OPTIMALISASI PENDAPATAN DALAM KOMBINASI PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
OPTIMALISASI PENDAPATAN DALAM KOMBINASI PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(Optimalization Of Revenue In Forest Plantation Industry Achieved With The Combination In East Kalimantan Province) Mohammad Wahyu Agung dan Maya Preva Biantary
Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda email :: mayaprevabiantary@yahoo.co.id ABSTRACT
This research was conducted at the village of Sukamaju in Kutai Kartanegara Regency, PT Melapi Timber and PT INHUTANI I Long Well, which includes observation, the conduct of research and data collection. The object of this study was people or companies that commercialize three plants of Mahogany (Swietenia macrophylla), Red Meranti (Shorea leprosula) and Parica (Schizolobium
amazonicum ) of various ages (4, 8, 15 and 17 years).Analysis of the data include: Analysis of Linear
Programming and SWOT analysis. Results of the research showed that: (1) The optimal revenue of forest plantation industry is Rp2.739.503.000,-, this means that if the head of the family has a land area of 15 ha, the income per month is Rp4.082.469,- or Rp204.123,- per hectare. (2) An optimal income of forest plantation industry achieved with the combination of Red Meranti plants 5 ha, Parica 5 ha and Mahogany 5 ha, means that each family has a land area of 15 ha. (3) The remaining input supply all used up. (4) An income sensitivity interval shows that the optimal reception will not change if the increase or decrease in receipts of Red Meranti, Parica and Mahogany happened to the limit specified intervals, increase or decrease the income is influenced by the price of timber in the market (5) Cost of production used to achieve optimal revenue amounted Rp790.997.000,-. Production costs in the construction of HTR ranges between 40-60 million IDR per hectare, whereas the standards costs set by the government is smaller at only 9-12 million IDR per hektar. (6) Sensitivity interval of input supplies of manure, harvesting and thinning, and (7) From the SWOT analysis: the things to be done by the stakeholders are working together to minimize the weaknesses that exist and to face the threat, in addition also to manage the power to increase the opportunities.
Keywords: Forest plantation, Scale of Enterprises
PENDAHULUAN tanaman. Hal tersebut telah mampu menarik
banyak investor karena memiliki nilai Hutan memiliki peranan penting dalam ekonomi (benefit) yang tinggi sehingga mempengaruhi keberlanjutan lingkungan pengelolaannya dilakukan oleh swasta fungsi hutan yaitu dibagi menjadi produksi,
(pengusaha), pemerintah hanya sebagai lindung, konservasi dan lain-lain. Berdasarkan regulator (Anjasari, 2009). strategi pembangunan jangka panjang
Kebutuhan kayu untuk bahan baku kehutanan, hutan yang sudah tidak produktif industri di Indonesia yang tercatat resmi
3
akan dioptimalkan fungsinya kembali, oleh mencapai 50-60 juta m per tahun, yang mana
3 industri pulp dan kertas. Sebagian besar kebutuhan kayu bulat tersebut masih dipasok dari hutan alam. Padahal kemampuan hutan alam produksi dalam penyediaan kayu bulat sudah semakin terbatas. Untuk tahun 2006 hutan alam produksi yang dikelola secara lestari diperkirakan hanya mampu menyediakan kayu bulat 8,2 juta m
3
3
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian berupa: tegakan pada hutan tanaman umur 4, 8, 15 dan 17 tahun, tongkat ukur, pita ukur kain, meteran, Clinometer, kompas, kuesioner, GPS, kamera foto, dan Software LINDO (Linear Interactive and Discrete Optimizer).
Bahan dan Alat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukamaju Kab. Kutai Kertanegara, PT Melapi Timber, dan PT Inhutani I Long Nah, yang meliputi observasi lapangan, pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data.
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui : (1) besaran pendapatan optimal dari usaha hutan tanaman, (2) kombinasi pengelolaan hutan tanaman untuk mendapatkan keuntungan yang optimal, luas skala usaha (ha), (3) sisa input sarana produksi (persediaan) optimum pada saat pendapatan optimal, (4) besaran nilai sensitivitas penerimaan industri hutan tanaman, (5) besaran biaya produksi industri hutan tanaman, (6) nilai sensitivitas input sarana produksi industri hutan tanaman, dan (7) strategi ekonomi yang diperlukan dalam pembangunan industri hutan tanaman
Penelitian ini menggunakan program LINDO yang akan datang mampu menciptakan keuntungan ekonomi dalam jangka pendek dan pada periode jangka panjang akan menciptakan keuntungan sosial serta ekologis karena kriteria investasi sebagai dasar untuk kelayakan usaha selanjutnya.
