Seminar dan Pameran Haki 2010 Perkemba

PERILAKU LEKATAN BAJA TULANGAN U-50 TEMPCORE
TERHADAP BEBAN MONOTONIK DAN SIKLIK
,

Annie Retika, Iswandi Imran Roesdiman Soegiarso

1 PENDAHULUAN
Penggunaan baja tulangan mutu tinggi dengan fy = 500 MPa, atau lebih populer
dengan tulangan U-50, mulai dilirik para pelaku konstruksi di Indonesia sejak
beberapa tahun yang lalu karena dengan meningkatnya mutu baja maka kebutuhan
tonase menjadi lebih kecil. Di pasar Indonesia, sedikitnya terdapat 5 pabrik baja yang
telah mampu memproduksi tulangan U-50 ini. Mayoritas jenis yang ada di pasaran
adalah tulangan U50 TempCore yang diproduksi melalui proses heat treatment.
Dengan tersedianya produk ini dan keuntungan yang ditawarkan, maka telah timbul
demand masyarakat terhadap produk ini.
Karena Indonesia adalah negara rawan gempa, maka peraturan gempa Indonesia
(SNI 03-1726-02) mensyaratkan bahwa bangunan tahan gempa harus direncanakan
terhadap gempa nominal, yaitu gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun
yang dapat direduksi oleh suatu nilai R yang berkisar antara 1.6 – 8.5. Untuk nilai R
>1.6, struktur diharapkan dapat berperilaku daktail saat terkena gempa kuat, di mana
disipasi energi gempa terjadi melalui pembentukan sendi-sendi plastik pada elemen

yang dipilih untuk berdeformasi inelastik, sementara elemen lainnya tetap elastik.
Untuk menjamin agar struktur dapat memberikan daktilitas yang cukup dan
mekanisme keruntuhan yang diharapkan saat terjadi gempa kuat, maka dalam
peraturan beton Indonesia (SNI 03-2847-02) mengenai ketentuan khusus
perencanaan gempa (Ps. 23) a.l. diatur mengenai spesifikasi tulangan yang boleh
digunakan oleh struktur pemikul gempa, yaitu harus memenuhi ketentuan ASTM A
706. Tulangan ASTM A 615 Mutu 300 MPa dan 400 MPa boleh digunakan bila:
a. fy actual tidak melebihi fy yang dispesifikasikan >120 MPa (atau fy-actual/fy-spec ≤
1.3)
b. fu actual / fy actual ≥ 1.25
Perbandingan persyaratan ASTM A 706 dan A 615 diberikan pada Tabel 1:
Tabel 1 Perbandingan Persyaratan Tarik ASTM A 706 dan A 615

Dalam ketentuan SNI diatas, spesifikasi pertama penting karena perencanaan tahan
gempa SNI berbasis pada desain kapasitas, yang didasari kemampuan menentukan
Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

1

secara akurat maximum kapasitas overstrength dari member inelastik.

Rasio
ini berguna untuk menjamin bahwa seluruh member lainnya lebih kuat dari
kekuatan maximum elemen yang dipilih untuk berdeformasi inelastik (dikenal
sebagai mekanisme ”strong column weak beam). Spesifikasi kedua sangat penting
dalam menentukan panjang/pendeknya sendi plastis yang dapat dihasilkan oleh
suatu member inelastik. Jika rasio fu/fy terlalu kecil, maka sendi plastis tidak
dapat merambat dengan baik/terlalu pendek sehingga tidak terjadi disipasi energi
yang
diharapkan melalui sendi plastik tersebut dan member akan mengalami kegagalan
prematur. Nilai kuat leleh dibatasi 400 MPa karena issue bond antara tulangan dan
beton, di mana dikuatirkan dengan penggunaan material-material mutu tinggi dan
reduksi ukuran member, beam-column joint mendapat shear/bond stress yang lebih
tinggi yang dapat menyebabkan kegagalan bond/shear strain yang besar pada joint
dan menambah deformasi slip akibat pull out tulangan.
Berdasarkan data test tarik tulangan U50, semua tulangan dari baja Tempcore
produksi lokal umumnya memenuhi syarat pertama. Namun rasio fu/fy tidak selalu
tercapai (masih bergantung dari proses produksi masing-masing pabrik baja). Jika
kedua rasio tersebut dapat dipenuhi, perlu dibuktikan perilaku bond tulangan U50
agar dapat diakomodasikan sebagai tulangan elemen penahan gempa. Oleh karena
itu, keberadaan tehnologi baru ini perlu diikuti oleh penelitian yang lebih mendalam

