SAYEMBARA NASIONAL Otonomi Daerah untuk

DATA DIRI






a. Nama
b. Nama Universitas
c. Pekerjaan

: Nadia Rizki Sabila
: Universitas Airlangga
: Mahasiswa Administrasi Negara „10

SAYEMBARA NASIONAL
Otonomi Daerah untuk Penguatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Implementasi Otonomi Pendidikan di Probolinggo


Pendidikan merupakan usaha yang terencana untuk mewujudkan proses
pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensi diri dengan
diimbangi oleh akhlak mulia, pendendalian diri, kecerdasan, dan keterampilan
sebagai modal yang dimiliki seseorang untuk masa depan. Menurut Horton dan
Hunt, pendidikan memiliki dua fungsi yaitu fungsi laten dan fungsi manifest. Fungsi
laten diantaranya mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan
bagi kepentingan masyarakat dan menanamkan keterampilan yang diperlukan bagi
partisipasi

dalam

demokrasi.

Sedangkan

fungsi

laten

pendidikan


adalah

mempertahankan sistem kelas sosial dan mengurangi pengendalian orangtua.
Indonesia merupakan negara demokrasi yang berorientasi pada kesejahteraan
rakyat. Kesejahteraan rakyat sebagai parameter keberhasilan pemerintah daerah.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah seluas-luasnya maka diharapkan dapat
memanfaatkan sumberdaya ekonomi demi kemakmuran rakyat. Pembangunan
kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu paradigma otonomi daerah disertai
komitmen antara pemerintah pusat dan daerah melalui hubungan fungsional dan
pembagian peran. Dalam perkembangan kebijakan otonomi daerah, kewenangan
pemerintah daerah dalam bidang pendidikan menjadi lebih luas dan membawa
konsekuensi tanggung jawab lebih.
Konsepsi otonomi daerah dikenalkan pada tahun 1970-an dalam bentuk undangundang tentang pemerintahan daerah nomor 5 tahun 1974. Namun kebijakan
tersebut tidak terimplementasi secara konsisten karena adanya tarik menarik
kepentingan sehingga baru pada tahun 2001 otonomi daerah dilaksanakan. Namun
selama perjalanannya, otonomi daerah tetap masih ditemukan banyak kekurangan.
Ada beberapa dampak negatif dan dampak positif yang ditimbulkan.
Dalam bidang pendidikan, otonomi daerah dinyatakan dalam PP Nomor 25 tahun
2000 yang mengatur kewenangan pemerintah pusat dan provinsi. Pemeritah pusat

hanya menangani penetapan standar kompetensi siswa, pengaturan kurikulum
nasional dan penilaian hasil belajar nasional, penetapan standar materi pelajaran
pokok, pedoman pembiayaan pendidikan, persyaratan penerimaan, perpindahan
dan sertifikasi siswa, kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif. Sedangkan
pemerintah provinsi memiliki kewenangan yang terbatas pada penetapan kebijakan
tentang penerimaan siswa dari masyarakat minoritas, terbelakang dan tidak mampu,
2

dan penyediaan bantuan pengadaan buku mata pelajaran pokok/modul pendidikan
bagi siswa.
Otonomi pendidikan telah memberikan kesempatan yang luas bagi pemerintah
daerah dan masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam pengembangan di bidang
pendidikan. Lembaga pendidikan juga diharapkan dapat meningkatkan kesempatan
yang luas untuk mencapai target kualitas yang diharapkan. Dalam prakteknya,
otonomi pendidikan berbenturan dengan permasalahan distribusi sumber daya
manusia. Kualitas pendidikan yang baik didukung oleh sumber daya manusia yang
baik pula agar penerapan otonomi pendidikan dapat memicu kualitas pendidikan.
Ada beberapa pertimbangan dari dampak otonomi daerah di bidang pendidikan yaitu
mutu pendidikan, efisiensi pengelolaan dan pemerataan.
Di beberapa daerah khususnya di Probolinggo, masih ditemukannya kesenjangan

