Perencanaan jaringan Irigasi dan Banguna

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Definisi Irigasi
Kata irigasi berasal dari kata irrigate dalam Bahasa Belanda dan Irrigation
dalam Bahasa Inggris. Irigasi adalah adalah usaha yang dilakukan manusia untuk
penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian,
meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa
dan irigasi tambak. Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi
yang dapat dilakukan manusia. Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah
karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi
dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun, irigasi
juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah
kemudian menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model
seperti ini di Indonesia disebut menyiram.
1.2 Sejarah Irigasi
Sistem irigasi sudah mulai dikenal sejak peradaban Mesir Kuno yang
memanfaatkan Sungai Nil untuk pengairan pertanian mereka. Di Indonesia irigasi
tradisional pun telah berlangsung sejak jaman nenek moyang. Hal tersebut dapat
dilihat juga dalam cara pengairan dan bercocok tanam pada masa kerajaan –
kerjaan yang ada di Indonesia yaitu dengan cara membendung sungai secara
bergantian untuk dialirkan ke sawah – sawah. Cara lain untuk pengairan adalah

mencari sumber air pegunungan dan dialirkan dengan bamboo yang
disambungkan yang menggunakan cara dengan membawa ember yang terbuat
dari daun pinang atau menimba dari kali yang dilemparkan ke sawah dengan
ember daun pinang juga.
Di Bali, irigasi juga sudah ada sebelum tahun 1343 M, hal ini terbukti dengan
adanya sedahan atau disebut juga petugas yang melakukan koordinasi atas subak
– subak dan mengurus pemungutan pajak atas tanah wilayahnya. Sedangkan
pengertian subak sendiri adalah suatu masyarakat hukum adat di Bali yang

JIMY F GHELLO (15.21.048)

1

bersifat sosio agraris relegius yang secara historis tumbuh dan berkembang
sebagai suatu organisasi dibidang tata guna air ditingkat usaha tani.
Sistem irigasi adalah salah satu upaya Belanda dalam melaksanakan Tanam
Paksa (Cultuurstelsel) pada tahun

1830. Pemerintah Hindia Belanda dalam


Tanam Paksa tersebut mengupayakan agar semua lahan yang dibuat untuk
persawahan maupun perkebunan harus menghasilkan panen yang optimal dalam
mengeksploitasi tanah jajahannya. Sejarah irigasi di Indonesia dapat dibagi
menjadi 5 periode yaitu sebagai berikut :
1. Masa Pra-Kolonial
Dalam pembangunan sistem irigasi di Indonesia, masa pra-kolonial
ditandai dengan wujud kegiatan dengan kuatnya kearifan lokal yang
sangat tinggi. Teknologi dan kelembagaan lokal sangat menentukan
keberadaan sistem irigasi saat itu.
Sistem irigasi yang ada umumnya mempunyai skala luas sawah yang kecil
dan terbatas. Sehingga pada masa ini sangat menaruh perhatian pada
capital social dari masyarakat sendiri.
2. Masa Kolonial
Pada masa colonial ini, pembangunan irigasi sudah mulai diintervensi oleh
kepentingan pemerintah kolonial. Pembangunan dan pengelolaan irigasi
yang sebelumnya banyak dikelola oleh masyarakat, sebagian telah
diasimilasikan

dengan


pengelolaan

melalui

birokrasi

pemerintah.

Teknologi yang digunakan dan kelembagaan pengelola juga sudah
dikombinasikan antara kemampuan masyaraktat lokal dengan teknologi
kelembagaan yang dibawa oleh

pemerintah kolonial. Akibatnya

manajemen pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi merupakan
kombinasi antara potensi kapital sosial yang ada di masyarakat dengan
kemampuan birokrasi pemerintah kolonial.
3. Masa Revolusi atau Pasca Kolonial
Pada masa ini kegiatan pengairan tidak banyak dilakukan, karena
pemerintahan saat itu masih memprioritaskan pembangunan politik yang

diwarnai terjadinya polarisasi kekuatan politik internasional pasca perang
dunia ke-2, serta suasana konfrontasi dengan Negara tetangga yang terjadi
pada saat itu. Sehingga kondisi dan peran kapital sosial dalam
JIMY F GHELLO (15.21.048)

2

pembangunan dan pengelolaan irigasi secara eksiting tidak banyak
berbeda dengan era kolonial.
4. Masa Orde Baru
Pada masa orde baru ini oleh sebagian pengamat disebut sebagai
kebangkitan rezim pemerintah. Pada masa ini ditandai dengan adanya
kebangkitan peran pemerintah dalam memperkuat sektor pangan nasional.
Sehingga aspek pembangunan dan rehabilitasi besar – besaran dibidang
irigasi, banyak dilakukan oleh pemerintah. Pada masa ini, pemerintah
berhasil menggantikan undang-undang pengairan versi pemerintah
Kolonial, menjadi UU No. 11/1974 tentang Pengairan. Akibat sangat
kuatnya orientasi pemerintah untuk meraih swa-sembada pangan atau
beras, maka kegiatan pengembangan dan pengelolaan irigasi banyak
dilakukan oleh pemerintah. Pendekatan tersebut membawa konsekuensi

ketidakjelasan

peran masyarakat dalam keirigasian,

yang akibat

selanjutnya menjadi masyarakat lokal yang pasif.
5. Masa Pasca Orde Baru atau Reformasi
Pada masa ini dapat juga disebut sebagai respon masyarakat terhadap
sistem pembangunan dan pendekatan pembangunan yang totaliter dan
sentralistis yang terjadi pada Orde baru. Sehingga masyarakat menuntut
adanya reformasi pelaksanaan dan pendekatan pembangunan, termasuk
melakukan regulasi ulang dalam berbagai sector pembangunan. Dalam
masa ini lahir UU No. 7/2004 tentang sumber daya air, dan PP No.
20/2006 tentang irigasi. Seharusnya pada masa ini tidak mengulang
pendekatan pembangunan sebagaimana yang terjadi pada masa Orde Baru,
dimana pemerintah sangat mendominasi perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan. Pada masa ini perlu dibangun suatu sistem dan mekanisme
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang memberi peran yang
lebih nyata kepada masyarakat, dan juga perlu dijadikan masa kebangkitan

capital social masyarakat dalam sistem keirigasian Indonesia pada saat
sekarang dan untuk kedepannya.
1.3 Maksud dan Tujuan Irigasi
JIMY F GHELLO (15.21.048)

3

1.3.1 Maksud dari irigasi adalah :
Segala kegiatan yang berhubungan dengan usaha mendapatkan air untuk
sawah, ladang, perkebunan, dan usaha pertanian lainnya.
Usaha tersebut meliputi :
 Pembuatan sarana prasarana untuk membawa dan membagi air sampai


petak sawah secara teratur.
Membuang kelebihan air yang tidak diperlukan.

1.3.2 Tujuan dari Irigasi adalah :
a. Secara Langsung
 Membasahi tanah, agar dicapai kondisi yang baik untuk



tumbuhnya tanaman.
Menjaga kesetimbangan kandungan air dan udara dalam

tanah.
 Mengangkut bahan pupuk untuk perbaikan tanah.
b. Secara Tidak Langsung menunjang usaha pertanian dengan cara :
 Mengatur suhu tanah
 Membersihkan tanah
 Memberantas hama
 Mempertinggi permukaan air tanah
 Membersihkan air kotor
 Kolmatase

1.4 Akibat Irigasi
a. Secara Positif :
 Menaikkan nilai komersial tanah.
 Merangsang sector lain untuk lebih maju
b. Secara Negatif :

 Pemberian air secara terus menerus mendorong petani menanam tidak
serentak sehingga terjadi penanaman terus menerus akan mendorong
berlangsungnya siklus hama.

JIMY F GHELLO (15.21.048)

4



Pemberian air berlebihan dan pembuangan sisa air lebih kurang
sempurna sehingga terjadi over irrigated dan mengakibatkan tanaman
menjadi busuk.

1.5 Sumber Air Irigasi
1.5.1

1.5.2

Air Permukaan Tanah :

a. Air Retensi Alam berasal dari rawa dan danau.
b. Air Sungai
c. Air Retensi Buatan seperti : waduk
Air Dalam Tanah :
a. Air Kapiler, merupakan persediaan air untuk tanaman yang sedikit
membutuhkan air (tidak untuk irigasi).
b. Air Tanah Dangkal didapat dengan pemompaan.
c. Air Tanah Dalam didapat dengan pemompaan atau tanpa pemompaan
(air Artesis).
d. Air dalam kantong perut bumi didapat dengan pemompaan

1.6 Tipe Sistem Irigasi
1.6.1

Sistem Gravitasi
Air irigasi dibawa ke sawah dengan cara gravitasi. Sistem ini bangunan
utama melintang sungai, saluran dan bangunan pengatur distribusi air.
Sistem Gravitasi dibedakan menjadi :
1. Run-Off River System
Didasarkan pada debit harian sungai (debit andalan), sedangkan debit

yang lebih besar dilimpahkan ke hilir. Bangunan pengambilan dengan
bendung atau barrage.
2. Storage atau Reservoir System
Bila terjadi debit besar pada musim penghujan, debit air ditampung di

1.6.2

reservoir, untuk digunakan pada musim kekurangan air.
Sistem Irigasi Pompa
Dalam usaha menaikkan air ke permukaan tanah digunakan pompa.
Sistem pompa diklasifikasikan :
1. Irigasi Pompa dari Air Permukaan
Air permukaan bias berasal dari :
 Air sungai

JIMY F GHELLO (15.21.048)

5

 Air danau, waduk, dan rawa.

2. Irigasi Pompa dari Air Tanah
Air tanah berasal dari air tanah dangkal dan air tanah dalam.
3. Irigasi Pasang Surut
Pada saat debit sungai besar dan akibat pasang air laut, terjadi
peluapan air sungai atau penggenangan disekitar sungai. Daerah
genangan tersebut dimanfaatkan sebagai daerah irigasi.
1.7 Metode Irigasi
1.7.1 Irigasi Permukaan
a. Metode Petak (Border or Border Strip Flooding)
Daerah persawahan dibagi dalam petak – petak ukuran 9 – 18 m lebar
dan panjang 100 – 400 m. Air digenangkan melalui saluran atau dari
petak sebelah atasnya. Banyak dipakai pada lahan dengan kemiringan
0.002 – 0.004.
b. Metode Penggenangan dengan Kontrol Ketinggian (Check Flooding)
Petak sawah dibatasi dengan tanggul ± 30 cm yang dibuat dengan
mengikuti kontur.
c. Metode Penggenangan Cekungan (Basin Flooding)
Sistem ini untuk irigasi tanaman keras atau pohon. Air dialirkan ke
setiap cekungan yang terisi satu pohon atau beberapa pohon, air
dialirkan cekungan satu ke cekungan yang lain.
d. Metode Pemberian Air Melalui Parit atau Alur yang Sejajar (Furrow
Flooding)
Saluran pembawa dapat menggunakan saluran tertutup atau terbuka.
Alur atau parit sejajar panjangnya sekitar 90 – 190 m. Permukaan
tanah yang basah berkisar antara ½ sampai dengan 1/5 bagian
sehingga dapat mengurangi penguapan. Seringkali alur kontur dibuat
untuk menyesuaikan permukaan tanah.
e. Metode Alur Kecil (Corrugated Method)
Air dari saluran utama dialirkan ke saluran distribusi yang akhirnya
1.7.2

secara merata memberikan air pada alur – alur kecil.
Irigasi Curah atau Pancar (Sprinkler Irrigation)
Sprinkler Irrigatian dilakukan dengan pemberian air dari atas permukaan
tanah dalam bentuk pancaran yang menirukan hujan.
Metode ini cocok bila :
 Tanah sangat poreous
 Kemiringan tanah besar

JIMY F GHELLO (15.21.048)

6






Lahan sempit
Sumber air terbatas, perlu efisiensi tinggi
Untuk lahan yang bergelombang
Cocok untuk tanaman buah – buahan, sayuran, rumput, dll.

Metode ini sangat membantu untuk :
a.
b.
c.
d.

Tanaman dengan akar dangkal
Tumbuhnya tunas tanaman baru
Mengontrol temperature tanah
Mengatur kelembapan yang diperlukan tanaman tertentu (misalnya

tembakau)
e. Pemeliharaan tanaman kopi (Coffee culture)
f. Mencegah pembekuan pada daerah bersalju
g. Pemberian pupuk menjadi lebih efektif
1.7.3 Irigasi Tetes (Drip atau TrickerIrrigation)
Irigasi ini direncanakan memberikan air pada daerah perakaran tanaman.
a. Circuler Sprinkler atau Rotary Sprinkler
Sangat cocok untuk luas lahan > 1 ha.
b. Fix Nozzle Pipe
Pipa dipasang parallel dengan jarak 16 m.
1.8 Kwalitas Air Irigasi
Hal – hal yang mempengaruhi kwalitas air :
a. Konsentrasi garam dalam air irigasi
b. Konsentrasi garam dalam air tanah
c. Perbandingan Ion Sodium; kalsium dan magnesium
d. Konsentrasi unsur dan senyawa beracun
e. Konsentrasi boron
f. Kadar lumpur dalam air
g. Keseimbangan garam dan air
Parameter kwalitas air yang paling penting adalah :



Nilai pH
Total Disolved Solidis (TDS), atau jumlah hancuran bahan padat dalam air

No

TDS (ppm)

JIMY F GHELLO (15.21.048)

Cocok untuk irigasi

Tidak cocok bila
7

1
2
3
4
5
6

≤ 400
401 – 600
601 – 800
801 – 1000
1001 – 1200
≥ 1201

Cocok untuk irigasi
pH < 9.00
pH < 8.50
pH < 8.00
-

pH > 9.00
pH > 8.50
pH > 8.00
Tidak Diolah
Tidak Cocok

Klasifikasi kwalitas air yang didasarkan pada konsentrasi garam dalam air
(Salinitas) yang dinyatakan dalam Daya Hantar Listrik (DHL) :
No
1

2

Conductivity (DHL)
Micromhos/cm

Sangat aman, pengaruh salinitas terhadap

≤ 250

tanaman dapat diabaikan.
Aman dibawah kondisi

250 – 750

praktis,

untuk

tanaman yang sensitif terhadap salinitas
produksi berkurang.
Aman hanya untuk tanah yang lolos air,

3

750 – 2250

4

2250 – 4000

5

Kecocokan untuk irigasi ( Reaksi Tanaman )

produksi tanaman kurang baik.
Kurang mendukung untuk irigasi, untuk
tanaman tertentu sangat tidak cocok dan
produksi kecil.
Tidak cocok untuk irigasi, hanya sedikit

> 4000

tanaman yang berproduksi.

BAB II
DESKRIPSI TEKNIS
PERENCANAAN BANGUNAN IRIGASI
2.1. Umum

JIMY F GHELLO (15.21.048)

8

Untuk membawa air dari sumbernya hingga ke petak-petak sawah
diperlukan adanya saluran irigasi. Jika saluran irigasi yang telah ada belum
memiliki tinggi muka air yang mencukupi untuk dialirkan ke saluran induk maka
perlu adanya bangunan guna menaikkan tinggi muka air tersebut.
Kriteria dan perencanaan teknis dari bangunan irigasi dalam suatu
jaringan irigasi mutlak diperlukan, karena di dalamnya menyangkut kemampuan
bangunan tersebut untuk menahan tekanan dari air sungai itu sendiri. Analisa
teknis dalam perencanaan bangunan irigasi yang perlu dilakukan antara lain :
1. Dimensi bangunan irigasi itu sendiri yang ideal, dalam arti mampu menahan
beban yang ditimbulkan oleh air sungai.
2. Efisiensi hidrolis.
3. Metode pelaksanaan yang paling efektif untuk dilaksanakan.
4. Pemilihan bahan material untuk agregat beton bangunan utama tersebut.
Untuk menunjang perencanaan teknis bangunan irigasi tersebut
diperlukan data-data penunjang sebagai berikut :
1. Data topografi, yakni meliputi seluruh daerah aliran sungai untuk menemukan
lokasi bendung yang ideal.
2. Data hidrologi, yakni data aliran sungai yang meliputi data banjir yang
andalan untuk menentukan debit maksimum yang melalui mercu bendung.
3. Data morfologi, yakni data karakteristik material sungai yang akan dibendung
termasuk di dalamnya kandungan sedimen, distribusi butir, dan lain-lain.
4. Data geologi, yakni data keadaan atau kondisi umum permukaan tanah daerah
yang bersangkutan, kedalaman lapisan keras dan sebagainya.
5. Data mekanika tanah, antara lain data pondasi, bahan konstruksi, sumber
bahan timbunan, agregat untuk beton, parameter tanah yang harus digunakan.
2.2.

Kondisi Topografi
Di sini kondisi topogafi dimaksudkan sebagai keadaan tinggi
rendahnya suatu daerah yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
dalam perencanaan bangunan utama. Untuk itu diperlukan data-data topografi

JIMY F GHELLO (15.21.048)

9

yang menunjang dalam pelaksanaan pekerjaan ini. Data-data topografi yang
dibutuhkan adalah sebagai berikut :
a)

Peta lokasi topografi aliran sungai (DAS) dengan skala 1 : 100 yang
menunjukkan aliran sungai mulai dari sumbernya sampai muaranya di laut.
Garis-garis kontur harus diberikan setiap 25 meter. Berdasarkan peta ini
disiapkan profil memanjang sungai tersebut dan juga luasnya daerah aliran
sungai (DAS) dapat diukur.

b). Peta situasi aliran sungai dimana bangunan utama akan dibuat. Peta ini
sebaiknya berskala 1 : 2000. Peta ini juga harus meliputi jarak 1 km ke hulu
dan 1 km ke hilir bangunan utama dan melebar 250 meter dari masingmasing tepi sungai. Peta ini juga harus dilengkapi dengan garis ketinggian
setiap 1 meter, kecuali di dasar sungai dimana diperlukan garis ketinggian
setiap 0,5 meter. Peta ini juga harus mencakup lokasi alternatif yang sudah
diidentifikasikan serta panjang yang diliput harus memadai agar dapat
diperoleh informasi mengenai bentuk denah sungai.
c). Gambar potongan memanjang sungai dengan potongan melintang setiap 50
meter. Panjang potongan memanjang skala horisontalnya sama dengan skala
pada peta poin b, skala vertikalnya 1 : 200. Panjang potongan melintangnya
adalah 50 meter dari kedua tepi sungai. Elevasi akan diukur pada jarak
maksimum 25 meter atau untuk beda ketinggian 0,25 meter tergantung
mana yang dapat dicapai lebih dahulu.
d). Pengukuran detail pada situasi bendung yang sebenarnya harus dipersiapkan
yang menghasilkan peta berskala 1 : 500 untuk area seluas kurang lebih 50
ha (1000 x 500 m). Peta tersebut harus memperlihatkan bagian-bagian
lokasi bangunan utama secara lengkap, termasuk lokasi kantong lumpur dan
tanggul penutup.
Untuk mengetahui kondisi topografi akan lebh lengkap jika menggunakan
foto udara yang akan sangat bermanfaat untuk penyelidikan lapangan. Apabila

JIMY F GHELLO (15.21.048)

10

foto udara dari berbagai tahun pengambilan juga tersedia, amak ini akan lebih
menguntungkan untuk penyelidikan perilaku dasar sungai. Bangunan-bangunan
yang ada di sungai di hulu dan di hilir bangunan utama yang direncanakan harus
diukur dan dihubungkan dengan hasil- hasil pengukuran bangunan utama.
2.3. Kondisi Hidrologi
Yang dimaksud dengan kondisi hidrologi adalah kondisi debit banjir
rencana maksimum untuk bangunan pengelak, diambil sebagai debit banjir
dengan kala ulang 10 tahun. Banjir dengan periode ulang 100 tahun di perlukan
untuk mengetahui tinggi tanggul banjir dan pengontrol keamanan bangunan
utama.
Elevasi tanggul hilir sungai dari bangunan utama didasarkan pada tinggi
banjir dengan periode ulang 50 tahun. Periode ulang tersebut akan ditetapkan
berdasarkan jumlah penduduk yang terkena akibat banjir yang mungkin terjadi
serta pada nilai ekonomisnya tanah dan semua pra sarananya.
Data hidrologi yang dibutuhkan adalah data hujan dan data debit yang
berguna untuk menentukan debit rencana. Rangkaian data debit banjir rencana
untuk berbagai periode ulang harus andalan. Hal ini berarti harga-harga tersebut
harus didasarkan pada catatan-catatan banjir sebenarnya yang mencakup jangka
waktu yang cukup lama.
Perhitungan debit rendah andalan dengan periode ulang yang diperlukan,
dibutuhkan untuk menilai luas daerah potensial yang dapat diairi dari sungai
yang bersangkutan.
2.4. Kondisi Morfologi
Kondisi morfologi sungai adalah kondisi sungai yang timbul akibat
dibangunnya konstruksi bangunan utama sehingga mengubah kebebasan gerak
sungai ke arah horisontal dan konsentrasi sedimen akan berubah, karena air dan
sedimen dibelokkan dari sungai dan hanya akan digelontorkan kembali ke
sungai.

JIMY F GHELLO (15.21.048)

11

Data-data fisik yang diperlukan dari sungai adalah :
1. Kandungan dan ukuran sedimen
2. Tipe dan ukuran sedimen dasar
3. Pembagian (distribusi) ukuran butir
4. Banyaknya sedimen dalam waktu tertentu
5. Pembagian sedimen secara vertikal dalam sungai
Di sini kandungan sedimen selama banjir mendapat perhatian khusus
karena sedimen sangat mudah sekali terbawa oleh air yang akhirnya dapat
menyebabkan pendangkalan pada sungai. Jika sungai sudah terjadi pendangkalan
maka akan berpengaruh terhadap perencanaan hidrolisnya.
2.5. Kondisi Geologi
Kondisi geologi di sini dimaksudkan sebagai keadaan tanah daerah aliran
sungai yang akan direncanakan sebagai tempat bangunan utama tersebut. Untuk
itu kita memerlukan data-data geologi yang merupakan kondisi umum
permukaan tanah daerah yang bersangkutan, meliputi : keadaan geologi
lapangan, kedalaman lapisan keras, sesar, kelolosan atau permeabilitas tanah dan
bahaya gempa.
Geologi permukaan suatu daerah harus diliput pada peta geologi
pemukaan.
Skala peta yang harus dipakai adalah :
1. Peta daerah dengan skala 1 : 100.000 atau 1 : 50.000
2. Peta semi detail dengan skala 1 : 25.000 atau 1 : 5000
3. Peta detail dengan skala 1 : 2000 atau 1 : 100
Peta-peta tersebut harus dapat menunjukkan geologi daerah sungai yang
bersangkutan, daerah pengambilan bahan bangunan, detail-detail geologis yang
perlu diketahui oleh perekayasa, seperti: tipe batuan, daerah geser, sesar, daerah
pecahan, jurus dan kemiringan lapisan. Berdasarkan pengamatan dari sumuran
dan paritan uji, perubahan-perubahan yang terjadi dalam formasi tanah maupun

JIMY F GHELLO (15.21.048)

12

tebal dan derajat pelapukan tanah penutup (overburden) harus diperkirakan
karena hal ini mempengaruhi kekuatan bangunan utama yang akan dibangun.
Dalam banyak hal, pengeboran tanah mungkin diperlukan untuk secara
tepat mengetahui lapisan dan tipe batuan yang ada. Hal ini sangat penting untuk
merencanakan pondasi bendung. Adalah perlu untuk mengetahui kekuatan
pondasi bendung itu sendiri, dan juga untuk keperluan bahan bangunan yang
diperlukan, seperti agregat untuk beton, batu untuk pasangan atau batu candi,
pasir dan kerikil. Untuk memperhitungkan stabilitas bendung yang direncanakan
maka kekuatan gempa juga perlu diketahui.

BAB III
PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN DIMENSI
3.1 Perhitungan Debit Saluran Irigasi Utama
3.1.1 Kebutuhan Air Tanaman
 Kebutuhan air tanaman adalah : sejumlah air yang dibutuhkan untuk


mengganti air yang hilang akibat penguapan.
Penguapan bisa terjadi melalui permukaan air (evaporasi) maupun



daun – daun tanaman (transpirasi).
Bila kedua proses penguapan tersebut terjadi bersama – sama



terjadilah Evapotranspirasi.
Dengan demikian besar kebutuhan air tanaman adalah sebesar jumlah
air yang hilang akibat proses Evapotranspirasi.
Evapotranspirasi (ET)

transpirasi

evaporasi
Terjadi pada saat yang sama

JIMY F GHELLO (15.21.048)

13

3.1.2

Perhitungan Debit

Diketahui :
*Data dari TUGAS
Luas lahan =
Kebutuhan air =
η Effisiensi Irigasi
=

1845,5
1,31
71

Hektar
lt/det/hektar
%

0,71

* Dengan Rumus :

Keterangan :
q = Kebutuhan air untuk tanaman lt/dt/hektar
A = Luas lahan sawah
η = Effisiensi irigasi
Q=
Q=
Q=

q
1,31

x
η
x
0,71

3405,07
7 lt/det

JIMY F GHELLO (15.21.048)

A
1845,5

3,4051 m³/dt
14

Jadi debit saluran irigasi utama (induk) sebesar 3,4051 m3/det

3.1.3

Perencanaan Dimensi Saluran
Dengan data sebagai berikut akan merencanakan dimensi suatu saluran :
 Direncanakan lebar dasar saluran (b)
=3m
 Kemiringan dasar saluran (So)
= 0,0024
 Koefisien kekerasan manning saluran (N)
= 0,021
 Kemiringan dinding saluran (m)
=1
Kedalaman air (h) dihitung dengan cara coba – coba
 Debit saluran
= 3,4051 m3/det

Menentukan tinggi saluran dengan rumus :

Dengan cara coba-coba maka di dapatkan sampai persentase 100% :
JIMY F GHELLO (15.21.048)

15

Sampai di 100% di dapatkan dengan ketinggian 0.646 m

3.2 Perencanaan Dimensi Alat Ukur Debit Drempel

Dimana:
b = Lebar ambang
h = tinggi muka air diatas ambang


Cukup sesuai utk daerah datar



Kehilangan tinggi relatif kecil



Pembuatannya mudah



Perlu pembersihan sedimen di hulu ambang

Dengan data berikut :
Debit Saluran Irigasi (Q) =
Direncanakan Lebar Alat ukur (b) =

3,405
2



Merencanakan tinggi (h) :



Merencanakan Elevasi hulu alat ukur P (min) = 2h > 0,3

JIMY F GHELLO (15.21.048)

m³/dt
m

16



Merencanakan lebar alat ukur dengan ketentuan b = 2h



Menentukan zau yang berada di elevasi muka air hilir



Menentukan Elevasi muka air alat ukur drempel

Didapatkan ketinggian Elevasi hulu alat ukur 81,9 m

3.3 Didapatkan ketinggian Elevasi hulu alat ukur 81,9 m Perencanaan Dimensi
Intake
Dengan data sebagai berikut :
P intake direncanakan
h2 = E1 M.A. Hulu A U – E1 Ambang Intake
Z direncanakan
h1 =
h2 + z
Lebar pintu intake direncanakan 2 x 1m

=2m
= 2.55 m
= 0.16 m
= 2.7 m
=2m

Dengan menentukan debit persatuan lebar maka akan didapat nilai k η dan
Q
q=
b
3,405
q= ❑
❑ 2
� = 1.70
√ q=k μ a √ 2 g h 1
q
k μ a= ❑
❑ √2 g h 1
1.70
k μ a= ❑
❑ √ 2 x 9.81 x 2.7
k μ a=0.23 m

Dengan interpolasi dari beberapa grafik :
JIMY F GHELLO (15.21.048)

17

Maka didapat dengan tinggi bukaan pintu 0.78 m
3.4 Tinggi Bendung

3.5 Lebar Bendung Effisien dan Tinggi Muka Air Diatas Mercu
Lebar bendung adalah jarak antara pangkal bendung (abutment), sebaiknya
sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil.
Dalam menentukan lebar bendung, faktor utama yang dapat dipakai adalah
pertimbangan lebar sungai yang ada. Ketentuan untuk lebar maksimum bendung
adalah  1.2 kali lebar rerata sungai pada ruas yang stabil. Hal ini mempunyai
tujuan agar setelah bendung dibangun, tidak terlalu banyak mengganggu aliran
sungai.
Lebar efektif bendung (Be) dihubungkan dengan lebar bendung yang
sebenarnya / lebar mercu bendung (B) dengan persamaan :
Beef = B – 2.(n.Kp + Ka). He
B =b–p-t
Dimana :
Be

= lebar efektif bendung

B

= lebar mercu bendung

b

= lebar bendung (lebar sungai)

p

= lebar pintu penguras

JIMY F GHELLO (15.21.048)

18

t

= jumlah lebar pilar

Kp

= koefisien kontraksi pilar

Ka

= koefisien kontraksi dinding samping

He

= tinggi tekan total di atas mercu

n

= jumlah pilar.

Diketahui :
Debit banjir Q20thn

= 349.48 m3/det

Lebar sungai

= 54.75 m

Lebar bendung total (Bt=6/5 B) = 65.7 m
Tebal pilar pintu penguras (tp) = 2 (2 x 1 m)
Kp

= 0.1 Pilar bulat

Ka

= 0 bulat dan sudut 30º arah aliran

Lebar pintu penguras

= 2.5 m

Untuk mengetahui nilai ketinggian Hd maka dengan cara coba – coba nilai Hd
yang direncanakan harus sama dengan hasil nilai Hd yang diperhitungkan.
Q
A
349,48
Vo=
425,95
Vo=0.820 m/det
Vo=

hd

JIMY F GHELLO (15.21.048)

19

3.6 Profil Lengkung Bendung
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi.
Oleh karena itu mercu ini tidak akan memberikan tekanan sub atmosfer pada
permukaan mercuse waktu bendung mengalirkan air pada debit rencana. Untuk
debit yang lebih rendah, air akan memberikan tekanan kebawah mercu.
Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, Us. Army Corps of
Engineers telah mengembangkan persamaan berikut :
n
Y
X
=−K x(
)
Ho
Ho
Dimana
:
X dan Y
= koordinat – koordinat permukaan hilir
Hd
= tinggi energy rencana diatas mercu
K dan n
= parameter yang tergantung pada kecepatan aliran dan
kemiringan hilir
Bagian hulu mercu bervariasi sesuai dengan kemiringan permukaan hilir,
seperti terlihat pada gambar berikut :

JIMY F GHELLO (15.21.048)

20

Dan saya memilih menggunakan tipe Ogee yang pertama :

Kemiringan permukaan air vertical :
k
= 0,502
n
= 1.86
R1
= 0.2 x Hd
R1
= 0.2 x 1.8361
R1
= 0.36 m
R2
= 0.5 x Hd
R2
= 0.5 x 1.8361
R2
= 0.91 m

Jika dibuat sebuah grafik maka akan menghasilkan lengkungan yang halus :

Untuk mencari nilai Yc/Ho dan Xc/Ho dapat menggunakan grafik dan untuk
memperoleh Xc dan Yc maka dikalikan dengan Ho.
3.7 Peredam Energi Bendung
Kedalaman air (h) hilir peredam energy dihitung dengan cara coba – coba

Maka diketahui nilai Hn

= 1.6441 m

z direncanakan

=2m

JIMY F GHELLO (15.21.048)

21

Dengan cara coba – coba :
Sampai di persentase 100% maka nilai d1 didapatkan 0.4221 m
Q
V 1=
d1 x B
349,48
V 1=
0.4221 x 65,7
V 1=12,603 m/dt
V1
√g x d1
12,60256635
F 1=
√ 9.81 x 0.4221
F 1=6,1933
F 1=

Bila digunakan peredam tanpa balok penghalang :
d 2=hn+ z
d 2=1.6441+2
d 2=3,6441
L=3,2 x d 2
L=3.2 x 3,6441
L = 11,661 m

d2 1
1/ 2
= x (1+8 x F 1) −1
d1 2
d2 1
= x (1+8 x 6,1933)1/ 2−1
d1 2
d2
=3,05481
d1
Untuk d1 :
d1= 0.4221
d2
d 2=
x 0.50317
d1
d 2=3,0548 x 0.4221
d 2=1.2894 4.5 maka dianjurkan menggunakan peredam energi USBR tipe III
Kontrol fungsi :
F1 = 6,1933 m

3.8 Perlindungan Hilir dengan Batu Kosong
Kecepatan air hilir peredam V2 =
Q
V 2=
B x d 1−0.5
349,48
V 2=
65,7 x 0.7894
m
V 2=4,199
dt
Diameter batuan kosong d40 = 0.4185 m
Diameter batuan kosong 60% ≥ 0.4185 m

3.9 Lantai Muka
Lantai muka pada bendungan sangat ber[engaruh terhadap besar kecilnya
tekanan yang terjadi akibat gaya tekan ke atas dibawah lantai dan tekanan air

JIMY F GHELLO (15.21.048)

23

diatas lantai muka, yang dapat mengakibatkan erosi di bawah tanah dan
kehilangan beda tinggi energi per satuan panjang pada jalur rembesan sehingga
dalam perancangan bendungan ini harus direncanakan lantai muka yang aman
dari rembesan air yang mengalir kearah tubuh bendung. Dalam perancangan
lantai muka, penulis memakai 2 teori untuk pemecahan masalah ini yaitu Teori
Bligh dan Teori Lane.
 Teori Bligh
H=Elevasi MAB Hulu−Elevasi MAB Hilir
H=6,48−3,64
H=2,84 m
L=29,24 (Gambar)

C=5 Tabel kerikil Sedang
H<

L
C

29,2402
5
2,8418,815
W =B x H x faktor bentuk
1
W =1,84 x 6,48 x
2
W =5,9616ton

Momen
Gulin
Tahan
g
18,815
4,5709
5
0,6703
5
6,1529
6
4,9753
6
3,7977
6
2,6201
6
1,4425
6
0,2187
8
1,2402
3
25,689
18,815
1
Aman

Momen=W x Lengan Momen
JIMY F GHELLO (15.21.048)

31

Arah











Momen=5,9616 x 3,156
Momen=18,8148 ton. m

4.6 Upfit – Preassure
Arah dari gaya uplift pressure adalah tegak lurus dengan bidang kontaknya.
Untuk gaya ini harus dicari tekanan pada tiap – tiap titik sudut, dicari besarnya
gaya yang bekerja pada tiap – tiap bidang. Secara umum besarnya tekanan pada
setiap titik sudut.
 Normal

Nama
PB
PC
PD
PE
PF
PG
PH
PI
PJ
PK

Hx
4,65
4,65
4,65
4,65
4,65
4,65
4,65
4,65
4,65
4,65

Lx
1
1,51
2,51
3,51
4,51
5,01
6,01
7,01
8,01
9,93

L
29,14
29,14
29,14
29,14
29,14
29,14
29,14
29,14
29,14
29,14

JIMY F GHELLO (15.21.048)

ΔH
2,7
2,7
2,7
2,7
2,7
2,7
2,7
2,7
2,7
2,7

Hasil
4,5573
4,5101
4,4174
4,3248
4,2321
4,1858
4,0931
4,0005
3,9078
3,7299

32

Px
4,5573
4,5101
4,4174
4,3248
4,2321
4,1858
4,0931
4,0005

Lx
1
0,51
1
1
1
0,5
1
1
1

3,9078
3,7299

1,92

Bidan
g
1
2
3
4

Mome
n
10,799
17,143
6,6721
9,8012

Luas
Segitig
Kotak
a
2,3001
5
0,01205
4,3247
8
0,04633
2,0929
0,01158
4,0004
8
0,04633
7,1614
6
0,17078

JIMY F GHELLO (15.21.048)

Lengan Momen

Hasil

4,67
4,76

10,742
0,0574

3,92
4,09
3,17
3,25

16,953
0,1895
6,6345
0,0376

2,42
2,59

9,6812
0,12

0,96
1,28

6,875
0,2186

33

5
Jumla
h

7,0936
51,509
Momen uplift-pressure 51,5085 < Momen tahan dari berat bendung
124,05 AMAN
Jika ditambah dengan kodisi gempa maka 51,741 < Momen tahan dari
berat bendung 124,05 AMAN



Banjir

Nama

Hx

Lx

PB

6,467

1

PC

6,467

1,51

PD

6,467

2,51

L
29,296
1
29,296
1
29,296
1

JIMY F GHELLO (15.21.048)

