HUKUM HAK ASASI MANUSIA docx 1
HUKUM HAK ASASI MANUSIA
Lutfi Salsabila
[email protected]
DATA BUKU, terdiri dari:
Nama/ Judul Buku : Hukum Hak Asasi Manusia
Penulis/Pengarang
Penerbit
: Prof.Dr.Rahayu, SH, M.Hum
: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Tahun Terbit
: 2015
Kota Penerbit
: Semarang
Bahasa Buku
: Indonesia
Jumlah Halaman : 402 hlm
ISBN Buku
: 978-979-70490-b-5
DISKUSI/ PEMBAHASAN REVIEW
Buku berjudul “Hukum Hak Asasi Manusia” yang ditulis oleh Prof. Dr.
Rahayu,S.H., M.Hum, ini memiliki penulisan yang sederhana. Sehingga, dapat
memberikan pemahaman dasar terhadap berebagai hal yang berkaitan dengan
konsep HAM secara komprehensif, baik internasional maupun nasional.
Sebagai Ketua Pusat Study HAM dan Hukum Humaniter Internasional
(PUSHAM-HHI) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (UNDIP), buku ini sangat
lah baik dalam meberikan informasi. Hal ini disusun dalam lima Bab, garis besar
yang ada dalam buku tersebut sebagai berikut:
1. Bab I berisi tentang beberapa pengertian dan konsep-konsep dasar dasar
untuk memahami HAM,yang meliputi:
a. Istilah dan pengertian;
b. basis teori HAM;
c. prinsip-prinsip dasar HAM;
d. perkembangan pemikiran HAM;
e. pengertian pelanggaran HAM;
f. serta mengenai kewjiban negara.
2. Bab II berisi tentang sejarah perkembangan pemenuhan HAM, baik secara
konseptual dalam hukum internasional maupun di dalam hukum nasional
Indonesia.
3. Bab III secara khusus membahas tentang berbagai instrument hukum HAN
internasional dan mekanisme pemantauannya.
4. Bab IV membahas tentang instrument hukum HAM nasional Indonesia.
5. Bab V menjelaskan tetang mekanisme perlindungan dan penegakan HAM di
Indonesia.
Dalam buku yang tersebut Prof. Dr. Rahayu, S.H., M.Hum tidak memberikan
teori baru. Melainkan hanya memberikan kesimpulan-kesimpulan yang
sebelumnya belau sajikan teori-teori dari beberapa pendapat ahli hukum. Berikut,
kesimpulan yang ditulis beliau dalam bukunya.
1. Pada Bab I menyampaikan bahwa:
a. Meskipun berbagai pengertian tentang HAM berbeda satu sama lain,
namun secara umum semua definisi tersbut merujuk pada hak-hak
dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal
dan langgeng. Sebagai konsekuensinya, hak-hak tersebut harus
dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi atau dirampas oleh siapa pun. Dengan kata lain dapat
dikemukakan bahwa HAM adalah hak-hak manusia yang asasi , yang
tanpa hak-hak seseorang tidak dapat dikatakan manusia sepenuhnya,
bahkan jika hak-hgak tersebut dikurangi tau dilanggar, maka berkurang
pula kualitasnya sebagai manusia ciptaan Tuhan.
b. Selain itu, Bab ini juga menguraikan secara konseptual dapat dikatakan
bahwa HAM memiliki dua dimensi, yaitu dimensi moral dan dimensi
hukum. Dimensi yang pertama, yaitu dimensi moral dari HAM, atrinya
bahwa HAM adalah hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut (nonderogable rights), karena hak tersebut merupakan hak manusia karena
ia adalah manusia. Sedangkan, hak alamiah (natural rights), yaitu hak
yang melekat pada manusia terlepas dari segala adatistiadat atau
aturan tertulis. Termasuk dalam kelompok hak ini adalah hak-hak moral
yang berasal dari kemanusia setiap insane. Hak-hak ini bertujuan untuk
menjamin martabat setiap manusia, meliputi:
1) Hak untuk hidup;
2) Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan atau hukum yang kejam,
tidak manusiawi atau merendahkan martabat;
3) Hak untuk bebas dari perbudakan;
4) Hak untuk bebas dari pemenjaraan akibat ketidak sanggupan
memenuhi kewajiban kontrak;
5) Haka untuk bebas dari dinyatakan bersalah atas tindak kriminal
yang belum menjadi hukum pada saat tindakan tindakan tersebut
dilakukan (prinsip non-retroaktif);
6) Hak untuk diakui sebagai pribadi hukum;
7) Hak atas kebebasan berpendapat, berkeyakinan dan beragama.
