Analisis Spektroskopi UV VIS Analisis Du

1
LAPORAN PRAKTIKUM KETERAMPILAN ANALISIS KIMIA, (2015)

Analisis Spektroskopi UV-VIS
“Analisis Dua Komponen Secara Simultan”
Taufik Qodar Romadiansyah, Suprapto, Ph.D
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
email: suprapto@chem.its.ac.id
Abstrak–Penentuan konsentrasi dua komponen
secara simultan pada campuran CoCl2.6H2O dan
Cr(NO3)3.9H2O menggunakan teknik analisis
secara spektrofotometri yang bertujuan untuk
menghitung konsentrasi komponen Co (II) dan Cr
(III). Pada campuran dua larutan tersebut terjadi
percampuran (overlapping) daerah serapan antara
Co (II) dan Cr (III). Analisis dilakukan pada
masing-masing panjang gelombang maksimum Co
(II) dan Cr (III) sehingga besar serapan
merupakan jumlah dari serapan dua komponen
tersebut pada masing-masing panjang gelombang

maksimumnya. Percobaan dilakukan dengan
melarutkan
padatan
CoCl2.6H2O
dan
Cr(NO3)3.9H2O, pengenceran bertingkat, serta
pengukuran
absorbansi
menggunakan
spekrofotometer UV-Vis. Dari data absorbansi
dibuat grafik sehingga diperoleh persamaan regresi
linier yang diterapkan pada persamaan Hukum
Lambert-Beer. Hasil analisis menunjukkan pada
campuran unknown 1 terdapat lebih banyak
komponen Co (II) dibandingkan komponen Cr (III)
yaitu Co (II) sebanyak 0,07751 M dan Cr (III)
sebanyak 0,00117 M dengan recovery pada Co (II)
sebesar 77,51% dan Cr (III) sebesar 11,70%.
Berdasarkan percobaan didapatkan bahwa nilai
absorbansi berbanding lurus terhadap konsentrasi

larutan.
Kata Kunci–Absorbansi, Hukum Lambert-Beer,
panjang gelombang, pengenceran bertingkat,
spektrofotometri UV-Vis

K

I.
PENDAHULUAN
onsentrasi campuran dua zat dapat
ditentukan dengan spektrofotometer UVVis tanpa harus dipisahkan terlebih
dahulu. Kedua zat yang bercampur harus
memiliki panjang gelombang maksimum yang
berimpit. Absorbansi dari larutan campuran di panjang
gelombang tertentu merupakan jumlah absorbansi dari
masing-masing zat tunggalnya. Kemudian kadar
masing-masing zat dapat ditentukan secara simultan
[1].
Spektrofotometer adalah sebuah instrumen yang
mengukur absorbsi atau penyerapan cahaya dengan

energi (panjang gelombang) tertentu oleh suatu atom

atau molekul. Spektrofotometer yang digunakan dalam
daerah spektrum UV (ultraviolet) dan visual (sinar
tampak). Molekul dalam daerah energi ini akan
mengalami transisi elektron. Spektroskopi UV-Vis
merupakan suatu spektroskopi absorpsi berdasarkan
radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang 160
sampai 780 nm. Spektrofotometer UV-VIS pada
prinsipnya terdiri dari sumber radiasi (source),
monokromator, sel, fotosel (radiation transducer), dan
detector [2].
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur
energi
secara
relatif
jika
energi
tersebut
ditransmisikan, diemisikan, atau direfleksikan sebagai

fungsi dari panjang gelombang. Secara umum
spektrofotometer UV-Vis memiliki 3 tipe yaitu
rancangan berkas tunggal (single beam), rancangan
berkas ganda (double beam), dan multichannel [3].
Absorbans dari larutan sampel yang diukur
Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk mengukur
intensitas sinar yang dilalui menuju sample (I) dan
membandingkannya dengan intensitas sinar sebelum
dilewatkan ke sampel tersebut (I0). Rasio I/I0 disebut
transmitan (T), sedangkan absorbans diperoleh dari
transmitan tersebut dengan rumus A= -log T sesuai
dengan hukum dasarnya yaitu Hukum Lambert Beer.
Hubungan antara absorbansi (A) dengan konsentrasi
(c) secara umum mengikuti Hukum Lambert-Beer
sebagai berikut:
A=ɛbc
(1)
dimana ɛ merupakan absortivitas larutan, b
merupakan panjang sinar yang dilewati menuju larutan
dan c merupakan konsentrasi larutan tersebut. Jika