ΔH

Hasil

5,019

6,2957

5,019

6,2083

5,019

6,037
34

PE

6,467

3,51

PF

6,467

4,51

PG

6,467

5,01

PH

6,467

6,01

PI

6,467

7,01

PJ

6,467

8,01

PK

6,467

9,93

Px

Lx

4,5573
4,5101
4,4174
4,3248
4,2321
4,1858

1
0,51
1
1
1
0,5

29,296
1
29,296
1
29,296
1
29,296
1
29,296
1
29,296
1
29,296
1

Luas
Segitig
Kotak
a
2,3001
5
0,01205
4,3247
8
0,04633
2,0929
0,01158

JIMY F GHELLO (15.21.048)

5,019

5,8657

5,019

5,6943

5,019

5,6087

5,019

5,4374

5,019

5,266

5,019

5,0947

5,019

4,7658

Lengan Momen

Hasil

4,67
4,76

10,742
0,0574

3,92
4,09
3,17
3,25

16,953
0,1895
6,6345
0,0376
35

4,0931
4,0005
3,9078
3,7299

Bidan
g
1
2
3
4
5
Jumla
h

1

4,0004
8

1
1

0,04633

2,42
2,59

9,6812
0,12

0,17078

0,96
1,28

6,875
0,2186

7,1614
6

1,92

Momen
14,892
4
23,343
8
8,9593
7
12,965
7
9,1885
1
69,349
7

Momen uplift-pressure

4.7 Daya Dukung Tanah
Data yang didapat :
Ø
= 30˚
D
= 3,4276 m
Yw
= 1 t/m
Gs
= 2,56
C
= 0,23
W
= 21,5%
( (Gs+ e ) x γw )
γsat =
(1+ e )

69,3497

<

Momen tahan dari berat bendung

0,215

JIMY F GHELLO (15.21.048)

36

A
124,05 N

W x Gs
e
Jika dalam kondisi jenuh maka Sr = 1
W x Gs
Sr =
e
1 x e=W x Gs
e=0,215 x 2,56
e=0,5504
Sr =

(( Gs+e ) x γw)
(1+e)
( ( 2,56+0,5504 ) x 1)
γsat =
(1+0,5504)
γsat =2,0062
γsat =

γ˚
0
5
10
15
20
25
30
34
35
40
45
48
50
Nc
Nq
Ny

Nc
5.7
7.3
9.6
12.9
17.7
25.1
37.2
52.6
57.8
95.7
172.3
258.3
347.5

Nq
1
1.6
2.7
4.4
7.4
12.7
22.5
36.5
41.4
81.3
173.3
287.9
415.1


0
0.5
1.2
2.5
5
9.7
19.7
36
42.4
100.4
297.5
780.1
1153.2

= 37.2
= 22.5
= 9.7

qu=C . Nc +γ . D . Nq+ 0.5. B . γ . Ny
qu=0,23 .37,2+1,0062 .3,4276 . 22,5+0,5 . 18,71.1,0062 . 9,7

JIMY F GHELLO (15.21.048)

37

qu=8,556+77,5985+91,305
t
qu=177,46 2
m

q ijin=

177,46
3

q ijin=59,1533

t
m2

4.8 Kontrol Stabilitas Bendung
Kontrol stabilitas adalah syarat yang harus dipenuhi agar kondisi bendung
stabil dan aman. Kontrol yang dilakukan adalah dengan cara membandingkan
dengan faktor keamanan. Kontrol yang dilakukan adalah kontrol terhadap guling,
kontrol terhadap geser, kontrol terhadap eksentrisitas, dan kontrol terhadap daya
dukung tanah.
4.8.1 Kontrol Guling
Suatu konstruksi tidak boleh terguling akibat dari gaya – gaya yang
bekerja, maka momen tahanan (Mt) harus lebih besar dari momen guling
(Mg).
Normal
Banjir


: Σ Mt = 274,069 ton.m
Σ Mg = 102,4327 ton.m
: Σ Mt = 273,792 ton.m
Σ Mg = 117,3095 ton.m

Normal
Mt
>1,5
Mg
274,07
FK =
>1,5
102,43
FK =2,6756>1,5
FK =

OK....


Banjir
Mt
>1,5
Mg
273,79
FK =
>1,5
117,31
FK =2,33393>1,5
FK =

OK....

JIMY F GHELLO (15.21.048)

38

4.8.2

Kontrol Geser
Suatu konstruksi bendung tidak boleh bergeser akibat gaya – gaya
yang bekerja, maka jumlah gaya vertikal harus lebih besar dibandingkan
dengan jumlah gaya horizontal.
Normal
: ΣV = 44,420
Σ H = 3,95361
Banjir

: Σ V = 51,325
Σ H = 5,962

ΣV xf
>1,5
ΣH
Normal
44,4196 x 0,75
FK =
>1,5
3,953609378
FK =8,42641>1,5
OK...
FK =





Banjir
51,3249 x 0,75
>1,5
5,9616
FK =6,56934>1,5
OK....
FK =

JIMY F GHELLO (15.21.048)

39

4.8.3

Kontrol Eksentrisitas
Pada suatu konstruksi bendung yang menggunakan batu kali, maka
tidak boleh adanya tegangan tarik, ini berarti bahwa resultan gaya – gaya
yang bekerja harus masuk kern.
B=16,59
 Normal
B M B
e= −
<
2 ΣV 6
16,59 171,636 16,59
e=

<
2
44,4196
6
e=4,43103< 5,53OK …
 Banjir
B M B
e= −
<
2 ΣV 6
16,59 156,483 16,59
e=

<
2
51,3249
6
e=5,24613