khususnya mengenai perilaku bond elemen struktur yang menggunakan tulangan
mutu tinggi ini berdasarkan kondisi baja yang beredar di pasar Indonesia. Hasil studi
terhadap beberapa penelitian perilaku struktur yang menggunakan tulangan U50 /
mutu tinggi di Jepang, New Zealand, dan Amerika diberikan pada Pasal 3.
Penelitian elemen struktur menggunakan tulangan U-50 produk lokal telah dilakukan
dengan menguji 10 buah bond spesimen yang memodelkan tulangan balok yang
melewati hubungan balok kolom interior. Beban yang dikerjakan pada spesimen
berupa beban pullout monotonik dan beban siklik (simulasi beban gempa). Karena
dalam penelitian sebelumnya diketahui bahwa tulangan dengan rasio yang tidak
memenuhi ketentuan SNI 03-2847-02 memberikan perilaku plastifikasi yang kurang
baik, maka dalam penelitian ini tulangan U50 yang digunakan adalah yang
memenuhi kedua syarat di atas. Penelitian juga dikhususkan pada tulangan U-50
Tempcore mengingat jenis ini yang paling banyak beredar di pasar Indonesia saat
ini. Beberapa hasil awal yang telah diperoleh dipaparkan dalam Pasal 5.

2

LATAR BELAKANG TULANGAN U50 TEMPCORE

Proses produksi dan komposisi kimia

Secara garis besar, terdapat 2 cara untuk menghasilkan tulangan dengan mutu
tinggi, yaitu dengan menambahkan unsur micro alloy seperti Vanadium ke dalam
komposisi kimiawi baja atau melalui proses heat treatment pada siklus produksinya
(quenching and tempering). Proses heat treatment dapat digambarkan sebagai
partial quenching (pendinginan) diikuti dengan self-tempering (pengerasan), di mana
tulangan yang keluar dari rol terakhir di mill disemprot oleh air bertekanan tinggi
dalam suatu interval waktu yang singkat. Pada saat tulangan mendingin, bagian inti
yang panas memanaskan kembali lapisan permukaannya sehingga terjadi
pengerasan. Melalui proses ini, kuat leleh dapat dicapai dengan kandungan karbon
yang lebih rendah dibandingkan baja mutu tinggi konvensional. Baja tulangan yang
Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

2

dihasilkan dari proses heat treatment ini dikenal sebagai baja Tempcore dan lebih
disukai masyarakat karena memiliki harga yang relatif lebih rendah dibandingkan
baja Vanadium.
Untuk baja tulangan, spesifikasi ASTM A 6151 mensyaratkan 4 unsur yang
kandungannya harus dilaporkan, yaitu Carbon, Mangan, Phosphor, dan Sulfur,
dengan pembatasan hanya untuk phosphor (P) yaitu sebesar 0.06%, sedangkan

ASTM A 7062 memberikan banyak batasan (C, Mn, P, S, Si) agar baja mudah dilas
dan lebih daktail. Dari kandungan unsur-unsur ini, dapat dihitung nilai CarbonEquivalent nya, di mana dalam ASTM A 706 dibatasi CE ≤ 0.55%. Baja TempCore
memiliki kandungan Carbon dan CE yang cukup rendah, sehingga dapat dilas
seperti baja A 706 [1].
Karakteristik Tulangan U50 TempCore
Untuk mengetahui karakteristik tulangan U50 TempCore produksi lokal, telah
dilakukan uji material untuk mendapatkan kurva stress-strainnya (contoh hasil test
tulangan D16 dan D22 dari salah satu supplier):

Gambar 1 Stress-strain curve untuk tulangan U50 TempCore
Dari kurva di atas, terlihat bahwa untuk baja tulangan yang ditinjau, fy = 554 MPa dan
fu = 715 MPa sehingga rasio kuat lebih dan kuat ultimatenya adalah:
- fy actual / fy specified
: rata-rata
= 1.11 ≤ 1.30.................ok
- fu actual / fy actual
: rata-rata
= 1.29 ≥ 1.25.................ok
Nilai yield strain (εy) rata-rata hasil test adalah 0.3%, yang lebih tinggi dibandingkan
untuk tulangan U40 di mana εy = 0.2% disebabkan oleh mutu tulangan yang lebih

tinggi. Panjang yield plateau dapat diamati dari rasio εsh (strain pada akhir yield
plateau/permulaan strain hardening) terhadap εy. Semakin besar nilai rasio εsh
Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

3

terhadap εy maka yield plateau yang dimiliki semakin panjang dan daktilitas tulangan
semakin baik. Dari hasil test, εsh berkisar antara 1.4 - 3% di mana telah melebihi
εsh minimum yang disyaratkan untuk tulangan mutu tinggi di Jepang yaitu 1.4%
[2]. Panjang yield plateau juga cukup baik, dengan rasio εsh/εy mencapai 4-7
kali. Ultimate strain (εu) rata-rata adalah 14%. Nilai ini cukup baik yaitu sekitar 47 kali
dari yield strainnya. Nilai elongasi rata-rata dari seluruh test adalah 16%, sehingga
telah memenuhi persyaratan SNI 07-2052-1997 maupun ASTM A 706 yaitu 12%
untuk D < 25 mm dan 14% untuk D ≥ 25 mm. Nilai rata-rata modulus elastisitas,
E, adalah 189.000 MPa, sesuai dengan modulus baja Thermex (187.500 MPa) [1].
Tulangan U 50 di luar Indonesia
Tulangan dengan mutu 500 MPa juga populer di negara-negara rawan gempa
lainnya, a.l. di New Zealand, Australia, dan Jepang. Dengan munculnya Joint
Australian/New Zealand Standard AS/NZS 4671:2001 ”Steel Reinforcing Materials”,
3 kelas tulangan Grade 500 diperkenalkan di pasar New Zealand sesuai tingkat