c. Bab ini juga menyebutkan sifat lain HAM. Selain bersifat universal HAM
juga bersifat inalienable yaitu tidak dapat dicabut.
d. Selain pentingnya moral dalam HAM bab ini juga memaparkan
bagaimana peran Pancasila. Dalam Bab ini menyebutkan bawa
sesungguhnya telam memiliki landasan visi kedepan tentang
bagaimana
nasionalisme
Indonesa
mampu
mengangantisipasi
dinamika perkembangan global dengan nilai-nilai kearifan local, antara
global vision dengan local wisdom, dan antara kepentingan nasional
dengan kemaslahatan global.
e. Masih dalam Bab satu menerangkan obligations erga omnes yang
merupakan kewajiban negara yaitu melindungi mumat manusia. Hal ini
juga diatur dalam hukum internasional yang mana mereka cenderung
berpokus bahwa negara merupakan actor internasional. Yang terakhir
pada Bab ini menyampaikan bahwa pembatasan HAM dalam konteks
hukum nasional Indonesia berupa retriksi dan limitasi, kususnya yang
berkaitan dengan “derogable rights”.
2. Bab II menyampaikan hal-hal yaitu bahwa:
a. Berbagai konsep HAM yang muncul, baik di Amerika maupun Prancis,
maka yang penting bahwa:
1) Hak-hak tersebut secara kodrati inheren, universal dan tidak dicabut,
karena hak-hak itudimiliki individu semata-mata karena mereka
adalah manusia dan bukan karena mereka kawula hukum suatu
negara;
2) Perlindungan terhadap hak-hak tersebut terdapat dalam kerangka
yang demokratis.
3) Batas-batas pelaksanaan hak hanya dapat ditetapkan atau dicabut
oleh undang-undang.
b. Selain itu dalam bukuini juga memaparkan sejarah-sejarah dan kasus
HAM baik internasional maupun nasional.
3. Bab III menyimpulkan
a. ciri penting dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yaitu:
Pertama, bahwa HAM adalah hak, yaitu sesuatu yang dapat diklaim
pemenuhanya dan adanya kewajiban bagi pihak lain untuk
memenuhinya.
Kedua, bahwa hak-hak ini bersifat universal dan yang dimiliki manusia
semata-mata karena ia manusia. Hal ini berarti bahwa
karakteristik seperti ras, jenis kelamin, agama, kedudukan sosial
dan kewarganegaraan tidak relevan untuk mempersoalkan
apakah seseorang memiliki atau tidak memiliki HAM. Hal ini juga
menyiratkan bahwa HAM dapat diterapkan di seluruh dunia.
Salah satu cirri khusus dari dari HAM saat ini adalah hak yang
bersifat internasional, karena kepatuhan terhadap hak tersebut
telah dipandangsebagai obyek perhatian dan aksi internasional
yang sah.
Ketiga, HAM dianggap ada dengan sendirinya san tidak bergantung
pada pengakuan dan penerapannya di dalam sistem adat atau
sistem hukum di negar-negara tertentu. Hak ini boleh jadi
memang belum belum merupakan hak yang efektif sampai ia
dijalankan menurut hukum, namun hak itu eksis sebagai standar
argument dan kritik yang tidak bergantung pada penerapan
hukumnya.
Keempat, HAM di pandang sebagai norma-norma yang penting. Meski
tidak seluruhnya bersifat mutlak dan tanpa perkecualian, namun
HAM memiliki kedudukan yang yang cukup kuat sebagai
pertimbangan normstif ysng diberlakukan dalam hal terjadi
benturan dengan norma-norma nasional yang bertentangan.