Hutan tanaman oleh rakyat pada dasarnya dapat dikembangkan melalui dua skema. Skema pertama adalah hutan tanaman rakyat, yaitu hutan tanaman yang dibangun oleh masyarakat di kawasan hutan negara. Skema kedua adalah hutan tanaman yang dibangun oleh masyarakat di lahan milik, yang selama ini sudah dikenal dengan istilah hutan rakyat.
setiap tahun. Pada kenyataannya tidak semua perusahaan memiliki areal hutan tanaman industri (HTI) dan hutan rakyat sebagai pasokan bahan industri. Hal ini bisa disebabkan ijin HPH nya sudah tidak berlaku, tidak melaksanakan program HTI, melaksanakan program HTI namun kurang berhasil atau tidak sesuai harapan, jenis kayu yang ditanam dalam areal hutan tanaman industri tidak sesuai dengan kebutuhan importir atau karena penyebab lainnya.
sampai 1,5 juta m
. Impor kayu bulat untuk memenuhi bahan baku industri tampaknya kurang memadai. Selain persaingan harga dan permintaan dengan negara lain, volume kayu bulat daun lebar yang resmi diperdagangkan antar negara hanya 44 juta m
3
Artinya kalau ini terjadi, sejumlah besar industri tidak mempunyai jaminan pasokan bahan baku. Di sisi lain, sejumlah upaya reboisasi melalui pembangunan HTI, reboisasi, penghijauan dan pembangunan hutan rakyat hanya mampu memberikan sumbangan bahan baku sebesar 500 ribu m
3 /tahun.
Dikaitkan dengan kebutuhan bahan baku tersebut, ITTO (Ishak, 2003) memperkirakan terjadinya kesenjangan kebutuhan dan kemampuan pasokan sekitar 50 juta m
. Bahan baku pengganti dari perkebunan, seperti kayu karet, batang kelapa sawit dan batang kelapa, belum cukup untuk menutup kekurangan kebutuhan kayu tersebut dan masih belum banyak diminati oleh para penggunanya (Gadas, 2006).
3
per tahun, yang mana volume kayu bulat tropisnya hanya 15 juta m
3
Analisis Data a. Volume Pohon Volume pohon ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Spurr, 1952): b.
Mean Annual Increment (MAI)
Pemanenan Parica dilakukan sebanyak 150 HOK. Waktu panen disesuaikan dengan diameter batang. Optimum produksi pohon Parica adalah umur 8 tahun dengan volume riap rata-rata 41,53 m
Meranti merah (Shorea leprosula Miq.)
Pemanenan Meranti merah dilakukan sebanyak 180 HOK. Waktu panen disesuaikan dengan diameter batang. Optimum produksi pohon Meranti merah adalah umur 40 tahun dengan volume riap rata-rata 5,30 m
3
/ha/tahun dan total volume pemanenan pada umur tersebut adalah 212 m
3 /ha.
b. Parica (Schizolobium amazonicum)
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Input Sarana Produksi Berdasarkan Persediaan dan Jangka Waktu
/ha/tahun dan total volume pemanenan pada umur tersebut adalah 332 m
3 /ha.
c. Mahoni (Swietenia macrophylla)
Pemanenan Mahoni dilakukan sebanyak 120 HOK. Waktu panen disesuaikan dengan diameter batang. Optimum produksi pohon Mahoni adalah umur 30 tahun dengan volume riap rata-rata 11,54 m
3
/ha/tahun dan total volume pemanenan pada umur tersebut adalah 346 m
3 /ha.
Tahapan dalam kegiatan penggunaan sarana produksi dalam pengusahaan Meranti merah, Parica dan Mahoni berdasarkan persediaan dan jangka waktu selama daur adalah sebagai berikut: a.
x (Ri+1) Keterangan: Bi = Bobot setiap rating n = Jumlah aktivitas TR = Total rating Ri = Rating setiap aktivitas
Menurut Prodan (1968), untuk menghitung riap volume rata-rata tahunan (MAI) digunakan formulasi matematika sebagai berikut: MAI =
Analisis Linier Programming
V t t c.
Current Annual Increment (CAI)
Adapun riap volume tahunan berjalan (CAI) tegakan menggunakan rumus di bawah ini (Prodan,1968).
CAI =
V t −V t-1
T d.
Berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis data, linear programming (LP) dan sensivitas sesuai dengan tujuan penelitian. Memaksimumkan fungsi tujuan (keuntungan) Max
1 (n+TR)
Z= ∑ C j
X
j
Model yang digunakan untuk mendapatkan tingkat pendapatan yang optimal adalah dengan model linear programming (LP).
