhkan penjelajahan-penjelajahan baru
yang dapat menanggapi gejala-gejala itu. Fase ini disebut sebagai fase
anomali (A) (Ibid);
4. Fase krisis (C) merupakan akumulasi fakta-fakta anomali (A) yang
membuat keabsahan suatu paradgima menjadi goyah;
5. Fase ini memaksa komunitas ilmu mempertanyakan kemabli secara
radikal (R) dasar ontologis, metodologis, dan nilai yang dipakainya;
6. Krisis kemudian melahirkan paradigma baru (P2) yang berbeda
dengan paradigma sebelumnya (P1).
(Santoso, Pasca Positivisme 2007).

Awanda Eki Safitri - 121414153008]

P o s i t i v i s m e d a n P a s c a p o s i t i v i s m e | 16

DAFTAR PUSTAKA

“Comte, Auguste.” MIA: Encyclopedia of Marxism: Glossary of People.
Encyclopedia of Marxism. Web. 8 Desember 2014. 5:31 AM <
https://www.marxists.org/glossary/people/c/o.htm>
"Kuhn, Thomas Samuel." Complete Dictionary of Scientific Biography. 2008.
Encyclopedia.com. Web. 8 Desember 2014. 3:11 AM <
http://www.encyclopedia.com/topic/Thomas_Samuel_Kuhn.aspx>
“Saint-Simon, Henri de.” Newworldencyclopedia.org: Organizing Knowledge For
Happiness, Prosperity, And World Peace. Newworldencyclopedia.org.
27 Juni 2009. Web. 9 Desember 2014. 12:01 AM

"Saint-Simon." International Encyclopedia of the Social Sciences. 1968.
Encyclopedia.com. 8 Desember 2014. 12:00 AM <
http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3045001087.html>
Afandi. “Filsafat Sains (Reinterpretasi Pandangan Karl Popper, Thomas Kuhn
Dan Imre Lakatos).” Pandi.FKIP.UNTAN. Wordpress.com. 10
Desember 2013. Web. 9 Desember 2014. 1:53 AM <
http://pandifkipuntan.wordpress.com/2013/12/01/filsafat-sainsreinterpretasi-pandangan-karl-popper-thomas-Kuhn-dan-imre-lakatos-2/>
Jakobsen, Tor G. “Theory of Science – What is Positivism?” Popular Social
Science – Bringing The Gap. PopularSocialScience.com. 15 February
2013. Web. 8 Desember 2014. 5:28 AM <
http://www.popularsocialscience.com/2013/02/15/theory-of-sciencewhat-is-positivism/>
Landow, George P, dan Glenn Everett. “Auguste Comte, Positivism, and the
Religion of Humanity”. Literature, History, and Culture In The Age of
Victoria. The Victorian Web. 10 September 2014. Web. 8 Desember
2014. 5:28 AM < http://www.victorianweb.org/philosophy/comte.html>
Rahmandana, Panji Krisna. “Teori Falsifikasi Karl Popper”. Isi Otak Panji: Blog
Adalah Jendela Dunia Maya. Wordpress.com. Web. 9 Desember 2014.
2:51 AM
Ritzer, George dan Barry Smart. Handbook Teori Sosial. Bandung: Nusa Media.
2001. Print.
Awanda Eki Safitri - 121414153008]

P o s i t i v i s m e d a n P a s c a p o s i t i v i s m e | 17

Roose, Amrina. “Teori Falsifikasi Karl Raimund Poppr Dan Verifikasi Vienna
Circle”. Blogspot.in. 27 April 2013. Web. 9 Desember 2014. 1:59 AM

Santoso, Listiyono. 2007. Pasca Positivisme by Listiyono. PPT. 27 November
2007.
Satria, Ferlian. “Auguste Comte Dan Aliran Positivisme”. blogspot.com. 26
September 2011. Web. 8 Desember 2014. 5:44 AM
Thornton, Stephen. “Karl Popper”. stanford.edu. 5 Februari 2013. Web. 9
Desember 2014. 2:19 AM
Trocim William M.K. “Positivism & Post-Positivism”.
Socialresearchmethods.net. 20 Oktober 2006. Web. 7 Desember 2014.
10:03 PM
Wibisono, Koento. Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste
Comte. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 1983. Print.

Awanda Eki Safitri - 121414153008]