Krisis Peradaban Barat dan timur

Krisis Peradaban Barat
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Oksidentalisme
Pengampu:
Drs. Ahmad Shobiri Muslim, M.A

Nala Alfia Chusna
Neng Nida Mutiara Hasan

FAKULTAS USHULUDDIN
STUDI AGAMA-AGAMA
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR PUTRI KAMPUS 5
KANDANGAN, KEDIRI, JAWA TIMUR
1439/ 2018

ABSTRAC
Peradaban barat pernah mengalami masa Dark Age pada abad pertengahan.
Adapun Peradaban Barat abad ke-20 bukanlah produk masa-masa akhir, yang
dimaklumi sebagai masa-masa akhir, yang dimaklumi sebagai abad-abad
kegelapan bagi Eropa, atau ia bukan peradaban “modern” seperti anggapan
banyak orang. Melainkan bahwa peradaban Eropa itu memiliki akar-akar historis

yang usianya mencapai ribuan tahun. Peradaban Eropa tidak lain adalah “anak”
peradaban Yunani dan Roma yang telah mewarisi materi, sistem kehidupan
politik, filsafat sosial, pemikiran dan tradisi keilmuan kedua imperium tersebut.
Sehingga, perilaku , identitas dan watak Yunani dan Roma telah mendarah daging
dalam tubuh bangsa Eropa. Dan pada abad ke-20, barat telah menetapkan
demokrasi liberal untuk negaranya sendiri. Tidak hanya itu, barat pun bahkan
menampakkan paham-paham baru seperti sekulerisme, materialisme, bahkan
atheisme atau anti terhadap Tuhan yang akhirnya pemikiran tersebut laris di
negaranya, dan tanpa mereka sadari bahwa kepercayaan terhadap ideologi tersebut
yang akhirnya membawa barat kepada krisis peradaban.
PENDAHULUAN
Seperti yang telah termaktub dalam sejarah bahwa Eropa pernah
mengalami masa kegelapan atau Dark Age pada abad pertengahan dibawah
kendali Kristen. Kemudian pada abad ke-19, barat terlahir kembali dalam
kemasan yang mempesona dan mengundang kekaguman sampai pada abad ke-20.
Peradaban Barat memang tampak modern akan tetapi berdarah daging Yunani dan
Roma. 1
Oleh karena itu, tidak heran bahwa selama beberapa abad, barat
memelihara watak dan karakteristik peradaban Roma dan Yunani dan mewarisi
khazanah filsafat, ilmu pengetahuan, sastra dan pemikiran kedua peradaban klasik

itu. Meskipun abad ke-19 dan abad ke-20 dinilai sebagai lahirnya kembali
peradaban barat karena barat tampak modern apalagi dari segi ilmu pengetahuan

1 Sayyid Abul Hasan Ali Nadwi, Derita Dunia akibat kemunduran umat Islam, Cetakan
Pertama, Fadlindo Publishing, Jakarta, 2006, hal. 184

atau sains nya, nyatanya kehidupan di barat pada masa tersebut justru
menghadirkan bentuk asli kehidupan jahiliyah bangsa Yunani dan Roma.
Kenyataan tersebut tidak mengherankan karena orang-orang barat itu tidak
lain adalah anak cucu bangsa Yunani dan Roma, yang mengikuti agama yang
kehilangan spiritualitas, sebagaimana diutarakan Dr. Haas ketika memberikan
pemaparan tentang peradaban Yunani. Oleh karenanya kita dapat memperhatikan
betapa dangkalnya ajaran agama, tidak ada unsur rasa takut (khusyuk) pada Tuhan
dan tidak ada semangat untuk untuk beribadah. Hidup mereka sarat dengan huruhara dan pesta pora, sebagaimana gambaran yang disampaikan oleh Lecky ketika
ia berbicara tentang agama bangsa Yunani. 2
Selain itu juga bisa dilihat dari rakusnya bangsa barat pada kenikmatan
dan kesenangan hidup, layaknya anai-anai yang berhamburan menuju cahaya api
atau seperti orang yang kehausan saat ia mendapati air. Mereka sungguh tamak
untuk memetik kesenangan dunia dengan kedua tangan, seperti yang pernah
dikemukakan oleh Socrates. Hal ini juga bisa dilihat dari kebimbangan mereka

pada agama dan keguncangan dalam hal kepercayaan, serta sikap yang terlalu
meremehkan hukum-hukum agama, tradisi dan ritual keagamaan. Lalu, apa
sebenarnya karakteristik dari peradaban barat tersebut? Adakah sisi positif dan
negatif dari peradaban barat tersebut? Dan apakah barat masih bisa disebut dengan
peradaban yang eksis setelah melihat fenomena yang sebenarnya terjadi di barat?
Atau apakah peradaban barat sudah mengalami masa krisis hingga saat ini?
KARAKTERISTIK PERADABAN BARAT DAN SEJARAHNYA
Peradaban barat adalah hasil dari peradaban Yunani dan Roma. Maka tak
heran jika dikatakan bahwa karakteristik peradaban barat adalah karakteristik dari
bangsa Yunani dan Roma. Lalu apa sajakah karakteristik peradaban Yunani dan
Roma yang akhirnya mengantarkan pada peradaban barat hingga saat ini?
Yang pertama dibahas ialah karakteristik peradaban Yunani untuk barat.
Seperti diketahui bahwa Yunani adalah bangsa yang pintar, bangsa yang paling
cerdas dan mahir dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan memiliki kekayaan
2 History of European Morals pa, W.E.H. Lecky, London, 1869, Vol. 1, hal. 344-345

intelektual yang besar. Berbekal filsafat dan sastra , dan berkat kemahiran para
pemikir, filosof serta ilmuwan, bangsa Yunani telah memainkan peran abadi
melalui kekayaan pemikiran yang memenuhi perpustakaan dunia.
Yunani memiliki keistimewaan tersendiri yang tidak dimiliki oleh

