Penumbuhan Kreativitas dan Inovasi sebag

Penumbuhan Kreativitas dan Inovasi sebagai Usaha Pengembangan Potensi
Kewirausahaan P. Tommy Y. S. Suyasa Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
Kreativitas dan inovasi adalah suatu fenomena psikologis yang menarik. Walaupun
sejarah sudah membuktikan, bahwa di setiap jaman, manusia selalu berkreativitas
dan berinvoasi, namun menurut Richards (2007), sampai saat ini, kreativitas dan
inovasi masih merupakan potensi manusia yang tersembunyi (hidden potential).
Mengapa potensi tersembunyi? Potensi tersembunyi karena terdapat persepsi
bahwa: (a) kemampuan kreativitas dan inovasi tersebut sulit diakses, atau sulit
dimunculkan setiap hari atau bahkan setiap saat; (b) kreativitas dan inovasi hanya
terdapat, atau hanya dilakukan oleh individu-individu tertentu. Dapatkah potensi
yang tersembunyi tersebut terrealisasi setiap hari atau setiap saat, tanpa perlu
menunggu sampai akhir tahun maupun sampai akhir abad, baru kita dapat
menghitung dan menyadari bahwa kreativitas dan inovasi sudah terjadi? Dapatkah
potensi yang tersembunyi tersebut, kita yakini juga ada pada diri kita, tidak saja
ada pada diri orang-orang tertentu? Kreativitas dan inovasi diyakini sebagai aspek
yang membuat kehidupan terus berlangsung. Tanpa mengurangi kekuasaan dan
keyakinan terhadap Sang Pencipta, sebagian besar individu di muka bumi ini, dapat
survive dari kondisi yang sesulit apapun, karena adanya kreativitas dan inovasi.
Individu dapat mengatasi masalah kebutuhan dasar, keamanan, ekonomi, dan
masalah/konflik interpersonal, karena adanya kreativitas dan inovasi. Dua
pertanyaan pada alinea ke dua dari atas, dapat dijawab dengan bertanya kembali,

apakah masalah kebutuhan dasar dan masalah ekonomi tidak terjadi setiap hari?
Apakah masalah keamanan dan masalah/konflik interpersonal tidak terjadi pada diri
kita? Jawaban dari kedua pertanyaan tersebut, jelas mengarah pada prinsip, bahwa
sebenarnya proses kreativitas dan inovasi terjadi setiap hari Pelatihan Program
Mahasiswa Wirausaha Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat dan Ventura
(LPKMV) Universitas Tarumanagara, Jakarta, 5 Agustus 2009 Halaman 2 dari 14
halaman dan terjadi pada diri kita. Proses kreatif dan inovasi, tidak hanya terjadi
pada waktu-waktu tertentu dan pada orang-orang tertentu saja. Dalam seminar
teleconference yang diselenggarakan oleh Universitas Tarumanagara, Jakarta (ELN,
2008), salah satu pembicara kunci, yaitu Judith Cone (Wakil Presiden Kauffman
Foundation, Amerika Serikat), menyatakan bahwa pendidikan kreativitas sangat
penting. Pendidikan kreativitas menjadi kunci dan dasar yang sangat menentukan
untuk melaksanakan kewirausahaan. Menurut Cone, pendidikan kreativitas yang
menjadi dasar berkembangnya berbagai bidang usaha di negara maju, sudah lama
dilakukan; sedangkan di negara-negara berkembang, belum lama. Dalam seminar
tersebut, Ciputra (tokoh entrepreneurship Indonesia) sangat meyakini bahwa hanya
dengan kemampuan wirausaha, suatu bangsa dapat menyelesaikan masalah
kemiskinan dan pengangguran. Pentingnya pendidikan kreativitas dan inovasi, yang
mengarah kepada pembentukan proses kewirausahaan, diindikasikan oleh repons
positif dari berbagai pihak, baik swasta maupun pemerintah. Pemerintah, melalui

Kementerian Negara Koperasi dan UKM, pada tahun 2009 ini, memberikan
dukungan dana sebesar Rp 20 miliar serta dukungan fasilitasi pembentukan 100
lembaga pendidikan wirausaha di tingkat pedesaan (XVD, 2009). Di samping itu,

