Perubahan Karakteristik Kimia Kopi Luwak Robusta In Vitro dengan Variasi Lama Fermentasi dan Dosis Ragi

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 2016, ISBN 978-602-14917-2-0

Perubahan Karakteristik Kimia Kopi Luwak
Robusta In Vitro dengan Variasi Lama
Fermentasi dan Dosis Ragi
Muhammad Fauzi1 dan Nur Wahyu Hidayati2
Dosen Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember
Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember
Jalan Kalimantan 37, Kampus Tegal Boto jember 68121
1

2

1email:
2email:

muhfauzi_60@yahoo.com
nurwahyuhidayati20@yahoo.com

Abstract
Civet coffee production currently should not depend on civet animals only because its only be able to produce civet coffee about 1,5 kg

per night, so this amount can’t fill demand of local and international market. Therefore, it needed production alternative is to use civet
coffee yeast with robusta coffee rind extract media which is then added the micro flora agent of civet feces. However, changes in the
chemical characteristics of civet coffee in vitro is not yet known so the purpose of this research was to assess changes in the chemical
characteristics of civet coffee in vitro by fermentation and yeast dosage. The research result shows that variations of fermentation time
and additional yeast dosage be capable of affecting the chemical characteristics on robusta civet coffee in vitro. In addition, the treatment
can also increase the water content and total acid titration up to 9.19% and 0.0267%, while the glucose, pH and caffeine levels drop to
9.02%; 5.65; and 8.39%.
Keywords: Civet coffee, civet coffee yeast, micro flora

I. PENDAHULUAN
Kopi luwak merupakan salah satu produk olahan kopi
khas Indonesia yang dihasilkan dari buah kopi matang
optimum yang dipilih oleh luwak berdasarkan rasa dan
aroma, biji kopi beserta lendirnya akan dimakan dan
melewati saluran pencernaan luwak [4], [12]. Selama
proses pencernaan, biji kopi akan mengalami fermentasi
secara alami dengan bantuan mikroba spesies BAL
(Lactobacillus plantarum dan L. Brevis, Leuconostoc
paramesenteroides dan L. mesenteroides serta
Streptococcus faecium) dan enzim protease yang ada pada

pencernaan luwak [9], [16], [18]. Fermentasi tersebut
dapat menghasilkan cita rasa dan aroma khas yang mampu
memberikan daya tarik tersendiri terhadap penikmat kopi,
sehingga pasar lokal maupun internasional menunjukkan
permintaan kopi luwak yang semakin meningkat dari
tahun ke tahun [24].
Permintaan kopi luwak datang dari negara-negara
ASEAN, Timur Tengah, hingga Eropa sebesar 600 kg per
bulan [17], sedangkan ketersediaan kopi luwak hanya
sekitar 250-300 kg per bulan [20]. Permintaan yang
meningkat dan terbatasnya pasokan kopi luwak membuat
produksi kopi luwak tidak dapat hanya mengandalkan

hasil dari feses luwak saja. Salah satu alternatif untuk
memproduksi kopi luwak adalah dengan proses fermentasi
in vitro (diluar pencernaan hewan luwak) menggunakan
ragi/kultur kering. Dari hasil implementasi ragi kering
multi kultur dengan media tepung beras [3], tepung
maizena [1], dan tapioka [26] dihasilkan kopi beras yang
mempunyai skor citarasa preference 7,0-7,5 yang

mendekati citarasa kopi luwak (7,75; good, chocolaty)
pada fermentasi semi basah 24 jam. Selain itu penggunaan
ragi cair dari mikroflora feses luwak yang ditumbuhkan
pada media MRS broth dan difermentasi selama 16 atau
24 jam menghasilkan kopi dengan kadar kafein 660011000 mg/kg sesuai dengan penelitian Chan dan Garcia
[5] sebesar 10000 mg/kg [22], [27].
Usaha peningkatan produksi kopi luwak menggunakan
ragi yang dihasilkan dari beberapa penelitian diatas masih
sulit untuk diterapkan petani kopi. Hal ini disebabkan oleh
ragi kopi harus dibuat dalam media MRS broth, kesulitan
memelihara biakan BAL secara individual, pembuatan
media pengganti dan penumbuhan mikroflora. Upaya
yang mungkin dapat mengatasi permasalahan tersebut
adalah dengan membuat ragi kopi luwak kering bermedia
ekstrak kulit buah kopi robusta yang ditambahkan agen
mikroflora hasil isolasi feses luwak, sehingga ragi lebih