peradaban lain, yaitu : Keyakinan yang mendalam pada hal-hal yang nyata dan
kurangnya perhatian pada hal-hal metafisis, minimnya unsur-unsur religi dan
unsur rasa takut pada Tuhan, paham nasionalisme yang kental. Tiga fenomena
tersebut dapat diungkapkan dalam satu ungkapan yaitu “materialisme” dan itulah
semboyan peradaban Yunani yang diwariskan kepada peradaban barat dan masih
mendarah daging pada masyarakat barat. Bangsa Yunani juga memiiki format
kepercayaan pada banyak Tuhan (polytisme) yang digambarkan dalam patungpatung.
Para pemikir barat mengakui bahwa peradaban Yunani didominasi oleh
paham materialisme dan menggagasnya dalam buku-buku dan tulisan-tulisan
ilmiah. Adapun mengenai kepercayaan agama, filsafat ketuhanan yang
berkembang di Yunani sangat tidak mengenal jiwa khusyu’ pada Tuhan, tidak ada
semangat penghambaan diri, do’a dan permohonan pertolongan pada Tuhan. Hal
ini dikarenakan filsafat hidup bangsa Yunani yang terlampau mementingkan aspek
duniawi dan cara pandang yang amat berlebihan terhadap nilai materi, kegemaran
yang kelewat batas pada gambar-gambar, patung-patung, nyanyian dan musik
yang mereka sebut sebagai “kesenian”, kebebasan para sastrawan dan kalangan
penulis tanpa ada batasan, telah membawa dampak amat buruk dalam kehidupan
moral dan institusi sosial bangsa Yunani. 3 Maka yang terjadi adalah dekadensi
moral dan pembangkangan terhadap aturan hidup.
Kemudian berbicara tentang nasionalisme, maka ia merupakan unsur vital

dalam peradaban barat. Nasionalisme di bumi barat lebih kental dengan apa yang
terjadi di Asia. Paham ini adalah salah satu bentuk warisan dari Yunani, karena
sejarah Yunani menjadikan nasionalisme sebagai paham yang berkedudukan
seperti agama, inilah yang antara lain dikemukakan oleh Lecky. Cinta tanah air
merupakan keutamaan moral yang nomor satu dalam ajaran para filosof Yunani.
3 Sayyid Abul Hasan Ali Nadwi, Derita Dunia akibat kemunduran umat Islam.......hal.
161

Bahkan Aristoteles tidak cukup mengemukakan cinta dan kesetiaan pada tanah air
sebagai keutamaan tertinggi, lebih dari itu ia berpendapat bahwa bangsa Yunani
boleh memperlakukan bangsa lain seperti memperlakukan binatang. Paham
nasionalisme picik Aristoteles ini telah mengakar dalam pemikiran bangsa Yunani.
Hingga ketika seorang filosof Yunani mengatakan bahwa nasihat dan petuahnya
tidak khusus untuk bangsa Yunani saja, tetapi untuk seluruh umat manusia,
niscaya ia akan dipandang rendah dan diremehkan.
Yang kedua : Karakteristik Peradaban Roma. Bangsa Roma memang lebih
unggul dalam kekuatan atau militer, sistem pemerintahan dan luasnya wilayah,
akan tetapi Roma tidak sanggup menandingi kemajuan Yunani dalam ilmu
pengetahuan, filsafat, sastra, pencerahan moral, dan peradaban secara umum.
Sejarah membuktikan bahwa Roma tidak pernah memiliki konsep keimanan yang

kokoh. Sejak semula mereka memproklamirkan bahwa Tuhan tidak berhak ikut
campur tangan dalam urusan politik atau persoalan-persoalan keduniaan. Agama
sama sekali tidak mampu memberi warna pada moralitas, kehidupan sosial dan
politik Roma. Kepercayaan bangsa Roma bukanlah agama yang memiliki nilai
keimanan yang dalam, yang mampu mengendalikan jiwa dan terbit dari dasar hati.
Agama adalah tradisi, tidak lebih. Dan semata-mata atas pertimbangan politik
sajalah kepercayaan mereka masih mampu bertahan. Lecky menuturkan sebagai
berikut :
“Agama bangsa Romawi berdiri di atas dasar egoisme, tidak memiliki
orientasi pembangunan kesejahteraan bangsa, dan keselamatan mereka dari
petaka. Buktinya adalah bahwa di zaman itu banyak terlahir patriot-patriot dan
pemimpin-pemimpin besar, namun tidak satu pun diantara mereka yang
menempuh cara hidup zuhud, dan sepanjang sejarah Roma, tidak pernah terdengar
sosok ideal dalam pengorbanan dan sikap menomorduakan kepentingan pribadi.
Yang pasti bahwa para lahirnya para patriot dan orang-orang besar di Roma,
semata-mata oleh faktor kepentingan nasionalisme dan bukan kepentingan
agama.”4

4 Sayyid Abul Hasan Ali Nadwi, Derita Dunia akibat kemunduran umat Islam......166


Dan keistimewaan lain yang menonjol dari Roma adalah watak
imperialisme dan pandangan materialistik murni terhadap dunia. Inilah watak
yang diwarisi Barat abad modern.
Kristenisasi di Barat
Ada peristiwa besar yang mesti dicatat oleh pena sejarah, yakni naiknya
agama kristen ke atas singgasana Roma yang menggantikan kepercayaan pagan di
negeri barat, yang sebelumnya barat menganut kepercayaan pagan dan polyteisme
yang merupakan hasil dari warisan Yunani. Peristiwa tersebut berlangsung pada
masa kekuasaan Kaisar Konstantin setelah ia menjadi pemeluk agama kristen
pada tahun 306 M. Pada masa inilah dengan liciknya Kaisar Konstantin
memasukkan unsur-unsur kepercayaan pagan ke dalam agama kristen, sedangkan
umat kristen yang menyadari hal tersebut hanya bersikap acuh tak acuh justru
mereka berfikir hal itu semakin menambah daya tarik kristen dimata manusia.5
Berkembangnya agama kristen di barat tidaklah membuat barat mengalami
masa kejayaan pada masa itu. Justru hal ini malah membuat barat semakin
terpuruk karena adanya legitimasi ditangan kristen untuk menggenggam barat
ditangan mereka, hingga akhirnya dalam kristen itu sendiri muncul istilah
”Monastisisme” atau sistem kependetaan dalam agama kristen yang akhirnya
mengalami perkembangan yang sangat mencengangkan hingga akhirnya
meningkatkan jumlah pendeta dalam kristen. Akan tetapi, dalam dunia