grafik yang dihasilkan berupa garis lurus yang linier
maka garis ini memenuhi persamaan Lambert-Beer
pada kisaran konsentrasi yang teramati [4].
Hukum Lambert-Beer ini juga memiliki
kelemahan, yaitu kenaikan konsentrasi menjadi dua
kali atau tiga kali konsentrasi tidak mengubah nilai
serapan menjadi dua kali atau tiga kali serapan mulamula. Ketidaklinieran hubungan antara serapan dengan
konsentrasi tersebut dinamakan penyimpangan dari
hukum Lambert-Beer [5].
Pengukuran konsentrasi zat dalam sampel dengan
UV-VIS dapat dilakukan dengan dua cara yaitu single
komponen dan multi komponen. Pada percobaan ini,

2
LAPORAN PRAKTIKUM KETERAMPILAN ANALISIS KIMIA, (2015)

digunakan sistem multi komponen. Pada sistem multi
komponen, tiap komponen dianggap tidak saling
mempengaruhi absorbansi satu sama lain sehingga
absorbansinya bersifat aditif. Spektrum absorpsi untuk

campuran I dan II merupakan jumlah dari masingmasing kurva individual [6].
Kromium adalah logam berbentuk kristal dan
berwarna putih bening yang dilambangkan dengan Cr,
mempunyai nomor atom 24 dan mempunyai berat
3
atom 51,996, massa jenis 650 gr/cm , titik lebur
1903°C pada tekanan 1 atm, titik didih 2642°C pada
tekanan 1 atm [7]. Nilai serapan optimum untuk Cr(III)
yaitu pada panjang 575 nm [8]. Sedangkan kobalt
merupakan logam feromagnetik yang digunakan
terutama untuk paduan tahan panas dan magnetik.
Nilai serapan optimum untuk Co (II) yaitu pada
panjang 510 nm Biasanya, kobalt digunakan untuk
memberikan warna biru pada glasir dan keramik [9].
Terdapat dua kemungkinan apabila dua komponen
yang berlainan dicampurkan dalam satu larutan.
Adanya interaksi akan merubah spektrum absorpsi
dimana absorpsi larutan campuran akan merubah
jumlah aljabar dari absorpsi dua larutan dari masing –
masing komponen yang terpisah. Jadi spektrum

absorpsinya merupakan campuran bersifat aditif. Bila
menggunakan kuvet yang sama maka A = k C
Karena dalam percobaan ini hanya ada dua
komponen maka diperlukan dua persamaan dari dua
panjang gelombang yang berlainan agar C 1 dan C2
dapat juga dihitung, jadi :
A1 = k1C1 + k3C2
(2)
A2 = k2C1 + k4C2
(3)
k dapat diperoleh dari kemiringan kurva standar
sedangkan A dari hasil pengukuran [10]. Dalam
percobaan, adanya intersep pada persamaan regresi
linier yang diperoleh dari grafik mempengaruhi nilai
konsentrasi campuran larutan unknown yang dihitung.
Sehingga pada penentuan konsentrasi komponen Co
(II) dan Cr (III) larutan unknown, digunakan intersep
pada persamaan.
A1 = (k1C1 + b) + (k3C2 + b)
(4)

A2 = (k2C1 + b) + (k4C2 + b)
(5)
II.
METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan bahan
2.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah
spektrofotometer UV-Vis, neraca analitik, labu
semprot, kuvet, labu ukur, pipet ukur, pipet tetes,
pengaduk, corong, kaca arloji, botol timbang, dan
propipet.
2.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah
Cr(NO3)3.9H2O, CoCl2.6H2O, dan aquades.

2.1.3 Prosedur Percobaan
A. Sifat aditif dari absorbansi untuk campuran
larutan Cr (III) dan Co (II)
Pembuatan larutan induk Co (II) 0.2 M dilakukan
dengan cara ditimbang CoCl2.6H2O 4,7587 gram pada

neraca analitik menggunakan botol timbang, kemudian
larutan induk tersebut dilarutkan dengan aquades dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Lalu
ditambahkan aquades sampai tanda batas 100 mL dan
dikocok. Dari larutan induk tersebut diencerkan
menjadi 0,1 M. Setelah itu, dilakukan pengenceran
bertingkat untuk larutan Co (II) untuk konsentrasi 0,2
M; 0,1 M; 0,08 M; 0,06 M; 0,04 M; dan 0,02 M.
Pembuatan larutan induk Cr 0.05 M dilakukan
dengan cara ditimbang Cr(NO3)3.9H2O 2,00053 gram
pada neraca analitik menggunakan botol timbang,
kemudian larutan induk tersebut dilarutkan dengan
aquades dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Lalu ditambahkan aquades sampai tanda batas 100 mL
dan dikocok. Setelah itu, dilakukan pengenceran
bertingkat untuk larutan Cr (III) untuk konsentrasi 0,04
M; 0,03 M; 0,025 M; 0,02 M; 0,01 M.
Diukur absorbansi larutan Cr (III) 0,025 M dan
larutan Co (II) 0,1 M pada panjang gelombang 400700 nm dengan interval 5 nm untuk menentukkan
panjang gelombang maksimum.

