struktural fungsional dan struktural kandang ayam

FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSONS
Pembahasan teori fungsionalisme structural Parson diawali dengan empat skema penting
mengenai fungsi untuk semua system tindakan, skema tersebut dikenal dengan sebutan skema
AGIL. Sebelumnya kita harus tahu terlebih dahulu apa itu fungsi yang sedang dibicarakan disini,
fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan system Menurut
parson ada empat fungsi penting yang mutlak dibutuhkan bagi semua system social, meliputi
adaptasi (A), pencapaian tujuan atau goal attainment (G), integrasi (I), dan Latensi (L). empat
fungsi tersebut wajib dimiliki oleh semua system agar tetap bertahan (survive), penjelasannya
sebagai berikut:
Adaptation : fungsi yang amat penting disini system harus dapat beradaptasi dengan cara
menanggulangi situasi eksternal yang gawat, dan system harus bisa menyesuaikan diri dengan
lingkungan juga dapat menyesuaikan lingkungan untuk kebutuhannnya. Goal attainment ;
pencapainan tujuan sangat penting, dimana system harus bisa mendifinisikan dan mencapai
tujuan utamanya. Integrastion : artinya sebuah system harus mampu mengatur dan menjaga antar
hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu mengatur dan mengelola ketiga
fungsi (AGL). Latency :laten berarti system harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola,
sebuah system harus memelihara dan memperbaiki motivasi pola-pola individu dan cultural .
Lalu bagaimanakah Parson menggunakan empat skema diatas, mari kita pelajari bersama.
Pertama adaptasi dilaksanakan oleh organisme prilaku dengan cara melaksanakan fungsi adaptasi
dengan cara menyesuaikan diri dan mengubah lingkungan eksternal. Sedangkan fungsi
pencapaian tujuan atau Goal attainment difungsikan oleh system kepribadian dengan menetapkan

tujuan system dan memolbilisai sumber daya untuk mencapainya. Fungsi integrasi di lakukan
oleh system social, dan laten difungsikan system cultural. Bagaimana system cultural bekerja?
Jawabannhya adalah dengan menyediakan actor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi
actor untuk bertindak. Tingkat integrasi terjadi dengan dua cara, pertama : masing-masing
tingkat yang p[aling bawah menyediakan kebutuhan kondisi maupun kekuatan yang dibutuhkan
untuk tingkat atas. Sredangkan tingkat yang diatasnya berfungsi mengawasi dan mengendalikan
tingkat yang ada dibawahnya.
Parson memberikan jawaban atas masalah yang ada pada fungsionalisme structural
dengan menjelaskan beberapa asumsi sebagai berikut;
1. system mempunyai property keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung.
2. system cenderung bergerak kea rah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan.
3. system bergerak statis, artinya ia akan bergerak pada proses perubahan yang teratur.
4. sifat dasar bagian suatu system akan mempengaruhi begian-bagian lainnya.
5. system akam memelihara batas-batas dengan lingkungannya.

6. alokasi dan integrasi merupakan ddua hal penting yang dibutuhkan untuk memelihara
keseimbangan system.
7. system cenderung menuju kerah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi
pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-baguan dengan
keseluruhan sostem, mengendalikan lingkungan yang berbeda dan mengendalikan

kecendrungan untuyk merubah system dari dalam.
System social
Pada pembahasannya parson mendefinisikan system social sebagai berikut: sistem social terdiri
dari sejumlah actor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasi yang sekurangkurangnya mempunyai aspek lingkungan atau fisik, actor-aktor yang mempunyai motivasi dalam
arti mempunyai kecendrungan untuk mengoptimalkan kepuasan yang hubungannya dengan
situasi mereka didefinisikan dan dimediasi dalam term system simbol bersama yang terstruktur
secara cultural. (Parsons, 1951:5-6)
kunci masalah yang dibahas pada system social ini meliputi actor, interaksi, lingkungan,
optimalisasi, kepuasan, dan cultural.Hal yang paling penting pada system social yang dibahasnya
Parsons mengajukan persyaratan fungsional dari system social diantaranya:
1. system social harus terstuktur (tertata) sehingga dapat beroperasi dalam hubungan yang
harmonis dengan sisten lain.
2. untuk menjaga kelangsungan hidupnya system social harus mendapatkan dukungan dari
system lain.
3. system social harus mampu memenuhi kebutuhan aktornya dalam proporsi yang
signifikan.
4. system social harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya.
5. system social harus mampu mengendalikan prilaku yang berpotensi menggangu.
6. bila konflik akan menuimbulkan kekacauan maka harus bisa dikendalikan.
7. system social memerlukan bahasa.