kependetaan (monastisime), penyiksaan-penyiksaan fisik dipercayai sebagai
gambaran ideal dalam ajaran agama dan moral. Keadaan ini berlangsung kurang
lebih dua abad. Para sejarahwan menuturkan banyak peristiwa aneh tentang
kehidupan para pendeta. Konon, pendeta Makarius pernah tidur selama lima tahun
di kubangan berlumpur agar tubuhnya yang telanjang digerogoti semut.
Para pendeta beranggapan bahwa kesucian jasad bertantangan dengan
dengan kesucian batin, dan mereka beranggapan pula bahwa membersihkan
anggota badan sebagai perbuatan maksiat. Banyak orang awam yang memuji dan
mendukung orang-orang yang meninggalkan kedua orang tuanya untuk hidup
mengasingkan diri sebagai pertapa. Para pendeta ketika itu memiiki kemahiran
5 History of the Conflict Between Religion and Science, London, 1927, hal. 312

dalam melarikan anak-anak. Para ibu menyembunyikan anak-anak mereka apabila
mereka mendengar kedatangan pendeta Ambrose. Para orang tua tidak
berkesempatan mendidik anak-anak dan dengan terpaksa menyerahkan mereka
pada para pendeta.
Kehidupan

kependetaan


(monastisisme)

membawa

dampak

pada

pergeseran sistem nilai dalam masyarakat. Semangat berjuang dan dan harga diri
yang sebelumnya dinilai identitas pribadi yang mulia, menjadi berbalik sebagai
aib dan kenistaan. Pilar kehidupan berkeluarga menjadi tumbang, kejahatan dan
kekerasan dalam kehidupan rumah tangga merajalela. Tidak hanya paham
monastisime saja yang berkembang di barat kala itu, paham materialisme juga
turut menggerogoti akal dan pemikiran masyarakat barat yang berakibat pada
kemerosotan peradaban barat dan timbulnya pertikaian antara Paus dan Kaisar
ataupun antar pemuka agama dan para bangsawan. Mereka berlomba-lomba
membuat peraturan untuk rakyat demi kepentingan mereka sendiri, segala bentuk
upaya dalam politik, perdagangan dan sektor lainnya hanyalah kamuflase para
pembesar saja. Mereka hidup dalam kemewahan dan berfoya-foya dengan harta
yang mereka rampas dari rakyat, kehidupan mereka sangat jauh dari agama dan

kezuhudan. Sedangkan rakyat mereka berada dalam penderitaan, penyiksaan dan
kemiskinan yang memang dibuat oleh para pembesar mereka sendiri. Hingga
akhirnya muncul banyak kejahatan dan kriminal dimana-mana. Inilah salah satu
kelamnya peradaban barat dibawah kekuasaan Kristen. 6
Tidak hanya sampai disitu perbuatan keji yang dilakukan oleh gereja.
Gereja juga mengintimidasi ilmu pengetahuan. Sehingga kala itu banyak para
ilmuwan yang meninggal dibunuh oleh gereja dikarenakan mereka punya andil
dalam memajukan ilmu pengetahuan. Gereja tidak ingin ilmu pengetahuan pesat
di barat karena mereka takut legitimasi mereka hilang dan kekuasaan mereka jatuh
ke tangan para pembangkang. Maka tak heran kala itu para pemuka kristen
banyak memasukkan unsur-unsur ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan
abad modern yang meliputi bidang sejarah, geografi, ilmu alam, dan
perkembangan terbaru ilmu pengetahuan ke dalam buku suci mereka yang
kebenarannya dinilai mutlak oleh gereja, sehingga tidak dibenarkan bagi
6 Lecky, History of Europen Morals, Bagian IV

masyarakat atau ilmuwan yang memberikan teori yang bertentangan dengan
gereja meskipun teori mereka lah yang sebenarnya benar. 7
Munculnya Gerakan Renaissance di Barat
Akibat


perlakuan

buruk

yang

dilakukan

oleh

gereja

akhirnya

memunculkan gerakan Renaissance yang menolak dan memberontak terhadap
segala keputusan dan perlakuan gereja. Dari sinilah akhirnya muncul paham
sekularisme. Akhirnya pada abad ke 17 M, paham sekularisme menggantikan pola
pikir masyarakat barat. Mereka mulai meninggalkan agama mereka (kristen) dan
mengejar kehidupan dunia. Maka sampai saat ini barat percaya bahwa kemajuan
sains dan teknologi yang mereka rasakan hingga saat ini karena mereka
meninggalkan agama mereka. Pola pikir ini yang kemudian mulai merasuki
masyarakat Asia. Dari berkembangnya paham sekulerisme muncullah paham atau
isme isme lain dari barat yang berkembang menjadi pola pikir tetap masyarakat
barat seperti liberalisme, pluralisme, relativisme, dan lain sebagainya. Bahkan dari
gerakan Renaissance ini juga banyak masyarakat barat yang meningglkan agama
mereka dan mereka lebih memilih untuk tidak beragama atau atheis dan barat
menjadi bangsa yang jauh dari nilai spiritual dan tak kenal dengan Tuhan atau
agama. Faktor-faktor itulah yang akhirnya mengantarkan barat pada dekadensi
moral dan maraknya kejahatan di barat hingga muncullah istilah “krisis peradaban
barat.”
Dampak Positif Peradaban Barat
1. Kebaradaan

peradaban

barat

itu

telah

mengefektifkan

sekaligus

mengefisiensikan proses pelaksanaan pendidikan islam.
2. Kemajuan peradaban barat telah menyadarkan dunia islam akan
ketinggalannya, sehingga menggugah hati mereka untuk berusaha keras
menuju penguasaan kembali ilmu pengetahuan dan peradaban yang pernah
dimiliki oleh orang islam.

