lingkungan fisik kerja id. pdf

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lingkungan Fisik

2.1.1. Pengertian Lingkungan Fisik

Lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab dari keberhasilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi juga dapat menyebabkan suatu kegagalan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, karena lingkungan kerja dapat mempengaruhi pekerja, terutama lingkungan kerja yang bersifat psikologis. Sedangkan pengaruhnya itu sendiri dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif.

Di dalam meningkatkan semangat kerja perawat tidak terlepas dari lingkungan kerja yang mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah salah satu unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut (Sihombing, 2004)

Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain (Nawawi, 2001)

Manusia sebagai mahluk sempurna tetap tidak luput dari kekurangan, dalam arti segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut berasal dari diri sendiri (intern), dapat juga dari pengaruh luar (ekstern).

Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah kondisi fisik lingkungan kerja yaitu semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembapan udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain. Hal-hal tersebut dapat berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia (Wignjosoebroto, 1995)

Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, salah satunya adalah lingkungan kerja. Ravianto, (1986) mengemukakan lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Faktor-faktor yang termasuk lingkungan kerja dan banyak pengaruhnya terhadap produktivitas kerja antara lain kebersihan,pertukaran udara, penerangan, musik, keamanan, kebisingan.

Lingkungan fisik adalah sesuatu yang berada disekitar para pekerja yang meliputi cahaya, warna, udara, suara serta musik yang mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Moekijat, 1995). Sedangkan menurut Gie (2000) lingkungan fisik merupakan segenap faktor fisik yang bersama-sama merupakan suatu suasana fisik yang meliputi suatu tempat kerja.

Leavitt (1997) mendefinisikan lingkungan sebagai sebuah dunia tempat tinggal kita yang relatif masih lapang, yang masih jarang baik penduduknya maupun organisasi yang ada didalamnya. Menurut Ahyari (1986) secara umum lingkungan kerja didalam perusahaan merupakan lingkungan dimana para karyawan melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Kartono (1989) mengatakan bahwa Leavitt (1997) mendefinisikan lingkungan sebagai sebuah dunia tempat tinggal kita yang relatif masih lapang, yang masih jarang baik penduduknya maupun organisasi yang ada didalamnya. Menurut Ahyari (1986) secara umum lingkungan kerja didalam perusahaan merupakan lingkungan dimana para karyawan melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Kartono (1989) mengatakan bahwa

Menurut Anoraga dan Widiyanti (2001) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar karyawan dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankannya. Jadi lingkungan kerja disini merupakan faktor yang penting dan besar pengaruhnya bagi perusahaan yang bersangkutan. Nitisemito (2000) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Sedangkan Feldman (1983) bahwa lingkungan fisik adalah sumber kepuasan, keluhan mengenai lingkungan fisik, adalah simbol atau perwujudan dari prestasi yang dalam, karena itu perlu mendapat perhatian dari pengelola lingkungan.

Suasana lingkungan kerja yang menyenangkan akan dapat mempengaruhi karyawan dalam pekerjaannya. Bekerja dalam lingkungan kerja yang menyenangkan merupakan harapan sekaligus impian dari setiap pekerja. Menurut Nitisemito (2000) lingkungan kerja dapat berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai, sehingga setiap organisasi atau perusahaan harus mengusahakan agar lingkungan kerja dimana pegawai berada selalu dalam kondisi yang baik.

Seperti dijelaskan di atas bahwa lingkungan kerja juga berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan. Ditambahkan oleh Gibson (1996) bahwa lingkungan kerja merupakan serangkaian hal dari lingkungan yang dipersepsikan oleh orang- orang yang bekerja dalam suatu lingkungan organisasi dan mempunyai peran yang Seperti dijelaskan di atas bahwa lingkungan kerja juga berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan. Ditambahkan oleh Gibson (1996) bahwa lingkungan kerja merupakan serangkaian hal dari lingkungan yang dipersepsikan oleh orang- orang yang bekerja dalam suatu lingkungan organisasi dan mempunyai peran yang

Harapannya bahwa setiap perusahaan membangun lingkungan kerja yang menyenangkan agar setiap karyawan yang bekerja pada instansi atau perusahaan tersebut mencintai pekerjaannya dan senang melakukan pekerjaannya sehingga akhirnya bisa bekerja pada tingkat optimal. Lingkungan kerja yang menyenangkan, rekan kerja yang kooperatif, pimpinan yang selalu memperhatikan keluh kesah karyawannya, kebijaksanaan yang mempengaruhi kerja dan karier serta kompensasi yang adil merupakan dambaan bagi para karyawan sehingga karyawan bekerja lebih semangat, memiliki komitmen yang tinggi, dan pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas kerja.

Tetapi dalam kenyataannya, penilaian baik atau buruknya lingkungan fisik kerja ditentukan oleh penilaian karyawannya. Seseorang mungkin menganggap lingkungan yang sama adalah buruk sedangkan yang lain menganggap baik. Hal ini disebabkan karena ada perbedaan pandangan masing-masing individu terhadap lingkungan kerja. Perbedaan ini dapat terjadi karena masing-masing individu mempunyai kebutuhan, kepentingan maupun harapan yang berbeda-beda antara satu Tetapi dalam kenyataannya, penilaian baik atau buruknya lingkungan fisik kerja ditentukan oleh penilaian karyawannya. Seseorang mungkin menganggap lingkungan yang sama adalah buruk sedangkan yang lain menganggap baik. Hal ini disebabkan karena ada perbedaan pandangan masing-masing individu terhadap lingkungan kerja. Perbedaan ini dapat terjadi karena masing-masing individu mempunyai kebutuhan, kepentingan maupun harapan yang berbeda-beda antara satu

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan fisik adalah keadaan di sekitar rumah sakit seperti suhu udara, pencahayaan, suara, penghawaan ruangan, kebersihan dan sikap kerja yang mempengaruhi perawat dalam menjalankan pekerjaannya. Yang dibahas dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang berada disekitar para pekerja yang meliputi suhu udara, pencahayaan, suara, penghawaan, kebersihan serta sikap kerja yang dapat memengaruhi perawat dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.