Hak-hak yang dijabarkan di dalam Deklarasi tersebut tidak di
susun menurut prioritas, tidak dinyatakan bahawa beberapa
diantaranya bersifat absolut. Dengan demikian HAM yang
dipaparkan dalam UDHR adalah sesuatu yang disebut sebagai
prima facie rights, artinya setiap HAM berlaku begitu saja
sampai ada pertimbangan lain yang menggagalkannya.
Kelima, hak-hak ini mengimplikasikan kewajiban bagi individu maupun
pemerintah. Kewajiban ini dianggap tidak bergantung pada
pemerintahan, pengakuan atau penerapan terhadapnya.
Pemerintah dan orang-orang yang berada dimana pun
diwajibkan untuk tidak melanggar hak seseorang, kendati
pemerintah dari orang tersebut sekaligus memiliki tanggung
jawab utama untuk mengambil langkah-langkah positif guna
melindungi dan menegakan orang-orang itu.
b. Selain itu Bab ini juga menjelaskan beberapa sifat dan prinsip hak
ekonomi , sosial dan budaya, yaitu:
Pertama, bahwa hak ekosob bersifat netral, artinya bahwa negara
sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) dengan ideology apa
pun, dengan sistem ekonomi apa pun, semuanya memiliki
kewajiban untuk memenuhi hak ekosob. Sedangkan masyarakat,
sebagai pemangku hak, semuanya berhak untuk mengklaim
pemenuhan hak-hak tersebut terlepas dali ideology apa pun
yang mereka anut.
Kedua, non-diskriminasi, artinya bahwa hak ekosob merupakan hak
semua orang dan tidak dibatasi oleh berbagai identitas apa pun.
Semua orang tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama, pandangan politik, asal usul kebangsaan atau
sosial, keyakinan, kelahiran atau tatus lain; berhak menerima
hak ekosob.
Ketiga, bahwa pemenuhan hak tersebut dilakukan secara bertahap
sesuai dengan kemampuan negara ybs. Dalam hal ini negara
tidak boleh selalu beralasan tidak ada sumber daya yang cukup
untuk memenuhi hak ekosob, tetapi negara dituntut untuk
berusaha secara maksimal dan memberikan skala prioritas
untuk memenuhi hak-hak tersebut.
c. Selain itu, pada Bab ini menyimpulkan beberapa ulasan mengenai hak
asasi anak dan permpuan. Juga menyampaikan adanya upaya preventif
dan responsive yang dilakukan dewan HAM PBB yaitu melalui 4 (empat)
prosedur, yaitu kelompok Kerja, Subkomisi tentang Pemajuan HAM,
Sebkomisis Kerja, Subkomisi tentang Pemajuan HAM, Subkomisi
tentang Perlindungan HAM, dan Prosedur Pengaduan. Dewan HAM
bekerja melalui 4 prosedur tersebut dan melaporkan hasilnya kepada
Majelis Umum PBB.
4. Bab IV yang disampaikan oleh penulis adalah sebagai berikut:
a. Dalam upaya perlindungan dan penegakan HAM, Pemerintah
mempunyai kewajiban untuk menghormati, melindungi, menegakan
dan memajukan langkah implementatif efektif dan konkrit atas
berbagai instrument hukum maupun kebijakan di bidang HAM, baik dari
segi hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan serta segi lain yang terkait. Sedangkan partisipasi aktif
masyarakat dalam upaya perlindungan HAM dapat dilakukan baik
secara individu maupun kelompok melalui organisasi politik, organisasi
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, maupun akademisis.
Partisipasi ini dapat dilakukam dengan:
1) Memberikan laporan terjadinya pelanggaran HAM.
2) Mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang
berkaitan dengan HAM.