pemerintah secara resmi juga membentuk Business Innovation Centre (BIC),
dengan tujuan untuk menghubungkan komunitas pengusaha dengan para peneliti
ataupun para akademisi (Uwi, 2008). Pemerintah melalui BUMN, juga menunjukkan
usaha yang serius untuk mendukung pendidikan kewirausahaan; sebagai contoh,
Bank Mandiri secara konkret merangsang tumbuhnya kewirausahaan melalui
individu-individu yang berjiwa kreatif dan inovatif, dengan menyelenggarakan
program Wirausaha Muda Mandiri (FAJ, 2008). Pihak swasta, dalam hal ini Mien Uno
Foundation, memfasilitasi usaha penumbuhan kewirausahaan melalui pembiayaan
usaha mikro dan kecil, terutama yang bergerak di sektor agribisnis, serta melalui
kegiatan pendampingan (Messwati, 2009). Berdasarkan fenomena di atas, tampak
bahwa hasil akhir yang diharapkan dari proses kreatif dan inovatif adalah
terbentuknya jiwa kewirausahaan. Namun sebelum terbentuknya jiwa
kewirausahaan, dengan logika yang sistematis, kita sepakati bahwa jiwa
kewirausahaan tidak akan terbentuk tanpa kita menyadari proses kreatif dan
inovatif. Tulisan ini, secara singkat akan membahas pengertian kreativitas,
perbedaan kreativitas dan inovasi, kepribadian kreatif, metode untuk Halaman 3

dari 14 halaman menjadi kreatif, aplikasi perilaku kreativitas di bidang
kewirausahaan, kondisi kreativitas pada umumnya. Penulis berharap, dengan
beberapa topik di atas, kita dapat menyadari proses dan metode penumbuhan
kreativitas dan inovasi. Pemahaman terhadap proses terjadinya kreativitas, lebih
lanjut diharapkan dapat menghasilkan inovasi yang konkret sebagai dasar
pengembangan jiwa kewirausahaan. Pengertian Kreativitas Kreativitas adalah
kemampuan untuk membuat sesuatu menjadi ada sebagai sesuatu yang baru; baik
dalam bentuk metode baru sebagai solusi suatu masalah, peralatan baru, objek
atau bentuk kesenian yang baru (“Creativity,” 2009). Hal yang paling khusus dari
definisi ini adalah kata “baru”. Dari sekian banyak arti kata “baru”, bila dikaitkan
dengan kreativitas, menurut penulis ada tiga arti kata “baru” yang dapat
mencerminkan kreativitas, yaitu: (a) belum pernah dilihat, (b) belum pernah
didengar, (c) belum lama dibuat, (d) selalu segar/tidak usang/cerah (“Baru,” 2009).
Di tambahkan, dalam Merriam-Webster Online Dictionary, kata “baru/new” yang
tampak berkaitan dengan kata “kreativitas” dapat diartikan sebagai: (a) kesesuaian
dengan kondisi saat ini (terkini), (b) tidak umum atau aneh, (c) berbeda dari
kategori yang pernah ada, dan (d) kondisi setelah masamasa buruk (“New,” 2009)
Kreativitas adalah proses mental dan proses sosial yang melibatkan usaha untuk
menghasilkan ide baru atau konsep, atau asosiasi antar ide atau antar konsep
(“Creativity,” n.d.). Konsep kreativitas yang dikemukakan oleh Sawyer’s (dalam

Simonton, 2007) memperjelas pengertian proses sosial pada definisi di atas.
Menurut Sawyer’s, proses kreatif bukanlah proses yang hanya bersifat individual.
Proses kreatif terjadi di dalam konteks sosial. Konteks sosial terjadi dalam setiap
tahap proses kreatif; mulai dari tahap munculnya permasalahan/kebutuhan, hingga
tahap pemanfaatan solusi/ide kreatif untuk mengatasi masalah. Umumnya, proses
munculnya permasalahan/kebutuhan terhadap ide kreatif berawal dari kebutuhan
sosial; begitu pula setelah tumbuhnya ide kreatif, berakhir dengan penggunaan ide
tersebut dalam masyarakat/lingkungan sosial. Kreativitas adalah proses membuat

sesuatu menjadi sesuatu yang unik/baru dan berguna. Kata “create” dapat diartikan
sebagai suatu proses “menjadi ada” atau “menjadi sesuatu”. Sesuatu yang
dimaksud adalah sesuatu yang sebelumnya “tidak ada” atau “belum terinspirasi”
(Maddux & Galinsky, 2009). Halaman 4 dari 14 halaman Dari beberapa definisi di
atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah proses mental dan sosial yang
ditandai dengan munculnya ide/konsep/produk/jasa (proses menjadi ada); atau
membuat sesuatu ide/konsep/produk/jasa yang lama atau yang sudah ada, menjadi
sesuatu yang dipersepsikan baru. Baru yang dimaksud adalah belum pernah dilihat,
belum pernah didengar, belum lama dibuat, selalu segar/tidak usang/cerah, sesuai
dengan kondisi saat ini (terkini), terkesan tidak umum atau aneh, dan dihasilkan
untuk memperbaiki kondisi yang ada. Kreativitas atau Inovasi? Konsep kreativitas