Fokus perhatian pada metode ini adalah manusia atau karakteristik yang harus dipenuhi perawat agar mereka mampu atau akan melaksanakan tugas-tugasnya dengan tepat, benar, dan sempurna sehingga mempunyai prestasi yang bagus. Sihombing (2004) menyatakan bahwa didalam meningkatkan semangat kerja pegawai tidak terlepas dari lingkungan tempat kerja yang harus mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut.

2.1.2. Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation)

Menurut Haryadi dan Slamet (1996), pengertian dari Evaluasi Paska Huni (EPH) adalah penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada penghuni/pemakai, terutama nilai-nilai (individu maupun kelompok) dan kebutuhannya.

Penggunaan EPH adalah untuk menilai tingkat kesesuaian antara bangunan (lingkungan binaan) dengan nilai-nilai dan kebutuhan penghuni/pemakainya dan sebagai masukan dalam merancang bangunan dengan fungsi yang sama.

Rumah sakit merupakan sebuah fasilitas umum yang sarat dengan prasarana pengguna sarana. Sebuah rumah sakit sangat berpengaruh dengan keadaan dan fungsi dari prasarana dan sarananya, terlebih pada rumah sakit modern yang menggunakan teknologi maju. Banyak manajemen rumah sakit yang kurang memperhatikan hal ini. Seperti diketahui sebuah bangunan bukan hanya terdiri atas ruangan dan pembatas- pembatasnya saja, tetapi berfungsi juga komponen lain yaitu komponen servis. Komponen servis ini terdiri atas perlengkapan elektrikal dan mekanikal dan perabotan yang jenis dan jumlah serta kualitasnya tergantung dari kegiatan yang berlangsung di dalam rumah tersebut. Dengan demikian ada 2 faktor penting, yaitu manusia sebagai pengguna dan bangunan beserta komponen-komponennya sebagai lingkungan binaan yang mengakomodasi kegiatan manusia.

Peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit merupakan fenomena yang selalu dihadapi oleh para pengelola rumah sakit. Menurut Haryadi dan Slamet (1996) perencanaan pengembangan dalam rangka peningkatan fungsi dan pelayanan rumah Peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit merupakan fenomena yang selalu dihadapi oleh para pengelola rumah sakit. Menurut Haryadi dan Slamet (1996) perencanaan pengembangan dalam rangka peningkatan fungsi dan pelayanan rumah

Menurut Haryadi dan Slamet (1996), Evaluasi Pasca Huni (EPH) didefinisikan sebagai pengkajian atau penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada pemakai, terutama nilai-nilai dan kebutuhannya. Evaluasi terhadap tingkat kepuasan pengguna atas sebuah bangunan dengan mempelajari Performance (tampilan) elemen-elemen bangunan tersebut setelah digunakan beberapa saat. Pengetahuan tentang performansi bangunan rumah sakit merupakan dasar peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit.

Pengertian dari Evaluasi Pasca Huni adalah :

1. Merupakan sebuah proses evaluasi bangunan dalam suatu cara yang ketat dan sistematis setelah bangunan tersebut dihuni beberapa saat.

2. Evaluasi pasca huni dipusatkan pada pengguna bangunan dan kebutuhan- kebutuhannya.

3. Tujuan adalah untuk menghasilkan bangunan yang lebih baik dikemudian hari.

4. Evaluasi merupakan penilaian performansi bangunan, secara informal telah dilakukan sehari-hari (sadar atau tidak, terstruktur atau tidak).

5. Kegunaan

a. Jangka pendek • Mengidentifikasikan keberhasilan dan kegagalan bangunan. • Membuat rekomendasi untuk mengatasi masalah.

• Memberi masukan untuk tahapan pembiayaan proyek

b. Jangka menengah • Membuat keputusan bagi pengguna kembali dan pembangunan baru • Memecahkan masalah bagi bangunan yang ada.

c. Jangka panjang • Digunakan sebagai acuan pembangunan mendatang

• Mengembangkan “state of the art” bangunan dengan fungsi yang sama. Tiga tingkatan dari Evaluasi Paska Huni (EPH)

1. Indikatif EPH Indikasi keberhasilan dan kegagalan bangunan, dilakukan dalam waktu yang sangat singkat (kurang lebih 3 jam). Biasanya evaluator sudah sangat mengenal dengan objek evaluasinya. Perolehan data dapat diperoleh salah satunya dari mempelajari dokumen (blue print), walk in through, kuesioner, wawancara.

2. Investigatif EPH Berlangsung lebih lama dan lebih kompleks, biasanya dilakukan setelah ditemukan isu-isu (saat indukatif EPH) dikerjakan selama 2-4 minggu.

3. Diagnostik Menggunakan metode yang lebih canggih, dengan hasil yang lebih tepat/akurat memerlukan waktu beberapa bulan. Hasilnya merupakan evaluasi yang menyeluruh. Tahap Kegiatan

1. Planning : rancangan evaluasi (tujuan, sasaran, waktu, tenaga, sumber informasi, cara dan alat.

2. Conducting : pengumpulan data, analisis, temuan dan rekomendasi evaluasi.

3. Applying : tindak lanjut/implementasi

2.1.3. Unsur-unsur Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik merupakan salah satu penyebab dari keberhasilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi juga dapat menyebabkan suatu kegagalan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, karena lingkungan kerja dapat mempengaruhi pekerja, terutama lingkungan kerja yang bersifat psikologis, sedangkan pengaruh itu sendiri dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif.

Menurut Anoraga dan Widiyanti (2001) kondisi lingkungan kerja fisik meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1) Pertukaran udara, yaitu agar setiap ruang diberi ventilasi yang cukup supaya karyawan merasa nyaman saat bekerja.

2) Penerangan yang cukup, untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian maka diperlukan penerangan yang cukup dan tidak menyilaukan.

3) Kebisingan, lingkungan kerja yang ramai dapat mengganggu konsentrasi dalam melaksanakan pekerjaan. Tiffin dan Mc Cormick (Trianasari, 2005) mengemukakan beberapa aspek

lingkungan kerja fisik yaitu :

1) Peralatan kerja, perlengkapan yang tersedia merupakan komponen yang menunjang aktivitas kerja.

2) Sirkulasi udara, sirkulasi udara yang cukup didalam ruangan sangat diperlukan terutama jika didalam ruangan yang penuh dengan pegawai.

3) Penerangan atau pencahayaan, fasilitas penerangan dalam ruangan yang cukup memadai akan mendukung kelancaran dalam bekerja.

