Desentralisasi Pemekaran daerah dan Kris

SERIAL POLITIK LINGKUNGAI!
INDONESIA- MAI,AYSIA SCHOI,AR COLI.ABORATION

POLITIK, GOVERNANIS,
DA}.{ ISU.ISU LINGKUNGAI\T
AI/J\{ SEKITAR

Editor:

RizalYaakop, Syafuan Rozi, &Azrai Hj. Abdullah

ffit#
Pusat Pengajian Sejarah, Potitik, dan Strategi (PPSPS) Universiti Kebangsaan Mataysia (UKi,l),

i

anagement and Humanities Department (MHD) Universiti Teknotogi Petronas,
& Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga llmu Pengetahuan lndonesia (LlPl)
2010

E


Damenlsr
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
YAAKOP, Rizal; ROZI, Syatuan; ABDULI/,H, Azrai Hj (eds.)
Politik, Governans, dan Isi-Isu Lingkungan Alam Sekitar
Madani Press, Cibinong, 2oLo
xiv+r88 hlm.; zr cm

Halaman
-cet.I-

Indeks
ISBN 798-602-9535-33-4

Politik

I. Judul
II. Yaakop, Rizal; Rozi, Syafuan; Abdullah, Azrai Hj (eds.)
r.


F$ro,rMr,{n

8uru..........

................... rx

Prur,rcr
f,ltl

xr

Pttncter.neR DARr Knpara PzP

lAa t Qur>VnDrs PoLrrrK

LIPI

...........

LTNGKINcAN DAN Nesrs Brnar

KrtroulrAN GLoBAL

....................

Krr*

xrr

Knnorr

CARBoN, GovrnNaNs, Derv

(rt,EHSyAFUANRozlSorsHAN

Atas kerja sama:
Pusat Pengajian Sejarah, Politik, dan Strategi (PPSPS)

Ela e ITINAMIKA

dan Pusat Penelitian Politik (PzP) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)


ot,tnt

GuToMoBewA;r

l,l nc

ot,lilt

ruxceN : TnreaH Knnusexex At,eu

LEoAcusrrNo............

tAf 4 Rnrrsr

Diterbitan oleh: Madani Press, PT
Perum Bojong Depok Baru

II


7

+

6z-ozr-87916983, Fax. +62-ozr-87916383

Email: [email protected]
Website: www.madanipress.blogspot.com

Hak cipta:
Pusat Pengajian Sejarah, Politik, dan Strategi (PPSPS)

Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM),

.......... 39

Exolocr

DAN


......... 57

METoDoLocr Ke.lreN PornrK

LTNGKT.INGAN

I)I MAL{YSIA

rrl,titrAzlrrRezeu&MoHDRJZAr,MoHDYeaxop

llp

..................... 77

6 Ar.rnr,lsrs PENGURUsANAT-AM Snrrran u MAr-AysrA
(,l,l,l r AzRAr HJ. AsluLr-A,H, Nun AzeH RAZALT, & Mouo Rrzer Mouo
f,eexor 95
7 lrllnnrrlunHAN, KoMERSIALTSAST l"e,uen oaN KERUSAKAN EKoLocr
'l'n u nn NesroNer Rewe Aope WeruMoHAr Dr INDoNESTA


tlt,tttt
Cetakan pertama: Februari zoro

Rouu,rrSrsupJAN

.................. 125

B KurunupeNaN PrnsnrureReN ReNTATAN Sawn u Mar.a^ysrA:_ANAlrsrs
Rlnr;rnmN DARTpADA Ppnspnrrr TEoRr PEMoDENAN EKoLocTKAL
ot,rtt EnAHCHoy ...........
........... 14S

g l)oN(;t:NG OzoN, PnRnupuen, oAN LINGTuNGAN

ot,tlr

HlyltuNNurus

................ 169


Management and Humanities Department (MHD) Universiti Teknologi Petronas,
dan Pusat Penelitian Politik (PaP) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

19

Dr INDoNESTA

PonnsAsApJ

tAg 6 KrcRnN(;KA ANALrsrs

Blok CC

Jl. Garuda No. z, Sukahati, Cibinong 16919, Bogor, INDONESIA

...............

MANUsTA-AI-AM DAT,AM PnrraxrnaN TrcAToKoH

ol,Hlt A(}NES SRr

Layout & Cover Design: Zulfikar

Socw Fonnsrny

p1p;1 t)nsr.vrRAlrsAsr, PnunrannN DAERAH, DAN KRrsrs

Jl. Jenderal Gatot Subroto No. ro
Jakarta rz7ro, Indonesia

1

t)AN COMMUNITY FORESTRY DI INDONESIA

Universiti Kebangsaan Malaysia (UI(M),
Management and Humanities Department (MHD) Universiti Teknologi Petronas,

KEBTJAKAN DAN PRAKTTK

.........


Pr,:r.rults

L{iD

l,'n.u" r*,,
fi4,,ci*acart

Bab 3

I

Dnsrvrnelrsest,
Pnurxana* Dannarr, DAr\r Knrsrs Lr*cruluce^u:
TEra.err KnnuseraxAuM DI TNDoNEsIA

im-r.

llesistance in
I


ts
h tpr, tggq.

l-rt"t puau
Luo*ro*

oleh Leo Agustino
A

*cietv

2a

where it is wearth that @unts, and which politica,

or-*;x"rwiff:{y:o:*

i,.

lury and New

lbnagement,

h*r"r.