3) Melakukan penelitian, pendidikan dan penyebarluasan informasi
tentang HAM.
b. Pembentuka peradilan HAM yang diputuskan oleh Presiden dan DPR
pada tanggal 23 November 2000, yaitu pada UU No. 26 Tentang
Pengadilan HAM. UU ini hanya membatasi jenis pelanggaran HAM berat
yang menjadi yurisdiksinyam yaitu kejahatan genosida (genocide) dan
kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity). Hal ini
berbeda dengan yuridiksi yang dimiliki ICC yang meliputi 4 (empat)
jenis kejahatan, yaitu genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan,
perang dan agresi.
c. Unsur-unsur yang menyertai dalam pelanggaran HAM berat yaitu:
1) Harus dilakukan secara sistematis (systematic); atau
2) meluas (widespread).
5. Sama seperti judul bukunya beberapa hal yang di sampaikan penulis yaitu
mengenai mekanisme perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia.
Penulis menyampaikan pemikirannya berada dalam subab-subab
beberapanya sebagai berikut:
a. Memaparkan kan sejarah bagaimana manusia sadar akan pentingnya
institusi nasional HAM. Hal ini beliau paparkan serangkaian-serangkaian
pertemuan ilmiah yang dilakukan baik untuk merencanakan maupuan
mengkaji .
b. Menyampaikan perbedaan Komnas HAM dan Komnas Perempuan.
Bahwa Komnas Perempuan tidak memiliki mandate untuk melakukan
penyelididkan yang bersifat pro justicia. Dalam skala massive dan
potensi kekerasan yang serius di suatu wilayah, Komnas Perempuan
mengembangkan perangkat pendokumentasian kasus dan membentuk
mekanisme pelapor khusus. Pelapor khusus adalah seseorang yang
diberi mandate untuk mengembangkan mekanisme dan program yang
komprehensif
untuk
menggali
data
dan
informasi
sertamendokumentasikan
pengalaman-pengalaman
perempuan
sehubungan dengan adanya kekerasan dan diskriminasi.
c. Mandate utama Komnas Perempuan adalah mengupayakan adanya
kebijakan yang melindungi perempuan dan korban.
d. LPSK tidak boleh hanya menerima permohonan perlindungan dari
orang-orang tertentu saja. Hal ini merupakan bentuk penerapan dari
pada asas tidak diskriminatif yaitu adanya perbedaan perlakuan dalam
hal setiap orang yang ingin mendapatkan pelayanan perlindungan dari
LPSK. Selain itu asas tidak diskriminatif ini merupakan tindak lanjut dari
pada penegakan asas equality before the law yaitu kesamaan
kedudukan dimata hukum.
e. Kekurangan dari Pengadilan HAM Indonesia, baik dari segi instrument
hukum, infrastruktur serta sumber daya manusianya yang bermuara
pada ketidakpastian hukum karena tidak dapat dituntaskannya
prosespenyelesaian pelanggaran berat HAM.
f. Memaparkan dalam subab Komisi Kebenaran Rekonsiliasi (KKR). Yaitu:
1. Pengertian dari KKR sendiri yaitu fenomena yang timbul di era
transisi politik dari suatu rezim otoriter ke rezim demokratis, terkait
dengan persoalan penyelesaian kejahatan kemanusiaan yang
dilakuan rezim sebelumnya.
2. Mengusut bagaimana pengalaman rezim masalalu dalam menagani
pelanggaran HAM berat. Ada yang mengadili secara masal
pendukung orde terdahulu, ada yang ‘menutup buku’ tanpa syarat,
bahkan ada yang melakukan peradilan rakyat sebagaimana
dilakukan di Perancis terhadap keluarga Louis XIV dan sejumlah
pejabatnya.
Buku ini memiliki pembahasan yang cukup lengkap untuk dibaca sebagai dasar
dalam mempelajari hukum hak asasi manusia sebagaimana judulnya. Bahasa
yang sederhana yang ditulis oleh penulis cukup membuat saya yang mebaca
maksud kearah mana penulis membimbing kita.Beberapa kekuranga dari buku ini
yaitu memiliki beberapa kesalahan penulisan seperti ‘asas diskriminatif’ yang
seharusnya di tulis asas ‘tidak diskriminatif’.
Informasi yang disuguhkan oleh penulis cukup meiliki wawasan yang luas untuk
disuguhkan bagi dasar mempelajari hukum hak asasi manusia.