4) Kebisingan atau suara gaduh, bising yang ada dalam lingkungan kerja akan mengganggu konsentrasi.

5) Tata ruang kerja, penataan, pewarnaan dan kebersihan setiap ruangan akan berpengaruh terhadap karyawan pada saat melakukan pekerjaan. Menurut As’ad (1999) lingkungan fisik merupakan jenis lingkungan yang

berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja :

1) Tempat kerja di dalam atau di luar, jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, serta suhu.

2) Kondisi – kondisi penerangan.

3) Kondisi – kondisi ventilasi.

4) Kondisi – kondisi keriuhan suara.

5) Segi – segi berbahaya dan tak sehat.

2.1.4. Unsur-unsur Lingkungan Fisik Terkait Penelitian

Menurut Munandar (2001) kondisi lingkungan kerja fisik mencakup setiap hal dari fasilitas parkir di luar gedung perusahaan, lokasi dan rancangan gedung sampai jumlah cahaya dan suara yang menimpa meja kerja atau ruang kerja seorang tenaga kerja. Lingkungan kerja fisik yang spesifik antara lain meliputi :

1) Penerangan (iluminasi). Sinar yang menyilaukan merupakan faktor lain yang mengurangi efisiensi visual dan meningkatkan ketegangan mata (eyestrain). Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam iluminasi adalah kadar (intensity) cahaya, distribusi cahaya, dan sinar-sinar yang menyilaukan.

2) Warna. Penggunaan warna atau kombinasi warna yang tepat akan meningkatkan produksi, menurunkan kecelakaan dan kesalahan, serta meningkatkan semangat kerja.

3) Bising (noise). Dalam kehidupan sekarang ini bising merupakan keluhan yang banyak didengar. Menurut Mc Cormick (Munandar, 2001) bising mempengaruhi tingkat prestasi kerja pada tugas-tugas yang menuntut kewaspadaan tinggi, tugas- tugas mental yang majemuk, tugas-tugas yang memerlukan ketrampilan dan kecepatan, serta tugas-tugas yang menuntut kemampuan perseptual pada tingkat yang tinggi.

4) Musik dalam bekerja. Musik memiliki pengaruh yang baik pada pekerjaan- pekerjaan yang sederhana, rutin dan monoton, sedangkan pada pekerjaan yang lebih majemuk dan memerlukan konsentrasi yang tinggi pada pekerjaan, 4) Musik dalam bekerja. Musik memiliki pengaruh yang baik pada pekerjaan- pekerjaan yang sederhana, rutin dan monoton, sedangkan pada pekerjaan yang lebih majemuk dan memerlukan konsentrasi yang tinggi pada pekerjaan,

Menurut Nitisemito (2000) lingkungan kerja fisik meliputi :

a. Penerangan. Penerangan dalam suatu lingkungan kerja ditentukan oleh tingkat intensitas cahaya. Penerangan lingkungan kerja harus diatur cukup dan sesuai dengan karakteristik pekerjaan yang sedang dilakukan.

b. Kebisingan. Kebisingan dapat mengganggu ketenangan kerja dan konsentrasi dalam bekerja, serta dapat mengurangi kesehatan, sehingga berdampak pada timbulnya kesalahan kerja.

c. Pewarnaan. Warna dapat mempengaruhi jiwa seseorang yang ada disekitarnya. Warna dari suatu ruangan kerja dapat mempengaruhi semangat dan unjuk kerja karyawan.

d. Kebersihan. Lingkungan kerja yang bersih akan membuat seseorang pekerja bekerja dengan senang dan lebih bersemangat.

e. Musik. Musik diperdengarkan dalam suatu lingkungan kerja akan dapat menimbulkan suasana gembira dan mengurangi kelelahan kerja.

f. Sirkulasi kerja. Sirkulasi udara yang baik akan memberikan kesegaran fisik kepada para pekerja, sehingga semangat dan gairah kerja muncul.

g. Keamanan. Jaminan keamanan yang diberikan oleh perusahaan akan menimbulkan ketenangan dalam bekerja, sehingga semangat dan gairah kerja meningkat.

Menurut Gie (2000), unsur didalam lingkungan fisik rumah sakit meliputi sebagai berikut :

a. Suhu Udara

Usia sebuah bangunan dapat mencapai 50-100 tahun, karena itu penting sekali dipikirkan mengenai pemakaian energi dalam tahap disain. Apabila kita salah dalam mengambil keputusan dalam tahap disain, akibatnya harus ditanggung selama gedung ini berdiri. Misalnya kalau kita lebih banyak menggunakan AC, padahal bisa dihemat dengan membuka jendela, lubang angin, tanaman, pelindung (awning), beranda. Selain kerugian dalam bentuk materi (uang) juga merusak lingkungan dan menghabiskan energi yang tidak perlu.

Thermal comfort Zone, Moore (1999) adalah kombinasi dari temperature udara, kelembaban, radiant temperature, arus udara, dan hal yang berpengaruh di dalam comfort zone adalah temperatur udara dan kelembaban.

Menurut American Society for Heating, refrigerating and air conditioning engineers (ASHRAE Standard 55-56). Thermal comfort-that conditioning of mind which expresses satisfaction with the thermal environment. Comfort Zone tidak absolut tetapi tergantung dari kultur, musim, kesehatan, lapisan lemak seseorang, tebalnya baju pakaian, kegiatan fisik. Kalau banyak kegiatan fisik maka comfort zone turun kearah bawah.

Tata laksana penghawaan dan pengaturan suhu udara menurut KEPMENKES RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit :

1. Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat perhatian yang khusus. Bila menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk. Sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban nyaman bagi pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit yang menggunakan pengatur udara sentral harus diperhatikan cooling tower-nya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan untuk AHU (Air Handling Unit) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri atau jamur.

2. Suplai udara dan Exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan exhaust fan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi.

3. 3 Ruangan dengan volume 100 m sekurang-kurangnya 1 (satu) fan dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m 3 /detik, dan frekuensi pergantian

udara per jam adalah 2 (dua) sampai dengan 12 kali

4. Pengambilan suplai udara dari luar, kecuali unit ruang individual, hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 Meter dari exhauster atau perlengkapan pembakaran

5. Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap.

6. Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.