I Masyarakat

I roao'oiu'
Indonesia
fi

:;f

(plato)

LPendahuluan
Peletakanjabatan presiden_ oleh soeharto
pada tahun r99g

akibat dari gelombang
dtrronstrasi mahasiswa-massa dan retaknya
toatisi aaum rejim memuncurkan ilham
perbaikan. Daram aspek politik,
ilham piaikan ke arah
*"r"r.""" i"t_hak politik
rarga, murai dari kebebasan memirih
or"h ,"*o" warganegara-termasuk juga

eks
lrhanan politik (Tapol) dan juga m'iter
aa' potisi, kebebasan berkumpul dan
nendirikan organisasi
aiau lainny4 tceueuasan *"";;i;;;n
pendapat,
lebebasan mendapatkanrytilt
informasi yr,g ;;*p*"r, militer yang
tidak
berpoliti(
lirolaasi yang profesio:d_dul lainnya tr"***
sebagian dari banyak hal yang
dituntut dari aspek ini. Dari u"p"ri
negera, daerah mengharapkan
perbaikan dari sisi pelembagaan
"a*i"iitrasi
otonomi
aa"rut, yurrg tltril,
otonomi
yang pernah dilaksanakan selerumnya,
"r",Jin"aa
baik pada
ord"
;;,
il"
Iama
dan
periode'periode
"*

&n

sebelumnya. Demikian pura halnya

auu- usp"t-"t orl*i, harapan
ad' mdadi cita yang

perimbangan keungan pusat daerah
yang lebih

menggelegak.

ol"h sebab itu, pemerintah mengambil langkah
strategis untuk merealisasikan
pelbagai
tuntutan warga ini' Amandeten undang-undang
Dasar rg45; perubahan
sistem kepartaian; revitalisasi, reposisi
a*,"uttoaisasi Tentara Nasionar Indonesia
[INI); bikameralisme; hingga revisi
otonomi adarah beberapa rangkah

"rd*;-;;;;ng
uyata yang diejawantahkan pemerintah
dalam menghadirkan

hadapan rargat Indonesia. Dalam
konteks

,*p,]k

"i*"."i

demokrasi sejati ke
daerah, ump:rmanya, banyak lagi

ff*adalahDosenFakultasnmusosiardanILnuporiti\universitassultanASeryfirrayasa

39

:t

i

Politik, Govemans, dan Isu-Isu LingkunganAlam Sekitar

perombakan, perbaikan dan penambahan atas pelaksanaan otonomi daerah
selama ini telah berlangsung. Penambahan terpenting dalam konteks ini
dibukanya kembali kesempatan bagi daerah untukmelakukan pemekaran daerah
pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung oleh rakyat (yang dilangsury
pertama kali pada pertengahan tahun zoo5), sebagai dampak dari pemilihan
langsung yang direalisasikan pada pemilihan umum (Pemilu) tahun zoo4.
Merujuk pada beberapa kenyataan di atas, khususnya dalam konteks
daerah, maka bab ini akan membahas mengenai beberapa hal yang menyangkut
otonomi daerah, lebih fokusnya pada perihal pemekaran daerah dan i
Mengapa hal ini penting? Dan, bagaimana kaitannya dengan keseluruhan isi buku
Setidaknya ada beberapa argumentasi mengapa kajian ini penting. Pertama,
perbaikan yang diharapkan oleh warganegara Indonesia melalui Reformasi
selamanya dapat tercapai dengan mulus. Dan, salah satu hal yang tampaknyajauh
harapan tersebut adalah implementasi kebijakan otonomi daerah yang
secara serampangan, khususnya pada pelaksanaan pemekaran daerah.

Kedua, selain berdampak negatif terhadap anggaran belanja negara
Pendapatan dan belanja Negara, APBN), pemekaran daerah juga telah
terjadinya kerusakan lingkungan. Penjualan pasir negara jiran, pembalakan
penambangan batu bara liar besar-besaran dan lain lain-lain adalah akibat
beberapa oknum yang merasa bahwa daerah yang ditinggalinya sejak lama meru
hak milik daerah, sehingga putra daerah boleh melakukan apa saja demi kepenti
'anak'daerah-setidaknya logika sederhana iniyang dibayangkan oleh beberapa
tersebut.

Ketiga, keberhasilan seseorang menduduki jabatan kepala daerah
mekanisme Pilkada tidak jarang mendorong seseorang untuk melakukan penetrasi
ekspolitasi pada sumber daya alam, bagi daerah yang kaya akan sumber ini,
rangka mengembalikan beraneka biaya yang telah dikeluarkannya selama
Pilkada. Konsinyasi atas'daerah-daerah tertentu'kepada para irrvestor politik atau
birokrat yang menyokongnya merupakan aktivitas pasca-pelantikan yang kerap
dilakukan guna memelihara loyalitas dan soliditas diantara mereka. Dan,
lemahnya pemerintah pusat dalam memberikan sanksi pada daerah sehi
mengakibatkankemerosotanlingkunganyanglebih drastis daripada tempo sebelum
patut mendapat perhatian lebih.
Oleh karena itu, untuk membahas dinamika politik lokal yang berkait
pemekaran daerah, pertarungan elite dan ekseploitasi lingkungan, maka bab ini
dibagi ke dalam beberapa bagian untuk mensistematikakan urutan analisisnya, yait
pertama, pembahasan mengenai sentralisasi, desentralisasi dan pemekaran
Beberapa pertanyaan yang coba dijawab dalam bagian ini, misalnya, bagaim
sentralisasi yang dilaksanakan oleh negara Orde Baru? Sejauh mana desentralisasi

Desentralisasi, Pemekaron Daerah, dan Krisis Linglungan: Telaah Kercakan Alam

di Indonesia

llerhasil mengeliminasi sentralisasi tersebut? Apa faktor yang mendorong
pemekaran daerah?
l(erlrra, elaborasi mengenai kerusakan lingkungan yang terjadi di daerah-daerah

ini adalah mengapa
lingkungan begitu massif teq'adi pada masa otonomi, terlebih lagi di daerah
ran? Apakah ada hubungannya dengan budaya Orde Baru yang materialistik
r perilaku aparat pasca-Soeharto? Atau, ada faktor lain yang mendorong
eksploitasi alam ini-balas dendam atas kemiskinan yang selama ini berlaku,
r. Antara pertanyaan yang diungkit dalam bagian

rbalikan modal kompetisi politik lokal, menghidupi pengikut loyal (client)i ulntoh? Dan terakhir, ketiga, bahasan mengenai upaya untuk mencari jalan

dari pelbagai masalah ini. Selanjutnya, untuk mengawali paparan dan
asan lebih dalam mengenai isu-isu didisodorkan, bagian berikut ini akan
incangkan bagaimana sistem pemerintahan Orde Baru dan bagaimana evolusi
sehingga menghadirkan cara kerja baru bekerja pada era-Reformasi
rg

ini.