7 Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat dari Hegemoni Kristen ke Dominasi SekularLiberal, Gema Insani, Jakarta, 2005, hal. 29

3. Keberadaan peradaban barat memudahkan transfer ilmu pengetahuan,
nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran dan keahlian kepada
generasi muda, sehingga mereka betul-betul siap mengarungi kehidupan
sekarang dan yang akan dating.
Dampak Negatif Peradaban Barat
1. Keraguan terhadap Syari’at Islam8
Pengaruh westernisasi yang telah tumbuh lama di Indonesia sangat terasa
khususnya di bidang hukum. Hal ini disebabkan penjajahan dan kolonialisasi yang
dilakukan oleh kaum Barat dalam segala bidang di masa lalu, sehingga
dampaknya masih terasa sampai saat sekarang. Dinamika yang muncul di
masyarakat Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim adalah keraguaan
dalam menerapkan hukum syari’at. Dampak pengaruh penjajahan dari orangorang Eropa ini mengakibatkan berubahnya pola pikir bangsa Indonesia terhadap
penerapan hukum, bahkan sebagian masyarakat menggangap hukum syari’at
adalah hukum usang yang tidak layak diterapkan lagi pada masa sekarang ini.
Hasilnya adalah pengadopsian hukum penjajah dalam masyarakat Islam yang
dianggap lebih modern dan terkini atau disebut hukum positif Indonesia. Jika pun
terdapat beberapa daerah di wilayah Indonesia seperti Aceh yang berusaha
menerapkan hukum syari’at harus mengacu dan mengikuti aturan-aturan hukum
positif yang berlaku sekarang. Hal ini terjadi karena pengaruh westernisasi di
bidang hukum yang cukup mengakar dalam masarakat Indonesia dewasa ini.
2. Akidah Ummat Islam Menjadi Rusak
Tidak dapat dipungkiri, pengaruh westernisasi menyebabkan rusaknya
akidah dan moral masyarakat khususnya kalangan remaja. Pengaruh dunia
hiburan dewasa ini sangat membahayakan kalangan remaja, musik-musik dengan
lirik-lirik yang mengundang syahwat dilantunkan dengan bebas tanpa sensor dan
pengawasan yang ketat dari pemerintah. Penyedian panggung hiburan setiap pagi
dan malam oleh lembaga penyiaran menyebabkan terjadinya kosentrasi masa yang
sangat besar, baik laki dan perempuan tanpa ada pembatas. Maka tidak heran,
8 Lewis Bernard, 1993, Islam and the West, (New York : Oxford University Press), hlm.
41

akan terjadi pelecehan seksual dan tindakan kriminal lainnya ketika acara
berlangsung atau sesudahnya. Hal di atas terjadi dengan menjiplak budaya barat
dalam mengadakan konser hiburan di negara mereka, padahal dalam Islam sangat
tegas melarang kegiatan yang tidak bermamfaat seperti ini, segbagaimana
diutarakan oleh Muhammad 11 bahwa ”mendengarkan nayian dan musik tidak
terdapat manfaatnya bagi jiwa dan tidak mengandung maslahat, bahkan faktor
merusak lebih besar daripada manfaatnya, nyanyian dan musik terhadap jiwa
ibarat arak terhadap badan yang membuat orang mabuk. Bahkan mabuk karena
nyanyian dan musik lebih besar efek yang ditimbulkan daripada mabuk karena
arak itu sendiri.”
3. Adanya Kehidupan Individualis Pada zaman era globalisai
sekarang ini kehidupan yang bersifat individualis telah mengakar dan
menjadi tradisi dalm jiwa ummat Islam, terutama sekali dalam pergaulan remaja
sebagai generasi masa kini. Dalam kenyataannya mereka bebas tanpa
menghiraukan norma-norma agama, minum-minuman keras, berdiskotik, dan
dalam kehidupan sehari-hari tidak menghiraukan norma sosial dan bersifat
mementingkan diri sendiri. Dan akhirnya mereka tenggelam dalam kemewahan
hidup, kesombongan, hurahura karena menganggap kehidupan dunia adalah
kehidupan indah dan kekal selamalamanya. Disisi lain, mereka tidak
menghiraukan mayarakat yang hidup miskin, begitulah sikap egois yang tinggi
telah menghilangkan kasih sayang sesama ummat di zaman sekarang ini.
4. Adanya Pemikiran yang diwarnai oleh Sekulerisasi
Persepsi masyarakat tentang kebahagiaan dan kesuksesan hanya dilihat
dari materi semata telah mengeser pemahaman qana’ah, kesederhanaan, sifat
tolong menolong dan kebersamaan sebagaimana yang telah diajarkan dalam
Islam.

Sehingga

penyimpangan

persepni

ini

menyebabkan

orang-orang

menghalalkan berbagai cara dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia. Dan
menganggap agama hanya untuk akhirat semata. Hal ini telah merasuki di bidang
pendidikan misalnya, pemisahan ilmu-ilmu yang di gagas oleh para pemikir Barat
telah menyebakan terpisahnya antara ilmu yang dikelompokkan dengan ilmu-ilmu
agama dan ilmu-ilmu science yang terlepas dari nilainilai keagamaan. sehingga