daktilitasnya yaitu Grade 500L (low ductility), 500N (normal ductility), dan 500E
(untuk earthquake). Sifat-sifat mekanik tulangan tersebut diberikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Mechanical Properties Tulangan Baja Grade 500 [3]

Di Australia, pabrik baja OneSteel Reinforcing memproduksi tulangan dengan merk
500Plus yang secara mayoritas dihasilkan dari proses Tempcore dengan nilai Cemax
= 0.39, sedangkan 500 Plus microalloy nilai CEmax = 0.44.
Di New Zealand, pabrik baja Pacific Steel – Otahuhu sedang merubah komposisi
kimia Grade 500 untuk mengurangi variasi fy, menaikkan rasio fu/fy dan menurunkan
faktor overstrength dari studi sebelumnya (yaitu 1.35 & 1.40) [3].
Di Jepang, baja tulangan SD490 dengan fy = 490 MPa telah dispesifikasikan dalam
Japanese Industrial Standard (JIS) G 3112 sejak beberapa dekade lalu sebagai
tulangan dengan kekuatan tertinggi. Sejak berakhirnya New RC Project pada tahun
1993 diprediksikan bahwa penggunaan SD490 untuk tulangan balok dan USD685
untuk tulangan kolom akan menjadi pilihan favorit perencana struktur di hari depan.
Hingga tahun 1997, terdapat 28 gedung bertingkat tinggi (22 – 45 lantai) di daerah
Tokyo dan Osaka yang menggunakan beton > 48 MPa ataupun tulangan dengan
kuat leleh > 390 MPa yang lulus pemeriksaan Technical Appraisal Comittee [2].
3 PENELITIAN PERILAKU STRUKTUR DENGAN TULANGAN U50 DI LUAR
NEGERI

3.1 Penelitian di Jepang
Proyek penelitian nasional Jepang “Development of Advanced R/C Buildings using
High Strength Concrete and Reinforcement” (New RC project) yang dilaksanakan
Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

4

selama 5 tahun (1988-1993) dibawah pimpinan Japanese Ministry of Construction
dilatarbelakangi keinginan mendorong pemakaian material-material dengan mutu
yang lebih tinggi untuk bangunan bertingkat tinggi. Tujuan proyek ini adalah
memproduksi beton dan baja berkekuatan dan berkualitas tinggi dengan kuat tekan
30–120 MPa dan kuat leleh 400–1200 MPa, serta mengembangkan gedung-gedung
baru menggunakan material-material ini. Range kekuatan material yang ditargetkan
dalam proyek ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kekuatan dan Zona material dalam riset New RC
Pada gambar di atas, Zona I mewakili beton hingga 60 MPa dan baja hingga 700
MPa, yang merupakan direct target proyek ini di mana hasilnya dapat langsung
diaplikasikan saat proyek berakhir. Zona III mewakili beton 60-120 MPa dan baja
700-1200 MPa, yang disebut ”future dream”, sedangkan Zona II-1 dan II-2 adalah

kombinasi material bermutu amat tinggi dan tidak terlalu tinggi. Proposal standard 5
jenis tulangan baru diajukan kepada komite, dengan sifat-sifat mekanik seperti
tercantum pada Tabel 3:
Tabel 3 Mechanical properties tulangan high-strength baru

Catatan:
- USD685A & 685B: untuk member yang diharapkan membentuk sendi plastis
- USD 980: untuk member nonyielding
- Strain at yield plateau = strain di akhir yield plateau/permulaan strain hardening
- Yield ratio = rasio fyactual / fuactual
Meskipun terlihat bahwa yield plateau cenderung hilang dengan meningkatnya
tegangan leleh baja, USD 685 (tulangan axial yang baru dikembangkan dengan σy =
685 MPa) merupakan keberhasilan memproduksi baja mutu tinggi dengan yield
plateau yang nyata.
Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

5

Penelitian Bond and Anchorage
Penelitian ketahanan lentur bond pada balok dan pengangkuran tulangan pada

hubungan balok-kolom menjadi perhatian utama. Disimpulkan bahwa kombinasi
material mutu tinggi memungkinkan tersedianya bond dan pengangkuran yang baik
dengan range pendetailan yang praktis. Beberapa hasil penelitiannya a.l.:
a. Pengangkuran Tulangan Balok Pada Joint Exterior
Sejumlah specimen dengan variasi ukuran kolom dan konfigurasi tulangan balok
diuji menggunakan mutu beton 40, 80 dan 120 MPa. Set up test adalah sbb.:

Gambar 3 Test specimen pengangkuran tulangan pada exterior joint
Ditemukan bahwa lead length (panjang bagian tulangan yang lurus sampai ke
permulaan lengkung) memiliki efek besar, di mana kurangnya lead length
angkur
dan
menghasilkan penurunan besar pada kekuatan
menghasilkan kegagalan cone pullout. Diusulkan persamaan kekuatan angkur
dan beberapa ketentuan minimum desain yang harus diperhatikan, a.l.
proyeksi panjang tertanam, posisi tekukan, dan bagian end-tail tekukan.
b. Pengangkuran Tulangan Pada Joint Interior
Pengangkuran tulangan balok yang melewati kolom interior bergantung pada
ukuran kolom. Jika penampang kolom cukup besar, slip tulangan pada joint kecil
sehingga hysteresis member yang tersambung pada joint tersebut stabil dengan

area hysteretic yang besar. Sejumlah spesimen diuji dengan mutu beton 40-120
MPa, tegangan leleh tulangan 345-785 MPa, dan diameter tulangan D19-D35. Test
set up dan detail specimen dapat dilihat di bawah ini:

Gambar 4 Test set up pengangkuran tulangan dan specimen interior joint
Sebagai hasilnya, diusulkan rasio diameter tulangan terhadap kedalaman kolom
yang diperlukan untuk penyaluran tulangan balok, yang digunakan untuk mencari
kedalaman kolom minimum untuk tulangan balok yang melewati interior joint pada
moment resisting frame yang direncanakan untuk mekanisme kelelehan. Harus
diperhatikan bahwa penggunaan baja mutu tinggi melibatkan panjang penyaluran
yang lebih panjang dan ukuran kolom yang lebih besar.
Penelitian Beam-Column Joint
Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

6

Empat buah specimen diuji menggunakan tulangan SD685 dan beton 86 dan 100
MPa. Diketahui bahwa diameter tulangan balok berhubungan langsung dengan
perilaku bond dan didefinisikan oleh index µ untuk bond tulangan balok yang
bergantung pada diameter tulangan, kedalaman kolom, mutu beton dan mutu
tulangan. Nilai index bond tulangan balok yang direkomendasikan AIJ Guidelines
untuk bond yang baik adalah ≤ 4. Test specimen memiliki µ > 5 yang berarti
specimen akan menunjukkan perilaku bond yang kurang baik setelah balok leleh
(terbukti dari hasil test).
Prinsip Perencanaan Struktur
Trend terakhir perencanaan gempa bangunan beton bertulang rendah hingga
sedang dengan material mutu biasa adalah mengasumsikan mekanisme keruntuhan
weak-beam strong-column. Di lain pihak, bangunan tingkat tinggi cenderung
menerima banyak pengaruh modal yang lebih tinggi dan banyak balok tidak selalu
leleh dalam batas deformasi gempa. Penggunaan material mutu tinggi, khususnya
tulangan mutu tinggi, memperbesar trend ini. Defleksi leleh member membesar
(sekitar 2 x dari material biasa) sehingga bangunan highrise dengan member
berkekuatan tinggi tidak akan menghasilkan banyak sendi plastik balok dalam batas
desain deformasi gempa. Adalah keharusan menggunakan analisa respon gempa
dalam metode desain.
3.2 Penelitian di Amerika
Monti, Spacone dan Filippou melakukan studi analitikal terhadap pengangkuran
tulangan dengan eksitasi seismik yang besar [5]. Hasilnya berupa model bond
stress-slip yang dibandingkan terhadap hasil eksperimen Eligehausen dan Popov.
Hasil studi analitikal monotonic pullout untuk fy = 550 MPa dengan parameter
panjang angkur 15, 20, 25, dan 30 db dan Monotonic Push-Pull (dilakukan pull-out
pada ujung yang satu dan push-in pada ujung yang lain) diberikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Hasil Analitikal Monotonic Pullout dan Monotonic Push-Pull
Studi analitikal terhadap bond dengan beban siklik dilakukan untuk melihat efek
kerusakan dengan panjang penyaluran 25db dan 35db. Ditemukan bahwa degradasi
kekuatan angkur terjadi lebih cepat untuk nilai kuat leleh dan rasio hardening yang
lebih tinggi, sehingga disimpulkan bahwa sifat-sifat baja tulangan memainkan
peranan yang sangat penting dalam penentuan panjang pengangkuran tulangan
yang menahan kondisi beban siklik. Hasil untuk fy= 500 MPa diberikan pada Gbr. 6.

Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

7

Gambar 6 Hasil Analitikal Cyclic Push-Pull, L = 25db & 35db
3.3 Penelitian di New Zealand
Brooke, Megget dan Ingham di University of Auckland [6] melakukan studi perilaku
bond hubungan balok-kolom interior dengan tulangan Grade 500E yang diberikan
beban siklik, dengan variabel kedalaman kolom dan mutu beton. Untuk mencegah
kegagalan bond pada hubungan balok-kolom, peraturan beton New Zealand (NZS
3101:1995) telah memberikan batasan rasio diameter tulangan terhadap kedalaman
kolom (db/hc), di mana kolom umumnya disyaratkan mempunyai kedalaman 25 - 55
db (kontras terhadap ketentuan ACI 318-05 yang mensyaratkan hc ≥ 20db).
Setelah penelitian Fenwick dan Meggetter, pada akhir tahun 2003 dikeluarkan
Amandemen ke-3 terhadap NZS 3101:1995 yang memasukkan faktor modifikasi
untuk memperhitungkan performa bond yang kurang baik pada hubungan balokkolom yang menggunakan tulangan Grade 500E. Disebutkan bahwa rasio db/hc yang
diijinkan harus dikurangi, kecuali jika 1 atau lebih kondisi di bawah ini dipenuhi:
-

Digunakan tulangan dengan kuat leleh 300 MPa
Defleksi antar tingkat dihitung menggunakan metode time history
Drift antar tingkat pada kondisi ultimate dibatasi menjadi kurang dari ijin maximum
HBK dilindungi terhadap pembentukan sendi plastis pada muka kolom.

Jika tidak ada kondisi yang dipenuhi, maka rasio db/hc harus dikurangi hingga 30%,
bergantung pada rasio interstory drift rencana terhadap ijin. Dua ukuran kolom
digunakan dalam meninjau rasio db/hc yang diperlukan untuk mencegah kegagalan
bond pada hubungan balok-kolom, yaitu 1/32 dan 1/27 (sengaja dibuat tidak
memenuhi ketentuan NZS 3101:1995, lihat Tabel 4).
Tabel 4 Variabel penelitian spesimen hubungan balok-kolom

Ditemukan bahwa semua spesimen menunjukkan performa yang baik hingga drift
4%. Pada drift 5%, kekuatan ke-4 specimen turun secara signifikan karena
Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

8

kegagalan bond (Unit 3B & 4B) atau buckling tulangan longitudinal di daerah sendi
plastik balok (Unit 1B & 2B). Terlihat pula bahwa kegagalan Unit 1B dan 2B lebih
parah disebabkan terjadinya drop kekakuan secara mendadak setelah spesimen
mengalami kegagalan buckling, dibandingkan pertambahan slip bond secara gradual
pada unit 3B dan 4B (seluruh kegagalan ini terjadi pada level drift jauh di atas tipikal
desain limit).
Dari slip tulangan balok pada Gambar 7, terlihat bahwa hanya sedikit slip terjadi
pada level allowable drift dalam desain (±3%). Dengan pertimbangan bahwa ukuran
kolom yang diuji tidak ada yang memenuhi ketentuan standard kedalaman kolom,
dapat dikatakan bahwa persyaratan desain NZS 3101:1995 konservatif.

Gambar 7 Slip tulangan balok Grade 500E, Unit 1B - 4B
Performa bond unit 1B dan 2B dengan rasio 1/32 lebih baik dibandingkan unit 3B
dan 4B maupun hasil penelitian Young dan Megget yang mengalami kegagalan bond
pada level drift 1.6 - 4%. Hal ini menarik karena rasio 1/32 memberikan bond
performance yang baik, sedangkan hasil penelitian Megget dengan rasio 1/32.5
memberikan performa buruk.
Berdasarkan hasil penelitian, direkomendasikan agar peraturan desain New Zealand
untuk hubungan balok-kolom yang menggunakan tulangan Grade 500E dapat
dilonggarkan, tanpa mempengaruhi performa strukturnya. Reduksi maximum yang
disarankan terhadap rasio db/hc untuk Grade 500E adalah 20% (bukan 30% seperti
dalam Amandemen 3). Dengan perubahan ini pun, NZS 3101:1995 masih lebih
konservatif dari ACI 318-05, di mana rasio db/hc masih berkisar antara 1/66 dan 1/22.
Disimpulkan bahwa ke-4 spesimen hubungan balok-kolom memberikan performa
yang baik pada level drift sesuai desain limit New Zealand, yang menandakan
peraturan yang berlaku konservatif dan dapat dilonggarkan.

Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

9

4

UJI BOND TULANGAN U50 PRODUK LOKAL

4.1 Penelitian/Survey awal
Untuk mengenal karakteristik tulangan U50 yang tersedia di pasar Indonesia, terlebih
dahulu telah dilakukan penelitian awal terhadap hasil test tarik tulangan U50
TempCore serta wawancara dengan beberapa produsen baja. Analisa terhadap ±
500 data test tarik tulangan U50 TempCore dari 3 produsen baja di Indonesia selama
tahun 2006 - 2008 menghasilkan data di bawah ini:
Tabel 6 Summary hasil test tarik tulangan U50

Dari data tersebut, terlihat bahwa rasio fy/500 memenuhi syarat SNI (di bawah 1.3)
dan rasio fu/fy „hampir‟ memenuhi syarat (≥ 1.25). Ini menandakan bahwa
baja tulangan U50 di Indonesia memberikan harapan untuk diteliti lebih lanjut
agar persyaratan daktilitasnya dapat terpenuhi.
Dari hasil wawancara dengan 2 produsen baja TempCore U50, diketahui bahwa
banyak aspek yang perlu diperhatikan dalam memproduksi tulangan U50 agar
produk yang dihasilkan memiliki karakteristik yang diinginkan (sesuai spesifikasi SNI
03-2847-02). Selain pengaturan komposisi kimiawi yang cermat, kontrol selama
proses produksi pun amat penting, a.l. seleksi material dasar/scrap, proses
peleburan untuk mencapai homogenitas, proses quenching yang tepat, serta
pengontrolan suhu baja dari awal hingga akhir. Kedua produsen menyatakan tidak
memiliki kesulitan memproduksi tulangan U50 dengan rasio sesuai ketentuan SNI.
4.2 Lingkup dan Tujuan Penelitian Bond
Penelitian terhadap perilaku bond struktur beton bertulang dengan baja tulangan U50 TempCore dilakukan melalui pengujian 10 buah specimen yang mensimulasikan
kondisi tulangan balok yang melewati hubungan balok-kolom, guna mengetahui
kekuatan bond/lekatan antara tulangan U50 dan beton dalam menahan beban
monotonic maupun siklik.
Dari penelitian hubungan balok-kolom interior, diketahui bahwa pada tahap beban
yang tinggi dan saat besar retak bertambah, tulangan balok pada saat yang sama
menjadi tertarik dari satu sisi dan tertekan dari sisi yang lain, sehingga terjadi full
reversal dari gaya tarik-tekan yang sama besarnya pada saat yang bersamaan. Ini
menimbulkan bond stress yang tinggi dalam suatu joint yang cenderung merusak
anchorage tulangan. Jika bond antara tulangan balok dan beton dalam joint rusak,
tulangan dapat mengalami slip secara bebas, sehingga mengurangi kekakuan
hubungan balok-kolom secara signifikan. Ini tidak akan menyebabkan kegagalan
Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

10

katastropik tetapi akan menambah defleksi bangunan jika beban bertambah.
Empat bond spesimen diuji dengan beban monotonik dan 6 specimen dengan beban
siklik (simulasi beban gempa). Salah satu tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
kebutuhan pengangkuran/lebar kolom minimum agar tulangan U50 dalam suatu
hubungan balok-kolom mampu memberikan perilaku plastifikasi yang baik dalam
menahan beban gempa/siklik.
4.3 Variabel penelitian
Sesuai tujuan penelitian, variabel yang diteliti adalah kedalaman blok kolom dengan
ukuran tulangan uji D16 dan D22. Perkiraan kedalaman kolom agar diperoleh
perilaku bond yang baik dilakukan berdasarkan rekomendasi New RC (28.6 db) dan
perhitungan kekuatan bond rata-rata berdasarkan model bond stress – slip
Eligehausen (32 db). Selain itu, juga diuji kedalaman kolom 20 db (sesuai ketentuan
dimensi kolom minimum untuk tulangan U40 dalam SNI-03-2847-2002) dan 25 db
(agar rentang variabel tidak terlalu jauh). Tulangan D22 juga diuji untuk melihat efek
diameter tulangan pada bond. Spesimen direncanakan dengan target mutu beton f‟c
= 33.2 MPa dan aplikasi tekanan axial sebesar 10% dari mutu beton. Ringkasan
kedalaman blok spesimen yang diuji diberikan pada Tabel 7a dan b.
Tabel 7a Kedalaman blok spesimen siklik

Sebagai acuan dalam mempelajari efek kerusakan akibat pembebanan siklik, 4 buah
spesimen juga diuji dengan beban monotonik (lihat Tabel 7b):
Tabel 7b Kedalaman blok spesimen monotonik

Nilai index bond (sesuai AIJ Guidelines) untuk semua spesimen ≤ 4, sehingga
diharapkan diperoleh perilaku bond yang baik dalam menahan beban siklik.
4.4 Spesimen dan Test Set Up
Spesimen dibuat dengan tujuan mensimulasi blok kolom yang terkekang baik seperti
pada hubungan balok-kolom interior pada rangka pemikul momen daktail, yang
direncanakan dengan detail sesuai syarat SNI-03-2847-2002 untuk area gempa
dengan resiko seismik tinggi. Agar tidak terjadi tambahan tekanan pada tulangan uji,
maka sebagai sistim penahan terhadap gerakan lateral digunakan mekanisme friksi
antara blok beton dan kupingan pada sisi atas dan bawah spesimen.
Test set up dirancang sesuai kondisi dan fasilitas yang ada di Laboratorium B2TKS Serpong. Gaya tarik/tekan untuk simulasi beban siklik diaplikasikan menggunakan 2
Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