Kcrusakan Lingkungan, Otonomi, dan Daerah Pemekaran
Sccara singkat dan sederhana, lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan
tuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di
nya manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kerannya dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Dari definisi di
San tersirat bahwa makhluk hidup merupakan pihak yang selalu memanfaatkan linglungan hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan
hlrr-lain. Dan, manusia sebagai makhluk paling unggul, memiliki daya dalam mengkn'usi sekaligus mengkonsumsi pelbagai SDA bagi keperluan hidupnya. Di alam terdupat berbagai SDA yang merupakan komponen lingkungan yang sifatnya berbedahnrlir, di mana dapat digolongkan atas (i) SDA yang dapat diperbaharui (renewable
nulural resources) dan (ii) SDA yang tidak dapat diperbah arui (non-renewable natural
;t,.sr.rurces). Pemanfaatan yang seimbang atas SDA untuk kepentingan masyarakat tentu
tkan memberikan keuntungan yang tidak dapat dipungkiri. Tetapi, pemanfaatan-atau
lebih terpatnya eksploitas-alam terlalu berlebihan akan menhadirkan krisis yang tidak
lcrperi.
Malangnya, setelah pemekaran daerah eksploitasi alam-khususnya SDA yang
lirlak dapat diperbaharui-terjadi dengan sangat kasat mata dan brutal di beberapa
rlucrah. Di Kalimantan, misalnya, pembalakan semakjn menjadi-jadi pasca-Orde Baru.
Mcngikut McCarthy (zoo7:t9g), pengiriman kayu hasil pembalakan dilakukan secara
tcrang-terangan dengan menggunakan transportasi air yang sangat terbuka yakni
Sungai Barito. Walaupun dilakukan kasat mata, tetapi tidak ada satu aparatpun yang
lnengambil tindakan nyata atas pmjkayu ilegal tersebut. Pengiriman kayu gelondongan

alisu| Pmekarun

Politik. Govmans, d.an Isu-Isu Lingkungan Alom Sekitar

Daeroh, dan Krisis Lingkungan: Telaah lkmsakan Alam di Indonesia

hasil pembalakan itu oleh masyarakat dan banyak pihak lain sering disebut
'ekspedisi' yang tidak kurang berjumlah 123.ooo ms sekali 'ekspedisi'-walau
pembabatan hutan dan ekspedisi tersebut kadang-kadang berkuantitas 3o.ooo
dengan biaya 6ojuta perhari.
Menurut McCarthy bukan tidak ada aparat yang mau menangkap para penja
hutan tersebut, tetapi ada beberapa sebab yang membuat mereka undur melaku
antaranya (i) jumlah pengamanan 'ekspedisi'yang berjumlah lebih-kurang 3oo
'preman'-bisajadi aparat tentara dan polisi terlibat di dalamnya-dengan dipersenja
dengan senjata lengkap, (ii) pemilik kalu gelondongan itu adalah'orang-orang
dan (iii) tidak jarang aparat yang sudah kadung terbeli-setelah disodorkan u
pelacur, mariyuana, dan lainnya-oleh pemilik ekspedisi.
Namun, karena tidak ada tindakan nyata terhadap para pelaku ini, maka
turunannya ialah semakin beraninya masyarakat'kecil' untuk melakukan
yang sama di hutan-hutan lindung. Dan yang tidak kalah berbahayanya adalah

rltn utama dalam melakukan eksploitasi hutan, pasir laut dan sumber tambang lainnya.
Walau sebenarnya variabel seperti uang dan kekuasaan tidak dapat dinafikkan.
Oleh sebab itu, selepas dari cengkraman Orde Baru yang korup dan kronisme,
ruaka daerah (kini) memiliki akses yang terbuka untuk menentukan pemanfaatan SDAnya. Dulu mereka-elite politik lokal, bos-bos lokal dan sejenisnya-memprotes
lindakan pemerintah pusat yang menjarah SDA mereka, khususnya sumber kayu dan
lnmbang. Mereka menyatakan bahwa'pusat'hanya menguras sumber alam mereka
Iunpa memberikan dana yang memadai untuk pembangunan infrastrulctur di daerah
ntoreka. Yang lebih mereka khawatirkan adalah dampak dari kerusakan alam tersebut
bagi kehidupan. Bagi elite Jakarta yang menjarah tidak akan merasakan banjir, longsor
ltaupun bencana alam lainnya, tetapi hal-ihwal itu akan masyarakat lokal rasakan
rccara langsung karena bersinggungan dengan alam yang telah berubah. Namun,
nranakala Reformasi berlaku, amalan yang dijalankan oleh pemerintah 'pusat'ternyata

cukong klas rendah dan klas menengah yang mengelola'masyarakat-masyarakat

Para politikus lokal menggunakan'sentimen keputradaerahan'sebagai instrumen
untuk mengeksploitasi alam demi keuntungan masyarakat lokal yang selama ini
rlibiarkan dan dimarjinalkan'pusat'. Dengan demikian, maka ototnomi danpemekaran
rlnr:rah menciptakan raja-raja (baru) besar di wilayah yang kecil. Bahkan tidak dapat
rlipungkiribahwa dampakalam saat inijauhlebihparah dibandingkan denganpada era
Orde Baru. Jika pada Orde Baru eksploitasi itu dilakukan oleh beberapa orang dengan
clkupan wilayah yang dapat diperkirakan, maka sekarang ini yang melakukan
oksploitasi bedumlah banyak dengan luas jarahanyang smeakin tidak dapat dihitung.
Olch karenanya, penjarahan berkecenderungan meningkat sebagai konsekuensi dari
pclembagaan pelbagai kebijakan yang memberikan keuntungan pada putra daerah
(SemiartoA. Purwanto zoo5; McCarthyzooT).
Mengikut kajian Erwiza Erman (zoo7), menunjukkan bagaimana perlawanan
llaerah'terhadap 'pusat' dalam konteks otonomi, dan terlebih pada era-pemekaran
rlncrah. Di Bangka Belitung-daerah pemekaran dari provinsi Sumatera Selatan, bupati
nrcnjadi pusat dari sebuah rejim pertambangan timah yang melimpah di daerah
tcrsebut. Bupati dalam hal ini tidak saja dapat memformulasi kebijakan yang berkait
dcngan penambangan timah, tetapi juga memiliki kekuasaan untuk mengontrol sumber
alam itu lebihjauh. Dominannya kendali ini disebabkan oleh keupayaan sang bupati

ini untuk membalak secara berkelompok dengan hasil jarahan yang tidak
Pertanyaannya, mengapa hal ini bisa terjadi? Dan, mengapa peningkatan penjarahan
begitu massifberlau sekarang ini?