Analisis SWOT
Nilai skoring dari tabel IFAS dan EFAS dapat diperoleh dengan menggunakan rumus pemberian rating yang didasarkan asumsi peneliti dan data kuesioner setelah melihat kenyataan dilapangan yang dikaitkan dengan materi penelitian, pemberian bobot dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bi=
V= ¼ d 2 h f Tabel 1. Sarana Produksi dan Jangka Waktu Pengelolaan Meranti merah Jangka waktu
Sarana produksi Kebutuhan per hektar Unit (tahun) A.
Meranti Merah
Bibit 1 490 Batang
Pembuat lubang
1
10 HOK Penanam
1
5 HOK Pupuk kandang 1 s/d 4 8000 Kg Pestisida
1 s/d 10
10 Liter Pemeliharaan 3x setahun 1 s/d 10 450 HOK NPK
1 s/d 4 900 Kg Urea
1 s/d 4 450 Kg Penjarangan 15 dan 25
12 HOK Pemanenan
40 180 HOK B.
Parica
Bibit 1 1666 Batang
Pembuat lubang
1
15 HOK Penanam
1
5 HOK Pupuk kandang 1 s/d 2 5000 Kg Pestisida
1 s/d 4
10 Liter Pemeliharaan 3x setahun 1 s/d 4 225 HOK NPK
1 s/d 2 450 Kg Urea
1 s/d 2 225 Kg Penjarangan
5
5 HOK Pemanenan
8 150 HOK C.
Mahoni
1 625 Batang Bibit
1
9 HOK Pembuat lubang
1
4 HOK Penanam
1 s/d 4 6000 Kg Pupuk kandang 1 s/d 8
10 Liter Pestisida
1 s/d 8 360 HOK Pemeliharaan 3x setahun 1 s/d 4 750 Kg NPK
1 s/d 4 375 Kg Urea
10 dan 15
9 HOK Penebangan 30 120 HOK Pemanenan
Analisis Linear Programming (LP) dari bentuk produk pohon berdiri per satuan Penerimaan dan Biaya Industri Hutan luas dikalikan dengan nilai uang yang berlaku Tanaman
sekarang. Jenis penerimaan industri hutan Penerimaan industri hutan tanaman tanaman disajikan pada Tabel 2. Pada Tabel 2 diperoleh dari penjualan kayu hasil tebangan menunjukkan bahwa penerimaan untuk 4 jenis akhir dan penjarangan. Besarnya penerimaan tanaman per ha pada industri hutan tanaman industri hutan tanaman dapat dihitung sebesar Rp718.700.000 selama daur.
- Penjarangan I - Penjarangan II
- Pemanenan
- Penjarangan I - Penjarangan II
- 80 m
- 295.000 400.000
- 23.600.000
- Pemanenan
- Penjarangan I - Penjarangan II
- Pemanenan
- Persiapan lahan
- Manajemen cost
- Bibit - Pembuatan lubang
- Penanaman - Pupuk kandang
- Pestisida - Pemeliharaan 3x setahun
- NPK
- Urea - Penjarangan - Pemanenan
10 450 900 450
4.000.000 25.000.000
276.800.000 Penerimaan C 300.800.000
Penerimaan A+B+C 718.700.000 Biaya adalah input yang digunakan untuk menghasilkan output. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat penggunaan biaya-biaya dalam pengelolaan hutan tanaman disajikan pada Tabel 3. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk 4 jenis pengelolaan hutan tanaman sebesar Rp158.199.400 selama daur. Total biaya pengelolaan hutan tanaman sebesar Rp790.997.000,- dari 3 jenis tanaman selama daur dengan luasan 15 ha.