11

buah dynamic actuator (kapasitas 400 kN) yang dikontrol oleh ServoController. Gaya
disalurkan ke tulangan uji melalui grip berupa plat adaptor yang telah dilas dengan
Weldable Coupler. Gaya axial diterapkan pada blok melalui spreader beam yang
menyalurkan gaya dari 2 buah ENERPAC Jack (kap. 50 ton/jack) dan dipertahankan
konstan selama test berlangsung (tekanan axial disesuaikan menjadi 6.8 MPa yaitu
10%σB karena mutu beton aktual lebih tinggi dari target yaitu f‟c = 56.5 MPa). Empat
buah frame yang dihubungkan dengan threaded rod digunakan sebagai penahan
spesimen dari gerakan lateral. Tipikal spesimen bond, skematik test set up dan foto
pelaksanaan test dapat dilihat pada Gambar 8, 9 dan 10.

Gambar 8

Tipikal Detail Bond Spesimen

Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

12

Gambar 9

Gambar 10

Skematik test set up

Spesimen bond dan pelaksanaan test monotonic dan siklik

Untuk mengukur pergerakan plus elongasi tulangan yang keluar dari blok digunakan
LVDT kapasitas ±1 cm yang difixkan pada plat adaptor actuator (Gbr. 11). Elongasi
tulangan di luar blok diukur dengan strain gauges jenis post yield. Dengan
mengurangi komponen elongasi, maka diperoleh slip tulangan (relatif pergerakan
tulangan terhadap beton). Distribusi strain pada tulangan yang tertanam dalam blok
diukur dengan menempatkan 3 buah internal strain gages dengan posisi berikut:

Gambar 11

Instrumentasi di luar dan di dalam blok

Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

13

4.5 Program Test
Dari total 10 spesimen, 4 spesimen diuji secara monotonik dan 6 spesimen diuji
secara siklik. Untuk uji monotonik, beban diaplikasikan pada 1 sisi tulangan secara
gradual hingga gagal. Pada uji siklik, pada spesimen diaplikasikan gaya tekan dan
tarik dengan besar yang sama secara bersamaan. Untuk setiap level beban,
diterapkan 3 siklus dengan pola triangular (Gbr.12). Siklus pertama (15%fy) bertujuan
untuk mengecek kontrol actuator dan test set up. Tiga siklus berikutnya (40%fy)
adalah untuk mensimulasikan level beban kerja, diikuti dengan peningkatan beban
secara bertahap masing-masing 3 siklus: 65%fy, 90%fy, 100%fy (leleh). Setelah leleh,
beban ditingkatkan menjadi 110%fy dan 125%fy hingga gagal.

Gambar 12

Pola beban siklik

5 HASIL UJI BOND
Resume hasil test monotonik diberikan pada Tabel 8 dan Gambar 13:
Tabel 8 Resume hasil test monotonik

Berdasarkan tabel dan gambar tersebut, diamati bahwa:
• Seluruh spesimen monotonik mengalami kegagalan rebar failure (bukan pullout)
pada beban >130%fy, kecuali spesimen 20D dan 28D(B) yang mengalami
patah tulangan prematur di dalam grip pada beban 120%fy.
• Besar slip yang terjadi pada beban maximum amat bervariasi, yaitu antara 1-2 mm.
Melihat besaran slip spesimen 20D pada beban 118%fy masih di bawah
nilai tersebut, diperkirakan spesimen mampu mengembangkan
ketahanan
bond monotonik hingga 125%fy.
• Nilai strain tulangan di dalam blok, εdepan < 0.015, sehingga diperkirakan
tulangan masih dalam range yield plateau/belum terjadi strain hardening (εsh=
0.0014-0.030).
• Retak pada muka spesimen diamati terjadi pada beban >115%fy
Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

14





Spesimen D22 mampu mengembangkan ketahanan bond seperti spesimen
D16 yaitu hingga putusnya tulangan (keduanya memilki hc = 28D).
Spesimen D16 dengan hc = 20D dan 25D (σaxial = 10%σB) menunjukkan
kekakuan bond yang serupa dan cenderung lebih baik dibandingkan spesimen
28D atau spesimen D22 (σaxial = 7.4%σB karena keterbatasan jack).
Dari pengamatan slope hubungan σbebanvs.slip, kekakuan bond spesimen
D16 cenderung terlihat lebih baik dibandingkan spesimen D22.