7. Suplai udara untuk daerah sensitif : ruang operasi, perawatan bayi, diambil dekat langit-langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya disediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai.

8. Suplai udara di atas lantai

9. Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai udara ke WC, toilet, gudang.

10. Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilengkapi saringan 2 beds. Saringan I pasang di bagian penerimaan udara dari luar dengan efisiensi 30% dan saringan II (filter bakteri) dipasang 90%. Untuk mempelajari sistem ventilasi sentral dalam gedung hendaknya mempelajari khusus central air conditioning system.

11. Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang (cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.

12. Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi dibandingkan ruang-ruang yang lain dan menggunakan cara mekanis (air conditioner).

13. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit.

14. Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) 1 (satu) kali sebulan harus di disinfeksi dengan menggunakan electron presipitator (resorcinol, trieylin glikol) atau disaring dengan electron presipitator atau menggunakan penyinaran ultraviolet.

15. Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman, debu, dan gas)

b. Pencahayaan

Pencahayaan merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu rumah sakit karena dapat memperlancar pekerjaan di rumah sakit. Apalagi seorang perawat yang pekerjaannya berkaitan dengan jiwa manusia maka kegiatannya seperti memasang infus dan memberi obat-obatan dan ketatabukuan harus terlihat jelas tanpa terlindung oleh bayangan. Penerangan yang cukup akan menambah semangat kerja perawat, karena mereka dapat lebih cepat menyelesaikan tugas- tugasnya, matanya tidak mudah lelah karena cahaya yang gelap, dan kesalahan- kesalahan dapat dihindari. Banyak kesalahan pekerjaan disebabkan karena penerangan yang buruk, misalnya ruangan yang terlampau gelap atau karyawan harus bekerja di bawah penerangan yang menyilaukan.

Penerangan atau cahaya yang cukup merupakan pertimbangan yang penting dalam fasilitas fisik rumah sakit. Pelaksanaan pekerjaan yang sukses memerlukan penerangan yang baik. Penerangan yang baik membantu karyawan terlihat dengan cepat, mudah, dan senang. Cahaya matahari tidak dapat diatur dengan sempurna menurut keinginan orang. Lebih-lebih dalam gedung yang luas dan kurang jendelanya, cahaya alam itu tidak dapat menembus sepenuhnya, karena itu sering dipergunakan cahaya lampu untuk mengatur penerangan dalam ruangan. Apabila Penerangan atau cahaya yang cukup merupakan pertimbangan yang penting dalam fasilitas fisik rumah sakit. Pelaksanaan pekerjaan yang sukses memerlukan penerangan yang baik. Penerangan yang baik membantu karyawan terlihat dengan cepat, mudah, dan senang. Cahaya matahari tidak dapat diatur dengan sempurna menurut keinginan orang. Lebih-lebih dalam gedung yang luas dan kurang jendelanya, cahaya alam itu tidak dapat menembus sepenuhnya, karena itu sering dipergunakan cahaya lampu untuk mengatur penerangan dalam ruangan. Apabila

Cahaya penerangan buatan manusia dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu :

1) Cahaya langsung Cahaya ini memancarkan langsung dari sumbernya kearah permukaan meja. Apabila dipakai lampu biasa, cahaya bersifat sangat tajam dan bayangan yang ditimbulkan sangat tegas. Cahaya ini lekas melelahkan mata dan menyilaukan pekerja. Pancaran cahaya adalah tinggi, bayangan-bayangan tajam dan langit- langit umumnya menjadi gelap. Biasanya ini merupakan cahaya yang paling tidak disukai.

2) Cahaya setengah langsung Cahaya ini memancar dari sumbernya dengan melalui tudung lampu yang biasanya terbuat dari gelas yang berwarna seperti susu. Cahaya ini tersebar sehingga bayangan yang ditimbulkan tidak begitu tajam. Akan tetapi kebanyakan cahaya tetap langsung jatuh ke permukaan meja dan memantul kembali ke arah mata pekerja, sehingga hal ini masih kurang memuaskan walaupun sudah lebih baik daripada cahaya langsung.

3) Cahaya setengah tidak langsung Penerangan ini terjadi dari cahaya yang sebagian besar merupakan pantulan dari langit-langit dan dinding ruangan, sebagian lagi terpancar melalui tudung kaca. Cahaya ini sudah lebih baik daripada cahaya setengah tidak langsung 3) Cahaya setengah tidak langsung Penerangan ini terjadi dari cahaya yang sebagian besar merupakan pantulan dari langit-langit dan dinding ruangan, sebagian lagi terpancar melalui tudung kaca. Cahaya ini sudah lebih baik daripada cahaya setengah tidak langsung

4) Cahaya tidak langsung Cahaya ini sumbernya memancarkan kearah langit-langit ruangan, kemudian baru dipantulkan ke arah meja. Hal ini memberikan cahaya yang lunak dan tidak memberikan bayangan yang tajam. Sesungguhnya langit-langit merupakan sumber cahaya bagi ruang kerja, karena itu langit-langit mempunyai daya pantul yang tinggi. Sifat cahaya ini benar-benar sudah lunak, tidak mudah menimbulkan kelelahan mata karena cahaya tersebar merata keseluruh penjuru. Sistem penerangan ini merupakan sistem penerangan yang terbaik (Gie, 2000).

Keuntungan penerangan yang baik adalah :

a) Perpindahan pegawai kurang

b) Semangat kerja lebih tinggi

c) Prestise lebih besar

d) Hasil kerja lebih banyak

e) Kesalahan berkurang

f) Keletihan berkurang (Moekijat, 2002) Keuntungan tersebut dapat terwujud bila mutu penerangan yang ada bermutu baik. Penerangan yang bermutu baik penerangan yang secara relatif tidak menyilaukan mata dan dipancarkan secara merata. Kejernihan penerangan yang relatif sama. Bayang-bayangan harus dikurangi sebanyak-banyaknya, meskipun f) Keletihan berkurang (Moekijat, 2002) Keuntungan tersebut dapat terwujud bila mutu penerangan yang ada bermutu baik. Penerangan yang bermutu baik penerangan yang secara relatif tidak menyilaukan mata dan dipancarkan secara merata. Kejernihan penerangan yang relatif sama. Bayang-bayangan harus dikurangi sebanyak-banyaknya, meskipun

1. Untuk mendukung aktivitas dan kegiatan lain pengguna bangunan.

2. Untuk mendukung fungsi keamanan.

3. Untuk menciptakan lingkungan yang sesuai dan menyenangkan Cahaya sendiri dapat dibagi dua, yaitu cahaya alam (matahari) dan cahaya buatan (lampu). Kenyamanan dari sebuah cahaya menurut Moore (1999) ditentukan oleh : kondisi fisiologis mata, latar belakang objek, bentuk/wujud objek yang dipandang, mengontrol silau tingkat kekuatan penyinaran.