Secara teoretikal, pembalakan atau eksploitasi alam besar-besaran
otonomi daerah ataupun pasca-pemekaran daerah disebabkan oleh adanya'
terhadap alam itu sendiri. Oleh sebab itu, konsepsi mengenai 'akses'penting un
dielaborasi karena daripadanyalah kemudian ditemukan jawaban mengapa hal ini

terjadi. Mengikut MacPherson (tgZ8:Z), akses adalah, "a right in the sense of
enforceable claim to some use or benefit of something ." Hal ini berbeda dengan
yang diutarakan oleh Merriam-Webster (1993:6) yang menyatakan bahwa akses
"freedom or ability to obtain or make use of." Perbedaan kedua termonologi
adalahpada nghf (hak) danabiftQr (kemampuan).

Hal yang disebutkan terakhir menunjukan pada keupayaan para aktor
merambah, mengekplorasi hingga mengeksploitasi alam tanpa mempedulikan apa
mereka berhak untuk melakukannya atau tidak. Keupayaan atau
mendominasi untuk mengeksploitasi alam menjadi variabel penting
merealisasikan penggunaan sekaligus pemanfaatan akses ini. Di samping itu,
terhadap alam atau SDA sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti: koneksi den
pejabat pusat dan lokal, hubungan dengan komunitas lokal, 'pemanfaatan'

legal-formal, koersi dan kontrol atas informasi (Ribot t9g83o7). Sedangkan
disebutkan pertama, lebih pada aspek legalitas merambah, mengekplorasi
mengeksploitasi alam. Namun celakanya, definisi terakhirlah yang lebih
para pengeksplotasi alam ini. Apatah lagi dalam iklim otonomi daerah lebih
lagi dalam zona pemekaran daerah,jargon keputradaerahan bisa menjadi akses

nu:reka lakukanjuga (Erwiza Erman zooT; McCarthy zooT).
h,gal

untuk menerbitkan peraturan daerah (Perda) dalam hal ijin penambangan,
perdagangan antardaerah dan yang terpenting ekspor pasir timah-yang selama ini
dikuasai oleh'pusat' (PT. TambangTimah).

Pelbagai cakupan yang biasanya dimainkan oleh 'pusat', pasca-Orde Baru
tJoeharto diambilalih oleh orang-orang daerah, mulai dari: birokrat, politisi, polisi,

ttutara, preman dan juga lembaga swadaya masyarakat tertentu (LSM). Untuk
memperbesar keuntungan dan mempermudah cara kerja penambangan, maka

43

Politik, Goumare, dan Isu-I* Lingkungan Alam

Desmtralisri, Pmekaran Datah, dan Krisis Lingkungan: Telaah Kmmkan Alam di Indonesia

&kitar

kelompok ini membangun aliansi yang kolporatis untuk melipatgandakan

atas setiap aktivitas yang bisa dilakukan. Birokrat menyediakan perijinan,

memberikan legalitas, polisi dan tentara mempersiapkan keamanan
penambangan dan ISM mengaudit secara serampangan atas kondisi alam
sebenarnya. Melalui korporatisme ini, semua pihak mendapat untung tanpa ada
merasa dirusikan termasuk juga alam, karena selepas penilaian LSM tidak
eksploitasi yang mengancam ekosistem seluruh kehidupan matrluk hidup.
ini diperburuk lagi oleh perilaku masyarakat yang memanfaatkan
penambangan legal dan liar untuk kepentingan pribadi, kampung atau desanya.
karenanya, ketika masyarakat menangkap bertruk-truk pasir timah yang berj
42,71ton, tidak ada satupun sanski yang diberikan pada penambang yang
diluar batas ketentuan, setelah negosiasi Rp. 3o juta pada masyarakat kampung

menangkap (Erwiza Erman zooT;246). Dampak langsung dari
korporatisme elite dan keinginan masyarakat kecil di daerah untuk
bagian dari penambangan ialah tidak terawasinya penambangan timah di
Akibabrya, kerusakan alam lebih menjadi sebagai akibat dari eksploitasi yang dilaku
oleh semakin banyak elite, baik orang asli daerah maupun orang daerah yang
tangan-tangan elite pusat, penambang liar.
Lain di Bangka Belitung lain pula kasusnya dengan (salah satu kabupa
pemekaran baru) di Provinsi Bengkulu. Kabupaten L,ebong-pemekaran dari
Rejang Lebong-yang dimekarkan berdasarkan Undang-Undang No. 39 tahun
berada di kawasan Taman Nasional Kerinci Selebat (TNKS) Provinsi Bengkulu

aktivitas yang serupa-eksploitasi alam. Kabupaten Lebong, oleh karena berada
TNKS yang berupa hutan lindung, hutan cagar alam dan taman nasional,
gusar pemerintah daerah (Pemda) manakala tekanan atas keperluan masyarakat u

hidup menghardik legitimasi pemerintah yang menjanjikan kesejahteraan
berpisah dengan daerah induk.