Jika salah satu atau dua individu tidak dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik,
maka akan sangat menganggu sistem kehidupan.
Teori struktural fungsional berkaitan erat dengan sebuah struktur yang tercipta dalam
masyarakat. Struktural – fungsional, yang berarti struktur dan fungsi. Artinya, manusia memiliki
peran dan fungsi masing – masing dalam tatanan struktur masyarakat. Hal ini tentu telah menjadi
perhatian oleh banyak ilmuwan sosial, dari zaman klasik hingga modern. Teori – teori klasik

fungsionalisme diperkenalkan oleh Comte, Spencer, dan E. Durkheim, serta fungsionalisme
modern yang diteruskan oleh Robert K. Merton dan Anthony Giddens.
Klasik
Di awal – awal kelahiran teori fungsionalisme. August Comte berpikir agar ilmu – ilmu sosial
tetap menjadi ilmiah, dan memandang biologi sebagai dasar melihat perkembangan manusia,
hingga lahirlah ilmu sosiologi. Dalam kajiannya, teori fungsionalisme mempelajari struktur
dalam masyarakat seperti halnya perkembangan manusia dalam struturasi organisme. Spencer
menyebutkan, “Jika salah satu organ mengalami ‘ketidakberesan’ atau ‘sakit’, maka fungsi dari
bagian tubuh yang lain juga akan terganggu.” Hal yang sama terjadi pada sebuah tatanan
kesatuan dalam masyarakat. Jika salah satu atau dua individu tidak dapat menjalankan fungsi dan
perannya dengan baik, maka akan sangat menganggu sistem kehidupan.
Masyarakat, sebuah kesatuan yang terdiri dari beragam individu dengan latar belakang
politik, budaya, sosial, dan ekonomi yang berbeda. Dalam pandangan Robert K. Merton yang

diteruskan dari Comte, Spencer, dan E. Durkheim, masyarakat cenderung mengalami perubahan
seiring dengan perkembangan zaman. Jika perubahan tersebut kearah positif, maka dapat disebut
sebagai masyarakat berfungsi, namun jika terjadi hal sebaliknya, maka dapat disebut sebagai
masyarakat tidak berfungsi (disfungsional). Menurut Comte dan Spencer, perkembangan
masyarakat bermula dari kesederhanaan hingga akhirnya menuju pada masyarakat positif,
dengan pembagian struktur yang juga semakin kompleks, dari masyarakat primitif ke masyarakat
industri. Dalam arti lain, seperti teori Karl Marx dalam pembagian kelas. Yang menyebutkan
bahwa masyarakat berubah dari masyarakat primitif dengan struktur proletarian (pemilik tanah
dan buruh), masyarakat Industri (pemilik modal dan buruh industri), lalu masyarakat modern
(kapitalis).
Penekanan yang terjadi pada teori fungsionalis struktural bersumber pada bagaimana
dalam perkembangan tersebut mencakup keragamannya, tercipta sebuah keseimbangan
(equilibrium) atau dinamic equlibrium (keseimbangan berjalan). Notebene, berasal dari fungsi
dan peran masing – masing individu yang ada dalam masyarakat. Parsons (1957) menyebutkan,
keseimbangan dapat tercipta dengan konsep Adaptation (adaptasi), Goals (tujuan), Integration
(integrasi), dan Latern Pattern Maintenance (pemeliharaan pola – pola). Adaptation, yang berarti
dilaksanakan oleh masing – masing individu, terhadap pengaruh baru yang masuk. Integrasi,
mencakup bagaimana fungsi dan peran dalam masyarakat saling terhubung (connected). Tujuan,
jelas merupakan tujuan umum yang ingin dicapai oleh masyarakat tersebut dibantu oleh norma –
norma yang dimiliki, dan sanksi terhadap pelanggaran norma. Meski terjadi konflik pun, dapat

diatasi dengan penyesuaian – penyesuaian dan institusionalisasi (Nasikun, 1984 : 11). Lattern
Pattern Maintenance, sub – konsep yang terakhir ini merupakan pemeliharaan pola – pola,
dimana suatu masyarakat memiliki peluang untuk menjaga tatanan sistem yang sudah terbentuk.
Sekali lagi, meski terdapat ‘penyakit sosial’ atau pelanggaran norma yang mungkin terjadi, tidak
akan mampu merusak tatanan kehidupan masyarakat.
Konsep AGIL oleh Parsons diatas digunakan untuk bertahan (defensed) dalam sebuah
struktur fungsionalisme. Tentu, sebuah tatanan masyarakat akan dipengaruhi oleh subsistem yang
ada didalamnya (struktur fungsionalisme) diantaranya ; subsistem ekonomi, perubahan ekologis