80

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 2016, ISBN 978-602-14917-2-0


mudah disediakan dan digunakan. Namun, perubahan
karakteristik kimia kopi luwak in vitro belum diketahui
terutama berdasarkan lama fermentasi dan dosis ragi yang
ditambahkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
kopi luwak in vitro menggunakan ragi kopi luwak
sehingga diketahui perubahan kimianya.
II. BAHAN DAN METODE

A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah feses
luwak segar, MRS broth, kulit buah kopi, gula pasir,
aquades, tepung beras dan biji kopi robusta yang diperoleh
dari Desa Sidomulyo kecamatan Silo, Kabupaten Jember.
Untuk analisa digunakan MgO, kloroform, KOH 1%,
NaOH 0,01N, kertas saring dan phenolphtalein.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kadar Air
Hasil uji kadar air biji kopi luwak in vitro menunjukkan

semakin lama fermentasi dan semakin banyak konsentrasi
ragi yang ditambahkan maka semakin tinggi pula kadar air
yang terdapat dalam biji kopi. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 1.
Pengujian kadar air menunjukkan rata-rata sampel
memiliki kadar air 8,5-9,5%. Pengujian kadar air sangat
erat hubungannya dengan potensi tumbuhnya jamur
seperti Aspergillus ochraeceus dan Aspergillus niger,
penyebab okratoksin (OTA). OTA merupakan senyawa
toksin atau racun yang menjadi standar kualitas mutu kopi
dunia [13].

3) Pembuatan ekstrak: Pembuatan ekstrak kulit buah
kopi menggunakan ekstraksi bertingkat. Perbandingan
antara kulit buah dan aquades yaitu 1:4.
4) Pembuatan Inokulum: Feses luwak diinokulasi
sebanyak satu ose pada media 10 ml MRS Broth dan
diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37-39oC.
Sementara itu juga disiapkan media steril berupa ekstrak
kulit buah kopi yang telah diperkaya dengan nutrisi gula

(2,3% dari ekstrak kulit buah kopi). Kultur awal yang
dihasilkan diinokulasi pada media steril dan kemudian
diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37o-39o C.
5) Pembuatan Ragi Kopi Luwak: Pembuatan ragi kopi
menggunakan bahan pengisi berupa tepung beras dan
ekstrak kulit buah kopi (2:1), kemudian dicampurkan
dengan starter mikroflora secara homogen dan aseptik.
Hasil campuran dibentuk bulatan kecil, lalu diinkubasi
selama 24-48 jam dengan suhu 37o-39oC dan dikeringkan.
6) Fermentasi Kopi Luwak In Vitro [22]: Sebanyak 3
kilogram buah kopi robusta pulping difermentasi selama
24 jam dengan suhu 37-39oC secara semi basah
menggunakan ragi kopi luwak dengan dosis 0,5% (A1);
1,5% (A2); dan 2,5% (A3). Pengambilan sampel
dilakukan setiap 8 jam sekali yaitu pada saat fermentasi
kopi mencapai 8 jam (B1), 16 jam (B2), dan 24 jam (B3).
Setelah itu masing-masing sampel dicuci dan dikeringkan
dibawah sinar matahari selama 3-4 hari hingga kadar air
mencapai 10-12%. Biji kopi kering kemudian dihulling
untuk mendapatkan kopi beras.

7) Uji Kimia Kopi Luwak In Vitro: Uji kimia biji kopi
luwak in vitro yang dilakukan meliputi kadar air (Metode
Pemanasan; AOAC, 2005), kadar glukosa (Metode
Elektrokimia; GlucoDr Strip, 2013), pH (AOAC, 1984),
total asam tertitrasi (Metode Acidi-alkalimetri; Fardiaz,
1992), dan kadar kafein (Cara Bailey-Andrew).

