6. jenis dan jenis klausa.docx

TUGAS
PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS KLAUSA
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sintaksis
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Rustono

Oleh :

Nama

: M. Harsa Bahtiar

NIM

: 2101411115

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

1. Pengertian Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa dan di bawah

kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnyaterdiri atas subjek dan predikat, dan
berpotensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana, 1993:110). Dikatakan mempunyai potensi
untuk menjadi kalimat karena meskipun bukan kalimat, dalam banyak hal klausa tidak
berbeda dengan kalimat, kecuali dalam hal belum adanya intonasi akhir atau tanda baca yang
menjadi ciri kalimat.
Menurut Abdul Chaer. Klausa adalah satuan sintaksis yang bersifat predikatif.
Artinya, didalam satuan atau konstruksi itu terdapat sebuah predikat, bila dalam satuan itu
tidak terdapat predikat, maka satuan itu bukan sebuah klausa (Chaer,2009:150).
Menurut Ramlan. Klausa merupakan satuan gramatik yang terdiri atas subjek dan
predikat, baik disertai objek, pelengkap, dan keterangan maupun tidak (Ramlan melalui
Sukini, 2010:41).
Ramlan melalui Tarigan (2009: 43) menjelaskan bahwa klausa ialah bentuk linguistik
yang terdiri dari subjek dan predikat.
Sedangkan Cook melalui Tarigan (2009:76) memberikan batasan bahwa klausa
adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat. Dengan ringkas, klausa ialah S
P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa yang terletak dalam kurung itu
bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh juga tidak ada (Sukini, 2010:41-42).
Menurut pendapat Arifin (2008:34) klausa adalah satuan gramatikal yang berupa
gabungan kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Klausa atau
gabungan kata itu berpotensi menjadi kalimat.

Istilah klausa dipakai untuk merujuk pada deretan kata yang paling tidak memiliki
subjek dan predikat, tetapi belum memiliki intonasi atau tanda baca tertentu. Istilah kalimat
juga mengandung unsur paling tidak memiliki subjek dan predikat, tetapi sudah dibubuhi
intonasi atau tanda baca tertentu. (Alwi, 2003:39).
Dari batasan-batasan tersebut dapat diketahui bahwa klausa :
a. Merupakan deretan kata yang merupakan satuan gramatik, satuan sintaksis atau bentuk
linguistik,
b. Meliliki hanya satu predikat,
c. Mengandung unsur S P (O) (PEL) (KET),
d. Belum memiliki intonasi akhir atau tanda baca tertentu.

Jadi tidak semua kelompok kata dapat dikatakan sebagai klausa, karena kata yang
membentuk konstruksi klausa harus mengandung ciri-ciri tersebut.
Dalam konstruksinya yang terdiri atas S dan P klausa dapat disertai dengan O, Pel,
dan Ket, ataupun tidak. Dalam hal ini, unsur inti klausa adalah S dan P. tetapi, dalam
praktiknya unsur S sering dihilangkan. Misalnya dalam kalimat majemuk (atau lebih tepatnya
kalimat plural) dan dalam kalimat yang merupakan jawaban. (Ramlan 1987:89). Misalnya :
(1) Bersama dengan istrinya, Bapak Soleh datang membawa oleh-oleh.
Kalimat (1) terdiri atas tiga klausa, yaitu klausa (a) bersama dengan istrinya, klausa
(b) Bapak Soleh datang, dan klausa (c) membawa oleh-oleh. Klausa (a) terdiri atas unsur P,

diikuti Pel, klausa (b) terdiri atas S dan P, dan klausa (c) terdiri atas P diikuti O. Akibat
penggabungan ketiga klausa tersebut, S pada klausa (a) dan (c) dilesapkan.