Lampiran:
Lutfi Salsabila
[email protected]
DATA BUKU, terdiri dari:
Nama/ Judul Buku : Hukum Hak Asasi Manusia
Penulis/Pengarang
Penerbit
: Prof.Dr.Rahayu, SH, M.Hum
: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Tahun Terbit
: 2015
Kota Penerbit
: Semarang
Bahasa Buku
: Indonesia
Jumlah Halaman : 402 hlm
ISBN Buku
: 978-979-70490-b-5
DISKUSI/ PEMBAHASAN REVIEW
Buku berjudul “Hukum Hak Asasi Manusia” yang ditulis oleh Prof. Dr.
Rahayu,S.H., M.Hum, ini memiliki penulisan yang sederhana. Sehingga, dapat
memberikan pemahaman dasar terhadap berebagai hal yang berkaitan dengan
konsep HAM secara komprehensif, baik internasional maupun nasional.
Sebagai Ketua Pusat Study HAM dan Hukum Humaniter Internasional
(PUSHAM-HHI) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (UNDIP), buku ini sangat
lah baik dalam meberikan informasi. Hal ini disusun dalam lima Bab, garis besar
yang ada dalam buku tersebut sebagai berikut:
1. Bab I berisi tentang beberapa pengertian dan konsep-konsep dasar dasar
untuk memahami HAM,yang meliputi:
a. Istilah dan pengertian;
b. basis teori HAM;
c. prinsip-prinsip dasar HAM;
d. perkembangan pemikiran HAM;
e. pengertian pelanggaran HAM;
f. serta mengenai kewjiban negara.
2. Bab II berisi tentang sejarah perkembangan pemenuhan HAM, baik secara
konseptual dalam hukum internasional maupun di dalam hukum nasional
Indonesia.
3. Bab III secara khusus membahas tentang berbagai instrument hukum HAN
internasional dan mekanisme pemantauannya.
4. Bab IV membahas tentang instrument hukum HAM nasional Indonesia.
5. Bab V menjelaskan tetang mekanisme perlindungan dan penegakan HAM di
Indonesia.
Dalam buku yang tersebut Prof. Dr. Rahayu, S.H., M.Hum tidak memberikan
teori baru. Melainkan hanya memberikan kesimpulan-kesimpulan yang
sebelumnya belau sajikan teori-teori dari beberapa pendapat ahli hukum. Berikut,
kesimpulan yang ditulis beliau dalam bukunya.
1. Pada Bab I menyampaikan bahwa:
a. Meskipun berbagai pengertian tentang HAM berbeda satu sama lain,
namun secara umum semua definisi tersbut merujuk pada hak-hak
dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal
dan langgeng. Sebagai konsekuensinya, hak-hak tersebut harus
dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi atau dirampas oleh siapa pun. Dengan kata lain dapat
dikemukakan bahwa HAM adalah hak-hak manusia yang asasi , yang
tanpa hak-hak seseorang tidak dapat dikatakan manusia sepenuhnya,
bahkan jika hak-hgak tersebut dikurangi tau dilanggar, maka berkurang
pula kualitasnya sebagai manusia ciptaan Tuhan.
b. Selain itu, Bab ini juga menguraikan secara konseptual dapat dikatakan
bahwa HAM memiliki dua dimensi, yaitu dimensi moral dan dimensi
hukum. Dimensi yang pertama, yaitu dimensi moral dari HAM, atrinya
bahwa HAM adalah hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut (nonderogable rights), karena hak tersebut merupakan hak manusia karena
ia adalah manusia. Sedangkan, hak alamiah (natural rights), yaitu hak
yang melekat pada manusia terlepas dari segala adatistiadat atau
aturan tertulis. Termasuk dalam kelompok hak ini adalah hak-hak moral
yang berasal dari kemanusia setiap insane. Hak-hak ini bertujuan untuk
menjamin martabat setiap manusia, meliputi:
1) Hak untuk hidup;
2) Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan atau hukum yang kejam,
tidak manusiawi atau merendahkan martabat;
3) Hak untuk bebas dari perbudakan;
4) Hak untuk bebas dari pemenjaraan akibat ketidak sanggupan
memenuhi kewajiban kontrak;
5) Haka untuk bebas dari dinyatakan bersalah atas tindak kriminal
yang belum menjadi hukum pada saat tindakan tindakan tersebut
dilakukan (prinsip non-retroaktif);
6) Hak untuk diakui sebagai pribadi hukum;
7) Hak atas kebebasan berpendapat, berkeyakinan dan beragama.