Kadar air (%)

B. Metode

10,00
9,00
8,00
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00

1,00
0,00

Lama
Fermentasi
8 jam
16 jam
24 jam

Jumlah Ragi
Gambar 1. Kadar air kopi luwak in vitro

Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa perlakuan
lama fermentasi 8 jam, 16 jam, dan 24 jam serta
penambahan ragi kopi luwak 0,5%; 1,5%; dan 2,5%
secara keseluruhan mengalami peningkatan kadar air bila
dibandingkan dengan kontrol biji kopi robusta tanpa
fermentasi (8,51%). Hal ini dikarenakan semakin lama
waktu fermentasi dan semakin banyak ragi yang
ditambahkan maka aktivitas mikroorganisme yang ada

pada ragi kopi luwak semakin meningkat, sehingga proses
degradasi senyawa biji kopi dan pengikatan molekul air
juga meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Fardiaz
[8] bahwa pada fermentasi terjadi perombakan glukosa
menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O) sehingga
akan meningkatkan kadar air pada bahan kering.
Fermentasi akan mempengaruhi kandungan air yang
terdapat dalam biji kopi hasil fermentasi. Hasil analisa
kadar air biji kopi luwak in vitro tertinggi didapatkan pada
perlakuan lama fermentasi 16 jam dengan ragi kopi luwak
sebanyak 2,5% yaitu 9,19%. Hal ini dikarenakan dalam
pertumbuhannya, mikroorganisme yang terdapat pada ragi
kopi luwak berada dalam fase eksponensial sehingga air
(H2O) yang dihasilkan lebih banyak daripada fermentasi 8

81

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 2016, ISBN 978-602-14917-2-0

B. Kadar Glukosa

Glukosa merupakan bahan fermentasi yang apabila
keberadaannya semakin sedikit menunjukkan keefektifan
fermentasi yang terjadi. Perubahan kadar glukosa pada biji
kopi robusta yang difermentasi menggunakan ragi kopi
luwak dapat dilihat pada Gambar 2.

meningkatnya kandungan total asam tertitrasi pada biji
kopi. Penurunan kadar glukosa diikuti oleh penambahan
keasaman substrat atau nilai pH semakin menurun seiring
dengan bertambahnya waktu fermentasi dan konsentrasi
ragi yang ditambahkan.
C. pH
Menurut Day dan Underwood [7], pH didefinisikan
sebagai logaritma aktivitas ion hidrogen (H +) yang
terlarut. Hasil pengujian nilai pH pada biji kopi luwak in
vitro dapat dilihat pada Gambar 3.
6,00
5,00
Lama
Fermentasi

8 jam

4,00

pH

jam. Hal ini didukung dengan kadar glukosa yang rendah
pada fermentasi 16 jam.
Analisa kadar air dari fermentasi 8 jam, 16 jam, dan 24
jam memiliki hasil yang fluktuatif. Fluktuatifnya hasil
kadar air ini menurut Sudarmadji, et al [23] dikarenakan
kadar air merupakan komponen yang tidak tetap karena
mudah terpengaruh oleh faktor-faktor dari luar. Secara
keseluruhan sampel biji kopi hasil fermentasi ini dapat
dikatakan bermutu baik, karena menurut SNI kadar air biji
kopi tidak boleh lebih dari 12%.