Pembukaan hutan demi sebuah lahan pertanian oleh rakyat, penebangan
(illegal logging) oleh mereka yang tidak mampu bertani, pencurian hasil hutan (kayu

non-kayu) dan macam sebagainya menjadi kebisaan hidup yang kerap muncul
Kabupaten L,ebong. Akibatnya, fungsi TNKS sebagai hutan lindung, cagar alam
taman nasional lambat laun beralih menjadi tumpuan (ke)hidup(an)
kabupaten baru ini. Apalagi dengan adanya Perda Ijin Pemanfaatan l(ayu di Tanah
(IPK/IPKIM) yang dikeluarkan Pemda Kabupaten Lebong, dengan alasan
kebutuhan kayu untuk pembangunan perkantoran Pemda yang baru dan
masyarakat, memperburuk kondisi TNKS. Merujuk siaran pers Walhi (+/z/

rlibarengi dengan adanya legalitas penebangan di taman nasional, maka dapat
rlipastikan krisis lingkungan menjadi topik utama di Bengkulu pada beberapa tahun ke
dcpan.

Eksploitasi alam secara ugal-ugalan tidak hanya terjadi di Sumatera, provinsi di
r{ung Timur pun mengalami hal yang sama dengan tujuan dan motif yang serpa.
l'rrrvinsi Irian Jaya Barat, sebuah privinsi hasil pemekaran dari provinsi Papua, pascapemisahan dengan daerah induknya memberikan gambaran nyata mengenai kerusakan

lingkungan yang berhubungan dengan otonomi daerah dan pemekaran wilayah.2s
tlcperti yang diutarakan di atas bahwa kemampuan mendominasi ditambah dengan
honeksi dengan pejabat pusat maupun lokal, hubungan dengan komunitas lokal,
'lnnanfaatan'kerangka legal-formal, koersi dan kontrol atas informasi adalah sumber
elaes (sekaligus penjarahan) pada SDA. Mengikut penelitian Timmer (zoo7), kasus
krisis alam pun terjadi di Irian Jaya Barat, di mana berbagai kelompok elite turut terlibat
rlrrlam terjadinya kemerosotan ini. Dalam konteks ini, perilaku yang mengarah pada
lxlnggunaan aksesjabatan untuk memperbesar kekayaan pribadi atau keluarga-yang
l)(luulis sebut sebagai elitist grqf (korupsi elitis)-digunakan untuk menjelaskan
Icrromena di Papua. Dalam kapasitasnya sebagai legislator, kepala daerah, kepala dinas
rlnrr posisi penting lainnya, elite-elite lokal di Irian Jaya Barat tidak mau ketinggalan
tuntuk mengambil kesempatan dalam periode otonomi yang penuh keuntungan bagi
rlrurrah. Melalui perusahaan milik mereka ataupun perusahaan hasil perkongsian para
elite ini, mereka pun melakukan eksploitasi secara besar-besaran dan serampangan
krrhadap kayu, sumber mineral, minyakdan ikan.

Contoh yang menonjol, menurut Timmer, adalah penebangan hutan dan
pt,rdagangan ilegal kayu besi (merbau) yang begitu marak dan massif sehingga
nr('rrgancam kelestarian hutan di kawasan hutan (Timmer zooT:6zt). Pembalakan ini
rlilakukan bukan hanya oleh orang di sekitar kayu itu tumbuh tetapijuga oleh elite Irian
,lrtya Barat, papua dan juga'pusat'. Mereka melakukan ini karena askes yang dimilikinya
dcrni mendapatkan keuntungan dari posisi yang dijabatnya. Hal ini sejalan dengan yang
terladi di Hutan Memberamo, Provinsi Papua, yang sejatinya menjadi hutan lindung, cagar
rlam dan taman nasional.

Kerusakan alam akibat dari penebangan yang dilakukan oleh PT. Mamberamo
Mandiri (MAM) selaku pemegang hak pengelolaan hutan (HPH). PT. MAM yang
nrdah hampir zo tahun beroperasi di Hutan Mamberamo mempunyai kewenangan
nrenebang 6oo.ooo hektar hutan denganjenis kayu tebangan antara lain kayu matoa,
nrcrbau, lingua dan litbani. Namun, dengan adanya pemekaran kabupaten baru di
l)npua, maka kawasan Hutan Memberamo pun menjadi daerah rebutan oleh
Alas

kerusakan TNKS akibat tekanan kebutuhan kayu dan lahan sampai dengan awal

zoo5 telah mencapai ro6.846,58 Ha atau 77,95 yo dari total keseluruhan lahan
kawasan TNKS. Dapat dipastikan, dengan meningkatnya. kebutuhan kayu

'5 Kon..p 'Papua' adatah terma-politik yang berusaha untuk merangkumi keberagaman anis di Papua
mut ini. Sedangkan, Irian atau irycn lebih mengarah pada pengartian-secara etimologi-bangsa yang akan
lrhir.

45

-t
Politik,

Gomare,

dan

Isu-I*

Desentrcliwi, PemekaranDaereh,dan

LingkunganAlam Sekitar

penduduk I(abupaten Tolikara dan Kabupaten Mamberamo Raya (kabupaten
untuk mencari kehidupan.

Impaknya, semakin hari luas Hutan Memberamo berkurang oleh ka
penebangan yang dilakukan oleh PT. MAM yang memiliki hak penebangan dan
masyarakat yang membutuhkan kehidupan dari kayu-kayu yang ditebangnya di
tersebut. Contoh lain, yang menggelisahkan pula adalah keterlibatan TM dan
pejabat pemerintah dalam mengumpulkan dan memperdagangkan kayu gaharu u
diperdagangkan (dengan harga tinggi) pada beberapa negara Arab yang meminati
Salah satu akibat daripada eksploitasi besar-besaran itu ialah kekayaan diambil

daerah kepada elite lokal, sementara kesempatan-kesempatan untuk
di dalam dan di luar di antara kelompok elite tertentu