c. Bab ini juga menyebutkan sifat lain HAM. Selain bersifat universal HAM
juga bersifat inalienable yaitu tidak dapat dicabut.
d. Selain pentingnya moral dalam HAM bab ini juga memaparkan
bagaimana peran Pancasila. Dalam Bab ini menyebutkan bawa
sesungguhnya telam memiliki landasan visi kedepan tentang
bagaimana
nasionalisme
Indonesa
mampu
mengangantisipasi
dinamika perkembangan global dengan nilai-nilai kearifan local, antara
global vision dengan local wisdom, dan antara kepentingan nasional
dengan kemaslahatan global.
e. Masih dalam Bab satu menerangkan obligations erga omnes yang
merupakan kewajiban negara yaitu melindungi mumat manusia. Hal ini
juga diatur dalam hukum internasional yang mana mereka cenderung
berpokus bahwa negara merupakan actor internasional. Yang terakhir
pada Bab ini menyampaikan bahwa pembatasan HAM dalam konteks
hukum nasional Indonesia berupa retriksi dan limitasi, kususnya yang
berkaitan dengan “derogable rights”.
2. Bab II menyampaikan hal-hal yaitu bahwa:
a. Berbagai konsep HAM yang muncul, baik di Amerika maupun Prancis,
maka yang penting bahwa:
1) Hak-hak tersebut secara kodrati inheren, universal dan tidak dicabut,
karena hak-hak itudimiliki individu semata-mata karena mereka
adalah manusia dan bukan karena mereka kawula hukum suatu
negara;
2) Perlindungan terhadap hak-hak tersebut terdapat dalam kerangka
yang demokratis.
3) Batas-batas pelaksanaan hak hanya dapat ditetapkan atau dicabut
oleh undang-undang.
b. Selain itu dalam bukuini juga memaparkan sejarah-sejarah dan kasus
HAM baik internasional maupun nasional.
3. Bab III menyimpulkan
a. ciri penting dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yaitu:
Pertama, bahwa HAM adalah hak, yaitu sesuatu yang dapat diklaim
pemenuhanya dan adanya kewajiban bagi pihak lain untuk
memenuhinya.
Kedua, bahwa hak-hak ini bersifat universal dan yang dimiliki manusia
semata-mata karena ia manusia. Hal ini berarti bahwa
karakteristik seperti ras, jenis kelamin, agama, kedudukan sosial
dan kewarganegaraan tidak relevan untuk mempersoalkan
apakah seseorang memiliki atau tidak memiliki HAM. Hal ini juga
menyiratkan bahwa HAM dapat diterapkan di seluruh dunia.
Salah satu cirri khusus dari dari HAM saat ini adalah hak yang
bersifat internasional, karena kepatuhan terhadap hak tersebut
telah dipandangsebagai obyek perhatian dan aksi internasional
yang sah.
Ketiga, HAM dianggap ada dengan sendirinya san tidak bergantung
pada pengakuan dan penerapannya di dalam sistem adat atau
sistem hukum di negar-negara tertentu. Hak ini boleh jadi
memang belum belum merupakan hak yang efektif sampai ia
dijalankan menurut hukum, namun hak itu eksis sebagai standar
argument dan kritik yang tidak bergantung pada penerapan
hukumnya.
Keempat, HAM di pandang sebagai norma-norma yang penting. Meski
tidak seluruhnya bersifat mutlak dan tanpa perkecualian, namun
HAM memiliki kedudukan yang yang cukup kuat sebagai
pertimbangan normstif ysng diberlakukan dalam hal terjadi
benturan dengan norma-norma nasional yang bertentangan.