dan konsep inovasi lebih sering bersama-sama daripada dibicarakan sendiri-sendiri.
Untuk menyamakan persepsi, penulis akan menguraikan persamaan dan perbedaan
pengertian kreativitas dan inovasi. Menurut penulis, kreativitas dan inovasi lebih
banyak memiliki persamaan daripada perbedaan. Kreativitas dan inovasi adalah
dua konsep yang memiliki kesamaan dalam hal: (a) Sifat output yang dihasilkan.
Output dari kreativitas ataupun inovasi selalu berkaitan dengan sesuatu yang baru;
(b) Proses yang terjadi. Kreativitas dan inovasi berkaitan dengan dihasilkannya
suatu pendekatan/metode/kemasan/produk. Kata “dihasilkannya” dapat berupa dari
kondisi tidak ada menjadi ada, atau dari kondisi sebelumnya menjadi kondisi terkini;
(c) Pihak yang melakukan atau pelaku. Pelaku dari kegiatan kreatif dan inovasi,
dapat bersifat individual atau dapat pula bersifat kelompok. Berdasarkan
persamaan di atas, tampak bahwa antara konsep kreativitas dan inovasi memiliki
tiga kesamaan. Kesamaan tersebut cenderung ada dalam setiap wacana kreativitas
dan inovasi. Lain halnya dengan perbedaan antara kreativitas dan inovasi.
Perbedaan kreativitas dan inovasi hanya satu, yaitu dalam konteks kegunaan yang
memiliki nilai ekonomis. Kata “inovasi” lebih dipersepsikan sebagai kata yang
berhubungan dengan kelanjutan proses kreatif. Kata “inovasi” berkaitan dengan
dihasilkannya produk tertentu atau metode dalam bidang jasa tertentu, yang
memiliki manfaat, nilai jual, atau bersifat komersil. Dengan kata lain, dapat
dikatakan bahwa proses kreatif lebih inti (lebih awal) daripada inovasi. Proses

inovasi sudah pasti melibatkan atau melalui prosesproses kreatif. Namun, proses
kreatif belum tentu bersifat inovatif. Untuk terjadi sebuah inovasi, diperlukan
tahapan-tahapan proses kreatif. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa proses
kreatif adalah tahapan penting yang mengawali Halaman 5 dari 14 halaman
terjadinya inovasi. Dengan demikian, berdasarkan pentingnya proses kreatif
sebagai proses awal dari sebuah inovasi, maka dalam tulisan ini, penulis akan lebih
menekankan pada ulasan mengenai kreativitas. Kepribadian Kreatif Berbagai studi
menunjukkan bahwa individu yang kreatif, secara konsisten memiliki kepribadian
(Feist, 1998; Simonton, 2003): (a) menunjukkan toleransi terhadap hal-hal yang
ambigu (tidak jelas atau tidak teratur), (b) berani mengambil risiko, (c)
bersemangat/berambisi, dan (d) percaya diri. Toleransi terhadap hal-hal yang
ambigu. Mereka yang kreatif mencoba memahami apa inti dari permasalah. Mereka
tidak begitu saja menolak hal-hal yang membuat dirinya bingung. Kebingungan

justru menjadi tantangan baginya. Baginya, di dalam tugas yang membingungkan,
terletak ruang untuk menampilkan ide-ide yang baru. Lain halnya jika tugas sudah
jelas, tidak ada lagi ruang baginya untuk menampilkan ide-ide orisinal yang dimiliki
individu. Pada prinsipnya, individu yang kreatif selalu terbuka terhadap hal-hal yang
baru (more open to new experiences). Keberanian mengambil risiko. Individu yang
kreatif adalah individu yang berani. Berani mengambil risiko dapat diartikan sebagai

kemampuan individu untuk mengatasi rasa takut, rasa sakit, rasa malu, atau
ketidakpastian. Kemampuan mengatasi rasa takut, rasa sakit, rasa malu, dan
ketidakpastian, boleh jadi karena: (a) individu tidak mengetahui sama sekali kondisi
yang sedang atau kondisi yang akan dihadapi, atau (b) individu sudah mengetahui
secara pasti metode untuk mengatasi akibat yang akan ditimbulkan dari suatu
kondisi. Dalam hal ini, penulis tidak menyarankan bahwa individu berani karena
tidak mengetahui sama sekali kondisi yang sedang dihadapi atau kondisi yang akan
dihadapi. Penulis cenderung menganggap jika individu berani karena ia tidak
mengetahui kondisi, maka keberanian tersebut lebih cocok disebut sebagai suatu
hal yang “nekad”. “Nekad” seringkali didasari karena kurang perhitungan, kurang
pengetahuan, seperti halnya permainan judi (gambling). Dalam konteks kreativitas,
penulis lebih menyaranakan kondisi ke dua, yaitu berani karena individu sudah
mengetahui secara pasti metode untuk mengatasi akibat yang akan ditimbulkan
dari suatu kondisi. Untuk mencapai kondisi ke dua, individu perlu membekali dirinya
dengan memperdalam pengetahuan, mengasah keterampilan, ataupun melatih
kebijaksanaan. Halaman 6 dari 14 halaman Semangat/ambisi. Individu yang
bersemangat identik dengan individu yang memiliki ambisi. Namun perlu diketahui,
semangat atau ambisi yang dimaksud bukan karena faktor ekstrinsik (material),
tetapi karena faktor nilai-nilai kemanusiaan (intirnsik). Walaupun penelitian
menunjukkan bahwa faktor ekstrinsik dapat lebih meningkatkan semangat yang