diredistribusikan

pemberian hadiah-hadiah, kesempatan komersial dan sebaginya.26 Secara politis
ekonomis, Papua mulai menunjukkan tanda-tanda privatisasi kekayaan SDA
dan kriminalisasi-administratif yang dibuat oleh para pemegang kekuasaan.
Kasus lain yang juga terjadi di Irian, yang menujukkan krisis lingkungan,
kasus eksploitasi pasir nikel di Raja Ampat. Pasir nikel yang ditambang oleh
perusahaan di Provinsi Irian Jaya Barat tersebut sudah di luar batas
Misalnya, sepanjang tahun zooT-2oo8 saja, untuk ekspor hanya ke
(Australia) saja-belum termasuk ekspor ke Iondon (Inggris) dan China yang bed
relatif sama-yang sudah melakukan bongkar-muat sebanyak 20 kali dengan
tonase (yang dibongkar) adalah 9L8.o72,23 ton. Eksploitasi alam di Raja Ampat i
bukan hanya menguntungkan aktor elite lokal seperti TM-Angkatan Laut (TNI-AI)
Polisi, tetapijugapara elite sipil. Merujuk pada laporan Yappika (5 / 4/ zooS),
bahwa kerusakan biota (pesisir) laut di Raja Ampat telah turut merusakjantung segiti
karang dunia (world coral triangle) yang terbentang dari Kepulauan-kepulauan
Pacific, Papua New-Guinea, Australia, Indonesia, Malaysia dan Filipina. Dan, karang
RajaAmpat itu berada persis di tengah-tengah kawasan jantung segitiga karang dunia.
Krisis lingkungan atau kerusakan alam inijuga terjadi di daerah lain. Antara
di Nusa Tenggara Barat G\r'IB), khususnya berkenaan dengan menyurutnya
air bersih, akibat dari beralih fungsinya beberapa kawasan konservasi menjadi
budidaya. Akibat langsung dari berlaihnya dan berubahnya fungsi lahan
menjadikan luas kawasan konservasi menjadi tidak rasional dan tidak proporsio

Tetapi dapat dipahami bahwa beralihnya fungsi kawasan konservasi

ini

(

dimaksudkan untuk menciptakan penghasilan tambahan bagi masyarakat lokal
pada akhirnya akanberimbas pada terpenuhinyapendapatan asli daeiah (PAD) bagi
daerah.
26

M"k"oi"-" ini adalah ripitasi atau bahkan imitasi dari cara yang pernah dilekukan oleh elite
Baru semasa berkuasa. Namun, skopnya berbeda. Jika pada masa Orde Bam kekayaan SDA darah
oleh elite pusat, tapi kini diambil oleh elite lokal.

46

Krisis Lingkungan: Telaah

KewkanAlamdilndoneia

Sayangnya perubahan tersebut justeru menyurutkan daerah resapan yang
diperlukan untuk menyediakan air bersih bagi banyak pihak. Kerusakan seperti ini pun
berlaku di Kupang dikarenakan pelbagai aktivitas masyarakat (yang disokong oleh
pemerintah daerah) dalam eksploitasi besar-besaran karang dan juga terumbu karang
untuk digunakan sebagai bahan dasar kapur. Eksploitasi ini bukan hanya telah menimbulkan kerugian secara ekonomis pada nelayan, secara ldrususnya, karena tangkapan
ikannya menjadijauh berkurang tapijuga bagi masyarakat yang berada di kawasan terrcbut. Ikan-ikan yang biasanya berkumpul dengan memanfaatkan mata rantai makanan
tli dekat karang ataupun terumbu karang menjadi menghilang akibat eksploitasi besarllesaran karang, sehingga akhirnya mengganggu keseimbangan ekosistem.

Iambat laun dari merosotnya mata rantai dan ekosistem di kawasan tersebut
tcntu akan memusnahkan biota yang ada di wilayah tersebut. Merujuk pada pelbagai
kerusakan alam pada saat pelaksanaan otonomi pasca-Orde Baru dan setelah
lmplementasi pemekaran daerah, maka pertanyaannya yang mesti diajukan sekarang
ndalah, apa motiflahirnya perusakan lingkungan pada era-pemekaran daerah seperti
xrkarang ini? Apakah hal ini merupakan turunan daripada budaya materialistik
pimpinan Orde Baru? Ataukah, eksploitasi alam sebagai sebuah mekanisme untuk
ttrengembalikan modal Pilkada? Sejauh mana variabel pembalasan dendam atas
kcmiskinan menjadi faktor pendorong dalam penjarahan alam?
Menurut pendapat penulis, ada beberapa hal yang menyebabkan perilaku aktor
elite dan masyarakat-di level lokal-begitu brutal terhadap alamnya. Alasan pertama,
turunan dari perilaku elite orde Baru yang korup dan kebiasaan untuk mendapatkan
tuang dengan cara-cara mudah. Perilaku korup dan kebiasaan untuk mendapatkan uang
rlt:ngan cara yang mudah telah begitu membekas dalam benak para elite lokal di
Indonesia, bahkan hingga tingkat bawah di level lokal. Mereka begitu takjub dengan
kekayaan Soeharto dan kroni-kroninya yang mencapai trilyunan rupiah.27 Dan itu
flcmua, dalam pandangan awam, diperoleh dengan cara yang tidak susah, misalnya:
27

B"b"rup^ data yang menunjukkan kekayaan Soeharto. Merujuk data Michael Vatikiotis, seorang
lrrrcsponden Far Eastern Economic Reuiew, (FEER,4/ro/rg9o:63), total kekayaan dan bunga bank dari tiga
vlviman soeharto saja, adalah: (i) Yayasan supersemar, memiliki kekalaan senilai Rp. zzz milyar din
ntcnerima bunga bank setiap tahun Rp. z4 milyar; (ii) Yayasan Dharmais, memiliki kekayaan total senilai Rp.
ho,tl milyar dan menerima bunga bank setiap tahun senilai Rp. 9 milyar; dan (iii) Yayasan Dakab, memiliki total
krkayaan senilai Rp 43 mily. ar dan tidak diketahui berapa nilai bunga bank setiap tahunnya. Data ini, menurut
Vtttikiotis, belum termasuk saham-saham yang dimiliki oleh Soeharto di perusahaan-perusahaan besar, seperti:
llkrng Indocement, kilang Bogasari, kilang Pupuk Kujang, dan lain-lain. Jeffrey Winters dalam disertaiinya,
slructural power and inuestor mobility: capital control and state polica in Indonesia, t965-t9go (tggt),
ntenyatakan bahwa total kekalaan Soeharto mencapai US$ r5 juta, Harian Gucrdran & MaiI yang terbit di
Ittsgris (r Agustus 1996) memperkirakan nilai kekayaan tak teraudit dari beberapa yayasan Soeharto sekitar
lls$ 5 milyar. Greg Earl, koresponden Australian Financial Reuieu, menaksir kekayaan yang dikuasai oleh
yeyasan-yayasan Soeharto adalah Rp 5o trilyun, dalam kurs pasca-krisis (dalam Aditjondro 1998: 66). Majalah
llhte edisi Mei 1999 menerbitkan laporan utama (special report) bertajuk'soeharto Inc' yang menilai kekayaau
&,charto s€kitar Rp. r35 trilyun. United Nations dan Bank Dunia pada 17 September zooT(melalui publikasi
'Etolen Asset Recovery (SIAR) Initiative') menyatakan bahwa kekayaan Soeharto sekitar US$ $-35-mitlarrrbcnarnya data ini data Transparency Internationo.l tahun zoo4.