akibat pemisahan ini terjadi ketidakseimbangan masyarakat dalam memperoleh
ilmu secara utuh. Maka lahirlah para ilmuan di bidang science yang melakukan
penemuan-penemuan baru tanpa batas dan tidak menhiraukan nilainilai agama,
seperti penemuan di bidang persenjataan dan meliter untuk melakukan
pembunuhan manusia secara massal dan banyak penemuan lainya yang merusak
lingkungan. Disamping beberapa dampak negatif yang ditimbulkan akibat dari
westernisasi juga membawa dampak positif yang sangat baik bagi ummat. Antara
lain adalah ummat Islam telah sadar atas ketertinggalanya dalam bidang teknologi
sehingga akan berusaha untuk mengejar ketertinggalan itu. Selanjutnya,
perkembangan teknologi penyiaran yang sangat maju dewasa ini akan berdampak
posistif jika pengaturan penyiaran disesuaikan dengan perkembangan budaya dan
nilai-nilai agama yang hidup dan berkembang di masayarakat Indonesia yang
dikenal berbudi luhur dan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama. penyiaran
terhadap tokohtokoh dan anak-anak yang berprestasi misalanya akan mendorong
orang dan anak lainnya untuk mengikuti hal yang sama. Kemudian, pengaruh
westernisasi dalam ummat Islam telah mengaktifkan kembali para da’i-da’i yang
telah lama mati suri untuk lebih giat dalam berdakwah kepada ummat dan
memperdalam agama Islam kepada masyarakat, dengan cara pengabdian, kajiankajian, dan seminar-seminar lainnya. 4.
Dampak Negatif Epistemologi Barat Modern9
Tradisi epistemologi keilmuan Barat memberikan pengaruh besar pada
pola fikir, cara pandang dan perilaku manusia yang menjadi motor perkembangan
suatu peradaban. Pengaruh ini bukan hanya pada masyarakat Barat sendiri, tetapi
juga telah meluas menjadi pengaruh global yang juga ikut mempengaruhi cara
pandang umat Islam. Adapun pengaruh yang ditimbulkan oleh keilmuan dan
epistemologi Barat antara lain secara lebih rinci di antaranya adalah sebagai
berikut:
a. Sekularisasi dan Liberalisasi Teologi
Para teolog Kristen terkemuka abad ke-20 seperti Karl Barth, Dietrich
Bonhoeffer, Paul Van Buren, Thomas Altizer, William Hamilton dan lain
9 Spielvogel, Jackson J, 2000, Western Civilization, (Belmont : Wadsworth), hlm. 102

sebagainya, memodifikasi teologi Kristen supaya sesuai dengan peradaban Barat
modern yang sekuler. Mereka menegaskan ajaran Kristiani harus disesuaikan
dengan pandangan hidup sains modern yang sekuler. Mereka membuat penafsiran
baru terhadap Bible dan menolak penafsiran lama yang menyatakan ada alam lain
yang lebih hebat dan lebih agamis dari alam ini. Sekulerisasi dan liberalisasi
teologi menyebabkan agama menjadi urusan pribadi dan menjadi pinggiran dalam
arus peradaban Barat Modern.43 Sekularisasi telah menjadikan manusia menjauh
dari Tuhan bahkan sudah mendorong manusia “menuhankan” dirinya sendiri.10
b. Meluasnya Atheisme di Berbagai Disiplin Keilmuan
Berbagai disiplin keilmuan, seperti dalam teologi, filsafat, sains,
sosiologi, psikologi, politik, ekonomi, dan lain-lain tidak terlepas dari paham
ateisme. Salah seorang perintis paham ateisme di abad modern adalah Ludwig
Feurbach (1804- 1872 M). Feurbach, seorang ahli teologi Kristen, menegaskan
prinsip filsafat yang paling tinggi adalah manusia.45 Teori big bang sebagai teori
yang sangat populer mengandaikan ketidakwujudan Tuhan sebagai sang Pencipta.
Laplace sebagai pencetus teori tersebut mengatakan “saya tidak membutuhkan
hipotesa seperti itu” (Je n’ai pas besoin de cet hypothese). Dalam pandangannya
Tuhan dianggap sebagai sebuah hipotesa semata-mata bahkan sebuah hipotesa
yang tidak diperlukan dalam menjawab asal mula dan mekanisme cara kerja alam
semesta.11
Charles Darwin (1809-1882 M) termasuk salah satu ilmuwan yang tidak
mengakui adanya peran dari Tuhan sebagai pencipta alam semesta melalui teori
evolusi dan teori seleksi alamnya. Baginya tidak ada penciptaan yang dilakukan
oleh Tuhan, yang ada adalah evolusi dari satu tahap ke tahap lainnya. Tuhan sudah
berhenti melakukan penciptaan dan digantikan dengan hukum mekanika dan
hukum evolusi serta seleksi alam ketika berkaitan dengan proses dan kejadiankejadian di alam semesta ini.12

10 Al-Attas, Islam and Secularism, 38–40
11 Mulyadhi Kartanegara, Mengislamkan Nalar: Sebuah Respons terhadap Modernitas (Jakarta:
Erlangga, 2007), 108.
12 Armis, Krisis Epistemologi dan Islamisasi Ilmu, 3.

Dalam disiplin ilmu ekonomi, Karl Marx (1818-1883 M) terpengaruh
karya Feurbach, ia berpendapat agama adalah keluhan mahluk yang tertekan,
perasaan dunia tanpa hati, sebagaimana ia adalah suatu roh zaman yang tanpa roh.
Agama adalah candu rakyat. Dalam pandangan Marx, agama adalah faktor
sekunder, sedangkan faktor primernya adalah ekonomi. Ia pun memuji karya
Darwin yang menyatakan bahwa Tuhan tidak berperan dalam penciptaan.
Dalam disiplin ilmu sosiologi paham ateisme ini juga berkembang. August
Comte (1798-1857 M), penemu istilah sosiologi, memandang kepercayaan kepada
agama merupakan bentuk keterbelakangan masyarakat. Pendapatnya yang
menolak agama ini diikuti oleh para ahli sosiologi dan antropologi seperti Emile
Durkheim dan Herbert Spencer. Agama, tegas Spencer, bermula dari mimpi
manusia tentang adanya spirit di dunia lain.
Pemikiran ateistik ikut bergema juga dalam disiplin ilmu psikologi.
Sigmund Freud (1856-1939 M), seorang psikolog menegaskan doktrin-doktrin
agama adalah ilusi. Agama sangat tidak sesuai realitas dunia. Bukan agama, tetapi
hanya karya ilmiah satu-satunya jalan untuk membimbing ke arah ilmu
pengetahuan.13
c. Lahirnya paradigma-paradigma pemikiran yang saling bertentangan
Akibat lain dari epistemologi Barat modern adalah munculnya paradigma
pemikiran yang saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Beberapa
paradigma pemikiran ini adalah materialisme, positivisme, eksistensialisme,
pragmatisme, realisme, agnostisisme, konstruktivisme, humanisme, liberalisme
dan lain-lain. Jika dicermati semua paradigma pemikiran demikian saling
bertentangan. Misalnya saja materialisme bertentangan dengan idealisme dan
eksistensialisme. Agnostisisme bertentangan dengan realisme dan pertentangan
pertentangan lainnya.
Saat Barat mengalami masa Krisis Peradaban
Barat memang pernah mengalami masa Dark Age selama kurang lebih 10
abad dibawah kekuasaan gereja. Dan Abad ke 19 hingga saat ini dinilai sebagai
13 Armis, Krisis Epistemologi dan Islamisasi Ilmu, 4.