3,00
2,00

Kadar Glukosa (%)

12,00

16 jam

1,00

10,00

24 jam

0,00

8,00

Lama
Fermentasi

6,00

8 jam

4,00

Jumlah Ragi

16 jam
2,00

24 jam

0,00

Jumlah ragi
Gambar 2. Kadar glukosa kopi luwak in vitro

Dari Gambar 2. diketahui bahwa rata-rata kopi luwak
in vitro memiliki kadar glukosa 9-9,6%. Kadar glukosa
pada sampel semakin menurun seiring dengan
penambahan ragi dan lama fermentasi. Pada sampel
dengan penambahan ragi kopi luwak 0,5%; 1,5%; dan
2,5% perlakuan 8 jam, 16 jam, dan 24 jam memiliki kadar
glukosa yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol
biji kopi robusta tanpa fermentasi yaitu 9,72%. Penurunan
kadar glukosa ini disebabkan adanya aktivitas
mikroorganisme yang mengubah glukosa menjadi asam.
Hasil analisa kadar glukosa terendah didapatkan pada
perlakuan lama fermentasi 16 jam dan 1,5% ragi kopi
luwak yaitu 9,02%. Glukosa merupakan substrat bagi
mikroorganisme, sehingga keberadaannya semakin
berkurang seiring dengan lama fermentasi dan dosis ragi
yang ditambahkan. Bakteri pemecah gula ini bekerja 5
sampai 24 jam dalam proses fermentasi. Sebagai hasil
proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam asetat
dengan kadar asam laktat yang lebih besar [19]. Pada
penelitian ini dapat dilihat bahwa penurunan kadar
glukosa diikuti dengan penurunan nilai pH serta

Gambar 3. pH kopi luwak in vitro

Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa fermentasi
dengan penambahan ragi kopi luwak 0,5%; 1,5%; dan
2,5% selama 8 jam, 16 jam, dan 24 jam memiliki pH
sekitar 5,6-5,9. Keseluruhan sampel memiliki pH yang
lebih rendah dibandingkan dengan kontrol biji kopi
robusta tanpa fermentasi yaitu 5,8. Hal ini dikarenakan
adanya peningkatan asam-asam organik yang terbentuk
selama proses fermentasi. Pembentukan asam-asam
organik terjadi akibat adanya aktivitas metabolisme yang
ada pada ragi terutama bakteri asam laktat.
Berdasarkan penelitian sebelumnya telah diketahui
bahwa isolasi biji kopi luwak segar menghasilkan lima
spesies BAL yang teridentifikasi sebagai Lactobacillus
plantarum, Lactobacillus brevis dan Streptococcus
faecium yang menghasilkan asam laktat sekitar 90%,
Leuconostoc
paramesenteroides,
Leuconostoc
mesenteroides dan Leuconostoc dextranicum yang akan
memecah glukosa menghasilkan ± 50% asam laktat dan
sisanya dapat berupa etanol, asam asetat, asetaldehid,
diasetil, dan CO2 [9], [21]. Asam laktat yang terbentuk
menyebabkan pH semakin menurun. Menurut Afifah [2],
pada umumnya semakin meningkatnya kandungan asam
suatu bahan, maka nilai pH akan semakin menurun.
Hasil pengukuran pH biji kopi luwak in vitro terendah
didapatkan pada sampel dengan perlakuan lama
fermentasi 16 jam dan penambahan ragi kopi luwak
sebanyak 2,5% yaitu 5,65. Penurunan pH selama
fermentasi menunjukkan penambahan jumlah ragi kopi
luwak mampu meningkatkan aktivitas metabolisme dalam

82

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 2016, ISBN 978-602-14917-2-0

mendegradasi gula seiring dengan perlakuan lama
fermentasi, sehingga asam yang terbentuk meningkat. Hal
ini mengindikasikan bahwa mikroorganisme yang
terdapat dalam ragi kopi luwak mengandung kelompok
mikroba yang mampu menghasilkan asam-asam organik.
Hal ini diperkuat dengan pendapat Fauzi [10] yang
menyatakan bahwa penurunan nilai pH disebabkan
produksi asam laktat oleh inokulum ragi yang
ditambahkan, dan juga dari mikroba kontaminasi dari
lingkungan sekitar.
D. Total Asam Tertitrasi
Total asam tertitrasi (TAT) merupakan salah satu
indikator terjadinya fermentasi yang dinyatakan dalam
persen asam laktat. Perubahan total asam tertitrasi pada
biji kopi luwak in vitro dapat dilihat pada Gambar 4.