47

Politik, Gowmare, dan Isu-Isu Lingkungan Alam Sekitar

Desentr.alisri, Pemekaran Daerah, dan Kisis Lingkungan: Telaah

menjadi broker, pengelola hutan, pengelola pertambangan dan lainnya. Tanpa

keras, hanya dengan menggunakan hak yang dimilikinya para kroni

Soeha

mengeksploitasi alam besar-besaran. Walaupun dipenambangan, penebangan
atau lainnya dilakukan di luar ketentuan yang berlaku, pemerintah tidak
sanksi apapun. Kalaupun ada tindakan yang dibuat, tapi pada akhimya
pemerintah pusat selalu lebih dominan karena legitimasi dan kekuasaannya yang

hegemonik

Dari proses pembelajaran ini-cara kerja yang memanfaatkan
korporatisme terselubung, katabelece, lobi, hingga koersi, memberikan gamba
bagaimana eksotisnya kegiatan tersebut apabila mereka terapkan (uga) di
hari. Sehingga manakala elite-elite daerah memiliki kesempatan untuk menj
pemimpin di daerah (layaknya Soeharto di zaman Orde Baru), maka otomatis
mempraktikkan ajaran-ajaran tersebut demi beragam keuntungan yang bisa
reguk. Siapa yang pernah mengira dan menyangka bahwa otonomi dan
daerah telah memberikan peluang yang sangat lebar bagi mengaplikasikan ilmu
telah merekapelajari cukup lama dari Orde Baru tersebut?

Motif ketiga adalah upaya menghidupi chenf (menepati janji politik). Hal ini
brrrkait dengan perihal kedua, di mana tidak sedikit calon kepala daerah menjanjikan
(akan memberikan)'kehidupan'kepada pendukungnya dan/ atau koleganya apabila
mcreka dapat menunjuRan danmemberikan dukungan konkritselamaproses Pilkada.
Pcnberian suara oleh para simpatisan yang telah dikumpulkan dan dikader oleh kolega
dckat calon bukan tanpa tujuan. Balasjasa atas dukungan dan sokongan yang loyal dari
plra pengikut dan/ atau kolega, berimplikasi pada pemberian 'hadiah'yang juga pantas

lrlgi tiap-tiap c/fent

timah tanpa mempedulikan kuantitas ijin penambangan, pembalakan hutan

honteks Pilkada sudah berlangsung sebelum Pilkada

lainnya-sekadar menyebutkan beberapa cara mudah untuk mendapatkan uang
yang telah ada sebelumnya.
Kedua, mengembalikan modal politik, khususnya pasca-Pilkada. Otonomi
pemekaran
telah memberikan ruangyang cukup luas terhadap elite politikdi
dan

untuk melakukan korupsi. Namun demikian, dengan diejawantahkan
pemerintah tentang Pilkada, maka semakin lengkaplah elitist graft di daerah.
merupakan sebuah sistem kontrakpolitikbaru antara pemilih (rakyat di sebuah
adminsitratif tertentu) dan yang dipilih (kepala daerah). Mekanisme ini
peluang bagi calon kepala daerah untuk berinterksi secara langsung pada pemilih
merebut hati mereka.
Sedihnya, mekanisme ini telah menggeser pembelian suara (money politics)
'dalam ruangan'ke'luar ruangan'. Modal untuk membeli suara para anggota dewan
dalam ruangan boleh dikatakan terhitung, tetapi ketika pemilihan kepala
bergeser ke 'luar ruangan' maka keterhitungan mert'adi kabur. Dulu
menggunakan sistem politik dalam ruangan-seorang calon kepala daerah
membeli 45 suara anggota DPRD atau lebih, umpamanya, tetapi kini mereka
membeli ratusan ribu bahkan jutaan hati ralcyat pemilih. Akibatnya, dana
diperlukan dalam pemilihan langsungjauh lebih besar dibandingkan dengan

tidak langsung'dalam rungan'. Investasi yang tidak sedikit ini tentu

Alam di Indonesia

pnda pengurasan tabungan pribadi, atau melalui jalan alternatif lain seperti meminjam
ll.llada para investor politikyang semakin marak setelah tahun zoo5. Banyak danayang
teluh dikeluarkan selama persiapan pemilihan, kampanye politik dan dalam masa
p,ernilihan itu sendiri, tentu saja memberikan dampak terhadap upaya pengembalian
pinjaman tersebut. Eksploitasi alam, seperti pembalakan hutan dengan dukungan surat
{Jlrr asli tapi palsu (aspal), penjualan pasir dengan jumlah yang tidak masuk akal,
pr,nambangan batu bara tanpa kendali, telah menguntungkan kepala daerah untuk
nrcmenuhi hajatnya mengembalikan modal yang telah dikeluarkannya atau
dipinjamnya dulu.