2. Ciri-ciri Klausa
Adapun ciri-ciri klausa adalah sebagai berikut: (1) dalam klausa terdapat satu
predikat, tidak lebih dan tidak kurang; (2) klausa dapat menjadi kalimat jika kepadanya
dikenai intonasi final; (3) dalam kalimat plural, klausa merupakan bagian dari kalimat; (4)
klausa dapat diperluas dengan menambahkan atribut fungsi-fungsi yang belum terdapat
dalam klausa tersebut; selain dengan penambahan konstituen atribut pada salah satu atau
setiap fungsi sintaktis yang ada.
3. Jenis-jenis Klausa
Klausa dapat diklasifikasikan berdasarkan empat hal, yaitu (1) kelengkapan unsur
internalnya: klausa lengkap dan klausa tak lengkap, (2) ada–tidaknya kata yang menegatifkan
P: klausa negative dan klausa positif, (3) kategori primer predikatnya: klausa verbal dan
klausa nonverbal, (4) dan kemungkinan kemandiriannya untuk menjadi sebuah kalimat:
klausa mandiri, klausa tergabung.
a. Klausa Lengkap dan Klausa Tak Lengkap
Berdasarkan kelengkapan unsur internalnya, klausa dibedakan menjadi dua yaitu,
klausa lengkap dan klausa tak lengkap. Klausa lengkap ialah klausa yang memiliki unsur


internal lengkap, yaitu S dan P. Klausa lengkap ini berdasarkan struktur internalnya,
dibedakan lagi menjadi dua yaitu klausa susun biasa dan klausa lengkap susun balik.
Klausa lengkap susun biasa ialah klausa lengkap yang S-nya terletak di depan P.
adapun klausa lengkap susun balik atau klausa lengkap inversi ialah klausa lengkap yang
S-nya berada di belakang P, misalnya :
(2) Tulisan Hendi sangat berbobot.
Klausa (2) disebut klausa lengkap susun biasa karena S-nya yaitu tulisan Hendi
berada di depan P, sangat berbobot.
Klausa tak lenngkap atau dalam istilah Verhaar (1999:279) klausa buntung
merupakan klausa yang unsure internalnya tidak lengkap karena di dalamnya tidak
terdapat unsur S dan hanya terdapat unsur P, baik disertai maupun tidak disertai unsur P,
Pel, dan Ket. Misalnya :
(3) terpaksa berhenti bekerja di perusahaan itu
Klausa (3) bisa berubah menjadi klausa lengkap jika di sebelah kirinya ditambah S,
misalnya ditambah frasa istri saya sehingga menjadi (3) Istri saya terpaksa berhenti
bekerja di perusahaan itu.
b. Klausa Negatif dan Klausa Positif
Berdasarkan ada tidaknya kata negatif pada P, klausa dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu klausa negatif dan klausa positif. Klausa negatif ialah klausa yang di
dalamnya terdapat kata negative, yang menegasikan P.menurut Ramlan (1987: 137), yang

termasuk kata negatif, yang menegasikan P ialah tidak, tak, tiada, bukan, dan belum.
Berikut ini adalah contoh klausa negative :
(4) Deni tidak mengurus kenaikan pangkatnya.
Klausa (4) merupakan klausa negatif karena terdapat kata tidak yang menegasikan
mengurus.
c. Klausa Verbal dan Klausa Nonverbal
Berdasarkan kategori primer kata atau frasa yang menduduki fungsi P pada
konstruksinya, klausa dibedakan atas klausa verbal dan klausa nonverbal. Klausa verbal
ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa golongan V. dilihat dari golongan
verbanya klausa verbal dibagi lagi menjadi klausa verbal intransitif dan klausa verbal
transitif. Klausa verbal transitif ialah klausa yang mengandung verba transitif, dan klausa
verbal intransitif ialah klausa yang mengandung verba intransitif.

Contoh klausa verbal intransitif ialah sebagai berikut :
(5) Taufik Hidayat tampil tidak maksimal di Jepang.
(6) Pengidap AIDS bertambah.
Klausa verbal transitif, dilihat dari wujud ketransitifan P-nya dapat dibedakan menjadi
(1) klausa aktif, (2) klausa pasif, (3) klausa reflektif, dan (4) klausa resiprokal (Ramlan,
1987: 145-149). Klausa aktif ialah klausa yang P-nya berupa verba transitif aktif. Klausa
pasif ialah klausa yang P-nya berupa verba transitif pasif. Klausa reflektif ialah klausa

yang P-nya berupa verba transitif reflektif, yaitu verba yang menyatakan “perbuatan’
yang mengenai ‘pelaku’ perbuatan itu sendiri. Pada umumnya verba itu berprefiks
meng- yang diikuti kata diri. Adapun klausa resiprokal adalah klausa yang P-nya berupa
verba transitif resiprokal, yaitu verba yang menyatakan kesalingan.
Klausa nonverbal ialah klausa yang berpredikat selain verba. Klausa nonverbal masih
bisa dibedakan lagi menjadi (1) klausa nominal, (2) klausa adjektival, (3) klausa
preposisional, (4) klausa numeral, dan (5) klausa adverbial. Contoh:
(7) Yang kita bela kebenaran
(8) Budi pekertinya mulia
(9) Aku bagai nelayan yang kehilangan arah
(10)

