Awang Munawar 2014 (Journal Review ;DUA WAJAH NASIONALISME (The Two Faces of Nationalism) by Edmund S. Glenn, University of Delaware )

  ISSN 0853-

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014)

  2265 Journal Review : DUA WAJAH NASIONALISME (The Two Faces of Nationalism)

  by Edmund S. Glenn, University of Delaware

  Oleh Awang Munawar Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UNPAS Bandung

  Pendahuluan

  Dikatakan oleh Edmund S. Glenn bahwa “pembentukan manusia

   jerami untuk menyerang, tidak mungkin merupakan sebuah perangkat

  yang sah kritik, ia adalah hanya perangkat yg berguna secara retorika karena cenderung hanya untuk memperjelas makna”. Menurut Glenn. hal demikian dapat menguntungkan untuk mulai diskusi dengan definisi yang simpel tentang nasionalisme, meskipun katanya ada sangat sedikit pemikir sekarang yang tidak mengakui kompleksitas fenomena itu sendiri.

  Menurut S. Glenn, definisi digunakan hanya untuk memulai analisis. Artinya dalam konteks ini, menyajikan nasionalisme sebagai sikap politik mereka yang menempatkan kesetiaan utama dalam negara bangsa, bukan dalam pengelompokan manusia yang lebih luas (manusia). Dalam hal ini, sebuah kelompok manusia yang sempit seperti famili, region, atau sub- nasional etnik grup (sosial kelas, religion), seperti setiap individu dengan idologinya seperti sosialis, demokrasi atau ideologi pasar bebas. Definisi dapat diperpanjang bagi mereka dengan menempatkan kesetiaan utama mereka dalam sebuah kelompok etnis yg cukup besar untuk menjadi 45 pendapat umum atau opini yang dapat menjelaskan dasar negara bangsa.

  Istilah ini adalah perumpamaan atau menurut istilah lainnya adalah “Vipallasa” artinya kesemuan / kemayaan / kepalsuan, halusinasi, angan-angan, kesalahan penyelidikan, atau, menganggap sesuatu yang benar sebagai yang salah, dan menganggap yang salah sebagai yang benar. Terdapat tiga macam kesemuan (vipallasa), yaitu: sanna vipallasa (kesemuan persepsi), citta vipallasa (kesemuan pikiran), dan ditthi vipallasa (kesemuan pandangan). Untuk lebih jelasnya lihat http://www.buddhistonline.com/dsgb/ad03.shtml.

  ISSN 0853- 2265

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014)

  Pembahasan

  Dari hal tersebut menurut Glenn sangat akurat terutama pada momen sejarah tertentu, tapi khusus pada periode PD 2 , yang mana fenomenanya menampakan hal aneh dan tidak logis seperti yang terang dalam definisi di atas.

  Pada kasus ini, bangsa-bangsa (negara bangsa) melawan menghadapi Nazi Jerman ada muncul kolaborator atau akan kolaborator yang baik dengan tindakan atau menyatakan simpati di lain sisi degan negara bangsa musuh, dan terhadap mereka sendiri. Selanjutnya para kolaborator atau yang akan menjadi para kolaborator tersebut direkrut dari kalangan nasionalis yang ekstrim, yang mengatakan dari antara orang-orang yang sangat penting, menurut logika definisi. Seharusnya bersikukuh dalam penentangan mereka terhadap gangguan-gangguan negara asing. Dalam operasi teguh dalam melawan nazisme adalah sebagian besar terdiri dari kaum liberal dan demokrat. Ke titik dimana orang bisa berbicara meskipun tidak tanpa berlebihan dari perang diantara beberapa perang antara internasional liberal dengan kosmopolitan, dan internasional nasionalis, dari dua itu haya satu atau kedua yang tampaknya kontradiksi dengan istilah.

  Selanjutnya, menurut Glenn kontradiksi lain yg serupa juga bisa dilihat di beberapa negara bekas jajahan, khususnya seperti di Afrika, Timur Tengah dan di tempatnya Soekarno Indonesai. Di sini para nasionalis moderat menggunakan negara mereka yang telah ditetapkan sebagai kerangka dorong politik mereka. Nasionalis ekstrim mencari frame yg lebih luas dari beberapa referensi, seperti: Pan Afrikanisme, Pan Arabisme, atau Komunitas Bandung samar-samar. Dari ketiga referensi, hanya Pan Arabisme yang dapat dijelaskan dengan istilah klasik dari nasionalisme etnis. Dan bahkan ada deskripsi yang cocok buruknya. Dan Itu adalah kontradiksi seperti maksud dan mengkritisinya, yang diantaranya adalah :

  ISSN 0853- 2265

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014)

  1. Apa itu Negara-Bangsa (Nation State)?

  Menurut Glenn, inti dari kontradiksi mungkin menjadi ambiguitas yang mendasari konsep negara bangsa. Bangsa dan Negara adalah konsep urutan yang berbeda. Menempatkan mereka bersama-sama dalam sebuah komunitas yang ditulis dengan tanda penghubung menunjukan dua proses sosial dan politik yg berbeda, mengarah pada akhir yang sama produk, sesuatu dengan mungkin, atau mungkin tidak, atau terjadi.