Tabel 3. Biaya Pengelolaan Hutan Tanaman Per Hektar Selama Daur Jenis Jumlah Unit Biaya (Rp) Total biaya (Rp)
Meranti merah
1
1
10
5 8000
12 180
675.000 720.000
200.000 500.000 800.000
2.000.000 8.000.000
5.000 35.000 50.000
2.000 10.000 35.000
7.000 1.500
60.000 70.000
2.000.000 8.000.000 2.450.000
350.000 250.000
16.000.000 100.000
15.750.000 6.300.000
Ha Ha Batang HOK HOK Kg Liter HOK Kg Kg HOK HOK
346 m
3
250.000 700.000
Tabel 2. Penerimaan Industri Hutan Tanaman Per Hektar Selama Daur Jenis Unit Penerimaan (Rp/m
3
) Nilai (Rp/ha) Meranti merah
30 m
3
60 m
3
212 m
3
1.000.000 7.500.000
3
42.000.000 212.000.000
Penerimaan A 261.500.000 Parica
3
332 m
3
132.800.000 Penerimaan B 156.400.000
Mahoni
20 m
3
50 m
12.600.000 Biaya A 65.195.000
- Persiapan lahan
- Manajemen cost
- Bibit - Pembuatan lubang
- Penanaman - Pupuk kandang
- Pestisida - Pemeliharaan 3x setahun
- NPK
- Urea - Penjarangan
- Pemanenan
- Persiapan lahan
- Manajemen cost
- Bibit - Pembuatan lubang
- Penanaman - Pupuk kandang
- Pestisida - Pemeliharaan 3x setahun
- NPK
- Urea - Penjarangan
Jenis Luas
2.000 10.000 35.000
7.000 1.500
60.000 70.000
1.500.000 7.500.000
500.000 315.000 200.000
12.000.000 100.000
12.600.000 5.250.000
562.500 540.000
8.400.000 Biaya C 49.467.500
Biaya A+B+C 158.199.400 Pendapatan merupakan pengurangan dari total penerimaan dan total biaya.
Pendapatan pengelolaan hutan tanaman disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pendapatan Pengelolaan Hutan Tanaman Setelah Optimal Selama Daur
(ha) Total penerimaan
1.500.000 7.500.000
(Rp) Total biaya
(Rp) Pendapatan
(Rp) Meranti merah Parica Mahoni
5
5
5 1.307.500.000
782.000.000 1.504.000.000
325.975.000 217.684.500 247.337.500
918.525.000 564.315.500
1.256.662.500 Jumlah 15 3.593.500.000 790.997.000 2.739.503.000
Tabel 5 menunjukkan bahwa pendapatan untuk 3 jenis tanaman dalam pengelolaan hutan tanaman sebesar Rp2.739.503.000,-. Artinya jika kepala keluarga memiliki lahan seluas 15 ha maka pendapatan per bulan adalah
2.000 35.000 50.000
Ha Ha Batang HOK HOK Kg Liter HOK Kg Kg HOK HOK
Rp4.082.469,- atau Rp204.123,- per hektar, nilai ini adalah nilai sekarang yang sudah didiskontokan sebesar 3% (nilai MARR). Jika pemerintah menyediakan areal HTR sesuai Permen Kehutanan seluas 15 ha/KK maka pendapatannya ialah Rp3.150.859,- per KK/bulan dan jika areal yang diberikan seluas 10 ha/KK maka pendapatannya ialah Rp2.059.544,- per KK/bulan. Hal ini membuktikan bahwa pengelolaan hutan tanaman dengan sistem kombinasi mempunyai prospek yang baik dalam pengembangan industri hutan tanaman.
7.000 1.500
Jenis Jumlah Unit Biaya (Rp) Total biaya (Rp) Parica
1
1 1666
15
5 5000
10 225 450 225
5 150
Ha Ha Batang HOK HOK Kg Liter HOK Kg Kg HOK HOK
1.500.000 7.500.000
2.000 35.000 50.000
2.000 10.000 35.000
60.000 70.000
9 120
1.500.000 7.500.000 1.499.400
525.000 250.000
10.000.000 100.000
7.875.000 3.150.000
337.500 300.000
10.500.000 Biaya B
43.536.900 Mahoni
1
1 625
9
4 6000
10 360 750 375
- Pemanenan
Nilai Sisa Sarana Produksi Saat Pendapatan Optimum
Pemeliharaan 3x setahun HOK NPK Kg
Analisis Sensitivitas Nilai Fungsi Tujuan
92 Tabel 6 menunjukkan bahwa pada saat masyarakat mencapai penerimaan yang optimal semua bahan baku habis, tetapi untuk pupuk kandang, penjarangan dan pemanenan jika ditambahkan atau dikurangi sebanyak satu unit melewati interval Nilai Ruas Kanan (Persediaan) pada Tabel 9 maka penerimaan optimal akan berubah, masing-masing perubahan nilai dari sarana produksi yang ada adalah pupuk kandang Rp24,- , penjarangan Rp4.196 dan pemanenan Rp29 ,- yang mana masing-masing sarana produksi tersebut jika ditambahkan atau dikurangi 1 unit sampai melewati batas interval sensitivitas Nilai Ruas Kanan (Persediaan) maka nilai optimal akan bertambah dan berkurang sesuai angka yang tercantum pada kolom “Perubahan nilai”.