Yang dikorupsi 300 juta rupiah

(11)

Kedatangannya kemarin sore

d. Klausa Mandiri dan Klausa Tergabung
Klausa mandiri merupakan klausa yang kehadirannya dapat berdiri sendiri. Klausa

mandiri berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal. Misalnya :
(12)

Merokok dapat menyebabkan kanker
Klausa tergabung

a) Klausa Mandiri
Klausa mandiri atau klausa bebas merupakan klausa yan kehadirannya dapat berdiri
sendiri. Klausa mandiri berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal. Misalnya:
 Merokok dapat menyebabkan kanker
 Nirina sedang belajar

b) Klausa Tergabung
Klausa tergabung atau klausa terikat adalah klausa yang kehadirannya untuk menjadi
sebuah kalimat plural tergabung dengan klausa lainnya. Dalam kalimat plural, klausa
tergabung dapat berupa klausa koordinatif, atau klausa subordinatif. Contoh:
(1) Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan
gangguan kehamilan dan janin.
(2a) Nirina sedang belajar ketika terjadi gempa itu.
(2b) Karena baru pulang sesudah tugasnya selesai, Sri tidak dapat menghadiri

rapat.
Jika dicermati, konstruksi (1) berbeda dengan konstruksi (2). Dalam
konatruksi (1) terdapat klausa-klausa tergabung secara koordinatif, sedangkan
dalam konstruksi (2) terdapat klausa-klausa tergabung secara subordinatif.
e. Klausa Koordinatif
Klausa koordinatif dapat dijumpai dalam kalimat plural atau majemuk setara. Dalam
kalimat plural atau majemuk setara, semua klausanya berupa klausa koordinatif. Klausa
tersebut dinamakan klausa koordinatif karena secara gramatik dihubungkan secara
koordinatif oleh penghubung-penghubung koordinatif dan, atau, tetapi, lagi pula, lalu,
namun, sebaliknya, malahan, dan lain-lain.
Klausa koordinatif terdiri atas (1) koordinasi netral, (2) koordinasi kontrastif, (3)
koordinasi alternatif, (4) koordinasi konsekutif, yang berturut-turut dapat dilihat dalam
contoh-contoh kalimat berikut.
(1) Saya menulis artikel itu, menyunting, dan mengirimkannya ke media massa
(2) Mencari ilmu itu sulit, tetapi mengamalkannyajauh lebih sulit
(3) Saudara mau bekerja atau melanjutkan studi ke jenjang S-2?
(3) Harga sepeda motor itu relative mahal, jadi perlu diangsur.
f. Klausa Subordinatif
Klausa subordinatif dapat dijumpai dalam kalimat plural bertingkat. Jadi, dalam
kalimat plural bertingkat selain terdapat klausa atasan yang biasa dikenal dengan klausa

induk, Klausa inti, atau klausa matriks terdapat pula klausa bawahan atau klausa sematan
atau klausa subordinatif. Klausa bawahan dapat dibedakan lagi menjadi klausa berbatasan
dan klausa terkandung.

Klausa berbatasan, merupakan klausa bawahan yang tidak wajib hadir dalam kalimat
plural. Klausa berbatasan dapat dibedakan menjadi enam tipe yaitu klausa-klausa
berbatasan:
(1) final, contoh
Irfan rajin mengaji agar tidak menyesal dalam kehidupan setelah mati.
(2) kausal, contoh
Rombogan Suciwati merasa kecewa karena tidak diperkenankan menjenguk
Presiden Soeharto
(3) kondisional, contoh
Jika diundang, ia mau datang.
(4) konsekutif, contoh
Pendapatannya kecil, sehingga sampai sekarang belum mampu membeli mobil.
(5) konsesif, contoh
Orang itu tetap rendah hati meskipun telah menyandang banyak prestasi.
(6) temporal, contoh
Rui Costa, playmaker asal Portugal datang ke La Viola setelah tiga musim