konsentrasi 2,5% menyebabkan asam laktat yang
terbentuk semakin meningkat dan pH cenderung turun,
yang kemudian mengakibatkan nilai total asam tertitrasi
meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Charalampopoulus et al., [6] yang menyatakan bahwa
aktivitas mikroba selama fermentasi akan menyebabkan
penurunan pH seiring dengan meningkatnya keasaman
produk sebagai asam laktat, dan asam-asam organik
lainnya akan terakumulasi.
E. Kadar Kafein
Hasil analisa kadar kafein biji kopi luwak in vitro
memiliki nilai yang fluktuatif, namun secara keseluruhan
kadar kafein mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat
pada Gambar 5.
1,60

Lama
Fermentasi

0,02

8 jam

0,01

16 jam
24 jam

0,00

Jumlah Ragi

Kadar Kafein(%)

Total Asam Tertitrasi (%)

1,40
0,03

1,20
Lama
Fermentasi
(jam)
8 jam

1,00
0,80
0,60
0,40

16 jam

0,20

24 jam

0,00

Jumlah Ragi (%)

Gambar 4. Total asam tertitrasi kopi luwak in vitro

Gambar 5. Kadar kafein tertitrasi kopi luwak in vitro

Pada Gambar 4 dapat diketahui bahwa jumlah total
asam tertitrasi cenderung semakin meningkat seiring
dengan penambahan ragi dan lama fermentasi. Pada
sampel dengan penambahan ragi kopi luwak 0,5%; 1,5%;
dan 2,5% pada perlakuan 8 jam, 16 jam, dan 24 jam
memiliki total asam tertitrasi sekitar 0,025-0,027%.
Keseluruhan sampel memiliki total asam tertitrasi lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol biji kopi robusta tanpa
fermentasi yaitu 0,0254%. Hal ini disebabkan karena kopi
luwak in vitro telah mengalami proses fermentasi.
Asam tertitrasi mengalami peningkatan seiring dengan
lama fermentasi dan jumlah ragi kopi luwak yang
ditambahkan, karena mikroorganisme yang melakukan
metabolisme juga semakin meningkat. Hal ini diperkuat
oleh Legowo et al., [15] yang menyatakan bahwa
peningkatan kadar asam laktat disebabkan adanya
aktivitas BAL yang memecah laktosa dan gula-gula lain
menjadi asam laktat.
Hasil pengukuran total asam tertitrasi biji kopi luwak in
vitro tertinggi didapatkan pada sampel dengan perlakuan
lama fermentasi 16 jam dan penambahan ragi kopi luwak
sebanyak 2,5% yaitu 0,0267%. Pemberian ragi hingga

Hasil analisis kadar kafein pada Gambar 5
menunjukkan bahwa biji kopi robusta yang telah
difermentasi menggunakan ragi kopi luwak memiliki
kadar kafein sekitar 0,8-1,5% lebih rendah dibandingkan
dengan kontrol biji kopi robusta tanpa fermentasi yaitu
1,44%. Secara keseluruhan hasil analisa kadar kafein kopi
luwak in vitro menggunakan ragi kopi luwak 0,5%; 1,5%;
dan 2,5% masing-masing mengalami penurunan seiring
dengan lama fermentasi. Hal ini sesuai dengan Hanifah
dan Kurniawati [14] yang menyatakan bahwa proses
fermentasi dapat menurunkan kandungan kafein secara
signifikan baik fermentasi hewan luwak, fermentasi basah
secara penuh, maupun fermentasi dengan ragi. Kafein
akan diuraikan oleh bakteri-bakteri fermentasi dan enzim
pengurai kafein.
Hasil fermentasi maksimum terjadi pada perlakuan
penambahan ragi kopi luwak sebanyak 2,5% dengan lama
fermentasi selama 24 jam yaitu 0,839%. Menurut Todar
[25], semakin lama waktu fermentasi maka semakin
sedikit konsentrasi kafein dalam kopi. Hal ini dikarenakan
pada proses fermentasi terjadi degradasi kafein menjadi
uric acid, 7-methilxanthine, dan xanthine. Lebih lanjut,