titik majunya bangsa barat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, meskipun
demikian dalam hal moral dan spiritual sangat terbelakang. Keadaan inilah yang
memicu para sejarahwan untuk mengatakan bahwa barat sudah mengalami krisis
peradaban dan hal ini akan terus memburuk akibat merosotnya moral dan
ketidakpercayaan mereka terhadap Tuhan. Lalu dari faktor mana sajakah hingga
akhirnya barat berada pada situasi krisis peradaban? Lalu apa dampak dari krisis
peradaban barat untuk bangsa lain?
Bisa dikatakan bahwa barat sudah mengalami krisis peradaban maka barat
sudah mengalaminya sejak awal yaitu dari zaman Yunani Kuno hingga saat ini
meskipun dari segi sains dan teknologi mereka dikatakan maju dan mereka sangat
mendominasi perdagangan dunia akan tetapi dari segi moral dan akhlak nilai
mereka nol. Meskipun barat pernah mengalami masa kejayaan peradaban pada
masa Spanyol dibawah kepemimpinan Islam. Lalu setelah itu kemerosotan
peradaban terulang kembali setelah muncul gerakan Renaissance meskipun
dengan konsep yang berbeda. Dari sekularisme melahirkan liberalisme, yang
memberikan kebebasan pada tiap individualnya.
Pemikiran sekular-liberal memang sudah menjalar di kalangan masyarakat
barat bahkan hal ini sudah menular ke berbagai belahan dunia. Salah satu contoh
problem moral yang terus mengguncang dan memicu kontroversi di Barat dan hal
ini juga merupakan bagian dari sekularisasi yaitu problema homoseksualitas.
Homoseksualitas yang berabad-abad dicap sebagai praktik kotor dan maksiat, oleh
agama-agama, justru kemudian diakui sebagai praktik yang manusiawi dan harus
dihormati sebagai bagian dari penghormatan Hak Asasi Manusia. Dalam kasus ini,
para teolog Kristen juga berlomba-lomba membuat tafsiran baru agar praktik
maksiat ini disahkan oeh Gereja. Tidak hanya kasus homoseksual saja akan tetapi
banyak kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak, yang ternyata pelakunya
adalah para pastur, pendeta dan uskup gereja. Bahkan dilaporkan anak-anak
sebanyak 10.667 telah menjadi korban pelecehan oleh lebih dari 4.392 pastur.14
Logika kebebasan individu asal tidak merugikan orang lain ini telah
menjebak masyarakat Barat dan masyarakat sekular lainnya untuk menerapkan
14 A.W. Richard Sipe, Sex, Priest, and Power : Anatomy of a Crisis, (London, Cassel,
1995), hlm. 26

hukum yang berdasarkan pada hak individu, seperti dalam kasus hukum zina.
Selain permasalahan homoseksual atau yang saat ini sudah meluas menjadi kasus
LGBT yang sudah dilegalkan kebolehannya di barat, kaum feminis juga berusaha
keras agar mereka mendapatkan legitimasi dari Bible. Mereka tidak lagi menulis
God, tetapi juga Goddes. Sebab, gambaran Tuhan dalam agama mereka adalah
Tuhan maskulin. Mereka ingin Tuhan yang perempuan. Dalam buku Feminist
Aproaches to the Bible, seorang aktivis perempuan, Tivka Frymer-Kensky,
menulis makalah dengan judul : “Goddesses : Biblical Echoes”. 15
Titik-titik ekstrim pada gerakan pembebasan wanita yang kemudian
dikenal dengan gerakan “kesetaraan gender (gender aquality)” ini juga sudah
menjadi tren global. Pada akhirnya masyarakat Barat seperti terjebak dalam
berbagai titik ekstrim dan lingkaran setan yang tiada ujung pangkal dalam soal
nilai. Mereka berangkat dari satu titik ekstrim ke titik ekstrim lainnya. Pada
tingkat global, cara pandang sekular-liberal gaya Barat ini kemudian diglobalisasi
sebagai bagian dari upaya pelestarian hegemoni. Ini adalah wajar dalam logika
politis yang dominan saat ini. Demokratisasi liberal mengharuskan sekularisasi
dan sekaligus pluralisme, yang tidak membedakan manusia atas dasar agama atau
ras tertentu namun manusia dikotak-kotakkan atas dasar bangsa dan negara.
Berbagai kajian tentang fenomena globalisasi telah banyak diungkapkan..
Penyebaran budaya Barat yang didominasi dengan budaya konsumerisme,
hedonisme dan materialisme menjadi tema menarik dalam kajian tentang
globalisasi. Globalisasi yang melanda dunia ditandai dengan homogenisasi food
(makanan), fun (hiburan), fashion (mode) dan thought (pemikiran). Globalisasi
adalah sesuatu yang kompleks dan sulit dihindarkan oleh umat manusia yang
semakin terintegrasi dalam perkembangan alat-alat komunikasi dan transportasi
modern. Namun, kuatnya arus konsumerisme, hedonisme dan narkotikisme yang
dijejalkan kepada masyarakat dunia melalui berbagai acara-acara hiburan,
memang sulit dibendung.
Di era globalisasi, dimana proses liberalisasi berlangsung diberbagai
bidang, pro kontra tentang batas-batas moral akan selalu terjadi. Kaum sekular15 Phyllis Trible, Feminist Aproaches to the Bible, (Washington : Biblical Archeology
Society, 1995), hlm. 16