Setelah itu, dibuat campuran larutan Cr (III) 0,02 M
dan Co (II) 0,2 M sebanyak masing-masing 5 mL.
Kemudian diukur absorbansi campuran larutan
tersebut pada panjang gelombang 400-700 nm dengan
interval 5 nm.
Setelah pengukuran semua larutan, dibuat grafik
hubungan antara konsentrasi terhadap panjang
absorbansi pengukuran untuk mendapatkan nilai K
untuk langkah selanjutnya.
B. Penentuan nilai K dari larutan Cr (III) dan Co (II)
Uji ini dilakukan dengan cara disiapkan larutan Cr
(III) 0,01 M; 0,02 M; 0,03 M; 0,04 M; 0,05 M dan
larutan Co (II) 0,02 M; 0,04 M; 0,06 M; 0,08 M; 0,1
M. Diukur absorbansi masing-masing larutan Co (II)
dan Cr (III) pada panjang gelombang maksimum
larutan Cok (II) dan larutan Cr (III) pada percobaan A.
Dilakukan pengukuran absorbansi larutan Co (II) pada
panjang gelombang maksimum Co (II), larutan Co (II)
pada panjang gelombang maksimum Cr (III), larutan
Cr (III) pada panjang gelombang maksimum Cr (III),

dan larutan Cr (III) pada panjang gelombang
maksimum Co (II). Pengukuran absorbansi dilakukan
secara triplo atau tiga kali pengulangan. Diperoleh
nilai K pada masing-masing panjang gelombang
tersebut dengan plotting hubungan antara konsentrasi
(sebagai sumbu x) dan absorbansi (sebagai sumbu y).
Absorbansi yang digunakan dalam plotting grafik
adalah rata-rata dari tiga kali pengulangan. Dihitung

3
LAPORAN PRAKTIKUM KETERAMPILAN ANALISIS KIMIA, (2015)

standar deviasi pada tiap konsentrasi untuk mengetahui
penyimpangan pada masing-masing konsentrasi dari
tiga kali pengulangan. Dari hasil plotting hubungan
antara konsentrasi dan absorbansi, diperoleh empat
persamaan yang mewakili masing-masing larutan Co
(II) dan Cr (III) pada λmaks Co (II) dan λmaks Cr (III).
C. Analisa campuran unknown
Uji ini dilakukan dengan cara diukur absorbansi
larutan campuran unknown CoCl2.6H2O dan
Cr(NO3)3.9H2O yang diberikan pada λmaks Co (II) dan
λmaks Cr (III). Kemudian dihitung konsentrasi Cr (III)
dan Co (II) yang terdapat pada campuran unknown
dengan menggunakan persamaan yang didapatkan dari
prosedur B.
III.
HASIL DAN DISKUSI
Pada percobaan analisis spektrofotometer UV-Vis
ini digunakan 2 larutan yaitu larutan Cr (III) dan
larutan Co (II). Percobaan analisis komponen secara
simultan ini bertujuan untuk menghitung konsentrasi
komponen Co (II) dan Cr (III). Pada campuran dua
larutan tersebut terjadi percampuran (overlapping)
daerah serapan antara Co (II) dan Cr (III).
A. Sifat aditif dari absorbansi untuk
campuran larutan Cr (III) dan Co (II)
Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang
gelombang
maksimum
untuk
masing-masing
komponen.
Pengukuran
panjang
gelombang
maksimum dari larutan awal Co (II) 0,02 M dan Cr
(III) 0,01 M menunjukkan hasil panjang gelombang
maksimum untuk Co (II) adalah 510 nm dengan
absorbansi sebesar 0.219, serta panjang gelombang
maksimal untuk Cr (III) adalah 575 nm dengan
absorbansi sebesar 0.019.
Grafik Campuran Co (II) 0.2 M dan Cr (III) 0.02 M