Menurut KEPMENKES RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit bahwa tata laksana pencahayaan adalah sebagai beikut :

1. Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan harus mendapat cahaya dengan intensitas cukup berdasarkan fungsinya.

2. Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk menyimpan barang /peralatan perlu diberi penerangan.

3. Ruangan pasien harus diberikan penerangan umum dan penerangan untuk malam hari dan disediakan saklar dekat pintu masuk, saklar individu ditempatkan pada titik yang mudah dijangkau dan tidak menimbulkan berisik. Disetiap setiap area pencahayaan adalah faktor yang sangat penting,

sebaiknya digunakan sistem pencahayaan dengan standar yang tinggi. Masing-masing cahaya perlu mempunyai suatu tenaga 30,000 lux, untuk menerangi suatu ukuran sebaiknya digunakan sistem pencahayaan dengan standar yang tinggi. Masing-masing cahaya perlu mempunyai suatu tenaga 30,000 lux, untuk menerangi suatu ukuran

d. Suara

Suara bising yang keras, tajam dan tidak terduga adalah penyebab gangguan yang kerap dialami pekerja tulis menulis. Gangguan ini seringkali didiamkan saja walaupun tindakan perbaikan yang sederhana dapat dilakukan apabila waktu dan pikiran diluangkan untuk masalah itu. (Budiyanto, 1991).

Sebagian besar dari pekerjaan kantor merupakan pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi pikiran, oleh karena itu diusahakan agar jangan banyak terjadi suara-suara gaduh. Suara yang gaduh menyebabkan kesulitan memusatkan fikiran, dalam menggunakan telepon dan dalam melaksanakan pekerjaan kantor dengan baik. Seorang mungkin tidak menyadari pengaruh kegaduhan suara, tetapi setelah beberapa waktu orang akan menjadi sangat lelah dan lekas marah sebagai pengaruh suara yang gaduh. Pengaruh suara yang gaduh adalah :

1) Gangguan mental dan syaraf pegawai

2) Kesulitan mengadakan konsentrasi

3) Kelelahan yang bertambah dan semangat kerja yang berkurang (Moekijat, 2002). Banyak sumber suara terdapat dalam kantor antara lain percakapan, gesekan kursi-kursi pada lantai, dan mesin mesin kantor yang mengeluarkan suara. Kondisi 3) Kelelahan yang bertambah dan semangat kerja yang berkurang (Moekijat, 2002). Banyak sumber suara terdapat dalam kantor antara lain percakapan, gesekan kursi-kursi pada lantai, dan mesin mesin kantor yang mengeluarkan suara. Kondisi

Bunyi mempunyai definisi:

1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastic seperti udara. Ini adalah bunyi objektif.

2. Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan penyimpangan fisis yang digambarkan di atas. Ini adalah bunyi subjektif.

Menurut Doelle (1998) Bunyi dapat dihasilkan :

1. Di udara (airborne sound), misalnya suara manusia bercakap atau bernyanyi.

2. Karena benturan/tumbukan (impact sound) atau bunyi struktur (structure sound).

3. Karena getaran mesin. Telinga normal tanggap terhadap bunyi diantara jangkauan frekuensi audio sekitar 20 sampai 20.000 Hz. Gelombang bunyi yang merambat dari sumbernya dengan muka gelombang berbentuk bola yang terus-menerus membesar, segera melemah bila jarak dari sumbernya bertambah. Sebagian energinya akan dipantulkan, diserap, disebarkan, dibelokkan atau ditransmisikan ke ruang yang berdampingan, tergantung pada sifat akustik dindingnya.

Bising adalah semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari. Dengan kata lain tiap bunyi yang tidak Bising adalah semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari. Dengan kata lain tiap bunyi yang tidak

Sebuah rumah sakit adalah jenis bangunan yang penghuninya sangat dipengaruhi oleh bising. Karena itu pemilihan lokasi yang sesuai harus dipertimbangkan agar dapat mengurangi bising outdoor. Sedangkan bising interior dalam rumah sakit disebabkan oleh:

• Peralatan mekanik ( mesin diesel, kompresor, AC, elevator ) • Fasilitas operasional ( unit pipa ledeng, mesin cuci, mesin cetak, fasilitas masuk ) • Fasilitas pelayanan pasien ( tangki oksigen, trolley, alat-alat kesehatan ) • Kegiatan karyawan dan pasien (pembicaraan, langkah orang berjalan)

Menurut Doelle (1998), bising yang cukup keras di atas 70 dB dapat menyebabkan kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan masalah peredaran darah. Bising yang sangat keras, di atas 85 dB dapat menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada Menurut Doelle (1998), bising yang cukup keras di atas 70 dB dapat menyebabkan kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan masalah peredaran darah. Bising yang sangat keras, di atas 85 dB dapat menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada

Pengaruh bising dapat menurunkan produktivitas dari pekerja. Hal ini telah dibuktikan dalam bidang industri, produksi akan turun dan pekerja-pekerja akan membuat lebih banyak kesalahan. Bila dipengaruhi oleh bising di atas 80 dB untuk waktu yang lama. Sebaliknya, juga terbukti bahwa hal yang sama dapat terjadi bila pekerja bekerja di tempat yang terlalu sunyi. Ini dibuktikan bahwa bising dalam jumlah tertentu dapat ditolerir dan sebenarnya sejumlah bising dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan jiwa. Bising buatan disebut acoustical deodorant. Misalnya musik latar belakang yang dipilih secara tepat dan didistribusikan dengan baik, seperti di ruang tunggu, hotel dan restoran.