liberal dengan mudahnya berfikir, bahwa “kebebasan berekspresi” adalah standar
moral yang mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Jadi, kata mereka, tidak boleh
ada satu pihak pun yang boleh mengambil alih dan memonopoli kewenangan
dalam melakukan penghukuman dan pemberangusan, atas nama apapun. Baik itu
alasan politik, moral, agama dan adat. Logika kaum liberal ini berasal dari prinsip
“humanisme sekular”, yang menempatkan manusia sebagai Tuhan. Manusialah
yang menentukan segala hal, dengan kebebasan individualnya asal tidak
merugikan orang lain. Mereka tidak mau ada campur tangan agama dalam
masalah moral. Mereka ingin mengatur diri mereka sendiri. Menurut mereka,
Tuhan tidak berhak campur tangan dalam urusan kehidupan, karena manusia lebih
hebat dari Tuhan. Meskipun agama jelas-jelas melarang, negara, ulama, atau
kelompok apa pun, tidak boleh ikut-ikutan melarang. Belum lagi dengan adanya
konsep relativisme di Barat, yang menganggap bahwa kebenaran adalah relatif,
bahkan kebenaran dalam tiap agama itu bernilai relatif. Jika fenomena semacam
itu sudah muncul, maka nilai moral agama akan hancur dan memasuki lingkaran
setan kebingungan yang tiada ujung. Cara mengatasinya, tentu saja kembali
kepada agama dan tidak mengikuti langkah-langkah setan yang terkutuk. Jika hal
ini terus dibiarkan saja maka sudah tentu bahwa barat akan terus mengalami
dekadensi moral berkepanjangan karena tidak adanya kekuatan spiritual agama,
akhirnya mengakibatkan peradaban hancur. Sebenarnya, Barat pun sadar,
Demokrasi liberal tidak dapat diterapkan pada semua aspek kehidupan umat
manusia khususnya di dunia Internasional. 16
Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwa memang peradaban barat
sejatinya merupakan ramuan dari unsur-unsur Yunani Kuno, Kristen dan tradisi
paganisme Eropa. Meskipun barat telah menjadi sekular-liberal, namun sentimensentimen keagamaan Kristen terus mewarnai kehidupan mereka. Jika dalam masa
kolonialisme klasik mereka mengusung jargon “Gold, Gospel, dan Glory”, maka
di era modern, dalam beberapa hal, semboyan itu tidak berubah . jika dianalisis
secara mendalam, serbuan AS terhadap Irak tahun 2003 dan dukungannya yang
terus menerus terhadap Israel, juga tidak lepas dari unsur “Gold, Gospel, dan
Glory”. Meskipun berbeda dalam banyak hal, unsur-unsur Barat sekular-liberal
16 Philip J. Adler, World Civilization, (Belmont : Wasworth, 2000). hlm. 289

kadang bisa bertemu dengan kepentingan “misi Kristen”, atau “Sentimen
Kristen.”
Jalan Kematian Sebuah Peradaban
Berbagai kemajuan teknologi telah dicapai, dan dalam banyak hal di
zaman-zaman belakangan ini Barat banyak diikuti bangsa-bangsa lain di dunia.
Tragisnya, Barat sendiri sekaligus menciptakan mekanisme dan mesin penghancur
untuk dirinya sendiri. Barat telah menciptakan begitu banyak jalan untuk bunuh
diri dan jalan kematian bagi umat manusia. Umat manusia, dari berbagai
kalangan, tak henti-hentinya melakukan protes. Dalam soal penyelamatan
lingkungan hidup, paradoksi itu pun dapat dilihat dengan jelas. Kasus Protokol
Kyoto, 2001, sangat baik untuk disimak. Barat, khususnya AS, yang menjadikan
lingkungan hidup sebagai salah satu isu penting dalam politik internasional, justru
merupakan perusak alam terbesar diantara umat manusia. Ironisnya, AS yang
merupakan penyumbang terbesar emisi gas CO2, justru menolak untuk
menandatangani Protokol Kyoto. Sikap AS itu telah memicu protes keras dari
berbagai lembaga swadya masyarakat.
Protes-protes dari berbagai kalangan terhadap ketidakadilan ‘kuasa besar’
atau ‘penguasa dunia’ itu sejatinya menunjukkan, bagaimana watak peradaban
Barat yang dimainkan oleh AS, yang begitu mementingkan dirinya sendiri,
meskipun harus menghancurkan bumi, alam semesta dan umat manusia. Tentang
tanda-tanda kehancuran AS, Frederic F. Clairmont juga mempublikasikan satu
risalah berjudul “USA : The Crumbling of Empire”, yang menyorot pemborosan
dan pembekakan utang AS. Clairmont menyebut Asia sebagai “an imperialist
empire”, yang pada tahun 2003 saja dana 400 miliar USD hanya untuk berperang
dan persiapan perang.