Absorbansi

0.6
0.4
0.2
0
400

450

500

550

600

650

700

Panjang Gelombang

Pada campuran larutan Co (II) dan Cr (III)
dilakukan pengukuran absorbansi untuk campuran
antara 5 mL larutan Co (II) 0,20 M dengan 5 mL Cr
(III) 0,02 M. Pengukuran ini bertujuan untuk
mengetahui absorbansi larutan campuran pada panjang
gelombang maksimum dari Cr (III) dan Co (II). Dari
pengukuran tersebut didapatkan hasil sebagai berikut:

Grafik 1. Hubungan Absorbansi dan Panjang
Gelombang pada Campuran Co (II) 0.2 M dan Cr (III)
0.02 M
Tabel 1.
Data pengukuran spektrofotometer UV-VIS
Konsentrasi
Absorbansi
Larutan
Campuran Co (II)
0,317
0,20 M dan Cr
0,703
(III) 0,02 M

λ
575
510

Dari hasil pengukuran yang diperoleh, didapatkan
absorbansi tertinggi larutan campuran pada 515 nm
yaitu sebesar 0,706. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa larutan bersifat aditif dikarenakan larutan
campuran
menghasilkan
panjang
gelombang
maksimum yang berbeda dengan panjang gelombang
maksimum Co dan Cr sebenarnya, karena campuran
tersebut dikatakan aditif apabila menghasilkan
absorbansi berbeda dari komponennya.
A. Penentuan nilai K dari larutan Cr
(III) dan Co (II)
Dilakukan pengenceran bertingkat untuk larutan Cr
(III) dengan membuat larutan induk 0,05 M
menggunakan labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan
dari konsentrasi 0,05 M; 0,04 M; 0,03 M; 0,02 M;
0,01 M menggunakan labu ukur 100 mL. Perlakuan
yang sama juga dilakukan pada larutan Co (II), yaitu
diencerkan dari konsentrasi 0,2 M; 0,1 M; 0,08 M;
0,06 M; 0,04 M; 0,02 M menggunakan labu ukur 100
mL. Pengenceran bertingkat ini dilakukan untuk
menghindari faktor kesalahan yang berbeda pada
berbagai variasi konsentrasi pengenceran. Namun,
pada pengenceran bertingkat jika konsentrasi pada
pembuatan larutan induk tidak tepat, maka kesalahan
akan berlipat hingga pada konsentrasi yang terkecil.
Tabel 2.
Data nilai absorbansi larutan Cr (III) pada λmaks Co (II)
510 nm
Absorbansi
[Cr3+]
Run 1
Run 2
Run 3
0,05
0,04

0,210
0,166

0,210
0,167

0,210
0,167

0,03

0,120

0,120

0,119

0,02

0,720

0,720

0,720

0,01

0,019

0,019

0,023

4
LAPORAN PRAKTIKUM KETERAMPILAN ANALISIS KIMIA, (2015)

Tabel 3.
Data rata-rata nilai absorbansi dan standar deviasi
larutan Cr (III) pada λmaks Co (II) 510 nm
Absorbansi rataStandar
[Cr3+]
rata
deviasi
0,05

0,210

0

0,04

0,16667

0,00058

0,03

0,11967

0,00058

0,02

0,072

0

0,01

0,02033

0,00231

Tabel 4.
Data nilai absorbansi larutan Cr (III) pada λmaks Cr (III)
575 nm
Absorbansi
[Cr3+]
Run 1
Run 2
Run 3

Tabel 7.
Data rata-rata nilai absorbansi dan standar deviasi
larutan Co (II) pada λmaks Co (II) 510 nm
Absorbansi rataStandar
[Co3+]
rata
deviasi
0,1

0,60433

0,00058

0,08

0,50933

0,00058

0,06

0,408

0

0,04

0,318

0,001

0,02

0,21867

0,00058

Tabel 8.
Data nilai absorbansi larutan Co (II) pada λmaks Cr (III)
575 nm
Absorbansi
[Co2+]
Run 1
Run 2
Run 3
0,1
0,08

0,188
0,173

0,188
0,174

0,188
0,173

0,06

0,155

0,155

0,155

0,346

0,04

0,144

0,144

0,144

0,229

0,229

0,02

0,132

0,132

0,131

0,094

0,097

0,05
0,04

0,593
0,473

0,593
0,474

0,592
0,474

0,03

0,347

0,348

0,02

0,229

0,01

0,095

Tabel 5.
Data rata-rata nilai absorbansi dan standar deviasi
larutan Cr (III) pada λmaks Cr (III) 575 nm
Absorbansi rataStandar
[Cr3+]
rata
deviasi
0,05