Hak-hak yang dijabarkan di dalam Deklarasi tersebut tidak di
susun menurut prioritas, tidak dinyatakan bahawa beberapa
diantaranya bersifat absolut. Dengan demikian HAM yang
dipaparkan dalam UDHR adalah sesuatu yang disebut sebagai
prima facie rights, artinya setiap HAM berlaku begitu saja
sampai ada pertimbangan lain yang menggagalkannya.
Kelima, hak-hak ini mengimplikasikan kewajiban bagi individu maupun
pemerintah. Kewajiban ini dianggap tidak bergantung pada
pemerintahan, pengakuan atau penerapan terhadapnya.
Pemerintah dan orang-orang yang berada dimana pun
diwajibkan untuk tidak melanggar hak seseorang, kendati
pemerintah dari orang tersebut sekaligus memiliki tanggung
jawab utama untuk mengambil langkah-langkah positif guna
melindungi dan menegakan orang-orang itu.
b. Selain itu Bab ini juga menjelaskan beberapa sifat dan prinsip hak
ekonomi , sosial dan budaya, yaitu:
Pertama, bahwa hak ekosob bersifat netral, artinya bahwa negara
sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) dengan ideology apa
pun, dengan sistem ekonomi apa pun, semuanya memiliki
kewajiban untuk memenuhi hak ekosob. Sedangkan masyarakat,
sebagai pemangku hak, semuanya berhak untuk mengklaim
pemenuhan hak-hak tersebut terlepas dali ideology apa pun
yang mereka anut.
Kedua, non-diskriminasi, artinya bahwa hak ekosob merupakan hak
semua orang dan tidak dibatasi oleh berbagai identitas apa pun.
Semua orang tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama, pandangan politik, asal usul kebangsaan atau
sosial, keyakinan, kelahiran atau tatus lain; berhak menerima
hak ekosob.
Ketiga, bahwa pemenuhan hak tersebut dilakukan secara bertahap
sesuai dengan kemampuan negara ybs. Dalam hal ini negara
tidak boleh selalu beralasan tidak ada sumber daya yang cukup
untuk memenuhi hak ekosob, tetapi negara dituntut untuk
berusaha secara maksimal dan memberikan skala prioritas
untuk memenuhi hak-hak tersebut.
c. Selain itu, pada Bab ini menyimpulkan beberapa ulasan mengenai hak
asasi anak dan permpuan. Juga menyampaikan adanya upaya preventif
dan responsive yang dilakukan dewan HAM PBB yaitu melalui 4 (empat)
prosedur, yaitu kelompok Kerja, Subkomisi tentang Pemajuan HAM,
Sebkomisis Kerja, Subkomisi tentang Pemajuan HAM, Subkomisi
tentang Perlindungan HAM, dan Prosedur Pengaduan. Dewan HAM
bekerja melalui 4 prosedur tersebut dan melaporkan hasilnya kepada
Majelis Umum PBB.
4. Bab IV yang disampaikan oleh penulis adalah sebagai berikut:
a. Dalam upaya perlindungan dan penegakan HAM, Pemerintah
mempunyai kewajiban untuk menghormati, melindungi, menegakan
dan memajukan langkah implementatif efektif dan konkrit atas
berbagai instrument hukum maupun kebijakan di bidang HAM, baik dari
segi hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan serta segi lain yang terkait. Sedangkan partisipasi aktif
masyarakat dalam upaya perlindungan HAM dapat dilakukan baik
secara individu maupun kelompok melalui organisasi politik, organisasi
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, maupun akademisis.
Partisipasi ini dapat dilakukam dengan:
1) Memberikan laporan terjadinya pelanggaran HAM.
2) Mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang
berkaitan dengan HAM.