memperkuat Benfica.
Dalam contoh-contoh tersebut, klausa yang dimulai dengan konjungsi subordinatif
seperti agar, karena, jika, sehingga, meskipun, dan setelah-lah yang berturut-turut
dinamakan sebagai klausa berbatasan.
Klausa terkandung, merupakan klausa bawahan yang kehadirannya bersifat wajib.
Berdasarkan fungsinya dalam kalimat plural bertingkat, klausa terkandung dapat
dikelompokkan

menjadi

klausa

pewatas

atau

klausa

modifikasi


dan

klausa

pemerlengkap.
 Klausa pewatas
Klausa pewatas atau klausa pewatasan ialah klausa subordinatif yang
kehadirannya berfungsi mewatasi atau mempertegas makna kata atau frasa yang
diikutinya. Contohnya ialah beberapa klausa dari sejumlah klausa dalam kalimat
plural berikut:
 Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang
yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang
mempunyai keberuntungan yang besar.

 Rombongan Suciwati tidak diperkenankan menjenguk mantan presiden
Soeharto yang sedang berbaring di Rumah Sakit Pusat Pertamina Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan.
 Klausa Pemerlengkap
Klausa pemerlengkap atau klausa pemerlengkapan merupakan klausa yang
berfungsi melengkapi (atau menerangkan spesifikasi hubungan yang terkandung
dalam) verba matriks. Klausa pemerlengkap dibedakan lagi menjadi: (1) klausa
pemerlengkap

preposisional,

(2)

klausa

pemerlengkap

eventif,

(3)

klausa

pemerlengkap perbuatan.
Klausa pemerlengkap dikatakan bersifat preposisional karena klausa tersebut
biasanya berpenanda kata bahwa yang menyatakan suatu proposisi. Contoh:
 Dokter berkata, “ASI sangat baik untuk anak.”
Dokter berkata bahwa ASI sangat baik untuk anak.
 Berita bahwa mahasiswa Unnes juara I dalam LKTIM bidang sosial, tingkat
wilayah B, pada tanggal 22-23 Mei 2006 menjadi sorotan media kampus.
Klausa eventif meliputi klausa yang menyatakan peristiwa dan klausa yang
menyatakan proses. Misalnya ialah klausa yang dimulai dengan kata peristiwa dan
proses pada kalimat-kalimat berikut.
 Peristiwa Joko mengundurkan diri (Peristiwa pengunduran diri Joko) dari
pekerjannya sudah terduga sebelumnya.
 Proses orang menyusun sebuah artikel (Proses penyusunan sebuah artikel)
hanya diketahui oleh para penulis.
Adapun klausa perbuatan dapat dibedakan lagi menjadi klausa perbuatan yang
dilakukan, klausa perbuatan yang tidak dilakukan, dan klausa perbuatan yang mungkin
dilakukan.
Klausa perbuatan yang dilakukan dapat ditandai oleh verba melihat, menyaksikan,
mengetahui, berhasil, berhenti, dan mulai. Misalnya:
 Saya melihat (perbuatan) Zahra mendorong Ela
Zahra mendorong Ela
 Prof. Dr. Fathur Rokhman mulai meneliti masalah itu pada tahun yang lalu
Prof. Dr. Fathur Rokhman meneliti masalah itu

Klausa perbuatan yang tidak dilakukan dapat ditandai oleh verba mencegah, menolak,
gagal, dan lupa. Misalnya:
 Ayah mencegah kami membawa uang saku ke sekolah
Kami tidak membawa uang saku ke sekolah
 Imron gagal mengikuti lomba
Imron tidak mengikuti lomba
Adapun klausa perbuatan yang mungkin dilakukan dapat ditandai oleh verba
bermaksud, berniat, bertekad, merencanakan, menganjurkan, dan menyarankan. Misalnya:
 Farah bermaksud memohon izin untuk tidak datang ke kampus
Farah memohon izin; Farah tidak memohon izin
 Samdum mengajak Dian pergi ke Mal Ciputra
Dian pergi ke Mal Ciputra; Dian tidak pergi ke Mal Ciputra

DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Baehaqie, Imam. 2008. Sintaksis Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Sidu, La Ode. 2013. Sintaksis Bahasa Indonesia. Kendari: Unhalu Press.
Verhaar. 2006. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
http://banggaberbahasa.blogspot.com. Diakses pada tanggal 29 April 2013.