0,59267

0,00058

0,04

0,47367

0,00058

0,03

0,347

0,001

0,02

0,229

0

0,01

0,09533

0,00153

Tabel 6.
Data nilai absorbansi larutan Co (II) pada λmaks Co (III)
510 nm
Absorbansi
[Co2+]
Run 1
Run 2
Run 3
0,1
0,08

0,604
0,509

0,604
0,510

0,605
0,509

0,06

0,408

0,408

0,408

0,04

0,319

0,318

0,317

0,02

0,219

0,219

0,218

Tabel 9.
Data rata-rata nilai absorbansi dan standar deviasi
larutan Co (II) pada λmaks Cr (III) 575 nm
Absorbansi rataStandar
[Co3+]
rata
deviasi
0,1

0,188

0

0,08

0,17333

0,00058

0,06

0,155

0

0,04

0,144

0

0,02

0,13167

0,00058

Berdasarkan data absorbansi dan panjang
gelombang hasil pengukuran spektrofotometer UVVIS diperoleh grafik sebagai berikut:

5
LAPORAN PRAKTIKUM KETERAMPILAN ANALISIS KIMIA, (2015)
Grafik hubungan panjang gelombang terhadap absorbansi Cr (III)
0.8
Absorbansi

0.6
0.4
0.2
0
400 450 500 550 600 650 700
-0.2

0,01
0,02
0,03
0,04
0,05

M
M
M
M
M

Panjang gelombang (nm)

Grafik 2. Hubungan Absorbansi dan Panjang
Gelombang pada Cr (III)
Grafik hubungan panjang gelombang terhadap absorbansi Co (II)

Tabel 10.
Data nilai K untuk Cr (III) pada λmax 510 nm
M Cr (III) Recovery
M Cr Absorbansi
K
rata-rata
percobaan
(%)
(III)
0,05

0,210

0,04947

98,95

0,04

0,16667

0,04033

100,83

0,03

0,11967

0,03041

101,38

0,02

0,072

0,02036

101,79

0,01

0,02033

0.00946

94,59

Grafi hubungan ionsentrasi terhadap absorbansi Cr (III) pada λmais 575 nm
0.8

0.4
0.2
0
400 450 500 550 600 650 700

0.6

0.02 M
0.04 M
0.06 M
0.08 M
0.1 M

A
bsorbansi

Absorbansi

0.8
0.6

4,74

0.4

f(x) = 12.39 x − 0.02
R² = 1

0.2
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06

Konsentrasi (M)

Panjang gelombang (nm)

Grafik 3. Hubungan Absorbansi dan Panjang
Gelombang pada Co(II)
Berdasarkan grafik hubungan absorbansi dan
panjang gelombang, semakin besar konsentrasi, maka
semakin besar pula nilai absorbansinya.
Nilai K didapatkan dari grafik persamaan hubungan
absorbansi terhadap konsentrasi. Untuk konsentrasi
hasil percobaan pada masing-masing panjang
gelombang maksimum didapatkan dari persamaan y =
ax + b, dimana y adalah absorbansi rata-rata (dari
ketiga run) dan x adalah konsentrasi hasil percobaan.
Dari data tersebut, maka dapat diketahui recovery
masing-masing konsentrasi larutan Cr (III) dan Co (II).
Grafik hubungan konsentrasi terhadap absorbansi Cr (III) pada λmaks 510 nm

Grafik 5. Hubungan konsentrasi dengan absorbansi Cr
(III) pada λmaks Cr (III)
Tabel 11.
Data nilai K untuk Cr (III) pada λmax 575 nm
M Cr (III)
Recovery
M Cr Absorbansi
K
rata-rata
percobaan
(%)
(III)
0,05

0,59267

0,04978

99,57

0,04

0,47367

0,04018

100,45

0,03

0,347

0,02996

99,87

0,02

0,229

0,02044

102,19

0,01

0,09533

0.00965

96,53

Grafik hubungan konsentrasi terhadap absorbansi Co (II) pada λmaks 510 nm

0.25

0.8

0.2

f(x) = 4.74 x − 0.02
R² = 1

0.15

0.6
Absorbasi

Absorbansi

12,393

0.1
0.05
0
0

0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06

Konsentrasi (M)

Grafik 4. Hubungan konsentrasi dengan absorbansi Cr
(III) pada λmaks Co (II)

f(x) = 4.81 x + 0.12
R² = 1

0.4
0.2
0
0

0.02 0.04 0.06 0.08

0.1

0.12

Konsentrasi (M)

