Teror Fundamentalis dan Peran Negara
Teror Fundamentalis dan Peran Negara
FAJAR KURNIANTO
Demokrasi senantiasa menjamin kebebasan mengekspresikan paham keagamaan yang
diyakini oleh setiap individu. Maka, menjadi pertanyaan besar ketika di negeri yang demokratis
seperti Indonesia, kebebasan berekspresi dan berkeyakinan agama setiap individu kerap kali
mendapat kecaman, tudingan, bahkan klaim-klaim “sesat-menyesatkan.” Menjadi pertanyaan
pula ketika klaim-klaim itu dibiarkan leluasa oleh Negara sehingga berujung pada terjadinya
tindak anarkis oleh para pengklaim itu.
Fundamentalis meneror
Kenyataan di atas tentunya begitu memprihatinkan. Di saat bangsa kita berusaha bangkit
menjadi bangsa yang diperhitungkan di dunia internasional, kondisi dalam negeri masih carutmarut. Hanya karena berbeda paham dan keyakinan, sesama warga bertikai dan saling
membunuh. Dan, negara, yang salah satu fungsinya adalah menjadi payung buat semua warga
yang berbeda paham dan keyakinan, ternyata kerap kali dengan mudahnya terkooptasi oleh
kelompok-kelompok berpaham keagamaan tertentu yang mengatasnamakan mayoritas namun
sesungguhnya hanya menggeneralisasi.
Tidak hanya terkooptasi, negara kerap kali bahkan dijadikan alat oleh kelompokkelompok berpaham keagamaan tertentu untuk mengeksekusi warga bangsa yang berbeda paham
dan keyakinan. Inilah bukti kuat bahwa ketika negara telah berselingkuh dengan suatu paham
dan keyakinan keagamaan intoleran suatu kelompok, petaka dan instabilitaslah yang bakal
terjadi.
Dalam negara demokrasi seperti Indonesia, agama memang menjadi begitu penting.
Karena itu, agama sering kali dijadikan alat politik oleh kelompok tertentu untuk menunjukkan
eksistensinya dengan menerapkan nilai yang mereka anut dalam kehidupan publik. Kelompok
berpaham keagamaan fundamentalis sering kali menggunakan kekerasan untuk memaksakan
keinginan mereka. Kondisi tersebut mengganggu negara dalam menegakkan dan memenuhi hak
asasi warga negaranya.
Keinginan kelompok berpaham keagamaan fundamentalis untuk menyatukan persoalan
politik dan privat dalam satu ide primordial tertentu merupakan ancaman serius bagi penegakan
demokrasi dan pemenuhan hak-hak asasi manusia. Munculnya perda-perda dengan acuan nilainilai agama tertentu merupakan bagian dari paham keagamaan fundamentalisme. Penunggalan
gaya hidup melalui berbagai kebijakan publik terbukti sering kali merugikan kelompok
masyarakat tertentu. Penyeragaman nilai moral masyarakat bertentangan dengan kondisi ril
masyarakat yang beragam dan plural.
Sayangnya, kelompok berpaham keagamaan fundamentalis itu menjadikan kekerasan
demi kekerasan, pemaksaan demi pemaksaan, dan teror demi teror, sebagai senjata yang
menyeramkan. Parahnya, untuk menjustifikasi kalau hal itu sebagai sesuatu yang suci dan
direstui Tuhan, bahasa dan simbol-simbol keagamaan diteriakkan memekakkan telinga sehingga
menambah horor yang menakutkan siapa yang mendengarkan. Tidak hanya itu,dari beberapa
sweeping yang dilakukan oleh aparat kepolisian, tidak jarang ditemukan berbagai macam
senjata, baik tumpul maupun tajam.
Peran Negara
Dalam situasi yang carut-marut semacam itu, peran negara menjadi amat penting. Tentu,
negara yang lepas/netral dari kooptasi kepentingan kelompok berpaham keagamaan tertentu.