ditimbulkan oleh efek faktor intrinsik (Flora, 2003), namun semangat yang
ditimbulkan oleh faktor-faktor intrinsik (nilai-nilai kemanusiaan) akan lebih bertahan
lama, dibandingkan dengan semangat yang ditimbulkan oleh faktor-faktor
ekstrinsik; Individu yang memiliki semangat oleh karena faktor-faktor ekstrinsik,
cenderung membutuhkan materi, zat, bahkan obat-obatan/alkohol untuk
mempertahankan semangatnya (Rockafellow & Saules 2006). Individu yang kreatif,
oleh karena faktor intrinsik (nilai-nilai kemanusiaan) yang dimiliknya, akan
senantiasa bersemangat untuk berbuat sesuatu bagi sesama atau bagi kehidupan.
Semangat untuk berbuat sesuatu bagi sesama atau kehidupan, pada akhirnya akan
membuat individu memiliki energi (pikiran, ide-ide, konsep, kekuatan fisik, dll.)
untuk menghasilkan sebuah karya kreatif. Percaya diri. Percaya diri diawali oleh
kondisi “mencintai diri sendiri” atau “senang terhadap diri sendiri”. Pada saat
individu tidak senang terhadap dirinya, sangat sulit individu tersebut percaya
kepada dirinya (Turk & Winter, 2006). Individu percaya pada sesuatu, diawali oleh
kondisi ia menyenangi sesuatu tersebut. Saat individu telah menyenangi sesuatu,
baru kemudian ia merasa sesuatu tersebut bermakna, dan pada akhirnya
memberikan “perasaan penuh/bermakna” atau “tidak kosong/tidak hampa”. Saat
individu “merasa penuh/bermakna”, individu akan terus menerus mengelaborasi

makna tersebut, sampai akhirnya terjadi proses kreatif. Dengan kata lain, untuk

menjadi kreatif, individu perlu memiliki bahan dasar; bahan dasar tersebut ada
pada “perasaan penuh” yang dimiliki oleh individu. Individu yang “merasa penuh”,
adalah individu yang percaya bahwa dirinya berharga atau bermakna (individu
mencapai kondisi percaya diri). Berdasarkan hal tersebut, penjelasan bahwa
individu yang “percaya diri” dapat menjadi kreatif, adalah diawali oleh proses: (1)
individu menyenangi dirinya, (2) individu merasa dirinya bermakna (individu
“merasa penuh”), (3) individu mendapat inspirasi (ide kreatif) dari makna
(“perasaan penuh”) yang dialaminya. Permasalahannya adalah, bagaimana agar
individu dapat mencintai/menyenangi dirinya, sehingga pada akhirnya ia dapat
percaya diri untuk berbuat sesuatu atau berani mengekspresikan ide-ide kreatif
yang bersumber dari dirinya? Jawabannya Halaman 7 dari 14 halaman adalah
dengan menyadari dan berusaha menemukan sifat-sifat mulia di dalam dirinya.
Secara logika, individu menyenangi sesuatu yang mulia. Hal-hal yang mulia selalu
bersifat menentramkan, sederhana (mampu mempermudah hal yang sulit), bersih,
dan dapat menyenangkan orang lain. Sebenarnya, individu sudah memiliki sifatsifat mulia seperti itu di dalam dirinya, yaitu: mampu membuat mudah/praktis halhal yang sulit, selalu berusaha untuk tampil bersih/jujur, selalu berusaha
menghargai orang lain, dan selalu berusaha mencari ketenangan batin. Bila individu
melihat hal-hal yang mulia tersebut sudah ada pada dirinya, dapat dipastikan ia
akan “jatuh hati” kepada dirinya atau “percaya” pada dirinya. Berdasarkan uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa individu yang kreatif, memiliki kecenderungankecenderungan tertentu (personality traits). Kecenderungan tersebut antara lain,
bersikap terbuka (sabar, tidak keras kepala, penuh toleransi), berani (tidak terikat,

penuh perhitungan, mampu mengantisipasi/menerima konsekuensi), memiliki
semangat yang didasari oleh nilai-nilai kemanusiaan, serta menyenangi dirinya
(percaya terhadap hal-hal yang mulia, yang ada pada dirinya). Metode untuk
menjadi Kreatif Berdasarkan hasil penelitian Niu dan Liu (2009), untuk menjadi
kreatif, individu tidak dapat begitu saja diminta agar menampilkan hasil kerja yang
kreatif. Dengan kata lain, individu tidak akan menjadi kreatif dengan sekedar
menginstruksikannya agar lebih kreatif dalam mengerjakan sesuatu. Untuk menjadi
kreatif, individu perlu diberikan instruksi yang mengandung unsur elaborasi dan
strategi. Instruksi yang sekedar menginstruksikan agar lebih kreatif adalah instruksi
yang meminta inidividu untuk mengkreasi sebanyak-banyaknya karya, namun tidak
memiliki fokus pada jenis karya, orisinalitas, atau fokus pada situasi dan kondisi di
mana karya tersebut akan dihasilkan. Sedangkan instruksi yang mengandung unsur
strategi dan elaborasi adalah instruksi yang meminta individu untuk: (a) fokus pada
suatu jenis karya. (b) fokus pada jenis karya yang orisinalitas, dan (c) fokus pada
karya yang sesuai dengan situasi dan kondisi individu yang bersangkutan.
Penerapan konsep tersebut dalam kehidupan nyata individu adalah sebagai berikut.
Untuk membuat individu menjadi kreatif, ada tiga hal yang perlu Halaman 8 dari 14
halaman diperhatikan, yaitu: (a) jenis karya yang akan dihasilkan, (b) keunikan
karya yang akan dihasilkan, dan (c) karya yang akan dihasilkan adalah karya yang
sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi individu yang bersangkutan. Menurut


pengamatan penulis, hal yang membedakan individu yang kreatif dan kurang
kreatif adalah, individu yang kreatif mampu mengetahui situasi dan kondisi yang
dibutuhkan oleh lingkungan maupun dirinya. Setelah mengetahui dan memahami
situasi dan kondisi baik lingkungan maupun dirinya, barulah ia dapat menentukan
jenis karya apa yang diperlukan. Jenis karya yang diperlukan dan dapat dihasilkan,
seringkali tidak harus sama sekali baru. Jenis karya yang dihasilkan, boleh saja
bersifat modifikasi dari karya yang sudah ada sebelumnya. Pada saat individu
berhasil memodifikasi jenis karya yang sudah ada, itupun sudah dapat dikatakan
bahwa individu melakukan usaha pembaruan atau melakukan proses kreatif. Pada
masa sebelum Niu dan Liu (2009), Sternberg (1985) pernah mengungkapkan bahwa
untuk menjadi kreatif, individu perlu melatih tiga area kecerdasan, yaitu: (a)
kemampuan analisis, (b) kemampuan sintesis, (c) kemampuan praktis. Kemampuankemampuan tersebut, tampak memiliki konsep dasar yang bersumber pada Bloom’s
Taxonomy (Bloom, 1956, dimodifikasi oleh Marzano, 2001). Secara lebih
komprehensif, Bloom mengungkapkan bahwa kecerdasan individu memiliki enam
tingkatan, mulai dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi, yaitu:
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (aplication),
analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Sampai saat ini,
banyak tokoh yang mencoba memodifikasi konsep Bloom’s Taxonomy. Namun,
bagaimanapun konsep Bloom’s Taxonomy, yang pertama kali dipublikasikan pada
tahun 1956, masih tetap menjadi konsep unggulan yang diterapkan oleh dunia
pendidikan di berbagai belahan dunia (Mayer, n.d.) dan memiliki validitas di
berbagai tempat (Kunen, Cohen, & Solman, 1981). Dalam kaitan dengan konsep
kreativitas, penulis hanya membahas tiga tingkatan Bloom’s Taxonomy, yang
sejalan dengan konsep kreativitas yang dikemukan oleh Sternberg (1985), yaitu: (a)
kemampuan analisis, (b) kemampuan sintesis, (c) kemampuan praktis. Kemampuan
analisis. Kemampuan analisis dikembangkan dengan cara individu melatih untuk
membedakan, mana hal-hal yang penting dan berharga, dan mana hal-hal yang
kurang penting dan berharga. Kemampuan analisis ini, pada hakikatnya adalah
menemukan esensi/inti dari suatu peristiwa ataupun objek. Untuk menjadi kreatif,
pada saat individu mampu menemukan esensi/inti dari Halaman 9 dari 14 halaman
suatu peristiwa atau objek, esensi/inti dari suatu peristiwa atau objek tersebut
dapat ditampilkan dengan kemasan baru. Kemampuan sintesis. Kemampuan
sintesis dikembangkan dengan cara individu melatih untuk menggabungkan antara
hal yang satu dengan hal yang lain. Penggabungan ini membuat hal yang sudah
biasa, menjadi hal yang tidak biasa atau tampil dengan wajah baru. Proses
penggabungan ini ibarat pencapuran warna hitam dan putih atau warna-warna
lainnya. Saat warna hitam dan putih dicampur/digabungkan, muncul warna baru,
yaitu abu-abu. Warna abu-abu tidak pernah ada, jika warna hitam tidak
digabungkan dengan warna putih. Kemampuan praktis. Kemampuan praktis adalah
kemampuan menerapkan ide/konsep di dalam kehidupan sehari-hari. Individu yang
kreatif, dapat merealisasikan apa yang dipikirkannya, ke dalam fenomena
kehidupan seharihari. Individu dapat dikatakan kreatif, jika ia mampu mewujudkan
ide pikirannya menjadi sesuatu yang nyata. Cara yang paling awal untuk melatih

kemampuan praktis adalah menuangkan ide yang bersifat abstrak ke dalam desain,
tulisan, ataupun rekaman, yang bersifat konkret. Aplikasi Perilaku Kreatif di Bidang
Kewirausahaan Di samping definisi kreativitas dan inovasi yang sudah penulis
uraikan di atas, terdapat definisi lain yang tampaknya lebih kontekstual untuk
bidang kewirausahaan. Menurut Rubenson dan Runco; Sternberg dan Lubart (dalam
Sternberg, 2006), individu yang kreatif adalah individu yang mau dan mampu
“membeli dengan harga rendah” dan “menjual dengan harga tinggi”. Lebih lanjut,
maksud dari kalimat tersebut adalah individu yang kreatif, adalah individu yang
mau dan mampu memanfaat ide yang tampaknya biasa-biasa saja atau tampaknya
umum dalam kehidupan sehari-hari, namun oleh individu yang bersangkutan, ide
tersebut menjadi tampak unik/baru dan dapat menghasilkan nilai ekonomis. Di
lingkungan kita, banyak hal-hal yang tampak umum atau biasa-biasa saja, namun
oleh individu yang kreatif, hal tersebut dapat mendatangkan nilai ekonomis. Oleh
individu yang kreatif, perilaku sehari-hari – mulai dari perilaku bangun tidur,
perilaku mandi, perilaku makan pagi, perilaku belajar, perilaku bekerja, perilaku
makan siang, perilaku bersosialisasi, sampai dengan perilaku beristirahat kembali –
dapat diubah menjadi sesuatu yang menghasilkan nilai ekonomis. Individu yang
kreatif, berhasil membeli/menangkap konsep perilaku sehari-hari tersebut dengan
“harga rendah”, karena konsep perilaku sehari-hari Halaman 10 dari 14 halaman
tersebut dianggap hal yang umum atau bersifat biasa-biasa saja, menjadi suatu
konsep yang memiliki nilai ekonomis. Mereka berhasil menawarkan konsep perilaku
sehari-hari tersebut dengan alternatif harga yang terkadang harus dibayar tinggi
oleh konsumen. Sebagai contoh hal di atas, adalah konsep perilaku bangun tidur. Di
mata orang awam, perilaku bangun tidur adalah sesuatu yang biasa-biasa saja.
Namun oleh individu yang kreatif, konsep bangun tidur diformulasikan sebagai
sesuatu moment yang harus diisi dengan kegiatan “membersihkan lambung”. Saat
bangun tidur, adalah saat yang paling baik untuk membersihkan organ-organ
internal dari berbagai “racun” yang teroksidasi melalui makanan. Untuk
membersihkan lambung, menurut individu yang kreatif, diperlukan produk-produk
tertentu, misalnya: air yang kaya dengan muatan oksigen (O2 ), juice beserta
peralatan pembuatnya, ataupun makanan-makanan yang bersifat memperlancar
proses pencernaan. Dengan adanya produk-produk tersebut, individu yang kreatif,
berhasil menciptakan nilai ekonomis, dari sekedar konsep perilaku bangun tidur.
Penerapan kreativitas dan inovasi dalam bidang kewirausahaan, juga dapat
dijelaskan dengan mengoptimalkan tiga kemampuan kongnitif yang ada dalam
Bloom’s Taxonomy. Pertama adalah kemampuan analisis. Seperti yang telah
dikemukakan di atas, pada saat individu mampu menemukan esensi/inti dari suatu
peristiwa atau objek, esensi/inti dari suatu peristiwa atau objek tersebut dapat
ditampilkan dengan kemasan baru. Contoh untuk hal ini dapat dilihat dalam
berbagai bidang usaha, yang sebenarnya menjual produk yang esensi atau intinya
sama; hanya cara atau kemasannya saja yang berbeda. Misalnya “rasa manis”.
Berapa banyak individu yang melakukan kegiatan usaha yang tampak beragam,
namun sebenarnya esensi/inti yang dijual hal yang sama, yaitu “rasa manis”?
Esensi/inti dari hal yang dijual oleh banyak pengusaha adalah “rasa manis”. Dengan