HOK
4.196 Pemanenan
Penjarangan HOK
Urea Kg
24 Pestisida Liter
Sarana yang digunakan pengusaha dalam penelitian ini berbentuk bahan baku fisik dan HOK. Pada saat industri hutan tanaman mencapai pendapatan optimal, semua sisa persediaan sarana produksi yang digunakan habis terpakai, untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rekapitulasi Sisa Sarana Produksi Pengelolaan Hutan Tanaman selama Daur
Pupuk kandang Kg
Penanam HOK
Pembuat lubang HOK
Bibit Batan g
Luas Ha
Unit Perubahan nilai (Rp)
Sarana produksi
Sisa
persediaanAnalisis sensitivitas menjelaskan sampai sejauh mana parameter-parameter program liniear, yaitu koefisien fungsi tujuan boleh berubah tanpa harus mempengaruhi jawaban optimal atau penyelesaian optimal, dinamakan demikian karena analisis ini dikembangkan dari penyelesaian optimal, dalam penelitian ini fungsi tujuan yaitu penerimaan pengelolaan hutan tanaman dan jawaban optimalnya adalah pendapatan optimal. Dari nilai sensitivitas ini masyarakat dapat mengetahui sampai di mana penerimaan dapat diturunkan atau dinaikkan seperti disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Analisis Sensitivitas Fungsi Tujuan Pengelolaan Hutan Tanaman Selama Daur.
Jenis Penerimaan/ha Sensitivitas penerimaan (Rp)
(Rp) Naik Turun Meranti Merah 261.500.000 23.940.000 21.820.000 Parica 156.400.000 9.918.000 36.342.000 Mahoni 300.800.000
Tabel 7 menunjukkan interval sensitivitas penerimaan bahwa penerimaan optimal tidak akan berubah jika Meranti merah dengan penerimaan Rp261.500.000,- naik hingga batas kenaikkan penerimaan Rp23.940.000,- atau turun hingga batas penurunan penerimaan Rp21.820.000,-. Parica dengan penerimaan Rp156.400.000,- naik hingga batas kenaikan penerimaan Rp9.918.000,- atau turun hingga batas penurunan penerimaan Rp36.342.000,- sedangkan penerimaan Mahoni tidak memiliki interval sensitivitas batas kenaikan maupun penurunan penerimaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sensitivitas nilai fungsi tujuan adalah: harga kayu di pasaran, dan potensi tegakan per hektar selama daur.
Analisis Sensitivitas Nilai Ruas Kanan (Persediaan)
Analisis sensitivitas menjelaskan sampai sejauh mana parameter-parameter program liniear, yaitu nilai ruas kanan (persediaan) tanpa harus mempengaruhi nilai keuntungan setiap penambahan 1 unit sarana produksi atau dinamakan demikian karena analisis ini dikembangkan dari penyelesaian optimal, dalam penelitian ini nilai ruas kanan adalah persediaan. Dari nilai sensitivitas ini masyarakat dapat mengetahui sampai di mana batas interval sensitivitas persediaan sarana produksi dapat naikkan atau dapat diturunkan sampai batas interval tanpa harus mengalami kerugian seperti disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Analisis Sensitivitas Nilai Ruas Kanan (Persediaan) Pengelolaan Hutan Tanaman Selama Daur.
Sarana produksi Persediaan Unit Sensitivitas persediaan
Naik Turun Luas
20 Ha Infinity
Bibit 18.839 Batang Infinity Pembuat lubang 240 HOK Infinity Penanam
99 HOK Infinity Pupuk kandang 123.000 Kg 7.471 Pestisida 200 Liter
Infinity Pemeliharaan 3x setahun 6.705 HOK
Infinity NPK 13.200 Kg Infinity Urea 6.600 Kg Infinity Penjarangan 170 HOK Pemanenan 3430 HOK
Tabel 8 menunjukkan bahwa interval sensitivitas persediaan sarana produksi pupuk kandang, penjarangan dan pemanenan, jika berubah dan begitu pula batas interval penurunan, untuk seluruh sarana produksi jika turun 1 unit maka nilai optimal akan berubah
”Perubahan nilai” kecuali pupuk kandang jika turun hingga batas penurunan 7.471 kg maka nilai optimal tidak akan berubah, untuk ”Infinity” artinya tidak terbatas. Pada tabel di atas ”Infinity” berarti kenaikan yang tidak terbatas, jika persediaan sarana produksi naik sampai tidak terbatas maka tidak akan mempengaruhi nilai optimum penerimaan, hal ini dikarenakan kalau persediaan terus naik maka hanya akan menjadi sisa persediaan pada Tabel 8 karena tidak akan terpakai.