3) Melakukan penelitian, pendidikan dan penyebarluasan informasi
tentang HAM.
b. Pembentuka peradilan HAM yang diputuskan oleh Presiden dan DPR
pada tanggal 23 November 2000, yaitu pada UU No. 26 Tentang
Pengadilan HAM. UU ini hanya membatasi jenis pelanggaran HAM berat
yang menjadi yurisdiksinyam yaitu kejahatan genosida (genocide) dan
kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity). Hal ini
berbeda dengan yuridiksi yang dimiliki ICC yang meliputi 4 (empat)
jenis kejahatan, yaitu genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan,
perang dan agresi.
c. Unsur-unsur yang menyertai dalam pelanggaran HAM berat yaitu:
1) Harus dilakukan secara sistematis (systematic); atau
2) meluas (widespread).
5. Sama seperti judul bukunya beberapa hal yang di sampaikan penulis yaitu
mengenai mekanisme perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia.
Penulis menyampaikan pemikirannya berada dalam subab-subab
beberapanya sebagai berikut:
a. Memaparkan kan sejarah bagaimana manusia sadar akan pentingnya
institusi nasional HAM. Hal ini beliau paparkan serangkaian-serangkaian
pertemuan ilmiah yang dilakukan baik untuk merencanakan maupuan
mengkaji .
b. Menyampaikan perbedaan Komnas HAM dan Komnas Perempuan.
Bahwa Komnas Perempuan tidak memiliki mandate untuk melakukan
penyelididkan yang bersifat pro justicia. Dalam skala massive dan
potensi kekerasan yang serius di suatu wilayah, Komnas Perempuan
mengembangkan perangkat pendokumentasian kasus dan membentuk
mekanisme pelapor khusus. Pelapor khusus adalah seseorang yang
diberi mandate untuk mengembangkan mekanisme dan program yang
komprehensif
untuk
menggali
data
dan
informasi
sertamendokumentasikan
pengalaman-pengalaman
perempuan
sehubungan dengan adanya kekerasan dan diskriminasi.
c. Mandate utama Komnas Perempuan adalah mengupayakan adanya
kebijakan yang melindungi perempuan dan korban.
d. LPSK tidak boleh hanya menerima permohonan perlindungan dari
orang-orang tertentu saja. Hal ini merupakan bentuk penerapan dari
pada asas tidak diskriminatif yaitu adanya perbedaan perlakuan dalam
hal setiap orang yang ingin mendapatkan pelayanan perlindungan dari
LPSK. Selain itu asas tidak diskriminatif ini merupakan tindak lanjut dari
pada penegakan asas equality before the law yaitu kesamaan
kedudukan dimata hukum.
e. Kekurangan dari Pengadilan HAM Indonesia, baik dari segi instrument
hukum, infrastruktur serta sumber daya manusianya yang bermuara
pada ketidakpastian hukum karena tidak dapat dituntaskannya
prosespenyelesaian pelanggaran berat HAM.
f. Memaparkan dalam subab Komisi Kebenaran Rekonsiliasi (KKR). Yaitu:
1. Pengertian dari KKR sendiri yaitu fenomena yang timbul di era
transisi politik dari suatu rezim otoriter ke rezim demokratis, terkait
dengan persoalan penyelesaian kejahatan kemanusiaan yang
dilakuan rezim sebelumnya.
2. Mengusut bagaimana pengalaman rezim masalalu dalam menagani
pelanggaran HAM berat. Ada yang mengadili secara masal
pendukung orde terdahulu, ada yang ‘menutup buku’ tanpa syarat,
bahkan ada yang melakukan peradilan rakyat sebagaimana
dilakukan di Perancis terhadap keluarga Louis XIV dan sejumlah
pejabatnya.
Buku ini memiliki pembahasan yang cukup lengkap untuk dibaca sebagai dasar
dalam mempelajari hukum hak asasi manusia sebagaimana judulnya. Bahasa
yang sederhana yang ditulis oleh penulis cukup membuat saya yang mebaca
maksud kearah mana penulis membimbing kita.Beberapa kekuranga dari buku ini
yaitu memiliki beberapa kesalahan penulisan seperti ‘asas diskriminatif’ yang
seharusnya di tulis asas ‘tidak diskriminatif’.
Informasi yang disuguhkan oleh penulis cukup meiliki wawasan yang luas untuk
disuguhkan bagi dasar mempelajari hukum hak asasi manusia.
Lampiran: