PENGUKURAN RISIKO PEMBIAYAAN PERBANKAN S

PENGUKURAN RISIKO
PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH INDONESIA
(PENDEKATAN VALUE AT RISK)

Floury Handayani

Abstract
One of the causes of the financial crisis is the high growth of financial institutions and the failure
of the institution to identify, measure, control and fulfill the level of risk. Crises are becoming
more frequent in the last 25 years due to the high volatility of interest rates, exchange rates, and
stock prices. The enormous growth of Islamic banking also potentially increase the risk of this
industry. Financing as the main activity of Islamic banks are also the main of risk. This study was
conducted to measure the risk of the portfolio financing based on the principles of Islamic banking
(mudaraba, musharaka, murabaha, istishna, ijara and qard) and based on financing schemes
(profit sharing, trading, and services). Measurement method using the Value at Risk, VarianceCovariance approach, with confidence level 90%, 95% and 99%. The data used are monthly data
from March 2004 to December 2012. The result indicates that the risk and potential losses of the
Islamic financing portfolio are relatively stable and low at around 0.2% to 1.8%.
Keywords: portfolio risk, Islamic bank financing, Value at Risk, Variance-Covariance


 


1
 

I. PENDAHULUAN
Industri perbankan, termasuk perbankan syariah dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Pergerakan variabel pasar yang cepat dan volatilitas tinggi
merupakan sumber krisis. Krisis Asia 1998 sebenarnya terlihat sebelum terjadi.
Thomson Bank Watch sudah memperingatkan

beberapa tahun sebelumnya.

Untuk Indonesia, antara lain karena tingkat pertumbuhan dan risiko konsentrasi
kredit yang terlalu tinggi, serta penyaluran kredit kepada pihak terkait. Kualitas
aset juga lebih rendah dari yang dilaporkan oleh bank (Delhaise, 1998, hal.219220). Krisis Amerika sejak tahun 2008 diawali dengan pertumbuhan kredit
perumahan (mortagage) yang tinggi, suku bunga rendah dan harga investasi
rumah yang meningkat cepat tanpa diketahui sampai berapa besar terjadi
gelembung aset (assets bubble) dan kemudian pecah.

Bank sentral tidak


melakukan kebijakan apapun karena tidak mengetahui ukuran gelembung aset
tersebut (Butarbutar, 2012). Sementara itu, studi yang dilakukan oleh Senior
Supervisory Group dari Financial Stability Board diketahui bahwa salah satu
penyebab krisis moneter di Asia tahun 1997 maupun krisis keuangan global tahun
2008

adalah

kegagalan

pengurus

beberapa

lembaga

keuangan

dalam


mengidentifikasi, mengukur dan mematuhi level risiko sehingga tidak dapat
mengantisipasi risiko sejak dini (Edratna, 2011).
Perbankan syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat selama
20 tahun perkembangannya dengan percepatan dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan Outlook Perbankan Syariah Tahun 2013 yang dikeluarkan Bank
Indonesia, aset perbankan syariah (Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah)
posisi Oktober 2012 (yoy) sebesar Rp.179,04 triliun atau meningkat sebesar 37%
dari posisi yang sama tahun 2011. Di samping meningkatnya return, pertumbuhan
pembiayaan perbankan syariah yang cepat selama ini berpotensi meningkatkan
risiko industri perbankan syariah, karena jaringan layanan yang semakin luas dan
jenis produk yang semakin kompleks. Pertumbuhan yang tinggi membutuhkan
upaya monitoring, evaluasi, dan supervisi yang tinggi, karena terdapat beberapa
masalah yang berpotensi meningkatkan risiko, antara lain pembiayaan perbankan
syariah terkonsentrasi pada debitur inti dan sektor ekonomi tertentu, masih
tergantung pada sumber dana mahal, berorientasi pada pembiayaan jangka pendek

2
 


dibandingkan pembiayaan jangka panjang, dan deposan sensitif terhadap tingkat
bagi hasil.
Oleh karena itu, studi ini melakukan pengukuran risiko pembiayaan
perbankan syariah sebagai salah satu alat monitor risiko agar kinerja industri
perbankan syariah tetap terjaga. Teori yang digunakan adalah Teori Portofolio
Modern oleh Harry Markowitz (Markowitz, 1952), yang umumnya digunakan
oleh investor untuk memperkirakan return portofolio di masa depan. Namun teori
ini juga dapat digunakan untuk mengukur kinerja portofolio periode sebelumnya
dengan mengukur return aktual dan nilai risiko pada masa lalu dan kini (Jones,
1994, hal.568).
Dalam syariah risiko selalu mengikuti return, sebagaimana kaidah fiqih “al
kharaj bi al dhaman” dan “al ghunmu bi al ghurm” (Khan dan Ahmed, 1998,
hal.136). Arti dari keduanya adalah apabila ingin mendapatkan return, harus
bersedia menanggung risiko. Semakin tinggi tingkat return yang diharapkan,
semakin tinggi risiko yang dihadapi. Sebagai lembaga intermediasi, aktivitas
utama bank syariah adalah menghimpun dana dari masyarakat melalui produk
giro, tabungan dan deposito,

kemudian menyalurkannya kembali kepada


masyarakat dalam bentuk pembiayaan dengan berbagai jenis akad seperti
mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna, qardh, dan untuk berbagai
tujuan, seperti konsumsi, modal kerja dan investasi. Pendapatan utama juga
berasal dari aktivitas pembiayaan. Setiap return selalu beriringan dengan risiko,
sehingga risiko dominan dalam perbankan syariah adalah risiko terkait dengan
pembiayaan. Dalam syariah risiko tidak dapat dihilangkan, namun dapat ditransfer
atau dibagi atau dikelola. Oleh karena itu ekonomi syariah lebih mendorong
pembiayaan berbasis bagi hasil, di mana return maupun risiko dibagi kepada para
pihak yang bekerjasama.
Metode pengukuran risiko dalam penelitian ini adalah Value at Risk (VaR).
Konsep VaR memiliki hubungan dengan Teori Portofolio Markowitz (Jorion,
2007, hal.159), keduanya mengukur risiko secara sederhana, berupa satu ukuran
atas posisi saat ini, menggunakan variance sebagai alat ukur risiko dan mengukur
risiko sisi bawah (downside risk). Konsep VaR pertama kali dipergunakan oleh JP

3
 

Morgan tahun 1994 untuk menghitung eksposur risiko global yang dihadapi
perusahaan dalam 24 jam ke depan. Pengukuran risiko ini dikenal dengan nama

Risk Metric. Pendekatan ini pada awalnya digunakan untuk mengukur risiko
pasar, namun pada perkembangan selanjutnya dapat diaplikasikan untuk berbagai
jenis risiko seperti risiko kredit, risiko operasional, dan risiko lainnya.
Penggunaan VaR tidak hanya untuk produk konvensional, namun dapat pula
untuk produk syariah (Akkizidis and Khandelwal, 2008, hal.169).
Terkait dengan pola distribusi dan estimasi perhitungan, pendekatan untuk
mengukur VaR menurut Butler (1999), Jorion (2007), Ghozali (2007) serta
Akkizidis dan Khandelwal (2008) secara garis besar dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu historical simulation method, variance-covariance approach, dan
Monte Carlo simulation method. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan
adalah variance-covariance.
Asumsi yang melandasi perhitungan VaR metode Variance-Covariance
adalah distribusi normal. Distribusi normal terkait dengan Central Limit Theorem
yang menyatakan bahwa apabila jumlah variabel besar, mean atau rata-rata return
akan konvergen menuju ke distribusi normal. Distribusi ini relatif sederhana
karena hanya melibatkan dua parameter yaitu rata-rata dan variance (Gujarati,
1978, hal.67).
Metode Variance-Covariance adalah metode pengukuran VaR yang
menyederhanakan perhitungan melalui perkalian matriks variance covariance dari
aset yang ada dalam sebuah portofolio. Risiko merupakan variance dari return,

apabila hanya ada satu jenis aset dalam sebuah portofolio. Apabila jenis aset lebih
dari satu, maka risiko portofolio juga tergantung covariance antar return aset yang
tergabung dalam portofolio.
Penelitian ini mengasumsikan pembiayaan perbankan syariah sebagai
investasi, karena memiliki kesamaan tujuan yaitu memperoleh return dengan
memperhitungkan risiko. Pembiayaan merupakan portofolio aset yang dibagi
berdasarkan akad dan skim. Data yang digunakan adalah data bulanan periode
Maret 2004 hingga Desember 2012. Jumlah data yang digunakan sebanyak 106

4
 

data, namun mengingat adanya outlier di bulan April, Mei dan Juni 2010 maka
data untuk pengukuran berjumlah 103 data.
Penelitian ini melanjutkan penelitian Ismal (2010) yang melakukan
pengukuran risiko portofolio pembiayaan industri perbankan syariah secara aktual
dengan menambahkan pembagian berdasarkan akad, yaitu mudharabah,
musyarakah, murabahah, istishna, ijarah, dan qardh. Selain itu memperbarui data
dari periode Maret 2004 hingga Desember 2012. Hal ini untuk melihat pengaruh
krisis global yang berlangsung sejak tahun 2008 hingga sekarang dan penurunan

pertumbuhan perbankan syariah tahun 2011-2012.

II. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Komposisi Pembiayaan Perbankan Syariah
Portofolio pembiayaan perbankan syariah berdasarkan akad menunjukkan
bahwa pembiayaan Murabahah selain mendominasi juga mengalami pertumbuhan
yang stabil dibandingkan dengan pembiayaan jenis lain (lihat Tabel 1). Salah satu
penyebabnya karena risiko dari aset berpendapatan tetap seperti Murabahah
dianggap paling rendah dibandingkan akad pembiayaan lainnya (Khan dan
Ahmed, 1998, hal.65).
Tabel 1
Komposisi Portofolio Pembiayaan Perbankan Syariah
Berdasarkan Akad (%)
Tahun

2004
2005
2006
2007
2008

2009
2010
2011
2012
2004-2012

Mudharabah Musyarakah

17,34
18,96
19,81
20,22
18,46
14,64
13,44
11,16
9,01
13,11

10,35

12,29
11,87
14,10
18,10
21,62
21,94
19,32
18,67
18,47

Murabahah

65,56
63,43
63,12
60,39
58,32
57,07
55,56
54,92

58,18
57,76

Istishna

Ijarah

Qardh

3,22
2,17
1,68
1,43
1,10
0,97
0,67
0,39
0,28
0,75

2,09
1,95
2,50
2,21
1,75
2,57
3,23
3,53
4,52
3,33

1,45
1,20
1,02
1,66
2,28
3,13
5,14
10,69
9,34
6,58

Sumber: Bank Indonesia – Statistik Perbankan Syariah  

Sementara itu, pembiayaan Musyarakah berada di urutan berikutnya.
Proporsi pembiayaan Musyarakah cenderung meningkat walaupun fluktuatif,

5
 

utamanya peningkatan proporsi pembiayaan Musyarakah secara signifikan terjadi
sejak 2009 ketika Bank Indonesia menyetujui produk pembiayaan Musyarakah
Mutanaqisah iB (Bank Indonesia, 2009b, hal.38). Produk Musyarakah
Mutanaqisah umumnya digunakan untuk pembiayaan kepemilikan rumah.
Pembiayaan Musyarakah mengalami sedikit penurunan pada dua tahun terakhir
yaitu dari 21,94% pada tahun 2010 menjadi 18,67% pada tahun 2012. Hal ini
berbeda dengan proporsi pembiayaan Mudharabah yang semakin menurun sejak
tahun 2007 hingga tahun 2012, yaitu dari 20,22% (2007) menjadi 9,01% (2012).
Dari enam jenis akad pembiayaan utama di perbankan syariah, pembiayaan
yang mengalami peningkatan signifikan dari tahun 2004 hingga 2011 adalah
Qardh, yaitu dari 1,45% (2004) menjadi 10,69% (2011). Hal ini karena
permintaan masyarakat yang tinggi dan fasilitas pembiayaan Qardh yang mudah
di bank syariah. Namun pada tahun 2012 pembiayaan Qardh sedikit turun terjadi
sebagai dampak kebijakan pembatasan pembiayaan Pembiayaan Qardh Beragun
Emas iB oleh Bank Indonesia. Pembiayaan ini dinilai berisiko tinggi sejalan
dengan kenaikan harga emas yang sangat cepat dan cenderung bersifat spekulatif.
Pertumbuhan pembiayaan, yang meningkat di atas rata-rata seperti Pembiayaan
Qardh Beragun Emas tersebut perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan krisis
(Bank Indonesia, 2012a, hal.3).
Apabila semua jenis pembiayaan di perbankan syariah dikelompokkan
menjadi skim jual beli (Murabahah dan Istishna), skim bagi hasil (Mudharabah
dan Musyarakah), dan skim jasa (Ijarah dan Qardh), skim pembiayaan yang
mendominasi adalah jual beli (lihat Tabel 2). Sementara skim pembiayaan bagi
hasil menurun proporsinya dalam lima tahun terakhir, pada periode yang sama
skim pembiayaan jasa meningkat. Peningkatan ini antara lain disebabkan
peningkatan alokasi pembiayaan Qardh Beragun Emas.

6
 

Tabel 2
Komposisi Portofolio Pembiayaan Perbankan Syariah
Berdasarkan Skim (%)

 

Tahun
Bagi hasil
Jual Beli
Jasa
2004
27,69
68,78
3,54
2005
31,25
65,60
3,15
2006
31,68
64,80
3,52
2007
34,32
61,81
3,87
2008
36,55
59,41
4,03
2009
36,27
58,06
5,69
2010
35,39
56,24
8,38
2011
30,48
55,31
14,21
2012
27,68
58,45
13,87
2004-2012
31,58
58,51
9,91
         Sumber: Bank Indonesia – Statistik Perbankan Syariah, data diolah  

B. Return Pembiayaan Perbankan Syariah
Dari enam jenis akad pembiayaan, Mudharabah memberikan return yang
paling tinggi selama periode penelitian dibandingkan pembiayaan jenis lainnya,
yaitu rata-rata sebesar 15,99% (lihat Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa
Mudharabah merupakan akad yang berpotensi memberikan keuntungan yang
tinggi bagi bank syariah. Return mudharabah berfluktuasi yaitu sekitar 19% pada
tahun 2008-2009, menurun pada tahun-tahun setelahnya, terakhir pada tahun
2012 sebesar 15,85%. Walaupun pembiayaan Mudharabah memberikan return
yang lebih tinggi daripada pembiayaan jenis lain, risiko pembiayaan investasi
lebih tinggi dibandingkan jual beli (Khan dan Ahmed, 1998, hal.65). Utamanya,
risiko muncul karena tingkat ketidakpastian imbal hasil dan kebutuhan monitoring
yang tinggi.
Tabel 3
Return Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Akad (%)
Tahun

Mudharabah Musyarakah Murabahah

2004
13,51
15,10
15,38
2005
13,35
9,15
13,57
2006
13,27
9,73
12,47
2007
15,29
11,74
15,31
2008
19,31
11,69
14,45
2009
19,23
11,22
15,52
2010
17,50
11,63
15,78
2011
16,58
14,03
15,09
2012
15,85
13,72
14,17
2004-2012
15,99
11,95
14,59
   Sumber: Bank Indonesia – Statistik Perbankan Syariah 

Istishna

Ijarah

Qardh

11,69
12,90
13,95
14,22
14,26
14,30
13,79
14,37
14,38
13,80

0,29
0,40
1,71
0,37
0,43
0,62
0,57
0,34
0,23
0,56

3,95
4,01
4,29
3,87
3,20
3,79
4,08
4,20
4,39
3,97

7
 
 

Pembiayaan yang memberikan return tertinggi kedua adalah Murabahah,
dengan nilai yang cenderung stabil sekitar 14-15%. Begitu pula return
pembiayaan Istishna, yang cenderung stabil dengan rata-rata return sebesar
13,80% (lihat Tabel 3). Oleh karena pembiayaan dengan akad jual beli memiliki
harga jual yang bersifat tetap dan return juga bersifat pasti, alokasi pembiayaan
Murabahah mendominasi keseluruhan pembiayaan perbankan syariah.
Berbeda dengan return Murabahah yang relatif tinggi, return pembiayaan
Musyarakah sedikit lebih rendah dan berfluktuasi. Pada tahun 2005 return
Musyarakah tercatat sebesar 15,10% kemudian turun menjadi 9,15% dan 9,73% di
tahun 2005 dan 2006. Selama tahun 2007 hingga 2010 return berada di sekitar
11%, kemudian meningkat menjadi 14,03% tahun 2011 dan turun menjadi
13,72% tahun 2012 (lihat Tabel 3).
Dibandingkan dengan empat jenis pembiayaan sebelumnya, return qardh
tercatat rendah, berada di sekitar 3-4% (lihat Tabel 3). Hal ini karena pembiayaan
Qardh bukan merupakan produk utama di perbankan syariah. Meskipun demikian,
return pembiayaan Qardh masih lebih tinggi dibandingkan return pembiayaan
Ijarah. Hal tersebut karena mayoritas akad Qardh tidak bersifat sosial, melainkan
komersial seperti produk dana talangan haji dan produk pembiayaan qardh
beragun emas. Bank syariah mengenakan biaya administrasi dari akad Qardh,
namun memperoleh pendapatan dari biaya pengurusan haji atau penyimpanan
emas.
Tabel 4
Return Pembiayaan Perbankan Syariah berdasarkan Skim (%)
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2004-2012

Bagi hasil
14,08
11,72
11,95
13,82
15,54
14,47
13,86
14,96
14,42
13,86

Jual Beli
15,21
13,55
12,51
15,28
14,45
15,50
15,75
15,09
14,18
14,57

Jasa
1,67
1,77
2,43
1,85
2,00
2,36
2,72
3,22
3,03
2,34

Portofolio
14,43
12,60
11,98
14,27
14,35
14,37
13,99
13,37
12,70
13,53

Sumber: Bank Indonesia – Statistik Perbankan Syariah, data diolah 
 

8
 

Apabila dilihat dari skim pembiayaan, return pembiayaan jasa cenderung
meningkat, berbeda dengan skim jual beli dan bagi hasil yang cenderung stabil
(lihat Tabel 4). Dari tahun 2004 hingga 2012, rata-rata skim pembiayaan jual beli
memberikan return yang lebih tinggi dibandingkan skim pembiayaan bagi hasil.
Namun return skim pembiayaan jual beli memiliki kecenderungan menurun
dalam tiga tahun terakhir. Tren penurunan return ini sejalan dengan penurunan
suku bunga kredit perbankan konvensional. Hal ini berbeda dengan skim
pembiayaan bagi hasil, yang memberikan return lebih tinggi pada tahun 2012.
Secara portofolio, pembiayaan perbankan syariah memiliki rata-rata return
sebesar 13,53%. Pembiayaan yang memberikan return di atas rata-rata untuk akad
adalah pembiayaan mudharabah, murabahah dan istishna, sedangkan berdasarkan
skim pembiayaan adalah jual beli dan bagi hasil.

C. Standar Deviasi dan Koefisien Variasi
Untuk melihat nilai sebuah portofolio, selain return, yang perlu diperhatikan
adalah risiko. Pemilihan kombinasi risiko dan return tergantung pada risk appetite
investor. Standar deviasi merupakan salah satu ukuran risiko. Standar deviasi
merupakan penyimpangan return dari tingkat return yang diharapkan Pada
Gambar 1 dapat dilihat pergerakan return bulanan pembiayaan perbankan syariah.
Volatilitas yang tinggi menunjukkan adanya risiko yang tinggi.
25.00
20.00

mudharabah
musyarakah

15.00
murabahah
istishna

10.00

ijarah 
5.00

Jun‐12

Sep‐11

portofolio pembiayaan
Dec‐10

Mar‐…

Jun‐09

Sep‐08

Dec‐07

Mar‐…

Jun‐06

Sep‐05

Dec‐04

Mar‐…

0.00

qardh

Sumber: Bank Indonesia – Statistik Perbankan Syariah  
 

Gambar 1
Pergerakan Return Pembiayaan Perbankan Syariah (%)

9
 

Dari standar deviasi, diketahui bahwa volatilitas return pembiayaan
mudharabah dan musyarakah paling tinggi (lihat Tabel 5).
Tabel 5
Standar Deviasi Return Pembiayaan Perbankan Syariah berdasarkan akad (%)
Tahun

Mudharabah

Musyarakah

Murabahah

Istishna

2004
0,68
1,00
0,67
1,12
2005
2,00
1,50
0,92
1,48
2006
0,39
0,63
0,35
0,32
2007
0,94
1,40
0,52
0,48
2008
0,80
0,54
0,23
0,25
2009
0,12
0,24
0,36
0,25
2010
0,33
1,14
0,43
0,30
2011
0,42
0,31
0,21
0,24
2012
0,32
0,13
0,36
0,11
Sumber: Bank Indonesia – Statistik Perbankan Syariah, data diolah  
 

Dalam

Ijarah

Qardh

0,22
0,13
4,04
0,19
0,20
0,18
0,13
0,13
0,24

1,77
0,97
0,65
1,39
0,16
0,30
0,18
0,10
0,53

pembiayaan mudharabah dan musyarakah, volatilitas cenderung

lebih besar karena return sangat tergantung kondisi bisnis nasabah. Namun dalam
dua tahun terakhir, volatilitas kedua akad pembiayaan menurun (lihat Tabel 5).
Mudharabah menurun dari 0,42% menjadi 0,32% sedangkan musyarakah
menurun dari 0,31% menjadi 0,13%. Tren penurunan ini menunjukkan bahwa
pembiayaan investasi tidak selalu lebih berisiko dibandingkan pembiayaan
berbasis jual-beli atau sewa. Risiko murabahah pada periode yang sama
meningkat dari 0,21% menjadi 0,36%, namun peningkatan risiko qardh jauh lebih
tinggi yaitu dari 0,10% menjadi 0,53%. Volatilitas return qardh yang besar pada
tahun 2012 terjadi karena volatilitas harga emas yang cepat dan tren penurunan
harga emas pada akhir tahun 2012 (lihat Gambar 2).

              Sumber: kitco.com 

Gambar 2
Pergerakan Harga Emas Dunia Tahun 2012

10
 

Sejalan dengan pembiayaan berdasarkan akad, untuk skim pembiayaan,
standar deviasi pembiayaan yang paling tinggi adalah skim bagi hasil, namun
standar deviasi skim ini cenderung menurun dalam tiga tahun terakhir.
Kecenderungan ini berbeda dengan standar deviasi pembiayaan jual beli dan jasa
yang meningkat pada tahun 2012 (lihat Tabel 6).
Tabel 6
Standar Deviasi Return Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Skim (%)
Tahun

Bagi
hasil

Jual
Beli

Jasa

3.00

2004

0,34

0,63

0,57

2.50

Bagi hasil

2005

1,56

0,85

0,32

2.00

Jual Beli

2006

0,45

0,35

2,69

Jasa
1.50

2007

0,66

0,51

0,52

2008

0,57

0,23

0,15

1.00

2009

0,16

0,35

0,26

0.50

2010

0,69

0,42

0,21

2011

0,30

0,20

0,17

2012

0,19

0,36

0,33

0.00

Sumber: Bank Indonesia – Statistik Perbankan Syariah, data diolah  
 

Dari nilai standar deviasi, diketahui risiko setiap jenis pembiayaan. Namun
untuk membandingkan risiko antar pembiayaan, digunakan koefisien variasi yang
merupakan risiko relatif dengan membandingkan standar deviasi dengan return.
Pembiayaan yang memiliki koefisien variasi tertinggi merupakan pembiayaan
yang paling berisiko.
Tabel 7
Koefisien Variasi Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Akad dan Skim
Mudharabah Musyarakah Murabahah Istishna
Ijarah
Qardh
0,15
0,17
0,08
0,08
2,53
0,22
Bagi hasil
Jual beli
Jasa
0,10
0,08
0,46
      Sumber: Bank Indonesia – Statistik Perbankan Syariah, data diolah  
 

Untuk

portofolio pembiayaan berdasarkan akad, yang paling berisiko

adalah Ijarah, dengan koefisien variasi selama periode penelitian sebesar 2,53
diikuti dengan Qardh yaitu sebesar 0,22. Sedangkan untuk portofolio berdasarkan

11
 

skim pembiayaan, risiko tertinggi adalah skim pembiayaan jasa yaitu sebesar 0,46
karena skim ini terdiri dari akad Ijarah dan Qardh yang juga paling berisiko (lihat
Tabel 7).
D. Koefisien Korelasi
Dalam rangka perhitungan VaR selain return dan standar deviasi, VaR juga
menggunakan covariance, yaitu hubungan absolut antar aset dalam sebuah
portofolio. Untuk mengukur secara relatif hubungan antar aset digunakan
koefisien korelasi. Nilai positif menunjukkan bahwa return antara suatu jenis
pembiayaan dengan pembiayaan lainnya bersifat searah. Apabila return
pembiayaan A naik, maka return pembiayaan B akan naik. Angka koefisien
semakin mendekati angka satu berarti korelasi semakin tinggi, begitu pula
sebaliknya. Hubungan negatif menunjukkan bahwa return antara suatu jenis
pembiayaan dengan pembiayaan lainnya bersifat berlawanan. Apabila return
pembiayaan A naik, maka return pembiayaan B akan turun.
Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa pada periode 2007-2009, koefisien
korelasi antara mudharabah dengan musyarakah dan murabahah memiliki
koefisien negatif, namun dalam dua tahun terakhir koefisien korelasi berubah
menjadi positif, artinya mudharabah memiliki kecenderungan return yang searah
musyarakah maupun murabahah. Apabila return mudharabah turun maka return
musyarakah/murabahah akan turun. Dua jenis pembiayaan yang memiliki
koefisien korelasi yang positif jika digabungkan dalam sebuah portofolio tidak
akan mengurangi risiko secara signifikan.
Tabel 8
Koefisien Korelasi Return Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Akad
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Tahun

1&2
-0,67
0,18
0,76
-0,09
-0,12
-0,19
-0,08
0,37
0,62
2&3

1&3
0,12
-0,26
-0,86
-0,39
-0,11
-0,07
0,82
0,81
0,50
2&4

1&4
-0,74
0,06
-0,30
0,59
-0,12
0,09
-0,64
0,30
0,43
2&5

1&5
0,54
-0,22
0,04
-0,80
-0,17
0,07
0,91
0,69
-0,73
2&6

1&6
0,64
-0,31
-0,18
-0,68
0,26
0,01
0,79
0,03
-0,65
3&4

1&2 :
1&3 :
1&4 :
1&5 :
1&6 :
2&3 :
2&4 :
2&5 :
2&6 :
3&4 :

Keterangan
mudharabah dan musyarakah
mudharabah dan murabahah
mudharabah dan istishna
mudharabah dan ijarah
mudharabah dan qardh
musyarakah dan murabahah
musyarakah dan istishna
musyarakah dan ijarah
musyarakah dan qardh
murabahah dan istishna

12
 
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

-0,48
0,55
-0,79
0,86
-0,18
0,59
-0,29
0,69
0,20
3&5
-0,56
-0,28
-0,20
0,11
0,58
0,67
0,88
0,87
-0,61

0,80
-0,53
-0,51
0,03
-0,17
-0,59
-0,46
0,32
0,47
3&6
0,01
-0,03
0,17
0,38
0,26
0,84
0,80
-0,20
-0,63

-0,34
-0,36
0,41
0,07
-0,41
0,47
-0,26
0,82
-0,70
4&5
-0,62
0,52
-0,10
-0,87
0,67
-0,60
-0,60
0,32
-0,71

-0,42
-0,17
-0,36
0,27
-0,61
0,78
-0,28
-0,42
-0,45
4&6
-0,33
0,19
-0,42
-0,62
0,36
-0,83
-0,39
-0,29
-0,77

-0,12
-0,80
0,53
0,14
0,63
-0,96
-0,41
0,21
0,48
5&6
0,32
0,33
-0,36
0,75
0,59
0,83
0,91
-0,47
0,79

3&5 :
3&6 :
4&5 :
4&6 :
5&6 :

murabahah dan ijarah
murabahah dan qardh
istishna dan ijarah
istishna dan qardh
ijarah dan qardh

Dalam tahun 2011-2012 return musyarakah dan murabahah memiliki
koefisien korelasi yang positif (lihat Tabel 8).

Artinya keduanya memiliki

kecenderungan return yang searah. Apabila return musyarakah turun maka return
murabahah akan turun.
Mengingat kecenderungan return antara mudharabah, musyarakah dan
murabahah memiliki korelasi positif pada tahun-tahun terakhir, maka peningkatan
atau penurunan risiko melalui pengaturan komposisi dari ketiga jenis pembiayaan
tidak akan menurunkan risiko secara signifikan.
Koefisien korelasi antar skim pembiayaan dapat dilihat pada Tabel 9.
Korelasi antara skim pembiayaan bagi hasil dengan jual beli pada periode 20112012 menunjukkan angka positif yang besar, karena nilainya lebih dari 0,50. Hal
ini menunjukkan bahwa diversifikasi melalui dua skim pembiayaan ini tidak
mengurangi risiko pasar portofolio pembiayaan secara signifikan.

13
 

Tabel 9
Koefisien Korelasi Return Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Skim
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Bagi hasil
&Jual beli
-0,3401
-0,0045
-0,8716
0,4233
-0,3243
-0,4331
-0,1611
0,9035
0,5275

Bagi hasil
& Jasa
0,2135
-0,1308
0,1835
-0,0238
-0,3476
-0,0324
0,3587
-0,6343
-0,6270

Jual beli
&Jasa
-0,1779
0,3887
-0,1707
0,6151
0,3519
0,7945
0,6359
-0,5600
-0,2891

Sebaliknya, koefisien korelasi antara skim pembiayaan jasa dengan skim
pembiayaan bagi hasil dan jual beli dalam dua tahun terakhir bernilai negatif (lihat
Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa diversifikasi skim pembiayaan jasa akan
menurunkan risiko portofolio pembiayaan. Namun karena skim ini bukan
merupakan produk utama perbankan syariah, proporsinya hanya kecil sehingga
tidak akan menurunkan risiko portofolio secara signifikan.
E. Value at Risk
Setelah menghitung komposisi pembiayaan, return pembiayaan, standar deviasi
dan koefisien korelasi, diperoleh nilai VaR. VaR digunakan untuk melihat risiko
pembiayaan yang disalurkan industri perbankan syariah. Dari hasil perhitungan,
dengan tingkat kepercayaan yang digunakan 90%, 95% dan 99% diperoleh nilai
VaR dalam persentase. Selain memperoleh nilai VaR dalam persen, yang
menunjukkan tingkat persentasi kerugian portofolio akibat risiko pasar, risiko
kredit dan risiko operasional. Besarnya nilai nominal kerugian dihitung oleh VaR
dengan mengalikan VaR persentase dengan eksposur pembiayaan, yaitu rata-rata
pembiayaan selama setahun.
Nilai VaR portofolio pembiayaan berdasarkan akad dalam persentase
mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, namun dalam tiga tahun terakhir
memiliki tren menurun. Hal tersebut terlihat Tabel 10.

14
 

Tabel 10
Value at Risk Portofolio Pembiayaan Perbankan Syariah
Berdasarkan Akad (%)
Tahun 2004
Akad
Pembiayaan

Rata-rata
Return (%)

Standar
Deviasi (%)

Bobot (%)

Value at Risk (%)

Mudharabah
Musyarakah
Murabahah
Istishna
Ijarah
Qardh

13,51
15,10
15,38
11,69
0,29
3,95

0,68
1,00
0,67
1,12
0,22
1,77

17,34
10,35
65,56
3,22
2,09
1,45

CL 99%= 0,92
CL 95%= 0,80
CL 90%= 0,71
Eksposur pembiayaan:
Rp.9.087 milyar

Akad
Pembiayaan

Rata-rata
Return (%)

Mudharabah
Musyarakah
Murabahah
Istishna
Ijarah
Qardh

13,35
9,15
13,57
12,90
0,40
4,01

Tahun 2005
Standar
Bobot (%)
Deviasi (%)
2,00
1,50
0,92
1,48
0,13
0,97

18,96
12,29
63,43
2,17
1,95
1,20

Tahun 2006
Standar
Bobot
Deviasi (%)
(%)

Akad
Pembiayaan

Rata-rata
Return (%)

Mudharabah
Musyarakah
Murabahah
Istishna
Ijarah
Qardh

13,27
9,73
12,47
13,95
1,71
4,29

Akad
Pembiayaan

Rata-rata
Return (%)

Mudharabah
Musyarakah
Murabahah
Istishna
Ijarah
Qardh

15,29
11,74
15,31
14,22
0,37
3,87

0,94
1,40
0,52
0,48
0,19
1,39

Akad
Pembiayaan

Rata-rata
Return (%)

Tahun 2008
Standar
Deviasi (%)

Mudharabah
Musyarakah
Murabahah
Istishna
Ijarah
Qardh

19,31
11,69
14,45
14,26
0,43
3,20

0,39
0,63
0,35
0,32
4,04
0,65

19,81
11,87
63,12
1,68
2,50
1,02

Tahun 2007
Standar
Bobot
Deviasi (%)
(%)

0,80
0,54
0,23
0,25
0,20
0,16

20,22
14,10
60,39
1,43
2,21
1,66
Bobot
(%)
18,46
18,10
58,32
1,10
1,75
2,28

Value at Risk (%)

CL 99%= 1,77
CL 95%= 1,43
CL 90%= 1,23
Eksposur pembiayaan:
Rp.13.742 milyar
Value at Risk (%)

CL 99%= 1,04
CL 95%= 0,89
CL 90%= 0,79
Eksposur pembiayaan:
Rp.18.056 milyar
Value at Risk (%)

CL 99%= 1,39
CL 95%= 1,17
CL 90%= 1,03
Eksposur pembiayaan:
Rp.23.525 milyar
Value at Risk (%)

CL 99%= 0,67
CL 95%= 0,55
CL 90%= 0,47
Eksposur pembiayaan:
Rp.30.895 milyar

15
 
Akad
Pembiayaan

Rata-rata
Return (%)

Mudharabah
Musyarakah
Murabahah
Istishna
Ijarah
Qardh

19,23
11,22
15,52
14,30
0,62
3,79

Tahun 2009
Standar
Deviasi (%)
0,12
0,24
0,36
0,25
0,18
0,30

Bobot
(%)
14,64
21,62
57,07
0,97
2,57
3,13

Value at Risk (%)

CL 99%= 0,91
CL 95%= 0,75
CL 90%= 0,66
Eksposur pembiayaan:
Rp.42.302 milyar

Tahun 2010
Akad
Pembiayaan

Rata-rata
Return (%)

Standar
Deviasi (%)

Bobot
(%)

Mudharabah
Musyarakah
Murabahah
Istishna
Ijarah
Qardh

17,50
11,63
15,78
13,79
0,57
4,08

0,33
1,14
0,43
0,30
0,13
0,18

13,44
21,94
55,56
0,67
3,23
5,14

Value at Risk (%)

CL 99%= 0,99
CL 95%= 0,80
CL 90%= 0,69
Eksposur pembiayaan:
Rp.57.980 milyar

Tahun 2011
Akad
Pembiayaan

Rata-rata
Return (%)

Standar
Deviasi (%)

Bobot
(%)

Mudharabah
Musyarakah
Murabahah
Istishna
Ijarah
Qardh

16,58
14,03
15,09
14,37
0,34
4,20

0,42
0,31
0,21
0,24
0,13
0,10

11,16
19,32
54,92
0,39
3,53
10,69

Value at Risk (%)

CL 99%= 0,81
CL 95%= 0,66
CL 90%= 0,57
Eksposur pembiayaan:
Rp.84.934 milyar

Tahun 2012
Akad
Pembiayaan

Rata-rata
Return (%)

Standar
Deviasi (%)

Bobot
(%)

Mudharabah
Musyarakah
Murabahah
Istishna
Ijarah
Qardh
 

15,85
13,72
14,17
14,38
0,23
4,39

0,32
0,13
0,36
0,11
0,24
0,53

9,01
18,67
58,18
0,28
4,52
9,34

Value at Risk (%)

CL 99%= 0,77
CL 95%= 0,65
CL 90%= 0,57
Eksposur pembiayaan:
Rp.120.705 milyar

Nilai VaR dalam persentase pada tingkat keyakinan 90%, 95% dan 99%
antara 0,5% sampai 1,8% dari eksposur pembiayaan. Nilai VaR ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dalam negeri.
Pada tahun 2004, ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia secara namun
pada akhir tahun cenderung menurun dan pelaksanaan pemilu presiden berjalan
lancar sehingga kondisi ekonomi domestik juga stabil (Bank Indonesia, 2005,
hal.3 dan 6), nilai VaR pada tingkat keyakinan 95% sebesar 0,80%. Dari tahun

16
 

2004 ke 2005 terjadi kenaikan VaR secara signifikan. Pada tingkat kepercayaan
95%, VaR tahun 2005 sebesar 1,43% dari eksposur pembiayaan sebesar
Rp.13,742 trilyun. Hal ini dipengaruhi pergerakan variabel pasar seperti kenaikan
harga minyak dunia mencapai USD 70 dollar/barel, dan diikuti dengan kenaikan
harga BBM rata-rata 127% di dalam negeri. Kenaikan harga minyak dunia dan
harga BBM mendorong inflasi yang mencapai 11,7%, serta terjadi gejolak nilai
tukar dan neraca pembayaran (Bank Indonesia, 2006, hal.3-4).
Pada tahun 2006, tekanan eksternal masih terjadi karena ketidakseimbangan
global namun ekonomi domestik tidak terlalu terpengaruh sehingga kondisi dalam
negeri relatif stabil (Bank Indonesia, 2007, hal.3). Kondisi ekonomi dalam negeri
yang membaik tercermin dari BI rate yang naik dari Juli 2005 sebesar 8,5%
menjadi 12,75% pada Desember 2005 dan menurun menjadi 9,75% pada
Desember 2006. Nilai VaR secara persentase pada tingkat kepercayaan 95%
menurun menjadi 0,89% dari eksposur pembiayaan sebesar Rp.18.056 milyar.
Krisis subprime mortgage mulai terjadi tahun 2007 sehingga terjadi gejolak
pasar keuangan global. Bursa saham global turun sehingga mempengaruhi bursa
saham nasional. Harga minyak dunia pada tahun ini pernah mencapai USD
110/barel dan harga komoditas pokok naik (Bank Indonesia, 2008a, hal.3-4).
Kondisi pasar yang kurang mendukung merupakan salah satu penyebab kenaikan
VaR. Pada tingkat kepercayaan 95%, nilai VaR sebesar 1,17% dari eksposur
pembiayaan sebesar Rp.23.525 milyar.
Pada tahun 2008 terjadi penurunan indeks saham dalam negeri, yaitu
terkoreksi sebesar 50% dan harga Surat Berharga Negara (SBN) turun sebesar
30%. Nilai tukar Rupiah juga mengalami depresiasi. BI rate dinaikkan dari awal
tahun sebesar 8% menjadi 9,25%. Untuk mengatasi kondisi keuangan global yang
tidak kondusif, pemerintah mengambil kebijakan penerbitan Perppu No.4 tahun
2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, sedangkan Bank Indonesia
menerbitkan PBI No.10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum untuk
membantu likuiditas perbankan (Bank Indonesia, 2009a, hal.3 dan 6). Nilai VaR
pembiayaan perbankan syariah pada tahun ini turun secara signifikan. Pada

17
 

tingkat keyakinan 95%, nilai VaR sebesar 0,55% dari eksposur pembiayaan
sebesar Rp.30.895 milyar.
Selama tahun 2009 dan 2010 nilai VaR meningkat. Secara persentase
kenaikan relatif kecil, yaitu 0,75% tahun 2009 dari eksposur pembiayaan sebesar
Rp.42.302 milyar dan 0,80% tahun 2010 dari eksposur pembiayaan sebesar
Rp.57.980 milyar, pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini dipengaruhi oleh
tekanan inflasi karena kenaikan harga makanan dalam negeri dan harga komoditas
dunia (Bank Indonesia, 2011a, hal.3).
Pada tahun 2011 terjadi pelemahan nilai tukar rupiah, pertumbuhan ekonomi
dunia melambat mempengaruhi indeks harga saham domestik. Harga SBN
bergejolak dan penurunan signifikan untuk SBN jangka pendek sebagai dampak
kebijakan makroprudensial months holding period SBI dari 1 bulan ke 6 bulan
sehingga terjadi perpindahan SBI ke SBN. Untuk memperbaiki harga SBN
dilakukan intervensi pasar. Kinerja pasar saham menurun karena pengaruh
turunnya pertumbuhan ekonomi India dan Cina, namun pulih pada akhir tahun
(Bank Indonesia, 2012a, hal.3-4). Kebijakan otoritas yang segera dilakukan
membuat kondisi ekonomi domestik stabil. Nilai VaR pada tahun ini menurun
secara persentase menjadi 0,66% dari eksposur pembiayaan sebesar Rp.84.934
milyar, pada tingkat kepercayaan 95%.
Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2012 lebih lambat dibanding tahun 2011,
namun kondisi ekonomi dalam negeri masih baik. Nilai tukar Rupiah mengalami
depresiasi namun distabilkan melalui operasi moneter. Tingkat inflasi tahun ini
juga menurun sebesar 4,3%, dan BI rate juga turun menjadi 5,75% (Bank
Indonesia, 2013, hal.7 dan 11). Nilai VaR pembiayaan perbankan syariah tahun
2012 sedikit turun menjadi 0,65% dari eksposur pembiayaan sebesar Rp.120.705
milyar.
Tren VaR portofolio pembiayaan berdasarkan akad dari tahun ke tahun
dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan besarnya risiko portofolio
pembiayaan perbankan syariah. Terjadi penurunan VaR pada periode 2008-2012
yang artinya risiko pembiayaan perbankan syariah relatif rendah dan dipengaruhi
oleh kondisi ekonomi dalam negeri. Kondisi ekonomi global yang sedang

18
 

mengalami krisis dapat dikatakan tidak mempengaruhi industri perbankan syariah.
Hal ini karena pada tahun-tahun terakhir pemerintah dan Bank Indonesia segera
mengambil kebijakan untuk menstabilkan faktor-faktor pasar seperti harga saham,
harga SBN, nilai tukar, dan inflasi ketika terjadi gejolak.
2.00
1.80
1.60
99%
1.40
95%
1.20
90%
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Gambar 3
Value at Risk Portofolio Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Akad (%)
Selanjutnya, dari hasil perhitungan VaR portofolio berdasarkan skim
pembiayaan, diketahui bahwa VaR portofolio pembiayaan berdasarkan akad lebih
tinggi dibandingkan berdasarkan skim pembiayaan pada semua tingkat keyakinan.
Risiko skim pembiayaan lebih rendah dibandingkan dengan akad pembiayaan
dilihat dari standar deviasinya. Demikian juga koefisien korelasi antar jenis
pembiayaan. Hal ini mempengaruhi nilai VaR persentase. Nilai VaR persentase
untuk portofolio berdasarkan skim pembiayaan dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil
ini sejalan dengan prinsip diversifikasi Markowitz bahwa risiko suatu portofolio
menurun seiring dengan menurunnya korelasi return antar aset dalam portofolio.

19
 

Tabel 11
Value at Risk Portofolio Pembiayaan Perbankan Syariah
Berdasarkan Skim (%)
Skim
Pembiayaan
Bagi hasil
Jual Beli
Jasa

Rata-rata
Return (%)
14,08
15,21
1,67

Tahun 2004
Standar
Bobot (%)
Deviasi (%)
0,34
27,69
0,63
68,78
0,57
3,54

Skim
Pembiayaan
Bagi hasil
Jual Beli
Jasa

Rata-rata
Return (%)
11,72
13,55
1,77

Tahun 2005
Standar
Bobot (%)
Deviasi (%)
1,56
31,25
0,85
65,60
0,32
3,15

Skim
Pembiayaan
Bagi hasil
Jual Beli
Jasa

Rata-rata
Return (%)
11,95
12,51
2,43

Tahun 2006
Standar
Bobot (%)
Deviasi (%)
0,45
31,68
0,35
64,80
2,69
3,52

Skim
Pembiayaan
Bagi hasil
Jual Beli
Jasa

Rata-rata
Return (%)
13,82
15,28
1,85

Tahun 2007
Standar
Bobot (%)
Deviasi (%)
0,66
34,32
0,51
61,81
0,52
3,87

Skim
Pembiayaan
Bagi hasil
Jual Beli
Jasa

Rata-rata
Return (%)
15,54
14,45
2,00

Tahun 2008
Standar
Bobot (%)
Deviasi (%)
0,57
36,55
0,23
59,41
0,15
4,03

Skim
Pembiayaan
Bagi hasil
Jual Beli
Jasa

Rata-rata
Return (%)
14,47
15,50
2,36

Tahun 2009
Standar
Bobot (%)
Deviasi (%)
0,16
36,27
0,35
58,06
0,26
5,69

Value at Risk (%)
CL 99%= 0,95
CL 95%= 0,67
CL 90%= 0,52
Eksposur pembiayaan:
Rp.9.087 milyar
Value at Risk (%)
CL 99%= 1,72
CL 95%= 1,22
CL 90%= 0,95
Eksposur pembiayaan:
Rp.13.742 milyar
Value at Risk (%)
CL 99%= 0,34
CL 95%= 0,24
CL 90%= 0,19
Eksposur
pembiayaan:
Rp.18.056 milyar
Value at Risk (%)
CL 99%= 1,09
CL 95%= 0,77
CL 90%= 0,60
Eksposur pembiayaan:
Rp.23.525 milyar
Value at Risk (%)
CL 99%= 0,49
CL 95%= 0,35
CL 90%= 0,27
Eksposur pembiayaan:
Rp.30.895 milyar
Value at Risk (%)
CL 99%= 0,46
CL 95%= 0,33
CL 90%= 0,26
Eksposur pembiayaan:
Rp.42.302 milyar

20
 
Skim
Pembiayaan
Bagi hasil
Jual Beli
Jasa

Rata-rata
Return (%)
13,86
15,75
2,72

Tahun 2010
Standar
Bobot (%)
Deviasi (%)
0,69
35,39
0,42
0,21

56,24
8,38

Skim
Pembiayaan
Bagi hasil
Jual Beli
Jasa

Rata-rata
Return (%)
14,96
15,09
3,22

Tahun 2011
Standar
Bobot (%)
Deviasi (%)
0,30
30,48
0,20
55,31
0,17
14,21

Skim
Pembiayaan
Bagi hasil
Jual Beli
Jasa

Rata-rata
Return (%)
14,42
14,18
3,03

Tahun 2012
Standar
Bobot (%)
Deviasi (%)
0,19
27,68
0,36
58,45
0,33
13,87

Value at Risk (%)
CL 99%= 0,75
CL 95%= 0,53
CL 90%= 0,41
Eksposur pembiayaan:
Rp.57.980 milyar
Value at Risk (%)
CL 99%= 0,44
CL 95%= 0,31
CL 90%= 0,24
Eksposur pembiayaan:
Rp.84.934 milyar
Value at Risk (%)
CL 99%= 0,53
CL 95%= 0,37
CL 90%= 0,29
Eksposur pembiayaan:
Rp.120.705 milyar

Besarnya risiko pembiayaan perbankan syariah berada di antara 0,2%
hingga 1,8% dari eksposur pembiayaan, tergantung tingkat kepercayaan dan
pembagian instrumen pembiayaan (berdasarkan akad atau skim pembiayaan).
Risiko relatif lebih rendah terjadi ketika ekonomi domestik stabil dan tidak ada
pengaruh langsung dari ekonomi global.
Sementara itu nilai VaR dalam persentase dikalikan dengan eksposur
pembiayaan, akan diperoleh nilai VaR nominal. Pada tingkat keyakinan 95%, nilai
VaR pembiayaan berdasarkan akad tahun 2004 sebesar Rp.72,34 milyar dan
meningkat menjadi Rp.196,77 milyar pada tahun 2005 karena peningkatan nilai
VaR persentase maupun pertumbuhan pembiayaan. Namun secara nominal VaR
meningkat secara signifikan sejak tahun 2008 hingga 2012, karena salah satu
faktor pengali dalam VaR nominal adalah pembiayaan (lihat Gambar 4). Hal ini
sejalan dengan percepatan pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah sejak
tahun 2008 hingga 2011.

21
 
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

160000
140000
120000
100000

99%

80000

95%

60000

90%

40000

Pembiayaan

20000
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Gambar 4
Value at Risk Portofolio Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Akad
(milyar Rp)
Nilai nominal VaR berdasarkan skim pembiayaan juga menunjukkan tren
yang sama, yaitu meningkat sejak tahun 2008 hingga 2012. Angka selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12
Value at Risk Portofolio Pembiayaan Perbankan Syariah
Berdasarkan Skim (milyar Rp)
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Value at Risk (Milyar Rp)
CL 99%
CL 95%
CL 90%
86,30
61,03
47,49
236,45
167,22
130,12
62,13
43,94
34,19
256,99
181,75
141,42
165,52
117,06
91,08
196,55
139,01
108,16
436,71
308,85
240,32
369,96
261,64
203,59
636,13
449,88
350,06

Eksposur Pembiayaan
(milyar Rp)
9.087
13.742
18.056
23.525
30.895
42.302
57.980
84.934
120.705

III. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Studi ini ditujukan untuk mengukur risiko portofolio pembiayaan perbankan
syariah. Dari analisis dan pembahasan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Besarnya risiko kerugian portofolio pembiayaan perbankan syariah dikur dari
VaR (%) adalah sebagai berikut:

22
 

a. Berdasarkan akad pembiayaan
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

CL 99%
0,92
1,77
1,04
1,39
0,67
0,91
0,99
0,81
0,77

Value at Risk (%)
CL 95%
CL 90%
0,80
0,71
1,43
1,23
0,89
0,79
1,17
1,03
0,55
0,47
0,75
0,66
0,80
0,69
0,66
0,57
0,65
0,57

Eksposur Pembiayaan
(milyar Rp)
9.087
13.742
18.056
23.525
30.895
42.302
57.980
84.934
120.705

b. Berdasarkan skim pembiayaan
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

CL 99%
0,95
1,72
0,34
1,09
0,49
0,46
0,75
0,44
0,53

Value at Risk (%)
CL 95%
CL 90%
0,67
0,52
1,22
0,95
0,24
0,19
0,77
0,60
0,35
0,27
0,33
0,26
0,53
0,41
0,31
0,24
0,37
0,29

Eksposur Pembiayaan
(milyar Rp)
9.087
13.742
18.056
23.525
30.895
42.302
57.980
84.934
120.705

2. Besarnya risiko kerugian portofolio pembiayaan perbankan syariah dikur dari
VaR nominal adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan akad pembiayaan
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Value at Risk (Milyar Rp)
CL 99%
CL 95%
CL 90%
83,97
72,34
64,62
243,59
196,77
169,63
187,56
160,23
142,51
326,98
274,97
242,56
228,03
185,13
160,08
384,74
317,97
277,81
573,95
464,15
400,40
691,13
562,58
487,22
923,90
781,23
691,14

Eksposur Pembiayaan
(milyar Rp)
9.087
13.742
18.056
23.525
30.895
42.302
57.980
84.934
120.705

b. Berdasarkan skim pembiayaan
Tahun
2004
2005
2006

Value at Risk (Milyar Rp)
CL 99%
CL 95%
CL 90%
86,30
61,03
47,49
236,45
167,22
130,12
62,13
43,94
34,19

Eksposur Pembiayaan
(milyar Rp)
9.087
13.742
18.056

23
 
2007
2008
2009
2010
2011
2012

256,99
165,52
196,55
436,71
369,96
636,13

181,75
117,06
139,01
308,85
261,64
449,88

141,42
91,08
108,16
240,32
203,59
350,06

23.525
30.895
42.302
57.980
84.934
120.705

3. Studi ini tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk mendukung hipotesis
bahwa potensi kerugian meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan
pembiayaan, mengingat nilai VaR persentase relatif lebih rendah pada tahun
2008-2012 ketika kondisi perekonomian domestik kondusif dan relatif lebih
tinggi ketika perekonomian domestik mengalami gejolak. VaR perbankan
syariah sensitif terhadap sektor riil. Faktor-faktor seperti harga minyak dunia
yang mempengaruhi harga BBM, tingkat inflasi dan kebijakan pemerintah
maupun Bank Indonesia, lebih mempengaruhi besarnya risiko.
4. Jenis pembiayaan yang paling berisiko adalah pembiayaan yang memiliki
koefisien variasi tertinggi. Untuk

portofolio pembiayaan berdasarkan akad,

yang paling berisiko adalah Ijarah, dengan koefisien variasi selama periode
penelitian sebesar 2,53 diikuti dengan Qardh yaitu sebesar 0,22. Sementara itu,
untuk portofolio berdasarkan skim pembiayaan, jenis pembiayaan yang
memiliki risiko tertinggi adalah jasa yaitu sebesar 0,46 karena skim ini terdiri
dari akad Ijarah dan Qardh yang juga paling berisiko.
5. Studi ini juga tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk mendukung
hipotesis bahwa semakin tinggi return sebuah akad/skim pembiayaan, risiko
akad/skim pembiayaan tersebut semakin tinggi, mengingat skim pembiayaan
jasa yang memberikan return paling rendah, memiliki risiko yang paling tinggi
dibandingkan dengan jenis pembiayaan lainnya.
6. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengelola risiko perbankan
syariah adalah sebagai berikut:
a. Proporsi pembiayaan Mudharabah harus ditingkatkan karena pembiayaan
ini memberikan return paling tinggi dengan potensi risiko (koefisien variasi)
yang cenderung moderat. Hal ini akan menunjukkan kelebihan bank syariah
yaitu berbagi hasil, serta sejalan dengan kebijakan otoritas yang mendorong
pembiayaan ke sektor produktif.