Analisis Strategi Ekonomi
Dalam menganalisis strategi ekonomi usaha hutan tanaman di Kalimantan Timur digunakan analisis SWOT. Analisis SWOT dari pelaksanaan industri hutan tanaman meliputi faktor internal dan eksternal, sebagai berikut:
a. Kekuatan (Strength) 1) Ketersediaan bibit : Petani biasanya tidak mengusahakan bibit tanaman sendiri/swadaya, tetapi membeli atau disediakan oleh pihak lain yang mengusahakan budidaya bibit tanaman atau biasa disebut penangkar bibit.
Untuk bibit jenis Mahoni, Meranti merah dan Parica cukup tersedia pada penangkaran bibit. 2) Ketersediaan lahan yang masih luas, kondisi tanah yang subur merupakan salah satu modal kekuatan kawasan untuk dapat dilakukan upaya pengembangan berupa diversifikasi hasil hutan, antara lain kombinasi usaha hutan tanaman Mahoni, Meranti merah dan Parica. 3) Pertumbuhan yang sesuai : pemeliharaan tanaman intensif oleh petani (pemupukan, pembersihan gulma, penyemprotan hama atau penyakit tanaman). membuat pertumbuhan tanaman menjadi subur sehingga dapat menjadi keunggulan dari usaha hutan tanaman.
b. Kelemahan (Weakness) 1) Alih fungsi lahan. 2) Kurangnya sosialisasi, sehingga kurangnya kesadaran masyarakat tentang manfaat keberadaan hutan 3) Daur terlampau lama.
2. Faktor Eksternal
a. Peluang (Opportunities) 1) Pemasaran kayu : tersediannya informasi tentang harga kayu dan tata niaga kayu sehingga petani mempunyai posisi tawar yang kuat dalam penentuan harga,
2) Kebutuhan kayu (demand) : Peluang pengembangan hutan tanaman cukup terbuka dalam rangka penyediaan bahan baku kayu. 3) Birokrasi tata usaha kayu.
b. Ancaman (Threats) 1) Kebakaran : kebakaran hutan menjadi salah satu ancaman yang dihadapi oleh petani,
1. Faktor Internal
2) Tumpang tindih : tumpang tindih (benturan) klaim terjadi atas kawasan hutan.
3) Illegal logging : hancurnya sektor kehutanan telah berdampak langsung terhadap kondisi ekonomi dan sosial. Matrik SWOT menunjukkan bahwa empat alternatif strategi yang dapat diterapkan untuk menunjang prospek pengembangan usaha hutan tanaman di Kalimantan Timur dapat dilihat pada Tabel 9, yaitu:
1. Strategi S-O (Paduan Kekuatan dan Peluang)
Strategi ini dibuat dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada, yaitu dengan cara meningkatkan produktivitas hutan tanaman dengan cara perluasan lahan serta pemasaran yang intensif, selain itu perlunya terobosan terbaru untuk produk bibit dengan kualitas yang sehat dan unggul. Tabel 9. Matrik Analisis SWOT Industri Hutan Tanaman di Kalimantan Timur
Strength (S) Weakness (W) Faktor internal
Ketersediaan bibit Alih fungsi lahan
Ketersediaan lahan Kurangnya sosialisasi Faktor eksternal Pertumbuhan yang sesuai Daur terlampau lama
Strategi S-O Stategi W-O Meningkatkan produktivitas hutan Terdapat alternatif strategi, yaitu Opportunities (O) tanaman dengan cara perluasan meningkatkan SDM pengusaha Pemasaran kayu lahan serta pemasaran yang intensif hutan tanaman agar mudah Kebutuhan kayu selain itu perlunya terobosan terbaru menerima adopsi dan inovasi, (demand) untuk produk bibit dengan kualitas melakukan pendampingan terkait Birokrasi tata usaha yang sehat dan unggul. rendahnya pemahaman para kayu pengusaha tentang multifungsi dari keberadaan kawasan hutan tanaman bagi kehidupan.