Dalam posisi ini, negara menjadi pemberi jaminan yang sama kepada semua pihak untuk bebas
menjalankan apa yang diyakini dan dipahami, selama itu tidak melanggar hukum negara yang
telah disepakati bersama.
Tetapi, perlu dicatat, bahwa peran negara bukan berarti negara campur tangan ke dalam
wilayah agama. Negara hanya mengatur lalu-lintas hubungan kelompok-kelompok berpaham
keagamaan yang variatif dan toleran dalam semangat demokrasi (state regulate social
relationship). Jangan sampai negara, dengan alasan apa pun, mencederai demokrasi yang tengah
dibangun bersama ini dengan, misalnya, ikut andil secara langsung maupun tidak dalam bentuk
intervensi yang tidak kondusif.
Jika tidak bisa, negara berarti telah gagal (the failure state) dalam mengayomi warganya
dari berbagai intimidasi dan teror yang dilakukan oleh sesama warganya sendiri. Tidak
terbayangkan jika kemudian negara tidak dipercayai oleh warganya sendiri.
Kelompok berpaham keagamaan fundamentalis, seperti dikatakan oleh Oliver Roy, selalu
memiliki imajinasi politik akan ketidakterpisahan antara wilayah agama, hukum, ekonomi, dan
politik. Sehingga, mereka, dalam hal-hal itu selalu berupaya keras untuk memformalkan agama.
Selama hal itu dilakukan secara demokratis dan tanpa kekerasan, intimidasi, maupun teror, maka
hal itu diakui sebagai warna-warna indah di alam demokrasi.
Negara bisa menjadi penting perannya, salah satunya, untuk menindak kelompokkelompok berpaham keagamaan,apa pun itu, yang melakukan tindakan anarkis, intimidasi, dan
teror, sehingga membuat kelompok lain ketakutan. Sudah saatnya, persoalan-persoalan yang
kurang begitu signifikan dan relevan dengan persoalan bangsa dan negara yang lebih luas
menjadi agenda utama.
*Artikel ini dimuat di koran Jawa Pos, Minggu 8 Juli 2007
FAJAR KURNIANTO
Demokrasi senantiasa menjamin kebebasan mengekspresikan paham keagamaan yang
diyakini oleh setiap individu. Maka, menjadi pertanyaan besar ketika di negeri yang demokratis
seperti Indonesia, kebebasan berekspresi dan berkeyakinan agama setiap individu kerap kali
mendapat kecaman, tudingan, bahkan klaim-klaim “sesat-menyesatkan.” Menjadi pertanyaan
pula ketika klaim-klaim itu dibiarkan leluasa oleh Negara sehingga berujung pada terjadinya
tindak anarkis oleh para pengklaim itu.
Fundamentalis meneror
Kenyataan di atas tentunya begitu memprihatinkan. Di saat bangsa kita berusaha bangkit
menjadi bangsa yang diperhitungkan di dunia internasional, kondisi dalam negeri masih carutmarut. Hanya karena berbeda paham dan keyakinan, sesama warga bertikai dan saling
membunuh. Dan, negara, yang salah satu fungsinya adalah menjadi payung buat semua warga
yang berbeda paham dan keyakinan, ternyata kerap kali dengan mudahnya terkooptasi oleh
kelompok-kelompok berpaham keagamaan tertentu yang mengatasnamakan mayoritas namun
sesungguhnya hanya menggeneralisasi.
Tidak hanya terkooptasi, negara kerap kali bahkan dijadikan alat oleh kelompokkelompok berpaham keagamaan tertentu untuk mengeksekusi warga bangsa yang berbeda paham
dan keyakinan. Inilah bukti kuat bahwa ketika negara telah berselingkuh dengan suatu paham
dan keyakinan keagamaan intoleran suatu kelompok, petaka dan instabilitaslah yang bakal
terjadi.
Dalam negara demokrasi seperti Indonesia, agama memang menjadi begitu penting.