  2. Konsep State (Concept of State)

  Menurut Glenn dengan mengutif Grotius dan Toennies, negara adalah jauh lebih jelas dan ambigius kurang dari dua komponen. Menurutnya, negara adalah unit dasar dari administrasi publik. Urutan konseptual mana ia berasal adalah bhw aturan didefinisikan oleh petugas khusus yang ditunjuk. Kontemporari pemahaman kita tentang konsep khususnya dalam hal kedaulatan negara, berhutang banyak pada Grotius. (Grotius, 1625) pencari sifat hukum, dibuat eksplisit oleh akal, dan menentukan hubungan yuridis individu dan kolektif, yang dalam istilah sosiologi negara adalah suatu Gesselschaf. Artinya masyarakat diatur secara eksplisit baik pada prilaku persepsionalnya maupun prilaku proses perseptualnya (prescribing and

  proscribing behavioral procces).

  Dan menentukan kewajiban bersama ( Toennies, 1887).

  Selanjutnya Glenn mengatakan bahwa, konsekwensi sangat penting adalah cara dimana individu muncul dalam konteks negara. Sebagai aturan (warga negara, pegawai, pegawai pajak, profesional, atau aturan berdomisili dll.). Atau paling tidak sebagai lokus peran, tetapi bukan sbg kepribadian, keutuhan manusia. Khususnya negara bukanlah sesuatu unsur totalitarian. Glenn dengan mengutif Inkeles (1954), yang memperlihatkan bahwa absolut, begitu banyak diktator dalam politik, karena penolakan untuk mengakui setiap orang daerah privasi, melampaui batas2 dari setiap aturan yang relevan untuk negara dan didefinisikan

  ISSN 0853- 2265

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014)

  secara spesifik dalam kontek definisi sendiri negara.

  Sekali lagi, menurut Glenn peran individu dalam negara yang sah harus ditetapkan, ini memeberi mereka setidaknya pada karakter kontrak sosial. Semua mereka yang lahir di wilayah diatur oleh negara dan mungkin untuk warga negara tanpa harus diatur oleh intervensi yang secara eksplisit. Namun kewarganegaraan mungkin akan eksplisit ketika terminannya diajukan oleh partai lainnya atau secara pribadi dan negara sesuai dengan prosedur-prosedur khusus. Terlebih lagi, kawarganegaraan dapat lebih akurat melalui naturalisasi yang berjumlah pengaturan kontrak ekplisit dengan menetapkan kewajiban dan hak istimewa dari kedua belah pihak baik menurut individu dan menurut definisi administarisi publik kolektif.

  mengutif ( Metraux, 1953), mengatakan bahwa ada situasi yang berbeda dalam konteks “bangsa” dan “kebangsaan”. Dengan menggunakan ilustrasi yang berbeda dan berguna dari kata-kata China dan Inggris misalnya, antara kata “friend” dan kata “relatif” yang harus diperhatikan. Dalam bahasa Inggris adalah sangat mungkin untuk mengatakan bahwa “relatif “ adalah teman. Seperti contoh : “seorang teman anak laki adalah terbaik pada ibunya, atau “sepupu saya adalah teman terbaik saya”. Ini bertentangan dengan penggunaan di China, dimana “relatif” adalah suatu hal dan “teman” adalah hal yang lain atau lain hal, dan yang utama akan lari kearah yang formal (Metraux, 1953).

  Di China perbedaannya dengan di Inggris adalah dengan menggunakan yang direpresantatifkan dengan pengelompokan diagram ( a

  grouping diagram ), hal ini bisa

  dilihat dalam halaman aslinya ( 349 – 351). Yang mana, jarak dari ego terklasifikasi benar-benar dan nyata dalam kasus teman dan penggunaannya di Inggris direpresentasikan pada matrik dua dimensi atau multi dimensi, yakni klasifikasi “teman” pada basis pertemanan (friendship) dan kepentingan kekerabatan (kinship

3. Konsep Bangsa (Concept of Nation)

  ISSN 0853- 2265 interest). Untuk hal ini juga bisa

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014)

  dilihat pada halaman artikel aslina (hal. 351).