Strategi S-T Strategi W-T Untuk pengembangan usaha hutan Koordinasi antara masyarakat tanaman di Kalimantan Timur dengan pemerintah mengenai terdapat alternatif strategi yang penyelesaian konflik lahan, selain diterapkan yaitu dengan adanya itu adanya peran aktif dari Threats (T) regulasi hukum serta peta Rencana masyarakat dalam semua proses
Kebakaran Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang pengambilan keputusan sejak Tumpang tindih jelas agar dapat mengatasi terjadinya perencanaan, pelaksanaan, kegiatan, Illegal logging konflik wilayah lahan dan pemantauan pemanfaatan hasil terciptanya usaha hutan tanaman secara merata, pemeliharaan yang berasaskan kelestarian. keberlanjutan daya guna dan mengevaluasi dampak panjang, sehingga muncul tanggung jawab bersama antara semua stakeholder.
2. Strategi S-T (Paduan Kekuatan dan Strategi W-O ini diterapkan Ancaman) berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada
Strategi S-T merupakan strategi untuk dengan cara mengatasi kelemahan-kelemahan menggunakan kekuatan yang dimiliki dengan yang dimiliki. Terdapat alternatif strategi, cara menghindari ancaman. Untuk yaitu meningkatkan SDM pengusaha hutan pengembangan usaha hutan tanaman di tanaman agar mudah menerima adopsi dan Kalimantan Timur terdapat alternatif strategi inovasi, melakukan pendampingan terkait yang diterapkan yaitu dengan adanya regulasi rendahnya pemahaman para pengusaha hukum serta peta Rencana Tata Ruang tentang multifungsi dari keberadaan kawasan Wilayah (RTRW) yang jelas agar dapat hutan tanaman bagi kehidupan. mengatasi terjadinya konflik wilayah lahan
4. Strategi W-T (Paduan Kelemahan dan dan terciptanya usaha hutan tanaman yang Ancaman) berasaskan kelestarian. Strategi ini berusaha meminimalkan
3. Strategi W-O (Paduan Kelemahan dan kelemahan yang ada serta menghindari Peluang) ancaman. Dalam strategi W-T terdapat antara masyarakat dengan pemerintah
4. Dari Analisis SWOT hal yang dapat mengenai penyelesaian konflik lahan, selain dilakukan oleh para stakeholder adalah itu adanya peran aktif dari masyarakat dalam saling bekerja sama meminimalkan semua proses pengambilan keputusan sejak kelemahan yang ada serta menghadapi perencanaan, pelaksanaan, kegiatan, ancaman, di samping itu pula sambil pemantauan pemanfaatan hasil secara merata, menata kekuatan untuk memperbesar pemeliharaan keberlanjutan daya guna dan peluang. mengevaluasi dampak panjang, sehingga muncul tanggung jawab bersama antara semua Saran stakeholder. Analisis SWOT ditujukan untuk Dalam upaya optimalisasi pendapatan mengidentifikasi berbagai faktor untuk pembangunan industri hutan tanaman di merumuskan strategi. Provinsi Kalimantan Timur maka peneliti menyarankan:
1. Masyarakat perlu mengkombinasikan jenis-
KESIMPULAN DAN SARAN
jenis tanaman yang prospektif saat ini
Kesimpulan
seperti Jabon dan Agathis, selain itu pola tanam tidak hanya monokultur tetapi bisa Berdasarkan hasil penelitian dan mengusahakan pola tanam agroforestri pembahasan dapat disimpulkan bahwa: yaitu memadukan tanaman kehutanan
1. Pendapatan optimal industri hutan tanaman sebesar Rp2.739.503.000,-. Artinya jika dengan tanaman pertanian sehingga kepala keluarga memiliki lahan seluas 15 ha membangkitkan diversifikasi produk dalam usaha yang berwawasan lingkungan. maka pendapatan per bulan adalah
2. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan Rp4.082.469,- atau Rp204.123,- per hektar. sebaiknya lebih memperkuat kelembagaan
Jika pemerintah mengalokasikan areal HTR bagi masyarakat seluas 15 ha/KK maka di masyarakat sebagai pendampingan pendapatannya adalah Rp3.150.859,- per dalam pembangunan industri hutan tanaman agar masyarakat tertarik untuk KK/bulan dan jika areal yang diberikan terlibat langsung membangun usaha seluas 10 ha/KK maka pendapatannya ialah tersebut. Rp2.059.544,- per KK/bulan.
2. Interval sensitivitas penerimaan menunjukkan bahwa penerimaan optimal DAFTAR PUSTAKA tidak akan berubah jika kenaikan atau
Anjasari, R. 2009. Pengaruh Hutan Tanaman penurunan penerimaan Meranti merah, Industri (HTI) terhadap Kondisi
Parica dan Mahoni terjadi hingga batas Sosial Ekonomi Masyarakat di interval yang ditentukan, kenaikan maupun penurunan penerimaan dipengaruhi oleh Kecamatan Kampar Ilir. Tugas
Akhir Jurusan Perencanaan Wilayah harga kayu di pasaran dan potensi tegakan dan Kota. Fakultas Teknik per hektar selama daur. Universitas Diponegoro, Semarang.