Untuk mengendalikan bising yang disebabkan bantingan pintu dapat dihindari dengan menggunakan penahan pintu karet. Lantai dapat ditutup dengan penutup elastic (tegel karet, tegel gabus, tegel vinyl atau linoleum) untuk mengurangi bising benturan. Selain itu petugas rumah sakit juga dilatih untuk berbicara dengan sopan dan menghargai orang lain, seperti tidak berbicara atau tertawa keras-keras.

d. Penghawaan Ruangan

Pertukaran udara yang cukup terutama dalam ruangan sangat diperlukan, apalagi dalam ruangan tersebut penuh pegawai. Pertukaran udara yang cukup dalam ruangan akan menyebabkan kesegaran fisik karyawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Sebaliknya pertukaran udara yang kurang akan dapat menimbulkan rasa pengap sehingga mudah menimbulkan kelelahan dari karyawan (Nitisemito, 2000)

Suhu udara yang baik harus dipertahankan di tempat orang yang bekerja

0 (kecuali untuk jangka waktu singkat), yaitu minimum 16 0 C (60,8

F) setelah jam

pertama. Thermometer harus disediakan pada setiap lantai agar pegawai dapat mengecek suhu (Budiyanto, 1991). Keuntungan udara yang baik adalah :

1) Produktivitas yang lebih tinggi.

2) Mutu pekerjaan yang lebih tinggi.

3) Kesenangan dan kesehatan pegawai yang bertambah.

4) Kesan yang menyenangkan bagi para tamu (Moekijat, 2002) Sedangkan menurut Prof.Soetarman mengemukakan beberapa hal sebagai usaha udara yang baik (Gie, 2000) yaitu:

1) Mengatur suhu dalam kantor dengan alat air conditioning. Walaupun alat tersebut mahal harganya, tetapi bagi pekerjaan-pekerjaan yang menghendaki ketelitian dan ketenangan sebesar-besarnya alat ini merupakan keharusan apabila dikehendaki mutu pekerjaan yang tinggi.

2) Mengusahakan peredaran udara yang cukup dalam ruang kerja. Hal ini dapat tercapai dengan membuat lubang-lubang udara yang cukup banyak pada dinding kamar. Demikian pula sewaktu bekerja jendela haruslah dibuka.

3) Mengatur pakaian kerja sebaik-baiknya yang dipakai oleh para pekerja. Untuk bekerja di Indonesia, mengenakan pakaian jas lengkap dengan dasi secara Barat adalah kurang tepat.

Selain penggunaan air conditioning, ventilasi yang cukup kipas angin, konstruksi gedung juga berpengaruh pada pertukaran udara. Gedung yang Selain penggunaan air conditioning, ventilasi yang cukup kipas angin, konstruksi gedung juga berpengaruh pada pertukaran udara. Gedung yang

Tabel 2.1. Perbandingan Standar Fisika Bangunan Menurut Depkes Performansi

Mangun. Wiku. Depkes

Env. Std Standard

Pencahayaan 100-300 100-200 200-300

Suhu Udara 26-28

24-27

( 0 C) Suara (dB)

Kelembaban 50-60

e. Kebersihan Ruangan

Kebersihan ruangan dan lingkungan di rumah sakit merupakan bentuk rangkaian kegiatan yang penting mendapat perhatian. Kurangnya perhatian terhadap tingkat kebersihan rumah sakit dapat menimbulkan berbagai dampak, antara lain: gangguan estetika, berkembangbiaknya vektor penyakit, penularan penyakit, dan terjadinya infeksi nosokomial (Lestari, 2011).

Pemeliharaan keberihan ruang dan bangunan harus memenuhi persyaratan sesuai dengan aturan Depkes (2006) bahwa kegiatan pembersihan ruangan dilakukan

2 kali sehari (pagi dan sore). Pembersihan lantai di ruang perawatan dilakukan setelah pembenahan/merapikan tempat tidur pasien (verbeden) setelah jam makan, setelah kunjungan keluarga dan sewaktu-waktu bila dibutuhkan. Cara-cara pembersihan ruang yang dapat menebarkan debu harus dihindari. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang tepat. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar. Setiap percikan ludah, darah, eksudat luka pada dinding/lantai harus segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.

f. Sikap Kerja

Sikap kerja juga diartikan sebagai kecenderungan pikiran dan perasaan puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya (Aniek dalam Purwanto, 2008). Kemudian pada saat bekerja perlu diperhatikan postur tubuh dalam keadaan seimbang agar dapat bekerja dengan nyaman dan tahan lama (Merulalia, 2010). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan sikap kerja adalah proses kerja yang sesuai ditentukan oleh anatomi tubuh dan ukuran peralatan yang digunakan pada saat bekerja. Untuk menerapkan sikap kerja didalam ergonomi maka ada beberapa persyaratan yang harus dilaksanakan antara lain : Sikap kerja juga diartikan sebagai kecenderungan pikiran dan perasaan puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya (Aniek dalam Purwanto, 2008). Kemudian pada saat bekerja perlu diperhatikan postur tubuh dalam keadaan seimbang agar dapat bekerja dengan nyaman dan tahan lama (Merulalia, 2010). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan sikap kerja adalah proses kerja yang sesuai ditentukan oleh anatomi tubuh dan ukuran peralatan yang digunakan pada saat bekerja. Untuk menerapkan sikap kerja didalam ergonomi maka ada beberapa persyaratan yang harus dilaksanakan antara lain :

1. Terasa nyaman selama melaksanakan pekerjaannya.

2. Tidak menimbulkan gangguan psikologis.

3. Dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan memuaskan.

b. Posisi bekerja dengan berdiri : Berdiri dengan posisi yang benar dengan tulang punggung yang lurus dan bobot badan terbagi rata pada kedua tungkai (Suma’mur, 1996). Terdapat 3 macam sikap dalam bekerja, yaitu:

1. Kerja posisi duduk Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, jarak lekuk lutut dan garis punggung, serta jarak lekuk lutut dan telapak kaki. Posisi duduk pada otot rangka (musculoskletal) dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari nyeri dan cepat lelah (Santoso, 2004).

Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk tidak benar. Tekanan posisi tidak duduk 100%, maka tekanan akan meningkat menjadi 140% bila sikap duduk tegang dan kaku, dan tekanan akan meningkat menjadi 190% apabila saat duduk dilakukan membungkuk kedepan. Oleh karena itu perlu sikap duduk yang benar dapat relaksasi (tidak statis) (Nurmianto dalam Santoso, 2004).