kualitas pendidikan. Sebagai contoh di Desa Boto, probolinggo terdapat 3 sekolah
dasar yang cukup berdekatan yaitu SDN Boto 1, SDN Boto 2 dan SDN Boto 3. SDN
Boto 1 dan 2 memiliki gedung sekolah yang cukup memadai namun tidak diimbangi
dengan prestasi siswa di kedua sekolah tersebut. Hal ini berbanding terbalik dengan
SDN Boto 3, aksesibilitas sekolah ini sangat sulit karena dilalui dengan jalan yang
cukup terjal, berada diantara sawah dan gedung sekolah yang kecil. Tetapi
kecerdasan siswanya melebihi siswa dari SDN Boto 1 dan SDN Boto 2. Fenomena
ini sangat miris. Gedung sekolah yang baik namun tidak diseimbangi dengan
sumber daya manusia yang kompeten atau kualitas sumber daya manusia yang baik
tidak diseimbangi dengan gedung sekolah yang layak. Kesenjangan tersebut
merupakan salah satu contoh bukti bahwa otonomi pendidikan belum secara
maksimal diselenggarakan.
Kualitas pendidikan diukur dari profesionalisme guru, kurikulum dan proses
pembelajaran, sarana, prasarana dan sumber belajar, penilaian belajar dan
pembelajaran, daya tarik dan keberhasilan belajar, pengembanagn budaya
kelembagaan,

dan

pendayagunaan


lingkungan.

Adapun

empat

ranah

profesionalisme guru yang harus ditingkatkan yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial dan profesi. Dengan meningkatkan empat ranah tersebut maka
dapat berpengaruh pada mutu pendidikan.

3

Saat ini, Indonesia mengalokasikan sebanyak 17,2 persen dari total pengeluaran
publik untuk pendidikan. Beberapa negara tetangga Indonesia terdekat (Malaysia,
Thailand dan Filipina) mengalokasikan dana lebih banyak untuk sektor pendidikan,
sampai dengan 28% dari anggaran nasional. Masih ada inkonsistensi struktural
dalam komposisi pengeluaran di tingkat pusat dan daerah. Anggaran pemerintah

sebesar 70% hampir seluruhnya diperuntukkan bagi gaji guru yang ditentukan
pemerintah pusat. Sedangkan pengeluaran pemerintah pusat untuk pendidikan
diperuntukkan

bagi

investasi

pendidikan.

Di

sisi

lain,

pemerintah

daerah


bertanggung jawab terhadap pengelolaan, pembangunan dan rehabilitasi sekolah.
Walaupun anggaran pendidikan mengalami peningkatan, rasio murid dan guru
(RMG) di Indonesia sangat rendah, yang menunjukkan tidak efisiensinya
pengeluaran untuk sektor pendidikan. Sementara tingkat RMG yang rendah
memberikan peluang yang lebih besar untuk meningkatkan interaksi antara guru dan
siswa. Ketidaksetaraan distribusi tersebut sangat jelas ketika melihat ketersediaan
guru di wilayah perkotaan, dan sekolah terpencil. Sekolah di wilayah perkotaan
mengalami kelebihan guru yang cukup besar (68% sekolah mengalami kelebihan
guru), sementara sekolah di wilayah terpencil mengalami defisit guru yang serius,
yaitu 66 persen sekolah mengalami kekurangan guru
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam rangka meningkatkan keefektifan
pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan yaitu
a. Pengelolaan secara efisien dalam pengalokasian anggaran. Dengan adanya

otonomi daerah, biaya operasional pendidikan yang meningkat akibat
diselenggarakannya otonomi daerah diakibatkan karena kualitas pegawai
yang besar namun tidak profesional.
b. Merealisasikan tujuan nasional “mencerdaskan kehidupan bangsa” yaitu hak
mendapatkan pengajaran. Otonomi daerah harus menjamin wajib belajar
pendidikan dasar sembilan tahun melembaga di semua daerah dalam waktu

yang sama.
c. Akuntabilitas harus berorientasi pada kepentingan masyarakat. Upaya yang
harus dilakukan adalah dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan pelaksanaan pendidikan di daerah.
d. Peningkatan mutu agar dapat memenuhi standar nasional dan standar
internasional. Anggaran pendidikan harus dimaksimalkan untuk kebutuhan
4

pendidikan di daerah agar mampu memenuhi lingkungan kelas yang nyaman
dengan pembelajaran yang tidak monoton didukung pemerataan guru yang
kompeten di setiap daerah. Namun di sisi lain mutu pendidikan merosot karena
sumber dana untuk mendukungnya terbatas. Adanya korupsi di lembaga
pendidikan sehingga dana yang seharusnya dianggarkan untuk sekolahsekolah di daerah tidak tersalurkan. Kondisinya pun sampai sekarang tidak
mengalami peningkatan.
e. Harus diadakan pemerataan pendidikan agar tidak terjadi kesenjangan antar
daerah. Fasilitas pendidikan harus merata agar tidak hanya kabupaten/kota
yang kaya yang dapat menikmati fasilitas pendidikan yang jauh lebih baik dari
daerah miskin.
f. Efisiensi Administrasi yaitu dengan memperbaiki sistem birokrasi yang
notabene melalui prosedur yang panjang, berbelit-belit dan kuatnya politik