83

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 2016, ISBN 978-602-14917-2-0

penelitian Yano dan Mazzafera [28] mengemukakan
bahwa pada proses degradasi kafein menjadi uric acid
mulai terbentuk pada waktu 12 jam fermentasi. Demikian
juga menurut Gokulakrishnan et al. [11] proses degradasi
kafein menjadi uric acid mulai terbentuk pada waktu
fermentasi 12 - 36 jam. Reaksi yang terjadi yaitu:
Mikroba
Kafein
uric acid+biomassa [11]

[13]

IV. KESIMPULAN
Hasil penelitian diketahui bahwa variasi lama
fermentasi dan dosis ragi kopi luwak yang ditambahkan
mampu mempengaruhi karakteristik kimia kopi luwak
robusta in vitro. Selain itu, perlakuan juga dapat
meningkatkan kadar air dan total asam tertitrasi hingga
9,19% dan 0,0267%, sedangkan kadar glukosa, pH dan
kadar kafein turun hingga 9,02%; 5,65; dan 8,39%.

[16]

[14]

[15]

[17]

[18]
[19]

DAFTAR PUSTAKA
[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[8]
[9]

[10]

[11]

[12]

Afandi, I. L., “Studi Optimasi Dosis Ragi Kopi Luwak Multikultur
Bermedia Tepung Maizena Pada Pengolahan Kopi Robusta
Secara Semi Basah”, Skripsi, Jember: Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, FTP, UJ, 2011.
Afifah, N. (2010) Analisis Kondisi dan Potensi Waktu Fermentasi
Medium Kombucha (Teh, Kopi, Rosella) dalam Menghambat
Pertumbuhan Bakteri Pathogen (Vibrio cholera dan
Bacilluscereus). http://pustaka . Uin.ac.id/ wpcontent
/uploads/2010/11/Analisis Kondisi Dan Potensi Waktu
Fermentasi Medium Kombucha.pdf. [30 April 2016].
Agustin, R., “Optimasi Dosis Ragi Kopi Luwak Multikultur
Bermedia Tepung Beras Pada Pengolahan Kopi Robusta Secara
Semi Basah”, Skripsi. Jember: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
FTP, UJ, 2011.
Bannon, G.A., Goodman, R.E., Leach, J.N., Rice, E., Fuchs R.L.,
dan Astwood, J.D. Digestive Stability In The Context Of
Assessing The Potential Allergenicity Of Food Proteins, Nutrition
And Toxicology Journal, 8: 271-285, 2002.
Chan, S dan Garcia, E., Comparative Physicochemical Analyses
of Regular and Civet Coffee, The Manila Journal of Science, 7(1):
19-23, 2011.
Charalampopoulos, D., Wang, R., Pandiella, S.S., dan Webb, C.
“Isolation and Characterization of Lactic Acid Bacteria from
“Ting” in the Northern Province of South Africa”, Thesis,
Pretoria: University of Pretoria, 2002.
Day, R. A. dan Underwood, A. L. Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi
Keenam, Alih Bahasa oleh Dr. Ir. Iis Sopyan, M. Eng, Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2002.
Fardiaz, S. Mikrobiologi Pangan, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1992.
Fauzi, M., Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Biji
Kopi Luwak (Civet Coffe), Jember: Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Jember, 2008.
Fauzi, M. Penentuan Dosis Ragi Kopi Luwak Bermedta Tapioka
Pada Pengolahan Kopi Robusta. Prosiding Seminar Nasional
PATPI 2013: Peran Teknologi dan Industri Pangan Untuk
Percepatan Tercapainya Kedaulatan Pangan Indonesia. Jember:
Universitas Jember, 2013.
Gokulakrishman, S., Chandrajad, K., Gummadi, dan
Sathyanarayana, N., Microbial and Enzymatic Methods for The
Removal of Caffeine, Journal Enzyme and Microbial Technology,
Elsevier. 37: 225-232, 2005.
Hadipernata, Mulyana dan Nugraha, Sigit., Identifikasi Fisik,
Kimia dan Mikrobiologi Biji Kopi Luwak sebagai Acuan
Teknologi Proses Kopi Luwak Artifical. Prosiding Seminar
Nasional Intensif Riset Sinas: 117-121, 2012.