Karena itu, agama sering kali dijadikan alat politik oleh kelompok tertentu untuk menunjukkan
eksistensinya dengan menerapkan nilai yang mereka anut dalam kehidupan publik. Kelompok
berpaham keagamaan fundamentalis sering kali menggunakan kekerasan untuk memaksakan
keinginan mereka. Kondisi tersebut mengganggu negara dalam menegakkan dan memenuhi hak
asasi warga negaranya.
Keinginan kelompok berpaham keagamaan fundamentalis untuk menyatukan persoalan
politik dan privat dalam satu ide primordial tertentu merupakan ancaman serius bagi penegakan
demokrasi dan pemenuhan hak-hak asasi manusia. Munculnya perda-perda dengan acuan nilainilai agama tertentu merupakan bagian dari paham keagamaan fundamentalisme. Penunggalan
gaya hidup melalui berbagai kebijakan publik terbukti sering kali merugikan kelompok
masyarakat tertentu. Penyeragaman nilai moral masyarakat bertentangan dengan kondisi ril
masyarakat yang beragam dan plural.
Sayangnya, kelompok berpaham keagamaan fundamentalis itu menjadikan kekerasan
demi kekerasan, pemaksaan demi pemaksaan, dan teror demi teror, sebagai senjata yang
menyeramkan. Parahnya, untuk menjustifikasi kalau hal itu sebagai sesuatu yang suci dan
direstui Tuhan, bahasa dan simbol-simbol keagamaan diteriakkan memekakkan telinga sehingga
menambah horor yang menakutkan siapa yang mendengarkan. Tidak hanya itu,dari beberapa
sweeping yang dilakukan oleh aparat kepolisian, tidak jarang ditemukan berbagai macam
senjata, baik tumpul maupun tajam.
Peran Negara
Dalam situasi yang carut-marut semacam itu, peran negara menjadi amat penting. Tentu,
negara yang lepas/netral dari kooptasi kepentingan kelompok berpaham keagamaan tertentu.
Dalam posisi ini, negara menjadi pemberi jaminan yang sama kepada semua pihak untuk bebas
menjalankan apa yang diyakini dan dipahami, selama itu tidak melanggar hukum negara yang
telah disepakati bersama.
Tetapi, perlu dicatat, bahwa peran negara bukan berarti negara campur tangan ke dalam
wilayah agama. Negara hanya mengatur lalu-lintas hubungan kelompok-kelompok berpaham
keagamaan yang variatif dan toleran dalam semangat demokrasi (state regulate social
relationship). Jangan sampai negara, dengan alasan apa pun, mencederai demokrasi yang tengah
dibangun bersama ini dengan, misalnya, ikut andil secara langsung maupun tidak dalam bentuk
intervensi yang tidak kondusif.
Jika tidak bisa, negara berarti telah gagal (the failure state) dalam mengayomi warganya
dari berbagai intimidasi dan teror yang dilakukan oleh sesama warganya sendiri. Tidak
terbayangkan jika kemudian negara tidak dipercayai oleh warganya sendiri.
Kelompok berpaham keagamaan fundamentalis, seperti dikatakan oleh Oliver Roy, selalu
memiliki imajinasi politik akan ketidakterpisahan antara wilayah agama, hukum, ekonomi, dan
politik. Sehingga, mereka, dalam hal-hal itu selalu berupaya keras untuk memformalkan agama.
Selama hal itu dilakukan secara demokratis dan tanpa kekerasan, intimidasi, maupun teror, maka
hal itu diakui sebagai warna-warna indah di alam demokrasi.
Negara bisa menjadi penting perannya, salah satunya, untuk menindak kelompokkelompok berpaham keagamaan,apa pun itu, yang melakukan tindakan anarkis, intimidasi, dan
teror, sehingga membuat kelompok lain ketakutan. Sudah saatnya, persoalan-persoalan yang
kurang begitu signifikan dan relevan dengan persoalan bangsa dan negara yang lebih luas
menjadi agenda utama.
*Artikel ini dimuat di koran Jawa Pos, Minggu 8 Juli 2007