uang.
Sumber dana dana dan sumber daya harus dimiliki secara merata di tiap daerah
agar otonomi pendidikan dapat diberlakukan secara efektif. Pada kenyataannya,
otonomi di bidang pendidikan belum berjalan sesuai harapan. Pranata sosial, politik
dan ekonomi yang dinilai masih belum siap akan berdampak pada efisiensi
administrasi, pemerataan dan biaya pendidikan. Adapun beberapa hambatan yang
menyebabkan pelaksanaan otonomi pendidikan antara lain:
a. Dana pendidikan APBD belum memadai yaitu hanya 17,2%
b. Minimnya perhatian pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pendidikan.
c. Belum jelasnya peran dan tata kerja di tingkat kabupaten dan kota. Hal ini
ditandai dengan berbenturnya kebijakan antara Surat Keputusan Bersama 5
menteri dan otonomi daerah. Surat Keputusan Bersama 5 menteri yang
menyebutkan bahwa gubernur/bupati/walikota, kepala badan kepegawaian
negara, menteri keuangan, menteri dalam negeri memiliki kewenangan yang
besar dalam distribusi guru. Namun kebijakan ini bertentang terhadap otonomi
daerah yang menyerahkan kewenangan kepada pemerintah daerah dan
masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam pengembangan di bidang
pendidikan. Hal ini menyebabkan kerancuan pada peran pemerintah daerah
dan pemerintah pusat dalam pengelolaan pendidikan.

5

Jika melihat kondisi pendidikan di Probolinggo, kesenjangan pendidikan
terlihat begitu jelas. Sarana dan prasarana serta dana yang dimiliki masih belum
memadai. Otonomi pendidikan belum diselenggarakan secara merata dan
cenderung

hanya

memerhatikan

kualitas

pendidikan

di perkotaan

saja.

Pemerintah perlu membuat regulasi standar mutu pendidikan nasional dengan

memperhatikan kondisi kemandirian masing-masing daerah, regulasi tersebut
harus jelas dan tidak bias sehingga dapat diimplementasikan secara efektif.
Anggaran pendidikan pun harus dijadikan prioritas. Beberapa negara tetangga
mengalokasikan dana untuk sektor pendidikan sampai dengan 28% dari anggaran
nasional dan terbukti kualitas pendidikannya lebih maju daripada Indonesia.
Langkah lain yang harus dilakukan agar dapat meningkatkan kualitas
pendidikan di Probolinggo adalah dengan menerima mutasi guru. Mutasi guru dari
sekolah di perkotaan ke pedesaan sehingga distribusi guru dapat merata. Kedua,
anggaran pendidikan dialokasikan pada pembangunan gedung dan fasilitas
pendidikan. Ketiga, menerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan
dengan study tour ke tempat-tempat yang dapat memicu perkembangan
kecerdasan siswa. Keempat, menerapkan budaya peduli lingkungan dengan
mengajak siswa untuk berpartisipasi pada kebersihan lingkungan dengan aktivitas
penanaman pohon agar lingkungan sekolah terawat sehingga dapat menstimulus
minat belajar siswa dan semangat guru dalam mengajar. Kelima, melibatkan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pendidikan. Masyarakat dan orangtua
perlu dilibatkan agar otonomi pendidikan dapat berlangsung sesuai harapan.
Keterlibatan mereka terutama dengan memberikan ide-ide untuk mewujudkan
otonomi pendidikan di daerah terpencil. Dengan keterlibatan seluruh stakeholders
maka kualitas pendidikan yang baik dapat dengan mudah dicapai.

Data Berupa Foto

6

SDN Boto 1 yang memiliki gedung dan ruangan kelas yang cukup memadai namun
lingkungannya tidak asri dan hijau.

SDN Boto 2 yang memiliki gedung dan ruangan kelas yang sangat memadai dan
sesuai standar dikelilingi dengan tanaman dan halaman yang luas.

7

SDN Boto 3 memiliki sedikit ruang kelas. Satu ruangan digunakan untuk dua kelas
tanpa sekat diantara kedua kelas tersebut menimbulkan suasana belajar yang tidak
kondusif. Lingkungan sekolah yang tidak terawat dan tidak asri serta akses sekolah
yang cukup sulit menghambat kelancaran dari kegiatan pembelajaran.

8