(lingkungan tempat tinggal), politik, kebudayaan, dan sosialisasi (David Easton dan Talcott
Persons). Karena menurut Mallinowski, terdapat empat unsur fungsionalisme mencakup (1)
sistem norma yang memungkinkan kerjasama antar individu dalam masyarakat, (2) organisasi
ekonomi (baik swadaya maupun bentukan pemerintah), (3) alat – alat pendidikan, (4) organisasi
kekuatan (politik), yakni regulasi (peraturan/kebijakan) yang dibuat oleh pemerintah atau daerah
setempat. Struktural fungsionalisme berjalan melalui individu – individu (invidu Act) sebagai
aktor dengan menjalankan fungsi dan perannya masing – masing melalui bentuk adaptasi
terhadap subsistem struktural fungsionalisme, yang menghasilkan sebuah tindakan (unit aksi).
Dari unit aksi inilah kemudian terjadi sistem aksi (act system) dimana masyarakat telah
menemukan tujuan dari aksi tersebut. Sehingga terbentuklah sebuah tatanan masyarakat dengan
keunikannya tersendiri. Nantinya, akan mengalami perubahan yang lebih kompleks.


Modern
Teori struktural fungsional juga mengalami perubahan seiring dengan perkembangan masyarakat
yang semakin kompleks. Jika diawal – awal lahirnya teori ini diprakarsai oleh Comte, Parsons,
dan E. Durkehim dengan menyesuaikan jiwa jaman (Geiisweitch) saat itu, yakni keadaam
dimana masyarakat masih begitu sederhana. Maka dalam perkembangan yang lebih lanjut, teori
struktural fungsional klasik tersebut dinilai ‘kurang’ sesuai dengan perkembangan masyarakat
saat ini yang lebih kompleks. Sehingga munculah teori – teori baru yang diteruskan oleh Robert
K. Merton (1910 – 2003), dan Anthonny Giddens (1938 – sekarang). Robert K. Merton yang
lebih menitikberatkan kajiannya terhadap perubahan sosial dan Anthonny Giddens dengan
strukturisasi masyarakatnya.
Dalam masyarakat yang lebih kompleks, pembatasan terhadap teori fungsional dinilai perlu
dilakukan, dimana perubahan – perubahan kerap terjadi. Robert K. Merton mengakui bahwa
teori fungsionalisme klasik telah banyak membantu bagi perkembangan studi kemasyarakatan,
namun tidak dapat menjawab permasalahan sosial secara keseluruhan. Menurut Merton dan
Giddens, tindakan sosial (act social) tidak pernah terlepas dari struktur sosial. Raclidffe brown
menyebutkan, pembagian dalam masyarakat beserta ide mengenai strata yang membedakan
agama, ras, dan suku tersebut dipengaruhi oleh peraturan – peraturan dan hukum yang sedang
berlaku di sekitar lingkungan masyarakat.
Ada keterkaitan antara struktur sosial dengan perilaku dan adaptasi individu. Lower class

(masyarakat bawah) misalnya, cederung memiliki kesempatan yang lebih kecil jika
dibandingkan dengan masyarakat kelas atas. Tentu hal ini berakibat pada keresahan, frustasi, dan
kekecewaan terhadap individu – individu tertentu, sehingga dapat menghasilkan perubahan
sosial dengan adaptasi tertentu. Masih menurut Merton, adaptasi dalam teori struktural
fungsional terbagi menjadi 5 jenis yakni conformity (keadaan tetap pada keadaan sosial yang
lama), Inovation (terdapat perubahan cara untuk menggapai tujuan dalam masyarakat), Ritualism
(bentuk penolakan terhadap pengaruh – pengaruh baru), Retreatism (bentuk penarikan diri
individu dengan cara melakukan penyimpangan sosial), dan Rebellion yang berarti pemberontak,
dan berani mengubah tatanan struktur sosial secara keseluruhan.

Dalam teori Giddens, perubahan sosial yang terjadi memerlukan struktur sosial (recurrent social
practise) sebagai sarana dan sumber daya untuk melakukan tindakan sosial. Perubahan sosial
yang juga dipengaruhi oleh subsistem (ekonomi, budaya, politik, dan sosialisasi) dan struktur
teori fungsionalisme (norma, organisasi ekonomi, alat pendidikan, dan politik kebijakan
pemerintah), membutuhkan jarak (space) saat praktiknya dimulai, notabene tidak semua ritual
lama ditinggalkan oleh masyarakat.