[20]

[21]

[22]

[23]
[24]
[25]

[26]

[27]

[28]

Handayani, Alfina., Penerapan Sistem Nilai Cacat pada
Komoditas Kopi Robusta (Studi Kasus di Wonokerso, Pringsurat,
Temanggung). Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, 11(2),
2013.
Hanifah, Nurul dan Kurniawati, Desy., Pengeruh Larutan Alkali
dan Yeast terhadap Kadar Asam, Kefein, dan Lemak pada Proses
Pembuatan Kopi Fermentasi, Jurnal Teknologi Kimia dan
Industri, 2(2): 162-168, 2013.
Legowo, A. M., Kusrahayu dan Mulyani, S., Teknologi
Pengolahan Susu, Semarang: Universitas Diponegoro, 2009.
Marcone, N. F.. Composition and Properties of Indonesia Palm
Civet Coffee (Kopi Luwak) and Ethopian Civet Coffee. Food
Research International 37 (9): 901-912, 2004.
Mustakim, R. (2015) Kopi Luwak Makin Populer Di Dunia,
Sudah Dipayungi Permentan. Portal Berita Info Publik [serial
online].
http://infopublik.id/read/122137/kopi-luwak-makinpopuler-di-dunia-sudah-dipayungi-permentan.html.
[15
September 2015].
Nuga. “Pelatihan Kopi Malabar”. Tidak Diterbitkan. Makalah.
Pangalengan, Kabupaten Bandung, 2012.
Oktadina, F. D., Argo, B. D., dan Hermanto, M. B., Pemanfaatan
Nanas (Ananas Comosus L. Merr) untuk Penurunan Kadar Kafein
dan Perbaikan Citarasa Kopi (Coffea Sp) dalam Pembuatan Kopi
Bubuk, Malang: Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Jurnal Keteknikan
Pertanian Tropis dan Biosistem. 1(3): 265-273, 2013.
Putra, Herry (2015) Kopi Lanang dari Luwak Lanang. [serial
online]
https://kopiluwaklanang.wordpress.com/artikelarticle/kopi-lanang-dari-luwak-lanang/. [15 September 2015].
Salminen, S and A.V. Wright., Lactic Acid Bacteria:
Microbiology and Fungsional Aspect, Edisi Kedua. New York:
Marcel Dekker Inc, 1998.
Sari, M. L., “Karakteristik Organoleptik dan Komponen Flavor
Biji Kopi Robusta (Coffee Robusta) Hasil Fermentasi
Menggunakan Starter Feses Luwak”, Skripsi, Jember: Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, FTP, UJ, 2014.
Sudarmadji, S., Haryono, B, dan Suhardi, Prosedur Analisa untuk
Bahan Makanan dan Pertanian, Yogyakarta: Liberty, 1997.
Surya, Yohanes, Gasing Science 4A, Tangerang: PT. Kandol,
2013.
Todar, K (2010) Nutrition and Growth of Bacteria. Department of
Bacteriology,
University
of
Wisconsin.
http://textbookofbacterriology.net/nutgro_2.html (11 November
2015).
Wijanarko, B., “Optimasi Dosis Ragi Kopi Luwak Multikultur
Bermedia Tepung Tapioka Pada Pengolahan Kopi Robusta Secara
Semi Basah”, Skripsi, Jember: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
FTP, UJ, 2011.
Wijayani, Reza Adi, “Karakteristik Kimia Kopi Biji Robusta Hasil
Fermentasi Menggunakan Mikroflora Asal Feses Luwak”,
Skripsi, Jember: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP, UJ,
2015.
Yano, D. M. dan Mazzafera, P., Catabolism of Caffeine and
Purification of a Xanthine Oxidase Responsible for Methyluric
Acids Productions in Pseudomonas Putida L.. Revista de
Microbiologia. Vol. 30(1): 62-70, 1999.

84