Grafik 6. Hubungan konsentrasi dengan absorbansi Co
(II) pada λmaks Co (II)

6
LAPORAN PRAKTIKUM KETERAMPILAN ANALISIS KIMIA, (2015)

Tabel 12.
dilakukan pengukuran pada panjang gelombang
Data nilai K untuk Co (II) pada λmax 510 nm
maksimum komponen itu sendiri.
M Cr (III) Recovery
M Co Absorbansi
B. Analisa cuplikan campuran
K
rata-rata
percobaan
(%)
(II)
Penentuan komposisi konsentrasi dari cuplikan
0,1
0,60433
0,10002
100,02 campuran larutan unknown CoCl2.6H2O dan
Cr(NO3)3.9H2O menggunakan nilai K pada masing0,08
0,50933
0,08028
100,36
masing panjang gelombang maksimum. Cuplikan yang
0,06
0,408
0,05923
98,72
digunakan yaitu larutan unknown 1. Selanjutnya dari
4,8133
0,04
0,318
0,04053
101,33 data absorbansi yang diperoleh dari grafik, dilakukan
perhitungan dengan menggunakan intersep dan tanpa
0,02
0,21867
0,01990
99,48
intersep.
Grafik Campuran Unknown Co (II) dan Cr (III)
Grafik hubungan konsentrasi terhadap absorbansi Co (II) pada λmaks 575 nm
f(x) = 0.71 x + 0.12
R² = 0.99

0.15
Absorbansi

Absorbansi

0.2

0.1
0.05
0
0

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
400

450

550

600

650

700

Panjang Gelombang

0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Konsentrasi (M)

Grafik 7. Hubungan konsentrasi dengan absorbansi Co
(II) pada λmaks Cr (III)
Tabel 13.
Data nilai K untuk Co (II) pada λmax 510 nm
M Cr (III) Recovery
M Co Absorbansi
K
rata-rata
percobaan
(%)
(II)
0,1

0,188

0,10239

102,39

0,08

0,17333

0,08174

102,17

0,06

0,155

0,05592

93,19

0,04

0,144

0,04042

101,06

0,02

0,13167

0,02305

115,26

0,71

500

Pada grafik dapat dilihat, jika konsentrasi besar,
maka nilai absorbansi juga akan besar. Hal ini
menunjukka bahwa konsentrasi berbanding lurus
dengan absorbansi.
Dari hasil pengukuran absorbansi tersebut
didapatkan 4 (empat) kurva standar yaitu kurva standar
Cr (III) pada λmaks Cr (III), kurva standar Cr (III) pada
λmaks Co (II), kurva standar Co (II) pada λmaks Co (II),
dan kurva standar Co (II) pada λmaks Cr (III). Nilai K
masing–masing adalah ; 4.474; 12,393; 4,8133; 0,71.
Dari hasil tersebut, diperoleh bahwa nilai K dari
larutan akan selalu lebih tinggi nilainya apabila

Grafik 8. Hubungan Absorbansi dan Panjang
Gelombang pada Campuran Unknown Co (II) dan Cr
(III)

λmaks
575 nm
510 nm

Tabel 14.
Data cuplikan campuran uji
Absorbansi
Run 1
Run 2
Run 3
0,477
0,161

0,477
0,161

0,477
0,161

Rata-rata
0,477
0,161

Dari perhitungan untuk cuplikan unknown
menggunakan intersep didapatkan hasil perhitungan C 1
sebesar 0,07751 M dan C2 0,00117 M dengan C1
adalah Co(II) dan C2 adalah Cr (III). Sedangkan untuk
perhitungan tanpa intersep hasil perhitungan
mendekati konsentrasi sebenarnya yaitu C 1 0,09147 M
dan C2 0,00775 M, sehingga dapat dijelaskan bahwa
pengukuran tanpa intersep akan mendekati nilai yang
sesungguhnya dibandingkan dengan menggunakan
intersep. Namun, ketelitian perhitungan dengan
menggunakan intersep lebih tinggi daripada tanpa
intersep karena adanya perpotongan pada grafik
persamaan regresi linier akan mempengaruhi besar
kecilnya konsentrasi percobaan.
IV.
KESIMPULAN
Dari percobaan analisis dua komponen secara
simultan, didapatkan hasil panjang gelombang
maksimum untuk Co (II) adalah 510 nm dan panjang