Oleh sebab itu, tanpa membuang waktu, ketika kekuasaan begitu besar
daerah, maka penjualan pasir ke negara tetangga denganjumlah besar,

jumlah yang sangat besar-merupakan ripitasi dan/ atau pengimitasian dari

Kmkan

Ada kecenderungan terjadinya konsesi politik antara patron dan clrenf dalam
itu berlangsung. Maka dari itu,
logika sederhana atas perilaku ini adalah semakin banyak client yang dinaungi oleh
rcorang patron (calon kepala daerah), maka akan semakin banyak konsesi 'hadiah' yang
hnrus disediakan oleh kepala daerah terpilih. Konsesi politik tersebut antaranya dapat
berupa hakpenguasaan hutan, hakpenebangan hutan, hak untukmenjual titikiklan, ijin
pcnambangan mineral, ijin ekspor dan lain sebagainya. Namun malangaya, pemberian

{lin ini tidak dipandu oleh aturan dan pengawasan yang optimal-yang memang
rlinrahkan untuk tidak berpanduan dan berpengawasan, sehingga penebangan yang
hcrlebihan, penambanganyang ekploitatif, titikiklanyang menutup daerah resapan dan
rcterusnya telah memicu munculnya krisis SDA. tebih berbahaya lagi, apabila
herusakan itu terjadi pada SDAyang tidak dapat diperbaharui.

Terakhir, balas dendam atas 'kemiskinan' yang pernah dirasakan. Model
ptrmbangunan yang meminggrrkan orang-orang daerah selama Orde Baru telah
nre ncetuskan idea (model) pembalasan atas kemiskinan di masa lalu. Para elite, danjuga
wlrga, tidak mau lagi merasakan pahit-getirnya kehidupan. Mereka yang tinggal di
daerah kaya SDA" dengan cara berpikir rasional sederhana akan mengatakan bahwa
tldak ada kata lain untuk menjadi kaya selain dengan memanfaatkan kelebihan SDA

yang dimiliki daerahnya. Pemanfaatan itu dapat berbentuk eksplorasi maupun
aksploitasi alam, sehingga manakala otonomi daerah dan pemekaran wilayah
direalisasikan dalam bentuk lembaran negara, maka pelbagai aktivitas dilakukan oleh
warga daerah. Tiket keputradaerahan dan otonomi daerah/desentralisasi dalam tempo

Politik,

Guemre,

De*ntrclinsi,

dan Isu-Isu Lingkungan Alam Sekitar

pembentukan bounded industry antardaerah, penciptaan iHim investasi yang
agar mampu menarik penanam modal asing (PMA) dan penanam modal dalam

(PMDN) untuk menjamin jalannya roda perekonomian

di

daerah.

berkembangnya sentra ekonomi di kawasan terpencil tentu akan mendorong in
ke dalam. Tetapi yang paling penting dari itu semua adalah terciptanya
pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat untuk mengaktuali
hidupnya. Pekerjaan selama ini yang merusak lingkungan hidup seperti pe
hutan, penambangan mineral, penyaringan biji emas dengan menggunakan
dan lain sebagainya dengan cara eksploitatif tentu mulai ditinggalkan oleh
sebab adanya pekerjaan yang lebih positif dan tidak merusak lingkungan hidupa
ditinggalinya.
Keempat, melibatkan campur tangan pihak ketiga dalam menyelesaikan
lingkungan. LSM dalam dan luar negeri perlu disertakan dalam proses penyadaran
pengawasanpemanfaatanlingkunganhidup olehwarga, terlebihlagi LSM internas
yang memang memfokuskan dirinya pada pengawasan dan pemulihan
Laporan-laporan lembaga ini perlu ditindaHanjuti dengan segera dan tegas
pemerintah daerah dan pusat. Di samping itu, dukungan pemerintah daerah dan
pada I.SM di daerah, khususnya dalam hal menjaga keselamatan anggota LSM
perlu dilakukan agar pantauan mereka tidak meredup setelah koersi dilakukan
aktor perusak lingkungan. Akhirnya, yang menurut penulis paling utama dan
ialah rekonstruksi ulang asimiliasi dan/ atau nasionalisme kewargaan
nationalism) yang selama ini dianggap sebagai faktor pendorong utama
daerah. Perkembangan asimiliasi serta pendidikan kewargaan perlu dipantau
dikembangkan agar perbedaan tidak dianggap sebagai jurang pemisah tetapi j
sebagai bentuk kekayaan budaya Indonesia.

fV.Penutup
Pembahasan dalam bab ini menunjukkanbahwa otonomi daerah dan
yang tidak diawasi secara seksama dan baik, entah oleh pemerintah pusat

pemerintah daerah, NGo ataupun lembaga pendidikan tinggi dan masyarakat umu
hanya akan melahirkan raja-raja besar dalam teritori yang kecil. Menjadinya raja
aktor elite di daerah dimungkinkan oleh kekuasaan yang telah beralih dari pusat
daerah. Kekuasaan dan legitimasi yang termaktub dalam undang-undang inilah
kemudian dimanfaatkan oleh alitor elite lokal untuk melakukan eksploitasi
Dahsyatnya, tidak sedikit kebijakan di level lokal dibuat untuk'melegalkan'
perusahaan milikmitra penguasa untuk'menghabisi' alam.
Bukan hanya otonomi daerah yang menjadi pemicu krisis lingkungan di
pemekaran daerah-seringjuga disebut dengan pemekaran wilayah-yang
dapat menciptakan kesejahteraan selepas dari daerah induk ternyata memanfaat S

52

Pemekarun Daerah, don Krbis Lingkmgan: Telaah

Kmfikan

AIam di Indonsio

untuk tujuan tersebut. Artinya, kekayaan alam yang dimiliki daerah dieksploitasi
habis-habisan oleh elite lokal (dan pusat) serta aktor lainnya di lokal sebagai bentuk
rcalisasi penciptaan kesejahteraan. Malangrrya, pemekaran daerah yang hampir selalu
digerakkan oleh keinginan elite lokal (untuk mendapatkan pekerjaan tetap setelah
ltensiun dari pekerjaan utamanya-di'pusat' ataupun dari'daerah induk') seringkali
rnenjadi pendorong munculnya krisis lingkungan itu sendiri. Apat lagi beberapa motif
lnin seperti mengikuti budaya pemimpin Orde Baru yang rakus, mengambalikan modal
rclamaberkompetisi dalam Pilkada, menghidupi klienyangmenyokongnya secaraloyal
rlan lain sebagainya, turut memicu eksplotasi SDA di daerah. Manakala sumber alam itu
n