24
 

b. Proporsi pembiayaan jasa, yang terdiri dari akad Ijarah dan Qardh harus
diturunkan karena return pembiayaan ini relatif rendah dengan potensi
risiko(koefisien variasi) yang lebih tinggi dibandingkan jenis pembiayaan
lainnya. Kebijakan Bank Indonesia dengan menekan laju pertumbuhan
pembiayaan Qardh sudah tepat, karena pembiayaan ini berpotensi risiko
tinggi.

B. Saran
Saran-saran yang dapat diberikan kepada akademisi, bank syariah, pemerintah,
Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan adalah sebagai berikut:
1. Akademisi
Penelitian ini mengukur risiko pasar dari portofolio pembiayaan perbankan
syariah. Mengingat risiko yang melekat pada pembiayaan perbankan syariah
yang diperhitungkan dalam perhitungan Capital Adequacy Ratio dalam Basel
Accord adalah juga risiko kredit dan risiko operasional, penelitian berikutnya
dapat dilakukan untuk mengukur risiko kredit dan risiko operasional atas
portofolio pembiayaan perbankan syariah. Studi lanjutan juga dapat mengukur
risiko per bank syariah, atau membedakan antara Bank Umum Syariah dengan
Unit Usaha Syariah, atau dapat pula menggunakan data panel berupa data cross
section dan time series sehingga dapat diketahui lebih rinci pihak yang lebih
berisiko.
2. Bank syariah
Bank syariah agar meningkatkan proporsi pembiayaan bagi hasil karena
berpotensi memberikan return yang lebih tinggi, namun harus disertai proses
manajemen risiko yang memadai, seperti melakukan monitoring pembiayaan
agar risiko dapat dikendalikan. Selanjutnya, meskipun belum dipersyaratkan
oleh regulator, bank syariah dapat menggunakan Value at Risk sebagai alat
mengukur risiko yang melekat pada semua aktivitas yang dilakukan, baik
untuk portofolio surat berharga di trading book dan banking book, maupun
portofolio pembiayaan. Hal ini untuk mengendalikan risiko pasar bagi internal
bank syariah.

25
 

3. Bank Indonesia dan Pemerintah
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa kondisi ekonomi sangat mempengaruhi
tingkat risiko pasar yang dihadapi industri perbankan syariah. Kebijakan
pemerintah dan Bank Indonesia yang cepat atas krisis keuangan global tahun
2008 terbukti mampu menahan dampak krisis tersebut terhadap perekonomian
dalam negeri sehingga perbankan Indonesia juga relatif tidak terkena krisis
pada tahun-tahun terakhir. Oleh karena itu, Bank Indonesia dan pemerintah
agar selalu mengambil kebijakan secara cepat dan tepat untuk menjaga situasi
perekonomian domestik tetap kondusif bagi perbankan syariah. Selanjutnya
pengukuran risiko pasar per individu bank syariah maupun secara industri
dapat dilakukan secara berkala sebagai salah satu alat deteksi dini risiko
perbankan syariah.
4. Otoritas Jasa Keuangan
Sebagai lembaga pengawas bank syariah mulai tahun 2014, Otoritas Jasa
Keuangan dapat melakukan kajian lebih lanjut mengenai kemungkinan
memperhitungkan risiko pasar dalam perhitungan Capital Adequacy Ratio
bank syariah. Hal ini mengingat Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas
bank saat ini, baru mewajibkan bank mengukur sensitivity to market risk,
belum mengukur risiko pasar sepenuhnya dan memperhitungkannya dalam
Capital Adequacy Ratio.

DAFTAR REFERENSI
Akkidis, Ioannis, and Sunil Kumar Khandelwal. (2008). Financial Risk
Management for Islamic Banking and Finance, New York: Palgrave
Macmilan.
Bank Indonesia. (2004). Kajian Stabilitas Keuangan No.2 Tahun 2004.
Bank Indonesia. (2005). Kajian Stabilitas Keuangan No.4 Tahun 2005.
Bank Indonesia. (2006). Kajian Stabilitas Keuangan No.6 Tahun 2006.
Bank Indonesia. (2007). Kajian Stabilitas Keuangan No.8 Tahun 2007.
Bank Indonesia. (2008a). Kajian Stabilitas Keuangan No.10 Tahun 2008.
Bank Indonesia. (2008b). Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/31/DPbS
tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Bank Indonesia. (2009a). Kajian Stabilitas Keuangan No.12 Tahun 2009.
Bank Indonesia (2009b). Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2009.

26
 

Bank Indonesia. (2010). Kajian Stabilitas Keuangan No.14 Tahun 2010.
Bank Indonesia. (2011a). Kajian Stabilitas Keuangan No.16 Tahun 2011.
Bank Indonesia. (2011b). Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011
tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah
Bank Indonesia. (2012a). Kajian Stabilitas Keuangan No.18 Tahun 2012.
Bank Indonesia. (2012b). Laporan Pengawasan Perbankan Tahun 2011.
Bank Indonesia. (2012c). Outlook Perbankan Syariah 2013.
Bank Indonesia. (2013). Kajian Stabilitas Keuangan No.20 Tahun 2013.
Bodie, Zvi, Alex Kare and Alan J.Marcus. (2001). The Essentials of Investment.
4th ed. New York: McGraw Hill.
Butler, Cormac. (1999). Mastering Value at Risk: a step-by-step guide to
understanding anf applying VaR. Prentice Hall Financial Times.
Delhaise, Phillippe F. (1998). Asia in Crisis : The Implosion of The Banking and
Finance Systems. Singapore: John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd.
Djohanputro, Bramantyo. (2004). Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi,
Cet.1, Jakarta: Penerbit PPM.
Fabbozi, Frank J. (1999). Manajemen Investasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Ghozali, Imam. (2007). Manajemen Risiko Perbankan: Pendekatan Kuantitatif
Value at Risk. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gujarati, Damodar. (1978). Ekonometrika Dasar. Terj.Sumarno Zain, Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Ismal, Rifki. (2011). The Indonesian Islamic Banking : Theory and Practice.
Jakarta: Gramata Publishing.
Ismal, Rifki. (2010). The Management of Liquidity Risk in Islamic Banks : The
Case of Indonesia, Durham Theses, Durham University.
Jones, Charles P. (1994). Investment: Analysis and Management, 4th ed, New
York: John Willey&Sons.
Jorion, Philippe. (2007). Value at Risk: The New Benchmarking for Managing
Financial Risk, ed.3, New York: McGraw Hill.
Khan, Tariqullah, dan Habib Ahmed. (1998). Manajemen Risiko Lembaga
Keuangan Syariah, Terj.Ikhwan Abidin Basri, Ed.1, Cet.1, Jakarta: Bumi
Aksara.
Markowitz, Harry. (1952). “Portfolio Selection”. The Journal of Finance Vol.7
No.1 (Mar.,1952) pp.77-91.
Tandelilin, Eduardus. (2010). Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Kanisius.
http://edratna.wordpress.com/2011/01/03/manajemen-risiko-penting-untuk
mendukung - kestabilan-keuangan-nasional/ diakses tanggal 28 Januari
2013.
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/47467044-1197-41E9-AA5B3F966247A8C9/25741/BIperusakpesta_fernando_kontan1.pdf diakses
tanggal 18 April 2013
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/91B56449-C5EA-4B6C-B03E600863889853/25987/PerkembanganProspekPerbankanSyariahIndonesiaM
EA201.pdf diakses tanggal 18 April 2012