7
LAPORAN PRAKTIKUM KETERAMPILAN ANALISIS KIMIA, (2015)

gelombang maksimum untuk Cr (III) adalah 575 nm.
Nilai K yang didapat untuk masing-masing komponen
yaitu: K1 sebesar 0,71, K2 sebesar 4,8133, K3 sebesar
12.393 dan K4 sebesar 4.74.
Nilai konsentrasi cuplikan campuran dengan
intersep untuk C1 (Co(II)) sebesar 0,07751 M dengan
recovery 77,51% dan untuk C2 (Cr(III)) konsentrasinya
sebesar 0,00117 M dengan recovery sebesar 11,70%.
Sedangkan Nilai konsentrasi cuplikan campuran tanpa
intersep untuk C1 (Co(II)) sebesar 0,09147 M dengan
recovery 91,47% dan untuk C2 (Cr(III)) sebesar
0,00775 M dengan recovery sebesar 77,50% Nilai
konsentrasi cuplikan campuran mendekati konsentrasi
yang sebenarnya yaitu pada perhitungan konsentrasi
tanpa menggunakan intersep.
Hubungan antara konsentrasi dan absorbansi adalah
berbanding lurus. Sehingga semakin besar konsentrasi
suatu komponen akan semakin besar pula
absorbansinya
.
LAMPIRAN
 Pembuataan Larutan Stock
 Pembuatan larutan Cr 0.05 M

massa
1000
x
Mr Cr ( NO 3 ) 3.9 H 20 100
massa
1000
mol ¿
1
g x 100
0,05 L
L
400,14832
mol
M=

massa Cr = 2,007416 g  dimasukkan dan ditambah
aqua DM hingga batas labu ukur 100 ml
 Pembuatan larutan Co 0.2 M

massa
1000
M=
x
Mr CoCl 2. 6 H 20 100
massa
1000 1
mol ¿
x
g
100 L
0,2 L
237.93088
mol
massa Co = 4,7586176 g  dimasukkan dan ditambah
aqua DM hingga batas labu ukur 100 mL
 Pembuatan Larutan Sampel
Dari larutan Cr 0,05 M, dilakukan pengenceran
bertingkat untuk pembuatan larutan Cr 0,04 M; 0,03
M; 0,02 M; 0,01 M
M1 x V1 = M2 x V2
0,05 M x V1 = 0,04 M x 100 mL
V1 = 80 mL
Dan seterusnya

Tabel 15.
Data volume pengenceran larutan Cr

Konsentrasi Cr
Volume Cr yang
(M2)
diperlukan (V1)
0,04 M
80 mL Cr 0,05 M
0,03 M
75 mL Cr 0,04 M
0,02 M
66.67 mL Cr 0,03 M
0,01 M
50 mL Cr 0,02 M
Dari larutan Co 0,2 M, Dilakukan pengenceran
bertingkat untuk pembuatan larutan Co 0,10 M; 0,08
M; 0,06 M; 0,04 M, 0,02 M.
Tabel 16.
Data volume pengenceran larutan Co
Konsentrasi Co
(M2)
0,10 M
0,08 M
0,06 M
0,04 M
0,02 M

Volume Co yang diperlukan
(V1)
50 mL Co 0,20 M
80 mL Co 0,10 M
75 mL Co 0,08 M
66.67 mL Co 0,06 M
50 mL Co 0.,04 M


P

erhitungan Konsentrasi percoban dan % Recovery
tiap sampel
Diketahui:
Konsentrasi Co teoritis = 0,02 M
Absorbansi rata-rata pada λmaks 510 nm = 0,2186667
Pers garis Grafik hubungan konsentrasi terhadap
absorbansi Co (II) pada λmaks 510 nm adalah y =
4,8133x + 0,1229
Ditanya: Konsentrasi Co percobaan dan recovery
Jawab:
y = 4,8133x + 0,1229
0,2186667 = 4,8133x + 0,1229
x = 0,019896
Co percobaan = 0,019896 M
 Recovery

Co percobaan
x 100 %
Co teoritis
0.019896 M
% Recovery =
x 100 %
0.02 M
% Recovery = 99.48%
% Recovery =

Dengan cara yang sama, dilakukan perhitungan
recovery untuk semua masing-masing konsentrasi.
 Perhitungan Konsentrasi dan Recovery Co (C1)
dan Cr (C2)
 Perhitungan Konsentrasi Co (C1) dan Cr (C2)
dengan menggunakan intersep
- λ maks Cr
A Cr = (k1.C1 + b) + (k3.C2 + b)
0.161 = (0.71C1 + 0.1158) + (12.393C2 - 0.0243)
0.0695 = 0.71C1 + 12.393C2