17

Akan halnya bangsa Eropa, mereka telah memandang agama sebagai
barang yang tabu, maka mereka tidak lagi memiliki unsur pengarah yang berhasil
dari ajaran agama dan petunjuk ketuhanan yang memberi arah kepada jalan yang
benar. Bangsa Barat telah lalai akan tujuan final dari kehadiran dirinya di alam
17 Mark Rupert, Ideologies of Globalization : Contending visions of a New World Order,
(London : Routledge, 2000), hlm. 42

dunia, juga peran dan kemana mereka akan kembali. Mereka bersemboyan,
“kehidupan kami hanyalah kehidupan di dunia ini, kami hidup dan mati dan
sekali-sekali kami tidak akan dibangkitkan.”
Di dunia Barat tidak ada lagi keseimbangan antara kekuatan materi dan
kekuatan moral. Dan antara ilmu dan teknologi satu sisi dan kekuatan agama disisi
lain. Pasca kebangkitan Eropa modern, kekuatan militer dan perkembangan ilmu
pengetahuan dengan sangat pesat, tetapi hal itu dicapai dengan mengorbankan
agama dan akhlak. Prof. Joad mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan alam telah
mendatangkan kekuatan yang layaknya hanya dimiiki oleh Tuhan akan tetapi kita
mempergunakan cara berfikir seperti anak-anak atau hewan. 18
Tema kesenjangan antara ilmu pengetahuan dan teknologi di satu pihak
dengan akhlak dan nilai-nilai kemanusiaan di pihak lain, serta kegagalan
peradaban modern dalam menjalankan misi kemanusiaan, dikemukakan pula oleh
pemikir dan filosof Barat paling terkemuka dewasa ini, Dr. Alexis Carrel, dalam
karya tulisnya, “Man the Unknown”, melalui analisa mendalam dan ungkapan
yang menakjubkan ia mengatakan :
“Tampak bahwa peradaban modern telah gagal melahirkan manusiamanusia yang memiliki daya inovasi, kecerdasan dan keberanian dalam satu
waktu. Di berbagai kawasan, dapat dilihat bahwa pada pribadi sekelompok orang
yang memegang otoritas, adanya kemunduran mentalitas berfikir dan kehidupan
moral.”19
Kita mengamati bahwa peradaban modern, belum lagi mampu
mewujudkan cita-cita besar yang diharapkan umat manusia dan bahwa peradaban
modern gagal melahirkan generasi yang memiliki tingkat kecerdasan dan
keberanian. Kegagalan yang membawa peradaban untuk menapaki jalan penuh
bahaya. Individu dan umat manusia tidak mengalami kemajuan secepat kemajuan
yang dicapai oleh institusi-institusi yang terlahir dari kemampuan intelektual
mereka. Inilah antara lain ketidak sempurnaan intelektual dan moralitas para

18 Guide to Modern Wickedness hal. 261
19 Man the Unknown, hal. 33

penguasa dan pemimpin politik dan kebodohan mereka yang menjerumuskan
umat manusia abad modern ke jurang bahaya.
Dunia baru yang lahir dan semata-mata hasil olah fikir dan inovasi tidak
sesuai kita sebagai umat manusia. Kita tidak merasa senang sebab kita sedang
mengalami degradasi moral dan intelektual. Bangsa yang “dimakmurkan” oleh
kemajuan teknologi-industri dan bangsa yang telah sampai pada puncak kemajuan
teknologi itu, hakikatnya tidak lebih ringkih dari bangsa-bangsa sebelumnya.
Sesungguhnya mereka sedang melangkah menuju pola kehidupan barbar, akan
tetapi mereka tidak menyadari. Di sana tidak ada benteng yang melindungi
mereka dari gelombang dahsyat yang diciptakan oleh kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi disekitar bangsa-bangsa itu.
PENUTUP
Kehidupan bangsa Barat merupakan aplikasi dari kehidupan jahiliyah bangsa
Yunani dan Roma. Kenyataan itu tidak mengherankan karena orang-orang Barat
itu tidak lain adalah anak cucu bangsa Yunani dan Roma, yang mengikuti agama
yang kehilangan spiritualitas. Meskipun saat ini barat sedang mengalami
kemajuan dan inovasi dibidang ilmu pengetahuan, teknologi dan industri, akan
tetapi dari segi akhlak, akidah dan moral, nilai mereka nol, karena mereka telah
kehilangan spiritualitas agama. Alhasil akhlak dan moralitas manusia terkubur
dibawah puing-puing hawa nafsu, sikap pamrih dan riya’, perilaku hedonis dan
anarkis. Kehidupan didominasi oleh “setan” egoisme, sifat kikir, dan urat nadi
kehidupan sosial telah dijejali oleh racun-racun egoisme! Kehidupan telah
mengalami keterpurukan semangat juang, kehidupan politik, diracuni oleh pahampaham rasialis, nasionalis, warna kulit, kekuatan politik otot. Inilah laknat terbesar
bagi umat manusia. Walhasil, benih-benih kejahatan yang disemaikan diatas yang
mengantarkan Barat kepada Krisis Peradaban, bahkan sampai muncul istilah The
End of West yang menggambarkan akhir dari peradaban barat. Dan jika barat
ingin mencapai kepada kemajuan yang sebenarnya, maka mereka harus
menanamkan akidah atau kepercayaan terhadap agama yang benar yaitu Islam,
karena sebaik-baik agama di dunia ini ialah Islam dan Barat harus mampu
menghidupkan moral dan akhlak ke tengah-tengah masyarakat Barat.

DAFTAR PUSTAKA
Nadwi, Sayyid Abul Hasan Ali, Derita Dunia akibat kemunduran umat Islam,
Cetakan
Pertama, Fadlindo Publishing, Jakarta, 2006
Lecky, W.E.H., History of European Morals pa, London, 1869, Vol. 1
History of the Conflict Between Religion and Science, London, 1927
Husaini, Adian, Wajah Peradaban Barat dari Hegemoni Kristen ke Dominasi
SekularLiberal, Gema Insani, Jakarta, 2005
Bernard, Lewis, 1993, Islam and the West, (New York : Oxford University Press)
Jackson J, Spielvogel, 2000, Western Civilization, (Belmont : Wadsworth)
Kartanegara, Mulyadhi, Mengislamkan Nalar : Sebuah Respons terhadap Modernitas
(Jakarta: Erlangga), 2007
Sipe, A.W. Richard, Sex, Priest, and Power : Anatomy of a Crisis, (London, Cassel,
1995)
Trible, Phyllis, Feminist Aproaches to the Bible, (Washington : Biblical Archeology
Society, 1995)
Adler, Philip J., World Civilization, (Belmont : Wasworth, 2000)
Mark, Ideologies of Globalization : Contending visions of a New World Order,
(London : Routledge, 2000)