Sikap kerja yang baik dengan duduk yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap tubuh dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lordosa pada pinggang dan sedikit kifosa pada punggung dimana otot-otot punggung menjadi terasa enak dan tidak menghalangi pernafasan. Pekerjaan sejauh mungkin dilakukan sambil duduk. Keuntungan bekerja sambil duduk adalah sebagai berikut: kurangnya kelelahan pada kaki, terhindarnya sikap- sikap yang tidak alamiah, berkurangnya pemakaian energi, dan kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah (Suma’mur, 1989).

Duduk memerlukan lebih sedikit energi dari pada berdiri, karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seorang operator bekerja yang bekerja sambil duduk memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih produktif. Sikap duduk yang keliru akan merupakan penyebab adanya masalah-masalah punggung. Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri atau pun berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut sekitar 100%, maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara yang dilakukan dengan membungkuk kedepan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%.

Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang dari pada sikap duduk yang condong kedepan. Kenaikan tekanan tersebut dapat meningkat dari suatu perubahan dalam suatu lekukan Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang dari pada sikap duduk yang condong kedepan. Kenaikan tekanan tersebut dapat meningkat dari suatu perubahan dalam suatu lekukan

2. Kerja posisi berdiri Ukuran tubuh yang penting dalam bekerja dengan posisi berdiri adalah tinggi badan berdiri, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, panjang lengan. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan mengakibatkan penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki (Santoso, 2004).

3. Membungkuk Berdasarkan penelitian bahwa tenaga kerja yang telah terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak dirubah menjadi posisi setengah duduk tanpa sandaran dan setengah duduk dengan sandaran menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok (Santoso dalam Romanenko, 2004). Yang mana posisi kerja yang baik adalah bergantian antara posisi duduk dan posisi berdiri, akan tetapi antara posisi duduk dan berdiri lebih baik dalam posisi duduk (Romanenko dalam Suma’mur, 1989). Hal itu dikarenakan sebagian berat tubuh di sangga oleh tempat duduk juga konsumsi energi dan kecepatan sirkulasi lebih tinggi dibandingkan tiduran, tetapi lebih rendah dari pada berdiri. Posisi duduk juga dapat mengontrol kekuatan kaki dalam pekerjaan.

2.2. Semangat Kerja

2.2.1. Pengertian Semangat Kerja

Semangat kerja digunakan untuk menggambarkan suasana keseluruhan yang dirasakan para perawat dalam ruangan perawatan. Apabila perawat merasa bergairah, bahagia, optimis menggambarkan bahwa perawat tersebut mempunyai semangat kerja tinggi dan jika perawat suka membantah, menyakiti hati, kelihatan tidak tenang maka perawat tersebut mempunyai semangat kerja rendah. Dengan kata lain bahwa individu ataupun kelompok data bekerjasama secara menyeluruh, seperti halnya Westra (1980) menyatakan bahwa “Semangat kerja adalah sikap dari individu ataupun sekelompok orang terhadap kesukarelaannya untuk bekerjasama agar dapat mencurahkan kemampuannya secara menyeluruh”. Sedangkan menurut Alex S. Nitisemito (2000), semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik.

Semangat dan kegairahan kerja pada hakekatnya adalah perwujudan moral kerja yang tinggi, bahkan ada yang mengidentifikasikan secara bebas, moral kerja yang tinggi adalah semangat dan kegairahan kerja. Pada umumnya terdapat kecenderungan hubungan produktivitas yang tinggi dengan semangat kerja dan kegairahan yang tinggi. Dibawah kondisi semangat dan kegairahan kerja yang buruk akan mengakibatkan penurunan produktivitas kerja secara keseluruhan.

Penurunan produktivitas ini akan mempengaruhi keuntungan yang didapat oleh perusahaan di masa yang akan datang. Hal ini akan memberatkan prospek perusahaan di masa yang akan datang, bila semangat dan kegairahan kerja tersebut Penurunan produktivitas ini akan mempengaruhi keuntungan yang didapat oleh perusahaan di masa yang akan datang. Hal ini akan memberatkan prospek perusahaan di masa yang akan datang, bila semangat dan kegairahan kerja tersebut

Semangat kerja adalah sikap individu untuk bekerja sama dengan disiplin dan rasa tanggung jawab terhadap kegiatannya (Lateiner, 1983). Sedangkan menurut Moekijat (1995) menyatakan bahwa : “Semangat kerja menggambarkan perasaan berhubungan dengan jiwa, semangat kelompok, kegembiraan, dan kegiatan. Apabila pekerja tampak merasa senang, optimis mengenai kegiatan dan tugas, serta ramah satu sama lain, maka karyawan itu dikatakan mempunyai semangat kerja yang tinggi. Sebaliknya, apabila karyawan tampak tidak puas, lekas marah, sering sakit, suka membantah, gelisah, dan pesimis, maka relasi ini dikatakan sebagai bukti semangat yang rendah”.

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan semangat kerja adalah kemampuan atau kemauan setiap individu atau sekelompok orang untuk saling bekerjasama dengan giat dan disiplin serta penuh rasa tanggungjawab disertai kesukarelaan dan kesediaannya untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi untuk mengetahui tinggi rendahnya semangat kerja karyawan suatu organisasi adalah melalui presensi, kerjasama, tanggungjawab, kegairahan dan hubungan yang harmonis (Westra, 1980).