3. Biaya produksi yang digunakan untuk mencapai pendapatan optimal sebesar Rp790.997.000,-. Biaya produksi dalam Anonim. 2007. Fenomena Banjir Tahunan:
Proses Majunya Bencana Ekologi pembangunan hutan tanaman rakyat Laten di Kalimantan Timur. berkisar antara 40
- – 60 juta rupiah per
hektar, sedangkan standar biaya dalam pembangunan hutan tanaman rakyat yang article&id=36 :fenomena-banjir- ditetapkan oleh pemerintah lebih kecil yaitu tahunan-proses-majunya bencana- hanya 9 – 12 juta rupiah per hektar. ekologi-laten-di-kalimantan timur&catid=1:artikel&Itemid=50. Diakses pada: 19/4/2012, 09:36 Wita.
Anonim. 2010. Nilai Waktu Terhadap Uang. http://www. ekasulistiyana.web.id/ kuliah/bahan-kuliah nilai-waktu- terhadap-uang. Diakses pada: 20/5/2012, 23:07 Wita.
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. Vol. 6 No. 1, April 2009 : 27 – 41.
th
Nicholson, W. 1991. Micro Economics Theory: Basic Principle and Extension 4
Mile, M.Y. 2007. Prinsip-prinsip Dasar dalam Pemilihan Jenis, Pola Tanam dan Teknik Produksi Agribisnis Hutan Rakyat. Info teknis Vol. 5 no. 2, September 2007. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta.
Prosiding Workshop Peran Hutan dan Kehutanan dalam Meningkatkan Daya Dukung DAS. Yogyakarta 22 November 2007. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.
Mindawati. 2009. Pemilihan Jenis Pohon untuk Membangun Hutan dalam Daerah Aliran Sungai.
Kosasih, A.S.; R. Bogidarmanti dan N.
F. 1979. Analisis Linear Programming Sektor Pertanian di Indonesia. Agro Ekonomika. 11 (X): 19-38.
Indomedia, Jakarta. Kasryno,
Ishak, A.F. 2003. Paradigma Hutan Lestari dan Pemberdayaan Masyarakat Lokal.
Hardjanto. 2003. Keragaman dan Pengembangan Usaha Kayu Rakyat di Pulau Jawa. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
Hakim, I. 2009. Kajian Kelembagaan dan Kebijakan Hutan Tanaman Rakyat: Sebuah Terobosan Dalam Menata Kembali Konsep Hutan Lestari.
Anonim. 2011
Gintings, A.N.; C.A. Siregar.; Masano.; Hendromono.; M.Y. Mile dan Hidayat. 1995. Pedoman Pemilihan Jenis Pohon Hutan Tanaman dan Kesesuaian Lahan, Jakarta.
Gadas, S.R. 2006. Pengembangan Hutan Tanaman oleh Rakyat. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan, Bogor.
Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Firani, S.D. 2011. Analisis Pendapatan Petani Hutan Rakyat (Studi Kasus di Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat).
Effendi, R. 2012. Pemilihan Jenis Pohon Untuk Pembangunan Hutan Tanaman. Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan Bogor, Bogor.
IUPHHK HA PHPL / files/IUPHHK_HA _PHAPL.pdf. Diakses pada: 23/5/2012, 07:43 Wita.
b .
Diakses pada: 24/4/2012, 15:38 Wita. Anonim. 2011
. Data Release Ditjen BUK Triwulan II 2011. Kementerian Kehutanan, Jakarta.
a
Edition. The Dryden Press Hindsdale, Illinois-USA. Prodan, M. 1968. Forest Biometrics.
Pergamon Press. Oxford, London. Rangkuti, F. 2002. Analisis SWOT (Teknik Membedah Kasus Bisnis).
PT.Gramedia, Jakarta. Sari, E.R. 2011. Perkembangan Tegakan Pada
Areal Bekas Tebangan Dengan Teknik Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII), (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah).
Skripsi. Departemen Silvikultur.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Santoso, I. 2008. Perjalanan Desentralisasi
Pengelolaan Sumber Daya Hutan di Indonesia. Prosiding Seminar Ten Year Along. Universitas Admajaya, Jakarta.
Siswanto. 2006. Operations Research Jilid I.
Penerbit Erlangga, Jakarta. Tubur, H.W. 2009. Sistem Agroforestry di
Kawasan Hutan Hak. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.