kemampuan analisis yang tajam dan telah terlatih, individu yang kreatif mampu
memberikan kemasan yang berbeda-beda, terhadap sesuatu yang sebenarnya
memiliki esensi atau inti yang sama, yaitu “rasa manis”. Dengan kemasan, atau
cara menjual yang berbeda-beda, konsumen mempersepsi hal tersebut sebagai
sesuatu yang baru dan menarik. Kemampuan sintesis. Kemampuan sintesis dapat
diterapkan dalam menumbuhkan kreativitas di bidang kewirausahaan, dengan cara
menggabungkan (bagian dari) produk yang satu dengan (bagian dari) produk yang
lain. Prinsip ini dapat dilihat dengan jelas pada usaha seperti one stop shoping,
supermarket, pada inovasi-inovasi multimedia yang mencoba menggabungkan fitur
satu dengan fitur lainnya, atau pada inovasi penemuan resep makanan baru.
Penggabungan tersebut Halaman 11 dari 14 halaman membuat sesuatu menjadi
berbeda dengan kondisi sebelum sesuatu tersebut digabungkan. Penggabungan ini,
dapat juga bermula dari penggabungan ide atau minat dari dua individu. Kita dapat
membayangkan, apa akibatnya, jika ide/minat dari dua atau tiga orang sahabat,
bergabung menjadi satu. Sahabat pertama menyukai musik, sahabat ke dua
menyukai resep-resep makanan, dan sahabat ke tiga, menyukai permainan catur.
Bentuk usaha apa yang kira-kira akan terjadi? Kemampuan dalam menerapkan
konsep (application). Individu yang memiliki banyak ide adalah individu yang
kreatif; namun demikian, individu yang berhasil menuangkan ide/konsepnya
menjadi sesuatu yang nyata, tampak lebih kreatif dan bermanfaat bagi individu
lainnya. Terkadang, untuk mewujudkan ide yang dimiliki, individu tidak dapat
melakukannya secara sendiri. Individu perlu bantuan orang lain, peralatan, atau
modal selain ide. Oleh karena itu, untuk mewujudkan ide yang dimiliki, individu
dapat menawarkan (“menjual”) konsep/ide yang dimilikinya kepada orang lain yang
memiliki modal (peralatan, keuangan, tenaga, waktu, dll.). Kondisi Kreativitas pada
Umumnya Di dalam tinjauan literatur yang dilakukannya, Richards (2007)
menyatakan bahwa kondisi kreativitas individu pada umumnya mengalami tiga “U”,
yaitu: underrecognized, underdeveloped, dan underrewarded. Secara harafiah,
ketiga “U” tersebut sebagai kondisi yang menghambat kreativitas, yaitu bahwa
kreativitas: kurang dikenali, kurang dikembangkan, dan kurang dihargai. Menurut
Richards, kondisi masyarakat, khususnya kondisi sekolah yang penuh dengan
keseragaman membuat kreativitas, yang umumnya bersifat unik/khusus/orisinal
kurang dapat dikenali. Hampir setiap siswa, di sekolah yang mengutamakan
keseragaman dalam proses pembelajaran, sulit dikenali
ide/keunikan/kekhususannya. Pada saat kreativitas sulit dikenali (underrecognized),
maka akan sulit bagi individu maupun lingkungannya untuk melakukan
pengembangan potensi kreativitas/keunikan. Oleh sebab itu, jika kreativitas sulit
dikenali, maka akan terjadi “U” yang ke dua, yaitu unverdevelopped, dimana
kreativitas yang sebenarnya ada pada masing-masing anak, tidak dapat secara
optimal dikembangkan. Pengembangakan kreativitas sama halnya dengan
memberikan kesempatan/ruang/lahan bagi individu untuk menunjukkan
keunikannya. Setelah Halaman 12 dari 14 halaman ada ruang/lahan/kesempatan,
maka individu akan mencoba melakukan improvisasi/penyempurnaan terhadap
keunikan ide/kreativitas yang dimilikinya. Terakhir, adalah kondisi bahwa kreativitas