Gambar 13

Hasil uji bond monotonik

Resume hasil test siklik diberikan pada Tabel 9 dan perbandingan kurva beberapa
spesimen diberikan pada Gambar 14.
Tabel 9 Resume hasil test siklik

Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

15

Gambar 14 Hasil test siklik spesimen D16U50 Hc = 20D & 25D dan
D16U40 Hc =20D
Berdasarkan tabel dan gambar di atas, diamati bahwa:
• Tipe kegagalan spesimen siklik bervariasi antara kegagalan pullout (20D dan
25D) dan retak cone (28D(D22) dan 32D), sedangkan test spesimen 28D(D16)
dihentikan pada siklus ke-20 (120%) karena buckling tulangan.
• Nilai slip pada siklus terakhir juga menunjukkan variasi yang besar, yaitu antara 2
–4 mm. Nilai ini sekitar 1.6 - 3.6 kali slip monotoniknya.
• Secara umum, perilaku bond cukup stabil hingga siklus 110% atau slip 1.6
mm, kecuali spesimen D16U50 dengan hc = 20D hanya stabil hingga siklus 100%.
• Terjadi degradasi bond yang cukup signifikan melewati siklus ke-19 (110%)
yang dapat mengarah pada kegagalan pullout.
• Spesimen 20D mengalami pullout pada siklus beban 110%, sedangkan
spesimen U40 dengan kedalaman blok yang sama dapat bertahan pada 2 siklus
125%.
• Spesimen 25D menunjukkan perilaku bond yang baik, yaitu stabil hingga
siklus 135% dan tahan hingga siklus ke-24 (141%). Histeretik tulangan di
dalam beton pun terlihat baik.
• Nilai strain tulangan di dalam blok, εdepan< 0.0035, sehingga diperkirakan
tulangan masih bersifat elastik (kecuali spesimen 25D dengan ε ≤ 0.01
diperkirakan telah memasuki yield plateau namun belum mengalami hardening.
• Ditinjau dari jumlah siklus, beban maximum dan nilai slip, perilaku bond
siklik spesimen D22 tidak berbeda jauh dengan spesimen D16.
• Retak pada spesimen baru terjadi pada siklus beban di atas 100%.

Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

16

Tipe kegagalan bond dapat dilihat di bawah ini (contoh dari spesimen D16U50,
Hc=20D):

Gambar 15

Retak spesimen monotonik dan kegagalan pullout spesimen siklik

6 PENUTUP
Saat ini, studi perilaku bond tulangan U50 terhadap beton masih berlanjut dalam
upaya mendapatkan hasil analisa data yang lebih jauh dan rekomendasi lebar kolom
minimum untuk tulangan U50. Beberapa hasil awal yang diperoleh dari penelitian ini
(berlaku untuk tulangan U50 TempCore dengan karakteristik yang memenuhi
persyaratan rasio SNI 03-2847-2002 dan mutu beton f‟c = 56.5 MPa) dapat
dirangkum sbb.:
• Kedalaman kolom minimum sesuai ketentuan SNI yaitu 20db, dapat
memberikan perilaku ketahanan bond yang baik hingga siklus beban 500 MPa
(setara 100%fyU50 dan 125% fyU40).
• Uji bond siklik menunjukkan bahwa kedalaman kolom 25db mampu menahan
siklus beban hingga 125%.
• Perilaku bond tulangan U50 cukup stabil hingga siklus beban 110% atau slip
1.6 mm (kecuali untuk kedalaman kolom 20db stabil hingga siklus 100%).
• Pada level beban siklik di atas 110-125%, terjadi degradasi bond yang
cukup signifikan di mana slip berkisar antara 2 – 4 mm dan mengarah pada
kegagalan pullout.
• Ketahanan bond maksimum dipengaruhi oleh tekanan axial kolom,
sedangkan pengaruh ukuran tulangan relatif kecil.
• Ketahanan bond monotonik dapat diestimasi cukup baik, namun prediksi nilai
slip sangat sulit dan terjadi variasi yang besar.

DAFTAR PUSTAKA
Gamble W.L.(2003), ”Thermex-Processed Reinforcing Bars – Heat treatment
increases ductility and weldability of steel”, Concrete International, hal. 85 – 88.
Aoyama H. (2007), “Design Of Modern Highrise Reinforced Concrete Structures”,
Series on Innovation in Structures and Construction–Vol.3,Imperial College
Press.
Allington C. dan Bull (2003), “Grade 500 Reinforcement: The overstrength Factor For
Pacific Steel Micro-Alloy Bars and Design Issues with L, N and E Grade
Reinforcing Steel”. OneSteel Reinforcing, “500Plus Rebar Product Guide”.
Monti G., Spacone E., Filippou F.C. (1993), “Model For Anchored Reinforcing Bars
Under Seismic Excitations”, Report No. UCB/EERC-93/08.
Brooke N., Megget L., Ingham J. (2006), ”Bond Performance of Interior BeamColumn Joints With High-Strength Reinforcement”, ACI Structural Journal
Vol. 103, No. 4, hal. 596 – 603.
Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

17

Retika A., Imran I., Soegiarso R. (2010), ”Draft Disertasi S3 Program Doktor
Teknik Sipil”, Universitas Tarumanagara.

Makalah ini disampaikan dalam rangka diseminasi informasi melalui Seminar HAKI.
Isi makalah sepenuhnya merupakan pendapat penulis, dan tidak mewakili pendapat HAKI.

Seminar dan Pameran Haki 2010 - “ Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia”

18