  Dari kedua pemahaman dan konteks yang berbeda ini, menurut Glenn, bahwa konsep dan pemahaman bangsa dan kebangsaan menjadi berbeda, dan selalu mengandung bias atau ambiguitas, termasuk pada kajian- kajian politik kontemporer kini. Dari hal di atas, menunjukan bahwa begitu nyata perbadaan ini ada di seputar pemahaman kita juga.

  Diurakan oleh Glenn bahwa kesamaan dan perbedaan konsep tentang kebangsaan (nationalism) ini menjalar ke berbagai aspek termasuk diantara negara-negara. Contoh “

  In American-Nation- State , “Nationality” can be taken in two different senses. One of quasiidentical with that citizenship, but characteristically more vagues, the other refers to a nationality of origin of immigration; in this case, is this immutable but has only marginal fungctional implications

  .

  French nationality, can be taken in only one sense, congruent with citizenship, embracing German- speaking Alsatians and Celtic- speakingBretons, but excluding French-speaking Belgian and Swiss. Arabic nationality, has also any one widely accepted meaning, this time, however, it is one which is antithetical to citizenship, referring to a scientifically questionable but genuinely felt community of ethnic and linguistic appurtenance.”

  Dikatakan Glenn, dengan mengutif ( Parsons dan Shils, 1951),, bahwa bagaimanapun perbedaan dan kesamaan tentang konsep bangsa dan kebangsaan (nationalism), disamping telah membiaskan, mengaburkan sekaligus merepotkan pemahaman yang semestinya sebagai dari akibat pendefinisian-pendefinisian masing-masing, juga telah membedakan prilaku individu , masyarakat dan bangsa yang telah negara (state). Glenn mengatakan lagi bahwa cukup penting untuk membuat kebetulan (coincidence) antara negara dan bangsa jauh dari otomatis dimana itu ada, untuk

4. Ketidak-jelasan Konsep (Vagueness of this Concept)

  ISSN 0853- 2265

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014)

  membaut ketegangan antara dua kemungkinan.

  Menurut Glenn,

  Coincidence antara negara dan

  bangsa dapat diwjudkan melalui proses satu atau dua konsep dasar sbb: 1) The state is the first of the two to come into being. It establishes common practices of public administration and political life. These practices lead to common customs; these in turn determine common experiences and common feelings of belonging together. A Gemeinschaft develops to fit an existing

  Gesellschaft, and to strengthen

  by subconcious feelings of loyalty the contractual right and obligations defining the state. This process may be called the

  development of a state- nation.

  2)The nation is the first of the two to come into being. People having subconcious feelings of belonging together set up common institutions of public administration. an existing Gesellschaft, to provide the institutions necessary to translate into action the needs of existing community, and to endow with precision and clarity existing but unexpressed customs and values. This process may be called the development of a

  nation-state.

  Menurut Glenn, kedua proses di atas mungkin bisa berguna untuk memberikan pertimbangan dalam membangun beberapa teori sebelum di aplikasikan sebagi contoh aktual dalam proses keduanya. (untuk lebih jelasnya baca kembali dalam halaman aslinya, 352 – 352).

  5. Contemporary State Nations

  Dikatakan Glenn bahwa Switerland, AS, Inggris, Prancis dan Nederland adalah contoh kasus dari “State-Nations”. Rasa cinta tanah airnya tidak diganggu oleh faktor-faktor ekslusif, mereka adalah nyata all-inclusivism dari satu grup suku (etnik). Masing- masing kelima negara tersebut betul-betul full-nationality. Tidak hanya secara teknis kewarganegaraan tapi secara ego dikaji dari dasar melting pot masing-masing. (lihat uraian detailnya hal. 353).

  ISSN 0853- 2265

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014)

  6. Contemporary Nation States

  Sementara itu, Glenn dengan mengutif beberapa refernsi seperti (Von Hander, dan Kohn, 1944- 1960), juga melihat negara- negara seperti Jerman, Itali dan beberapa negara yang lama dari Austro-Hungarian Empire, dan ini dikatakan contoh kasus dari konsep “Nations-States”. (uraian lengkapnya bisa dibaca pada hal 354).

   7. Kondisi yang menetukan (the determining conditions)

  Menurt Glenn, nampaknya dari uraian –uraian tersebut di atas, ada beberpa pertanyaan yang krusial, yang menjadi tipe- tipe dari pembangunan sosial pada momen lain dan pada perhelatan politik, terutama masalah-masalah kekuatan yang efektif mempengaruhi loyalitas politik dari sistem kerajaan (tradisional) ke sistem abstrak negara yang dikajinya, konsep nation-state adalah contoh dari konsep yang telah diaplikasikan. Menurut Glenn, konsep ini terjadi karena faktor dimana “the middle class” atau kelas menengah yang telah tumbuh atau terbangun.