kurang dihargai (underrewarded). Kreativitas hanya dapat tumbuh bila
masyarakat/lingkungan sosial membutuhkan ide/kreativitas yang dihasilkan. Tanda
bahwa masyarakat menghargai hasil kreativitas, adalah masyarakat mau dan
bersedia mengapresiasi karya kreativitas. Melihat kondisi yang ada saat ini, kita
perlu optimis dan perlu melakukan usaha-usaha yang membuat kreativitas akan
lebih dihargai, dikenali, dan dikembangkan di masa mendatang. Penulis yakin
bahwa para mahasiswa, saat ini dihadapkan pada berbagai kondisi dan kesempatan
yang akan mengarah pada pembentukkan kreativitas. Di samping itu, para
mahasiswa sendiri adalah sosok muda yang memiliki potensi, memiliki minat pada
bidang tertentu, dan sosok yang bebas menentukan pilihan masa depan yang akan
diraihnya. Penutup Setelah meninjau pengertian kreativitas, kepribadian kreatif,
metode untuk menjadi kreatif, dan aplikasi perilaku kreativitas di bidang
kewirausahaan, penulis berpendapat bahwa untuk menumbuhkan proses kreatif
dan inovasi, sebenarnya masih perlu ada tinjauan yang lebih mendalam. Tinjauan
tersebut berhubungan dengan nilai-nilai (value) yang menurut penulis sebenarnya
sangat mendukung proses kreatif dan inovasi. Sementara ini, penulis belum
memiliki literatur yang dapat mengungkapkan keterkaitan nilai-nilai tersebut
dengan proses kreatif. Namun demikian, penulis tetap memiliki keyakinan dan
berani mengajukan dugaan untuk wacana di masa mendatang, bahwa individu yang
kreatif dan inovatif, adalah individu yang menghargai dan menghormati kehidupan,
individu yang selalu meluangkan waktu untuk memerhatikan kehidupan di
sekitarnya. Halaman 13 dari 14 halaman Daftar Pustaka Creativity. (n.d.). In
Wikipedia, the free encyclopedia. Retrieved July 26, 2009, from
http://en.wikipedia.org/wiki/Creativity Creativity. (2009). In Encyclopædia Britannica.
Retrieved July 27, 2009, from
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/142249/creativity Baru. (2009). In
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Retrieved July 27, 2009, from
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php Bloom, B. S. (1974). Time and
learning. American Psychologist, 29(9), 682-688. ELN. (2008, November 2008).
Bangun gerakan nasional budaya kewirausahaan. Retrieved July 29, 2009, from
http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/20/19141866/bangun.gerakan.
nasional.budaya.kewirausahaan FAJ. (2008, Desember 4). Perbankan dorong
wirausaha. July 29, 2009, from
http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/04/10121521/perbankan.dorong.w
irausaha Feist, G. J. (1998). A meta-analysis of personality in scientific and artistic
creativity. Personality and Social Psychology Review, 2(4), 290–309. Flora, S. (2003).
Extrinsic reinforcement increases intrinsic motivation and academic and work
performance. [Conference Abstract]. Database: PsycEXTRA. Kunen, S., Cohen, R., &
Solman, R. (1981). A levels of processing analysis of Bloom's taxonomy. Journal of
Educational Psychology, 73, 202-211. Maddux, W. W., & Galinsky, A. D. (2009).
Cultural borders and mental barriers: The relationship between living abroad and
creativity. Journal of Personality and Social Psychology, 96(5), 1047-1061. Marzano,
R. J. (2001). Designing a new taxonomy of educational objectives. In A Step Toward
Redesigning Bloom's Taxonomy (Reviewed by R. E. Mayer). Retrieved July 28, 2009,

from http://psycnet.apa.org/critiques/47/5/551.html Mayer, R. E. (n.d.). A Step
Toward Redesigning Bloom's Taxonomy. Retrieved July 28, 2009, from
http://psycnet.apa.org/critiques/47/5/551.html Messwati, E. D. (2009, Februari 24).
Penciptaan wirausaha kurangi pengangguran. Retrieved July 29, 2009, from
http://www.kompas.com/read/xml/2009/02/24/18225475/penciptaan.
wirausaha.kurangi.pengangguran. Halaman 14 dari 14 halaman New. (2009). In
Merriam-Webster Online Dictionary. Retrieved July 28, 2009, from
http://www.merriam-webster.com/dictionary/new Niu, W., & Liu, D. (2009).
Enhancing creativity: A comparison between effects of an indicative instruction “to
be creative” and a more elaborate heuristic instruction on chinese student
creativity. Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts, 3(2), 93-98.
Rockafellow, B. D., & Saules, K. K. (2006). Substance use by college students: The
role of intrinsic versus extrinsic motivation for athletic involvement. Psychology of
Addictive Behaviors, 20, 279-287. Richards, R. (Ed). (2007). Everyday creativity and
new views of human nature: Psychological, social, and spiritual perspectives (pp.
25-53). Washington, DC, US: American Psychological Association. Simonton, D. K.
(2003). Scientific creativity as constrained stochastic behavior: The integration of
product, process, and person perspectives. Psychological Bulletin, 129, 475–494.
Simonton, D. K. (2007). Review of Creativity: Theories and themes: Research,
development, and practice. Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts, 1,
251-252. Sternberg, R. J. (1985). Beyond IQ: A triarchic theory of human
intelligence. New York, NY, US: Cambridge University Press. Abstract obtained from
http://psycnet.apa.org/psycinfo/ 1985-97046-000 Sternberg, R. J. (2006). Creating a
vision of creativity: The first 25 years. Psychology of Aesthetics, Creativity, and the
Arts, S, 2-12. XVD. (2009, January 5). Seratus lembaga pendidikan wirausaha pada
2009. Retrieved July 29, 2009, from
http://www.kompas.com/read/xml/2009/01/05/15514540/seratus.lembaga.pen didikan.wirausaha.pada.2009 Uwi. (2008, March 14). Center to boost
enterpreneurship. Retrieved July 29, 2009, from
http://www.thejakartapost.com/news/2008/03/13/center-boostenterpreneurship.html
The author has requested enhancement of the downloaded file. All in-text
references underlined in blue are linked to publications on ResearchGate