Untuk memahami pengertian diatas penjelasannya sebagai berikut :

I. Presensi Presensi merupakan kehadiran karyawan yang berkenaan dengan tugas dan kewajibannya. Pada umumnya suatu instansi/organisasi selalu mengharapkan kehadiran karyawannya tepat waktu dalam setiap jam kerja sehingga pekerjaannya akan mempengaruhi terhadap produktivitas kerja. Jika kehadiran karyawan tidak tepat waktu maka suatu organisasi tidak akan mencapai tujuannya secara optimal. Presensi / kehadiran karyawan dapat diukur melalui :

1. Kehadiran karyawan ditempat kerja

2. Ketepatan karyawan datang / pulang kerja

3. Kehadiran karyawan apabila mendapat undangan mengikuti kegiatan / acara dan organisasi.

II. Kerja Sama Kerjasama adalah sikap dari individu atau sekelompok untuk saling membantu atau menginformasikan agar dapat mencurahkan kemampuannya secara menyeluruh (Westra, 1980). Kerjasama dapat menimbulkan dampak positif apabila dilakukan dengan niat baik, tujuan baik dan dilakukan dengan cara yang baik pula. Kerjasama ini sangat bermanfaat dan digunakan untuk memecahkan berbagai masalah dengan berorganisasi sedangkan bekerjasama yang negatif yaitu adalah kerjasama yang dilakukan dengan niat dan tujuan yang tidak baik. Yaitu II. Kerja Sama Kerjasama adalah sikap dari individu atau sekelompok untuk saling membantu atau menginformasikan agar dapat mencurahkan kemampuannya secara menyeluruh (Westra, 1980). Kerjasama dapat menimbulkan dampak positif apabila dilakukan dengan niat baik, tujuan baik dan dilakukan dengan cara yang baik pula. Kerjasama ini sangat bermanfaat dan digunakan untuk memecahkan berbagai masalah dengan berorganisasi sedangkan bekerjasama yang negatif yaitu adalah kerjasama yang dilakukan dengan niat dan tujuan yang tidak baik. Yaitu

Untuk mengukur adanya kerjasama dalam kantor digunakan kriteria sebagai berikut :

a. Kesediaan karyawan untuk bekerjasama baik dengan teman sejawat maupun pimpinan berdasarkan kesadaran untuk mencapai tujuan.

b. Adanya kemauan untuk membantu teman yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan pekerjaan.

c. Adanya kemauan untuk memberikan kritik atau menerima kritik dan saran sehingga diperoleh cara yang baik.

d. Cara mengatasi kesulitan didalam menyelesaikan pekerjaan.

III. Tanggung Jawab Selanjutnya Moekijat (2002) menyatakan bahwa ”Tanggung jawab merupakan suatu kewajiban untuk melaksanakan suatu tugas dan untuk dapat dipertanggungjawabkan oleh seseorang dalam pelaksanaan tugas yang diserahkan. Tanggung jawab adalah penting dan harus ada dalam setiap pelaksanaan”. Penyelesaian pekerjaan karena tanggung jawab dan mempunyai semangat kerja karyawan. Dengan adanya tanggung jawab yang diberikan pimpinan maka karyawan terdorong untuk melaksanakan pekerjaan tersebut apalagi jika karyawan merasa ikut memiliki organisasi tersebut ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikan pekerjaan sebaik-baiknya III. Tanggung Jawab Selanjutnya Moekijat (2002) menyatakan bahwa ”Tanggung jawab merupakan suatu kewajiban untuk melaksanakan suatu tugas dan untuk dapat dipertanggungjawabkan oleh seseorang dalam pelaksanaan tugas yang diserahkan. Tanggung jawab adalah penting dan harus ada dalam setiap pelaksanaan”. Penyelesaian pekerjaan karena tanggung jawab dan mempunyai semangat kerja karyawan. Dengan adanya tanggung jawab yang diberikan pimpinan maka karyawan terdorong untuk melaksanakan pekerjaan tersebut apalagi jika karyawan merasa ikut memiliki organisasi tersebut ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikan pekerjaan sebaik-baiknya

a. Kesanggupan karyawan melaksanakan perintah dan kesanggupan dalam bekerja.

b. Kemampuan karyawan menyelesaikan tugas-tugas dengan cepat.

c. Melaksanakan tugas yang telah diberikan dengan sebaik-baiknya.

d. Mempunyai perasaan bahwa pekerjaan yang diberikan tidak hanya untuk kepentingan kantor / organisasi tetapi juga untuk kepentingan sendiri.

IV. Kegairahan Kerja Setiap karyawan yang memiliki kesenangan yang mendalam (minat) terhadap pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, pada umumnya memiliki semangat kerja yang positif atau tinggi. Karena beban kerja, jenis dan sifat volume pekerjaannya sesuai dengan minat dan perhatiannya yang akan menimbulkan rasa senang dan bergairah dalam arti tidak merasa terpaksa dan tertekan dalam bekerja.

V. Hubungan yang Harmonis Pergaulan antara pimpinan dan karyawan yang dipimpin sangat besar pengaruhnya terhadap semangat kerja. Pimpinan yang memperlakukan karyawan secara manusiawi, dengan sikap saling menghormati, saling menghargai, saling mempercayai dan saling menerima satu sama lain, baik selama melakukan pekerjaan maupun di luar jam kerja akan menimbulkan rasa senang yang dapat meningkatkan semangat kerja.

2.2.2. Aspek – aspek Semangat Kerja

Aspek-aspek semangat kerja perlu untuk dipelajari karena di dalam aspek tersebut dapat mengukur tinggi rendahnya semangat kerja. Menurut Maier (1998) seseorang yang memiliki semangat kerja tinggi mempunyai alasan tersendiri untuk bekerja yaitu benar-benar menginginkannya. Hal tersebut mengakibatkan orang tersebut memiliki kegairahan, kualitas bertahan dalam menghadapi kesulitan untuk melawan frustasi, serta memiliki semangat berkelompok. Ada empat aspek yang menunjukan seseorang mempunyai semangat kerja yang tinggi yaitu :

a. Kegairahan Seseorang yang memiliki kegairahan dalam bekerja berarti juga memiliki motivasi dan dorongan bekerja. Motivasi tersebut akan terbentuk bila seseorang memiliki keinginan atau minat dalam mengerjakan pekerjaannya dan yang lebih dipentingkan oleh para karyawan adalah mereka seharusnya bekerja untuk organisasi bukan lebih mementingkan pada apa yang mereka dapat.

b. Kekuatan untuk melawan frustasi Aspek ini menunjukan adanya kekuatan seseorang untuk selalu konstruktif walaupun sedang mengalami kegagalan yang ditemuinya dalam bekerja. Seseorang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tentunya tidak akan memiliki sifat pesimis apabila menemui kesulitan dalam pekerjaannya.

c. Kualitas untuk bertahan Aspek ini tidak langsung menyatakan seseorang yang mempunyai semangat kerja yang tinggi maka tidak mudah putus asa dalam menghadapi c. Kualitas untuk bertahan Aspek ini tidak langsung menyatakan seseorang yang mempunyai semangat kerja yang tinggi maka tidak mudah putus asa dalam menghadapi