8
LAPORAN PRAKTIKUM KETERAMPILAN ANALISIS KIMIA, (2015)

- λ maks Co
A Co = (k2.C1 + b) + (k4.C2 + b)
0.477 = (4.8133C1 + 0.1229) + (4.74C2 -0.0245)
0.3786 = 4.8133C1 + 4.74C2

0.161 = 0.71(0.09147) + 12.393C2
0.161 = 0.06494 + 12.393C2
0.09606 = 12.393C2
C2 = 0.00775 M
 Perhitungan recovery konsentrasi unknown
- C1

Dengan cara eliiminasi, maka didapatkan
0.0695 = 0.71C1 + 12.393C2 × 1
0.477 = 4.8133C1 + 4.74C2 × 2,615

C1 percobaan
× 100 %
C1 teori
0.09147 M
% Recovery C 1 = 0.1 M
× 100 %
% Recovery C 1 = 91.47 %
% Recovery C 1 =

0.0695 = 0.71C1 + 12.393C2
1.2474 = 12.5868C1 + 12.393C2 -- 1.1779 = - 11.8768C1
C1 = 0.09917 M

-

 Perhitungan recovery konsentrasi unknown
- C1

C1 percobaan
× 100 %
C1 teori
0.07751
% Recovery C 1 = 0.1 × 100 %
% Recovery C 1 = 77.51 %

[1]

[2]

% Recovery C 1 =

-

C2

C2 percobaan
% Recovery C 2 =
× 100 %
C2 teori
0.00117 M
% Recovery C 2 =
× 100 %
0.01
% Recovery C 2 = 11.70 %

 Perhitungan Konsentrasi Co (C1) dan Cr (C2)
dengan tanpa intersep
- λ maks Cr
A Cr = k1.C1 + k3.C2
1.161 0.71C1 + 12.393C2
- λ maks Co
A Co = (k2.C1 + b) + (k4.C2 + b)
0.477 = 4.8133C1 + 4.74C2
Dengan cara eliiminasi, maka didapatkan
0.161 = 0.71C1 + 12.393C2 × 1
0.477 = 4.8133C1 + 4.74C2 × 2.615
0.161 = 0.71C1 + 12.393C2
1.2474 = 12.5868C1 + 12.393C2 - 1.0864 = - 11.8768C1
C1 = 0.09147 M
Substitusi C1 ke pers λ maks Cr
0.161 = 0.71C1 + 12.393C2

C2 percobaan
× 100 %
C2 teori
0.00775 M
% Recovery C 2 =
× 100 %
0.01
% Recovery C 2 = 77.50%
% Recovery C 2 =

Substitusi C1 ke pers λ maks Cr
0.0695 = 0.71C1 + 12.393C2
0.0695 = 0.71(0.07751) + 12.393C2
0.0695 = 0.05503 + 12.393C2
0.01447 = 12.393C2
C2 = 0.00117 M

C2

[3]

[4]
[5]
[6]

[7]
[8]

[9]

[10]

DAFTAR PUSTAKA
Widjaja, I. N. K., dan N. P. L Laksmiani,
Petunjuk Praktikum Analisis Fisiko Kimia.
Jimbaran: Universitas Udayana (2009).
Skoog D. A, West D. U, Holler F. J, Crouch S.
R., Fundamentals of Analytical Chemistry, Ed.
Ke-8. Belmont: Thomson Learning (1998).
Skoog D. A, Holler F. J, Niemann T. A,
Principle of Instrumental Analysis, Ed. Ke-5.
Florida: Saunders College (1998).
Gandjar, I. G. dan A. Rahman, Kimia Farmasi
Analis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (2008).
Harvey D., Modern Analitycal Chemistry, Ed
Internasional. Boston: McGraw-Hill (2000).
Sikanna, R., Penuntun Praktikum Analisis
Instrumen. Jurusan kimia FMIPA UNTAD.
Palu (2012).
Darwono, Logam Dalam Sistem Biologi
Hidup. Jakarta: UI-Press (1995).
Puri B.K., Gautam M., Spectrophotometric
Determination of Chromium (III) and
Rhodium (III) After Extraction with Oxine
into Molten Naphthalene. Talanta, 25 (1978)
484-485.
Wiryawan, A dkk, Kimia Analitik Untuk SMK.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan (2008).
Day dan Underwood,
Analisa Kimia
Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga
(1981).

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63