  Glenn dengan secara kajian komparatif dan komprehensif mengkaji ini, dan mengutif beberapa sumber diantaranya, Bogardus, 1928, Merton and Kits, 1950). Dismaping faktor kelas menegah, Glenn juga mengemukakan beberapa faktor lainnya dalam membedakan dan menyamakan antara pembangunan Nations – State, dan States –Nation. Diantara konsep-konsep itu adalah tentang, faktor suku (etnik), agama, budaya, militer, elite, parpol dan budaya massa, termasik isme- isme yang berkembang. Yang semua faktor tersebut bisa memperkaut atau bisa memperlemah pembentukan konsep Nation-State tersebut, (uraian lebih jelasnya tertera pada hal 154 – 156).

   8. Pola Definisi Identitas (Patterns of identity

  Menurut Glenn, menjadi penting dan bermakna ketika kita mengkaji tentang berbagai hal dari konsep “nationalism”, baik persamaannya, perbedaannya, bias konsepnya

  ISSN 0853- 2265

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014)

  atau dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Permasalahan berikutnya yang tak kurang krusial adalh bagaimana membangun konsep-konsep yang berserakan tersebut menjadi sebuah pola definisi dari sebuah identitas. Dalam hal in, menurut Glenn, bagaimanapun harus terpetakan pada sebuah konstitusi yang disepakati bersama masing- masing negara. Untuk jawaban hal tersebut, Glenn merambah ke beberapa teori dan konsep baik politik, hukum dan pemerintahan serta teori lainnya yakni tentang pembungunan politik dan hukum, teori prillaku, sistem dan sistem administrasi publik atau negara. (uraian jelasnya bisa ditelahan pada hal, 356-7).

   9. Pola Abstraktif (the abstractives Pattern)

  Dengan kemampuan ilmiahnya Glenn, mengungkap tentan pola abstraktif dari konsep bahwa pola ini adalah alat analisis yang sangat kritis terhadap objek menganai hal yang bersifat liar atau bias. Dengan mengutif beberpa sumber, di akhir tema ini, ia sangat kompeten mengurai tentang tema utama dua wajah nasionalisme ini. Dalam hal ini, ia menjelaskan melalui beberapa kata kunci yakni berupa poin-poin penting sebagai berikut : 1) pengaruh sosial politik terhadap tingkat perubahan budaya ( social political influences of the rate of culture change); 2) perkembangan nasionlisme hitam (development of black nationalism); 3) negara- negara yang baru merdeka (newly independent countries); dan 3) kediktatoran militer (military dictatorship). Untuk lebih detil dan jelasnya lihat pada hal (358 – 363).

  Kesimpulan dan Penutup (Conclusions and Closed)

  Glenn, dalam kesimpulannya menyebut bahwa kompleksitas dari pembangunan negara dan bangsa menjadi titik tekan atau landasan peneliti-peneliti. Ia sembari menyarankan untuk melihat Duetsch, 1953 ; Pye, 1962-63 ; Geertz, 1963 ; serta kesimpulannya juga ia mengurai tentang bagaimana Amerika sebagai sebuah negara bangsa yang cukup memadai dengan sedikit masalah kebangsaan, konstitusi yang dijunjung tinggi

  ISSN 0853- 2265

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014)

  serta patriotisme yang bisa dibanggakan. Uraian ini juga ia kaitkan dengan beberapa pemikir (lihat detailnya pada hal, 364) dan terakhir ia juga menyuguhkan referensi yang cukup atau ediquet.

  Sebagai penutup, saya memahami betul apa yang diuraikan Genn dengan tema “the two faces of nationalism”. Secara substasi artikel ini sangat komprehensif, hal ini terlihat dari poin-poin yang diurai yang secara sistematis dan komprehensif. Keunggulan dari artikel Glenn ini juga terlihat dari pemaparan teoritik dan konseptualnya dengan menuangkan sumber-sumber atau referensi yang terpercaya. Termasuk juga dalam hal ini, ia sangat akademis dan ilmiah dalam metodologisnya. Sementara, kelemahan dari Glenn, saya tidak bisa mengkritiknya. Namun, karena ini reviuew saya hanya ingin mengatakan bahwa pemahaman Glenn, mungkin masih belum fokus pada kultur masyarakat dimana objek tersebut berada. Saya contohkan untuk Indonesia misalnya, belum tentu segala apa yang ada pada pemikiran Glenn bisa sesuai dengan masyarakat kita.